BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK-HT PT. SBA WI, Kecamatan Tulung Salapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya dilaksanakan analisis biomassa dan karbon di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 008 Maret 009. 4. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. (umur, 4 dan 6 tahun), tumbuhan bawah dan serasah pada lahan bekas terbakar. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : Peta lokasi, peta kerja, GPS, haga hypsometer, phi-band, kompas, gergaji mesin, timbangan, meteran, tali tambang, parang, patok, tally sheet, oven dan tanur. 4.3 Pengumpulan Data 4.3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung di lapangan meliputi data vegetasi, tumbuhan bawah, serasah (nekromassa). Sedangkan data sekunder merupakan data penunjang berupa keadaan umum lokasi, data curah hujan, data iklim dan data periode kebakaran. 4.3. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini dibatasi pada variabel tanaman dan serasah di atas permukaan.
30 a. Variabel Tanaman Variabel tanaman yang diukur dan diamati adalah pohon dan tumbuhan bawah dengan kriteria sebagai berikut : 1. Pohon, yaitu semua tanaman Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. yang masuk dalam plot contoh. Variabel yang diamati adalah diameter setinggi dada (DBH) dan tinggi total (H). Untuk pohon terpilih sebagai contoh uji untuk penduga biomassa dan karbon pohon selain diameter dan tinggi, peubah yang diukur di lapangan adalah berat basah berdasarkan bagianbagian pohon (batang, cabang, ranting, daun, buah dan bunga). Di laboratorium peubah yang diukur adalah kadar air, kadar zat arang terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat.. Tumbuhan Bawah, terdiri dari tumbuhan berkayu (diameter < 5 cm) dan tumbuhan tidak berkayu. Peubah yang diukur di lapangan adalah berat basahnya saja dan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat arang terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat. b. Variabel Serasah Variabel serasah (nekromassa) yang diamati dan diukur adalah nekromassa berkayu dan nekromassa tidak berkayu dengan kriteria sebagai berikut : 1. Nekromassa berkayu, yaitu pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang, ranting yang masih utuh dengan diameter 5 cm. Peubah yang diukur di lapangan adalah diameter, panjang/tinggi, berat basah. Sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat arang, kadar abu dan kadar karbonnya.. Nekromassa tidak berkayu berupa serasah daun dan ranting atau bagian tanaman lainnya dengan diameter < 5 cm yang masih utuh. Di lapangan ditimbang untuk mengukur berat basahnya. Sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat arang, kadar abu dan kadar karbonnya.
31 4.4. Prosedur Penelitian di Lapangan 4.4.1 Pembuatan Plot Pengambilan Contoh Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan plot untuk pengukuran dan pengambilan contoh pada tiap-tiap umur tanaman Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. yang telah ditetapkan, yaitu umur, 4 dan 6 tahun di lahan gambut bekas terbakar. Langkah-langkah pembuatan plot tersebut adalah sebagai berikut (FORDA dan JICA, 005) : 1. Untuk pengambilan pohon contoh pada masing-masing kelas umur dilakukan dengan membuat plot sebanyak 4 plot dengan ukuran 30 m x 0 m, dengan jarak antar sebesar 10 m dalam setiap umur (Gambar 3).. Pada masing-masing plot analisis vegetasi diletakkan buah sub plot berupa kuadran berukuran m x m yang diletakkan secara nested sampling untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah dan contoh serasah yang terdapat di lantai hutan (Gambar 4). 30 m 10 m 0 m Plot 1 Plot 10 m Plot 3 Plot 4 Gambar 3. Desain plot pengambilan pohon contoh pada masing-masing kelas umur dengan ukuran 0 m x 30 m.
3 m m Sub plot untuk pengambilan tumbuhan bawah dan serasah 0 m 30 cm Gambar 4. Desain sub plot di dalam plot pengambilan pohon contoh pada masing-masing kelas umur untuk pengambilan tumbuhan bawah dan serasah dengan ukuran m x m. 4.4. Pengambilan Contoh Vegetasi Pengukuran kandungan karbon pada tanaman diawali dengan pengambilan sampel biomassa yang dilakukan dengan cara inventarisasi seluruh tegakan yang masuk dalam plot contoh. Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran diameter batang setinggi dada (DBH) dan tinggi total (H). Setelah dilakukan pengukuran diameter batang dan tinggi akan didapatkan sebaran ukuran diameter batang dan tinggi tanaman akasia dari berbagai kelas umur (, 4 dan 6 tahun). Selanjutnya dilakukan perhitungan rata-rata diameter dan tinggi dari masing-masing kelas umur. Dalam menduga biomassa dan karbon pada masing-masing plot ukuran 0 m x 30 m dipilih 3 pohon sebagai pohon contoh sehingga total pohon contoh 1 untuk masing-masing kelas umur.
33 Gambar 5. Pengukuran diameter (DBH) A. crassicarpa di lokasi penelitian Pohon contoh yang terpilih kemudian ditebang, selanjutnya dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon : batang, cabang, ranting, dan daun. Batang dan cabang yang panjang akan dibuat beberapa sortimen dengan ukuran 100 cm. Setelah menjadi sortimen dilakukan pengukuran diameter pangkal, diameter ujung dan panjang segmen. Masing-masing bagian pohon (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) ditimbang untuk mengetahui berat total dari setiap pohon sampel tersebut. Setelah dilakukan penimbangan, pada masing-masing bagian pohon diambil contohnya sebanyak 00 gram dan dimasukkan ke dalam paper bag dan diberi kode untuk dianalisis di laboratorium.
34 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 6. Prosedur pengambilan sampel di lapangan: (a) penebangan pohon contoh, (b) pemisahan batang, cabang dan ranting, (c) pengumpulan daun, (d) penimbangan daun, (e) penimbangan ranting dan (f) penimbangan batang.
35 4.4.3 Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah Semua tumbuhan bawah yang terletak di dalam sub plot ukuran m x m diambil secara destruktif dan ditimbang untuk mengetahui berat basahnya. Sama halnya dengan tumbuhan bawah, serasah juga diambil yaitu serasah yang masuk dalam sub plot ukuran m x m. Serasah yang masuk dalam sub plot tersebut dikelompokkan menjadi serasah berkayu dan tidak berkayu. Masing-masing serasah ditimbang di lapangan untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya dari masing-masing tumbuhan bawah dan serasah tersebut diambil contoh uji sebanyak 00 gram untuk dianalisis di laboratorium. 4.5. Prosedur Penelitian di Laboratorium 4.5.1 Persiapan Contoh Uji Contoh uji terdiri dari (a) pohon yang dikelompokkan berdasarkan bagian batang, cabang, ranting, daun, dan bunga, (b) tumbuhan bawah (batang berkayu dan tidak berkayu), (c) serasah (berkayu dan tidak berkayu) sebagaimana yang sudah diambil dari lapangan masing-masing 00 gram. Selanjutnya masingmasing sampel tersebut dibuat contoh uji di laboratorium dengan memotongmotong sampai berbentuk serpihan dengan tebal maksimum 1 mm dan dimasukkan dalam plastik berlabel. 4.5. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air contoh uji dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 68 OM 88, dengan tahapan sebagai berikut : - Sebelum pengujian di mulai, cawan porselen yang akan digunakan terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 105 0 C ± 3 0 C selama 1 jam. Setelah itu, cawan tersebut dipindahkan ke dalam eksikator untuk didinginkan dan ditimbang sehingga diketahui berat cawan. - Selanjutnya contoh uji sebanyak gram ditimbang sebagai berat basah contoh (BB), dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya. Cawan porselen yang berisi contoh uji tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 0 C ± 3 0 C.
36 - Setelah 3 jam bahan tersebut dikeluarkan dari oven kemudian dimasukkan ke dalam eksikator. Setelah itu ditimbang sebagai berat contoh uji dalam cawan. Selanjutnya berat contoh uji dalam cawan dikurangi berat cawan porselen dinyatakan sebagai berat kering oven (BK) dari contoh uji. Nilai kadar air (KA) dalam satuan persen setiap contoh uji dihitung dengan menggunakan rumus (Haygreen dan Browyer, 198) : BB BK KA (%) = x 100% BK 4.5.3 Pengukuran Biomassa di Laboratorium Setelah diperoleh berat kering sampel hasil pengukuran kadar air pada masing-masing bagian anatomi pohon, maka dapat dihitung nilai total berat kering sampel atau biomassa dari masing-masing bagian anatomi pohon yang diukur dengan persamaan : TDW = SDW SFW x TFW, Dimana : TDW = Berat Kering Total (Total Dry Weight, Kg) SDW = Berat Kering sampel (Sample Dry Weight, gram) SFW = Berat Basah sampel (Sample Fresh Weight, gram) TFW = Berat Basah Total (Total Fresh Weight, Kg) Setelah diketahui total berat kering (biomassa) bagian-bagian anatomi pohon maka dapat diperoleh biomassa total per pohon dengan menjumlahkan biomassa bagian-bagian pohon tersebut. 4.5.4 Pengukuran Kadar Karbon Kadar karbon pada masing-masing contoh uji dapat diketahui dengan terlebih dahulu mengukur kadar zat terbang, kadar abu selanjutnya diperoleh nilai karbon terikat dengan tahapan sebagai berikut : a. Penentuan Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang diperoleh dengan cara : pertama cawan porselen yang berisi contoh uji sebanyak gram dimasukkan di bagian depan pintu tanur pada suhu 300 0 C selama menit, kemudian dipindahkan pada bagian sisi
37 tanur pada suhu 500 0 C selama 3 menit dan akhirnya dipindahkan pada bagian dalam tanur pada suhu 950 0 C selama 6 menit. Selanjutnya didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen berat dengan rumus : A B Kadar zat terbang = x 100% B Dimana : A = berat kering tanur pada suhu 105 0 C B = berat contoh uji berat cawan dan sisa contoh pada suhu 950 0 C b. Penentuan kandungan abu Serbuk contoh uji sebanyak gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang ditetapkan beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700 0 C selama 5 jam. Selanjutnya cawan dikeluarkan dari tanur, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Untuk mengetahui kadar abu dihitung dengan rumus : Berat abu Kadar abu = x 100% Berat contoh ker ing oven c. Penentuan kadar karbon Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) pada masing-masing contoh uji ditentukan dengan menggunakan rumus : Kadar karbon terikat = 100 % - (kadar zat terbang + kadar abu) 4.6 Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1 Model Penduga Biomassa Untuk menentukan model hubungan antara biomassa pohon dengan diameter setinggi dada dan tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan program Minitab for Windows Release 11.1 dan Microsof Office Excel. Pendugaan biomassa pohon dilakukan dengan tahapan seperti pada Gambar 7. Model tersebut bertujuan untuk memperoleh pendekatan persamaan regresi allometrik yang menggambarkan bahwa biomassa merupakan fungsi dari diameter dan tinggi pohon. Dalam menduga biomassa pohon (W) berdasarkan
38 diameter (D) dan tinggi total pohon (H) akan dibangun beberapa persamaan allometrik dengan persamaan sebagai berikut : W 1 = b ad W = α + 0 + α 1D α D W 3 = a ( D H ) b W 4 = α + 0 + α1( D H ) α ( D H ) 4.6. Model Penduga Karbon Pembuatan model penduga karbon pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dilakukan dengan tahapan seperti Gambar 8. Seperti halnya pada pembuatan model penduga biomassa pohon, model hubungan antara karbon pohon dan dimensi pohon (diameter dan tinggi pohon) dibuat dengan persamaan regresi allometrik yang menggambarkan karbon sebagai fungsi dari tinggi dan diameter pohon. Mulai Berat batang, cabang, Ranting, daun dan bunga Biomassa berdasarkan bagian pohon Pemodelan biomassa Biomassa = f (dimensi pohon) atau biomassa = f (diameter, tinggi) Model biomassa terpilih Ya tidak Selesai Gambar 7. Diagram alir pembuatan model penduga biomassa pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth.
39 Mulai Berat batang, cabang, Ranting, daun dan bunga Kadar karbon hasil pengabungan (Fixed carbon) Pemodelan Karbon Karbon = f (diameter) atau Karbon = f (diameter, tinggi) Model Karbon terpilih Ya tidak Selesai Gambar 8. Diagram alir pembuatan model penduga karbon pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. 4.6.3 Model Hubungan Antara Karbon dengan Biomassa Model hubungan yang dibuat didasarkan pada fungsi bahwa karbon = f (biomassa). Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dari model yang dibangun akan diketahui tingkat keeratan antara kandungan karbon dengan biomassa dengan terlebih dahulu menghitung nilai koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan 1 (-1 r 1), dimana nilai r yang mendekati -1 dan 1 menunjukkan semakin erat hubungan linear antara kedua peubah. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menunjukkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linear. Adapun model yang terpilih, baik model penduga biomassa, model penduga karbon dan model hubungan antara karbon dengan biomassa didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu :
40 1. Kesesuaian terhadap fenomena. Keterandalan model (data reability) yang didasarkan pada : - Koefisien determinasi (R ), merupakan perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT). Adapun rumus yang digunakan adalah : R JKR = x100% JKT Adapun kriteria keterandalan model berdasarkan nilai R adalah jika nilai R mendekati 100 %, maka model makin terandalkan dan jika R mendekati 0%, maka model makin tidak terandalkan dalam menjelaskan hubungan antara biomassa dan dimensi pohon - Varians (S ), Varian diukur berdasarkan keragaman data dengan rumus sebagai berikut : S = Σ x i x (( Σ ) i n 1 / n) Model terpilih adalah model yang memiliki nilai varian yang terkecil dibanding dengan model-model lainnya. - Koefisien determinasi terkoreksi (R a), merupakan koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus sebagai berikut : R a = JKS / ( n p) n 1 1 = 1 (1 R ) JKT / ( n 1) n p Dimana p adalah banyaknya peubah dalam regresi (termasuk β 0 ) dan n adalah banyaknya objek (kasus) yang dianalisis. Kriteria uji R a adalah sama dengan kriteria uji untuk R. Untuk memastikan model terbaik selanjutnya dilakukan uji keabsahan model yang bertujuan untuk melihat kemampuan model dalam menduga sekelompok data baru yang tidak diikutsertakan dalam pembentukan modelnya.
41 Prosedur yang dipakai dalam penelitian ini adalah prosedur keabsahan Jakcnife yang dikembangkan oleh Quenouille & Tukey (1950), Efron (1979) dalam Suhendang (1985) dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hilangkan kasus pertama dari data set untuk pendugaan model Tentukan penduga berdasarkan data sisanya (n-1) Tentukan penduga dari peubah tak bebas kasus pertama berdasarkan penduga model yang diperoleh dari langkah kedua Ulangi langkah 1-3 untuk seluruh kasus yang ada sampai kasus ke-n Apabila Ỹi adalah penduga bagi k Yi, yaitu penduga tak bias dari kasus ke-i yang diperoleh dengan memakai penduga model berdasarkan (n-1) kasus tanpa kasus ke-i, maka dari n kasus yang ada akan diperoleh n buah simpangan Ỹi terhadap Yi, yaitu : e i = Yi - Ỹi, untuk i = 1,, 3,..., n dari n buah e i ini dapat ditemukan m i : m i = (e i /Yi)*100%, untuk i = 1,, 3,..., n selanjutnya, apabila d i = (m i ), maka akan dihitung : MSPE = S d = n i = 1 d i / n ; n i = 1 n d i (( di ) ) / n / ( n 1) ; i = 1 S d CV d = x 100 d Model akan semakin baik apabila memeliki MSPE dan CV d yang semakin kecil. Asumsi inilah yang selanjutnya dipakai sebagai kriteria dalam menentukan tingkat keabsahan dari model-model yang dikembangkan. Uji ini merupakan tahapan akhir dalam pemilihan model terbaik sebagai pendekatan terbaik dari sekian metode dalam pemecahan masalah dalam pemilihan model penduga.
4 4.6.4 Penentuan Total Biomassa dan Karbon 4.6.4.1 Total Biomassa Tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Setelah didapatkan persamaan penduga rata-rata biomassa pada masingmasing bagian anatomi pohon, dihitung biomassa pada masing-masing bagian anatomi pohon dengan memasukkan nilai variabel bebas (D, H, D H) pada persamaan tersebut. Selanjutnya dengan menjumlahkan masing-masing biomassa bagian anatomi pohon diperoleh biomassa per pohon dan dirataratakan. Setelah didapatkan rata-rata biomassa per pohon kemudian dikalikan dengan kerapatan tegakan maka akan didapatkan total biomassa pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam satuan hektar. Sedangkan total biomassa tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam penelitian ini adalah total biomassa yang berada di atas permukaan yang diperoleh dengan menjumlahkan total biomassa pohon, total biomassa tumbuhan bawah, total biomassa serasah (nekromassa). Wtot = Wtot pohon + Wtot Tumbuhan bawah + Wtot Serasah 4.6.4. Total Karbon Tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Setelah didapatkan persamaan penduga rata-rata karbon pada masingmasing bagian anatomi pohon, dihitung karbon pada masing-masing bagian anatomi pohon dengan memasukkan nilai variabel bebas (D, H, D H) pada persamaan tersebut. Selanjutnya dengan menjumlahkan masing-masing karbon bagian anatomi pohon diperoleh karbon per pohon dan dirata-ratakan. Setelah didapatkan rata-rata karbon per pohon kemudian dikalikan dengan kerapatan tegakan maka akan didapatkan total karbon pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam satuan hektar. Total karbon dalam tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. yaitu total karbon yang berada di atas permukaan yang diperoleh dengan menjumlahkan total karbon pohon, total karbon tumbuhan bawah, total karbon serasah.