4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1. Keadaan Geografis Desa Bilungala adalah desa yang berada di Kecamatan Bonepantai. Desa Bilungala merupakan desa inti di Kecamatan Bonepantai. Desa Bilungala terletak di pesisir pantai bagian selatan Kabupaten Bone Bolango. Adapun batas wilayah Desa Bilungala adalah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Suwawa b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mopuya c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tunas Jaya Desa Bilungala memiliki Luas Wilayah 2320 ha yang keadaan tofografinya bervariasi dari dataran rendah yang letaknya berada di pesisir pantai dan sebagian daerah pegunungan. Di wilayah Desa Bilungala hanya mengenal dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Setiap tahun rata-rata musim hujan turun bulan Mei, Juni, Juli, November, dan Desember. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Februari, Maret, agustus, September, dan Oktober. Desa Bilungala terdiri dari tujuh dusun yaitu Dusun Poluluwa, Buhuta, Iloheluma, Taruna, Luwoo Pantai, Luwoo Dalam, dan Luwoo Atas. 4.1.2. Keadaan Penduduk
Data akhir tahun 2012 penduduk Desa Bilungala berjumlah 1868 jiwa terdiri dari lakilaki 943 jiwa dan perempuan 925 jiwa. Dari komposisi tersebut tampak bahwa penduduk dengan jenis laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Jumlah rumah tangga di Desa Bilungala sejumlah 488 RT. 4.1.3. Keadaan Sosial Budaya Penduduk masyarakat Desa Bilungala mayoritas beragama Islam byakni 99,7 %, dari jumlah penduduk yang ada, sedangkan non muslim merupakan penduduk yang datang karena tugas sebagai PNS sehingga tidak memiliki tempat ibadah. Fasilitas pendidikan di Desa Bilungala saat ini untuk Taman Kanak-Kanak satu buah, SD tiga buah, dan SMP satu buah. 4.2. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan kurang lebih 2 minggu mulai tanggal 20 Mei sampai 4 Juni 2013, penelitian dilakukan pada hari Senin sampai dengan hari Minggu. Karateristik subjek dalam penelitian ini mencakup keluarga yang meemiliki balita berumur 0-59 bulan yang bertempat tinggal di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai, umur, pendidikan responden, penghasilan keluarga dalam 1 bulan,dan kejadian diare pada balita. Sampel pada penelitian ini berjumlah 200 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dan dilakukan pengolahan data dengan cara analisis univariat dan bivariat.. A. Analisis Univariat 4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Umur Jumlah (n) Persen (%) 18-24 thn 28 14 25-31 thn 70 35 32-38 thn 72 36,0 39-45 thn 30 15 JUMLAH 200 100 Sumber : Data Primer 2013 Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa sebagian besar responden berada antara umur 32-38 tahun berjumlah 72 dari 200 responden (36%), dan rentang umur 25-31 tahun berjumlah 70 dari 200 responden (35%), rentang umur 39-45 tahun berjumlah 30 responden (15%), sedangkan yang paling sedikit berada di antara rentang responden umur 18-24 tahun berjumlah 27 responden (13,5%). 4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasakan Jenis Kelamin Responden di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Jenis kelamin Jumlah (n) % Laki laki 24 12,0 Perempuan 176 88,0 Jumlah 200 100,0 Sumber : Data Primer 2013 Berdasarkan tabel 4.2 dapat di lihat bahwa responden perempuan berjumlah 176 dari 200 responden (88,0%), sedangkan responden laki laki berjumlah 24 dari 200 responden (12,0%).
Jadi, jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki laki. 4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Pendidikan Jumlah (n) % SARJANA 16 8,0 SMA 72 36,0 SMP 76 38,0 SD 36 18,0 Jumlah 200 100 Sumber : Data Primer 2013 Dari hasil analisis berdasarkan tingkat pendidikan responden diketahui yang paling banyak terdapat pada tingkat SMP berjumlah 76 dari 200 responden (38%), dan tingkat SMA berjumlah 72 dari 200 responden (36%), tingkat SD berjumlah 36 dari 200 responden (18%), sedangkan yang paling sedikit terdapat pada tingkat perguruan tinggi (sarjana) berjumlah 16 dari 200 responden (8%).
4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Diare Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Responden di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Pengetahuan Jumlah (n) % Baik 86 43,0 Kurang 114 57,0 Jumlah 200 100 Sumber : Data Primer 2013 Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa terdapat 86 responden yang berpengetahuan baik dari 200 responden (43,0%), sedangkan yang berpengetahuan kurang terdapat 114 dari 200 responden (57,0%). Jadi, responden yang berpengetahuan kurang lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Status Ekonomi Jumlah (n) % Baik 57 28,5 Kurang 143 71,5 Jumlah 200 100,0 Sumber : Data Primer 2013 Dilihat pada tabel 4.5 diatas jumlah responden yang mempunyai status ekonomi baik berjumlah 57 dari 200 responden (28,5%), dan yang mempunyai status ekonomi kurang
berjumlah 143 dari 200 responden (71,5%). Jadi, status ekonomi yang kurang lebih banyak dibandingkan yang mempunyai status ekonomi baik. 4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diare Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diaredi Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Kejadian Diare Jumlah (n) % Terjadi 128 64,0 Tidak terjadi 72 36,0 Jumlah 200 100,0 Sumber: Data Primer 2013 Dilihat dari tabel 4.6 diatas kejadian diare yang terjadi terdapat 128 dari 200 responden (64,0 %), dan yang tidak terjadi terdapat 72 dari 200 responden (36,0%). Angka penderita yang terjadi diare lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terjadi diare. B. Analisis Bivariat 4.2.7. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.7 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Pengetahuan responden Kejadian Diare Total X 2 hitung P value Diare Tidak Diare N % N % N % Baik 35 17,5 51 25,5 86 43,0 35,558 Kurang 93 46,5 21 10,5 114 57,0 Jumlah 128 64,0 72 36,0 200 100 0,000 Sumber : Data Primer 2013 Dari hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita diperoleh bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik dan tidak terjadi diare ada 51 (25,5%), sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan baik dan terjadi diare ada 35 (17,5%). Sementara responden yang mempunyai pengetahuan kurang dan terjadi diare ada 93 (46,5%), sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang dan tidak tidak terjadi diare ada 21(10,5%). Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik pengetahuan, angka kejadian yang tidak terjadi diare juga akan semakin kecil. Sedangkan semakin kurang pengetahuan maka akan semakin besar angka kejadian dengan yang terjadi diare. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji statistic chi square pada tabel 4.7 maka diperoleh hasil X 2 hitung = 35,558 dan X 2 tabel = 3,841 (X 2 hitung > X 2 tabel) dengan nilai p = 0,000 ( p < 0,05 ) maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita. 4.2.8. Hubungan Status Ekonomi Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.8 Hubungan Status Ekonomi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai Status ekonomi Kejadian Diare Total X2 hitung P value Diare Tidak diare N % N % n % Baik Kurang 20 10 37 18,5 57 28,5 28,924 108 54 35 17,5 143 71,5 Jumlah 128 64 72 36 200 100 0,000 Sumber : Data Primer 2013 Dari hasil analisis hubungan status ekonomi dengan kejadian diare pada balita diperoleh bahwa responden yang berstatus ekonomi baik dan tidak terjadi diare ada 57 (28,5%), sedangkan responden yang berstatus ekonomi baik dan terjadi diare ada 20 (10%). Sementara responden yang berstatus ekonomi kurang dan terjadi diare ada 108 (54%), sedangkan responden yang berstatus ekonomi kurang dan tidak terjadi diare ada 35 (17,5%). Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik status ekonomi, angka kejadian yang tidak terjadi diare juga akan semakin kecil. Sedangkan semakin kurang status ekonomi, maka akan semakin besar angka kejadian dengan yang terjadi diare. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji statistic chi-square pada tabel 4.8 maka diperoleh hasil X 2 hitung = 28,924 dan X 2 tabel = 3,841 (X 2 Hitung > X 2 tabel ) dengan nilai p = 0,000 ( p < 0,05 ) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. 4.3 Pembahasan
4.3.1. Frekuensi Kejadian Diare Pada balita Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa balita yang pernah menderita diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang tidak pernah menderita diare. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian diare pada balita di Desa Bilungala masih cukup tinggi. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita di antaranya : pengetahuan keluarga, sanitasi lingkungan, penggunaan susu formula, status gizi dan imunisasi, dan status ekonomi. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dari faktor-faktor tersebut yang paling mendominasi yaitu faktor pengetahuan keluarga dan status ekonomi. Rendahnya pengetahuan keluarga tentang diare biasanya berhubungan dengan rendahnya informasi yang diperoleh keluarga khususnya tentang definisi, penyebab, tanda dan gejala serta upaya penanganan saat balita menderita diare termasuk upaya pencegahan diare secara menyeluruh kepada anak balitanya. Selanjutnya, rendahnya informasi tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat pemahaman keluarga terhadap diare terutama jika terjadi pada balita. Hal ini dapat disebabkan juga karena kurang partisipasinya masyarakat dalam mengikuti penyuluhan kesehatan sehingga mempengaruhi kejadian diare pada balita. Status ekonomi juga dipengaruhi karena pekerjaan yang mendominasi rata-rata petani dan nelayan. Sehingga penghasilan yang di dapat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini masih merupakan masalah yang harus segera di tangani terutama untuk tersedianya lapangan kerja yang memadai. Selain itu karena masih kurangnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan penanganan diare oleh keluarga serta semakin terperosoknya perekonomian rakyat, sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan dan usaha pencegahan terhadap penyakit semakin berkurang. (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2005) di Puskesmas Rappang Kabupaten Sidrap bahwa ada hubungan antara pengetahuan keluarga dan status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. 4.3.2. Pengetahuan Keluarga Tentang Penyakit Diare Berdasarkan penelitian, pengetahuan keluarga di Desa Bilungala tentang penyakit diare pada balita masih rendah terutama mengenai pencegahan dan penanganan diare. Berdasarkan wawancara dan pembagian angket pada keluarga balita masih banyak responden yang belum mengetahui tentang pencegahan dan penanganan diare. Analisis hasil pembagian angket diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang definisi diare, etiologi, tanda dan gejala. hal ini tergambar dari jawaban per item pertanyaan. Sebagian besar responden dapat menjawab dengan benar pertanyaan no 1, 2, 3 mengenai definisi, no 4 sampai 6 mengenai penyebab, no 7 sampai 9 mengenai tanda dan gejala. Sedangkan pengetahuan mengenai pencegahan dan penanganan diare masih banyak yang menjawab tidak tepat. Hal ini tergambar dari banyaknya kesalahan responden menjawab pertanyaan no 10 sampai dengan no 15, yang berisikan pencegahan dan penanganan diare. Selain itu rendahnya pengetahuan juga disebabkan karena pendidikan responden juga lebih banyak pada tingkat SMP. Pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pengetahuan karena dengan pendidikan yang baik maka responden dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pencegahan dan penanganan penyakit diare yang baik. Ini sesuai dengan pendapat Y.B. Mantra (2006) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain.
Masih banyaknya pengetahuan responden yang kurang terhadap kejadian diare pada balita ini disebabkan karena responden hanya berada pada tingkat tahu dan belum sampai memahami, mengaplikasikan, menganalisa, mensintesis dan mengevaluasi terhadap suatu materi yang berkaitan dengan kejadian diare ini (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Chadijah (1997) pendidikan orang tua, atau keluarga merupakan salah satu kunci perubahan sosial budaya. Pendidikan yang relatif tinggi akan memiliki praktek yang lebih baik terhadap pemeliharaan kesehatan keluarga terutama anak balita. 4.3.3 Status Ekonomi Keluarga Balita Dari hasil penelitian, status ekonomi keluarga balita di Desa Bilungala masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena terbatasnya lapangan kerja sehingga pekerjaan yang mendominasi rata-rata petani dan nelayan. Hasil penelitian merangkum bahwa taraf pendidikan akhir masyarakat di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai didominasi oleh tamatan SMP bahkan ada yang tamatan SD, sehingga dengan taraf pendidikan yang rendah tersebut mengakibatkan kemampuan pengembangan diri mereka terbatas, rendahnya kemampuan dan ketidakberdayaan sehingga menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Kondisi kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, rendahnya taraf pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan pekerjaan dan kondisi terisolasi. Dalam rencana strategis kemiskinan disebutkan bahwa dimensi kemiskinan mencakup empat hal pokok, yakni kurangnya kesempatan, rendahnya kemampuan, kurangnya jaminan dan ketidak berdayaan (Subburatno, 2007).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (1999), bila ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan tinggi dan pengetahuan akan tinggi pula. Begitu pula sebaliknya. 4.3.4 Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil penelitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan kelurga dengan kejadian diare pada balita di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai. Dari hasil uji bivariat diperoleh X 2 hitung = 35,558, X2 tabel = 3,841 (X 2 hitung > X 2 tabel) dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indra yang dimilikinya seperti mata, telinga, hidung, dan alat indra lainnya. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan ini merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan pada penelitian ini adalah pengetahuan tentang diare baik dari aspek pengertian, penyebab, gejala termasuk upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya diare dan menangani balita yang menderita diare. Sehingga rendahnya pengetahuan keluarga adalah rendahnya pemahaman keluarga tentang diare dan upaya penanganannya. Selanjutnya, rendahnya informasi tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat pemahaman keluarga terhadap diare terutama jika terjadi pada balita. Sedangkan hal ini disebabkan karena tidak meratanya kegiatan pemberian informasi melalui penyuluhan kesehatan tentang diare pada masyarakat.
Pada dasarnya menurut pemahaman peneliti dari berbagai pengetahuan tentang diare, isi pengetahuan yang menjadi utama dan diperlukan oleh masyarakat khususnya keluarga balita adalah tentang tindakan pencegahan dan penanganan balita yang menderita diare. Kedua bentuk informasi ini diperlukan bagi keluarga meskipun pengetahuan tentang definisi diare tidak diberikan. Dengan adanya pengetahuan tersebut, keluarga dapat melakukan secara mandiri segala bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan penanganan secara lebih dini kepada balitanya jika mengalami diare sehingga mencegah keadaan dehidrasi dan tingkat keparahan kesehatan balitanya. Secara teori dikatakan bahwa salah satu faktor yang berkaitan dengan tingginya kasus diare pada balita yaitu pengetahuan keluarga, karena masalah kurang pengetahuan keluarga pada anak dengan diare ini dapat disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga rasa ingin tahu masih kurang, khususnya dalam penanganan diare. Untuk itu rencana yang dilakukan adalah mengatasi agar keluarga memahami atau mengetahui cara mengatasi masalah diare (Hidayat, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Asrul (2006) di Puskesmas Bungadidi Kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara tahun 2006 yang menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan keluarga tentang diare menyebabkan keluarga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap kejadian diare. 4.3.5. Hubungan Status Ekonomi Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Status ekonomi pada penelitian ini dilihat dari pendapatan yang dihasilkan keluarga dalam satu bulan. Dikatakan baik apabila pendapatan dalam satu bulan berjumlah Rp837.000, dan dikatakan kurang apabila pendapatan Rp < 837.000 berdasarkan UMP tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita di Desa Bilungala Kecamatan Bonepantai. Dari hasil uji bivariat diperoleh X 2 hitung = 28,924, X2 tabel = 3,841 (X 2 hitung > X 2 tabel) dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, mereka mengatakan penghasilan mereka di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan karena kurangnya lapangan kerja, sehingga keterampilan yang dimiliki juga terbatas. kebanyakan pekerjaan yang bisa mereka lakukan yaitu nelayan dan petani. Hal ini juga disebabkan karena letak wilayah yang sebagian besar dikelilingi oleh sawah dan lautan. Penghasilan yang mereka dapatkan hanya cukup untuk keperluan makan saja. Sehingga untuk keperluan yang lainnya tak bisa mereka penuhi, kecuali jika ada kelebihan. Secara teori dikatakan bahwa kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit (Behrman, 2009). Sistem imun anak yang berasal dari sosial ekonomi rendah akan lebih rendah dibanding anak yang berasal dari sosial ekonomi tinggi. Sehingga lebih rentan terinfeksi kuman penyebab diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Joko (1996), Sonny (2002)