BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. linguis. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam penelitian ini, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Penelitian BW masih sangat perlu dilakukan karena minimnya penelitian yang

TESIS NOMINALISASI ADJEKTIVA DALAM BAHASA PERANCIS (KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF) PUTU WEDDHA SAVITRI NIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

AFIKSASI BAHASA BALI: SEBUAH KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF. I Wayan Simpen Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

KAJIAN MORFOLOGI DERIVASIONAL DAN INFLEKSIONAL DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

PROSES MORFONOLOGIS PREFIKS DALAM BAHASA WOLIO (KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) La Ino

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (2012: ) menjelaskan pengertian identitas leksikal berupa kategori kelas kata

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Inggris, dan Minangkabau. Pada saat fenomena interferensi muncul dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat penting untuk dipelajari. Sebagai bahasa internasional, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media atau sarana untuk menyampaikan ide, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta dengan keunikannya masing-masing merupakan fenomena yang sangat menarik bagi para ahli bahasa untuk diteliti sehingga dapat memperkaya khazanah ilmu kebahasaan itu sendiri. Salah satu objek penelitian bahasa yang menarik adalah pembentukan kata atau word formation karena hal itu mutlak terjadi dalam suatu bahasa dan disebut sebagai proses morfologi. Morfologi termasuk salah satu studi kebahasaan (linguistik) yang mengkaji struktur internal kata atau leksikon suatu bahasa. Kata dalam hal ini dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata-kata lain dalam kelompok kata (Uhlenbeck dalam Ekowardono,1982:54). Pada tingkat gramatikal, kata secara tradisional dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang diidentifikasikan asal dan bentuknya dalam suatu paradigma. Setiap bahasa tentunya dapat dijabarkan ihwal kata itu dan properti-properti morfosintaksisnya (Matthews, 1974:136). Pada abad ke-19, istilah morfologi sebagai bidang linguistik dipahami sebagai studi tentang perubahan-perubahan 1

2 secara sistematis tentang bentuk kata yang dihubungkan dengan maknanya (Bauer, 1988:4). Hal itu dapat diambil contoh pasangan kata sebagai berikut: Verba Nomina to design menggambar designer perancang to fight berjuang fighter pejuang/petinju to write menulis writer penulis Kata-kata tersebut tidak hanya dikaji bentuk katanya, tetapi juga dikaji fungsi unit-unit lain dalam mengubah bentuk katanya. Dengan begitu, kajian morfologi berkaitan dengan proses infleksi dan derivasi (Katamba; 1993:206). Dengan demikian, dalam proses pembentukan kata terdapat dua jenis afiks, yaitu afiks-afiks infleksional dan afiks-afiks derivasional. Afiks infleksional adalah afiks yang mampu menghasilkan bentuk-bentuk kata yang baru dari leksem dasarnya, sedangkan afiks derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa morfologi infleksional atau infleksi berkaitan dengan proses afiksasi yang ditentukan secara sintaksis, sedangkan morfologi derivasional atau derivasi digunakan untuk membentuk leksikal baru (Bauer, 1988:80). Kedua proses morfologis itu menjadi hal yang menarik untuk diteliti karena proses pembentukan kata ini pasti terjadi di semua bahasa dan tiap-tiap bahasa menunjukkan proses yang berbeda. Dalam penelitian ini dibahas tentang salah satu proses derivasi, yaitu nominalisasi. Istilah ini mengacu pada proses pembentukan nomina (kata benda) dari kelas kata yang lain (verba, adjektiva, adverbial) melalui penambahan afiks derivasional (Kridalaksana, 1984 :132).

3 Topik ini menarik untuk dibahas karena nominalisasi merupakan bagian yang penting dalam penggunaan bahasa, baik nominalisasi verba maupun adjektiva. Dalam penelitian ini secara khusus dibahas tentang nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis. Bahasa Perancis sebagai salah satu bahasa internasional tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi oleh 24 negara, namun juga sebagai bahasa ibu oleh lebih dari 77 juta penduduk di dunia, sebagai bahasa kedua oleh 12 juta jiwa lainnya, serta digunakan sebagai bahasa resmi pada komunitas dan organisasi dunia, seperti Uni Eropa, IOC, PBB, dan FIFA. Bahasa Perancis memiliki keunikan dari segi pelafalan, kosakata, dan tata bahasanya. Salah satu bagian yang cukup unik dan menarik untuk dikaji dan dipahami adalah adjektiva dalam bahasa tersebut. Adjektiva bahasa Perancis sendiri memiliki kekhasan jika dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ada dua hal yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan adjektiva bahasa Perancis, yaitu gender (maskulin/feminin) serta number (tunggal atau jamak) dari nomina yang diterangkannya. Sebagai contoh, adjektiva grand besar akan memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut. grand batiment (n.m.sg) grands batiments (n.m.pl) grande maison (n.f.sg) grandes maison (n.f.pl) gedung besar, gedung-gedung besar rumah besar, rumah-rumah besar. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa ada empat bentuk untuk adjektiva grand besar, yaitu grand, grands, grande, dan grandes. Proses seperti ini termasuk dalam proses infleksi karena tidak menghasilkan kata yang baru, artinya

4 keempat bentuk tersebut memiliki fungsi dan kategori kata yang sama. Dapat dilihat bahwa tiga bentuk terakhir mendapat sufiks -e, -s, dan es (dalam bahasa Perancis disebut accord). Sufiks e bersifat inflektif, yaitu sebagai penanda gender feminin, sedangkan sufiks s sebagai penanda jamak, dan es merupakan penanda gender feminin jamak. Perubahan ini mengikuti aturan-aturan morfologi tertentu (adjective agreement) karena ada adjektiva yang mengalami perubahan yang teratur (regulier) dan tidak teratur (irregulier). Secara praktis, adjektiva bahasa Perancis dapat diubah menjadi nomina, baik dengan proses derivasi yang memerlukan derivational affiks maupun nominalisasi dengan zero derivation. Menurut Mattews (1974:65), proses yang terakhir ini disebut konversi (conversion), yaitu perubahan kelas kata tanpa penambahan afiks atau proses derivasi dengan penambahan zero morfem. Dalam bahasa Perancis hal ini juga dikenal dengan istilah derivation impropre, yaitu perubahan kategori gramatikal sebuah kata yang disebabkan oleh fungsinya dalam ujaran (Gardes-Tamine, 2001 :43). Biasanya, kategori sebuah kata dapat kita pastikan dalam kamus, namun dalam percakapan sehari-hari akan cukup sulit untuk menentukan kategori kata. Sering terjadi kategori sebuah kata berubah sesuai dengan fungsinya dalam kalimat. Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut. a. Tous les hommes sont charmé par sa beauté semua DEF.pl N.m.laki-laki PAS.terpukau oleh POSS.3sg. N.f.sdkecantikan Semua lelaki terpukau pada kecantikannya. b. Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.cantik PART DEM.f.ini gambar adalah POSS3.sg N.f.kesederhanaan (sesuatu) Yang indah dari gambar ini adalah kesederhanaannya.

5 Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa bentuk dasar adjektiva beau cantik/indah dapat mengalami kedua tipe nominalisasi, yaitu : 1. [beau adj + -té] beauté N keindahan 2. [beau adj + ø] beau N indahnya Untuk tipe kedua, adjektiva beau berubah kelas katanya menjadi nomina dengan tanpa adanya afiksasi, namun kelas katanya telah berubah menjadi nomina yang dibuktikan dengan adanya artikel definit le. Perlu diketahui bahwa setiap nomina dalam bahasa Perancis harus didahului oleh determinan (penanda nomina), seperti artikel definit/indefinit, artikel partitif, demonstratif, penanda possesif, dan sebagainya (Hutagalung, 2003:30). Dengan demikian, kata beau di atas dapat dipastikan berubah kelas katanya menjadi nomina karena ada artikel definit (le) sebagai penanda nomina masculin di depan kata beau tersebut. Perubahan seperti ini sering disebut dengan zero-derivation atau conversion karena tidak adanya penambahan afiks untuk mengubah kelas kata. Karakteristik dari konversi ini adalah bentuk dasar dan bentuk derivasi yang dihasilkan sama persis, yang membedakan adalah makna semantik dan kategori morfosintaksisnya. Kedua tipe nominalisasi ini sangat umum digunakan dalam bahasa Prancis sehingga menarik untuk diulas karena memperlihatkan dua bentuk nomina yang berbeda dari satu bentuk dasar adjektiva yang sama. Jika dilihat dari struktur morfologinya, bahasa Perancis merupakan tipe bahasa fleksi karena perubahan internal cenderung terjadi dalam akar kata itu sendiri. Namun, pembubuhan afiks juga dapat dilakukan dalam membentuk suatu leksikal baru dan mengekspresikan makna gramatikalnya. Akan tetapi,

6 penggunaannya tidak sesering seperti dalam bahasa aglutinasi. Karena penggunaannya yang khusus tersebut, nominalisasi adjektiva yang termasuk dalam proses derivasi menjadi menarik untuk diteliti sehingga dapat diketahui leksikal baru apa saja yang dapat dibentuk oleh afiks-afiks derivasional yang terdapat dalam bahasa Perancis. Penelitian tentang proses pembentukan kata khususnya tentang nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis telah dilakukan oleh beberapa peneliti luar, di antaranya adalah Nominalizations and the Structure of Adjectives oleh Roy (2007). Pada penelitian ini, nominalisasi adjektiva hanya dibahas secara umum, tidak diuraikan kaidah pembentukan nomina dari dasar adjektiva. Selain itu, penelitian ini lebih cenderung membahas struktur adjektiva dengan menguraikan fungsinya dalam frasa. Kemudian penelitian yang kedua The Nominalization of Adjectives in French: From Morphological Conversion to Categorial Mismatch oleh Lauwers (2008) yang membahas nominalisasi adjektiva dengan cara konversi (tanpa afiksasi) beserta struktur frasa dan makna yang dihasilkan dari proses tersebut. Kedua penelitian yang telah dilakukan tersebut sama-sama membahas nominalisasi, namun ada perbedaan, baik dalam hal bidang yang dikaji maupun teori yang digunakan. Begitu pula dengan bukubuku tata bahasa Perancis, pembahasan tentang hal ini hanya bersifat struktural, tidak disertai dengan kaidah-kaidah pembentukan kata. Penelitian mengenai nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis masih perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam, baik tentang proses afiksasi maupun konversi di dalamnya. Penelitian ini berbeda

7 dengan penelitian sebelumnya, terutama dalam teori yang digunakan, yaitu teori Morfologi Generatif ditambah pula kajian bentuk dan makna gramatikal dari kedua proses nominalisasi tersebut. Penerapan teori ini diharapkan dapat menjelaskan dengan baik tentang proses pembentukan kata, temasuk pembentukan kata-kata potensial dan kaidah penyesuaian yang terjadi dalam proses afiksasi tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Di dalam penelitian ini dibahas tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut. 1. Afiks-afiks apa sajakah yang dapat membentuk nomina dari dasar adjektiva dalam bahasa Perancis? 2. Bagaimanakah proses atau kaidah pembentukan kata dalam nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, baik dengan afiksasi maupun konversi berdasarkan teori morfologi generatif? 3. Apakah fungsi dan makna gramatikal yang terbentuk dari kedua proses nominalisasi adjektiva tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena kebahasaan terutama mengenai proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa

8 Perancis dari sudut pandang Teori Morfologi Generatif. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif pada tata bahasa Perancis terutama dalam pemahaman pembentukan nomina dari bentuk dasar adjektiva. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan masalah, yaitu : 1. mengidentifikasi afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva dalam bahasa Perancis; 2. menjelaskan proses pembentukan kata dalam nominalisasi adjektiva bahasa Perancis dengan menggunakan teori Morfologi Generatif; 3. menemukan makna gramatikal yang terbentuk dari proses nominalisasi tersebut. 1.4 Jangkauan penelitian Jangkauan penulisan dalam penelitian ini adalah proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis, baik dengan penambahan afiks derivasional maupun dengan konversi. Permasalahan yang dibahas mencakup pengidentifikasian afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva, kemudian bagaimana proses pembentukannya, dan makna gramatikal yang terbentuk dari proses tersebut. Data yang diteliti adalah nomina yang berasal dari bentuk dasar adjektiva kualifikatif, yaitu adjektiva yang mendeskripsikan nominanya, seperti bentuk, warna, ukuran, sifat, dan lain-lain.

9 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Kedua manfaat yang diharapkan itu diuraikan berikut ini. 1.5.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan di bidang linguistik terutama kajian Morfologi Generatif. Di samping itu, data dan informasi dalam penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi dalam pemahaman proses derivasi khususnya nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis. 1.5.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi khususnya tentang proses nominalisasi bagi para peneliti lain ataupun pengguna bahasa Perancis di Indonesia. Di samping itu, penjelasan tentang proses morfologis di dalamnya diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang Teori Morfologi Generatif serta dapat menunjang pengajaran bahasa Perancis tentang penggunaan afiks derivasional pada adjektiva dalam membentuk nomina.

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian dalam bidang morfologi sudah banyak dilakukan oleh para linguis. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam penelitian ini, antara lain dapat membuka wawasan tentang topik yang sama dan mengetahui sampai sejauh mana topik ini sudah diteliti. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa hasil penelitian yang berkaitan dengan morfologi bahasa Perancis khususnya masalah nominalisasi dengan menggunakan Teori Morfologi Generatif belum ada. Oleh sebab itu, dianggap perlu untuk meninjau beberapa karya tulis yang membahas masalah morfologi bahasa Perancis dan sejumlah penelitian Morfologi Generatif di luar bahasa Perancis. Jadi, pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan Morfologi Generatif terutama dalam derivasi ataupun afiksasi. Dalam uraian berikut terkandung cakupan penelitian, teori yang digunakan, proses analisisnya, dan hasil yang diperoleh. Pramesti (2008) dalam tesisnya yang berjudul Adjektiva Derivational dalam Bahasa Jepang : Sebuah Kajian Morfologi Generatif mengkaji aturan dan proses pembentukan adjektiva dalam bahasa Jepang dengan afiks derivasional, termasuk menganalisis fungsi dan makna, serta mengidentifikasi perbedaan antara adjektiva turunan dan adjektiva bukan turunan dilihat dari distribusinya dalam kalimat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adjektiva derivasional 10

11 dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan menggunakan prefiks {fu-, ko-, dan ka-} dan sufiks {-(i)ta, -rashi, -ppo, dan teki}. Adjektiva turunan dan adjektiva bukan turunan berbeda kontribusinya dalam kalimat. Adjektiva turunan hanya dapat muncul satu kali dalam sebuah kalimat, sedangkan adjektiva bukan turunan dapat muncul dan menduduki lebih dari satu fungsi sintaksis. Walupun tulisan ini membahas adjektiva bahasa Jepang, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang proses derivasi dengan menggunakan teori morfologi generatif sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini. Simpen (2008) menulis sebuah artikel pada Jurnal Linguistika berjudul Afiksasi Bahasa Bali : Sebuah Kajian Morfologi Generatif. Kajian ini berangkat dari fenomena kebahasaan, khususnya bahasa Bali dalam bidang morfologi, di mana sebagian besar kajian morfologi menggunakan Teori Struktural yang dirasa kurang relevan untuk diterapkan dalam proses pembentukan kata. Misalnya untuk bentuk mebisan berbus dan niyuk menggunakan alat dengan tiyuk/ pisau tidak pernah digunakan dalam percakapan, sedangkan bentuk medokaran berdelman, mesepedaan bersepeda, numbeg mencangkul sangat biasa digunakan dalam bahasa Bali. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini digunakan Teori Morfologi Generatif, yaitu teori baru yang dianggap mampu memberikan penjelasan (explanation adequacy) terhadap fenomena yang ada. Dengan cara ini diharapkan tidak ada bias dalam proses afiksasi. Prinsip dasar dalam Morfologi Generatif adalah proses pembentukan kata dapat menghasilkan bentuk wajar, bentuk potensial, dan bentuk aneh. Mekanisme pembentukan kata biasa melalui idiosinkresi, penyaringan, dan pemblokan.

12 Teori ini juga mengenal adanya penutur yang ideal, yang secara intuitif berbekal kemampuan bahasa bawaan. Oleh karena itu, teori ini mampu menjelaskan bentuk-bentuk potensial dan bentuk-bentuk aneh sejenis niyuk; nyilet, memotlot, memensil. Halle (1973) dan Aronoff (1976) merupakan dua ahli yang memberi warna pada penelitian morfologi generatif. Di samping itu, Scalise (1984) dan Dardjowidjojo (1988) adalah dua ahli yang sangat berperanan dalam pemahaman teori morfologi generatif, khususnya yang berkembang di Indonesia. Walaupun bahasa yang digunakan sebagai objek penelitian dalam dua penelitian di atas tidak serumpun dengan bahasa yang menjadi objek penelitian penulis, penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan kajian pustaka yang memberi banyak sumbangan dalam penelitian penulis. Hal itu mengingat pembahasan proses afiksasi dengan menggunakan teori Morfologi Generatif dapat memberikan kontribusi dalam penelitian ini yang juga akan membedah proses nominalisasi adjektiva dengan menggunakan teori tersebut. Dubois dan Langane (1973: 120) dalam bukunya La Nouvelle Grammaire du Fran ais mengemukakan bahwa kata yang diperoleh setelah penambahan sufiks dan setelah melalui suatu proses transformasi kalimat disebut kata derivasional (mots dérivés). Mereka juga membahas sufiks yang digunakan dalam transformasi suatu bentuk dasar menjadi grup nomina dapat dibagi menjadi dua kelompok tergantung dari bentuk dasarnya apakah merupakan bentuk dasar adjektiva atau participe (suatu bentuk dalam sistem kata kerja bahasa Perancis).

13 Sufiks-sufiks yang ditambahkan pada bentuk adjektiva, antara lain {-at, - ce, -erie, -esse, -eur, -ie, -ise, -ité, -itude, -isme}, sedangkan sufiks-sufiks yang digunakan pada bentuk participe atau kata kerja adalah {-age, -e, -ment, -tion, -ure}. Di dalam buku ini, sama sekali tidak dibahas tentang bagaimana proses pembentukan kata derivasional dengan menggunakan sufiks-sufiks tersebut, demikian pula dengan makna yang dihasilkan dari proses derivasi tersebut. Selain itu, juga tidak disinggung mengenai bentuk derivasi melalui proses konversi. Namun, buku ini telah memberikan kontribusi yang berarti dalam penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam transformasi kalimat dan menentukan sufiks-sufiks pembentuk nomina. Kajian berikutnya adalah sebuah artikel pada jurnal Folia Linguistika dengan judul The Nominalization of Adjectives in French: From Morphological Conversion to Categorial Mismatch oleh Lauwers (2008). Penelitian ini membahas nominalisasi adjektiva yang terfokus hanya pada nominalisasi dengan zero derivation atau dengan tanpa penambahan afiks pada bentuk dasarnya. Contoh le bavard si cerewet (orang), l aveugle si buta (orang), le faux yang salah, le vrai kebenaran. Hal seperti ini juga sering disebut dengan proses konversi, yaitu perubahan kelas kata tanpa pembubuhan afiks. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara sintaksis dan dianalisis berdasarkan distorsi kategorial (distortion categorielle). Jadi, dalam penelitian ini tidak diuraikan mengenai proses nominalisasi adjektiva dengan menggunakan afiksasi. Kontribusinya dalam penulisan penelitian ini adalah tentang bentuk-bentuk

14 konversi adjektiva menjadi nomina dan makna yang terbentuk dari proses tersebut sesuai dengan konteks dalam kalimat. Kajian yang terakhir adalah Nominalizations and the Structure of Adjectives oleh Roy (2007). Dalam artikel ini dipaparkan mengenai struktur adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi adjektiva. Ada dua sumber jenis adjektiva, yaitu predikatif dan atributif. Adjektiva predikatif adalah adjektiva yang dalam kalimat memerlukan kata kerja keadaan sebagai penghubung, sedangkan adjektiva atributif adalah adjektiva yang muncul sebagai modifier dari nomina yang diterangkannya, seperti diungkapkan pada contoh berikut. a. She is a beautiful dancer Adj.atributif Dia adalah seorang penari cantik b. The dancer is beautiful Adj.predikatif Penari itu cantik Selanjutnya dikatakan bahwa hanya struktur adjektiva predikatif yang dapat mengalami nominalisasi. Kemudian dipaparkan mengenai struktur sintaksis kedua tipe adjektiva tersebut. Setelah itu disebutkan bahwa ada dua kelas nomina yang dibentuk dari dasar adjektiva, yaitu sebagai berikut. 1. Nomina keadaan (State-nominals) La popularité de ses chansons m impressionné DEF.f.sg popularitas PREP POSS.2pl. N.f.pl.lagu ku.memukau Kepopuleran lagu-lagunya memukauku Nomina ini mendeskripsikan suatu keadaan dan memerlukan struktur argumen serta hanya dapat diderivasikan dari adjektiva predikatif.

15 2. Nomina kualitas (quality-nominals) La fierté l aveugle DEF.f.sg kebanggan COD-dia buta Kebanggaan membutakan dia Sebaliknya, nomina kualitas tidak memerlukan struktur argumen dan menggambarkan suatu kualitas. Secara umum penelitian ini cukup menarik terutama tentang struktur adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi, sedangkan kelemahannya adalah penjelasan mengenai bagaimana proses pembentukan nomina dari adjektiva masih sangat kurang. Berdasarkan kajian-kajian di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian mengenai derivasi dalam bahasa Perancis, terutama tentang nominalisasi adjektiva masih perlu dilakukan untuk menambah keragaman penelitian tentang kajian morfologi. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam dua penelitian pertama, objek bahasanya jelas berbeda (bahasa Jepang dan bahasa Bali), namun sama-sama menggunakan Teori Morfologi Generatif untuk menggambarkan proses afiksasi sehingga dapat dijadikan acuan untuk menganalisis data pada penelitian ini. Pada tiga kajian berikutnya yang juga membahas proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis, sejauh ini hanya sebatas mendeskripsikan jenis-jenis afiks derivasional dan proses derivasi adjektiva menjadi nomina hanya digambarkan secara struktural. Di samping itu, teori Morfologi Generatif belum pernah diterapkan dalam proses analisis nominalisasi adjektiva oleh para linguis Perancis.

16 2.2 Konsep Sebelum pemaparan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, disampaikan juga konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung untuk dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep tersebut diuraikan berikut ini. 2.2.1 Leksem dan Kata Mengutip pendapat Lyon, Kridalaksana (1996) membedakan istilah kata dan leksem. Di dalam tulisannya, ia menggunakan leksem sebagai satuan dasar dalam leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Dengan perkataan lain, leksemlah yang merupakan bahan dasar yang telah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika. Lyons (1977:23) menyatakan lexemes are the words that a dictionary would list under a separate entry yang berarti bahwa leksem merupakan kata yang menjadi entri dalam kamus. Dalam kamus, leksem WALK berjalan akan dengan mudah ditemukan sebagai entri (leksem), sedangkan bentuk walked, walks, dan walking tidak akan ditemukan dalam entri yang terpisah karena katakata tersebut merupakan bentuk lain dari leksem WALK. Huruf capital kecil digunakan untuk menunjukkan leksem yang membedakannya dengan kata (Boiij, 2007:3). Jadi, kita harus membedakan leksem dengan kata, yaitu leksem sebagai unit yang abstrak, sedangkan kata merupakan unit konkret yang digunakan dalam

17 kalimat (Matthews, 1974:22). Kata sebagai satuan yang memiliki makna dan terdiri atas satu morfem atau lebih. 2.2.2 Infleksi dan Derivasi Menurut Bauer (1988:80), dalam buku Introducing Linguistic Morphology, morfologi dipilah atas morfologi derivasional dan morfologi infleksional. Infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat melengkapi bentuk-bentuk leksem dan derivasi menjadi bagian dari leksis karena menyediakan leksem-leksem baru. Morfologi leksikal mengkaji kaidah-kaidah pembentukan kata yang menghasilkan kata-kata baru yang secara leksikal berbeda (beridentitas baru) dari kata yang menjadi dasarnya. Hal ini berbeda dengan morfologi infleksional yang mengkaji hasil-hasil pembentukan kata yang berasal dari leksem yang sama. Mathews (1974: 38) membedakan antara proses infleksi dengan proses pembentukan kata (word formation) yang mencakup derivasi dan komposisi Derivasi adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata- kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); sedangkan infleksi menghasilkan bentukan kata-kata yang berbeda dengan paradigma yang sama. Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan, sedangkan pembentukan infleksi bersifat teramalkan (predictable). Misalnya, verba work bekerja otomatis akan dikenali works, worked, working (bentukan infleksional yang teramalkan); berbeda dengan contoh derivasi work bekerja worker pekerja, apakah agree setuju agreer?

18 Sehubungan dengan derivasi dan infleksi, Booij (1988:39) juga menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya (part of speech). Misalnya, kata-kata teach mengajar, build membangun, dan sweep menyapu adalah verba, tetapi jika ditambahkan afiks derivasional -er, akan menjadi nomina teacher pengajar, builder pembangun, dan sweeper tukang sapu. Jika ditambahkan sufiks -ly pada adjektiva happy senang, loud keras, smooth lembut, akan didapatkan adverbia happily dengan gembira, loudly dengan keras (suara), smothly dengan lembut. Haspelmath (2002:60--83) juga mengungkapkan hal yang sama mengenai infleksi dan derivasi dengan para pendahulunya, yaitu morfologi menggunakan terminologi yang berbeda untuk membicarakan infleksi dan derivasi. Dalam bukunya Understanding Morphology dipaparkan bahwa makna infleksi pada bahasa ditemukan sangat terbatas, banyak di antaranya muncul dari kata-kata inti yang umum dari nomor, kasus, aspek, mood, dan agreement persetujuan, sedangkan makna derivasi lebih bervariasi. Samsuri (1982: 198) di dalam buku Analisis Bahasa mengungkapkan pendapatnya tentang derivasi dan infleksi, yaitu bahwa derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi adalah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Samsuri menyatakan bahwa di dalam bahasa-bahasa Eropa, utamanya Inggris, pengertian derivasi dan infleksi dapat dikenakan secara konsisten. Misalnya: books (dari book), stop, stopped, stopping (stop); prettier, prettiest (pretty); sebagai contoh

19 infleksi. Sebaliknya, derivasi dicontohkan: runner (run), beautify (beauty). Semua bentuk, seperti book jika mendapat sufiks -s (plural), merupakan infleksi, seperti car-cars, table-tables, dsb. Namun, di dalam bahasa Indonesia tidaklah demikian karena sistem afiks bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Oleh sebab itu, masih merupakan persoalan, apakah pengertian infleksi dan derivasi dapat diterapkan secara konsisten di dalam bahasa Indonesia. Lessard (1996) dalam Introduction à la Linguistique Fran aise juga membagi proses morfologi ke dalam dua jenis, yaitu la morphologie derivationnelle di mana proses tersebut menghasilkan suatu jenis kata yang baru (dengan menambahkan afiks) dan la morphologie flexionnelle yang tidak menghasilkan suatu kata yang baru (seperti penambahan penanda jamak dan penambahan akhiran dalam konjugasi verba). Dalam hal ini, afiks infleksional cenderung diletakkan setelah afiks derivasional, misalnya kata tristesses kesedihan-kesedihan. Pada kata itu terdapat tiga morfem, yaitu triste sedih, sufiks -esse yang memberi makna keadaan/kualitas seperti yang disebutkan pada bentuk dasar, dan s yang merupakan penanda jamak. [triste] A + [-esse] [tristesse] N.sg (1) [tristesse] N + [-s] [tristesses] N.pl (2) Proses (1), akhiran esse (afiks derivasional) dilekatkan terlebih dahulu untuk mengubah bentuk dasar adjektiva triste menjadi sebuah nomina abstrak tunggal tristesse kesedihan. Setelah itu, baru mendapat akhiran s untuk membuat nomina dalam bentuk jamak (afiks infleksional).

20 2.2.3 Bentuk Dasar (Base) Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1985:45). Pendapat lain menyatakan bahwa bentuk dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar suatu proses morfologis, artinya bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Bentuk dasar tersebut berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem (Chaer, 1994:159), contoh : kata berlayar terdiri atas morfem ber- dan layar, maka layar adalah bentuk dasar dari kata berlayar itu. Bentuk dasar dapat dibedakan menjadi bentuk dasar bebas dan bentuk dasar terikat. Ciriciri bentuk dasar adalah: (1) satuan bentuk lingual yang terkecil dalam sebuah kosakata, (2) satuan yang berperan sebagai masukan dalam proses morfologis, (3) merupakan bahan baku dalam bahan morfologis, (4) sebagai unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis. Bentuk dasar dalam teori Morfologi Generatif termasuk dalam DM (daftar morfem) yang membedakan morfem dasar dan morfem terikat (Dardjowidjojo, 1998 :65). Morfem bebas adalah kata yang mampu berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi dan telah memiliki kategori tertentu, seperti kategori nomina, verba, adjektiva, adverbial, dan numeralia. Sebaliknya morfem terikat adalah bentuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi, belum memiliki makna tertentu, dan belum memiliki kategori leksikal. Jadi, morfem ini tidak dapat

21 muncul dalam tuturan tanpa digabung dahulu dengan morfem lain. Dalam hal ini semua afiks dikatakan sebagai morfem terikat. Perhatikan contoh dalam bahasa Perancis (BP) berikut : tables meja, grandes besar, maisons rumah, vendeur penjual, incomplete tidak lengkap. Bentuk-bentuk dalam tulisan cetak miring merupakan morfem bebas atau bentuk dasar karena dapat ditemukan berdiri sendiri dalam tuturan. Sebaliknya, bentuk -s, -es, - -eur, in- merupakan morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut adalah afiks yang harus digabungkan dengan bentuk lain agar dapat memiliki makna gramatikal. 2.2.4 Nominalisasi Sebelum beranjak pada istilah nominalisasi, ada baiknya dibahas tentang apa itu nomina. Dalam tata bahasa Indonesia, kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan, yang menurut wujudnya dibagi atas kata benda konkret dan kata benda abstrak (Keraf, 1984: 63). Dalam bahasa Perancis, kata benda adalah bagian yang paling penting dalam suatu grup nomina, yang dibentuk dengan didahului oleh suatu determinan. Kata benda dapat berupa makhluk hidup (manusia, anjing, nama diri) ataupun benda-benda (mobil, rumah, buku, dll.). Selain itu, juga dapat bermakna suatu kualitas (kecantikan, kekuatan) ataupun suatu aksi (pembersihan, keberangkatan, dan sebagainya). Namun, yang paling penting dalam menentukan kelas nomina adalah melalui fungsi sintaksisnya dalam kalimat (Dubois, 1973: 39). Samsuri (1981 :87) mendeskripsikan nominalisasi secara terperinci berdasarkan kajian transformasi generatif bahwa nominalisasi adalah proses atau