BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut azas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah. Dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Sebagaimana, pasal 18 ayat (1) Undang-undang 1945 menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan Daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Propinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai Pemerintah Daerah yang diatur dengan Undang-undang. Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikatakan sebagai salah satu tonggak penting dalam sejarah pembangunan negeri ini. Telah diketahui bahwa penyelenggaraan otonomi daerah merupakan suatu keharusan bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan terselenggaranya otonomi daerah yang baik. Untuk dapat melaksanakan tugas otonomi dengan sebaikbaiknya, maka ada beberapa faktor atau syarat yang perlu mendapatkan perhatian diantaranya adalah faktor keuangan (Josef Riwu Kaho, 1988). Setiap kegiatan pemerintah pasti membutuhkan biaya. Semakin besar jumlah yang tersedia, maka semakin banyak kemungkinan kegiatan atau perencanaan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Demikian juga 1

semakin baik pengelolaannya semakin berdayaguna pemakaian uang tersebut. Sehingga tidaklah berlebihan bilamana dikatakan bahwa uang adalah merupakan soko guru dari otonomi daerah (Abdurrahman, 1987). Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasarat system pemerintah daerah. Dengan demikian daerah-daerah otonomi itu harus dapat menggali sumber-sumber pendapatan atau keuangan sendiri agar dapat memenuhi segala pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Sedangkan pemerintah pusat harus juga mempunyai sumbersumber keuangan yang cukup agar dapat menjalankan roda pemerintahan rasional disamping untuk memberikan subsidi-subsidi kepada masing-masing daerah untuk menunjang pelaksana otonomi dan pembangunan di daerah (Kartasapoerta, 1987). Penyelenggaraan otonomi daerah dan masalah keuangan merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan, sehingga baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah senantiasa berusaha meningkatkan pendapatannya agar penyelenggaraan otonomi daerah dalam rangka pelaksana pemerintahan dan pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik. Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan otonomi daerah yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber-sumber itu terdiri dari: 2

1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Penyelenggaraan otonomi daerah yang didasarkan pada pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan pembagian keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pemberian otonomi yang didasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan menjadikan setiap daerah mempunyai kewenangan dan sumber keuangan yang berbeda-beda. Dalam memasuki era reformasi pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut merubah struktur pemerintah sentralisasi menjadi struktur pemerintah desentralisasi. Dengan desentralisasi maka peranan kabupaten dan kota akan semakin dominan. Setelah munculnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka arah kebijakan pengelolaan keuangan dituntut untuk lebih efisien, efektif dan transparan, sehubungan dengan adanya perimbangan keuangan tersebut. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu mempersiapkan secara optimal terutama kesiapan sumber daya aparatur pemerintah daerah untuk mengelola keuangan di daerahnya. Sidik (2002) menyatakan bahwa dalam era ini, pemerintah 3

daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi (keuangan lokal), khususnya Pendapatan Asli Daerah. Kemampuan pendapatan asli daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah merupakan tolak ukur kemandirian keuangan daerah dalam upaya mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab. Semakin meningkatnya Pendapatan Asli Daerah, mengidentifikasikan bahwa kemampuan keuangan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas di bidang pemerintahan umum dan pelayanan kepada masyarakat serta mempercepat pembangunan di daerah. Mardiasmo (2002) mengatakan bahwa sebelum era otonomi harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai belanja daerah. Dengan adanya penyelenggaraan otonomi daerah, maka pemerintahan daerah dapat mandiri dan mencari dana sendiri melalui pendapatan asli daerah. Setelah adanya otonomi yang mandiri maka pemerintah daerah tidak tergantung pada dana dari pusat. Penyelenggaraan otonomi daerah yang didasarkan pada pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan pembagian keuangan pemerintah pusat dan daerah. 4

Penelitian tentang pelaksanaan otonomi daerah telah dilakukan oleh Ayum Heftia Ningsih (2005) tentang pendapatan asli daerah kabupaten/kota di Kalimantan Timur sebelum dan sesudah otonomi daerah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan PAD kabupaten/kota di Kalimantan Timur sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Desy Ayu Lidya Ningsih (2007) di propinsi Kalimantan Barat menggunakan wilcoxon sign rank menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara PAD sebelum dan sesudah otonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Sularmi dan Agus Endro Suwarno (2006) yang menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah ditinjau aspek keuangan di wilayah Karesidenan Surakarta. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kemandirian pemerintah daerah di setiap Kabupaten/kota di Karesidenan Surakarta masih relatif rendah karena pemerintah daerah masih sangat tergantung kepada pemerintah pusat, sehingga dapat dikatakan pemerintah daerah Karisidenana Surakarta dilihat dari segi keuangannya belum berhasil untuk mencukupi kebutuhan daerahnya sendiri. Penelitian Agus Tri Basuki (2004) menganalisis kebijakan APBD dari aspek implementasi diberlakukan otonomi daerah pada pemkot Yogyakarta. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerimaan Kota Yogyakarta masih mengandalkan bagian hasil pajak/non pajak. Hal ini dilihat pada tahun 1992 ketergantungan penerimaan terhadap pusat hanya 8,1%, dan meningkat menjadi 62,1 % pada tahun 2002. Dari gambaran ini pemerintah daerah 5

bersama-sama dengan DPRD harus kreatif dan inovatif dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah setelah diberlakukan otonomi daerah. Penelitian Setiaji dan Adi (2007) yang menganalisis kemampuan keuangan daerah sesudah otonomi daerah menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan PAD antara sebelum dan sesudah otonomi daerah. Pertumbuhan PAD setelah otonomi lebih tinggi dibanding pertumbuhan PAD sebelum otonomi. Kontribusi PAD terhadap belanja justru lebih rendah dibanding kontribusi setelah otonomi. Peningkatan PAD disebabkan karena meningkatnya penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Upaya peningkatan PAD melalui pajak pajak daerah dan retribusi daerah akan berhasil bila pemerintah daerah bersungguhsungguh meningkatkan pelayanan publiknya. Peningkatan pelayanan publik ini tercermin dari meningkatnya proporsi belanja pembangunan. Seiring dengan meningkatnya PAD diharapkan tingkat kemandirian pemerintah daerah semakin meningkat. Tingkat kemandirian ini ditunjukkan dengan kontribusi PAD (share) untuk mendanai belanja-belanja daerahnya. Pemberian otonomi yang didasarkan pada azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan menjadikan setiap daerah mempunyai kewenangan dan sumber keuangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dengan melihat kondisi nyata yang terjadi di tingkatan pemerintah daerah yang seharusnya peran PAD semakin besar dalam membiayai berbagai belanja daerah dan berdasarkan kesimpulan penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk meneliti ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN 6

KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KOTA PALEMBANG B. Batasan Masalah Penulis membatasi sampel dalam penelitian ini hanya pada kota Palembang di Propinsi Sumatera Selatan yang sudah menjadi kota sejak tahun anggaran 1999, dan melaksanakan otonomi sejak ditetapkan pada bulan Januari 2001 dan sampai sekarang kota tersebut masih berada di lingkup pemerintahan kota Sumatera Selatan. Agar pembahasan tidak menyimpang terlalu jauh dari tujuan yang hendak dicapai dan agar pembahasan objek yang akan diteliti bisa lebih mendalam, maka penulis membatasi masalah pada : 1. Kemampuan Keuangan Daerah yang meliputi Pertumbuhan (Growth) dan Kontribusi (Share) di Kota Palembang. 2. Data yang digunakan sebagai sampel dua tahun sebelum otonomi dan dua tahun sesudah otonomi daerah. a. Pra-otonomi daerah yaitu tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 b. Pasca-otonomi daerah yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 C. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan (growth) PAD sebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kota Palembang? 7

2. Apakah terdapat perbedaan kontribusi (share) PAD terhadap belanja sebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kota Palembang? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan (growth) PAD sebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kota Palembang. 2. Untuk mengetahui perbedaan kontribusi (share) PAD terhadap belanja sebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kota Palembang. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Diharapkan dapat memberi tambahan pemahaman tentang penyelenggaraan otonomi daerah kaitannya dengan Pendapatan Asli Kota Palembang. 2. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori dan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan Pemerintah Kota Palembang. 8