95 PEMBAHASAN UMUM Adaptasi Tanaman Jarak Pagar terhadap Cekaman Kekeringan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi kekeringan, tanaman jarak pagar memperlihatkan adaptasinya melalui mekanisme perubahan morfologi dan perubahan fisiologi. Percobaan 2 menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar ketika tercekam kekeringan mengalami penurunan pertumbuhan tanaman sejak di pembibitan. Semakin bertambah umur tanaman, cekaman kekeringan semakin nyata menekan pertumbuhan yang diindikasikan semakin rendah perkembangan organ vegetatif tanaman jarak pagar (Tabel 4.1-4.4). Penurunan perkembangan organ vegetatif (Tabel 4.1-4.4) dan generatif (Tabel 6.5-6.7) tertinggi terjadi pada provenan IP-1P, karena provenan IP-1P adalah provenan dari daerah beriklim basah. Provenan IP-1A, NTB dan Palu adalah provenan dari daerah beriklim kering. Hal ini menunjukkan bahwa provenan dari daerah beriklim basah tidak dapat beradaptasi lebih baik dibanding dengan provenan yang berasal dari daerah beriklim kering, bila ditanam pada daerah beriklim kering. Hal yang sebaliknya terjadi pada penelitian Arisanti (2010), ia melaporkan provenan yang tumbuh dan berproduksi baik di daerah beriklim kering berproduksi lebih rendah bila ditanam pada daerah beriklim basah. Cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap proses fisiologi tanaman. Ketersediaan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jarak pagar. Kekeringan dapat mengganggu proses fotosintesis, akibat menutupnya stomata yang dapat mengurangi asimilasi CO 2. Mekanisme perubahan morfologi tanaman jarak pagar dalam mengatasi cekaman kekeringan sama dengan mekanisme menghindar. Mekanisme penghindaran tanaman jarak terhadap kekeringan, melalui pengurangan penggunaan air dengan memperkecil semua permukaan tanaman yang berhubungan dengan evapotranspirasi dan mengurangi jerapan panas melalui penggulungan daun, yang akibatnya pertumbuhan dan perkembangan organ terhambat (Gambar 7.1). Hal ini sesuai dengan pendapat Jones et al. (1981) dan Mitra (2001) bahwa tanaman dapat beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan dengan menjaga kemampuan turgor sel melalui peningkatan kedalaman akar, mengurangi kehilangan air melalui lapisan epidermis (seperti stomata),
96 mengurangi jerapan panas melalui pengggulungan atau pelipatan daun dan mengurangi penguapan melalui permukaan daun. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa pertahanan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan adalah (1) membatasi perkembangan luas daun, (2) perkembangan akar untuk mencapai daerah yang masih basah, (3) penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi. Cekaman kekeringan menyebabkan penurunan turgor sel yang berakibat pada menurunnya luas daun, daun tua cepat mengalami senesen dan akhirnya gugur sedangkan daun yang baru terbentuk akan berukuran lebih kecil. Selanjutnya Kramer dan Boyer (1995) menyatakan bahwa bila tanaman mengalami kekeringan, maka kecepatan transpirasi akan berkurang sehingga kekuatan penyerapan air oleh akar dan transpor dari akar ke tajuk berkurang. A B C D Gambar 7.1. Bentuk adaptasi tanaman jarak pagar yang mengalami cekaman kekeringan mulai dari menggulung daun (A-B), dan menggugurkan daun tanaman (C-D) Menurut Maestri et al. (1991) kandungan prolin di daun meningkat ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan. Selanjutnya menurut Mitra (2001), peningkatan akumulasi solut non toksik seperti prolin merupakan upaya untuk menurunkan potensial osmotik selama berlangsungnya cekaman kekeringan sebagai proses adaptif tanaman terhadap kekeringan. Berdasarkan penjelasan di atas maka tanaman jarak pagar sedikitnya mempunyai 2 mekanisme adaptasi terhadap cekaman kekeringan yaitu (1) mekanisme penghindaraan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air melalui peningkatan sistem perakaran dan pengurangan absorbsi radiasi dengan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun, baik dengan menggulung maupun sampai menggugurkan daun tua, (2) toleransi dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi senyawa terlarut seperti prolin. Hal ini sesuai dengan pendapat Mitra (2001) bahwa tanaman dalam
97 adaptasi terhadap cekaman kekeringan seringkali menggunakan lebih dari satu mekanisme. Provenan yang toleran dalam mengatasi kekeringan dapat diilustrasikan pada Gambar 7.2. Akar tanaman tidak menjangkau air Evapotranspirasi lebih besar dari absorbsi air dari t h Diatasi Tanaman Tercekam Kekeringan Diatasi Pemberian FMA Perbaikan kapasitas akar KAR daun (-) Potensial air daun (-) Prolin daun (+) Penggunaan provenan toleran Memperbaiki Air (+) Penyerapan Hara (+) Memperbaiki Respon Morfologi Tan : - Bobot kering akar (-) - Daun menggulung, & luas menurun - Kerapatan stomata & stomata terbuka (-) Pertumbuhan dan Hasil Tanaman(+) Ket: + meningkat - menurun Gambar 7.2. Ilustrasi skematik hubungan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan provenan tanaman jarak pagar dalam kondisi cekaman kekeringan Habitat, Keragaman dan Kepadatan FMA Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel tanah dari daerah pengembangan jarak pagar di Desa Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah, dan
98 diakhiri dengan aplikasi FMA indigenous pada tanaman jarak pagar yang ditanam pada daerah tersebut. Pengambilan sampel tanah, dilakukan pada ekosistem alami (jarak pagar yang tumbuh secara alami) dan ekosistem kebun (jarak pagar ditanam berdekatan dengan tanaman kacang-kacangan, ubi jalar, dan jagung dan lain-lain). FMA mempunyai rentang kesesuaian ekosistem dan tanaman yang cukup luas, yaitu mulai dari ekosistem gambut alami (Astiani dan Ekamawati 1996), hutan hujan tropika (Janos dan Hartshorn 1997), dan padang rumput (Nadarajah dan Nawawi l997), serta hutan, kebun karet dan gambut yang sudah terbuka (Kartika 2006), dan ekosistem pantai ( Swasono 2006). Hasil penelitian ini (percobaan 1) menunjukkan bahwa pada ekosistem yang memiliki tanaman inang yang lebih beragam (ekosistem kebun), terdapat keragaman FMA yang lebih tinggi yaitu 7 species 3 dari genus Glomus sp (Glomus sp-1p, Glomus sp-2p, dan Glomus sp-3p) dan 4 dari genus Acaulospora sp (Acaulospora sp-1p, Acaulospora sp-2p, Acaulospora sp-3p, dan Acaulospora sp-4p) (Tabel 3.1). Pada ekosistem yang hanya memiliki tanaman inang kurang beragam (ekosistem alami) diperoleh 4 species yang semuanya termasuk genus Glomus sp (Glomus sp-1b, Glomus sp-2b, Glomus sp-3b, dan Glomus sp-4b) (Tabel 3.2). Hal ini disebabkan dengan keragaman tanaman dapat menghasilkan eksudat akar yang beragam, sedangkan setiap jenis FMA menyukai eksudat yang mungkin berbeda. Lee et al. (2009) melaporkan bahwa jenis tanaman yang beragam menghasilkan jenis FMA yang lebih beragam. Kepadatan spora pada suatu lokasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan jenis tanaman. Selain itu kepadatan spora juga dipengaruhi oleh kondisi fisik (tekstur tanah) dan kimia tanah (ph tanah). Menurut Kartika (2006) tekstur tanah dapat mempengaruhi keberadaan FMA yaitu tanah yang bertekstur ringan umumnya memiliki lebih banyak spora FMA dibanding tanah yang bertekstur halus. Hal ini dikarenakan tanah yang bertekstur halus (liat) memiliki pori-pori tanah lebih kecil dibanding dengan tanah bertekstur kasar (lempung berpasir), sehingga pertukaran O 2 berkurang. Selanjutnya menurut Lee et al. (2009) kepadatan spora berkorelasi negatif dengan sifat tanah (ph tanah).
99 Peranan FMA dalam Adaptasi Tanaman Terhadap Kekeringan Pertumbuhan dan hasil tanaman pada kondisi kekeringan (kadar air tanah rendah) mengalami penurunan, dikarenakan serapan akar dan tranpor air terganggu. Akibatnya sebagian stomata daun tanaman tertutup, sehingga mengganggu masuknya CO 2 ke dalam tanaman, dan selanjutnya proses fotosintesis terganggu. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Mohr dan Schopfer (1995) bahwa tertutup dan terbukanya stomata daun berkorelasi positip dengan kecepatan fotosintesis. Salah satu alternatif untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah menggunakan mikroorganisme bermanfaat yaitu FMA. Penelitian ini menunjukkan bahwa FMA mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jarak pagar (Tabel 6.4 dan 6.5-6.6). Pemberian FMA campuran Glomus sp dan Acaulospora sp, lebih baik pengaruhnya dibandingkan dengan pemberian FMA secara tunggal karena dengan pemberian FMA campuran Glomus sp dan Acaulospora sp menyebabkan peningkatan semua organ tumbuh tanaman Hal ini dapat ditunjukkan pada hasil penelitian ini, misalnya; bobot biji per hektar, kandungan minyak biji, hasil minyak biji per hektar ( Tabel 6.6-6.7). Peranan FMA untuk mengatasi kekeringan dapat diilustrasikan pada Gambar 7.2 Peningkatan ini dapat terjadi, karena setiap jenis FMA mempunyai struktur dan fungsi organ tubuh yang berbeda, sehingga bila dua atau lebih FMA dapat bersinergi, menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik. Sinergisme antara dua FMA diharapkan lebih banyak memproduksi hifa eksternal, karena hifa dapat membantu akar tanaman dalam peningkatan penyerapan air dan hara. Peningkatan serapan air dapat terjadi melalui bantuan sistem jalinan hifa eksternal yang menginfeksi sistem perakaran tanaman, sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap air dan unsur hara. Menurut Sieverding (1991) hifa eksternal FMA dapat meningkatkan eksplorasi volume tanah 5 200 kali, dibandingkan tanpa FMA. Hal ini dikarenakan hifa eksternal FMA mempunyai potensi memperluas daerah jangkauan akar yang melakukan penyerapan. Hasil penelitian Sylvia (2004) menunjukkan bahwa penyebaran hifa eksternal FMA sampai 80 % luas permukaan akar tanaman dari bibit pinus.
100 Hasil penelitian ini (Tabel 6.3) juga menunjukkan bahwa tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan karena tanaman tersebut memperbaiki potensial air daun dan turgor dengan menaikkan kadar air relatif daun (KAR). Menurut Davies and Linderman (1992) FMA dengan hifa eksternalnya dapat mempertahankan kontak tanah-akar yang lebih baik selama kekeringan dan memudahkan pengambilan air. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa FMA dapat menyebabkan peningkatan hasil tanaman jarak pagar. Pemberian FMA campuran Glomus sp dan Acaulospora sp. menyebabkan peningkatan luas daun, jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder (Tabel 6.4), komponen produksi (Tabel 6.5), bobot biji (Tabel 6.6 ), dan kandungan minyak dan air (Tabel 6.7). FMA mampu memperbaiki kondisi perakaran tanaman, sehingga akan mempengaruhi peningkatan kandungan air relatif (KAR) daun, selanjutnya akan berpengaruh pada perbaikan proses fotosinetsis dan peningkatan hasil fotosintat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 6.4 bahwa pemberian mikoriza dapat meningkatkan jumlah daun dan luas daun tanaman, sehingga dengan penambahan luas daun akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk menghasilkan fotosintat yang lebih banyak. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa daun pada tanaman berfungsi sebagai organ fotosintesis yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia, implikasi selanjutnya akan terbentuk cabang (primer dan sekunder) yang dapat menghasilkan buah dan biji yang lebih baik. Dengan demikian jumlah fotosintat yang dibutuhkan lebih banyak pada tanaman yang mempunyai jumlah cabang banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa translokasi hasil fotosintat dari daun pada cabang yang lebih banyak lebih besar dibandingkan jumlah cabang yang lebih sedikit. Pemberian mikoriza dapat meningkatkan pembentukan jumlah tandan produktif tanaman, jumlah buah per tandan, dan jumlah buah pertanaman jarak pagar bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari tanaman yang tanpa diberi mikoriza. Hal ini sesuai dengan pendapat Leon et al. (2003) yang mengatakan bahwa komponen hasil seperti jumlah buah dan bobot biji merupakan
101 interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan, sehingga jumlah buah dan bobot biji dapat dimodifikasi oleh lingkungan tumbuh. Selanjutnya menurut Hasnam et al. (2006) pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar sangat tergantung pada interaksi antara genotip tanaman dengan lingkungan. Tabel 6.6 menunjukkan bahwa dengan pemberian mikoriza bobot biji tanaman jarak yang terbentuk meningkat sebesar 179.7% (per tanaman), 178.8% (per petak), dan 178.1% (per hektar). Hasil ini mengindikasikan bahwa penggunaan FMA yang berasal dari rizosfer jarak tempat tanaman jarak akan dibudidayakan meningkatkan hasil. Hasil perasan biji jarak atau crude Jatropha oil (CJO) adalah merupakan hasil akhir tanaman jarak pagar. Tabel 6.6 menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat meningkatkan kandungan minyak biji, walaupun hasil kandungan minyak antar provenan tidak berbeda. Namun setelah dikonversi ke satuan hektar hasil minyak yang diperoleh pada tanaman yang memiliki bobot biji per hektar yang banyak mempunyai hasil minyak biji per hektar lebih tinggi yaitu provenan IP-1A. Hal ini dikarenakan IP-1A cocok ditanam pada daerah beriklim kering. Tanaman yang tumbuh dan berkembang pada daerah yang relatif lebih kering (curah hujan lebih rendah dan suhu lebih tinggi) memiliki kandungan minyak lebih tinggi dibandingkan biji dari tanaman jarak pagar yang tumbuh di daerah yang lebih basah. Hal ini sejalan dengan pendapat Jones dan Miller (1991) bahwa tanaman jarak pagar akan menghasilkan kandungan minyak biji yang lebih baik bila ditanam pada daerah yang beriklim kering. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Leon et al. (2003) bahwa tanaman bunga matahari yang ditanam pada daerah yang kondisi sinar matahari cerah dan suhu lebih tinggi diperoleh kandungan minyak biji semakin meningkat.