DAYA HASIL BEBERAPA VARIETAS PADI RAWA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Rr. Ernawati 1, Bariot Hafif 1 dan A. Rafieq 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam Ia. Raja Basa, Bandar Lampung 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email: ernawati5903@yahoo.co.id ABSTRAK Pengkajian Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi Rawa mendukung Program Peningkatan Produktivitas Padi di Lampung telah dilakukan di lahan rawa lebak di Desa Labuhan Ratu 7 Kabupaten Lampung Timur pada Musim Kemarau (MK) dari bulan Mei Oktober 2012. Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas padi rawa yang adaptif dan berdaya hasil tinggi pada lahan rawa lebak. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan terdiri atas 5 varietas unggul padi rawa (Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, dan Inpara 5), dengan 1 varietas pembanding (yang biasa ditanam petani setempat) yaitu Cilamaya Muncul, masing-masing dengan 4 ulangan. Satuan petak percobaan berukuran 0,25 ha Bibit umur 21 hari ditanam 2-3 bibit /lubang dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Pemupukan spesifik lokasi dengan 100 kg Urea, 100 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha, dan pemberian 1 ton dolomit/ha sekitar satu bulan sebelum tanam. Hasil kajian menunjukkan bahwa varietas yang berdaya hasil tinggi adalah varietas Inpara 1, Inpara 2, dan Inpara 3. Hasil tertinggi diperlihatkan oleh varietas Inpara 2 (6,84 t GKG/ha), diikuti varietas Inpara 1 (6,27 t GKG/ha) dan Inpara 3 (6,19 t GKG/ha), dan berbeda nyata dengan varietas pembanding Cilamaya Muncul (5,32 t GKG/ha). Kata kunci: adaptasi, varietas, padi rawa Pendahuluan Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu kabupaten sentra padi yang mempunyai lahan sawah terluas kedua di Provinsi Lampung dengan luas sawah 89.845 ha dan rata-rata produktivitas 5,07 t/ha (BPS Lampung, 2011). Produktivitas ini masih dibawah rata-rata produktivitas padi Provinsi Lampung yaitu 5,43 t/ha. Rendahnya produktivitas di daerah ini kemungkinan karena penerapan teknologi budidaya yang belum optimal, terutama penggunaan komponen varietas yang sama secara terus menerus setiap kali tanam. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi adalah merakit dan mengembangkan varietas unggul padi yang mmapu beradaptasi baik di daerah yang spesifik lokasi (Darajat, 2000). Kemudian Daradjat (2001) menyarankan agar di masing-masing daerah dikembangkan varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat sehingga sasaran pemerintah untuk meningkatkan produksi padi secara nasional tercapai dan keragaman genetik meningkat. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 81
Varietas unggul merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas tanaman baik melalui peningkatan potensi hasil maupun peningkatan toleransi terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik, selain itu pembentukan varietas unggul juga bertujuan untuk meningkatkan nilai mutu dan nilai produk (Nugraha et al, 2002; Suprihatno, 2006). Varietas unggul dapat diadopsi dengan cepat oleh petani. Banyak varietas unggul untuk lahan rawa yang telah dikeluarkan oleh Badan Litbang Pertanian sehingga petani dapat memilih varietas yang disukai dan sesuai dengan kondisi setempat. Penanaman satu varietas unggul secara terus menerus dalam jangka waktu lama akan menimbulkan kerawanan genetik akibat munculnya biotipe hama dan strain penyakit baru yang akan mematahkan ketahanan varietas unggul tersebut. Disisi lain kondisi lingkungan tumbuh padi bervariasi antar lokasi sehingga secara teknis sulit merakit varietas yang mampu berproduksi tinggi pada semua agroekosistem (Daradjat, 2001). Oleh sebab itu perlu dikaji beberapa varietas unggul padi rawa pada agroekosistem spesifik lokasi di Kabupaten Lampung Timur dengan mengacu pada deskripsi varietas padi yang telah ada. Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas padi rawa yang adaptif dan berdaya hasil tinggi pada lahan rawa lebak di Kabupaten Lampung Timur. Metodologi Pengujian daya hasil beberapa varietas padi rawa dilaksanakan pada lahan rawa lebak milik petani desa Labuhan Ratu 7, Kabupaten Lampung Timur. Penentuan lokasi mengacu pada daerah sentra produksi padi Provinsi Lampung (BPTP Lampung, 2003). Kegiatan dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2012. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 (empat) ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 5 varietas padi Inpara (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011) dengan satu varietas pembanding yaitu Cilamaya muncul adalah varietas yang biasa digunakan oleh petani setempat. 5 varietas padi Inpara yang digunakan yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, dan Inpara 5.Satuan petak percobaan berukuran 0,25 ha. Bibit umur 21 hari ditanam 2-3 bibit /lubang dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Pemupukan spesifik lokasi dengan 100 kg Urea, 100 kg SP-36, dan 100 kg KCl/ha, dan pemberian 1 ton dolomit/ha sekitar satu bulan sebelum tanam. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan sesuai kebutuhan dengan berpedoman pada konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengamatan dilaksanakan pada stadia vegetatif dengan variabel: tinggi tanaman yang diamati pada akhir vegetatif tanaman sekitar umur dua bulan setelah tanam, (menjelang tanaman berbunga), sedangkan variabel yang diamati pada stadia generatif adalah : jumlah anakan produktif /rumpun dan berat gabah hasil panen. Data dianalisis dengan sidik ragam (Anova), dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995) untuk menentukan perbedaan antar varietas yang diuji. Keragaan Tanaman Fase Vegetatif Hasil dan Pembahasan Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman beberapa varietas padi yang diuji bervariasi, tinggi tanaman berkisar antara 79,32 cm 114,22 cm. Tanaman tertinggi Rr. Ernawati, Bariot Hafif, dan A. Rafieq : Daya hasil beberapa varietas padi rawa 82
ditun jukkan oleh varietas Inpara 1 namun tidak berbeda dengan Inpara 2, Inpara 3 dan varietas pembanding (Cilamaya Muncul), sedangkan yang terpendek adalah Inpara 5. Berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (SES) IRRI (1996) standar tinggi tanaman yang terbaik adalah dibawah 90 cm dan yang sedang antara 90 cm sampai 125 cm. Dari data tinggi tanaman beberapa varietas padi rawa yang diuji, kecuali varietas Inpara 5 termasuk standar tinggi tanaman sedang yaitu antara 90 cm sampai 125 cm. Hal ini menurut Suwarno et al, (1984) menunjukkan bahwa pertumbuhan vagetatif varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 cukup sesuai terhadap lingkungan tumbuhnya dan cukup adaptif, karena tidak berbeda dengan varietas pembanding (Cilamaya Muncul) yang biasa ditanam petani setempat. Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman beberapa varietas padi rawa di Desa Labuhan Ratu 7 di Kabupaten Lampung Timur pada MK 2012 Perlakuan Varietas Padi Rata-rata pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Inpara 1 114,22 a Inpara 2 108,67 a Inpara 3 111,82 a Inpara 4 96,30 b Inpara 5 79,32 c Cilamaya Muncul (pembanding) 111,0 a KK/CV (%) 13,4 Keterangan: Angka sekolomyang diberi huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf nyata 5%. Keragaan Tanaman Fase Generatif Jumlah anakan produktif / rumpun diantara beberapa varietas padi yang diuji tidak berbeda nyata, rata-rata berkisar antara 23 sampai 26,75 batang / rumpun (Tabel 2). Hal ini menunjuk kan bahwa semua varietas yang diuji memiliki kemampuan bertunas yang sama dengan varietas pembanding. Kemampuan bertunas merupakan salah satu kriteria dalam seleksi genotipe terhadap suatu lingkungan tumbuh (Hamdani, 1979). Tabel 2. Rataan Jumlah anakan produktif dan hasil panen beberapa varietas padi rawa di Desa Labuhan Ra tu 7di Kabupaten Lampung, Timur MK2012 Perlakuan Varietas Padi Inpara 1 Inpara 2 Inpara 3 Inpara 4 Inpara 5 Cilamaya (pembanding) Muncul Rata rata Jumlah Anakan Produktif/Rumpun 24,25 a 24,0 a 24,25 a 23,0 a 26,75 a 23,85 a Hasil Gabah Kering /GKG (t/ha) 6,27b 6,84a 6,19b 5,80 bc 5,37 c 5,32 c KK/CV (%) 10,5 14,8 Keterangan: Angka sekolomyang diberi huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf nyata 5%. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 83
Dari Tabel 2 terlihat bahwa produksi gabah kering giling (GKG) tertinggi dihasilkan oleh varietas Inpara 2 (6,84 t/ha). Hasil ini cukup tinggi, karena menurut deskripsi Varietas Unggul Baru, rata-rata hasil tertinggi varietas Inpara 2 adalah 6,08 t/ha dengan umur panen 103 hari, cocok ditanam pada ekosistem rawa lebak dan pasang surut. Inpara 2. merupakan salah satu jenis padi rawa yang dilepas tahun 2008 (Badan Litbang Pertanian, 2011).Budidaya padi di lahan rawa memerlukanteknologidan sarana produksi yang spesifik karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Beberapa kendala yang ditemui dilahan rawa seperti rendahnya kesuburan tanah, ph tanah, serangan hama dan penyakitmemerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal. Penggunaan varietas unggul spesifik lokasi yang adaptif dan berdaya hasil tinggi seperti varietas Inpara 2, Inpara 1 dan Inpara 3.sangat sesuai dengan kondisi setempat. Kesimpulan Daya hasi beberapa varietas Inpara di Kabupaten Lampung Timur tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpara 2 (6,84 t GKG/ha), dan dua varietas Inpara yang termasuk berdaya hasil tinggi adalah varietas Inpara 1 dan Inpara 3, masing-masing adalah 6,27 t GKG/ha, dan 6,19 t GKG/ha. Daya hasil yang termasuk rendah adalah varietas Inpara 4 dan Inpara 5 yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Cilamaya Muncul (5,32 t GKG/ha). Daftar Pustaka Badan Litbang Pertanian. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Departemen Pertanian. Jakarta. 67 p BPS Lampung, 2011. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 128 p BPTP Lampung, 2003. Karakterisasi zona agroekologi dan Komoditas Unggulan di Beberapa Kabupaten di Provinsi Lampung.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung 72p. Daradjat, A..A.2000. Pembentukan varietas unggul padi di berbagai zona agroekologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.49 p Daradjat, A..A. 2001. Program pemuliaan partisipatif (shuttle breeding dan uji multilokasi). Makalah pada lokakarya dan penyelarasan perakitan varietas unggul komoditas hortikultura melalui program shuttle breeding di Jakarta 19-20 April 2001. Puslitbanghor Jakarta. Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2010. Laporan Tahun 2008. Dinas Pertanian Provinsi Lampung. Gomez, K.A dan A.A. Gomez, 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian. Terjemahan Universitas Indonesia. Hamdani,A.R. 1979. Low temperature problems and cold tolerance research activities for rice in India. Pp.39-52. In Report of rice cool Tolerance Worrkshop, IRRI Laguna Philipines. Rr. Ernawati, Bariot Hafif, dan A. Rafieq : Daya hasil beberapa varietas padi rawa 84
Nugraha, U. Las, I. Nyoman W, A. Daradjat, A. Gani, S. Abdurahman. 2002. Padu padan Penelitian Balitpa dengan BPTP. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Suwarno, Z., Harahap, H. Siregar, 1984. Interaksi Varietas dengan Lingkungan pada Percobaan Daya Hasil Padi. Penelitian Pertanian, Bogor 4(2) Suprihatno, B. A.A. Daradjat, Satoto, Baihaki, Nyoman Widiarta, A. Setiono, S. Dewi Indrasari, O. Lesmana, dan H. Sembiring, 2006. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. 41 p Susanto, U, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan Pemuliaan Padi Sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (3). Jakarta. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 85