MENGATASI MASALAH DALAM KONTEKS SOSIAL Risa Juliadilla
Sumber Daya Sosial Yang mampu menggerakkan dan mengarahkan perubahan pada suatu masyarakat, terutama pada masyarakat heterogen. 1. Dukungan sosial 2. Power
Dukungan sosial Segala bantuan yang didapat sepanjang kehidupan. Perilaku seseorang akan mengundang reaksi dari orang lain baik friendly hingga hostile Terdapat 3 lapisan dukungan sosial 1. dukungan sosial yang bersifat stabil ex: Keluarga, Sahabat 2. Sifat dukungan terbatas pada hubugan kerja atau kekerabatan. Ex: tetangga, teman arisan 3. Sifat hubungan krg akrab dan bisa berubah dari waktu ke waktu. Ex: teman sekantor
Power Suatu daya yang dimiliki untuk dapat mempengaruhi dan membuat perubahan pada orang lain.
Power Force (Menekan pihak yang lemah) Persuasion (membujuk) Manipulation (mempengaruhi dengan maksud lain) Authority (berdasarkan otoritas)
Dalam kehidupan sehari-hari, individu dituntut untuk melakukan berbagai penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang terjadi di dalam dirinya dan lingkungan sekitarnya. Perubahan yang bersifat ringan (misalnya perubahan jadwal kuliah, keterlambatan pengiriman beasiswa, dll) Perubahan yang bersifat berat dan biasanya tidak direncanakan (misalnya, musibah dan bencana alam) Respon terhadap perubahan dan penyesuaian dibedakan menjadi: Respon individual perilaku coping (coping behavior) Respon komunal prevensi dan promosi
Perilaku Coping (Coping Behavior) Perilaku Coping adalah respon individual dalam menghadapi dan mengatasi masalah Perilaku Coping biasanya dimunculkan dalam bentuk mekanisme yang bertujuan untuk mengurangi, menghilangkan, dan menghindari dampak negatif dari masalah yang dihadapi. Ada 2 bentuk perilaku coping yang biasa dimunculkan (Lazarus & Folkman, 1984, dalam Dalton, 2001), yaitu: Problem-focused coping, yaitu upaya mengatasi masalah yang memfokuskan pada penyelesaian masalah itu secara langsung (active coping). Emotion-focused coping, yaitu upaya mengatasi masalah dengan memperkuat emosi atau perasaan individu itu sendiri (misalnya, meditasi, refleksi, berdoa, dan curhat ).
Sumber Kekuatan Coping Menurut Dalton (2001), ada 3 sumber kekuatan dari coping, yaitu: Dukungan sosial (social support) Kompetensi psikososial Agama dan spiritualitas
(1) Dukungan Sosial Menurut Shumaker & Brownell (1984, dalam Duffy & Wong, 2000), dukungan sosial sebenarnya dapat diidentifikasikan sebagai pertukaran sumber daya antara dua orang, ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima sumber daya tersebut. Bentuk-bentuk dukungan sosial, yaitu: Dorongan atau pemberian semangat (encouragement) Pemberian informasi, petunjuk, atau pengetahuan (informational) Dukungan nyata (tangible), seperti uang atau barang-barang yang dibutuhkan.
(2) Kompetensi Psikososial Kompetensi psikososial yang dapat menjadi sumber kekuatan coping terdiri dari: (a) kemampuan personal, dan (b) kemampuan sosial. Kemampuan personal yang berhubungan dengan mekanisme coping meliputi: Self and emotional regulation, yaitu pengaturan emosi atau perasaan yang ada dalam diri individu melalui cara-cara yang mudah diterima. Self and emotional awareness, yaitu kepekaan terhadap emosi dan intuisi diri sendiri. Problem solving, yaitu kemampuan seseorang dalam membuat keputusan. Kemampuan sosial yang berhubungan dengan mekanisme coping meliputi: (a) empati, (b) analisis sosial, (c) kemampuan membina hubungan personal dan interpersonal (jaringan sosial), dan (d) kemampuan mengelola konflik.
(3) Agama dan Spiritualitas Agama dan spiritualitas merupakan hal yang penting dalam mengatasi stres dan situasi yang tidak dapat dikontrol oleh individu Ada 3 dampak positif yang bisa dicapai dari agama dan spiritualitas ini, yaitu: Adanya sesuatu yang bisa dipercaya dan dijadikan tujuan hidup Adanya praktik-praktik religius-spiritual (misalnya berdoa dan beribadah) yang memungkinkan individu melakukan upaya-upaya pengelolaan emosi dan menenangkan diri Adanya dukungan sosial dari sesama anggota kelompok religius tersebut
Prevensi dan Promosi Berkaitan dengan upaya mengatasi masalah (secara komunal), pendekatan psikologi komunitas lebih menekankan pada : Upaya pencegahan (prevensi) daripada praktik perawatan (treatment) Mengembangkan kompetensi sosial dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekuatan positif yang dimiliki bersama pendekatan promosi.
prevensi & promosi Pendekatan pencegahan terhadap gangguan (proponent of disorder prevention) ditujukan untuk menghambat dan mengurangi faktorfaktor risiko yang muncul dari adanya kelainan/gangguan tersebut. Sementara pendekatan peningkatan kesejahteraan dan kompetensi sosial (promotion of wellness & social competence) percaya bahwa banyak manusia yang tidak berada dalam kondisi psikologis bahagia dan sejahtera, sehingga perlu kiranya menolong mereka bukan hanya sekadar mengeluarkan dari penderitaan, tetapi juga membuat mereka merasa bahagia dan sejahtera. Psikologi komunitas menekankan perlunya menggabungkan kedua pendekatan/perspektif tersebut di atas dalam pelaksanaan program intervensi komunitas. Model prevensi dalam psikologi komunitas dikemukakan oleh Bower (1972, dalam Dalton, 2001) yang memberikan penekanan secara komprehensif terhadap kompetensi sosial, kesejahteraan, kesehatan, dan permasalahan perilaku.
3 sistem prevensi Konsep prevensi dan promosi pertama kami dikemukakan oleh Gerard Caplan (1964, dalam Dalton, 2001), yang meliputi: 1. Prevensi Primer. Prevensi ini diberikan untuk semua populasi yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan munculnya dampak membahayakan dari lingkungan sebelum berkembang menjadi masalah (misalnya, pemberian vaksinasi). 2. Prevensi Sekunder. Prevensi ini diberikan kepada mereka yang sudah memperlihatkan gejala awal munculnya gangguan atau penyakit (misalnya, program pelatihan keterampilan sosial untuk anak-anak yang suka menarik diri). Konsep prevensi sekunder ini dianggap oleh Klein & Goldston (1977) sebagai konsep treatment.
3. Prevensi Tersier. Prevensi ini diberikan pada anggota masyarakat yang telah mengalami disfungsi/gangguan dengan tujuan untuk membatasi perkembangan gangguan tersebut, misalnya dengan menurunkan intensitas dan durasi gangguan serta mencegah timbulnya kembali gejala atau komplikasi tambahan di masa yang akan datang. Konsep prevensi tersier ini dianggap oleh Klein & Goldston (1977) sebagai konsep rehabilitasi.
Prevensi VS Promosi Prevensi Mencegah sebelum terjadi Berhubungan dengan mental health ill Mencegah resikol, memperlambat simtom Promosi Proses menambah kontrol atas kesehatan Berhubungan dengan positive mental health Maksimalkan kesehatan mental
formula prevensi individual Albee (1982, dalam Dalton, 2001) berhasil membuat formula kemungkinan kejadian/kasus gangguan emosional dan perilaku pada level individual sebagai berikut: Stress + physical vulnerability (tingkat kerentanan kondisi fisik) Coping skills + social support + self-esteem Berdasarkan formula tersebut, intervensi dapat dilakukan dengan cara: Mengurangi stres atau mengelola stres lebih baik Mengurangi dampak negatif akibat kerentanan kondisi fisik/biologis Meningkatkan keterampilan sosial Memperbanyak dukungan sosial Meningkatkan self-esteem atau self-efficacy
formula prevensi komunitas Sementara Elias (1987, dalam Dalton, 2001) berhasil membuat formula kemungkinan terjadinya gangguan emosional perilaku dalam suatu lingkungan atau komunitas tertentu, yaitu: Stressor + risk factors in the environment Positive social practice + social support + resources + opportunities for relatedness & connectedness
5 kunci penting pendekatan prevensi & promosi 1. Risiko (risk). Risiko dapat diartikan sebagai proses penurunan kemampuan biologis, psikologis, dan sosial yang berlangsung pada diri individu maupun lingkungan, untuk membangun kesejahteraan dan fungsi adaptif dalam masyarakat. 2. Proteksi (protection). Proteksi merupakan tanda dari individu dan lingkungan yang aktif, dimana mencakup suatu proses peningkatan dan perkembangan kapasitas biologis, psikologis, sosial, dan emosi seseorang dalam membangun kesejahteraan dan beradaptasi dengan lingkungan. 3. Daya Juang/Resiliensi (resilience). Resiliensi adalah usaha inidvidu untuk bangkit kembali dan memperbaiki situasi sulit yang dihadapinya.
4. Kekuatan (strength). Kekuatan adalah setiap aset, kualitas, dan potensi yang dimiliki individu untuk tetap fokus pada kesejahteraan dirinya meskipun sedang menghadapi situasi sulit. Goleman (1995) memberikan contoh humor dan optimisme sebagai kekuatan individual. 5. Peningkatan kualitas (thriving). O Leary (1998) mendefinisikan thriving sebagai transformasi prioritas-prioritas, perasaan tentang diri (sense of self), dan peran seseorang dalam kehidupan. Menurut O Leary ada 3 tahapan respon individu dalam menghadapi stres, yaitu tahapan bertahan hidup (survival), tahapan pemulihan kembali (recovery), dan tahapan mengembangkan atau meningkatkan kualitas (thriving).