BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari manusia tidak

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMALB TUNANETRA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNANETRA

I. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATEMATIKA SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno.

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Tabel 1: Kompetensi Inti Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

Lembar Kerja Siswa. Matematika. Operasi Aljabar. SMP Kelas VIII. Sub pokok bahasan : Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMALB TUNANETRA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

N. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMALB TUNANETRA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KELAS EKSPERIMEN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Shadiq (2004) Suatu

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lembar Kerja Rancangan Pembelajaran Berbasis Proyek

Tabel 3.1 Rincian kegiatan penelitian kegiatan Maret April Mei Juni Juli

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

PLPG CEPI SAFRUDDIN ABD. JABAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (24)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMALB TUNANETRA

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNANETRA

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

12-LK RPP-EMA PUSPASARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

M. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMALB TUNANETRA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga siap untuk menghadapi setiap perubahan yang terus menerus. Melalui pendidikan, manusia dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kreatifitas terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan pada semua aspek kehidupan. Menurut Buchori (dalam Trianto, 2011, hlm. 5), Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga betujuan untuk membentuk manusia yang memiliki pengetahuan, mandiri, cermat dan bertanggung jawab. Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2010, hlm. 34), Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pendidikan dan kepribadian peserta didik sangat berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia, salah satunya ialah pendidikan matematika, dalam kurikulum dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Tujuan pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang menekankan pada pencapaian kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran yang dilakukan melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/ menalar, dan mengkomunikasikan (Depdiknas, 2013). Pada kurikulum 2013, tujuan pembelajaran matematika terlihat pada kompetensi inti dan kompetensi dasar tiap satuan pendidikan. Untuk Sekolah Menengah Atas kompetensi yang ingin dicapai antara lain: 1

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedual) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, terkait fenomena dan kejadian tampak mata. 4. Mengolah, menyajikan, dan menalar dalam ranah konkret. (Mengunakan, mengurai,merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, mengarang) sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Pada tujuan pembelajaran kurikulum 2013 maupun kurikulum sebelumnya, terlihat bahwa kemampuan matematis perlu dimiliki siswa, karena ketika siswa memahami konsep-konsep matematika, maka siswa tersebut mulai merintis kemampuan-kemampuan pemahaman matematis yang lainnya. Dalam pelajaran matematika tentu memiliki kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh semua siswa. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan yang dimaksud dalam tujuan pendidikan tersebut. Hal ini dijelaskan secara tersirat pada pemetaan kompetensi dasar dan kompetensi inti yang ketiga yaitu tentang pengetahuan terhadap materi ajar dan kompetensi inti yang keempat yaitu tentang keterampilan. Menurut National Council of Teachers of Mathematics (2000), ada lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa di semua tingkatan, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan konenksi matematis merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikembangkan dan harus dimiliki setiap siswa dalam memecahkan sebuah permasalahan. Bruner (dalam Ruseffendi, 2006, hlm. 152) berpendapat: Dalam matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri 2

misalnya). Oleh karena itu agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan kaitan itu. Sedangkan NCTM (1989, hlm. 32) berpendapat, melalui koneksi matematika maka siswa akan memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang utuh bukan sebagai materi yang berdiri sendiri, serta siswa akan menyadari kegunaan dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dari pernyataan Bruner dan NCTM dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan koneksi matematis mempunyai peranan tersendiri yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terintegrasi dengan baik antar topiknya yang memiliki hubungan dengan disiplin ilmu lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Novia (2015, hlm.2) mengenai kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 30 Bandung tahun ajaran 2014/2015 dengan ukuran sampel 40 orang, diperoleh nilai rata-rata kemampuan koneksi matematis siswa sebesar 40%. Dari analisis jawaban siswa diperoleh hasil sekitar 39% untuk kemampuan koneksi berbagai representasi konsep dan prosedur, 48% untuk kemampuan koneksi antar pokok bahasan matematika, 18% untuk kemampuan koneksi antara matematika dengan studi bidang lain dan 45% untuk kemampuan koneksi matematika dengan kehidupan nyata. Kenyataan di lapangan, hasil penelitian Sugiman (dalam Novia, 2015, hlm. 2) mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah pertama yaitu 53,8%. Adapun rata-rata persentasi penguasaan untuk setiap aspek koneksi adalah koneksi inter topik matematika 63% antar topik matematika 41% matematika dengan pelajaran lain 56% dan matematika dengan kehidupan 55%. Pentingnya penguasaan ilmu matematika bagi siswa sayangnya tidak selaras dengan tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari ilmu matematika. Berdasarkan studi pendahuluan di SMA Kartika XIX-1 Bandung kelas XI yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa kemampuan matematis siswa masih rendah. Hal tersebut terbukti saat peneliti melakukan observasi pembelajaran di dalam kelas, saat guru memberikan evaluasi soal yang memiliki keterkaitan 3

4 dengan konsep yang pernah dipelajari sebelumnya, siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Selain aspek kognitif yaitu koneksi matematis, maka perlu juga peningkatan aspek afektif, yaitu aspek psikologis yang berhubungan dengan sikap siswa sebagai penunjang keberhasilan dalam pembelajaran, khususnya ketika mengahadapi soal-soal koneksi matematis yaitu self-efficacy. Pembelajaran yang tidak menarik minat siswa pun dapat mengakibatkan self-efficacy yang rendah. Self-Efficacy dalam matematika adalah keyakinan siswa atau individu terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan belajar matematika untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut yang termuat dalam dimensi Magnitude, Level, dan Strength. Bandura (dalam Lunenburg, 2011) Berdasarkan studi pendahuluan yag dilakukan oleh Putri dan Santosa (2015, hlm. 265) rendahnya prestasi belajar matematika juga dialami oleh siswa-siswa SMA Negeri 4 Magelang. Berdasarkan data beberapa hasil ulangan matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4 Magelang yang peneliti peroleh dari guru matematika, hanya terdapat 7-10 siswa dari 36 siswa dalam satu kelas yang telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sedangkan nilai siswa yang lain masih berada di bawah KKM. Hal ini merupakan indikator bahwa pencapaian prestasi belajar matematika siswa SMA Negeri 4 Magelang belum maksimal. Seperti pendapat Evans (2007, hlm. 24) yang mengartikan prestasi belajar sebagai student ability in computations and solving problems, which can normally be measured by written tests. Prestasi belajar adalah kemampuan siswa dalam perhitungan dan penyelesaian masalah yang biasanya diukur dengan menggunakan tes tulis. Pengertian dari Evans ini mengindikasikan bahwa salah satu indikator siswa memiliki prestasi belajar yang baik adalah ketika mereka mampu menghitung dan menyelesaikan masalah dengan baik. Hasil observasi penelitian Putri dan Santosa (2015, hlm. 265), beberapa siswa di kelas tersebut selalu mengalami krisis percaya diri dan selalu pesimis/kurang memiliki keyakinan dalam menyelesaikan soal/permasalahan matematika yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran matematika, masih sering

5 dijumpai adanya kecenderungan siswa yang tidak mau bertanya kepada guru tentang cara penyelesaian masalah matematis meskipun sebenarnya siswa belum mengerti tentang materi yang dipelajari. Ketika guru menanyakan bagian mana yang belum mereka mengerti, respon siswa hanya diam, setelah siswa menyelesaikan tugas mengerjakan soalsoal latihan barulah guru mengetahui ternyata banyak siswa yang tidak tahu cara menyelesaikannya. Di samping itu, rasa percaya diri dan tingkat keyakinan siswa masih kurang jika diminta guru untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Seperti contoh, ketika guru meminta siswa mengerjakan soal di papan tulis, siswa tidak mau maju ke depan karena takut salah dan kurang yakin pada dirinya sendiri apakah pekerjaannya benar. Ketika siswa terhadap jawaban dari soal matematika yang diberikan guru, yang dia lalukan selanjutnya adalah membandingkan hasil pekerjaannya dengan hasil pekerjaan teman. Hasil pekerjaan siswa yang ditunjukkan oleh guru kepada peneliti terkesan ragu-ragu dalam menuliskan langkah-langkah penyelesaian padahal konsep awal penyelesaian sudah benar. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa Self-efficacy siswa masih rendah. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi berbagai macam faktor, misalnya pemilihan model pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan Wahyudin (2005, hlm. 1) bahwa sukarnya matematika bukan berarti tidak bisa diupayakan menjadi mudah, asalkan guru matematika mau mencari berbagai macam strategi, metode, ataupun pendekatan dalam pembelajaran matematika sedemikian hingga matematika menjadi mudah diajarkan oleh guru serta mudah dipelajari oleh siswa. Selain itu Suherman (2001, hlm. 124) menyatakan, Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas. Dengan kemampuan koneksi matematis yang baik, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai bagian yang terpisah tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk memahami konsep-konsep baru. Pengalaman belajar siswa dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dikaitkan dengan konsep-konsep matematika yang akan dipelajari.

6 Untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang disebutkan, maka diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan prestasi belajar matematika, melatih kemampuan koneksi matematis dan self-efficay siswa serta melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Strategi tersebut adalah strategi pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering). Model pembelajaran REACT merupakan suatu alternatif pendekatan yang berupaya membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa itu terwujud dalam masalah satu karakteristik pendekatan Model Pembelajaran REACT yaitu memberikan siswa peluang untuk mencari dan menghubungkan masalah sehari-hari yang dialami siswa yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Dengan terlibatnya siswa secara aktif dalam proses pembelajaran maka diharapkan kemampuan koneksi matematis siswa dalam matematika akan terus terlatih dengan baik. Proses pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran REACT merupakan suatu siklus kegiatan. Artinya, proses tersebut tidak pernah terputus. Pembelajaran diawali dengan tahap relating. Pada tahap ini guru mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan pengetahuan baru yang akan dibahas dengan memunculkan permasalahan-permasalahan yang akrab dengan keseharian siswa. Tahap kedua adalah experiencing. Pada tahap ini guru mengajak siswa untuk menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen. Setelah siswa menemukan konsep pada tahap experiencing, pembelajaran dilanjutkan ke tahap applying yaitu penerapan konsep melalui latihan soal yang sifatnya realistis. Tahap pembelajaran keempat adalah cooperating, yaitu kerjasama kelompok untuk mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik. Tahap pembelajaran paling akhir adalah transfering. Pada tahap ini guru mencoba membimbing siswa mentransfer pengetahuan konsep yang sudah didapatkan dalam proses pembelajaran ke konteks pengetahuan lain yang lebih kompleks. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Selfefficacy Siswa SMA Melalui Model Pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering).

7 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, identifikasi masalah dari penelitian ini adalah: 1. Rerata kemampuan koneksi matematis siswa sekolah menengah masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian Sugiman (dalam Novia, 2015, hlm. 2) mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah pertama yaitu 53,8%. Adapun rata-rata persentasi penguasaan untuk setiap aspek koneksi adalah koneksi inter topik matematika 63% antar topik matematika 41% matematika dengan pelajaran lain 56% dan matematika dengan kehidupan 55%. 2. Rendahnya self-efficacy siswa. Berdasarkan hasil observasi penelitian Putri dan Santosa (2015, hlm. 265), yaitu dalam proses pembelajaran matematika, masih sering dijumpai adanya kecenderungan siswa yang tidak mau bertanya kepada guru tentang cara penyelesaian masalah matematis meskipun sebenarnya siswa belum mengerti tentang materi yang dipelajari. C. Rumusan Masalah Berdasarkan Identifikasi Masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 2. Apakah self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 3. Bagaimana efektivitas pembelajaran REACT untuk kemampuan koneksi matematis? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan pengkajian materi ini adalah: 1. Mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

8 2. Mengetahui self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional. 3. Mengetahui efektivitas pembelajaran REACT untuk kemampuan koneksi matematis. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari pengkajian materi ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan matematika. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan bahan yang dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk mengembangkan pembelajaran matematika. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Model pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering) dapat dijadikan alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa. b. Bagi Siswa Model pembelajaran REACT diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar matematik, meningkatkan kemampuan koneksi matematisdan self-efficacy siswa serta menarik minat belajar siswa yang kesulitan dalam mempelajari matematika. c. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian bersama agar dapat meningkatkan kualitas sekolah. F. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda maka ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut: 1. Kemampuan Koneksi Matematis adalah kemampuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep matematika, konsep bidang studi lain, atau dengan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

9 2. Model pembelajaran REACT adalah model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk menanamkan konsep pada siswa. Siswa diajak menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya, bekerja sama, menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan mentransfer dalam kondisi baru. 3. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru, kegiatan utamanya guru menerangkan materi dan memberikan contoh soal untuk melengkapi penjelasan dari guru, akan tetapi mengerjakan latihan soal dan bertanya hal yang tidak dimengertinya. 4. Self-efficacy adalah kepercayaan atau keyakinan diri seseorang akan kemampuan untuk mengatur atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pada tingkatan yang dipilihnya. Indikator Self-efficacy, yaitu: (1) Magnitude adalah level berhubungan dengan tarap kesulitan tugas; (2) Strength adalah kekuatan tentang kecakapan individu; (3) Generality adalah suatu konsep bahwa Self-efficacy, seseorang tidak terbatas pada situasi yang spesifik saja. G. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi berisi tentang urutan penulisan dari setiap bagian bab dalam skripsi mulai dari bab I hingga bab V. Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi yang di dalamnya berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika skripsi. Bab II berisi tentang kajian teori dan hipotesis penelitian yang terdiri dari kajian teori, hasil penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, asumsi dan hipotesis. Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang terdiri dari metode penelitian, desain penelitian, subjek dan objek penelitian, pengumpulan data dan instrument penelitian, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian, dan pembahasan penelitian. Bab V menyajikan penafsiran dari pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian yang terdiri dari kesimpulan dan saran.