HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Layu Fusarium Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Rizosfer

dokumen-dokumen yang mirip
KELIMPAHAN BAKTERI KITINOLITIK, TAHAN PANAS, DAN KELOMPOK FLUORESEN PADA RIZOSFER TANAMAN PISANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

TINJAUAN PUSTAKA Pisang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max (L) Merill).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

KAJIAN MIKROBA RIZOSFER DI KAWASAN PERTANIAN ORGANIK KEBUN PERCOBAAN CANGAR PENDAHULUAN

FUSI GEN KITINASE Aeromonas caviae WS7b DENGAN PROMOTOR sigb DARI Bacillus subtilis 168 DAN EKSPRESINYA PADA Escherichia coli ADE SAPUTRA

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai (Capsicum sp) untuk Menekan Penyakit Layu Fusarium secara in vitro

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

TUGAS AKHIR (SB )

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

Oleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

LAMPIRAN. Sterilisasi alat dan bahan. Mengisolasi dan Menghitung Populasi Awal dari Bakteri yang Terkandung dalam Biofertilizer komersial

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Layu Fusarium Kejadian penyakit layu fusarium dilapangan diamati secara visual tehadap gejala luar yang terdiri dari daun tua berwarna kuning tua lalu menjadi coklat dan mengering, pecahnya batang semu (pseudosterm) (Lampiran 6 & 7). Gejala paling khas adalah gejala dalam. Jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam (Semangun, 2000). Kelayuan pada tanaman disebabkan adanya penyumbatan makrokonidia atau mikrokonidia pada jaringan xylem, pembentukan tilosis, atau adanya mikotoksin yang dikeluarkan oleh F. oxysporum f.sp. cubense. Patogen penyebab layu fusarium mengkolonisasi xylem secara sistemik pada kultivar pisang yang rentan dan menyebabkan kematian jaringan pembuluh (Ploetz, 1990). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Rizosfer Koloni bakteri hasil plating pada media King s B, TSA serta Chitin dari contoh rizosfer yang diperoleh dari kebun pisang milik petani di Desa Pasir Eurih, Desa Tenjolaya, Desa Loa, Jl Raya Ciapus, Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor serta di kebun percobaan Pasir Kuda, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor dihitung jumlah populasinya. Koloni yang tumbuh pada media King s B dihitung dan dibedakan antar isolat berdasarkan pada bentuk koloni serta sifat fluorescens pada saat diamati dibawah sinar NUV. Pembedaan isolat dari koloni yang tumbuh pada media TSA didasarkan pada warna dan bentuk koloni sedangkan pembedaan isolat dari koloni yang tumbuh pada media Chitin didasarkan pada pembentukkan zona bening disekeliling koloni.

12 (a) (b) (c) (d) Gambar 1 Koloni Bakteri Rizosfer Hasil Isolasi pada Media King s B (a&b), TSA (c) Chitin (d) Dari hasil pencawanan (plating) diperoleh duabelas isolat bakteri yang paling dominan yang berbeda sangat jelas secara morfologi. Isolat yang tumbuh pada media TSA ada 4, yaitu: TSA1 (Kec. Ciapus 2 dari tanaman bugar), TSA2 (Kec. Ciapus 7 dari tanaman sakit), TSA3 (Pasir Kuda 2 dari tanaman sakit) dan TSA4 (Tenjolaya 1 dari tanaman bugar). Isolat yang dipilih dari media King s B ada 4, yaitu: KB1(Kec. Ciapus 3 dari tanaman sakit), KB2 (Kec. Ciapus 4 dari tanaman sakit), KB3 (Jl Raya Ciapus 2 dari tanaman bugar) dan KB4 (Pasir Kuda 2 dari tanaman sakit). Isolat yang dipilih dari media Chitin adalah CH1 (Kec. Ciapus 4 dari tanaman bugar pada), CH2 (Pasir Kuda 2 dari tanaman sakit), CH3 (Pasir Kuda 2 dari tanaman sakit), CH4 (Pasir Kuda2 dari tanaman bugar). Isolat TSA1 memiliki bentuk koloni bulat tidak kosentris dengan tepian gerigi dan berwarna krem, isolat TSA2 memiliki bentuk koloni bundar dengan tepian berombak dan berwarna krem, isolat TSA3 memiliki bentuk koloni bundar dengan tepian timbul dan berwarna putih sedangkan isolat TSA4 memiliki

13 bentuk koloni bulat kosentris dan berwarna krem (Gambar 1c). Isolat KB1 memiliki bentuk koloni bulat kosentris dan berwarna putih, isolat KB2 memiliki bentuk koloni bulat kosentris dan berwarna putih (Gambar 1a), isolat KB3 memiliki bentuk koloni bulat dan berwarna krem kekuningan serta isolat KB4 memiliki bentuk koloni bulat dan berwarna krem. Isolat CH1 memiliki bentuk bulat kosentris dan berwarna putih, isolat CH2 memiliki bentuk koloni bundar dan berwarna putih, isolat CH3 memiliki bentuk koloni bulat kosentris dan berwarna krem, sedangkan pada isolat CH4 memiliki bentuk koloni bulat dan berwarna putih (Gambar 1d). Uji Reaksi Gram Hasil Uji Gram menggunakan larutan KOH 3% terhadap keduabelas isolat bakteri menunjukkan bahwa bakteri TSA2, TSA4, KB1, KB2, KB3, KB4 dan CH3 termasuk kelompok Gram negatif. Hal ini ditandai dengan terbentuknya lendir ketika lup inokulasi diangkat setelah isolat bakteri dicampur dengan KOH 3% (Gambar 2). Gambar 2 Pembentukan lendir (tanda panah) pada bakteri rizosfer setelah ditetesi dengan KOH 3% menunjukkan bakteri bersifat Gram negatif Menurut Schaad (2001) bakteri gram negatif akan menjadi lengket pada bagian atas lup ketika dicampur dengan KOH 3%. Dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis daripada dinding sel bakteri Gram positif serta kurang rentan terhadap penisilin dan gangguan fisik (Pelzar & Chan,1986).

14 Kelimpahan Bakteri Rizosfer Kelimpahan bakteri rizosfer yang berasal dari kondisi pertanaman pisang terserang (sakit) dan tidak terserang (bugar) layu fusarium yang telah diisolasi memiliki perbedaan. Nilai log 10 dari populasi (cfu/gram tanah) bakteri rizosfer dapat dilihat pada Tabel 1. Rata-rata jumlah koloni bakteri baik yang bersifat kitinolitik, tahan panas, fluoresen maupun non fluoresen pada tanaman terserang (sakit) adalah 9x10 6 cfu/gram sedangkan pada tanaman yang tdak terserang (bugar) 1x10 7 atau setara dengan nilai log 10 yaitu 6,95 untuk tanaman terserang (sakit) dan 7,01 untuk tanaman tidak terserang (bugar). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai log 10 dari jumlah koloni bakteri yang bersifat fluoresen paling tinggi pada tanaman yang terserang (sakit) yaitu 6.84 atau setara dengan 7x10 6 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Tenjolaya sedangkan untuk tanaman yang tidak terserang (bugar) adalah 6,77 atau setara dengan 6x10 6 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Loa1. Jumlah kelompok bakteri yang bersifat non fluoresen paling tinggi terdapat pada rizosfer tanaman yang terserang (sakit) yaitu 7,72 atau setara dengan 5,3x10 7 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Loa 1, dan untuk tanaman yang tidak terserang (bugar) mencapai 8,22 atau setara dengan 1,64x10 7 cfu/gram pada contoh yang berasal dari wilayah Loa1. Jumlah kelompok bakteri yang bersifat kitinolitik paling tinggi pada tanaman yang terserang (sakit) yaitu 7,36 atau setara dengan 2,3x10 7 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Jl Raya Ciapus 1, dan untuk tanaman yang tidak terserang (bugar) yaitu 7,47 atau setara dengan 3,0x10 7 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Pasir Kuda2. Jumlah koloni kelompok bakteri yang bersifat tahan panas paling tinggi pada tanaman yang terserang (sakit) yaitu 8,17 atau setara dengan 1,49x10 7 cfu/gram tanah dari contoh yang berasal dari wilayah Kec. Ciapus 4, Tenjolaya4 dan Loa1, sedangkan untuk tanaman yang tidak terserang (bugar) adalah 8,21 atau setara dengan 1,65x10 7 cfu/gram tanah pada contoh yang berasal dari wilayah Loa1.

15 Berdasarkan uji t terhadap rata- rata populasi bakteri kelompok fluoresen pada rizosfer pisang yang sakit tidak berbeda nyata dibandingkan pad rizosfer tanaman pisang yang bugar. Sedangkan rata- rata populasi bakteri non fluoresen, tahan panas dan kitinolitik pada rizosfer tanaman yang sakit lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanaman yang sehat (Tabel 1). Rata- rata log 10 dari populasi bakteri kelompok non fluoresen pada rizosfer tanaman sakit adalah 7, 02 atau setara dengan 9x10 6 cfu/gram tanah sedangkan pada tanaman sehat (bugar) adalah 7,26 atau setara dengan 1,9x10 7 cfu/gram tanah. Rata-rata log 10 dari populasi bakteri tahan panas pada rizosfer tanaman sakit adalah 7,54 atau setara dengan 3,6x10 7 cfu/gram tanah sedangkan pada rizosfer tanaman sehat (bugar) adalah 7, 56 atau setara dengan 3,7x10 7 cfu/gram tanah. Untuk bakteri ktinolitik, rata-rata log 10 dari populasi pada rizosfer tanaman sakit mencapai 6,80 atau setara dengan 6,7x10 7 cfu/gram tanah sedangkan pada tanaman sehat (bugar) mencapai 6,96 atau setara dengan 9x10 6 cfu/gram tanah.

16 Tabel 1 Jumlah populasi koloni bakteri kelompok fluoresen, non fluoresen, tahan panas dan kitinolitik Wilayah Pengambilan Contoh Populasi Koloni (log 10 cfu/ gram) Fluoresen Non Fluoresen Tahan Panas Kitinolitik Sakit Bugar Sakit Bugar Sakit Bugar Sakit Bugar Kec.Ciapus 1 6,00 6,00 7,00 7,27 7,55 7,07 7,00 6,95 Kec.Ciapus 2 6,30 6,30 6,00 6,69 6,84 7,46 6,47 7,47 Kec.Ciapus 3 6,47 6,00 7,32 7,74 7,85 8,17 6,77 6,84 Kec.Ciapus 4 6,47 6,30 7,23 7,14 8,17 7,86 6,84 7,00 Kec.Ciapus 5 6,30 6,00 6,30 7,46 7,32 6,69 7,04 6,69 Kec.Ciapus 6 6,77 6,60 7,36 7,63 7,36 7,00 6,47 7,07 Kec.Ciapus 7 6,47 6,30 7,20 7,04 7,14 7,78 6,60 7,04 Tenjolaya 1 6,84 6,60 7,51 7,57 6,77 7,38 6,69 6,95 Tenjolaya 2 6,47 6,00 6,69 7,32 7,84 7,72 6,69 6,47 Tenjolaya 3 6,47 6,00 6,00 6,60 7,56 6,47 6,00 7,07 Tenjolaya 4 6,69 6,47 6,95 7,36 8,17 8,17 6,69 6,84 Loa 1 6,77 6,77 7,72 8,22 8,17 8,21 6,69 6,90 Loa 2 6,47 6,30 7,14 7,14 7,86 7,77 7,14 7,44 Loa 3 6,00 6,30 7,32 7,23 7,43 8,11 6,69 7,00 Pasir kuda 1 6,47 6,00 7,32 7,25 7,84 8,19 7,00 6,90 Pasir kuda 2 6,84 6,60 7,04 7,14 6,77 6,30 7,32 7,47 Jl. Raya Ciapus 1 6,30 6,30 7,36 7,65 7,23 8,02 7,36 6,60 Jl. Raya Ciapus 2 6,30 6,30 7,04 6,47 7,86 7,99 7,00 6,47 Desa Pasir Eurih 6,30 6,30 6,90 7,17 7,57 7,44 6,90 7,23 Nilai rata-rata 6,45a 6,28a 7,02a 7,26b 7,54a 7,56b 6,80a 6,96b *) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t pada taraf α = 0,05

17 Pengujian Antibiosis Duabelas isolat bakteri yang diuji kemampuan penghambatannya tehadap F. oxysporum f. sp. cubense (Foc) adalah TSA1, TSA2, TSA3, TSA4, KB1, KB2, KB3, KB4, CH1, CH2, CH3 dan CH4. Diantara isolat isolat, bakteri kelompok fluoresen KB1, KB2, KB3, dan KB4 menunjukkan aktivitas antibiosis terhadap pertumbuhan miselium cendawan Foc. Menurut Paulitz (1992), mekanisme pengendalian biologi oleh mikroorganisme tanah, antara lain: antibiosis, mikroparasitisme, kompetisi nutrisi, dan mekanisme lainnya seperti menghasilkan enzim ekstraseluler. Antibiosis adalah kemampuan dari suatu mikroorganisme dalam menekan aktifitas dan pertumbuhan patogen dalam menimbulkan penyakit dan merupakan salah satu sifat antagonisme. Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara serta antibiosis dan lisis. Keefektifannya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut (Anonim, 2010). Hasil pengujian mekanisme antibiosis dari 4 isolat bakteri yaitu TSA3, KB2, KB4 dan CH1 disajikan dalam Gambar 3. Pada gambar tersebut terlihat perkembangan miselium F. oxysporum f. sp. cubense yang berbeda-beda. Isolat bakteri tahan panas (Gambar 3a) mampu menghambat pertumbuhan miselium Foc namun tidak menunjukkan zona hambatan. Pertumbuhan miselium Foc terhambat dibandingkan dengan kontrol pada pengamatan hari ke-3 sampai ke-7 setelah inokulasi (Tabel 2) serta miseliumnya terlihat lebih tipis dan berubah warna menjadi putih pucat. Fusarium oxysprum f. sp cubense yang ditumbuhkan bersama-sama dengan isolat bakteri yang bersifat fluoresen (Gambar 3b & c) menunjukkan adanya zona hambatan serta pertumbuhan miseliumnya terhambat dibandingkan dengan control pada pengamatan hari ke-3 sampai ke-7 setelah inokulasi (Tabel 2). Pertumbuhan miselium terlihat tidak segar dan berwarna putih pekat.

18 (a) (b) ( c ) (d) (e) Gambar 3 Pengujian antibiosis isolat bakteri rizosfer terhadap F. oxysporum. f. sp. cubense a) Foc dengan isolat TSA3, b) Foc dengan isolat KB2, c) Foc dengan isolat KB3, d) Foc dengan isolat isolat CH4 dan e) Kontrol Isolat bakteri yang bersifat kitinolitik (Gambar 3d) tidak menghasilkan zona hambatan tetapi pertumbuhan miselium Foc terhambat dibandingkan dengan kontrol pada pengamatan hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah inokulasi (Tabel 2).

19 Tabel 2 Pengaruh isolat bakteri kelompok fluoresen, tahan panas dan kitinolitik terhadap diameter koloni Foc Isolat Bakteri Diameter koloni Foc (cm) 3 HSI 4 HSI 5 HSI 6 HSI 7 HSI Kontrol 1,90ab 2,16ab 3,36a 3,76a 4,00a TSA1 2,10ab 2,50a 2,93b 3,13b 3,33b TSA2 1,80ab 2,13ab 2,40d 2,56cde 2,86bc TSA3 1,76ab 2,10ab 2,46cd 3,00bc 3,16bc TSA4 2,06ab 2,50a 2,86bc 3,10b 3,23b KB1 2,23a 2,46a 2,66bcd 2,86bcd 3,00bc KB2 1,66ab 2,06ab 2,33de 2,43de 2,70bc KB3 1,73ab 2,10ab 2,43cd 2,60cde 2,86bc KB4 1,66ab 2,30ab 2,63bcd 2,76bcd 2,93bc CH1 1,90ab 2,30ab 2,50cd 2,73bcd 2,96bc CH2 1,73ab 2,03ab 2,23de 2,53cde 2,80bc CH3 1,93ab 2,30ab 2,50cd 2,66bcd 2,86bc CH4 1,53b 1,76b 1,96e 2,16e 2,53c HSI: Hari setelah inokulasi Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan pada taraf nyata α = 0,05 Hasil pengujian dengan teknik Dual Culture menunjukkan miselium Foc yang ditumbuhkan dengan isolat- isolat bakteri rizosfer mengalami pertumbuhan pada 3 HSI hingga 7 HSI. Berdasarkan uji lanjut berganda Duncan dengan taraf nyata 5%, terdapat pengaruh yang nyata antar isolat bakteri terhadap pertumbuhan miselium Foc seperti yang ditujukkan pada Tabel 2. Pada pengamatan 3 HSI sampai 7 HSI, diameter koloni Foc tertinggi terjadi pada koloni yang ditumbuhkan dengan isolat bakteri yang bersifat tahan panas TSA1 yaitu 3,33 cm. Sedangkan pertumbuhan miselium yang memiliki diameter terkecil terjadi pada Foc yang ditumbuhkan bersama dengan isolat bakteri kitinolitik CH4 yaitu 2,53 cm (Tabel 2). Cendawan Foc yang ditumbuhkan dengan bakteri tahan panas TSA1, TSA2, TSA3 dan TSA4 pertumbuhannya nyata lebih lambat (diameter lebih kecil) dibandingkan dengan pertumbuhan pada kontrol, tetapi tidak terbentuk zona hambatan (Gambar 3a). Menurut Eliza (2004), beberapa isolat bakteri dari genus Bacillus dan Pseudomonas memiliki kemampuan aktivitas selulotik, proteolotik,

20 kitinolitik, produksi HCN, melarutkan fosfat, dan fluoresensi. Vitamin dikelurakan oleh sebagian besar bakteri yang berasal dari perakaran gandum dan rizosfer tanah. Keunggulan bakteri Bacillus dibandingkan dengan bakteri yang lain adalah kemampuannya menghasilkan endospora yang tahan panas dan dingin, juga terhadap ph yang ekstrim, pestisida, pupuk, dan waktu penyimpanan Tabel 3 Lebar zona hambatan pada deteksi mekanisme antibiosis antara bakteri kelompok fluoresen dengan Foc Isolat Bakteri KB1 0,36c 0,40c KB2 0,83a 1,00a KB3 0,46cd 0,53cd KB4 0,80ab 0,90ab HSI: Hari Setelah Inokulasi Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan pada taraf nyata α = 0,05 Empat jenis bakteri kelompok fluoresen yang diuji ternyata menunjukkan aktivitas antibiosis terhadap cendawan Foc (Tabel 3). Diameter zona hambatan terbesar pada 7 HSI terjadi pada Foc yang ditumbuhkan dengan isolat KB1 yaitu sebesar 1,00 cm diikuti oleh Foc yang ditumbuhkan dengan isolat bakteri KB4 (0,90 cm), KB3 (0.53 cm) dan KB1 (0,40 cm). Lebar zona hambatan pada deteksi mekanisme antibiosis antara bakteri kelompok fluoresen dengan Foc pada 7 HSI untuk isolat bakteri KB2 berbeda nyata jika dibandingkan dengan isolat KB1 tetapi tdak berbeda nyata jika dibandingkan dengan isolat KB2 (Tabel 3). Zona Hambatan (cm) 6 HSI 7 HSI Kumar et al. 2002 menyatakan dari 40 strain P. fluorescens dilaporkan bahwa 18 strain menunjukkan aktivitas antifungi yang sangat kuat terhadap Rhizoctonia bataticola dan Fusarium oxyspoum. Bakteri lain, seperti Bacillus pumilis SE34 dan P. fluorescens 89B61 mampu menginduksi ketahanan sistemik terhadap Phytophtora infestans dengan menghasilkan asam salisilat, asam jasmonik, dan etilen, dimana

21 ketahanan tersebut diperoleh dari interaksi patogen dengan penginduksi ketahanan lokal β-amino butyric acid (BABA) yang merupakan salah satu jenis asam salisilat (Ploetz, 1990). Hasil uji antibiosis dengan peubah diameter zona hambatan menunjukkan bahwa persentase penghambatan terhadap miselium Foc oleh keduabelas isolat bakteri berbeda nyata (Tabel 4). Isolat bakteri kitinolitik CH4 memiliki persentase penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan isolat bakteri lainnya hingga pada pengamatan 7 HSI, sedangkan isolat bakteri TSA1 memiliki persentase penghambatan paling rendah pada pengamatan 4 HSI hingga pengamatan 7 HSI. Beberapa isolat bakteri menunjukkan persentase penghambatan terhadap miselium Foc dengan nilai negatif. Hal ini berarti isolat bakteri tersebut cenderung memacu pertumbuhan miselium Foc sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai agens biokontrol. Tabel 4 Penghambatan diameter miselium Foc oleh isolat bakteri rizosfer Isolat Bakteri Penghambatan Diameter (%) 3 HSI 4 HSI 5 HSI 6 HSI 7 HSI TSA1-10,53bc -15,38b 12,87e 16,81e 16,67b TSA2 5,26abc 1,53ab 28,71bc 31,85abc 28,33ab TSA3 7,02abc 3,07ab 26,73bcd 20,35cde 20,83ab TSA4-8,77abc -15,38b 14,85de 17,69de 19,16b KB1-17,55c -13,84b 20,79cde 23,89bcde 25,00ab KB2 12,28ab 4,61ab 30,69abc 35,39ab 32,50ab KB3 8,77abc 3,07ab 27,72bc 30,97abc 28,33ab KB4 12,28ab -6,15b 21,78bcde 26,54bcde 26,66ab CH1 0,00abc -6,15b 25,74bcd 27,43bcde 25,83ab CH2 8.77abc 6,15ab 33,66ab 32,74ab 30,00ab CH3-1,76abc -6,15b 25,74bcd 29,20bcd 28,33ab CH4 19,30a 18,46a 41,58a 42,47a 36,66a HSI: Hari Setelah Inokulasi Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan pada taraf nyata α = 0,05

22 Tingginya persentase penghambatan diameter miselium Foc oleh isolat bakteri kitinolitik CH4 menunjukkan keefektifan perlakuan isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan miselium Foc walaupun isolat bakteri kitinolitik CH4 tidak menunjukkan aktivitas antibiosis dengan tidak terbentuknya zona hambatan. Bakteri penghasil kitinase diantaranya Bacillus, Pseudomonas, Vibrios, dan Clostridia, serta Serratia marcescens telah dimanfaatkan untuk mengendalikan cendawan patogen seperti Sclerotium rolfsii, serta Aeromonas caviae telah digunakan untuk mengendalikan beberapa cendawan patogen tanaman ((Ordenlich et al. (1988) dalam Suryanto & Munir (2006)). Mikroba kitinolitik juga dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian seperti pada penelitian Suryanto & Munir (2006) yang telah menyeleksi 60 isolat mikroba kitinolitik yang dilakukan sejak tahun 1995 di Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (BALITBIO) sehingga menghasilkan tiga isolat bakteri penghasil kitinase unggulan yang efektif mengendalikan cendawan patogen karat kedelai. Seperti yang dikemukan oleh Nawangsih (2006), untuk mendukung keberhasilan suatu agens biokontrol, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan senyawa-senyawa atau unsur tertentu yang dapat menstimulir pembentukan senyawa antimikroba oleh agens biokontrol.