PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

dokumen-dokumen yang mirip
Miyarso Dwi Ajie Otomasi Perpustakaan Pertemuan #7

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam. mengembangkan produk dan servisnya. Bank diharapkan dapat merespons

SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT

Siklus Adopsi & Model Operasi e-bisnis

Mensolusikan Permasalahan Keterbatasan Spektrum dan Meningkatkan Quality of Experience Melalui Teknologi LTE Unlicensed

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

INOVASI TEKNOLOGI INFORMASI: MOTIVASI DAN PENGALAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa mempercepat informasi yang perlu disampaikan baik yang sifatnya broadcast

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang

Software-Defined Networking (SDN) Transformasi Networking Untuk Mempercepat Agility Bisnis BAB 1 PENDAHULUAN

7.1 Karakterisasi Trafik IP

Menperin Ramalkan Indonesia Masuk 5 Negara Ekonomi Terbesar Dunia di 2045

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis rantai..., Muhammad Alfan Ihsanuddin, FE UI, Universitas Indonesia

Bluetooth. Pertemuan III

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA.

BAB I. PENDAHULUAN. Teknologi jaringan Wi-Fi (Wireless Fidelity) saat ini memperlihatkan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi mutakhir baik di bidang komputerisasi, mesin-mesin pabrik,

FLEXI DAN MIGRASI FREKUENSI

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

Revolusi Industri Global

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan

Tren Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia ICT Whitepaper

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

10,3% Perbankan Komersial dan UKM. Tinjauan Bisnis. Rp 164,7 triliun

JARINGAN KOMPUTER. APA ITU JARINGAN COMPUTER PENGGUNA JARINGAN COMPUTER Business application Home application Mobile users

BAB VII PRODUK Apa itu produk? Barang dan Jasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Jaringan Nirkabel (Wireless Networks)

TOPIK PENELITIAN MAHASISWA PRODI S-1 SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS U'BUDIYAH INDONESIA TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Objek Studi

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI UKM

Inisiatif Kompor Bersih Indonesia Kasus Kompor Biomassa Bersih di Indonesia

ITSP Product Offering

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

E-CRM (1) Pertemuan 6 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kelompok 203. Dirgantantoro Muhammad

Broadband Economy. Konten sebagai Penggerak Broadband

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi undang-undang telekomunikasi yang terjadi akhir-akhir ini

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KONEKSI JARINGAN KECAMATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STANDARISASI FREKUENSI

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting, tidak sedikit industri yang bergerak di bidang telekomunikasi berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. peringkat ekonomi Indonesia yang menempati urutan sepuluh besar menurut

Perbankan Komersial dan UKM

internet namun peralatan sehari-hari seperti telepon seluler, PDA, home appliances, dan sebagainya juga terhubungkan ke internet, dapatkan anda bayang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VoIP (Voice Over Internet Protocol)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menuju Smart Government

Sukses MP3EI melalui Pembangunan Infrastruktur Broadband

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

MARKETING UPDATE. Media Monitoring December W3

Electronic Commerce I Putu Gede Budayasa, M.T.I.

Standar Teknologi Komunikasi Bluetooth

No : 03/LMD/SPH/VI/2012 Jakarta, Juni 2012

TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH

Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Nama : Ridho Ilham Renaldo NIM : Kelas : SK 2 A Jurusan : Sistem Komputer

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. topologi yang akan dibuat berdasarkan skematik gambar 3.1 berikut:

PT.TELKOM INDONESIA REGIONAL SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan cara berkomunikasi menjadi lebih efisien dan hemat waktu.

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

Sensing (Penginderaan)

III. LANDASAN TEORI 3.1 Electronic Commerce 3.2 Transaksi dalam E-Commerce

BAB I PENDAHULUAN. analog AMPS (Advanced Mobile Phone System), diikuti suara digital GSM

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL

LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER PEMBOBOTAN SWOT. Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan nilai yang nantinya berpengaruh terhadap

BAB II LANDASAN TEORI

Term of Reference Hibah Inovasi Data untuk Pembangunan

Yudha Yudhanto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengukuran overhead..., Ida Nurhaida, FT UI, 2009

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional

10 Teknologi yang Akan Tren di Tahun 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

Waktu yang lebih efisien. Lebih Aman. Memahami dan Memilih Tool Manajemen Network

BAB III ANALISIS DAN DESAIN. penyedia jasa internet pada jaringan backbone akan tetapi belum diperuntukkan

Selamat Datang di Modul Pelatihan Melindungi Privasi Anda.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Sistem Informasi Bisnis

Buku Panduan INFRASTRUKTUR JARINGAN KOMPUTER DAN KOMUNIKASI DATA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

DESAIN SISTEM TRANSLASI PROTOKOL KOMUNIKASI INDUSTRI KE PROTOKOL INTERNET (TCP/IP) Catur Wirawan Wijutomo 1

Sistem Pendeteksi Kebocoran Gas LPG Menggunakan Multi Sensor berbasis M2M

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

IoT dan Teknologi Rumah Pintar

Transkripsi:

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

BAB VI. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1. PENDAHULUAN VI.1.1. DNA IoT VI.1. PENDAHULUAN Pengembangan Internet of Things (IoT) utamanya didorong oleh kebutuhan perusahaan besar untuk meningkatkan keuntungan dari kemajuan teknologi. Kemampuan untuk memantau objek secara waktu sebenarnya (real-time) menjadikan perusahaan lebih efisien, mempercepat proses, mengurangi kesalahan, mencegah pencurian, dan menggabungkan sistem organisasi yang kompleks dan fleksibel menjadi lebih efisien melalui IoT. IoT merupakan revolusi teknologi yang merepresentasikan masa depan komputasi dan komunikasi, dan pengembangannya bergantung pada inovasi teknikal yang dinamik dalam sejumlah bidang penting, dari sensor wireless ke nanoteknologi. Bidang-bidang tersebut akan menandai setiap objek dalam hal identifikasi, otomatisasi, monitoring, dan kontrol (Madakam, et.al, 2015). Internet of Things (IoT) merupakan jaringan objek-objek yang saling terkoneksi di seluruh dunia yang secara unik didasarkan pada protokol komunikasi standar (RFID Group). Sedangkan menurut Gareth Baxendale dalam Guna Sekaran, IoT merupakan hampir 'semuanya'- mencakup 'benda yang hidup'- yang terkoneksi dengan internet terlepas dari lokasi atau pembatasan fisik lainnya. Menurut IDC, IoT merupakan sebuah jaringan dari benda-benda yang teridentifikasi secara unik yang berkomunikasi di luar intervensi manusia menggunakan konektivitas Intenet Protocol (IP). Madakam, et.al. (2015) mendefinisikan IoT sebagai suatu jaringan yang terbuka dan komprehensif dari objek-objek cerdas yang memiliki kapasitas untuk mengorganisasi sendiri, menyebarkan informasi, data, dan resources, bereaksi dan berperan dalam situasi tertentu dan perubahan dalam lingkungan. Device Network Applications Security Human Resource Gambar VI.1. IoT dalam perspektif DNA IoT memiliki kerangka DNA (Device, Network, Aplikasi) seperti topik-topik sebelumnya (Lihat Gambar VI.1). Masalah keamanan (security) dan kesiapan serta ketersediaan sumber daya manusia merupakan topik yang juga menjadi pemikiran utama (concern). Device atau perangkat merupakan berbagai computing device tidak standar yang menghubungkan secara wireless pada sebuah jaringan dan memiliki kemampuan mentrasmisikan data, yaitu benda-benda atau 'things' 1 109 dalam IoT. Device IoT ini contohnya Amazon Echo untuk smart home, Fitbit One untuk wearables, Barcelona untuk smart cities, AT&T untuk connected car, dan berbagai development board (seperti Arduino). Sementara Network atau jaringan di IoT mencakup cellular radio seperti NB-IoT, emtc, 1 http://internetofthingsagenda.techtarget.com/definition/iot-device

110 VI.1. PENDAHULUAN dan EC-GSM dan juga unlicensed spectrum seperti LoRa, Wi-Fi, dan BTLE. Berdasarkan survey yang dilakukan Indonesia IoT Forum pada Juli 2017 dikatakan bahwa teknologi untuk adopsi network gateway Indonesia meliputi : WLAN (88,50 persen), Proximity (61.50), WWAN (57.70), LPWAN (50), WPAN (46), dan lain-lain (38). Sementara itu, application di IoT sebagai contoh smart home, wearables seperti smart watch, smart cities, dan connected car. Untuk mengoptimalisasi penggunaan ketiga aspek di atas dibutuhkan sistem keamanan (security) yang kuat dan tentunya sumber daya manusia yang handal. VI.1.2. Tren IoT Berdasarkan perkembangan yang ada, IoT pada tahun 2017 dan setelahnya memiliki 10 tren. Pertama, pengarusutamaan teknologi LPWA melalui beberapa kasus adopsi dan proyek. Kedua, kepatuhan akan keamanan dan peraturan menjadi prioritas utama. Ketiga, organisasi-organisasi skala besar berorientasi pada layanan berbasis model dan pada saat yang sama, IoT sebagai layanan berbasis solusi terus dikembangkan. Keempat, konvergensi blockchain dan IoT meningkat namun kekurangan yang melekat pada blockchain masih perlu diperbaiki. Kelima, Artificial Intelligence (AI) dan analisis menjadi kian penting dalam perkembangan IoT. Keenam, dalam industri internet, integrasi IT dan OT berkembang namun masih terkendala oleh kekhawatiran akan keamanan. Ketujuh, pasar konsumen IoT naik dan mulai meningkat pesat menjelang paruh kedua tahun 2017. Kedelapan, produk yang dapat dikenakan konsumen akan merambah pasar lainnya, antara lain di pasar kesehatan dan industri. Kesembilan, industri/ sektor dimana banyak eksperimen seperti pada pemerintah melalui smart city, akan menjalankan beberapa proyek percontohan dan fokus lebih pada pengembangan IoT yang dapat memberikan manfaat langsung. Kesepuluh, industri 4.0 dan manufaktur paling banyak berinvestasi pada IoT dan pertumbuhan Internet untuk Robotic Things, fog computing dan 5G. Adapun 10 tren IoT lain dan prediksi untuk tahun 2017 dan sesudahnya adalah sebagai berikut: 1) Meskipun 5G tidak siap untuk tahun ini, konsorsium industri berusaha untuk mendorong agenda 5G ke pasar; 2) Perhatian pada konvergensi blockchain dan IoT akan terus berkembang, akan tetapi kekurangan pada blockchain perlu diperbaiki karena pengguna umum tidak memahami computer quantum; 3) Seiring perkembangan IoT, keamanan, analisis dan keterhubungan akan kian membutuhkan AI. Hal ini terlihat dari IBM yang meningkatkan belanjanya pada IoT Watson agar mampu mendominasi pasar; 4) Aktivitas M&A dalam pasar IoT akan meningkat karena para penyedia jasa terus memberikan tawaran yang berbeda; 5) Adopsi IoT oleh konsumen akan meningkat, namun ketidakpastian akibat munculnya kompleksitas baru akan menimbulkan tantangan dalam hal keamanan dan privasi, antara lain terkait voice assistant. 2 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) 2https://www.i-scoop.eu/internet-of-things-guide/#Internet_of_Things_trends_for_2017_and_beyond 3 https://www.i-scoop.eu/internet-of-things-guide/iot-trends-2017/

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1. PENDAHULUAN 111 Gambar VI.2. Tren IoT di tahun 2017 6) Pengguna layanan kesehatan akan mencari cara baru dalam mengaitkan data IoT dengan pola pelayanan kesehatan yang sesuai dengan data historis pelanggan; 7) Kekecewaan terhadap adopsi smart city versi awal akan tumbuh sementara smart city versi baru yang berbasis IoT akan semakin sesuai dengan gambaran smart city yang holistik dan menjawab tantangan riil; 8) Pengecer akan mengurangi investasi mereka dalam proses pengujian IoT dan akan lebih berfokus pada rantai pasok dan adopsi yang menawarkan keuntungan langsung; 9) Adopsi pada perangkat yang dapat dikenakan akan tumbuh lebih cepat di pasar lain dan layanan vertikal seperti di pelayanan kesehatan dan manufaktur; 10) Integrasi IT dan OT di Industri Internet akan terus meningkat namun terhambat oleh masalah keamanan yang berimplikasi pada melambatnya proses integrasi; 11) Jumlah perangkat yang terhubung akan bertambah dan akan ada lebih banyak pelanggaran keamanan. 5 Sementara itu, Forbes.com menyebutkan lima tren IoT 2017. Pertama, adanya peningkatan pada aplikasi vertikal. Produsen alat pengukur panas (thermostat) dan alat rumah tangga berpotensi mengadopsi IoT dalam produk-produk mereka karena perusahaan-perusahaan ini mengertai bagaimana IoT bisa meningkatkan kinerja produk mereka. Kedua, kemunculan marketplace IoT. Marketplace menciptakan ruang bagi beragam perusahaan untuk terhubung dan berinteraksi dengan beragam penyedia jasa, tanpa perlu mengubah platform yang sudah ada sebelumnya. Ketiga, big data sebagai basis perkembangan IoT. Salah satu yang mendapatkan perhatian besar dalam perkembangan IoT adalah analisa IoT. Dengan adanya cloud platform IoT, beragam data yang diperoleh dari perangkat IoT bisa dianalisa sebagai sebuah kesatuan. Keempat, integrasi Machine Learning (ML) dengan IoT. ML memiliki jalur perkembangan yang terpisah dari IoT, namun dengan mengintegrasikan ML ke dalam sistem, IoT dengan singkat dapat mempercepat 4 4 Aplikasi perangkat lunak yang mendukung proses bisnis tertentu dan menargetkan jumlah pengguna yang sedikit dan pasar spesifik 5 https://www.forbes.com/sites/theyec/2017/03/15/five-iot-trends-to-consider-in-2017/2/#30f2986925dc

112 VI.1. PENDAHULUAN kemampuannya untuk menghubungkan beragam perangkat sehingga mampu membagi dan menganalisa big data secara bersamaan. Kelima, memberi perhatian lebih besar pada masalah keamanan. Blockchain dapat menjadi satu solusi IoT dalam mendukung keamanan, menciptakan peningkatan kepercayaan dan transaksi yang cepat. VI.1.3. Pasar IoT Menurut analisis McKinsey Global Institute, Internet of Things (IoT) memilki dampak ekonomi potensial sebesar 2.7-6.2 triliun USD sampai 2025. Sementara itu AT Company memprediksi pada 2020, IoT akan mempengaruhi sekitar 6 persen dari ekonomi global. IoT Analytics memprediksi market size IoT mencapai 1.6 Milyar dollar AS pada 2021. Sedangkan analisis BCG menunjukkan bahwa belanja IoT diprediksi mencapai 250 Milyar Euro di tahun 2020. Senada dengan yang dijelaskan di atas, Gartner, IDC seperti yang dihimpun oleh Hernady (2017), IoT diprediksi akan meledak pada tahun 2020. Di tahun tersebut devais yang terkoneksi sejumlah 21 milyar, market size sebesar 442 dollar AS, dan economic impact sebesar 7.1 Triliun dollar AS. Data yang dihimpun Hernady (2017) dari berbagai sumber mengatakan bahwa dalam lingkup industri IoT diestimasi mendorong revenue sekitar 21 triliun rupiah pada 2021 di Indonesia dengan revenue share terbesar pada manufacturing dengan 28 persen, disusul dengan logistik/transportasi sebesar 19 persen, dan Pemerintahan dan energi yang masing-masing 12 persen. Gambar VI.3. Ukuran pasar global IoT 2015-2024 Bain memprediksi bahwa pada 2020 revenue tahunan IoT akan mencapai 470 milyar dollar AS untuk vendor-vendor IoT yang menjual hardware, software, dan solusi komprehensif. Sementara McKinsey mengestimasi bahwa total market size IoT di tahun 2015 mencapai 900 juta dollar AS, tumbuh menjadi 3.7 Milyar AS di tahun 2020 mencapai 32.6 % dari CAGR. General Electric memprediksi investasi pada industri IoT (IIoT) diprediksi mencapai 60 triliun dollar AS selama 15 tahun ke depan. HIS memprediksi market IoT akan tumbuh dari 15.4 milyar devais yang ter-install di 2015 menjadi 30.7 milyar devais di tahun 2020 dan 75.4 milyar di tahun 2025. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1. PENDAHULUAN 113 Belanja Bisnis ke Bisnis (B2B) terkait teknologi IoT, aplikasi, dan solusi akan mencapai 250 milyar Euro (sekitar 267 milyar dollar AS) pada 2020. Pada tahun tersebut, 50 persen dari belanja IoT akan didorong oleh manufaktur secara diskrit, transportasi dan logistik, dan perlengkapan. Belanja pada aplikasi IoT diprediksi mencapai 60 milyar Euro (sekitar 64.1 Milyar dollar AS) pada 2020. Spending analitik IoT diprediksi mencapai 20 milyar Euro (sekitar 21.4 Milyar dollar AS) pada 2020. Berdasarkan survei, 40 % pemakai IoT saat ini lebih suka menggunakan produk dari perusahaan software trandisional dan well-established untuk solusi IoT mereka. Berdasarkan studi SparkLabs dikatakan bahwa jumlah devais IoT yang terkoneksi akan mencapai 25 milyar pada 2020. Rumah-rumah yang terkoneksi menjadi leading sector, namun, semua sektor diprediksi secara eksponensial akan tumbuh. Jumlah Business to Business (B2B) akan meningkat drastis ke 5.4 juta pada 2020. Organisasi-organisasi yang menggunakan teknologi-teknologi IoT dalam produk atau operasi mereka diprediksi 10 persen lebih menguntungkan. Sementara itu di Indonesia, pada 2015, terdapat 18.2 juta devais yang terkoneksi internet. Pada 2020, jumlah ini diprediksi meningkat tiga kali lipat menjadi 50 juta. Menurut data yang dikumpulkan katadata.co.id dari berbagai sumber, dikatakan bahwa pada 2020 potensi pasar IoT di Asia Pasifik mencapai 583 miliar dollar AS, naik dari 250 Milyar dollar AS pada 2015. Dalam sumber yang berbeda dikatakan bahwa pasar IoT di Indonesia diprediksi akan mencapai Rp 444 triliun pada tahun 2022, yang terdiri dari Rp 192.1 Triliun konten dan aplikasi, Rp 156.8 Triliun platform, Rp 56 triliun perangkat IoT, dan Rp 39.1 Triliun network dan gateway. Pada tahun 2022 tersebut diperkirakan akan ada 400 juta perangkat sensor yang terpasang dengan rincian; industri manufaktur (16 persen), kesehatan (15), asuransi (11), perbankan dan keamanan (10), ritel dan layanan komputasi (8), Pemerintahan (7), transportasi (6), utilities (5), properti dan layanan bisnis serta pertanian (4), dan perumahan dan sebagainya (3). VI.1.4. Potensi Pengembangan IoT Telkom Indonesia memprediksi gelombang IoT pertama disebut sebagai Initial IoT (M2M) tahun 1990-2010 dengan gunakan kombinasi jaringan GPRS dan 3G, gelombang kedua disebut sebagai enhanced IoT yaitu tahun 2010-2020 dengan kombinasi jaringan LPWA, WiFi, dan ITE. Sementara pada gelombang ketiga disebut sebagai materialized IoT yaitu tahun 2020 ke atas dengan menggunakan kombinasi jaringan LPWA dan 5G. Perkembangan IoT dipicu oleh sejumlah perubahan teknologi yang signifikan yang datang secara bersamaan dalam beberapa tahun terakhir seperti sensor murah, bandwidth murah, processing murah, smartphone, cakupan di mana-mana, big data, dan IPv6.

114 VI.1. PENDAHULUAN Market size yang besar dari IoT mendorong banyak pelaku bisnis untuk tidak ketinggalan dalam industri IoT ini. Di Indonesia, potensi bisnis dari IoT ini dapat dilihat dari peta value chain-nya seperti dalam Gambar berikut. Di sana ditunjukkan bahwa dari jaringan (network), pelayanan (service), sampai aplikasi yang mencakup device dan software terdapat banyak perusahaan besar turut serta dalam teknologi IoT ini. Adapun end user dari rantai nilai ini berupa perusahaan mobil seperti Toyota, listrik seperti PLN, dan lembaga pemantau cuaca seperti BMKG. Gambar VI.4. Value chain IoT (Nashiruddin, 2017) Indonesia dapat dikatakan masih berada pada fase pengembangan IoT. Biarpun demikian, terdapat beberapa sektor dari IoT yang cukup sukses dikembangkan. Salah satu pemain IoT Indonesia di sektor rumah cerdas dikatakan mampu menembus pasar Tiongkok dan Eropa. Sektor logistik dan transportasi menjadi concern PT Imani Prima terkait IoTsejak 10 tahun lalu. Sementara itu, sektor lain yang dapat dikembangkan adalah di bidang pelayanan publik seperti 8 halnya Jakarta Smart City dan pertanian seperti efishery, yang fokus pada pembuatan alat pemberi makan ikan otomatis. Terlepas dengan itu semua, pemain lokal IoT masih belum banyak. Pemerintah diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri-industri lokal yang dapat mengisi kekosongan dalam value chain IoT di atas. 6 7 PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) 6 https://bisnis.tempo.co/read/1030043/iot-menopang-pengembangan-digitalisasi 7 http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/09/103206626/bisnis-internet-of-things-berpotensi-jadi-sumber-pertumbuhan-baru 8 http://www.antaranews.com/berita/567915/smart-city-jadi-cermin-potensi-besar-iot

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1.5. Pemanfaatan IoT di Beberapa Sektor VI.1. PENDAHULUAN 115 IoT ini membuat bisnis lebih responsif, mengurangi ketidakefisienan, dan menambah aliran revenue baru pada produk yang sudah ada. Seperti yang disampaikan Hernady (2017) dari Telkom Indonesia bahwa potensi pemanfaatan IoT dikatagorikan dalam tiga hal : costumer applications, business applications, dan government applications. Costumer application mencakup smart home, connected & autonomous car, dan dapat dipakai/terhubung yang membuat hidup lebih mudah. Aplikasi bisnis mencakup energi, logistik & telematika, dan industri IoT yang merupakan solusi terkait isu bisnis dengan ROI yang jelas. Sementara itu, aplikasi Pemerintahan mencakup smart cities, security & surveillance, dan respon darurat yang merupakan solusi untuk memperbaiki keefisienan infrastruktur publik atau mengatasi tantangan masyarakat/pemerintah. Beberapa pemanfaatan IoT dapat dilihat di tabel berikut (Jayavardhana Gubbi et.al) Tabel VI.1. Pemanfaatan IoT di beberapa sektor Warga umum Kesehatan Pemantauan pasien, permodelan penyebaran penyakit dan penahanan status kesehatan secara real-time dan memprediksi informasi untuk memastikan para praktisi dalam bidangnya, atau keputusan kebijakan dalam scenario pandemic Pelayanan Pemantauan personal (kesehatan, lokasi), manajemen sumberdaya dan darurat, distribusi, merespon perencanaan ; sensor yang ditanam dalam infrastruktur pertahanan bangunan untuk menjaga perespon perama dalam skenario darurat atau bencana. Crowd Pemantauan crowd flow untuk manajemen darurat ; penggunaan efisien ruang monitoring publik dan retail ; workflow dalam lingkungan komersial. Transportasi Manajemen lalu Transportasi cerdas melalui informasi lalu lintas secara real-time dan optimisasi lintas jalan Pemantauan Sensor yang ditanam ke dalam infrastruktur untuk memonitor kelelahan infrastruktur struktural dan pemeliharaan lainnya ; pemantauan kecelakaan untuk manajemen kecelakaan dan koordinasi penanganan keadaan darurat Jasa Air Pemantauan kualitas air, kebocoran, penggunaan, distribusi, manajemen persampahan Manajemen bangunan Lingkungan Temperatur, kontrol kelembapan, pemantauan aktivitas untuk manajemen penggunaan energi, pemanasan, ventilasi, dan AC (HVAC) Polusi udara, pemantauan kebisingan, saluran air (waterways), pemantauan industri

116 VI.1. PENDAHULUAN VI.1.6. Potret Perusahaan IoT Lokal VI.1.6.1. efishery Efishery merupakan alat pemberi pakan ikan otomatis yang menjadi produk utama dari PT Multidaya Teknologi Nusantara yang didirikan pada 2013 dan berbasis di kota Bandung. Alat ini tidak hanya mengotomatisasi pemberian pakan secara terjadwal dengan dosis yang tepat, tetapi juga mencatat setiap pemberian pakan secara real-time. Ada tiga keunggulan dari produk ini yaitu pemberi makan ikan otomatis (automatic feeding), mampu mendeteksi nafsu makan ikan (sense the fish's appetite), dan mengatur kadar pakan (adjust the feed amount). Adapun kinerja alat ini secara sederhana yaitu sensor pada alat ini akan mendeteksi ikan-ikan yang lapar kemudian secara otomatis alat akan mengeluarkan kadar pakan tertentu. Proses monitoring pemberian makan ini dikontrol melalui aplikasi efishery di smartphone sedangkan data terkait behavior ikan tersimpan di cloud. Display data hasil analisis akan terlihat dalam aplikasi yang digunakan pengguna alat tersebut dan ini sangat memudahkan pengguna alat ini untuk melihat kondisi ikan secara real time. Gambar VI.5. Gambaran kinerja alat efishery Dalam kerangka Device, Network, Application (DNA) IoT, efishery bermain tidak terbatas pada satu bagian dari DNA tersebut namun bergerak sekaligus di beberapa bagian. Dalam bagian devais, efishery telah kembangkan tiga jenis produk yaitu Fish Feeder 2.0 untuk pemberi makan ikan, Shrimp Feeder 1.0 untuk pemberi makan udang, dan Fish Sensor 1.0 untuk sensor tingkah laku (behavior) ikan. Satu hal yang penting yaitu sensor dalam alat tersebut yang mampu memahami tingkah laku ikan dan alat akan berhenti memberi makan ketika sudah penuh. Sementara itu dalam aspek aplikasi, alat tersebut didukung oleh aplikasi smartphone efisehry yang dapat diunduh di Android playstore secara gratis. Jaringan dalam alat ini memakai WiFi seperti yang dipakai orang secara umum. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1. PENDAHULUAN 117 Gambar VI.6. DNA efishery (Berbagai Sumber) Aspek lain terkait aplikasi yaitu data analytics. Disamping behavior ikan, data yang dapat dianalisis melalui alat ini mencakup cuaca, proses pemberian makan (feeding) dan kualitas air. Dari ketiga data tersebut akan dilakukan penilaian (scoring) yang selanjutnya dapat dipakai untuk pendaaan ke instusi finansial seperti Bank. Sementara itu sebagai penyimpanan data, efishery gunanakan cloud yang disediakan oleh AWS dan Google. Menurut Chrisna Aditya, Chief Innovation Officer (CIO), dalam FGD Mastel 17 Oktober 2017 di sampaikan bahwa alat ini dapat meningkatkan efisiensi pemberian makan ikan sebesar 21 persen. Jika ditempatkan dalam level global akan setara dengan menghemat sebesar 21.88 milyar dollar AS dalam proses pemberian makan ikan yang tidak efisien. Hal ini secara otomatis akan meningkatkan keuntungan sebesar 100 persen bagi para petani. VI.1.6.2. PT INTI PT Industri Telekomunikasi Indonesia atau lebih dikenal sebagai PT INTI adalah perusahaan BUMN yang memproduksi berbagai perangkat telekomunikasi. Perusahaan ini juga turut serta dalam memproduksi perangkat IoT. Dalam sistem dan aplikasi yang embedded, IoT menjadi satu dari bagian penting yang berbasiskan aplikasi. Dalam desain embedded system, kapabilitas PT INTI telah memenuhi empat bagian penting di bagian desain hardware, mekanikal, firmware, dan software. Desain hardware mencakup desain PCB ; schematics, desain layout, dan BOM, sementara desain FPGA mencakup RTL coding dan simulasi. Desain mekanikal mencakup desain industrial, 3-D modeling, detailed mechanical design, dan prototyping (RPT). Software design mencakup GUI, software aplikasi dan middleware. Adapun firmware design mencakup board support package, bootloader, device drivers, porting, dan protocol stack. Sejauh ini, perusahaan ini ternyata mampu memproduksi berbagai devais di antaranya e-ktp Reader IDENTIK, Mobile Point of Sales (MPOS), Sistem Informasi Dini Lalu Lintas (SINDILA), Inti Smart Exchange (IPPBX), Inti Smart Control Unit (SCU), Smart meters, Gas Meter, Smart Parking, Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADSB), dan Sistem Informasi Kebagasan ( Jembatan) SIMBAGAS.

118 VI.1. PENDAHULUAN Gambar VI.7. Skema kolaborasi lintas stakeholders (PT INTI, 2017) Dalam upaya mendorong industri IoT, PT INTI mengajukan kolaborasi lintas elemen. regulator, segmen market, industri dan komersialisasi, dan riset dan pengembangan. Regulatordalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertahanan. Riset dan Pengembangan terdiri dari universitas, institusi atau badan R&D, dan Badan Pusat Pengkajian Teknologi (BPPT). Segmentasi marketnya terdiri atas Badan Meteorologi, Klimatologi, & Geofisika (BMKG), Perusahaan navigasi udara, Pertahanan dan militer, dan institusi/badan R&D. Sementara industri & komersialisasi terdiri atas industri Telco, industri elektronik, industri RF, industri display grafis, industri komponen, industri reparasi & pemeliharaan, dan industri finansial. Kolaborasi ini diperlukan dalam upaya menumbuhkan industri IoT dalam negeri. Selain studi kolaborasi, cara kedua yang dapat dilakukan adalah dengan benchmark dengan success stories yang pernah diraih seperti pengembangan ADS-B melalui konsorsium antara PT HSS, BPPT, dan institusi pendidikan. Kemenristek dan Kemenhub sebagai pembuat kebijakan dan standardisasi berfungsi sebagai trigger. Sementara PT INTI melakukan tiga tahapan; Resource sharing melalui HR/SDM, fasilitas pengembangan, dan cost sharing. Proses pengembangan melalui proses tahap awal, tahap lanjutan, dan industrialisasi produk. Output dengan prototipe industri, laporan hasil pengembangan, fact & findings, paten, dan produksi massal. Semua ini dilakukan untuk dapatkan outcome berupa produk dengan TKDN tinggi, lapangan kerja pengembang, penyerapan tenaga kerja produksi, dan peningkatan penjualan. Perkembangan industri IoT lokal terkendala oleh ketidakpastian regulasi, terutama terkait dengan alokasi frekuensi. Menurut Teguh Prasetya, pendiri IoT Forum, perkembangan industri IoT lokal terhambat oleh lemahnya riset dan pengembangan (R&D) serta belum adanya peta jalan pengembangan industri dari Pemerintah sebagai regulator. Dalam hasil survei yang dihimpun IoT Forum ditunjukkan bahwa mayoritas pelaku industri berharap ada regulasi dari Pemerintah. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.1.7. Komunitas IoT di Indonesia VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 119 Indonesia memiliki IoT Forum yang pemangku kepentingannya terdiri dari komunitas pengguna, akademisi, pembuat perangkat, perangkat keras, penyedia perangkat lunak, integrasi sistem, penyedia jaringan dan pembuat kebijakan. Forum ini didirikan pada bulan September 2016 dan telah menerbitkan buku IoT pada bulan Desember 2016. Ranah yang tercakup dalam IoT yang dikembangkan forum ini adalah automotif, bangunan dan konstruksi, pemerintahan, kesehatan, infrastruktur dan pembangunan perkotaan, logistik, manufaktur, retail, keamanan, integrasi sistem, transportasi dan lainnya. Ekosistem IoT Indonesia bisa digambarkan sebagai berikut: Gambar VI.8. Ekosistem IoT Indonesia (IoT Forum, 2017) Beberapa contoh pemain (players) IoT di Indonesia dapat dilihat pada Tabel VI.4. Selain pelaku lokal tersebut, tentunya terdapat pelaku global (misal Acer, IBM, Microsoft, Amazon) yang juga hadir di Indonesia.

120 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Tabel VI.2. Para pemain (players) IoT Indonesia PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) Lapisan Perangkat Jaringan Telekomunikasi Platform Aplikasi / layanan Keamanan Tabel VI.3. Para pemain (players) IoT Indonesia VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 121 Kondisi Ekosistem Masih belum ada industri perangkat lokal dalam skala besaryangmenjadi pemain utama Sangat perlu untuk dikembangkan karena bisa menyerap banyak tenaga kerja dan membangun rantai nilai lapisan lain mportasi Modul dan chipset menjadi kendala industri skala kecil yang akan melakukan riset/pembuatan prototype ndustri perangkat lokal belum adayangmelakukan produksi berskala massal untuk perangkat IoT. Terdapat beberapa macam penggunaan jaringan untuk LPWA baik yang berlisensi atau tidak berlisensi. Layanan jaringan olehoperator yangberbasis ot masih belum masif (kebanyakanb2b) Transisi Pv4 menuju Pv6 masih belum menentu Kebanyakan pembuat IoT terutama start-up menggunakan platform dari luar negeri (cloud, data analytics, dll.) karena perkembangan ekonomi Terdapat banyak pengembang mulai dari start -up hingga akademisi Pengembangan lapisan ini perlu didukung oleh pemerinta h dan juga kolaborasi dengan multi -sektor Lapisan iniyang palingmenggeliat dan dinamis serta bisa menjadi pemicu untuk keberlanjutan lapisan lain Sebagian masih terkendala pada proses pengembangan yang mahal prototyping, impor modul Sangat perlu untuk dikembangkan karena menjadi isu utama dalam pengembangan IoT Keberhasilan pengembangan lapis ini akan memastikan satu langkah untuk memaksimalkan pengembangan IoT nasional ndustri ot di ndonesia masih belum menjadikan prioritas keamanan sebagai hal yang utama, kebanyakan dari industri menjadikan layanan dan fitur adalah ujung tombak dari IoT mereka masing -masing.

122 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.1.8. Strategi Pengembangan Industri IoT Negara Lain 9 Dalam mengembangkan IoT, tiap negara memiliki strategi yang disesuaikan dengan kondisi negaranya masing-masing. Industri manufaktur Korea Selatan menurun signifikan pada tahun 2015 dan kembali menunjukan peningkatan pada tahun 2016 karena naiknya produksi di sektor permesinan, elektronik dan kelistrikan. Untuk mempertahankan peningkatan produksi, Korea Selatan menyiapkan strategi dan kerangka untuk mengembangkan proyek Innovation in Manufacturing 3.0 atau disebut juga dengan industri 4.0 di bawah Kementerian Sains, TIK dan Perencanaan Masa Depan (STPMD) dan Kementerian Perdagangan, Industri dan Ekonomi. Menurut Kementerian STPMD, IoT dan artificial intelligence diperkirakan akan menciptakan kesempatan dan keuntungan sebesar US$ 470 milyar pada tahun 2030, atau sekitar 41% dari PDB Korea Selatan tahun 2015. Innovation in Manufacturing 3.0 Korea Selatan fokus pada 3D printing, big data, cloud, sistem fisik cyber, sistem hemat energi, hologram, IoT dan sensor. Untuk mendukung target pengembangan industri 4.0, proyek Innovation in Manufacturing 3.0 menargetkan untuk menginvestasikan US$ 172 juta per tahun dari tahun 2015 hingga 2020 untuk memfasilitasi pembangunan 1500 pabrik cerdas hingga tahun 2020. Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi mulai membentuk satuan kerja pabrik cerdas pada tahun 2015 untuk mengumpulkan pendanaan dari publik maupun swasta untuk menjalankan pabrik cerdas yang diinisiasi pemerintah. Melalui inisiatif 'Prinsip Partisipasi Sukarela', proyek Innovation in Manufacturing 3.0 mencari UKM yang berencana untuk meningkatkan fasilitas produksi mereka dan mau membiayai 50% investasi. Umumnya pemerintah membantu sebanyak US$ 43.115 untuk tiap UKM terpilih dan UKM tersebut diharapkan berkontribusi nominal yang sama untuk pembangunan pabrik cerdas. Pengembangan IoT Brazil diselaraskan dengan adanya 'Internet of Things: an Action Plan for Brazil.' Action plan ini disusun oleh Brazilian Development Bank (BNDES), Ministry of Science, Technology, Innovation and Communications dan konsorsium McKinsey & Co. dengan partisipasi dari CPqD Foundation dan Pereira Neto Macedo. Hasil dari action plan ini menyebutkan fokus pada kesehatan, smart city, industri dan lingkungan perdesaan dan terdiri dari lebih dari 70 proposal untuk mengarahkan kebijakan publik di bidang IoT periode 2018-2022. Proposal yang masuk dalam action plan ini merupakan jawaban atas call for proposal BNDES Desember 2016 lalu, dimana mereka membuka kesempatan bagi masyarakat maupun institusi untuk mengajukan kebijakan publik terkait IoT. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) Sejak tahun 1980-an, Taiwan memegang peranan penting dalam manufaktur komputer dan teknologi internet. Untuk menjaga peran Taiwan dalam elektronika dan TIK, Taiwan mengembangkan apa yang mereka sebut sebagai produktivitas 4.0, yang ditandai oleh penggunaan robotik dalam produksi. Produktivitas 4.0 dicanangkan pada pertengahan 2015 9 http://www.internetofthingsasia.com/sites/default/files/mi%20-%20government%20iiot%20apac_march%202017%20(revised).pdf

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 123 dengan dana US$ 1,12 miliar dialokasikan selama 9 tahun ke depan untuk menciptakan 'Asian Silicon Valley' di Toayuan and meningkatkan profil Taiwan di bidang rantai pasok peralatan elektronika dan TIK. Industri manufaktur China menyumbang 45% dari total PDB. Pemerintah China bertujuan untuk memperkenalkan sumber baru untuk mendukung pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi dominasi industri manufaktur. Hal ini dicantumkan dalam Rencana Lima Tahun 2016-2020 yaitu melalui inisiatif 'Internet Plus' dan 'Made in China 2025'. Internet Plus bertujuan untuk mengasimilasikan industri tradisional dan kemampuan menggunakan internet. Sedangkan Made in China 2025 bertujuan untuk mencapai kondisi manufaktur cerdas. Untuk mendukung kedua inisiasi ini, Dewan Negara China telah mengalokasikan US$ 6,3 miliar dari pemerintah negara China dari tahun 2015-2025. Dalam Rencana Lima Tahun sebelumnya, pemerintah China mendukung industri IoT melalui pengurangan pajak dan subsidi keuangan. Dari beberapa negara di atas diperoleh perbandingan sebagai berikut: Negara Fokus Aktor Utama Pendanaan Korea Selatan 3D printing, big data, Pemerintah, UKM Prinsip Partisipasi Sukarela cloud, sistem fisik cyber, sistem hemat energi, hologram, IoT dan sensor Brazil Kesehatan, smart city, industri dan lingkungan Pemerintah, Bank, konsultan perdesaan Taiwan Produktivitas 4.0 untuk manufaktur industri elektronika dan TIK Pemerintah Dana US$ 1,12 miliar dialokasikan selama 9 tahun ke depan untuk menciptakan Asian Silicon Valley China Internet Plus dan Made in China 2025 Pemerintah Mengalokasikan US$ 6,3 miliar dari pemerintah negara China dari tahun 2015-2025 Tabel VI.4. Perbandingan Empat Negara Pengembang IoT Keempat negara di atas menunjukan peran dominan pemerintah dalam mendorong perkembangan IoT. Adapun negara-negara tersebut memiliki fokus yang beragam. Brazil dan Taiwan mengembangkan IoT dengan basis industri atau sektor yang menjadi prioritas negara. Sedangkan fokus Korea Selatan dan China lebih pada elemen-elemen umum IoT.

124 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.2.1. Device Basis dari IoT adalah perangkatnya (device). Pada saat ini perangkat IoT yang banyak tersedia masih berupa development board (devboard). Tren ini dimulai dengan tersedianya board Arduino, yang dapat diproduksi dengan mudah di berbagai tempat termasuk di Indonesia. Kemudian muncul perangkat yang berbasis chip ESP8266. Kelebihan dari perangkat ini adalah harganya yang murah dan sudah memiliki modul WiFi. Perangkat-perangkat ini dapat diperoleh dari berbagai tempat, terutama dari China. Diharapkan ke depannya ada pelaku di Indonesia yang turut bermain di dunia perangkat ini. Permasalahan perangkat terkait dengan standarisasi dan keamanan. Jika perangkat yang digunakan berbeda-beda, maka akan sulit untuk mengembangkan sumber daya manusia dan pelayanan purna guna ketika sudah mencapai produksi / operasional. Standarisasi juga menyangkut penggunaan teknologi jaringan yang akan digunakan (apapun yang nantinya akan disepakai). Ketersediaan perangkat buatan Indonesia juga mengurangi kecurigaan ditanamkannya sistem penyadapan yang mungkin dilakukan jika perangkat tersebut diproduksi oleh negara lain. Hal ini disebabkan IoT akan digunakan pada sektor-sektor yang strategis sehingga masalah keamanan harus diperhatikan. Di luar aspek teknis, ketersediaan perangkat buatan lokal juga menghilangkan ketergantungan terhadap negara lain selain menghasilkan potensi pendapatan yang luar biasa. VI.2.1.1. Standar Global Perangkat short-range IoT yang memanfaatkan teknologi yang sudah matang telah memiliki standar perangkat tersendiri yang wajib dipenuhi; sebagai contoh standar perangkat devais Bluetooth yang ditetapkan oleh FCC (Federal Communication Commission) di Amerika Serikat, European Commission (R&TTE) dan IC (Industry Canada). Standar ini mengatur kualitas, keamanan, dan kompatibilitas elektronik perangkat dengan regulasi telekomunikasi yang berlaku pada alokasi frekuensi yang dipergunakan. Untuk perangkat long-range IoT, dengan keragaman teknologi telekomunikasi dan alokasi frekuensi yang diterapkan, terdapat banyak konsekuensi spesifik terhadap standar perangkat. Dalam standar LoRaWAN, sebauh perangkat IoT dapat mendukung salah satu atau ketiga kelas komunikasi yaitu tipe A (all), B (beacon), dan C (continuous), seperti dispesifikasikan di Tabel VI.3. Untuk setiap kelas komunikasi ini dirumuskan standar emisi radiasi dan kompatibilitas elektromagnetik spesifik yang harus dipenuhi. Apabila perangkat IoT diterapkan pada tubuh manusia (wearable devices) maka persyaratan yang lebih ketat terkait ambang batas radiasi elektromagnetik pada tubuh manusia juga perlu dipenuhi. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 125 Selain aspek elektronis, badan sertifikasi perangkat telekomunikasi di negara maju telah mewajibkan perangkat IoT untuk juga memenuhi kriteria keamanan siber (cybersecurity). Kriteria ini antara lain telah ditetapkan oleh FCC dalam panduan prinsip security by design, dimana komponen pengamanan data dan otentifikasi pengguna harus sejak awal terintegrasi dalam pengembangan perangkat. Produsen harus menunjukkan bahwa perangkatnya mampu mengantisipasi banyak celah penyalahgunaan siber sebelum dapat memperoleh sertifikasi. Tabel VI.5. Kelas Perangkat LoRaWAN (ITU, 2016) VI.2.1.2 TKDN Dalam kaitannya dengan adopsi teknologi IoT, Indonesia termasuk fast emerging market. Dalam kategori ini, pasar cenderung sangat kompetitif, persaingan berlangsung secara cepat, dan terdapat banyak pilihan dari berbagai alternatif teknologi yang tersedia. Dalam kondisi pasar seperti di atas, apabila tidak diatur dengan baik, terdapat peluang bahwa Indonesia akan dibanjiri oleh banyak produk luar negeri tanpa sempat mengembangkan kapasitas penguasaan teknologi untuk dapat mendorong produksi perangkat IoT dalam negeri. Kondisi ini dialami Indonesia untuk produk ponsel 2G dan 3G, namun mulai dapat diperbaiki dengan aturan TKDN untuk produk ponsel 4G. Atas pengalaman itulah kebijakan TKDN juga layak direkomendasikan sebagai alternatif untuk mendorong penguasaan teknologi perangkat IoT sekaligus menyatakan keberpihakan terhadap pemain lokal. Perlu diperhatikan potensi besarnya skala jumlah perangkat IoT ini sehingga kita tidak kecolongan lagi. Namun, dengan teknologi yang belum mengerucut kepada suatu opsi yang spesifik dan dengan begitu banyak kemungkinan pengembangan yang tersedia, diperlukan keluwesan tersendiri pula dalam merumuskan aturan dan proporsi komponen TKDN; agar tidak menghambat dinamika pengembangan teknologi maupun bisnis IoT di Indonesia.

126 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.2.1.3. Akses pada Perangkat Produksi Untuk mendukung pemain lokal dalam industri perangkat IoT, salah satu hal yang juga diperlukan adalah adanya kecukupan infrastruktur manufaktur dasar untuk produksi perangkat; misalnya ketersediaan fasilitas produksi massal Printed Circuit Board (PCB) dengan kualitas yang baik (dengan jumlah layer PCB yang cukup banyak), harga bersaing, dan akses yang mudah. Programprogram khusus dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dapat disinergikan untuk memetakan fasilitas produksi yang tersedia di Indonesia, optimasi penggunaannya oleh pihak pemerintah maupun swasta termasuk di antaranya perusahaan startup, dan fasilitas kredit maupun training khusus yang memungkinkan pelaku lokal mengetahui seluk-beluk khusus teknologi manufaktur yang diperlukan untuk membuat perangkat IoT. VI.2.1.4. Terbentuknya Asosiasi Pelaku Industri IoT Pada setiap business landscape dari inovasi yang didorong oleh teknologi, pembentukan asosiasi pelaku yang kuat menjadi kunci untuk meraih keberhasilan pasar dan menjaga kelanggengan teknologi. Rantai nilai bisnis IoT terdiri atas banyak komponen; mulai dari perangkat sensor, jaringan telekomunikasi, analisis data, platform komputasi, platform penyimpanan dan manajemen data, sistem pengamanan jaringan, pembuatan aplikasi front-end/ data aggregator, dan lain-lain. Keberadaan asosisasi pertama-tama akan menjembatani komunikasi antara pelaku rantai nilai yang berbeda-beda, sehingga dapat dilakukan sinkronisasi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keamanan sistem secara keseluruhan. Selain itu, asosiasi juga dapat mendorong industri hulu (semi-konduktor) dan manufaktur untuk berfokus pada teknologi tertentu yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar. Asosiasi juga menjadi outlet resmi untuk meminta dukungan spesifik pemerintah dalam aspek-aspek tertentu yang dibutuhkan untuk memajukan, melindungi, dan memberikan peluang bagi industri dalam negeri. Pada saat ini di Indonesia belum terdapat asosiasi nasional khusus untuk IoT. Beberapa inisiatif terkait pengembangan teknologi IoT telah terbentuk, namun pada umumnya masih bersifat sektoral dan belum diposisikan sebagai perwakilan resmi industri dalam relasinya dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain. VI.2.1.5. Terbentuknya Lab IoT Lab IoT ini bertujuan untuk menawarkan ekosistem yang mengumpulkan para pengembang, pengguna akhir, dan inovator untuk bekerja sama dan menghadapi tantangan nyata dengan menyediakan lab sehingga komunitas IoT mampu melakukan komersialisasi. Lab ini bersifat seperti co-working space di mana beragam pihak bisa menggunakan ruang ini secara gratis dengan syarat proyek yang dikerjakan harus selesai. Skema pengelolaan IoT bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu: swasta atau pemerintah. Kehadiran lab ini harus dilengkapi programprogram diskusi antara beragam komunitas IoT sehingga terjadi proses pembelajaran di antara komunitas. Proses pembelajaran ini akan meningkatkan pertumbuhan ekosistem melalui kolaborasi, baik melalui relasi bisnis ke bisnis (B2B), bisnis ke pemerintah (B2G) maupun pemerintah ke bisnis (G2B). PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2.2. Network VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 127 Sistem IoT secara teknis dapat dibagi menurut cakupannya menjadi short-range dan long-range. Sistem short-range pada umumnya diimplementasikan mempergunakan protokol komunikasi jarak pendek yang sudah terlebih dahulu diatur secara global oleh ITU, seperti RFID, Bluetooth, ZigBee, dan WiFi; dengan demikian regulasi perangkat maupun alokasi frekuensi untuk protokolprotokol tersebut telah tersedia. Mengingat kebanyakan sistem short-range bekerja dalam konfigurasi jaringan lokal, maka keberadaan IoT diproyeksikan tidak akan berpengaruh besar pada kapasitas jaringan (Analysis Mason, 2016); sehingga pada saat ini belum dirasakan urgensi untuk membuat regulasi khusus untuk short-range IoT. Gambar VI.9. Standardisasi Teknologi Perangkat dan Jaringan IoT (AIoTI, 2016) Di sisi lain, sistem long-range IoT memiliki komplikasi teknis yang lebih tinggi terhadap regulasiregulasi telekomunikasi yang telah ada sebelumnya, terutama di sisi alokasi frekuensi. Pada saat ini belum terdapat standar global yang diakui untuk long-range IoT atau Low-Power Wide Area Network (LPWAN). Standar-standar teknologi ini pada umumnya bersifat de-facto, yaitu tumbuh dari jenis teknologi yang dikembangkan oleh produsen utama yang kemudian membentuk aliansi dengan pelaku usaha lain. Terdapat dua kelompok utama standar, yaitu GPP (memanfaatkan teknologi seluler GSM/LTE) dan Non-GPP (tidak memanfaatkan teknologi GSM/LTE). Beberapa standar de-facto terkemuka untuk masing-masing kelompok tersebut terangkum dalam Gambar VI.9. berikut.

128 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Gambar VI.10.Standar de-facto Long Range IoT (ITU, 2016) Dari masing-masing kelompok standar de-facto, LoRa Alliance dari kelompok Non-GPP dan NB-IoT dari kelompok GPP diproyeksikan sebagai standar yang akan banyak diadopsi secara global; berdasarkan kekuatan industri besar yang mendukung masing-masing standar tersebut. LoRa Alliance telah memiliki jaringan di lima benua dengan dukungan dari vendor perangkat telekomunikasi utama (Cisco dan IBM) maupun operator telekomunikasi global (Du, Swisscom, KPN, Singtel, dan operator lain di 60 negara pada 2017). Standar LoRa Alliance yang bersifat terbuka dan telah tersedia sejak 2015-2016 membuat standar tersebut cenderung lebih populer bagi pengembang maupun pelaku industri IoT lainnya. Meskipun merupakan standar terbuka, LoRa Alliance pada awalnya diinisiasi oleh manufaktur semikonduktor SemTech yang hingga saat ini memproduksi sebagian besar komponen sensor yang dipergunakan dalam sistem IoT berbasis LoRa. Pada tahun 2019, diproyeksikan 40% sistem IoT di dunia akan mengimplementasikan standar LoRa (IHS Markit, Technology Group, Low Power Wide Area (LPWA Market Report 2017). Di sisi lain Narrow Band-IoT (NB-IoT) dengan basis teknologi komunikasi LTE telah mendapatkan dukungan dari Ericsson, Huawei, Intel, Nokia, Qualcomm, dan operator telekomunikasi Vodafone. Pada Mobile Congress 2017, operator telekomunikasi Cina, Jerman, dan Belanda mengutarakan kesiapan mereka untuk menggelar teknologi NB-IoT. Pemerintah Cina bahkan secara spesifik telah mengadopsi NB-IoT sebagai standar implementasi IoT di Cina sejak 2017. Standar NB-IoT sendiri telah disertifikasi oleh 3GPP pada tahun 2015, spesifikasinya telah diluncurkan pada tahun 2016, dan sejak tahun 2017 mulai menjalani fase commercial roll-out (ITU, 2016). NB-IoT dikembangkan dari standar LTE-M untuk mencakup area yang lebih luas, meskipun dengan datarate yang relatif lebih rendah. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 129 Secara teknis, LoRa dan NB-IoT memiliki perbedaan dari sisi alokasi frekuensi yang dipergunakan, data rate, dan cakupan luas wilayah seperti terangkum dalam Tabel VI.2. Tabel VI.6. Perbandingan Spesifikasi Teknologi LPWAN IoT VI.2.2.1. Alokasi frekuensi untuk Long Range IoT Standar LoRa pada saat ini bekerja pada range frekuensi tidak berlisensi (unlicensed) ISM Band, yaitu pada sekitar 900 MHz (868 MHz di Eropa dan 915 MHz di Amerika); dengan cakupan area kurang lebih <11 km. Dengan modulasi spread spectrum, LoRa membutuhkan bandwidth sekitar < 500kHz. Di sisi lain, NB-IoT memanfaatkan spektrum frekuensi berlisensi (GSM, WDCMA, LTE) pada 7-900 Mhz dengan bandwidth sekitar 200 khz. NB-IoT dapat bekerja dengan memanfaatkan (re-farming) spektrum frekuensi GSM (dedicated operation), pada spektrum frekuensi efektif yang dipergunakan untuk telekomunikasi LTE (in-band operation), maupun pada spektrum frekuensi antara yang tidak efektif dipergunakan untuk telekomunikasi LTE (guard-band operation). Pada saat ini, pemerintah Indonesia belum mengeluarkan kepastian hukum terkait frekuensi LPWAN di Indonesia; baik untuk LoRa, NB-IoT, ataupun standar long-range IoT (LPWAN) yang lain. Namun, di Indonesia telah terdapat beberapa sistem dan perangkat IoT yang bekerja pada frekuensi unlicensed 913-923 Mhz; yang secara spektrum berdekatan dengan alokasi frekuensi operator telekomunikasi dan oleh karenanya dapat menimbulkan interferensi. Mengingat kepastian hukum di sisi alokasi frekuensi merupakan hal mendasar bagi adopsi dan pengembangan teknologi IoT, pemerintah Indonesia perlu segera mengambil keputusan terkait alokasi frekuensi tersebut. 10 10 https://iotblog.org/wp-content/uploads/2015/10/lpwa-connectivity.png

130 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.2.2.2. Kondisi global pengaturan LoRa Standardisasi jaringan IoT secara umum meliputi standardisasi protokol jaringan dan alokasi frekuensi. Dalam hal ini, perlu bagi Indonesia untuk mengacu kepada standar yang berlaku di wilayah global atau setidaknya regional. Pada aspek standardisasi protokol jaringan, hingga saat ini banyak negara yang belum secara definitif menetapkan pilihan pada salah satu protokol. Trend global memperkirakan bahwa dengan perkembangan teknologi IoT yang pesat, berbagai standar masih akan terus hidup berdampingan secara bersama-sama di wilayah teritorial maupun wilayah aplikasi yang berbeda. Terkait alokasi frekuensi, Pemerintah Indonesia melalui Kominfo telah menyatakan perlunya keseragaman alokasi frekuensi IoT di wilayah ASEAN (CNN Indonesia, 17 Oktober 2017). Diharapkan pengaturan ini dapat sinergis dengan rencana alokasi frekuensi oleh Pemerintah untuk keperluan telekomunikasi lain, seperti 4G dan 5G. VI.2.2.3. Adopsi IPv6 untuk IoT Pesatnya pertumbuhan IoT mengakibatkan pertambahan masif volume devais yang terhubung dengan internet; dimana masing-masing devais tersebut membutuhkan alokasi IP address. Tidak hanya pertambahan volume devais, IoT juga membawa pertumbuhan jumlah node unit cloud computing yang dipergunakan untuk memproses data yang dikumpulkan. Menghadapi tantangan ini, IPv4 jelas memiliki keterbatasan jumlah address yang dapat dialokasikan. Implementasi NAT (Network Address Translator) yang selama ini dipergunakan untuk mengatasi kesulitan tersebut membawa komplikasi teknis bagi sistem IoT. IPv6 juga memiliki fitur keamanan yang jauh lebih optimal daripada IPv4, berupa built-in end-to-end encryption dan protokol SEND (Secure Neighbor Discovery) yang lebih ketat dalam menjamin keamanan jaringan. Keberadaan IoT secara otomatis diproyeksikan akan mendorong adopsi global Ipv6. Namun demikian, secara global sistem yang hanya mendukung IPv4 masih memiliki proporsi yang cukup besar. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2017, baru 11% dari keseluruhan pengguna Google di seluruh dunia yang melakukan akses melalui perangkat dengan alamat IPv6. Transisi dari IPv4 menuju IPv6 membutuhkan waktu dan modifikasi sistem yang tidak sedikit. Pada masa transisi, perangkat harus didesain dengan dual-stack support sehingga dapat mendukung IPv4 maupun IPv6. Pada saat ini, tidak sedikit devais IoT yang karena tuntutan time-to-market yang semakin pendek diluncurkan hanya dengan dukungan terhadap IPv4. Di masa datang, kompatibilitas dengan IPv6 akan semakin dituntut dan pada saat itu modifikasi besar dari devais IoT agar mendukung IPv6 akan menjadi sebuah kewajiban. Namun, dengan besarnya volume pasar IoT, maka bisnis IoT memiliki peluang lebih besar untuk menjadi penarik implementasi IPv6 pada seluruh sistem terkoneksi internet di dunia. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2.3. Platform Bisnis IoT di Indonesia pada umumnya dikembangkan dengan basis dari teknologi yang sudah tersedia secara global; sebagai contoh perangkat sensor, standar komunikasi, data center, sistem analisis data, dan komponen lain diambil secara moduler dari (sub-)sistem yang telah disediakan oleh pelaku internasional, kemudian dirakit dan diintegrasikan sebagai solusi lokal. Prinsip pengembangan seperti ini mengakibatkan setiap komponen sistem di-outsource dari sumber yang berbeda dan siklus pengembangan ataupun modifikasi produk menjadi bergantung kepada banyak pihak. Pada sistem yang besar dan berskala nasional atau regional, karakteristik seperti ini menyebabkan efisiensi, efektifitas, dan keberlangsungan sistem menjadi relatif rendah. Akibatnya, pelaku lokal industri IoT Indonesia tidak mampu bersaing dalam implementasi sistem berskala besar. Di sisi lain, karakteristik dari komunikasi perangkat dalam IoT berbeda dengan karakteristik komunikasi perangkat untuk sistem telekomunikasi pada umumnya. Sistem IoT membutuhkan sebuah infrastruktur komunikasi data yang dapat diandalkan untuk menjalankan transmisi data intermiten sepanjang waktu dari banyak titik sekaligus. Meskipun volume data per transmisi relatif kecil, namun kelengkapan identitas dan urutan ketersampaian data sangat berpengaruh kepada analisis data. Hal ini tentu berbeda dengan karakteristik transmisi video, suara, maupun data internet. Provider tersendiri yang mampu memenuhi persyaratan komunikasi data semacam ini bisa jadi diperlukan, terutama untuk memudahkan implementasi protokol pengamanan data spesifik untuk arsitektur sistem IoT. Beberapa protokol pengamanan IoT lebih sesuai untuk diimplementasikan di level ISP (Internet Service Provider) daripada di level sistem secara individual. Keberadaan dedicated platform semacam ini akan memudahkan pengembang untuk menjaga reliabilitas sistemnya dan mendukung pengembangan sistem IoT ke skala yang lebih besar. VI.2.4. Aplikasi VI.2.4.1. Lokasi Data Center VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 131 Lokasi data center merupakan salah satu isu nasional yang dibawa oleh perkembangan teknologi multimedia, tidak terkecuali di dalamnya IoT. Peraturan cybersecurity Cina baru-baru ini mewajibkan seluruh komponen pelaku industri telekomunikasi yang beroperasi di dalam yurisdiksi Cina untuk menempatkan data center mereka di wilayah teritorial Cina. Peraturan serupa juga diterapkan oleh banyak negara di Eropa. Hal ini membuat pelaku industri telekomunikasi global seperti Apple harus berinvestasi untuk membangun data center di banyak negara di dunia. Di satu sisi, lokasi data center yang lebih dekat dan spesifik untuk satu negara dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan di negara tersebut. Di sisi lain, keharusan menempatkan data center di dalam negeri juga dimotivasi oleh meningkatnya keprihatinan pemerintah akan keterbatasan kontrol mereka terhadap data digital di negaranya

132 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Lokasi data center merupakan salah satu isu nasional yang dibawa oleh perkembangan teknologi multimedia, tidak terkecuali di dalamnya IoT. Peraturan cybersecurity Cina baru-baru ini mewajibkan seluruh komponen pelaku industri telekomunikasi yang beroperasi di dalam yurisdiksi Cina untuk menempatkan data center mereka di wilayah teritorial Cina. Peraturan serupa juga diterapkan oleh banyak negara di Eropa. Hal ini membuat pelaku industri telekomunikasi global seperti Apple harus berinvestasi untuk membangun data center di banyak negara di dunia. Di satu sisi, lokasi data center yang lebih dekat dan spesifik untuk satu negara dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan di negara tersebut. Di sisi lain, keharusan menempatkan data center di dalam negeri juga dimotivasi oleh meningkatnya keprihatinan pemerintah akan keterbatasan kontrol mereka terhadap data digital di negaranya sendiri. Indonesia belum menggariskan peraturan resmi tentang lokasi data center, meskipun telah memiliki aturan pembatasan pertukaran data fisik di luar teritorial negara. Alangkah baiknya apabila sejak awal kemungkinan penerapan aturan pertukaran data digital berikut implikasi teknis maupun non-teknisnya dikaji oleh Pemerintah. Gambar VI.11. Aturan Aliran Data Lintas Batas Negara (Information Technology & Innovation Foundation, 2017) VI.2.4.2. Perlindungan kepemilikan data Perlindungan kepemilikan data di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Dalam penjelasannya, pasal 26 UU ITE menyatakan bahwa data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi seseorang. Sedangkan, definisi data pribadi dapat dilihat dalam Pasal 1 PP PSTE yaitu data perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Berdasarkan definisi tersebut, pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam UU ITE tidak hanya dalam bentuk pemberian konfirmasi terhadap suatu pernyataan, melainkan harus juga didasari atas kesadaran seseorang dalam memberikan persetujuan terhadap penggunaan atau pemanfaatan data pribadi sesuai dengan tujuan atau kepentingan yang disampaikan pada saat perolehan data. Dengan demikian, penggunaan data PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

133 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN VI.2.5. Kebijakan Sektoral dalam Bidang IoT Riset IoT Analytics pada kuartal ketiga tahun 2016 menunjukkan distribusi demografi dan trend pertumbuhan aplikasi IoT untuk area aplikasi dominan di dunia; meliputi connected industry, smart city, smart energy, connected car, smart agriculture, connected building, connected health, smart retail, dan smart supply chain. Dari riset tersebut tampak bahwa aplikasi IoT di dunia saat ini telah mengemuka pada area connected industry, smart city, dan smart energy. Di sisi lain, smart city, smart agriculture, smart building, dan smart retail merupakan area IoT dengan proyeksi pertumbuhan yang paling tinggi pada waktu mendatang. Gambar VI.12. Trend Area Aplikasi IoT Global Q3/2016 (IoT Analytics, 2017) Secara tradisional, untuk setiap area aplikasi IoT dapat diidentifikasi pemain-pemain utama di tataran global yang menyediakan solusi teknologi spesifik untuk masing-masing area aplikasi tersebut. Pemain-pemain utama ini membangun reputasinya dari pengalaman intensif dan komprehensif dalam pengembangan sistem IoT pada suatu area aplikasi tertentu. Solusi tersebut umumnya memiliki implementasi awal yang cukup berhasil di satu wilayah regional tertentu, sebelum kemudian diduplikasikan ke wilayah lain dengan skala cakupan sistem yang semakin lama semakin besar. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa bisnis solusi sistem IoT terfragmentasi berdasarkan sektor aplikasi. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 134 Meskipun basis dan komponen teknologi yang dipergunakan untuk mengembangkan sistem IoT cenderung memiliki similaritas, namun setiap sektor aplikasi memiliki pemain spesifiknya masingmasing. Untuk beberapa aplikasi dengan konteks lokal yang sangat tinggi, bisa terdapat pemainpemain lokal/regional yang mengisi celah bisnis solusi sistem IoT; misalnya CropIn yang berfokus pada aplikasi IoT dalam pertanian skala industri di India. Gambar VI.13. Pemain Global untuk Beberapa Area Aplikasi IoT (Venture Scanner, 2017) Di sisi lain, penelitian Frost & Sullivan pada tahun 2017 tentang ekosistem teknologi IoT menunjukkan bahwa rantai nilai teknologi pembangun sistem IoT juga sangat terfragmentasi, dan masing-masing fragmen dikuasai pula oleh pemain global yang kuat. Terdapat delapan komponen rantai nilai teknologi pembangun sistem IoT, yaitu sistem inti IoT yang terdiri atas chip/modul, devais, konektivitas dalam jaringan, platform IoT, dan integrasi sistem; teknologi informasi dan kemanan jaringan, penyimpanan dan analisis data, serta infrastruktur komputasi awan. Vendor global seperti IBM, Cisco, dan Intel menguasai aspek-aspek yang terkait dengan jaringan publik, basis data, analisis dan komputasi data, serta integrasi sistem. Operator telekomunikasi konvensional secara tradisional mengisi layanan penyediaan konektivitas sementara pelaku industri chipset dan komponen yang telah mapan menjadi pemain utama dalam penyediaan chip/modul, sensor, dan devais untuk aplikasi IoT. Salah satu aspek kritis dalam IoT adalah reliabilitas manajemen data dan devais akuisisi data, yang bergantung kepada kualitas platform implementasi IoT. Mengingat skala aplikasi IoT yang sangat beragam, mulai dari relatif kecil hingga sangat besar, banyak pengembang IoT saat ini yang bergantung pada platform yang disediakan oleh pihak ketiga untuk mengimplementasikan sistem IoT mereka. Dengan mempergunakan platform yang dikelola oleh pihak ketiga, masalah reliabilitas teknis jaringan, keamanan, dan infrastruktur komputasi diserahkan penanganannya secara profesional kepada pihak lain, sehingga pengembang dapat berfokus pada perancangan dan pengelolaan solusi sistem IoT.

135 VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Gambar VI.14. Fragmentasi Ekosistem Teknologi IoT (Frost & Sullivan, 2017) Dalam kondisi ekosistem tersebut di atas, dengan sendirinya, akan terdapat beberapa komponen rantai nilai sistem IoT yang memiliki hambatan sangat tinggi untuk dimasuki oleh pelaku lokal maupun regional, terutama karena diperlukan sumber daya yang sangat besar untuk memulai bisnis pada komponen rantai nilai tersebut. Pemain lokal maupun regional dalam bisnis IoT dengan demikian cenderung masuk di celah yang lebih hilir, yaitu perancangan solusi IoT dari komponen ataupun modul yang telah disediakan oleh pelaku global. Dengan karakteristik bisnis tersebut, tentu diperlukan kehati-hatian dan moderasi dari Pemerintah untuk melindungi dan menumbuhkan pelaku lokal pada celah dimana mereka masih berpeluang dan dalam kaitannya dengan privasi dan keamanan data nasional. Untuk itu, kebijakan IoT Indonesia perlu memperhatikan karakteristik utilisasi IoT pada masing-masing area aplikasi serta kekuatan industri lokal Indonesia pada masing-masing komponen rantai nilai teknologi IoT. PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN 136 Hal ini mencerminkan bahwa kebijakan terkait IoT untuk setiap sektor aplikasi maupun rantai nilai teknologi tidak dapat diseragamkan. Utilisasi IoT yang mempergunakan pendanaan publik untuk mengumpulkan data publik atau data yang bersifat sensitif bagi negara direkomendasikan untuk mempergunakan sebanyak mungkin solusi teknologi yang dikerjakan oleh pelaku industri dalam negeri. Dalam hal kekuatan industri lokal pada komponen rantai nilai IoT tertentu belum mencukupi, maka pemerintah harus menyediakan fleksibilitas kebijakan agar komponen rantai nilai tersebut untuk sementara dapat diisi oleh pelaku asing, namun dengan suatu skema kebijakan yang mengatur tatakelola penyimpanan, distribusi, dan pengamanan data secara jelas dan komprehensif; serta mendukung transfer teknologi maupun inisialisasi industri lokal yang akan mengisi komponen rantai nilai tersebut di masa mendatang. Untuk area aplikasi yang relatif bebas dari sensitivitas data publik dan digelar di dalam ekosistem yang privat; sebagai contoh connected industry dan smart retail; regulasi untuk mengutamakan pelaku industri dalam negeri pada awalnya dapat lebih dilonggarkan untuk mendorong adopsi solusi IoT seluas-luasnya; namun dengan tetap mendukung terjadinya transfer teknologi kepada pemain lokal. Transisi dari outsource ke pemain global hingga membangun kekuatan lokal memerlukan strategi kebijakan yang jeli melihat peluang pasar dan teknologi Indonesia serta responsif dan fleksibel terhadap perkembangan pasar maupun teknologi tersebut. Fleksibilitas ini diperlukan agar Indonesia tetap menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan aplikasi dan sistem IoT, sehingga dapat mengambil manfaat optimal dari penerapan sistem IoT; namun pada saat yang sama juga dapat membangun kemandirian teknologi maupun bisnis dari menjamurnya adopsi teknologi IoT tersebut. Fokus utama perlu diletakkan pada komponen rantai nilai yang bersifat sensitif apabila dioutsource ke pihak asing, semisal platform dan network security. Dalam komponen-komponen tersebut, perlu diterapkan regulasi yang melindungi kedaulatan digital nasional, terutama terkait lokasi penyimpanan data serta keamanan data dan jaringan secara umum. Untuk beberapa aplikasi khusus, terdapat relevansi untuk mengharuskan data center dan platform IoT seluruhnya secara fisik berada di wilayah kedaulatan Indonesia, sebagai contoh bagi aplikasi yang terkait informasi kependudukan dan keamanan nasional. Fokus berikutnya perlu diletakkan pada komponen rantai nilai yang terkait dengan industri tradisional yang telah ada di Indonesia; seperti devais elektronika, layanan konektivitas, dan integrasi sistem sampai dengan skala tertentu. Pemerintah perlu mendukung dan melindungi peluang industri-industri nasional tersebut, setidaknya dalam area aplikasi IoT yang kuat dengan konteks lokal; misalnya pertanian dan kesehatan. Diharapkan pada areaarea spesifik tersebut industri lokal mampu memiliki keunggulan kompetitif relatif terhadap pemain global. Dari portofolio pada area aplikasi tersebut, industri lokal dipacu untuk juga mengembangkan keahliannya untuk bidang aplikasi lain yang relevan bagi Indonesia.

137 VI.3. KESIMPULAN VI.3. KESIMPULAN Dari paparan terkait upaya pengembangan industri Internet of Things (IoT) di Indonesia di atas, dapat disimpulkan beberapa poin berikut: Dilihat dalam perspektif Device, Network, and Application (DNA), Internet of Things (IoT) beberapa tahun ke depan akan menjadi tren global termasuk Indonesia. Maka dari itu, Indonesia perlu bersiap-siap dengan melakukan beberapa aksi seperti penyiapan industri dalam negeri dan kebijakan yang berpihak pada pelaku lokal dan juga pelanggan dalam negeri. Kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah direkomendasikan mencakup jaringan (network), perangkat (device), platform, aplikasi, dan kebijakan sektoral. Terkait jaringan (network), Pemerintah memberikan kepastian hukum terkait frekuensi LPWAN di Indonesia baik untuk LoRa, NB-IoT, ataupun standar longrange IoT (LPWAN) yang lain, melakukan standardisasi protokol jaringan dan alokasi frekuensi dengan mengacu pada standar yang berlaku di dunia, dan mengadopsi IPv6 di mana di masa transisi perangkat didesain dengan dual-stack support sehingga dapat mendukung IPv6 maupun IPv6. Terkait perangkat (device), perangkat IoT yang spesifik dapat mengacu pada standar global dan sebagai alternatif untuk mendorong penguasaan teknologi perangkat IoT bagi pelaku lokal direkomendasikan untuk diterapkan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), hanya saja proses perhitungannya perlu dibahas lebih lanjut. Selanjutnya terkait device ini, Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur dasar untuk produksi perangkat serta disarankan bagi para pelaku (player) di bidang IoT untuk membentuk asosiasi sebagai upaya menjembatani komunikasi dan mendorong industri hulu (semi-konduktor) dan manufaktur. Terkait platform, perlu pengadaan dedicated platform untuk memudahkan pengembang (developer) dalam menjaga reliabilitas sistem dan mendukung sistem IoT ke skala yang lebih besar. Terkait aplikasi, Pemerintah perlu investasi untuk membangun data center di Indonesia guna meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan dan kontrol Pemerintah pada data digital yang rawan terjadi tindak kejahatan. Selain itu, Pemerintah juga menjamin keterlindungan data digital yang ada di Indonesia. Menciptakan pasar bagi pengembang IoT lokal melalui sektor-sektor yang menggunakan dana pemerintah, baik pusat maupun daerah seperti IoT untuk smart city ataupun IoT untuk BUMN. Pemberian insentif bagi pengembang IoT yang mengembangkan produk untuk mendukung industri 4.0 khususnya pada sektor yang memiliki nilai ekspor terbesar, yaitu berturut-turut industri makanan, bahan kimia dan barang dari bahan kimia, logam dasar, pakaian jadi, industri karet, barang dari karet dan PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT) VI.3. KESIMPU;AN 138 plastic, industri pengolahan lainnya dan industri komputer, barang elektonik dan optik. Mengembangkan laboratorium yang fokus pada pengembangan IoT pendukung 11 industri sehingga meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri dan komersialisasi solusi IoT tanah air. Kebijakan terakhir yang direkomendasikan adalah perlunya membuat kebijakan sektoral di bidang IoT yang spesifik sebagai contoh smart city. Pemilihan bidang spesifik ini didasarkan pada peluang market, kapabilitas perusahaan dalam negeri, infrastruktur, dan tentunya penggunaan dana publik. Kebijakan ini menuntut koordinasi di antara berbagai Kementerian yang terkait. 11 https://iotblog.org/wp-content/uploads/2015/10/lpwa-connectivity.png

139 VI.4. REFERENSI VI.4. REFERENSI 1. McKinsey&Company, Unlocking Indonesia's Digital Opportunity 2. GSM Association, The Mobile Economy Asia Pacific 2017 3. https://www.forbes.com/sites/louiscolumbus/2016/11/27/roundup-of-internet-of-thingsforecasts-and-market-estimates-2016/#cf855d5292d5 4. https://www.forbes.com/sites/louiscolumbus/2017/01/29/internet-of-things-market-toreach-267b-by-2020/#6ad6d885609b 5. Jayavardhana Gubbi et.al., Internet of Things (IoT) : A Vision, Architectural Elements, and Future Directions 6. Chauhan, Abhishek, ICT Outlook 2016, Frost & Sullivan, Januari 2016 7. Sekaran, Guna. Exploring the potential of IoT in Asia healthcare system, Cyient 8. Muhammad Imam Nashiruddin, Fuelling the Internet of Things : A Regulatory Perspective, Meeting the Short & Long-term Connectivity Requirement, slide FGD IoT Mastel 5 Oktober 2017 9. Indonesia IoT Forum, IoT Opportunity & Challenge in Indonesia 10. PT Industri Telekomunikasi Indonesia, SBU Defense & Digital Service, slide presentasi disampaikan dalam Diskusi Indonesia IoT Forum, 17 Oktober 2017 11. Joddy Hernady, SVP Media & Digital Business PT Telekomunikasi Indonesia, Internet of Things, slide presentasi di diskusi Indonesia IoT Forum, 17 Oktober 2017 12. Ismail, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Discussion on Internet of Things (IoT) from the Perspective of Technology, Regulatory, Business, and Ecosystem, Jakarta, 17 Oktober 2017 13. http://www.businessinsider.com/internet-of-things-devices-applications-examples-2016-8/?ir=t 14. Madakam, S., Ramaswamy, R. and Tripathi, S. (2015) Internet of Things (IoT): A Literature Review. Journal of Computer and Communications, 3, 164-173. 15. http://dx.doi.org/10.4236/jcc.2015.35021 https://www.i-scoop.eu/internet-of-things guide/#internet_of_things_trends_for_2017_and_beyond 16. https://www.forbes.com/sites/theyec/2017/03/15/five-iot-trends-to-consider-in- 2017/2/#30f2986925dc 17. Analysis Mason, 2016 18. IHS Markit, Technology Group, Low Power Wide Area (LPWA Market Report 2017 19. https://iotblog.org/wp-content/uploads/2015/10/lpwa-connectivity.png 20. CNN Indonesia, 17 Oktober 2017 21. Information Technology & Innovation Foundation, 2017 22. http://mrem.bernama.com/viewsm.php?idm=27932 23. Aditya, Chrisna. 2017. Vertical IoT Application in Aquaculture Industry, slide presentasi disampaikan di Forum Group Discussion (FGD) Mastel pada 17 Oktober 2017 24. h t t p : / / w w w. i n t e r n e t o f t h i n g s a s i a. c o m / s i t e s / d e f a u l t / fi l e s / M I % 2 0 - %20Government%20IIoT%20APAC_March%202017%20(Revised).pdf http://kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1 PENGEMBANGAN INDUSTRI INTERNET OF THINGS (IoT)

BAB VII. PENUTUP

PENUTUP VII. KESIMPULAN VII. PENUTUP 140 Peningkatan partisipasi masyarakat dalam aktivitas ekonomi digital merupakan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ekonomi digital bergantung pada keberadaan perangkat akses telekomunikasi (Devices), infrastruktur telekomunikasi (Network), dan aplikasi produktif yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat (Applications). Ekosistem DNA (Devices, Network, and Applications) untuk aktivitas ekonomi digital di Indonesia masih memiliki banyak permasalahan yang terkait dengan lemahnya kehadiran komponen rantai nilai teknologi terkait di skala lokal, unequal level of playing field dengan pemain global, dan lemahnya dukungan regulasi dalam menghadapi situasi tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan suatu kerangka strategis pengembangan industri DNA dan ekosistem ekonomi digital Indonesia, yang memerlukan koordinasi lintas-sektoral antara berbagai kementerian dan badan pemerintah; antara lain Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI). Beberapa prinsip dalam kerangka strategis tersebut antara lain adalah: Devices o Kebijakan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) yang proporsional untuk memaksa adanya transfer teknologi dari pemain global kepada pemain lokal tanpa menghilangkan dayatarik pasar bagi pemain global o Regulasi tegas untuk menindak impor ilegal produk yang melanggar kaidah TKDN; semisal melalui penerapan kebijakan IMEI control untuk mengantisipasi impor ponsel 4G ilegal o Paket regulasi tersinkronisasi yang memfasilitasi pembentukan captive market terproteksi khusus untuk devais produksi lokal, dalam kaitannya dengan program-program strategis nasional; sebagai contoh: Penggunaan devais produksi lokal (smartcard, sensor, data center) untuk sistem informasi publik yang didanai dengan dana publik Penggunaan devais produksi lokal (smartphone, BTS) untuk penggelaran infrastruktur telekomunikasi di daerah 3T Network o Regulasi penyediaan infrastruktur telekomunikasi yang mengarah kepada pemerataan akses pita lebar (4G) untuk mendukung aktivitas ekonomi digital; melalui program migrasi bertahap 2G ke 4G dan penggelaran infrastruktur 4G untuk daerah 3T o Regulasi frekuensi dan standardisasi protokol jaringan untuk emerging applications seperti Internet of Things (IoT), dengan memperhatikan keselarasan terhadap standar regional maupun global o Regulasi terkait pengamanan maupun privasi data dan jaringan serta aspek cybersecurity lain, guna melindungi dan menjamin kedaulatan digital dan keamanan nasional, sebagai contoh peraturan terkait lokasi dan pengelolaan data center maupun platform implementasi IoT.

141 VII. PENUTUP Applications o Pembentukan captive market khusus untuk pengembang aplikasi lokal, dalam kaitannya dengan kewajiban TKDN bagi produsen devais telekomunikasi. Hal ini telah difasilitasi melalui skenario II TKDN (aplikasi lokal), namun spesifikasi skenario tersebut perlu disesuaikan dengan kemampuan pengembang aplikasi lokal, antara lain dengan meninjau kembali persyaratan jumlah active user. Penguatan asosiasi dan organisasi o Pembentukan dan penguatan asosiasi produsen devais maupun pengembang aplikasi lokal untuk mendukung sinergi antar anggota dalam menyuarakan kepentingan kepada pemerintah, pelaksanaan alih teknologi, maupun penggunaan sumber daya secara bersama o Pembentukan marketplace untuk menjembatani produsen devais maupun pengembang aplikasi dengan klien potensial ataupun dengan tenaga kerja potensial o Pengembangan SDM dengan memberikan insentif pada institusi pendidikan untuk tingkatkan kemampuan SDM di bidang TIK atau dengan transfer pengetahuan melalui penarikan tenaga ahli dari luar negeri o Program pelatihan maupun sertifikasi untuk mendorong peningkatan profesionalitas tenaga kerja lokal di bidang produksi devais, pengelolaan jaringan, maupun pengembangan aplikasi o Pemberian insentif fiskal dan pembiayaan pada industri lokal serta membentuk ekosistem yang mendorong pertumbuhan startup di Indonesia agar lebih pesat lagi. Kebijakan spesifik untuk setiap sektor aplikasi Pada bidang IoT dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, penguasaan rantai nilai tekonologi di skala lokal yang relatif lemah, dan ekosistem terfragmentasi yang dikuasai pemain global, dibutuhkan strategi khusus untuk menumbuhkan dan melindungi pemain lokal tanpa menyurutkan minat pemain global untuk menggelar teknologinya di dalam negeri. Strategi tersebut berupa kebijakan spesifik untuk setiap sektor aplikasi, dengan mempertimbangkan sensitivitas dan signifikansi kepentingan publik pada masing-masing sektor: o Sektor yang erat terkait dengan kepentingan publik dan didanai dengan dana publik hendaknya lebih eksplisit dalam mengutamakan pemain lokal Komponen rantai nilai teknologi yang sensitif apabila dikelola oleh pemain global, seperti halnya platform IoT, pengamanan jaringan, dan data analytics, hendaknya menerapkan regulasi yang mendukung transfer teknologi kepada pemain lokal dan mengatur dengan seksama aspek keamanan data dan jaringan digital. PENUTUP

Studi yang dilakukan IDC mencatat belanja ICT di Indonesia masih akan tumbuh 16 dalam 3 tahun ke depan menjadi sebesar Rp.394 Triliun, permasalahannya belanja ICT yang besar tersebut tidak diimbangi dengan keberadaan industri ICT nasional yang memadai sehingga berakibat mayoritas belanja ICT tersebut dipasok oleh produk impor. Sektor manufaktur termasuk salah satu dari 3 sektor (retail, banking/ finansial/insurance) yang mengalami dampak disrupsi yang signifikan, industri manufaktur nasional yang masih mengandalkan labor intensif sangat rentan terdampak mengingat akan daya saingnya. Pasar domestik yang besar dengan pertumbuhan yang masih tinggi mutlak harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk menumbuhkan kapasitas dan daya saing industri ICT nasional. Untuk itulah Mastel menginisiasi studi tentang membangun industri perangkat digital Indonesia, studi dimaksud mencakup sektor yang dipilih yang dianggap prioritas mengingat proyeksi kebutuhan ke depan dan dengan memilih elemen rantai supply/nilai yang harus diperkuat (supply/value chain) agar memiliki daya saing yang tinggi. (Ir. Kristiono, Ketua Umum Mastel)