Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α-Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α-Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan"

Transkripsi

1 Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α-Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan Prama Hartami, Asyraf dan Muhammad Hatta Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Perairan Universitas Malikussaleh, Aceh Utara Prama_hartami@yahoo.com Abstract Prama Hartami, Asyraf and Muhammad Hatta Time Depth of 5 th Day of Cupang (Betta splendens) Hormone Soak With 17α-Metiltestosteron For Monosex Masculine Efficacy. Konferensi Akuakultur Indonesia The aim of this research was to know influence of 17α-Metiltestosteron hormone for monosex masculine efficarcy of 5 nd of cupang (B. splendens) larva and the survival rate. The research was done in March 25 th until May 23 nd 2012 at Hatchery and Aquaculture Technology Laboratory, GOR Cunda Lhokseumawe. The methode that used in this research was non factorial complete random device by 4 treatment and 3 replication (10 hours, 12 hours, 14 hours and control). Result of using hormone 17α-Metiltestosteron for masculinitation indicate that the highest percentage showed in first treatment (10 hours) that was equal to 92.3%. Based on F test can showed that F count ( ) > F Table 0.01 (7.59) due to the survival rate (83.33%). Mean while, water quality check during the research showed us that temperature range was o C and than ph was This water quality value still in optimal range for standard culture of B. splendens. Keywords: 17α-Metiltestosteron; B. splendens; Monosex; Sex reversal Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Maret sampai 23 Mei 2012, yang bertempat di Laboratorium Hatchery dan Tekonologi Budidaya GOR Cunda Lhokseumawe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hormon 17α-metiltestosteron terhadap larva ikan cupang yang berumur 5 hari terhadap rasio seks jantan ikan cupang (B. splendens) dan kelulus hidupan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu perlakuan dengan perendaman 10 jam, perlakuan dengan perendaman 12 jam, perlakuan dengan perendaman 14 jam, dan kontrol. Hasil penggunaan larutan hormon 17α-metiltestosteron terhadap perubahan jenis kelamin menunjukkan bahwa persentase kelamin ikan cupang jantan tertinggi pada perendaman hormon 10 jam yaitu sebesar 92,13%, 12 jam yaitu sebesar 73,21%, 14 jam yaitu sebesar 42,22%, dan terendah pada kontrol atau tanpa perendaman hormon sebesar 34,44%. Hasil uji F menunjukkan bahwa pengaruh lama waktu perendaman berbeda sangat nyata (F hitung > F Tabel 0,01) nilai F hitung dan nilai F tabel 7,59 terhadap nisbah kelamin ikan cupang. Sedangkan tingkat kelulushidupan tertinggi terjadi pada perlakuan 10 jam yaitu 83,33%, 12 jam yaitu sebesar 76,67%, kontrol 56,67%, dan terendah terdapat pada perlakuan 14 jam yaitu 53,33%. Hasil uji F menunjukkan bahwa tingkat kelulushidupan ikan cupang berbeda sangat nyata (F hitung > F Tabel 0,01) nilai F hitung 19,58333 dan nilai F tabel 7,59%. Hasil pengukuran parameter kualitas air yang diperoleh menunjukkan bahwa selama penelitian untuk suhu berkisar antara 26,79 28,11 o C dan ph 6,86-6,89. Kata kunci: 17α-Metiltestosteron; B. splendens; Monosex; Sex reversal Latar belakang Pendahuluan Keindahan tubuh dan ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki oleh setiap ikan hias serta nilai ekonomisnya adalah faktor utama yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan hias. Salah satu jenis ikan yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah ikan cupang. Ikan cupang (B. splendens) merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk (Polimorphisme), seperti ekor bertipe mahkota crown tail, ekor penuh full tail dan bertipe slayer, dengan sirip panjang dan berwarna-warni. 1

2 Keindahan bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai komersial ikan hias cupang. Penampakan warna pada jenis ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, kematangan gonad, genetik dan faktor geografi. Ikan cupang B. splendens, sebagai ikan hias air tawar yang banyak digemari masyarakat, di dalam maupun luar negeri. Permintaan pasar ditujukan pada (B. splendens) yang berjenis kelamin jantan. Ikan cupang jantan memiliki warna mencolok, sirip panjang dan ukuran tubuh lebih kecil dibanding betinanya. Ikan cupang (B. splendens) jantan memiliki nilai komersial tinggi sehingga sangat disukai dan diburu oleh pecinta ikan hias. Selain itu ikan cupang ini bisa juga untuk diadu atau dilaga. Kendalanya saat ini adalah ketersediaan ikan cupang jantan sangatlah sedikit dibandingkan dengan ikan cupang betina, dikarenakan dari hasil pemijahan yang dilakukan tidak dapat dikontrol terhadap rasio jumlah ikan jantan yang didapatkan. Untuk itu perlu adanya upaya manipulasi untuk menghasilkan ikan (B. splendens) jantan. Melalui penggunaan hormon steroid. Hormon steroid yang digunakan untuk mengubah kelamin ikan terbagi atas dua kelompok yaitu 1) Androgen sebagai hormon yang mengarahkan diferensiasi kejantan, seperti androstenedion, metiltestosteron dan Testosteronpropionat 2) Estrogen adalah hormon yang mengarahkan ke betina seperti estron dan estradiol. Metode yang biasa digunakan dalam perubahan kelamin disebut sex reversal. Sexs reversal adalah suatu metode mengubah arah diferensiasi kelamin ikan secara buatan dari yang seharusnya betina menjadi jantan atau sebaliknya melalui aplikasi hormon. Perubahan diferensiasi secara buatan dimungkinkan pada fase larva, dikarenakan pada masa tersebut kelamin ikan belum terbentuk secara permanen. Berdasarkan hal ini maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang lama waktu perendaman larva ikan cupang (B. splendens) berumur 5 hari dengan hormon 17 α-metiltestosteron terhadap keberhasilan monosex jantan. Tujuan dan manfaat Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hormon 17α-metiltestosteron terhadap larva ikan cupang yang berumur 5 hari terhadap rasio seks jantan ikan cupang (B. splendens) dan kelulushidupan. Adapun manfaat yang bisa didapat adalah sebagai sumber informasi kepada semua pihak pembudidaya ikan cupang untuk dapat menghasilkan jenis ikan cupang jantan secara massal. Waktu dan tempat Metodelogi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Maret - 23 Mei 2012, yang bertempat di Laboratorium Hatchery dan Tekonologi Budidaya GOR Cunda Lhokseumawe. Bahan dan alat Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan cupang yang berumur 5 hari, hormon 17α-metiltestosteron, alkohol. Adapun peralatan yang digunakan pada saat penelitian yaitu berupa: toples berjumlah 12 buah, thermometer, ph meter, timbangan digital, gelas ukur, kertas tissue, selang, skopnet, tabung polietilen, kamera dan alat tulis. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan 3 ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah : Perlakuan A : Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron 10 jam. Perlakuan B : Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron 12 jam. Perlakuan C : Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron 14 jam. Perlakuan D : Kontrol (tanpa perendaman hormon). 2

3 Prosedur penelitian a. Persiapan wadah Wadah pemeliharaan larva selama penelitian berupa toples yang terbuat dari plastik berukuran (15,5 x 15,5 x 11) cm 3 sebanyak 12 buah, sebelum digunakan terlebih dahulu wadah di cuci bersih lalu dikeringkan, kemudian diisi air dengan volume 2 L. Khusus wadah pemijahan digunakan toples plastik dengan tinggi air/volume 2 L dan kepadatan masing-masing berjumlah 1 pasang induk. b. Pemijahan ikan cupang (B. splendens) Untuk menghasilkan larva yang berumur 5 hari dan seragam maka dilakukan pemijahan sendiri sebelum dimulai penelitian. Setelah induk menghasilkan telur dan menempal pada sarang berupa busa yang dipersiapkan oleh induk jantan, maka induk betina segera dipindahkan dan jantannya tetap dibiarkan di wadah untuk merawat telur sampai menetas, lama waktu penetasan adalah 24 jam. c. Penyiapan hormon Hormon 17α-metiltestosteron ditimbang sebanyak 20 mg lalu dilarutkan kedalam tabung polietilen dan ditambahkan 0,5 ml alkohol 70%. Selanjutnya campuran hormon dan alkohol diaduk sampai hormon larut. Kemudian dituangkan hormon kedalam wadah perendaman yang berisi air sebanyak 2 L. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 1 yang menunjukkan bagan alir penyajian pembuatan larutan hormon 17α-metiltestosteron, sebagai berikut: Timbang 20 mg 17α metiltestosteron Masukkan ke tabung polietilen 5 ml Tambahkan 0,5 ml alkohol 70%, tutup Lalu kocok hingga larut Tuangkan dalam wadah perendaman larva yang berisi air sebanyak 2 liter air Lakukan perendaman sesuai dengan perlakuan d. Introduksi hormon pada larva Gambar 1. Bagan penyajian pembuatan hormon. Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron dilakukan dengan waktu 10 jam, 12 jam, 14 jam dan kontrol. Setelah dilakukan perendaman sesuai dengan perlakuan, maka selanjutnya larva dipelihara dalam toples lain yang telah dipersiapkan sebelumnya. e. Pemeliharaan pada larva Setiap wadah pemeliharaan larva dimasukkan biota uji sebanyak 10 ekor. Pemberian pakan larva dilakukan pada saat kuning telur sudah mulai habis, yaitu pada hari ke-3. Memasuki hari ke-4 larva sudah bisa diberi pakan berupa suspensi kuning telur ayam yang telah direbus. Pemberian pakan ini dilakukan pada pagi, siang dan sore hari secara adlibitum (sampai kenyang) sampai larva berumur 9 hari. Kemudian pada hari ke-10 larva sudah diberikan kutu air dan jentik nyamuk sebagai makanan utama, sedangangkan cacing sutra diberikan sebagai makanan tambahan. 3

4 f. Identifikasi kelamin Identifikasi kelamin dilakukan dengan metode pengamatan berdasarkan perubahan pada morfologinya, yaitu dengan mengamati ciri-ciri seksual sekunder yang tampak pada ikan, pengamatan baru dapat dilakukan setelah umur ikan cupang 60 hari. Parameter yang diamati Pengamatan parameter uji berupa kelulushidupan dan nisbah kelamin dilakukan mulai hari ke- 60 pada masa pemeliharaan. Cara mendapatkan data hasil dari setiap parameter tersebut adalah sebagai berikut: a. Nisbah kelamin Nisbah kelamin jantan dapat dihitung dengan persamaan (Zairin, 2002) yaitu : J (%) = Jumlah Jumlah ikan ikan jantan sampel x 100% (1) b. Kelulushidupan larva Derajat kelulushidupan larva ikan cupang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) sebagai berikut : c. Kualitas air Jumlah Ikan Hidup Akhir Penelitian SR x100% (2) Jumlah Ikan Awal Penelitian Adapun kualitas air yang di ukur selama penelitian yaitu suhu, dan ph, yang diamati setiap satu minggu sekali. Untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga selama penelitian maka dilakukan penyiponan seminggu sekali, sebanyak 20% dari total air di dalam wadah. Analisis data Untuk analisis data digunakan uji sidik ragam apabila menunjukkan perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil perlakuan dan hasil analisis ditabulasi ke dalam tabel serta dilakukan pembahasan secara deskriptif. Model umum rancangan dalam penelitian ini adalah model tetap seperti yang dikemukakan oleh Hanafiah (1991) yaitu: Yij = µ + Ui + Kj+ ij (3) Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pengaruh hormon 17α-metiltestosteron pada ulangan ke-i µ = Rataan umum Ui = Pengaruh ulangan ke-i Kj = Pengaruh lama hormone 17α-metiltestosteron ke-j ij = Pengaruh galat perlakuan hormon 17α-metiltestosteron ke-k pada ulangan i Nisbah kelamin jantan Hasil dan Pembahasan Berdasakan hasil dari penelitian didapatkan bahwa nisbah kelamin jantan ikan cupang tertinggi terdapat pada perlakuan A (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam) dengan nisbah kelamin jantan 92,13%, disusul perlakuan B (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 12 jam) dengan nisbah kelamin jantan sebanyak 73,21%. Perlakuan C (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 14 jam) dengan 4

5 nisbah kelamin jantan sebanyak 42,22%. Dan yang terendah perlakuan D (kontrol) dengan nisbah kelamin jantan 34,44%. Rata-rata nisbah kelamin jantan ikan cupang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nisbah kelamin jantan ikan cupang. Ulangan Perlakuan (%) A B C D Jumlah 1 100,00 87,50 66,67 50,00 304, ,89 75,00 40,00 33,33 237, ,50 57,14 20,00 20,00 184,64 Jumlah 276,39 219,64 126,67 103,33 726,03 Rata-rata 92,13 73,21 42,22 34,44 242,01 Sumber : Data Hasil Pengamatan (2012). Keterangan: Perlakuan A = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam Perlakuan B = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 12 jam Perlakuan C = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 14 jam Perlakuan D = Kontrol Berdasarkan Tabel 1 bahwa nisbah kelamin jantan ikan cupang tertinggi terdapat pada perlakuan A (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam) sebesar 92,13% dan terendah pada perlakuan D (kontrol) dengan nisbah kelamin jantan 34,44%. Hal ini sama dengan hasil penelitian Umardani (2010) yang menyatakan bahwa perendaman larva ikan cupang selama 10 jam dengan perendaman hormon 17α-metiltestosteron yang menghasil nisbah kelamin jantan yang tertinggi. Kholidin (1996) menambahkan bahwa dengan perendaman larva ikan cupang selama 10 jam dengan perendaman hormon 17α-metiltestosteron dengan menghasilkan nisbah kelamin jantan ikan cupang yang tertinggi. Anna, et al. (1995) menyatakan fakta bahwa pada perendaman selama 10 jam lebih efektif untuk perubahan kelamin menjadi jantan, sehingga menghasilkan nisbah kelamin jantan yang tinggi. Oleh sebab itu, agar ikan cupang menjadi jantan semua, maka perlu ditambahkan hormon androgen yang dapat menghasilkan sel jantan. Sehingga dengan penambahan tersebut, dimaksudkan agar ikan cupang bisa menjadi 100% jantan semua (Zairin, 2002). Metiltestosteron pada ikan jantan meningkatkan spermatogenesis sedangkan pada betina mendorong timbulnya karakter sekunder sex jantan seperti perpanjangan sirip anal pada ikan cupang dan dapat menyebabkan reabsorpsi telur dan degenerasi ovary. Keberhasilan penggunaan hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama dan waktu pemberian hormon, cara pemberian hormon dan suhu pada saat perlakuan (Sukendi, 2007). Menurut Chan dan Yeung (1983), pengubahan kelamin buatan mencakup manipulasi buatan atas diferensiasi kelamin yang terjadi pada embrio spesies normal, untuk menghasilkan individu dengan kelamin fenotip yang tidak sama dengan kelamin genotipnya. Yamazaki (1983), dinyatakan bahwa pengubahan kelamin secara buatan hanyalah merubah kelamin fenotip tanpa merubah kelamin genotip ikan. Hormon steroid kelamin merupakan penyebab utama beberapa fenomena reproduksi seperti terbentuknya gonad, pembentukan sel benih (gametogenesis), proses pemijahan, ciri sekunder kelamin, perubahan morfologi atau fisiologi kelamin pada musim pemijahan. Proses pembentukan gonad terjadi terlebih dahulu kemudian disusul oleh fenomena yang lain sesuai dengan perkembangan gonad (Yamazaki, 1983). Hormon steroid pada ikan diproduksi oleh testis dan ovarium (Matty, 1985). Mekanisme kerja hormon steroid untuk mempengaruhi diferensiasi kelamim dimulai dari masuknya hormon steroid ke sel melintasi membran plasma secara difusi, berinteraksi dengan reseptor spesifik yang terdapat dalam sitoplasma kemudian berpindah ke dalam inti yang terikat pada reseptor yang terdapat pada kromatin. Bila keadaan ini telah tercapai maka terdapat rangkaian RNA spesifik sehingga efek-efek hormon steroid dapat dimanifestasikan dalam bentuk fenomena biologis dan fisiologis (Djojosoebagio, 1990). Keberhasilan penggunaan 5

6 hormon steroid untuk pengubahan kelamin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan dosis hormon yang digunakan, cara pemberian hormon, lama pemberian, jenis ikan, usia ikan, faktor lingkungan terutama suhu air dan jenis makanan yang digunakan (Hunter dan Donaldson, 1983). Sedangkan nisbah kelamin jantan ikan cupang terendah terdapat pada perlakuan D. Hal ini diduga bahwa rendahnya nisbah kelamin jantan ikan cupang pada kondisi normal tanpa adanya gangguan, perkembangan gonad akan berlangsung secara normal. Individu dengan genotip xx akan berkembang menjadi betina, sedangkan individu dengan genotip xy akan berkembang menjadi jantan dengan perbandingan jantan dan betina sebesar 1:1 atau 50:50. Proses diferensiasi seks pada betina ditandai dengan meosis oogenia atau perbanyakan sel - sel somatik berbentuk rongga ovari. Sebaliknya, proses diferensiasi seks pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem vascular pada testis (Zairin, 2002). Hasil uji analisis statistik pada penelitian ini menujukkan bahwa nisbah kelamin jantan ikan cupang berbeda sangat nyata (F hitung > F Tabel 0,01) nilai F hitung > nilai F Tabel 0,01 (7,59). Selanjutnya dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari hasil yang diperoleh bahwa perlakuan A (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam) merupakan perlakuan yang terbaik dibandingkan perlakuan B, perlakuan C, dan perlakuan D. Kelulushidupan ikan cupang Berdasakan hasil dari penelitian didapatkan bahwa tingkat kelulushidupan ikan cupang tertinggi terdapat pada perlakuan A (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam) dengan kelulushidupan 83,33%, disusul perlakuan B (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 12 jam) dengan tingkat kelulushidupan sebanyak 76,67%. Kemudian perlakuan D (kontrol) dengan tingkat kelulushidupan 56,67%, sedangkan yang terendah pada perlakuan C (Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 14 jam) dengan tingkat kelulushidupan sebanyak 53,33%. Rata-rata tingkat kelulushidupan larva selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Tingkat kelulushidupan ikan cupang. Ulangan Perlakuan A B C D Jumlah 1 80,00 80,00 60,00 60,00 280, ,00 80,00 50,00 60,00 280, ,00 70,00 50,00 50,00 250,00 Jumlah 250,00 230,00 160,00 170,00 810,00 Rata-rata 83,33 76,67 53,33 56,67 270,00 Sumber : Data Hasil Pengamatan (2012). Keterangan: Perlakuan A = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam Perlakuan B = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 12 jam Perlakuan C = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 14 jam Perlakuan D = Kontrol Berdasarkan Tabel 2 bahwa kelulushidupan ikan cupang tertinggi terdapat pada perlakuan A (dengan lama waktu perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam), hal ini diduga bahwa tingginya kelulushidupan dikarenakan lama waktu perendaman yang diberikan pada penelitian ini sesuai. Apabila lama waktu perendaman yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi steril dan mengalami kematian, serta penambahan larutan hormon sebagai salah satu bahan organik sintesis pada media berpengaruh terhadap sistem metabolisme larva, sehingga akan berpengaruh terhadap kelulushidupan larva (Zairin, 2002). Proses differensiasi seks sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan hormon yang disintesis oleh individu tersebut. Sedangkan kelulushidupan ikan cupang terendah terdapat pada perlakuan C, hal ini diduga bahwa rendahnya kelulushidupan karena perendaman dengan hormon terlalu lama, sehingga larva mengalami stres. 6

7 Hal ini sesuai dengan pendapat Yamamoto (1969) menyatakan bahwa dosis hormon yang diberikan harus sesuai, karena dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi steril dan mengalami kematian. Selanjutnya Pulungan (2005) menyatakan tahapan larva adalah tahapan paling kritis dalam kehidupan ikan sehingga akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berdasarkan bahwa hasil uji analisis stasistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelulushidupan ikan cupang berbeda sangat nyata (F hitung > F Tabel 0,01) nilai F hitung 19,58333 dan nilai F Tabel 0,01 (7,59). Selanjutnya dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari hasil yang diperoleh bahwa perlakuan A = Perendaman larva dengan hormon 17α-metiltestosteron selama 10 jam merupakan perlakuan yang terbaik dibandingkan perlakuan B, perlakuan C, dan perlakuan D. Kualitas air Hasil pengukuran kualitas air pada saat pemeliharaan larva ikan cupang dapat dilihat pada tabel di bawah ini dengan nilai kualitas air rata-rata tergolong layak untuk kehidupan ikan cupang. Tabel 3. Kualitas air selama pemeliharaan larva ikan cupang. Perlakuan Suhu ph Pagi Sore Pagi Sore A 26,68 28,11 6,91 6,88 B 26,85 28,17 6,74 6,68 C 26,74 28,11 6,84 6,82 D 26,90 28,04 7,05 7,04 Jumlah 107,17 112,43 27,54 27,42 Rata-rata 26,79 28,11 6,89 6,86 Sumber: Data Hasil Pengamatan (2012). Suhu air rata-rata pada setiap perlakuan, pagi 26,79 o C, sedangkan sore 28,11 o C dan suhu air selama penelitian masih tergolong normal. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh (Innes, 1996), toleransi terhadap suhu berkisar antara C. Nilai ph air rata-rata selama penelitian pada tiap-tiap perlakuan pagi 6,89, sedangkan pada sore 6,86. Berdasarkan Tabel diatas rata-rata nilai ph pada setiap perlakuan menyatakan kisaran ph yang sangat cocok dengan pemeliharaan larva ikan cupang. Keasaman optimal untuk ikan cupang adalah ph 7,0-7,2, tetapi ikan ini mampu hidup pada kisaran ph 6,4-7,4 (Ostrow, 1989). Kesimpulan Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa larva ikan cupang (Betta splendes) berumur 5 hari yang direndam dengan hormone 17α-metiltestosteron memberikan hasil terbaik dengan rasio saks jantan (92,13%) dan kelulushidupan 83,33%. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap ikan hias yang lain terkait keberhasilan kegiatan monosex jantan. Daftar Pustaka Anna, N.R., L. Mulyati, K. Sumantadinata, M. Zairin dan H. Arfah Pengaruh Pemberian Hormon 17α-metiltestosteron secara Oral pada Induk Ikan Guppy (Poecilia reticulate Peters) Strain tuxedo terhadap Jenis Kelamin Keturunannya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1: Chan, S.T.H. and W.S.B. Yeung Sex Control and Sex Reversal in Fish Under Natural Conditions. p: In "Fish Physiology" (W.S. Hoar, D.J, Randall and E.M. Donaldson, Eds.); Vol DOB. Academic Press, Inc. New York. Djojosoebagio, S Fisiologi Kelenjar Endokrin. PAU JPB. 247 hlm. 7

8 Effendie, M.I Metoda Biologi Perikanan. Dwi Sri. Bogor. Hanafiah, K.A Rancangan Percobaan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hunter, G.A. and E.M. Donaldson Hormonal Sex Control and Its Application to Fish Culture. P: In "Fish Physiology" (W.S. Hoar. D.J. Randall, and E.M. Donaldson, Eds.); Vol LXB. Academic Press, Inc. New York. Innes, W.T Exotic Aquarium Fishes. 21 st rev. ed- Nepture, NJ and The Publication. 524p. Kholidin, E.B Pengaruh Lama Perendaman Embrio di dalam Larutan Hormon 17α- Metiltestosteron terhadap Nisbah Kelamin Ikan Betta (B. splendens REGAN), skripsi (Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 1996). Matty, A.J Fish Endocrinology. Croom Helm. London. P: Ostrow, M.E Bettas. T.F.H Publications Inc. United State. 93p. Pulungan Kumpulan hand out kuliah. Mata Ajaran Biologi Perikanan. Laboratorium Biologi Perikanan. Universitas Riau. Sukendi Fisiologi Reproduksi Ikan. Penerbit CV. Mina Mandiri. Pekambaru Riau. Umardani Pengaruh Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Guppy (Poecillia reticulata) Dalam Larutan Hormon 17α-metiltestosteron Terhadap Perubahan Jenis Kelamin (Skripsi). Yamamoto, T.O Sex Differentiation. P: In "Fish Physiology" (W.S. Hoar and D J. Randall, eds.). Vol m. Academic Press, Inc. New York. Yamazaki, F Sex Control and Manipulation in Fish. Aquaculture, 33; Zairin, M., Jr.O. Carman dan E. Nurdiana Pengaruh Embrio di Dalam Larutan 17αmetiltestosteron Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Tetra (Micralestes interruptus). Jurnal Biosain, 5; Zairin, M Sex Reversal, Memproduksi Benih Ikan Jantan Atau Betina. Penerbar Swadaya. Jakarta. 8

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : 2303-2960 MASKULINISASI IKAN GAPI (Poecilia reticulata) MELALUI PERENDAMAN INDUK BUNTING DALAM LARUTAN MADU DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA Masculinitation

Lebih terperinci

Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus

Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus (The effect of immersion in different doses of methyl testosteron

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar sebagai salah satu negara penghasil ikan hias terbesar di dunia. Saat ini permintaan ikan hias tidak hanya berasal

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters)

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters) Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 155 160 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 155 EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI

Lebih terperinci

M. Zairin Jr., A. Yunianti, R.R.S.P.S. Dewi, dan K. Sumantadinata

M. Zairin Jr., A. Yunianti, R.R.S.P.S. Dewi, dan K. Sumantadinata Pengaruh Jurnal Akuakultur Metiltestosteron Indonesia, terhadap (): 5(2002) Ikan Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH LAMA WAKTU PERY.NDAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan guppy (Poecillia reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy diantaranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data profil pembudidaya di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan

Lebih terperinci

The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp.

The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp. AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp.) Muhammad

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

S. Purwati, O. Carman & M. Zairin Jr.

S. Purwati, O. Carman & M. Zairin Jr. Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 9-13 (2004) FEMINISASI IKAN BETTA (Betta splendens REGAN) MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM LARUTAN HORMON ES TRADIOL-17β DENGAN DOSIS 400 µg/1 SELAMA 6,12,18 DAN 24 JAM

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680 Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 33 38 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 33 MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C14101048 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) EFFECTS

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MADU LEBAH TERHADAP JANTANISASI (SEX REVERSAL) LARVA IKAN CUPANG (Betta splendens, Blkr)

EFEKTIFITAS MADU LEBAH TERHADAP JANTANISASI (SEX REVERSAL) LARVA IKAN CUPANG (Betta splendens, Blkr) EFEKTIFITAS MADU LEBAH TERHADAP JANTANISASI (SEX REVERSAL) LARVA IKAN CUPANG (Betta splendens, Blkr) Oktarianto 1, Azrita 2 dan Dahnil Aswad 3 E-mail : oktarianto75@yahoo.com 1 Mahasiswa Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

Oleh: RINIANINGSIH PATEDA NIM: Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji. Mengetahui, KetuaJurusan/Program StudiBudidayaPerairann

Oleh: RINIANINGSIH PATEDA NIM: Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji. Mengetahui, KetuaJurusan/Program StudiBudidayaPerairann 1 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KUNING TELUR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN CUPANG (Betta plakat) DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GOTRONTALO

Lebih terperinci

Sunandar, Tri Makmun Arifin, Nunik Yuliani Jurusan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Sunandar, Tri Makmun Arifin, Nunik Yuliani Jurusan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang PKMI-1-20-1 PERENDAMAN BENIH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy Lac.) TERHADAP KEBERHASILAN PEMBENTUKAN KELAMIN JANTAN Sunandar, Tri Makmun Arifin, Nunik Yuliani Jurusan Perikanan, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun karena memiliki daya tarik yang sangat kuat, salah satu jenisnya adalah lobster air tawar (Cherax

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus) Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele (Clarias gariepinus) (Temperature shock on egg hatching and survival rate of catfish larvae, Clarias gariepinus) Christo V. S. Aer 1,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila 6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 131 17 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 131 PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL

Lebih terperinci

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu Jurnal Akuakultur Indonesia 14 (2), 159 163 (2015) Artikel Orisinal Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu Sex reversal of red tilapia using 17α-methyltestosterone-enriched

Lebih terperinci

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae Sex Jurnal Reversal Akuakultur pada Indonesia, Ikan Tetra (): Kongo 69 () Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 69 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 4. No. 3, September 2013 : ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 4. No. 3, September 2013 : ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 4. No. 3, September 2013 : 117-125 ISSN : 2088-3137 PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN INDUK DALAM LARUTAN MADU TERHADAP PENGALIHAN KELAMIN ANAK IKAN GAPI (Poecilia reticulata)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT) Provinsi Gorontalo. B. Alat

Lebih terperinci

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004 BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN ADI SUCIPTO Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004 Latar Belakang Ikan Nila merupakan komoditas lokal dan expor Ukuran pasar dapat dicapai bila pembesaran

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT Jurnal Pengaruh Akuakultur Hormon Indonesia, Triiodotironin 2(1): 1 6 terhadap (23) Larva Ikan Gurame Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 1 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH

Lebih terperinci

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone By Khairil Hidayat 1), Usman M Tang 2), Mulyadi 2) Fisheries and Marine Science Faculty Riau University Laboratory

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITITAN Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011 di Wisma Wageningan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY, maka diperlukan suatu teknologi

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Briefing Gender Male Guppy Fish (Poecilia reticulata) Through Immersion Parent in Coconut Water Solution with Different Doses and Time.

Briefing Gender Male Guppy Fish (Poecilia reticulata) Through Immersion Parent in Coconut Water Solution with Different Doses and Time. 1 Briefing Gender Male Guppy Fish (Poecilia reticulata) Through Immersion Parent in Coconut Water Solution with Different Doses and Time By Mhd. Sukrillah 1 ), Sukendi 2 ) and Nuraini 2 ) Astract The aims

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS TEPUNG TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens)

EFEKTIVITAS TEPUNG TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) EFEKTIVITAS TEPUNG TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) Yustina, Arnentis dan Dian Ariani Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang menurut Sugandy (2001), yaitu : : Actinopterygii. : Perciformes.

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang menurut Sugandy (2001), yaitu : : Actinopterygii. : Perciformes. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Biologi Ikan Cupang (Betta sp.) 1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cupang (Betta sp.) Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang menurut Sugandy (2001), yaitu : Kingdom Phylum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK PURWOCENG (Pimpinella alpina) ASEP BULKINI

MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK PURWOCENG (Pimpinella alpina) ASEP BULKINI MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK PURWOCENG (Pimpinella alpina) ASEP BULKINI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis Ikan, Identifikasi dan Pengamatan Ciri-Ciri Seksual Sekunder Pada Ikan Cupang (Betta sp.)

Pengenalan Jenis Ikan, Identifikasi dan Pengamatan Ciri-Ciri Seksual Sekunder Pada Ikan Cupang (Betta sp.) Pengenalan Jenis Ikan, Identifikasi dan Pengamatan Ciri-Ciri Seksual Sekunder Pada Ikan Cupang (Betta sp.) Diajukan sebagai Laporan Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan Disusun oleh : Ockynawa Asmara

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : UJI AKTIVITAS EKSTRAK TERIPANG PASIR YANG TELAH DIFORMULASIKAN TERHADAP KEMAMPUAN SEX REVERSAL DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG GALAH (Macrobrachium rosembergii) Haryo Triajie Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TESTIS SAPI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP KEBERHASILAN JANTANISASI PADA IKAN CUPANG (Betta sp.)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TESTIS SAPI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP KEBERHASILAN JANTANISASI PADA IKAN CUPANG (Betta sp.) PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TESTIS SAPI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP KEBERHASILAN JANTANISASI PADA IKAN CUPANG (Betta sp.) Effect of Cow Testicle Flour with Different Doses of the Masculinization Success

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 87, Desember 2011 ISSN : 1979 5971 PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Oleh : Madinawati,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN GURAME DALAM LARUTAN TRIIODOTIRONIN (T 3 ) PADA DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN GURAME DALAM LARUTAN TRIIODOTIRONIN (T 3 ) PADA DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(2): 61-65 (2003) 61 PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN GURAME DALAM LARUTAN TRIIODOTIRONIN (T 3 ) PADA DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP (Osphronemus

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya Perikanan Bagian Genetika dan Pemuliaan Ikan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci