LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DOSEN PEMULA (PDP)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY Poecilia reticulata

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAB III BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp.

Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α-Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 4. No. 3, September 2013 : ISSN :

Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan alami resin lebah melalui pakan buatan

The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

PENGARUH UMUR PADA WAKTU PERENDAMAN MADU TERHADAP KEBERHASILAN MASKULINISASI LARVA IKAN NILA GIFT (Genetic Inprovement of Farmed Tilapias)

S. Purwati, O. Carman & M. Zairin Jr.

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA COCO REVERSE: APLIKASI AIR KELAPA DALAM PRODUKSI POPULASI MONOSEKS JANTAN IKAN NILA MERAH

Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan.

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan nila

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

Hormon Jantanisasi Ikan Untuk Sex Reversal Ikan Jantan dan Pelet Stimulan Pakan Ikan (SPI) Untuk Pembesaran Ikan

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu

II. BAHAN DAN METODE

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

MASKULINISASI IKAN GUPPY

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

EFEKTIFITAS MADU LEBAH TERHADAP JANTANISASI (SEX REVERSAL) LARVA IKAN CUPANG (Betta splendens, Blkr)

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. BAHAN DAN METODE

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

The aplications of honey for sex reversal of tilapia (Oreochromis niloticus)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada 15 Juni 15 Juli 2013 di Laboratorium

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

SEKS REVERSAL IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) MELALUI PERENDAMAN LARVA MENGGUNAKAN AROMATASE INHIBITOR

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

Tingkat Kelangsungan Hidup

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

Transkripsi:

LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DOSEN PEMULA (PDP) STUDI FENOTIPIK IKAN GUPPY (Poecilia reticulate Peters) DENGAN PENGARUH AROMATASE INHIBITOR ALAMI UNTUK SEX REVERSAL GAMETIK IKAN TIM PENELITI ERWIN, M.Si NIDN : 0321018303 Nomor Surat Kontrak Penelitian : 419/F/03.07/2017 Nilai Kontrak : Rp. 6.500.000,- PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA TAHUN 2018 i

ii

iii

iv

ABSTRAK Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak digemari masyarakat sebagai hobi, terutama ikan guppy jantan karena mempunyai warna yang lebih cerah dan sirip ekor yang lebar dengan corak warna bervariasi, sehingga lebih menarik dibandingkan betina. Hal ini menyebabkan budidaya ikan guppy jantan secara monokultur akan menguntungkan karena daya tarik dan daya jualnya yang tinggi. Kendala saat ini adalah ketersediaan ikan guppy jantan sangatlah sedikit dibandingkan dengan ikan guppy betina, dikarenakan dari hasil pemijahan yang dilakukan tidak dapat dikontrol rasio jumlah ikan jantan yang didapatkan. Untuk itu perlu adanya upaya manipulasi untuk menghasilkan ikan guppy (Poecilia reticulata Peters) jantan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui fenotipe Ikan Guppy, mengetahui perubahan sex reversal ikan guppy dengan pemberian larutan aromatase inhibitor alami, mendapatkan data jumlah ikan guppy yang dihasilkan dari pengaruh aromatase inhibitor alami. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Desember 2017-Mei 2018 di Perumahan Kalibata Utara II no 27 rt 5, Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan, Laboratorium IPA PGSD UHAMKA. Tahapan penelitian ini meliputi: pengujian dosis, penentuan dosis aromatase inhibitor alami (propolis) pada pakan, pembuatan pakan, pemeliharaan induk dan larva ikan guppy, sampling larva ikan, pengukuran variabel, analisis data. Hasil penelitian didapatkan dosis propolis 0,3 µl pakan untuk ikan guppy memberikan hasil fenotipe induk ikan guppy lebih cemerlang, burayak ikan guppy lebih berwarna, dan gerakan lebih lincah dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan pemberian propolis memberikan dampak perubahan sex reversal pada morfologi fenotipe ikan guppy, sehingga terjadi maskulinasi ikan guppy betina menjadi cemerlang layaknya jantan,terlihat pada fenotipe serit sirip ekor yang mengembang dan frekuensi pada saat pertumbuhan dewasa jumlah jantan lebih banyak dibandingkan betina perbandingan 3 :1. Sesuai dengan konsep hukum Mendel tentang Segregasi gen secara berkelompok. Kata Kunci : Ikan Guppy, Propolis,aromatase inhibitor, fenotipe, sex reversal v

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT KONTRAK PENELITIAN... iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vi BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan Penelitian... 2 C. Tujuan Khusus Penelitian... 2 D. Urgensi Penelitian... 2 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. State Of The Art... 3 B. Biologi Ikan Guppy... 5 C. Sex Reversal... 6 D. Aromatase Inhibitor... 7 E. Inhibitor Alami... 8 F. Roadmap Penelitian... 9 BAB III : METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian... 10 B. Waktu dan Tempat Penelitian... 10 C. Alat dan Bahan Penelitian... 10 D. Prosedur Penelitian... 11 E. Analisis Data... 13 BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN... 14 1. Hasil Penelitian... 14 2. Pembahasan... 18 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN.. 15 1. Simpulan... 21 2. Saran. 21 BAB VI. LUARAN YANG DICAPAI... 22 DAFTAR PUSTAKA... 23 LAMPIRAN... 25 vi

DAFTAR TABEL Tabel 1. Dosis dan Jumlah Bahan untuk Perlakuan 12 Tabel 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Induk Ikan Guppy. 14 Tabel 3. Perkawinan Ikan Guppy 15 Tabel 4. Jumlah Konsumsi Pakan Harian Pada Induk Ikan Guppy 17 Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian 18 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Roadmap Penelitian. 9 Gambar 2. Bagan Alir Penelitian 10 Gambar 3. Foto Lokasi Penelitian.. 14 Gambar 4. Akuarium Pemeliharaan Burayak Ikan Guppy. 16 Gambar 5. Induk Ikan Guppy Jantan dan Betina 17 Gambar 1.a-b.c. Tempat Pemeliharaan Ikan Guppy.. 24 Gambar 2.a-b-c Pakan Ikan, Propolis, Larutan Obat 24 Gambar 3. Ikan Kelompok 1 24 Gambar 4. Ikan Kelompok 2.. 25 Gambar 5. Ikan Kelompok 3 25 Gambar 6. Ikan Kelompok 4. 26 Gambar 7. Ikan Generasi Filial 1 (F1).. 26 Gambar 8. Ikan Generasi Filial 1 (F1).. 27 Gambar 9. Ikan Generasi Filial 1 (F1) 27 Gambar 10. Produksi Benih Ikan Generasi Filial... 28 Gambar 11. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2) 29 Gambar 12. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2) 30 Gambar 13. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2).. 31 viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sebagai salah satu negara penghasil ikan hias terbesar di dunia. Saat ini permintaan ikan hias tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak digemari masyarakat sebagai hobi, terutama ikan guppy jantan karena mempunyai warna yang lebih cerah dan sirip ekor yang lebar dengan corak warna bervariasi, sehingga lebih menarik dibandingkan betina. Hal ini menyebabkan budidaya ikan guppy jantan secara monokultur akan menguntungkan karena daya tarik dan daya jualnya yang tinggi (Perkasa, 2009). Ikan guppy memiliki warna mencolok, sirip panjang dan ukuran tubuh lebih kecil disbanding betinanya. Ikan jantan memiliki nilai komersial tinggi sehingga sangat disukai dan diburu oleh pecinta ikan hias. Kendala saat ini adalah ketersediaan ikan guppy jantan sangatlah sedikit dibandingkan dengan ikan guppy betina, dikarenakan dari hasil pemijahan yang dilakukan tidak dapat dikontrol rasio jumlah ikan jantan yang didapatkan. Untuk itu perlu adanya upaya manipulasi untuk menghasilkan ikan guppy (Poecilia reticulata Peters) jantan. Melalui penggunaan hormon steroid. Hormon steroid yang digunakan untuk mengubah kelamin ikan terbagi atas dua kelompok yaitu 1) androgen sebagai hormone yang mengarahkan diferensiasi ke jantan, seperti androstenedione, metiltestosteron dan testosteronpropionat 2) Estrogen adalah hormone yang mengarahkan ke betina seperti estron dan estradiol. Metode yang biasa digunakan dalam perubahan kelamin disebut sex reversal. Sex reversal adalah suatu metode mengubah arah diferensiasi kelamin ikan secara buatan dari yang seharusnya betina menjadi jantan atau sebaliknya melalui aplikasi hormon, pengarahan kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya laju pertumbuhan dan tujuan estetik. Keberhasilan pengarahan kelamin menggunakan hormon ditentukan oleh berbagai faktor yaitu jenis ikan, umur ikan, jenis dan dosis hormon, suhu serta waktu, lama dan cara pemberian hormon. Pada ikan Guppy diferensiasi kelamin berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya ternyata penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi rendah, harganya juga cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat bersifat karsinogenik. Oleh karena itu dicari bahan alternatif yang memiliki bahan aktif sama dengan sintetis untuk sex reversal gametik ikan yang bersifat lebih alami sehingga ramah lingkungan. Bahan alternatif yang bersifat alami tersebut antara lain propolis dari madu sebagai aromatase inhibitor alami. Propolis dilaporkan memiliki komposisi yang dapat digunakan untuk pengarahan kelamin ikan yaitu chrysin dan berbagai macam mineral. Chrysin merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung flavonoid sebagai penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor. Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron (androgen) menjadi estradiol (Dean, 2004). Propolis juga mengandung 1

flavonoid dengan kadar protein yang tinggi (kandungan berflavonoid > 23.000 ppm/100 ml) sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien berperan sebagai penghambat aromatase alami dan ramah lingkungan. Perubahan diferensiasi secara alami dimungkinkan pada fase larva, dikarenakan pada masa tersebut kelamin ikan belum terbentuk secara permanen. Berdasarkan hal ini maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang lama waktu perendaman indukan ikan guppy dengan aromatase inhibitor alami propolis setelah pasca fertilisasi terhadap nisbah kelamin burayak/ larva ikan guppy (Poecilia reticulata Peters). 1.2 Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah perilaku fenotipik ikan guppy dengan pemberian aromatase inhibitor alami b. Bagaimanakah perubahan sex reversal ikan Guppy dengan pemberian larutan aromatase inhibitor alami 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : a. Mengetahui fenotipe Ikan Guppy (Poecilia reticulate Peters) b. Mengetahui perubahan sex reversal ikan guppy dengan pemberian larutan aromatase inhibitor alami c. Mendapatkan data jumlah ikan guppy yang dihasilkan dari pengaruh aromatase inhibitor alami 1.4 Urgensi Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : a. Memberikan khasanah pengetahuan dalam mempelajari ilmu ikhtiologi perairan air tawar Ikhtiologi merupakan ilmu mempelajari tentang ikan, dan ikan Guppy (Poecilia reticulate Peters) merupakan ikan hias perairan air tawar yang banyak dipelihara setelah ikan cupang. Dengan memelihara ikan guppy maka akan mempelajari ilmu ikhtiologi ikan secara lebih rinci (baik morfologi, anatomi, fisiologi, genetika ikan) agar pemeliharaan ikan menjadi lebih baik. b. Memberikan informasi pengembangan budidaya ikan hias guppy yang baik penanganannnya, agar dihasilkan ikan guppy kualitas kontes dan kualitas ekspor. Yang memiliki nilai ekonomis cukup baik, sehingga mampu menambah penghasilan bagi pembudidaya ikan hias guppy untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. c. Menjadi materi pengayaan untuk pengenalan perilaku hewan untuk materi siswa kelas 10 SMA Semester II, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) materi Pisces Kelas 10 SMA semester II. 2

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Penyusunan penelitian ini mengacu pada referensi penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan tema penelitian ini. Tabel 1. Referensi Penelitian No Referensi Penelitian Uraian Isi Penelitian 1. Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α- Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan Peneliti: Hartami & Hatta Konferensi Akuakultur Indonesia. 2013 2. Peningkatan Mutu Produksi Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Aplikasi Sex Reversal di Kelompok Tani Sumber Mina Lestari Desa Sumber Sekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang Peneliti: Widodo & Mulyanto Jurnal Mitra Akademika Vol 13. 2009 3. Maskulinisasi Ikan Nila Melalui Perendaman Larva pada Suhu 36ºC dan Kadar Residu 17α- Metiltestosteron dalam Tubuh Ikan Peneliti: Afpriyaningrum et.al. 2016 Jurnal Omni Akuatika 12(3) : 106-113 4. Efektivitas Hormon 17α- Metiltestosteron untuk Memanipulasi Kelamin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Pemeliharaan Salinitas yang Berbeda Peneliti: Bustaman, Wahyuni. 2009. Jurnal Kelautan Vol 2 No 1 :57-65. Berdasarkan hasil penelitian bahwa larva ikan cupang (Betta splendens) berumur 5 hari yang direndam dengan hormone 17α metiltestosteron memberikan hasil terbaik dengan rasio seks jantan (92,13%) dan kelulushidupan 83,33%. Produksi benih ikan nila melalui aplikasi sex reversal mampu meningkatkan benih ikan jantan dibandingkan ikan betina dengan perbandingan 1:3, sehingga mutu benih ikan nila di kelompok tani sumber mina lestari desa bisa meningkat Perendaman selama 4 jam pada larva ikan nila berumur 10 hari dalam 2 mg/l MT pada suhu 36º C menghasilkan jantan tertinggi (92,50%) dengan tingkat kelangsungan hidup 99%. Kadar testosterone dalam tubuh ikan perlakuan relatif sama dengan control pad ahari ke -30 pascarendam. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dosis hormone 17α- metiltestosteron dengan laam perendaman selama 6 jam dengan dosis 10 pada salinitas 10 ppm menghasilkan jantan sebesar 85%, betina sebesar 15 % dan intersex sebesar 0 %. Perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang terbaik dair semua perlakuan. Dan 3

5. Diferensiasi Kelamin Tiga Genotipe Ikan Nila yang Diberi Bahan Aromatase Inhibitor Peneliti : Ariyanto & Sudradjat. 2010 Jurnal Akuakultur Vol 5 No 2: 165-174 6. Pengaruh Hormon Testosteron terhadap Maskulinisasi Benih Ikan Nila dengan Metode Dipping Peneliti : Muslim, Nopirman. 2011 Jurnal Majalah Ilmiah Sriwijaya Vol XIX No 12 Juli 2011 7. Peningkatan Jumlah Nila Jantan Melalui Penggunaan Hormon Metiltestosteron Alami Peneliti : Rosmaidar, Herlina Jurnal Medika Veterinaria Vol 8 No 2 Agustus 2014. 8. Pengaruh Pemberian Pakan yang Mengandung Tesits Sapi pada Pengalihan Jenis Kelamin (Sex- Reversal) Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Peneliti : Adria & Hasibuan. 1999 Jurnal Batan Penelitian dan Pnegembangan Apliasi Isotop dan Radiasi. P 353-357. penggunaan salinitas yang berbeda juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila Bahan aromatase inhibitor efektif meningkatkan persentase kelamin jantan ikan nila pada genotipe homogamet XX dan YY, tetapi tidak pada genotipe heterogamete XY. Selain ditentukan oleh faktor genetik, diferensiasi kelamin ikan nila juga dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Dari penelitian ini didapatka hasil perendaman benih ikan nila dalam larutan hormone metiltestosteron pada perlakuan H2 sebesar 80 % dengan dosis 1,0 ml/ l sangat berpengaruh terhadap nsibah kelamin jantan yang dihasilkan. Tingkat kelangsungan hidup yang baik didapatkan pada perlakuan H3 sebesar 82,67% dengan dosis hormone 1,5 ml/l. Hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian hormone metiltestosteron alami daapt meningkatkan persentase jenis kelamin jantan. Pemberian secara perendaman lebih baik daripada pemberian melalui pakan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa testis sapi sebagai campuran pakan dapat mengubah jenis kelamin (sex reversal) ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dan menambah berat badan ikan nila merah, hasil yang paling efisien dengan pakan tambahan 10 % testis sapi berhasil 84 % ikan nila merah jantan, sedangkan untuk berat badan ikan nila merah jantan sampai umur 5 bulan 160 gram dan betina 120 gram. Kondisi lingkungan dan kolam percobaan mempengaruhi kehidupan ikan nila merah. 4

2.2 Biologi Ikan Guppy Klasifikasi ikan Guppy menurut Nelson (1984) Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Cyprinodonoidi Sub Ordo : Poecilioidei Family : Poecilidae Genus : Poecilia Species : Poecilia reticulate Peters Ikan guppy berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan guppy merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Selain hidup di perairan tawar, ikan guppy juga mampu beradaptasi di perairan payau (Nelson, 1984) serta pada kisaran suhu antara 25-28 0 C dengan ph sekitar ± 7,0. Ikan guppy bersifat omnivora dan memiliki panjang tubuh sekitar 5-6 cm. Ikan gapi merupakan ikan yang bersifat ovovivipar (Kirpichnikov, 1981) yaitu ikan yang bertelur dan melahirkan. Menurut Jollie (1964) selama di dalam perut induknya, embrio mendapat makanan bukan langsung dari induknya melainkan dari kuning telur. Ikan guppy memiliki gonad yang cepat berkembang yaitu 3 minggu setelah larva lahir gonopodium pada jantan telah berkembang, karena itu ikan guppy dikenal sebagai ikan yang berkembang biak cepat. Dalam satu kali perkawinan, seekor ikan guppy melahirkan secara parsial sampai 3 kali dengan interval waktu 1 bulan (Fernando dan Phang, 1985). Pada saat fertilisasi, sperma yang masuk dalam tubuh induk betina dapat bertahan hingga 6 bulan, sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat melahirkan walaupun tidak terjadi perkawinan kembali (Lesmana dan Dermawan, 2001). Ikan guppy dapat menghasilkan anak dengan rata-rata terendah 30-80 ekor, namun ada juga yang dapat 5

menghasilkan sampai ratusan ekor ( Fernando dan Phang, 1985). Menurut Iwasaki (1989) siklus hidup melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum. Ikan guppy dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. Menurut Lingga dan Susanto (2007) perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan guppy jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan guppy jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan guppy jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium (Mozart, 1996). Ikan guppy pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm (Lingga dan Susanto, 2007). 2.3. Sex Reversal Jenis kelamin ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik jenis kelamin terbentuk saat zigot yaitu sesuai dengan tipe pasangan kromosom kelaminnya (homogametik atau heterogametik). Namun secara fungsional perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang akan mengarahkan diferensiasi kelamin sesuai produksi hormon testosteronnya (Yamamoto, 1969 ). Apabila pada awal perkembangan gonad ditemukan hormon testosteron maka gonad akan berdeferensiasi menjadi testis. Sebaliknya jika tidak ada hormon testosteron maka gonad akan menjadi ovari (Hunter dan Donaldson, 1983). Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 6

1:1. Tetapi apabila proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses diferensisasi kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan memperbanyak sel-sel somatik membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem vaskuler pada testis (Zairin, 2002) Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002). Keberhasilan penggunaan hormon steroid dalam pengarahan kelamin dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian, dan suhu (Nagy et al., 1981). Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan kelamin pada ikan secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat. Yamazaki (1983) menyatakan bahwa waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada saat ikan baru mulai makan. Menurut Kwon et al (2000) menyatakan bahwa masa diferensiasi kelamin pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin terjadi sebelum ikan dilahirkan sampai beberapa saat setelah menjadi larva. Maka untuk proses manipulasi dapat dilakukan pada fase embrio ketika masih di dalam ovari induknya (Yamazaki dalam Anjastuti, 1995) maupun pada fase larva. Sedangkan menurut Arfah (1997), bahwa fase diferensiasi kelamin ikan Poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva berumur 12 hari. 2.4 Aromatase Inhibitor Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja aromatase dalam sintesis estrogen. Penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai umpan baliknya (Server et al., 1999). Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder (Davis et al., 1999). Secara umum, aromatase inhibitor, selain menghambat proses transkripsi gen-gen aromatase sehingga mrna tidak terbentuk dan enzim aromatase tidak ada, juga 7

bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas aromatase tidak berjalan (Brodie, 1991). Menurut Wozniak et al., (1992) terdapat dua jenis aromatase inhibitor, yaitu aromatase inhibitor steroid dan aromatase inhibitor non steroid. Contoh dari aromatase inhibitor steroid adalah 1,4,6-androstatrien-3,17-dione (ATD dan 4-hydroxy-androstenedione (4-OH-A), sedangkan aromatase inhibitor non steroid diantaranya adalah imidazole (Hutchison et al., 1997) dan fadrozole (Affonso et al., 2000). Aromatase inhibitor non steroid lebih efektif dalam menghambat aktivitas aromatase dibandingkan dengan aromatase inhibitor steroid (ATD atau 4- OH-A). Pada ikan Salmon, aromatase inhibitor telah berhasil menghasilkan jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur selama 2 jam dengan dosis 10 mg/l (Piferrer et al., 1994). Pemberian aromatase inhibitor ini telah terbukti mampu menghasilkan jantan sebanyak 38,89% pada ikan cupang (Betta sp.) melalui perendaman embrio dengan dosis 30 mg/l (Wulansari, 2002), meningkatkan persentase jantan pada ikan nila merah sebesar 20% dari kontrol melalui perendaman embrio selama 10 jam dengan dosis 20 mg/l dengan persentase jantan 82,22% (Nurlaela, 2002), ikan gapi (Poecilia reticula) sebesar 14% melalui perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 50 mg/l dengan persentase jantan 54,29% (Mazida, 2002). Aktivitas aromatase berkorelasi dengan struktur gonad, dimana larva dengan aktivitas aromatase yang rendah akan mengarah pada terbentuknya testis sedangkan aktivitas aromatase yang tinggi akan mengarah pada terbentuknya ovari (Server et al., 1999). 2.5 Inhibitor Alami Propolis merupakan sejenis balsam yang dikumpulkan oleh lebah dari tunas dan daun dari berbagai phon dan tanaman. Lebah membuat campuran balsam dengan bahan turunan dari pollen dan beberapa tipe enzim yang aktif. Enzim tersimpan dalam kelenjar di bagian kepala dan dada lebah/ Propolis terdapat pada sarang lilin dengan jumlah yang kecil dan pembungkus sarang lebah. Ratu lebah akan meletakkan telur pada bagian yang telah dilapisi dengan propolis sehingga larva telindungi dari serangan penyakit saat menetas (Kartal et.al, 2002) Bahan aktif yang diisoliasi dari propolis diinformasikan dari hasil penelitian Greenaway et.al (1990) mengandung flavon, flavonol, flavon (flavonoid), dan berbagai phenol serta aromatic. Chrysin merupakan bagian dari flavon. Chrysin adalah salah satu jenis flavonoid yang disukai sebagai salah satu penghambat dari aromatase atau disebut aromatase inhibitor alami (Dean,2004). Aktivitas aromatase terletak di dalam otak yang berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku serta terjadi pada ovari yagn berpengaruh terhadap maturase folikel dan tingkat ovulasi (Silverine et.al. 2000). Propolis mengandung kalium yang berfungsi untuk pengarahan kelamin pada ikan. Menurut Syaifuddin (2004) menyatakan bahwa pemberian suplemen madu pada ikan nila GIFT berpengaruh yang sangat nyata terhaap perubahan jenis kelamin dari betina menjadi jantan diduga disebabkan oleh kandungan kalium yang tinggi pada madu. Kalium berpengaruh terhadap pembentukan pregnolon dan kortikosteron menjadi aldosterone. Pregnolon yaitu sumber biosintesis hormone-hormon steroid dalam mitokondria yang membantu proses perubahan dari 17-hidroksi progesterone yang akan membentuk testosterone. Testosteron berfungsi sebagai hormone androgen dalam spesies jantan. Apabila hormone androgen yang dihasilkan banyak akan menyebabkan testosterone dalam tubuh ikan maka akan mengarahkan pembentukan sel kelamin jantan Hal ini sama seperti cara kerja dari 17α-metiltestosteron, yaitu dengan menambah jumlah hormon testosterone menyebabkan jumlah hormone androgen akan lebih unggul dari estrogen sehingga merangsang perkembangan testis yang mengarahkan differensiasi menjadi 8

kelamin jantan. Mineral yang terdapat dalam propolis menyebabkan reaksi alkalis pada saluran ekstraseluler pada menict. Reaksi ini menyebabkan androsperma (Y) bergerak lebih cepat daripada gymnosperma (X) sehingga akan menghasilkan anakan jantan lebih banyak. 2.5 Roadmap Penelitian Ikan Guppy (Poecillia reticulata Peters) Dosis Aromatase Inhibitor Alami (Propolis) Pemeliharaan Induk dan Larva Ikan Guppy Sex Reversal Ikan Guppy Gametik Ikan Guppy Dominan dan Kodominan Gambar 1. Roadmap Penelitian 9

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Pengujian Dosis Penentuan Dosis Aromatase Inhibitor Alami (Propolis) Pembuatan Pakan Ikan Pengukuran Variabel Sampling Larva Ikan Guppy Pemeliharaan Indukan dan Larva Ikan Guppy Analisis Data Laporan Penelitian Publikasi Jurnal Nasional ber- ISSN Gambar 2. Bagan Alir Penelitian 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dari Bulan Desember 2017- Mei 2018 di Perumahan Kalibata Utara II NO 27 RT 04 RW 05 Kalibata- Jakarta Selatan, Laboratorium IPA PGSD UHAMKA 3.3. Izin Penelitian dan Rekomendasi Persetujuan Etik Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti meminta rekomendasi persetujuan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian UHAMKA. Sebagian sampel percobaan ikan guppy akan dilakukan studi fenotipik untuk perlakuan sex reversal ikan dengan mengubah ekspresi karakter gen estrogen menjadi androgen dengan pendekatan aromatase inhibitor alami berupa propolis sebagai penganti 1,7α metil-testosteron untuk menghasillkan ikan yang berkualitas. 3.4. Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1 Alat Alat yang digunakan adalah satu buah akuarium ukuran 100 x 50 x 50 cm untuk aklimatisasi unduk, satu buah akuarium ukuran 25 x 25 x 25 cm untuk pemijahan, 15 buah 10

akuarium ukuran 20 x 20 x 20 cm untuk pemeliharaan larva, 24 buah akuarium ukuran 15 x 15 x 15 cm untuk induk yang akan melahirkan, serokan, 6 buah akuarium untuk memisahkan jantan dan betina, perlengkapan aerasi/aerator, filter akuarium, pompa air mini, heater water, lampu air, syring, thermometer, seser, mikroskop stereo, mikroskop compound, kamera digital DSLR, alat bedah, pipet tetes, gelas objek, cover glass, dan alat-alat untuk mengukur kualitas air. 3.4.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) 12 ekor jantan dan 12 ekor betina, pakan pellet, cacing sutera (Tubifex filiformis) untuk indukan, larutan metilen blue, air tawar, propolis (resin lebah Trigona sp) mengandung ekstrak propolis 60 % rendemen propolis (Propolis produksi LIPI Cibinong 3.5 Prosedur Penelitian 3.51 Pengujian Lethal Dosis Sebanyak 6 ekor betina ditempatkan ke dalam akuarium berukuran 20 x 20 x 20 cm. Ikan betina diberi makan dengan pellet yang telah disemprot propolis lebah dengan dosis 10,20,30 µl/ kg pakan yang telah dilarutkan dengan alcohol teknis 70 % sebanyak 250 ml/ kg pakan. Pemberian pakan dilakukan hingga 10 hari pemeliharaan ikan. Pengujian ini dilakukan berdasarkan pengamatan kematian total ikan secara gradual dari dosis terbesar ke dosis terkecil. 3.5.2 Penentuan Dosis Aromatase Inhibitor Alami (Propolis) pada Pakan Berdasarkan dosis yang telah diujikan selama 10 hari, maka dosis propolis perlakuan ditentukan yaitu 10, 20, dan 30 µl/kg pakan dan control (tanpa propolis). 3.5.3 Pembuatan Pakan Dosis Aromatase inhibitor alami dalam hal ini propolis yang digunakan untuk penelitian adalah 0 (control), 10, 20, dan 30 µl/ kg pakan. Pakan ditimbang untuk masing-masing perlakuan adalah 20 gram. Alkohol 70 % sebagai pelarut dimasukkan ke dalam botol semprot dengan pipet 250 ml/ kg pakan, sehingga untuk semua perlakuan menggunakan alcohol sebanyak 5 ml.propolis dimasukkan ke dalam alcohol dengan menggunakan mikropipet sebanyak masing masing 0µL, 0,10µL, 0,20µL, dan 0,30µL untuk perlakuan 0,10,20,30 µl/ kg pakan. Botol semprot ditutup dan dihomogenkan dengan vortex. Pakan disemprot hingga rata dan dikering udarakan hingga alkoholnya menguap. Pakan siap untuk disimpan dan digunakan. Pemberian pakan perlakuan dilakukan secara ad satiation (sekenyangnya). 11

Tabel 1. Dosis dan Jumlah Bahan untuk Perlakuan Dosis Jumlah Pakan(gram) Propolis (µl) Alkohol (ml) 0 20 0 5 10 20 0,10 5 20 20 0,20 5 30 20 0,30 5 3.5.4 Pemeliharaan Induk dan Larva Ikan Guppy Persiapan untuk perakitan alat-alat yang digunakan dilakukan selama satu-dua bulan yaitu meliputi penyiapan akuarium dan pemasangan aerasi. Air yang akan digunakan diberi treatment metilen blue sebnayak 10 ppt untuk menghindari tumbuhnya mikroba yang menyebabkan penyakit pada ikan dan diaerasi kuat selama 3 hari sebelum digunakan. Masaa daptasi ikan dilakukan selama 4 hari dengan pemberian pakan berupa pellet Mangalindo 2-3 kali perhari dan cacing sutera pada siang hari. Pemeliharaan induk dilakukan sampai 2 bulan hingga induk betina hamil siap memijah. Ikan jantan dan betina kemudian dipasangkan dalam satu akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1 :2 selama 4 hari. Untuk proses fertilisasi, ikan jantan segera dipisahkan pasca perkawinan dari induk betina agar tidak memakan larva yang akan lahir. Ikan betina kemudian diberi pakan yang mengandung propolis dengan dosis 0,10,20,30 µl/kg pakan selama 10 hari dalam pengarahan kelamin(sex reversal) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pasca perlakuan, pakan pellet dan cacing sutera diberikan tanpa perlakuan propolis sampai induk betina melahirkan anaknya (larva/ burayak ikan). Larva ikan dipelihara selama 2-3 bulan sampai menunjukkan ciri kelamin sekunder dan diberi makan pellet serta cacing. Air yang dimasukkan ke dalam akuarium adalah air yang berasal dari tendon pengendapan. Aerator dipasang pada setiap akuarium untuk meningkatkan difusi undara. Pembuangan kotoran pada dasar akuarium dengan menggunakan selang (penyifonan) dilakukan setiap hari. 3.5.5 Sampling Larva Ikan Sampling larva ikan dilakukan setelah dua bulan pasca melahirkan, Paramaeter pengamatan meliputi banyaknya larva yang hidup (SR) dan jenis kelamin jantan atau betina berdasarkan pengamatan karakter kelamin sekunder secara morfologis, serta pemeriksaan jaringan gonad menggunakan metode asetokarmin. Karakter sekunder pada ikan jantan terlihat adanya gonopodium warna yang lebih cerah, dan bentuk tubuh yang lebih ramoing indah. Metode asetokarmin digunakan untuk melihat jaringan gonad yaitu dilakukango pada sampel sebanyak 30 % populasi masing-masing perlakuan dari jumlah jantan dan betina yang terindentifikasi. Metode ini dilakukan dengan cara membedah ikan, kemudian dilakukan pengambilan gonad. Untuk gonad jantan berwarna putih, berukuran kecil dan jumlahnya sepasang. Sedangkan untuk gonad betina berwarna kekuningan, dan tertutup oleh lemak. Gonad yang telah diambil dicincang pada gelas objek dan ditetesi dengan larutan asetokarmin. Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop compound, Untuk gonad ikan jantan, sel bakal sperma akan terlihat seperti bitnik-bintik 12

yang banyak. Pada gonad betina, sel bakal telur akan terlihat bulat besar dan terdapat bagian inti yang dikelilingi sitoplasma yang berwarna merah. 3.5.6 Pengukuran Variabel Pengukuran variabel meliputi persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup (SR), dan kualitas air. Pengukuran kualitas air media pemeliharaan dilakukan 4 kali yaitu pada saat pemeliharaan induk, sebelum diberi perlakuan (awal), selama perlakuan (tengah), dan akhir perlakuan di media pemeliharaan. Paramater kualitas air yang diamati adalah suhu, DO, ph, dan ammonia. -Persentase Ikan Jantan = Jumlah Ikan Jantan Jumlah Ikan yang Diamati x 100 % Survival rate = 3.6 Analisis Data Ʃ Ikan yang lahir dan hidup sampai akhir penelitian Jumlah total ikan x 100 % Data proporsi kelamin jantan dankelangsungan hidup disajikan dalam bentuk tabel serta dianalisis secara statistic menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk mengetahui perbedaan parameter rerata dan disperse keberhasilan pengarahan kelamin pada dosis propolis yang berbeda (0,10,20,30 µl/ kg pakan). Keterangan : Model Persamaan : Yij =µ + i + ij Yij : Data perlakuan ke I ulangan ke J µ : nilai tengah data I J : pengaruh perlakuan ke-i : galat perlakuan percobaan pada perlakuan ke-i dan ke-j Selanjutnya untuk menguji dependensi proporsi jantan terkait dengan perlakuan maka dilakukan analisis ketergantungan Y (variable terikat) terhadap X (variable bebas) menggunakan tabel kontingensi dan diuji dengan metode statistic chi-kuadrat. Dalam hal ini, hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah independen P1=P2=P3=Pn (Tidak ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin) H1 : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah dependen P1 P2 Pn. Menentukan kriteria pengujian dalam uji khi kuadrat dua sampel : - H0 diterima (H1 ditolak) apabila x0 2 x 2 a - H1 diterima (H0 ditolak) apabila x0 2 x 2 a Data dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS versi 24.00(for windows) 13

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Penelitian berada di Perumahan Kalibata Utara II NO 27 RT 4 RW 05 Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan di rumah tempat peneliti tinggal, di ruang kedua yang didesain untuk pemeliharaan ikan guppy di akuarium. Foto Lokasi Penelitian Gam GGg4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Penentuan Dosis Propolis Pada Perlakuan pendahuluan dilakukan penentuan batasan dosis propolis yang diberikan sebanyak 10, 20 dan 30 µl/kg pakan menghasilkan kelangsungan hidup ikan 100 %. Pada dosis lebih dari 30µl/kg menunjukkan indikator ikannya mengalami tingkat stress maka dihentikan batasan sampai ikan mengalami stress.untuk mengembalikan kondisi ikan yang mengalami stress larutan maka airnya disifon secara perlahan-lahan dan diberi garam ikan untuk menstabilkan derajat keasamaan air (ph) dan diberi larutan ich-ite sebagai larutan tambahan untuk menstabilkan kondisi air. Maka dosis yang direkomendasikan dari percobaan pendahulan yang dipakai kisaran 10-30µl. Tabel 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Induk Ikan Guppy pada Uji Dosis Propolis (%) Dosis Propolis Jumlah Ikan Awal Jumlah Ikan Akhir SR (%) 10 6 6 100 20 6 6 100 30 6 6 100 40 6 6 100 ( ikan stres) Berdasarkan tabel kelangsungan hidup pada uji dosen, maka interval dosis dihentikan sampai ikan mengalami tingkat stress pada 40 µl./kgpakan, maka dosis yang dirujuk adalah 10 µl.,20 µl., dan 30 µl./kg pakan. 14

4.2.2. Kelangsungan Hidup Larva Ikan Guppy Tingkat Kelangsungan hidup larva ikan baik dengan dosis propolis 0,10,20,30 µl. /kg pakan. Hanya dalam masa pertumbuhan larva ikan ada beberapa yang mati, dikarenakan terserang cendawan semu Saprolegnia sp dan Achlya sp pada sirip insang larva ikan, dan mata ikan, sehingga mengakibatkan ada beberapa larva ikan mati sebanyak 3 ikan mati dihari yang berbeda. Untuk kelangsungan hidup ikan didapatkan data pertumbuhan sampai bulan Mei, ikan jantan dan ikan betina dengan frekuensi 1: 2 (jantan: betina), dan semuanya sudah siap untuk dilakukan pemijahan generasi F2, tetapi penelitian adalah sex reversal yang hanya mencari data dari generasi indukan menghasilkan anakan F1, selesai penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian lanjutan secara mandiri untuk melakukan pemijahan generasi F2 sampai f3 sehingga didapatkan data siklus genetika ikan Guppy secara komprehensif dan bisa berpotensi menjadi paten dengan perlakuan sex reversal kembali. Data dari indukan sampai menghasilkan keturuan generasi F1 disajikan pada tabel berikut ini. No Indukan Ikan Ikan Jantan Ikan Betina 1 Jantan merah x Betina Merah 9 12 2 Jantan Merah x Betina Tuxedo 6 15 3 Jantan Tuxedo x Betina Merah 7 14 4 Jantan tuxedo x Betina tuxedo 5 16 5 Jantan merah x betina tuxedo 7 14 6 Jantan tuxedo x betina merah 8 13 Dari tabel didapatkan jenis kelamin ikan banyak jenis ikan betina, Hal ini sudah lazim terjadi jumlah ikan betina akan lebih banyak dibandingkan ikan jantan, maka dari itu dilakukan pemberian propolis sex reversal ditahap berikutnya, dengan mengubah karakter morfologis dan fenotipe dari iakn jenis kelamin betina menjadi karakter morofologi dan fenotipe ikan jantan sehingga nilai jual ikan betina menjadi tinggi juga seperti pada ikan jantan. 4.2.3. Keberhasilan Sex Reversal Tingkat keberhasilan sex reversal ikan menunjukkan dengan pemberian propolis pada burayak ikan secara kontinu menunjukkan hasil perubahan secara gradual pada jenis kelamin jantan menunjukkan karakter corak warna makin terang dan menyala, pertumbuhan serit ekor makin mengembang, dan untuk ikan jenis kelamin betina karakter fenotipe muncul dengan tetap mempertahankan zona sekitar perut tetap mengembang besar sebagai ciri khas ikan betina, dan dengan perlakuan propolis karakter untuk serit sirip ekornya menunjukkan corak warna beragam dan ekornya juga mengembang layaknya ikan jantan, sehingga diharapkan nilai jual ikan betina menjadi tinggi sama dengan harga ikan jantan. Gambar tempat memelihara burayak ikan guppy disajikan pada gambar berikut ini. 15

Gambar 4. Akuarium Pemeliharaan Burayak Ikan Guppy 4.2.4. Pengamatan Gonad Ikan Guppy Jantan dan Betina Secara morfologis, ikan guppy dapat dibedakan karakter antara jenis kelamin jantan dan betina dilihat dari ukurannya yaitu ikan jantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan ikan betina. Ikan guppy jantan memiliki corak warna yang lebih indah dan bervariasi daripada indukan betina. Pada induk jantan terdapat gonopodium yaitu modifikasi sirip anal berbentuk panjang dan runcing pada bagian ujung yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran sperma. Sedangkan pada jenis kelamin betina memiliki karakterisasi adanya bitnik hitam pada bagian urogenital atau pada sirip analnya yang bulat, dengan memiliki kekhasan perut yang membulat besar dan transparan keputihan, dan Ikna Guppy masuk kategori ikan beranak ( ovovivipar) (lihat Gambar 5). 16

Gambar 5. Induk Ikan Guppy Jantan dan Betina 4.2.5 Jumlah Intake per Hari Rata-rata konsumsi pakan tiap hari ikan guppy kisaran antara 0.0 gram (Tabel 3). Ratarata pakan yang dikonsumsi induk ikan guppy untuk semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Hal ini menunjukkan induk ikan guppy mengkonsumsi jumlah pakan yangmendekati sama dan tidak terpengaruh oleh rasa pakan yang beraneka ragam pada berbagai perlakuan dengan propolis. Tabel 3. Jumlah Konsumsi Pakan Harian Pada Induk Ikan Guppy Ulangan Ʃ Konsumsi Pakan perhari (g) 0 10 20 30 1 0.032 0.04 0.05 0.036 2 0.040 0.05 0.04 0.049 3 0.039 0.04 0.04 0.037 Rata-rata 0.037 0.042 0.046 0.040 SD 0.004 0.006 0.002 0.007 4.2.6 Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada awal pemeliharaan induk, dan selama perlakuan yaitu awal perlakuan, saat perlakuan, serta akhir perlakuan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, Ph, oksigen terlarut (DO), dan ammonia disajikan pada tabel 4. 17

Tabel 4. Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Waktu Pengukuran Pemeliharaan Induk Parameter Kualitas Air Suhu (º C) ph DO (mg/l) Amonia(mg/L) 26.5-26.7 7.44-7.56 3.59-4.83 0.045-0.005 Awal Perlakuan 25.8 7.42 3.46 0.073 Saat Perlakuan 25.9-26.3 8.02-8.12 6.03-6.19 0.014-0.45 Akhir Perlakuan 27.1-27.6 7.64-8.47 3.14-4.06 0.02-0.07 Referensi 25-27* 6.5-9* >3* <1** Swingel, 1969 dalam Boyd, 1990 Wardoyo,1975 dalam Zakaria, 2003 Selama penelitian suhu akuarium berkisar antara 25.8-27.6 ºC, Ph berkisar antara 7.42-8.47, DO berkisar antara 3.14-6.19 mg/l, dan ammonia berkisar antara 0.014-0.073 mg/l. 4.3 Pembahasan Penentuan jenis kelamin pada ikan ditentukan oleh faktor genetika dan faktor lingkungan. Faktor genetika merupakan penentu kelmain pada awal perkembangan embrio yaitu pasangan kromosom kelaminnya saat zigot. Gonad berfungsi untuk menghasilkan sel gamet dan hormone kelamin sesuai dengan kelamin yang ditentukan secara genetic. Hormon kelamin kemudian mengatur perkembangan karakter kelamin sekunder dan mempengaruhi fungsi reproduksi (Ukhroy, 2006). Genotip betina XX akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan XY akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1 :1 untuk kondisi normal tanpa pengaruh dari luar (Zairin, 2002) Dalam penelitian, jumlah ikan guppy jantan yang dihasilkan pada perlakuan propolis dosis 30 µl propolis/ kg pakan,data menunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diprediksi karena faktor penentu kelamin betina dan jantan tidak seimbang sebagaimana pernah dilaporkan Yamamoto (1969) bahwa terdapat perbedaan persentase jumlah keturunan berkelamin jantan dan betina pada ikan guppy dan beberapa ikan-ikan lain seperti ikan platy, ikan kongotetra, rainbow tetra,neon tetra, marbel, black molly, cupang dan jenis ikan hias lainnya tidak normal. Jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan (fenotipe). Jenis kelamin pada zigot secara genetis merupakan hasil dari keseimbangan gen penentu jantan dan betina di dalam kromosom kelamin, serta sebagian kecil gen yang berada di dalam autosom). Kirpichnikov (1981) menyatakan perubahan jenis kelamin dapat terjadi apabila keseimbangan gen penentu jantan dan betina di dalam autosom berubah. Proporsi ikan guppy berkelamin jantan pada perlakuan dosis propolis 10,20,30 µl/kg untuk sementara menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dalam hal ini perlakuan dosis 18

propolis 30µl/kg menunjukkan hasil yang baik walau ada perlakuan induk yang mati setelah melahirkan karena terlambat dilakukan sifon pada akuarium. Pemberian dosis propolis untuk sementara waktu menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan kontrol dan kadar dosis propolis rendah, dikarenakan burayak ikan menunjukkan aktivitas berenang yang lincah, warna tubuh yang lebih cemerlang mengkilap walau masih agak kesulitan menentukan jenis kelamin anak ikan, dikarenakan masih belum cukup usia dalam pertumbuhan burayak ikan menjadi matang kelamin. Kemampuan propolis dalam peningkatan proporsi ikan guppy jantan berhubungan dengan bahan aktif bioflavonoid yang terdapat dalam chrysin, yang berfungsi sebagai aromatase inhibitor. Aromatase inhibitor bekerja dengan cara menghambat aktivitas aromatase. Penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari aromatase sebagai feedbacknya. Pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy juga diduga terkait dengan adanya kadar kalium dan mineral yang terdapat dalap propolis. Martati (2006) menyatakan bahwa tingginya kandungan kalium yang diberikan dalam madu pada pakan larva ikan nila GIFT menyebabkan perubahan kolesterol yang terdapat dalam jaringan tubuh larva menjadi pregnenolon. Pregnenolon merupakan sumber biosistensis hormone-hormon steroid (testosterone) oleh kelenjar adrenal. Hormon testosterone akan mempengaruhi perkembangan genital jantan, karakteristik seks sekunder jantan dan spermatogenesis Pada dosis propolis 30 µl/kg menunjukkan untuk sementara ikan guppy jantan menjadi lebih agresif, dan proporsi mendekati ikan betina tinggi. Perlakuan pemberian dosis berlaku baik pada perlakuan induk juga untuk burayak ikan guppy agar dihasilkan ikan guppy jantan lebih dominan matang kelaminnya. Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor yang terkait dengan kelangsungan hidup ikan. Kualitas yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan biologis ikan atau masih dalam toleransi untuk hidup ikan. Selama penelitian parameter kualitas air masih berada dalam kisaran yang layak untuk kehidupan ikan guppy( Tabel 4). Suhu merupakan faktor lingkunga yang berpengaruh terhadap proporsi ikan guppy. Proporsi betina meningkat secara gradual seiring dengan penurunan suhu dan proporsi jantan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan (Karay cel, 2006). Proporsi anak jantan yang dihasilkan oleh induk yang dipelihara pada suhu 30ºC lebih banyak dibandingkan pada suhu 27ºC. Peningkatan jumlah ikan jantan diduga karena adanya peningkatan hormone jantan testosterone yang sejalan denganmeningkatnya suhu inkubasi (Arfah, 2005). Nilai ph berkisar antara 7.42-8.47 masih termasuk dlaam kisaran ph 6,.5-9 yang baik untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan.nilai derajat keasaman berpengaruh terhadap karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi ph maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendahnya karbondioksid bebeas. Toksisitas senyawa kimia seperti ammonia yang tidak terionisasi pada ph tinggi bersifat toksik (membunuh) dan lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik (Effendi, 2003). DO (dissolve oxygen) merupakan kadar oksigen yang terlarut di dalam air. Organisme akuatik memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup agar tidak terjadi stress, hypoxia pada jaringan, mudah terserang penyakit dan parasite. Bahkan dalam kondisi air ekstrim menyebabkan kematian secara mendadak dan massal. 19

Amonia di perairan dihasilkan dari pemecahan nitrogen organic (protein dan urea) dan nitrogen organic yang berasal dari dekomposisi bahan organic melalui proses amonifikasi. Amonia yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, ph dan suhu. Ikan Guppy hasil penelitian menunjukkan hasil perbandingan 1: 2( 1 jantan: 2 betina), dengan tingkat kematian kecil, dikarenakan setiap dua hari dilakukan penyifonan pada wadah akuarium ikan dipelihara, tujuanny agar kotoran ikan cepat terambil sehingga tidak terjadi proses fermentasi anaerobic yang dapat meningkatkan kandungan nitrit sebagai zat toksik yang bisa mengakibatkan ikan keraunan. Dengan teknik penyifonan setiap 2 hari dilakukan pada ikan guppy, tingkat kematian dan stress ikan bisa ditekan signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mazzida (2002) untuk menekan laju mortalitas ikan guppy. Ikan guppy yang dipelihara dan setelah diberi perlakuan propolis dengan dosis rendah dapat menghasilkan guppy kualitas kontes untuk jenis kelamin jantan. Nilai keindahan untuk ikan guppy kualitas kontes dilihat dari bentuk sirip ekor dan bentuk tubuh. Sirip ekor sudah terlihat indah melekat di pangkal ekor, bentuk tubuh proporsional, semisilinder, dan tidak terlalu panjang. Nilai tertinggi diberikan untuk bentuk sirip yang menampilkan kesan kelembutan dan anggun, apa pun tipe siripnya, dan ikan hasil penelitian memenuhi kriteria tersebut. Warna sudah menunjukkan tingkat kecerahan, kemilau, dan komposisi warna merata sebagai nilai tambah dalam kategori ikan guppy kualitas kontes. 20

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Propolis dapat meningkatkan persentase ikan guppy jantan dilihat secara fenotipe pada dosis propolis 30 µl/kg pakan buatan, dan pertumbuhan burayak ikan guppy menunjukkan tingkat kecemerlangan warna kulit yang lebih baik dibandingkan kontrol. Perlakuan sex reversal pada ikan menunjukkan hasil signifikan, karakter ikan betina secara morfologi dan fenotipe sudah menunjukkan karakter serit ekor lebih lebar dan corak warna lebih cemerlang yang menujukkan karakter fenotipe ikan jantan dan tetap dipertahankan bagian perut tetap mengembang sebagai karakter ciri khas ikan betina. Karakter fenotipe ikan jantan menunjukkan tingkat kecemerlangan corak warna makin terang, dan serit ekor makin mengembang melebar sehingga didapatkan ikan guppy jantan mendekati ke arah guppy kualitas kontes. 5.2 Saran Perlu mencari alternatif aromatase inhibitor alami lainnya yang lebih ekonomis dan terjangkau dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada ikan guppy sampai generasi F2 dan F3, sehingga bisa dibuat peta pedigree keturunan ikan(sehingga bisa dihasilkan ikan guppy varietas/ ras baru yang lebih baik dan lebih unggul) 21

BAB VI. LUARAN YANG DICAPAI IDENTITAS JURNAL 1 Nama Jurnal BIOSFER 2 Website Jurnal http://journal.unpas.ac.id/index.php/biosfer 3 Status Makalah Submitted 4 Jenis Jurnal Nasional ber-issn 4 Tanggal Submit 23 Mei 2018 5 Bukti Screenshot submit 22

DAFTAR PUSTAKA Afonso, Iwama GK, Smith J, Donaldson EM. (2000). Effect of the aromatase inhibitor Fadrozole on reproductive steroids and spermiation in male salmon (Onycorlyhchus kisutch) during sexual maturation. Aquaculture, 188,175-187. Arfah H. (1997). Efektivitas Hormon Metiltestosteron dengan Metode Perendaman Induk terhadap Nisbah Kelamin dan Fertilitas Keturunan Ikan Gappi. Tesis.Tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Brodie A.(1991). Aromatase and Its Inhibitor. An Overview. J.Steroid Biochem. Molec.Biol. 40,255-261 Davis RB, Simco CA, Groudie NC. (1990). Hormonal Sex Manipulation and Evidence for Female Homogamety in Channel Catfish. Gen.Comp.Endocr, 78,219-223 Dean W.(2004). Chrysin: It is an Effective Aromatase Inhibitor. Vitamin Research Vol 18, No, 4 Fernando A, Phang. (1985). Culture of the Guppy Poecilia reticulate. In Singapore. Aquaculture, 51,49-63 Fujaya Y.(2002). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. 201 hal Hartami P, Hatta M. (2013). Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 hari dengan Hormon 17α- Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan. Konferensi Akuakultur Indonesia p. 1-8. Jollie.WP, (1964). The Fine Structure of the Ovarian Folicle of the Ovoviviporous Poecilid Fish. Journal of Morphology, 144,479-502. Kartal M, Sender Kya, Semia Kurucu.(2002). GC-MS Analysis of Propolis Sample From Two Regions of Turkey. Ankara University, Faculty Pharmacy, Department of Pharmacognocy. Turkey Kirpichnikov.(2004). Genetic Bases of Fish Selection Springer Veerlag. Berlin Heidelberg. New York.410p Kwon JY, Hurtado B, Mc Andrew.(2000). Maskulinization of Genetic Female Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) by Dietary Administration of an Aromatase Inhibitor During Sexual Differentiation. Journal of Experimental Zoology, 287,46-53. Lingga P, Susanto.(1987). Ikan Hias Air Tawar. Pt.Gramedia Jakarta. Jakarta Mazzida A.(2002). Pengaruh Aromatase Inhibitor terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi. Skripsi.Tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor 23

Piferrer FS, Januy M,Carrilo I, Devlin E. (1994). Brief Treatment with an Aromatase Inhibitor During Sex Differentiation Causes Cromosomally Female Salmon to Develop as Normal Functional Males. Journal of Experimental Zoology,270,255-262. Wiley-Liss.Inc Server, DM, Halliday, Waight, Dvies. (1999). Sperm Storage in Female of the Smooth New (Triturus vulgaris L). Ultrastructure of the Spermathecal During the BEEDING Season. Journal of Experimental Zoology, 283,51-70. Wiley-Liss Inc. Syaifuddin A. (2004). Pengaruh Pemberian Suplemen Madu pada Larva Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) terhadap Rasio Jenis Kelamin. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya, Fakultas Perikanan.Malang. Wulansari R.S.(2002). Pengaruh Dosis Aromatase Inhibitor terhadap Nisbah Kelamin Ikan Betta (Betta sp). Tesis. Tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Wozniak A. Holman J. Hutchinson JB. (1992). In Vitro Potency and Selectivity of the Non- Steroidal Androgen Aromatase Inhibitor CGS. Compared to Steroidal Inhibitor in the Brain. J.Steroid. Biochem.Mol.Biol, 43,281. Yamamoto. (1969). Sex Differentiantion Fish Physiology. Vol III P: 117-158. In Academic Pres. New York Yamazaki R.(1963). Sex Conrol and Manipulation in Fish. Aquaculture. 33, 329-354 Zairin M. Jr O Carman, A Laining, Nurdiana. (2002). The Effects of Different Exposure Time of Metiltestosteron on Sex Ratio of Congo Tetra. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 9,59-65 24

LAMPIRAN Dokumentasi Ikan Guppy Gambar 1.a-b-c Tempat Pemeliharaan Ikan Gambar 2.a-b-c Pakan Ikan, Propolis, Larutan Obat Gambar 3. Ikan di Kelompok 1 25

Gambar 4. Ikan Kelompok 2 Gambar 5. Ikan Kelompok 3 26

Gambar 6. Ikan Kelompok 4 Gambar 7. Ikan Generasi Filial 1 (F1) 27

Gambar 8. Ikan Generasi Filial 1 (F1) Gambar 9. Ikan Generasi Filial 1 (F1) 28

Gambar 11. Produksi Benih Ikan Generasi Filial 1 (Untuk benih menuju generasi F2) 29

Gambar 12. Produksi Benih untuk Generasi F2 30

Gambar 13. Produksi Benih untuk Generasi F2 31

Gambar 14. Produksi Benih Ikan Guppy untuk Generasi Filial II (F2) 32