MEMBANGUN MEKANISME PENDANAAN BERKELANJUTAN UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN BUDAYA BALI

dokumen-dokumen yang mirip
8.1. Keuangan Daerah APBD

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2012

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,07 PERSEN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

III. METODE PENELITIAN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA JANUARI 2016 INFLASI 0,28 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Kondisi Perekonomian Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

Produk Domestik Bruto (PDB)


II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI SEPTEMBER 2015 INFLASI 0,21 PERSEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA MARET 2017 DEFLASI 0,07 PERSEN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JUNI 2016 INFLASI 0,22 PERSEN

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN KUBU RAYA. Macro Indicator of Economic Development Kubu Raya Regency

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Transkripsi:

MEMBANGUN MEKANISME PENDANAAN BERKELANJUTAN UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN BUDAYA BALI OLEH Ir. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc., PhD. Dr. Drs. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A. Prof. Dr. Ir. Made Antara, M.S. Nyoman Ariana, SST.Par., M.Par. Kerjasama PUSLIT KEBUDAYAAN DAN KEPARIWISATAAN UNIVERSITAS UDAYANA Dengan CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA DENPASAR, BALI 2015 1

KATA PENGANTAR Pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali adalah suatu kegiatan advokasi yang diinisiasi dan didanai oleh conservation International Indonesia tahun 2014/2015 bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata (Puslitbudpar) Unud. Advokasi bertujuan menyadarkan para pemangku kepentingan pariwisata khususnya pemerintah baik di pusat maupun di daerah akan pentingnya ketersediaan (alokasi) dana untuk menjamin berlangsungnya upaya pelestarian alam dan budaya Bali secara berkesinambungan, yang dikumpulkan secara wajib maupun sukarela dari wisatawan yang berkunjung ke Bali. Berkat bantuan berbagai pihak, kegiatan ini telah dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu tim mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: (1) Bappeda Provinsi Bali yang telah memfasilitasi pelaksanaan kegiatan ini; (2) Bali Tourism Board (BTB) yang telah memfasilitasi kegiatan focus group discussion (FGD) sebanyak beberapa kali di gedung BTB di Jalan Raya Puputan Denpasar; (3) Asosiasi pariwisata yang bernaung di bawah BTB yang telah mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi dalam FGD; (4) SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, Kota Denpasar, dan Kabupaten Badung yang telah berpartisipasi pada kegiatan kajian ini; (5) Conservation Internasional Indonesia yang telah memfasilitasi dan mendanai kegiatan ini; dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan kegiatan ini. Laporan kajian ini masih memiliki keterbatasan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan kajian ini sangat diharapkan. Sekian dan terimakasih. Denpasar, 31 Maret 2015 Puslit Kebudayaan dan Kepariwisataan Universitas Udayana Kepala, Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc., PhD. 2

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. 1 DAFTAR ISI.. 2 BAB I PENDAHULUAN 7 1.1 Latar Belakang. 7 1.2 Tujuan. 11 1.3 Luaran (Output) 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 12 2.1 Perkembangan Kepariwisataan di Bali 12 2.2 Dampak Perkembangan Kepariwisataan di Bali.. 14 2.2.1 Dampak Ekonomi 14 2.2.2 Dampak Lingkungan. 32 2.2.3 Dampak Sosial Budaya 34 2.3 Konsep Pariwisata Bali Berkelanjutan. 36 2.3.1 Konsep Pariwisata Berkelanjutan 36 2.3.2 Konsep Kearifan Lokal untuk Pariwisata Berkelanjutan (THK, Nyegara Gunung, Sad Kertih). 37 2.4 Teori Konsep Ekonomi Lingkungan... 41 BAB III METODE KAJIAN.. 51 3.1 Waktu dan Lokasi Kajian 51 3.2 Pengumpulan Data 51 3.3 Analisis Data 52 3.4 Pelaksanaan Kajian 53 BAB IV SKENARIO MEKANISME PENGGALANGAN DANA BERKELANJUTAN 55 4.1 Rasionalisasi Pentingnya Penggalangan Dana 55 4.2 Sistem Alokasi Anggaran Pemerintah Untuk Konservasi Alam dan Budaya Bali. 4.3 Kesenjangan antara Anggaran Dan Masalah yang Terjadi.. 60 4.4 Pungutan Wajib (Mandatory) 62 4.5 Pungutan Sukarela/Donasi (Voulantary) 65 57 3

Halaman BAB V PETA JALAN PENGGALANGAN DAN PEMANFAATAN DANA BERKELANJUTAN 67 5.1 Visi dan Misi.. 67 5.2 Tujuan dan Sasaran 67 5.3 Ruang Lingkup Kegiatan. 68 5.3.1 Kegiatan Penggalangan Dana 68 5.3.2 Kegiatan Pemanfaatan Dana. 69 5.3.2.1 Pelestarian Alam 69 5.3.2.1 Pelestarian Budaya 69 5.4 Kelembagaan Pengelolaan Dana Berkelanjutan.. 69 5.4.1 Bentuk, Nama dan Pendiri Organisasi. 69 5.4.2 Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi.. 70 5.4.3 Struktur Organisasi 70 5.4.4 Sistem Pengelolaan Dana Berkelanjutan 70 5.5 Garis-Garis Besar Rencana Kegiatan. 70 5.5.1 Pelestarian Alam. 70 5.5.2 Pelestarian Budaya 74 BAB VI PENUTUP. 75 DAFTAR PUSTAKA 76 4

DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Penerimaan Devisa Pariwisata Dibandingkan dengan Komoditi Ekspor lainnya, 2009-2013.. 2.2 Pendapatan Per kapita Menurut Harga Berlaku (2010-2013). 17 2.3 Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten/Kota Badung, Denpasar, dan Gianyar sebagai Representasi Kontribusi Sektor Pariwisata Bali 2.4 Dampak Bom Bali Terhadap Perekonomian Masyarakat Petani Bali (Jeneralisasi Hasil Survei 45 Desa Adat Penyangga Pariwisata di Bali) 2.5 PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2013 (milyar rupiah) 2.6 Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) 2.7 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Bali, 2003-2007.. 24 2.8 Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Provinsi Bali Tahun 2014. 2.9 Inflasi Bulanan, Tahun kalender, dan Year on Year, di Kota Denpasar Tahun 2012 2014. 16 18 20 21 22 25 30 5

DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 2.1 Perkembangan Kunjungan WIsatawan Mancanegara Langsung ke Bali 13 2.2 Perkembangan Jumlah Hotel di Bali, 1986-2011 14 2.3 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Bali Dampak Pariwisata 17 2.4 Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku sebagai Representasi Diversifikasi Aktivitas Ekonomi.. 23 2.5 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar, Februari 2012-Februari 2014. 28 2.6 Katagori tentang Nilai-Nilai Ekonomi Dihubungkan dengan Aset Lingkungan.. 43 6

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebelum tahun 1980-an, perekonomian Bali dicirikan oleh perekonomian agraris di mana sebagian besar aktivitas ekonomi berkaitan dengan pertanian. Namun sejak tahun 1980 pariwisata mulai berkembang dan perkembangan sangat pesat mulai tahun 2000 yang dicirikan oleh sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat Bali berkaitan dengan jasa-jasa pariwisata. Struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi yang dibangun lewat keunggulan industri pariwisata sebagai sektor pemimpin (Leading Sector), telah membuka beragam peluang yang dapat mendorong aktivitas ekonomi serta pengembangan etos kerja masyarakat. Dimensi itu tergambar dari meluasnya kesempatan kerja, tingginya peluang tingkat pendapatan masyarakat, luasnya jaringan kerja yang meliputi batas-batas lokal sampai tingkat nasional, bahkan ke tingkat internasional. Dengan dukungan industri pariwisata yang sangat besar telah meyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung seperti perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa memberikan distribusi yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali atau perekonomian Bali. Perkembangan industri pariwisata beberapa dasa warsa terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif akibat gangguan beberapa peristiwa, seperti perang teluk tahun 2001, krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia 1997/98-2000, disusul peristiwa peledakan WTC di Amerika Serikat, ledakan bom di Kuta 2001 dan 2005, meletusnya Perang Irak dan penyebaran wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), dan paling akhir adalah krisis keuangan global melanda dunia di akhir 2008 yang menurunkan pendapatan masyarakat di belahan Amerika dan Eropa. Hal tersebut berimplikasi terhadap penurunan kunjungan wisatawan, selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, baik bagi negara maju seperti Amerika, Spanyol, Perancis maupun bagi negara-negara berkembang seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Ini membuktikan bahwa sektor pariwisata sangat rentan terhadap gangguan eksternal, namun mempunyai peranan yang sangat vital dalam menunjang perekonomian suatu negara. Hal 7

senada juga diungkapkan World Travel and Tourism Council seperti yang dikutip oleh Theobald, 1994 (dalam Yoeti, 1996) bahwa perjalanan dan pariwisata merupakan industri terbesar bila ditinjau dari ukuran-ukuran ekonomi seperti output total, nilai tambah, investasi modal, tenaga kerja dan kontribusi pajak bagi pemerintah lokal. Anonim (2003) report that tourism is a significant industry in British Columbia It generates more than 4% of real GDP and about 7% of employment. By comparison, it is only slightly smaller than BC's construction industry. Penegasan pentingnya pembangunan sektor pariwisata bagi Indonesia telah lama dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) TAP MPR No. II/MPR/1998 yakni Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan dalam artian luas yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Pariwisata merupakan industri yang memiliki rentangan luas (wide spanning), dalam artian industri yang terdiri dari berbagai kumpulan industri jasa yang mendukung atau yang terkait dengan perjalanan seseorang atau sekelompok orang (travellers), seperti akomodasi, restoran, jasa transportasi dan souvenir (Yoeti, 1996). Kebutuhan tenaga kerja pariwisata makin meningkat sejalan dengan makin berkembangnya usaha jasa pariwisata, sarana pariwisata serta usaha objek dan daya tarik wisata. Oleh karena itu kesempatan kerja di bidang pariwisata perlu juga diperhitungkan, berdasarkan pada jumlah kunjungan wisatawan, jumlah pengeluaran wisatawan dan pertumbuhan sarana pariwisata. Dalam berbagai analisis disebutkan bahwa pembangunan pariwisata mampu mendorong mobilitas tenaga kerja (Vorlauter, 1996). Hal senada diungkapkan Redetzki (1989) bahwa perkembangan pesat pariwisata menjadi salah satu daya tarik utama bagi migrasi tenaga kerja. Bila di lihat dari kualitas/jenis tenaga kerja yang ada, di tinjau dari indikator tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di bidang pariwisata (perhotelan) lebih tinggi di bandingkan dengan pendidikan tenaga kerja di sektor ekonomi lain pada umumnya. Fenomena tersebut di dukung oleh penelitian Spillane, 1994 8

(dalam Ariani, 2004) yaitu adanya kecenderungan bahwa tingkat pendidikan yang lebih baik tercipta di sektor pariwisata dari pada sektor ekonomi lainnya. Dengan demikian, pariwisata di manapun termasuk di Bali tidak terbantahkan telah menimbulkan dampak positif (positive impact) bagi perekonomian regional dan nasional. Namun patut pula diakui bahwa pariwisata juga menimbulkan dampak negatif (negative impact), antara lain, menyusutnya lahan pertanian untuk pembangunan pendukung infrastruktur pariwisata, meningkatnya kriminalitas, kepadatan lalu lintas, urbanisasi dan emigrasi, bermuculannya ruko-ruko, shopping centre dan mall yang melanggar tataruang wilayah, degradasi lingkungan dan polusi. Dampak negatif yang disebutkan terakhir disebut eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif (negative externality= external cost = external diseconomy), yaitu aktivitas kepariwisataan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, polusi air (sungai, laut dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata. Secara mikro untuk menurunkan eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pariwisata (tourism) dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan, yakni memberikan insentive dalam bentuk subsidi atau keringanan pajak (Pajak Hotel dan Restotan, PHR) kepada agen-agen penunjang pariwisata (misal: restoran, hotel, travel biro, Scuba Diving dan agen lainnya) yang memberikan perlindungan atau melestarikan lingkungannya. Misalnya hotel atau agen pariwisata yang merecyling limbahnya, baik limbah padat (solid waster) atau limbah cair (sewage), sehingga tidak menimnulkan pencemaran terhadap tanah dan air di sekitarnya. Sebaliknya pemerintah dapat mengenakan disincentive dalam bentuk peningkatan beban pajak (PHR) atau denda kepada agen-agen penunjang pariwisata yang mencemari lingkungannya, baik pencemaran air, tanah, dsb, yang menyebabkan kerugian masyarakat. Pariwisata juga menimbulkan eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif yang secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkan degradasi sumberdaya alam, polusi air, tanah, dsb, sehingga akan menimbulkan kerugian-kerugian yang harus ditanggung masyarakat (External Social Cost). Jika External Social Cost ini diinternalisasikan menjadi biaya riil, sudah jelas akan menurunkan pendapatan regional atau nasional. Jadi karena eksternalitas yang ditimbulkan oleh pariwisata adalah eksternalitas negatif, maka perlu dilakukan economic valuation dari sumberdaya yang dipergunakan dalam aktivitas perekonomian nasional atau regional. Ekternalitas negatif, yaitu menghitung semua 9

kerugian-kerugian yang ditanggung masyarakat dan lingkungan sebagai akibat adanya aktivitas ekonomi kepariwisataan. Bali sebagai sebuah destinasi wisata internasional masih memiliki sejumlah masalah terkait dengan upaya peningkatan kunjungan wisatawan seperti meningkatanya volume limbah,, poluasi udara dan air, kemacetan lalu lintas, peningkatan ekstraksi air segar, dan meningkatnya kebutuhan pangan. Untuk menangulangi permasalahan tersebut diperlukan upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan manfaat ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu didukung upaya pengembangan pariwisata berkualitas yang dicirikan dengan meningkatnya lama tinggal wisatawan dan meningkatknya pengeluaran, dan meningkatnya apresiasi wisatawan terhadap aspek kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Aspek penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan adalah tersedianya sumberdana yang menjamin keberlanjutan pengelolaan dari peningkatan penduduk dan kedatangan wisatawan yang berdampak pada penurunan kualitas (degradasi) lingkungan dan budaya. Untuk membantu pemerintah lokal memelihara kelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali, maka perlu adanya semacam tambahan dana untuk pelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali yang bersumber dari penikmatnya yaitu wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Untuk itu diperlukan suatu kajian mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali. 2. Tujuan Tujuan kajian ini adalah untuk (i) menyusun skenario mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; (ii) menyusun road map (peta jalan) mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; dan (iii) merintis terbentuknya kelembagaan terkait dengan mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali. 3. Luaran (Output) Adapun luaran (output) studi antara lain: a. Skenario dan road map mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; dan b. Konsep badan atau lembaga pengelola dana berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali. 10

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kepariwisataan di Bali Bali dikenal sebagai salah satu destinasi wisata dunia karena keunikan budaya dan keindahan alamnya sehingga pariwisata Bali berkembang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan fasilitas pendukungnya. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mulai terlihat sejak periode 1970-2000 yang mencapai 23.340 wisatawan pada tahun 1970 menjadi 1.412.839 pada tahun 2000. Namun, tragedi bom Bali pada 12 Oktober 2002 menyebabkan penurunan yang sangat tajam dalam kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali yaitu 993.029 wisatawan pada tahun 2003. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mulai terlihat setahun setelah adanya tragedi ini yaitu sebesar 1.458.309 wisatawan pada tahun 2004. Namun, sangat disayangkan, bom kedua terjadi di Bali pada tahun 2005 yang berdampak negatip pada penurunan jumlah kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali yaitu sebesar 1.260.317 pada tahun 2006. Berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bali yang didukung oleh pemerintah pusat untuk meyakinkan wisatawan mancanegara agar melakukan kunjungan ke Bali. Salah satu usaha adalah Program Bali Recovery pada tahun 2006 yang dirancang atas kerjasama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia yang berkerjasama dengan Bali Tourism Board. Peningkatan kunjungan wisatawan secara bertahap mulai dirasakan pada tahun-tahun berikutnya dan mencapai puncaknya yaitu 2.892.019 wisatawan pada tahun 2012. Dalam periode 2007-2012, rata-rata pertumbuhan kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali adalah 14,7 % per tahun (Dinas Pariwisata Propinsi Bali, 2011)(Gambar 2.1). 12

NUMBER OF FOREIGN VISITORS NUMBER OF FOREIGN VISITORS (DIRECT ARRIVALS) IN BALI TAHUN 1970-2013 3,250,000 3,000,000 2,750,000 2,500,000 2,250,000 2,000,000 1,750,000 1,500,000 1,250,000 1,000,000 750,000 500,000 250,000 0 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990 1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975 1974 1973 1972 1971 1970 YEAR Gambar 2.1 Perkembangan Kunjungan WIsatawan Mancanegara Langsung ke Bali Sebagai salah satu destinasi wisata dunia, pariwisata Bali didukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti bandara internasional yang memfalitasi kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali, kualitas jalan yang memadai yang memudahkan kunjungan wisatawan ke berbagai daerah. Data dari Dinas Pariwisata Propinsi Bali (2013) menunjukkan bahwa terdapat 2.212 unit akomodasi dengan jumlah kamar sebanyak 46.025 kamar yang terdaftar di Bali pada tahun 2012. Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 156 hotel berbintang (20.269 kamar), 1.031 hotel non bintang (21.114 kamar), dan 1.025 pondok wisata (homestays) (4.642 kamar). Namun, data yang dilaporkan oleh Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) menunjukkan angka yang berbeda, yaitu sebanyak 3.346 unit akomodasi (62.407 kamar) yang terdapat di Bali pada tahun Bali 2011, yang terdiri dari 165 hotel berbintang (22.161 kamar), 1.371 hotel non bintang (28.585 kamar), 1.760 pondok wisata (homestays) yang terdiri dari (9.282 kamar), 15 condotels (1.793 rooms), dan 35 rumah yang disewakan (rental houses) yang terdiri dari 586 kamar. Data di atas merupakan data yang tercatat. Akomodasi yang tersedia di Bali bisa saja melebihi 13

NUMBER OF ROOMS jumlah tersebut di atas yang mengindikasikan adanya akomodasi ilegal yang tidak tercatat yang beroperasi di Bali. ROOMS FOR VISITORS IN BALI 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 1986 1994 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 YEAR Star Rooms Non-Star Rooms Gambar 2.2 Perkembangan Jumlah Hotel di Bali, 1986-2011 Pesatnya perkembangan pariwisata di Bali berdampak positif maupun negatif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dampak perkembangan pariwisata di Bali diuraikan pada sub-bab selanjutnya. 2.2 Dampak Perkembangan Kepariwisataan di Bali 2.2.1 Dampak Ekonomi Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh tercepat. Perkembangan pariwisata di Bali memberikan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian Bali. 2.2.1.1 Dampak positif terhadap perekonomian antara lain: Pariwisata Bali menimbulkan dampak positif terhadap kinerja perekonomian Bali, 14

1) Sumber Devisa Negara Wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (wisman) yang datang berkunjung ke destinasi wisata Bali akan membawa mata uang asing (devisa). Ketika akan bertransaksi untuk berbagai keperluan, devisa-devisa ini akan ditukar dengan rupiah, selanjutnya devisadevisa ini akan dipegang oleh para pengusaha penukaran mata uang asing (currency exchanger), dan ketika pengusaha currency exchanger membutuhkan rupiah, maka mereka akan menukarnya ke bank-bank umum atau Bank Indonesia, dan pada akhirnya devisadevisa ini akan mengendap dan terkumpul di Bank Indonesia. Dengan semakin meningkatnya kunjungan wisman ke Indonesia, maka semakin meningkat pula devisa yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika nilai tukar rupiah terpuruk menembus angka Rp 13.000 per dollar AS pada pertengahan bulan Maret 2015 yang lalu, maka pemerintah berkomitemen menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan pengumpul devisa. Diperkirakan sekitar 30% devisa Indonesia bersumber dari kegiatan kepariwisataan Bali. Dengan demikian, dapat dikatakan pariwisata Bali dibaratkan sebagai sapi perahan devisa Indonesia. Karenanya, sapi perahan tersebut harus dijaga kesehatannya agar dapat menjadi sumber devisa Indonesia secara berkelanjutan. Dalam kaitan dengan penerimaan devisa, posisi sektor pariwisata dalam penerimaan devisa terus berubah, tahun 2009 menduduki posisi keempat dalam penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi. Tahun 2010-2012 menduduki posisi kelima, tahun 2013 kembali menduduki posisi keempat dalam penerimaan devisa (Tabel 2.1). Fluktuasi posisi ini disebabkan oleh berfluktuasinya kunjungan wisatawan ke Indonesia, sedangkan fluktuasi kunjungan wisatawan dipengaruh faktor eksternal dan internal, seperti situasi keamanan dan situasi ekonomi global. 15

Tabel 2.1 Penerimaan Devisa Pariwisata Dibandingkan dengan Komoditi Ekspor lainnya, 2009-2013 No Jenis Komoditi Nilai Ekspor (Juta US $) 2009 2010 2011 2012 2013 1 Minyak & Gas Bumi 19,018.30 (1) 28,039.60 (1) 41,477.10 (1) 36,977.00 (1) 32,633.2 (1) 2 Batu bara 13,817.30 (2) 18,499.30 (2) 27,221.80 (2) 26,166.30 (2) 24,501.4 (2) 3 Minyak Kelapa Sawit 10,367.62 (3) 13,468.97 (3) 17,261.30 (3) 18,845.00 (3) 15,839.1 (3) 4 Pariwisata 6,298.02 (4) 7,602.45 (5) 8,554.40 (5) 9,120.85 (5) 10,054.1 (4) 5 Pakaian Jadi 5,735.60 (5) 6,598.11 (6) 7,801.50 (6) 7,304.70 (6) 7,501.0 (6) 6 Karet Olahan 4,870.68 (6) 9,314.97 (4) 14,258.20 (4) 10,394.50 (4) 9,316.6 (5) 7 Alat Listrik 4,580.18 (7) 6,337.50 (7) 7,364.30 (7) 6,481.90 (7) 6,418.6 (7) 8 Tekstil 3,602.78 (8) 4,721.77 (8) 5,563.30 (8) 5,278.10 (8) 5,293.6 (9) 9 Kertas & Brg dr kertas 3,405.01 (9) 4,241.79 (9) 4,214.40 (11) 3,972.00 (10) 3,802.2 (10) 10 Makanan Olahan 2,960.73 (10) 3,620.86 (10) 4,802.10 (9) 5,135.60 (9) 5,434.8 (8) 11 Kayu Olahan 2,275.32 (11) 2,870.49 (12) 3,288.90 (12) 3,337.70 (12) 3,514.5 (11) 12 Bahan Kimia 2,155.41 (12) 3,381.85 (11) 4,630.00 (10) 3,636.30 (11) 3,501.6 (12) Sumber: Statistik Kemenparekraf (Web kemenparekraft, didownload, 13 Mei 2015) Catatan: ( ) = rangking 2) Sumber Pendapatan Masyarakat Wisman dan wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Bali akan mengeluarkan atau membelanjakan uangnya untuk berbagai macam keperluan. Pengeluaran wisatawan ini akan ditangkap oleh para pengusaha yang terkait langsung dan tidak langsung dengan kegiatan pariwisata. Para pengusaha ini akan membelanjakan lagi uang yang diperoleh dari pariwisata tersebut, sehingga banyak masyarakat yang ikut menikmati uang dari wisatawan. Dengan demikian, secara umum sebagian besar masyarakat Bali meningkat pendapatannya akibat perkembangan pariwisata Bali. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa rata-rata PDRB Bali atau pendapatan per kapita masyarakat Bali cenderung meningkat selama empat tahun terakhir (2010-2014). Tahun 2010 pendapatan per kapita per tahun masyarakat Bali hanya sebesar Rp 17.208.750 dan pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp 22.934.190 (Tabel 2.2 dan Gambar 2.3). 16

Peninngkatan ini dampak dari perkembangan pariwisata, di mana pariwisata banyak menciptakan peluang-peluang ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat Bali. Tabel 2.2 Pendapatan Per kapita Menurut Harga Berlaku (2010-2013) Tahun 2010 2011 2013 2014 PDRB/Kapita/ Harga Berlaku (Rp) 17.208.750 18.641.400 20.743.870 22. 934.190 Sumber: Web BPS Bali (Didownload, 13 Mei 2015) 25000000 20000000 Pendapatan per kapita 15000000 10000000 Series1 5000000 0 2010 1 2011 2012 3 2013 4 Gambar 2.3 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Bali Dampak Pariwisata 3) Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Tiga kabupaten/kota di Bali yang PAD-nya cukup besar bersumber dari Pajak Hotel dan restoran (PHR) adalah Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Di wilayah ketiga kabupaten/kota ini terdapat pusat-pusat kegiatan pariwisata yang populer, terutama terdapat banyak hotel dan restoran di wilayah tersebut. Hotel-hotel dan restoran tersebut yang menjadi sumber PHR bagi masing-masing kabupaten/kota. 17

Mengutip berita Tribune Bali online (kamis 14 Mei 2015), Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Gianyar (I Ketut Astawa Suyasa) mengatakan, saat ini wajib pajak yang terdaftar di Kabupaten Gianyar sebanyak 1.600. Sementara, PAD Kabupaten Gianyar tahun 2014 adalah Rp. 355,1 milyar yang bersumber dari pajak hotel, restoran, hiburan, penerangan jalan, dan air tanah. Adapun rincian realisasi PAD yang berhasil diraih, antara lain: hotel ditargetkan Rp. 72,1 milyar lebih, terealisasi Rp. 91,3 milyar lebih (126,60%), restoran ditargetkan Rp. 25,8 milyar lebih, tercapai Rp. 38,9 milyar lebih (150,30%), hiburan ditargetkan Rp. 21,4 milyar lebih, tercapai Rp. 29,9 milyar lebih (139,82%), pajak penerangan jalan ditargetkan Rp. 26,2 milyar lebih, terealisasi Rp. 28,1 milyar lebih (107%), pajak air tanah ditargetkan Rp. 3,3 milyar lebih, tercapai Rp. 3,2 milyar lebih (94,93%). Pajak hotel dan restoran Kota Denpasar tahun 2014 sebesar Rp 184.163.323.695,14 atau sebesar 26% dari PAD Kota Denpasar tahun 2014 yaitu Rp 698.705.007.355,99 (http://denpasarkota.go.id/assets_subdomain/ CKImages/files/REKAP_PAD_TAHUN_2014.p df, diakses 13 Mei 2015). Badung merupakan kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Bali yang didukung oleh penerimaan Pajak Hotel dan Restoran dapat mencapai 60% sd.80% dari PAD yang diterima (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten/Kota Badung, Denpasar, dan Gianyar sebagai Representasi Kontribusi Sektor Pariwisata Bali Tahun Badung PAD PHR % 2008 759.720.015.450,53 635.683.630.562,32 83,67 2009 796.879.516.014,72 667.119.047.159,94 83,72 2010 979.241.565.350,13 798.827.285.889,86 81,58 2011 1.406.835.182.181,01 969.348.761.116,15 68,90 Sumber: Badung (https://www.scribd.com/doc/135999530/pajak-hotel-dan-restoran, didownload, 13 Mei 2015) 4) Menstabilkan Perekonomian Lokal Bali Secara makro pengeluaran wisatawan di Bali menjadi kontributor utama bagi perekonomian Bali. Contoh nyata, ketika tragedi bom Bali pada tahun 2002, hampir selama satu tahun terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman ke Bali yang signifikan, yang berdampak pada rendahnya pemasukan pendapatan dari sektor pariwisata ke 18

perekonomian Bali. Akibatnya perekonomian Bali mengalami krisis dan pendapatan masyarakat menurun drastis. Berdasarkan hasil survei pasca Bom Bali I yang dilakukan di 9 kabupaten/kota di Bali yang meliputi 45 Desa, mencakup 135 kelompok/organisasi kemasyarakatan, maka dapat diketahui dampak tragedi bom Bali 12 Oktober 2002 yang disajikan pada Tabel 2.4 yang merupakan jeneralisasi dari dampak bom Bali terhadap 9 kabupaten/kota di Bali ternyata telah menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat petani pada khususnya yang aktivitas ekonominya terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata Bali. Jika dirinci per kelompok, yaitu: masyarakat petani sayursayuran, buah-buahan, peternak dan pengusaha ikan/nelayan/petambak mengalami penurunan pendapatan berkisar antara 20-70% dibandingkan sebelum bom Bali. Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap produk-produk mereka, sehingga harganya menjadi menurun dan mungkin pula omset penjualannya menurun karena lesunya permintaan. Misalnya, para petani sayuran di Baturiti dan sekitarnya, para peternak ayam petelur di Tabanan dan Karangasem, petani caysin dan kangkung di pinggiran kota Denpasar mengatakan, pendapatan mereka menurun karena menurunnya permintaan oleh para pemasok ke hotel dan lesunya permintaan masyarakat di pasar-pasar umum di kota Denpasar. Dampak Bom Bali I tidak hanya menimpa kelompok masyarakat petani, tetapi juga kelompok masyarakat lainnya, seperti para pengrajin dan industri rumahtangga yang mengalami penurunan pendapatan berkisar 20-100%, para pedagang mengecer di desadesa pendapatannya menurun antara 20-60%, pemilik transportasi umum menurun antara 10-35%, para pekerja pariwisata antara 30-80%, para buruh tani dan buruh bangunan pendapatannya menurun 40-100% yang disebabkan oleh kehilangan pekerjaan di sentrasentra pengembangan pariwisata Denpasar dan Badung. Bom Bali juga berdampak menurunkan akses pasar para pedagang produk-produk pertanian dalam arti luas, seperti pemasok sayuran, buah-buahan, produk peternakan ke hotel-hotel, restoran dan pasar-pasar umum, yang berkisar antara 30-80%. Pihak purchasing hotel menurunkan frekuensi kontrak-kontrak pembelian dengan para pemasok, para pengelola restoran dan masyarakat umum menurunkan volume pembelian kebutuhan produk-produk bahan pangan di pasar-pasar umum. Jadi esensi penurunan akses pasar disebabkan oleh hilangnya pasar atau menurunnya permintaan. Sedangkan penurunan 19

permintaan hotel, restoran karena kunjungan wisatawan turun drastis, sehingga tidak ada penerimaan dari wisatawan untuk dikeluarkan kembali membeli berbagai macam kebutuhan bahan pangan atau produk-produk pertanian untuk kebutuhan insan-insan pariwisata. Tabel 2.4 Dampak Bom Bali Terhadap Perekonomian Masyarakat Petani Bali (Jeneralisasi Hasil Survei 45 Desa Adat Penyangga Pariwisata di Bali) No. Kriteria Dampak Sektor/Bidang Usaha Kisaran Dampak Kabupaten/Kota (%) 1 Penurunan Pendapatan 1 Pertanian (dalam arti luas): 20-70 Badung, 2 Kehilangan Pekerjaan (PHK/ Dirumahkan) - Hortikultura: sayur, bunga, buah - Peternakan: sapi, babi, ayam, kambing, telor - Perikanan: karper, Udang 2 Industri dan kerajinan 20-100 3 Perdagangan 20-60 4 Transportasi umum 10-35 5 Pariwisata 30-80 6 Buruh tani, bangunan, galian 1 Pariwisata: karyawan hotel, sopir travel, pemandu wisata, dll 40-100 Banyak 2 Industri kerajinan dan garmen 40-50 Catatan: tenaga kerja yang di PHK atau dirumahkan sebagian kembali menjadi petani, buruh, pengrajin, pekerja serabutan, pekerja sosial di desa/di pura, dlll 3 Akses Pasar 1 Pertanian: sayur, buah, telor, ayam, sapi, babi, ikan, bunga, dllnya. 4 Akses Lembaga Keuangan 2 Industri dan kerajinan: kayu, perak/emas, 15-100 anyaman, garmen, genteng, batubata, keramik, gamelan 3 Perdagangan/hasil bumi 20-65 4 Transportasi pariwisata 80-100 5 Seni budaya 40 100 6 Penunjang Pariwisata: diving 80-90 7 Galian C/pasir,batu 20 Gianyar, Tabanan, Jembrana, Bangli, Klungkung, Karangasem, Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung, Karangasem 30-80 Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Buleleng, Klungkung, Karangasem, Bangli, Jembrana 1 LPD 10-15 Denpasar, 2 KSP/KUD Badung, 3 BPR Gianyar, 4 Bank Umum Tabanan, Catatan : Bagi nasabah LPD/KSP yang dikelola Bulelen lembaga adat, biasanya diberikan keringanan Klungkung, Karangasem, membayar cicilan/ bunganya saja atau waktu Bangli, pengembalian diperpanjang. Jembrana 5 Sosial dan Psikologis (Non- Ekonomi) Dampak non ekonomi tragedi Bali 12 Oktober 2002, seperti dampak sosial (gangguan keamanan) dan dampak psikologis (stress) memang belum tampak ke permukaan, terkecuali di kota Denpasar sudah tampak ke permukaan berupa dampak sosial seperti pencurian-pencurian di beberapa kompleks perumahan. Namun, jika kondisi krisis yang menimpa Bali terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan akan muncul dampak- 20

dampak sosial dan psikologis yang tidak diinginkan. Sumber: LPM UNUD dan UNDP-PBB (2003), penulis sendiri termasuk salah satu peneliti di dalamnya. Catatan: Persentase adalah jeneralisasi kisaran persentase dari 9 Kabupaten/Kota di Bali (diolah dari Lampiran 1). Namun pasca Bom Bali I, kunjungan wisatawan ke Bali meningkat, yang diikuti menggeliatnya perekonomian Bali, yang secara makro dapat dilihat dari meningkatnya PDRB pariwisata (dipresentasikan oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, sektor 6 pada tabel 2.5. Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata Bali yang digerakkan oleh pengeluaan wisatawan di daerah wisata Bali telah menstabilkan perekonomian Bali. Tabel 2.5 PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2013 (milyar rupiah) No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012*) 2013**) 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 12 098.70 12 737.17 14 136.97 15 902.86 2 Pertambangan dan Penggalian 471.15 544.96 660.01 758.21 3 Industri Pengolahan 6 151.81 6 606.30 7 470.93 8 241.76 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1 263.31 1 429.61 1 703.89 1 970.76 5 Bangunan 3 033.99 3 440.42 4 351.43 4 862.73 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 20 196.29 22 702.06 25 372.05 28 259.74 7 Pengangkutan dan Komunikasi 9 683.29 10 688.61 12 299.19 13 476.64 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 4 619.32 5 023.89 5 663.39 6 371.56 9 Jasa-jasa 9 676.37 10 856.77 12 284.48 14 711.52 Produk Domestik Regional Bruto 67 194.24 74 029.80 83 943.33 94 555.77 Sumber: Web BPS Bali (http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=614001&od=14&id=14, didownload 14 Mei 2015). Keterangan: *) Angka sementara, **) Angka sangat sementara 5) Meningkatkan Diversifikasi Aktivitas Ekonomi dan Menciptakan Peluang Usaha Sebelum berkembangnya pariwisata Bali, aktivitas perekonomian Bali didominasi oleh pertanian dan sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Namun seiring berkembangnya pariwisata Bali yang ditandai oleh peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahun, maka semakin banyak peluang usaha yang muncul dan aktivitas ekonomi masyarakat semakin beragam. Produk barang dan jasa dari aktivitas usaha yang baru tersebut, hampir seluruhnya terkait dengan pemenuhan 21

kebutuhan wisatawan, baik berupa aktivitas layanan jasa maupun cinderamata untuk wisatawan. Peningkatan diversifikasi ekonomi, ditandai oleh peningkatan aktivitas ekonomi suatu sektor, pada akhirnya akan diikuti oleh peningkatan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Bali. Sebaliknya penurunan kontribusi suatu sektor terhadap PDRB mengindikasikan terjadinya penurunan diversifikasi ekonomi di sektor tersebut. Seperti ditunjukan pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.4, peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai representasi sektor pariwisata mengindikasikan terjadi peningkatan diversifikasi aktivitas ekonomi di sektor tersebut. Sebaliknya penurunan kontriubusi sektor pertanian terhadap PDRB mengindikasikan terjadi menurunan diversifikasi aktivitas ekonomi di sektor pertanian. Tabel 2.6 Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, 18.79 18,01 17,21 16.84 16.82 dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 0,64 0,70 0,74 0,79 0.80 3 Industri Pengolahan 9,27 9,16 8,92 8,90 8.72 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,93 1,88 1,93 2,03 2.08 5 Bangunan 4,58 4,52 4,65 5,18 5.14 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 29,64 30,06 30,67 30,23 29.89 7 Pengangkutan dan Komunikasi 13,59 14,41 14,44 14,65 14.25 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa 7,02 6,87 6,79 6,75 6.74 Perusahaan 9 Jasa-jasa 14,54 14,40 14,67 14,63 15.56 T o t a l 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 22

Kontribusi terhadap PDRB Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) 35 30 Series1 Pertanian Series2 Pariwisata 25 20 15 10 5 2009 1 2010 2 2011 3 2012 4 2013 5 Tahun 0 Gambar 2.4 Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku sebagai Representasi Diversifikasi Aktivitas Ekonomi 6) Menciptakan Kesempatan Kerja Munculnya peluang usaha baru dan beragamnya aktivitas perekonomian di Bali yang disebabkan oleh perkembangan pariwisata berimplikasi pada terciptanya kesempatan kerja baru di Bali. Kunjungan wisatawan yang terus meningkat ke Bali membutuhkan tambahan fasiltas seperti hotel dan restoran yang akan menyerap lebih banyak tenaga kerja secara langsung. Restoran membeli berbagai produk pertanian sebagai bahan baku yang berimplikasi pada peningkatan produksi pertanian. Hal ini juga berarti diperlukannya tambahan tenaga kerja di sektor pertanian. Pada akhirnya aktivitas ekonomi produksi baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pariwisata akan meningkatkan serapan tenaga kerja. Selama periode 2003-2007, sektor pertanian di Bali memang menyerap tenaga kerja terbanyak yakni berkisar antara 31,3% dan 37,8% (Tabel 2.7). Namun demikian dalam periode yang sama sektor perdagangan dan jasa akomodasi menyerap tenaga kerja berkisar 21,58% sampai dengan 23,33% (Tabel 2.7). Namun data BPS terbaru tahun 2014 (Tabel 2.8) menginformasikan bahwa sektor pariwisata yang diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 628.585 orang, sedangkan sektor pertanian yang tahun-tahun sebelumnya menyerap tenaga kerja terbanyak menurun menduduki urutan kedua yaitu sebanyak 545 827 orang. Ini menunjukan bahwa sektor 23

pariwisata menjadi mesin penyerap tenaga kerja terbanyak di Bali. Jika ditambah dengan sektor jasa-jasa lainnya yang terkait tidak langsung dengan pariwisata, seperti hiburan untuk wisatawan, maka peranan pariwisata dalam menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada angka yang tersurat pada Tabel 2.8. Bertolak dari perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral selama kurun waktu 2003-2007 (Tabel 2.7) dan tahun 2014 (Tabel 2.8), tampaknya dalam perekonomian Bali telah terjadi transformasi struktural, yakni perubahan kontribusi sektor-sektor perekonomian Bali terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja. Ini ditunjukkan oleh cenderung menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja di satu pihak, dan di pihak lain adanya cenderung meningkatnya kontribusi sektor Industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran dan sektor-sektor jasa lainnya terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja. Meskipun dua sektor yang disebutkan terakhir belum secara signifikan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja, tetapi dalam jangka panjang kedua sektor tersebut cenderung meningkat dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 2.7 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Bali, 2003-2007 Lapangan Usaha Penduduk Bekerja (Kesempatan Kerja) 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air 5. Konstruksi 6. Perdagangan dan Jasa Akomodasi 7. Transportasi dan Komunikasi 8. Lembaga Keuangan 9. Jasa-Jasa dan Lainnya Sumber: Sakernas 2003-2007 Catatan: ( ) = persen dari penduduk bekerja; L = Laki; P = Perempuan Agustus 2003 (Jiwa) Agustus 2004 (Jiwa) Februari 2005 (Jiwa) November 2005 (Jiwa) Februari 2006 (Jiwa) Agustus 2006 (Jiwa) Agustus 2007 (Jiwa) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) 1.748.932 1.835.165 1.945.595 1.895.741 1.846.824 1.870.288 1.982.134 (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100) 661.808 681.320 608.692 636.237 620.087 663.016 714.091 (37,8) (37,1) (31,3) (33,6) (33,6) (35,45) (36,03) 11.928 18.805 11.938 14.426 11.030 2.257 8.544 (0,7) (1,0) (0,6) (0,8) (0,6) (0,12) (0,43) 235.614 190.420 344.904 314.394 289.727 250.613 289.108 (13,5) (10,4) (17,7) (16,6) (15,7) (13,40) (14,59) 3.760 8.090 5.253 1.965 7.872 8.718 3.912 (0,2) (0,4) (0,3) (0,1) (0,4) (0,47) (0,20) 114.413 104.595 126.380 140.572 121.798 127.570 128.676 (6,5) (5,7) (6,5) (7,4) (6,6) (6,82) (6,49) 400.981 489.750 442.248 416.374 435.662 403.612 462.517 (22,9) (26,7) (22,7) (22,0) (23,6) (21,58) (23,33) 69.166 86.245 92.198 69.891 79.674 74.129 77.373 (4,0) (4.7) (4.7) (3,7) (4,3) (3,96) (3,90) 37.084 21.215 37.708 36.316 50.289 69.422 52.936 (2,1) (1,2) (1,9) (1,9) (2,7) (3,71) (2,67) 214.178 234.725 276.274 265.566 230.685 270.951 244.977 (12,2) (12,8) (14,2) (14,0) (12,5) (14,49) (12,36) 24

Tabel 2.8 Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Provinsi Bali Tahun 2014 No. Lapangan Usaha P r i a W a n i t a J u m l a h 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, & Perikanan 279 588 248 918 528 506 2 Pertambangan dan Penggalian 5 890 3 776 9 666 3 Industri Pengolahan 144 333 172 265 316 598 4 Listrik, Gas, dan Air 5 546 2 389 7 935 5 Bangunan 173 195 32 275 205 470 6 Perdagangan, Hotel, dan Rumah Makan 303 134 355 178 658 312 7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 64 282 6 376 70 658 8 Keuangan, Asuransi, dan Usaha Persewaan 47 524 34 907 82 431 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan 225 096 167 960 393 056 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2015 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2015 J u m l a h : 1 248 588 1 024 044 2 272 632 7) Menciptakan Dampak Pengganda (multiplier effect) dan Dampak Menyebar (spread effect) Pariwisata menimbulkan dampak pengganda (multiplier effect) relatif besar ke dalam perekonomian Bali. Semakin banyak pengeluaran wisatawan di Bali dan semakin banyak pengusaha dan masyarakat Bali ikut menangkap pengeluaran wisatawan tersebut, maka semakin besar angka dampak penggandanya. Semakin besar angka pengganda pariwisata, berarti makin banyak masyarakat yang menikmati pendapatan dari pariwisata. Demikian halnya, apabila dampak menyebar (spread effect) pariwisata semakin luas, maka semakin banyak pula aktivitas perekonomian Bali yang menerima manfaat dari pariwisata. Dengan demikian, semakin banyak pula kelompok-kelompok masyarakat yang ikut menikmati pendapatan dari pariwisata. Menggunakan pengganda National Tourism Satellite Account 2006, diketahui pengganda (multiplier effect) pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata sebesar 0,000000761. Artinya sebesar 0,0000000530 dan di dalam perekonomian nasional setiap pengeluaran wisatawan sebesar satu trilliun (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sektor pariwisata 25

sebanyak 53.000 orang dan di dalam perekonomian nasional sebesar 761.000 orang. Sumbangan penciptaan kesempatan kerja di pariwisata terhadap perekonomian nasional 6,97%. Untuk kasus Bali, menggunakan pengganda Bali Tourism Satellite Account 2007, pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata adalah 0,0000000283 dan dalam perekonomian regional adalah 0,00000006756. Artinya setiap pengeluaran wisatawan satu tilliun rupiah (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 28.300 di sector pariwisata, dan dalam perekonomian Bali sendiri adalah 67.560 orang. Jadi, sumbangan penciptaan kesempatan kerja sector pariwisata terhadap kesempatan kerja regional mencapai 41,89%. 2.2.1.2 Dampak negatif terhadap perekonomian Perkembangan pariwisata di Bali tidak hanya menimbulkan dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian Bali. Adapun dampak negatif terhadap perekonomian Bali antara lain: 1) Peningkatan nilai properti, harga barang dan jasa Pariwisata Bali bagaikan gula yang mengundang banyak semut. Berbagai orang dari berbagai penjuru dunia datang ke Bali baik untuk berwisata maupun mencari peluang usaha dan peluang kerja. Akibatnya, pertambahan penduduk Bali umumnya dan kota-kota Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) khususnya lebih tinggi dan sebagian besar disebabkan oleh faktor migrasi masuk daripada faktor kelahiran. Pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan nilai atau harga sewa properti (perumahan) menjadi lebih mahal. Harga-harga barang dan jasa pada umumnya di Bali juga relatif lebih mahal daripada harga-harga barang dan jasa yang sama di daerah lain. Ini konsekuensi dari imbas perkembangan pariwisata. Housing-Estate.com, Jakarta (Jumat 14 Mei 2014) memberitakan bahwa Jakarta dan Bali menjadi kota dengan pertumbuhan harga properti mewah paling tinggi di dunia. Ini sesuai data indeks pergerakan nilai jual properti (prime international residential index) yang dikeluarkan konsultan properti global Knight Frank. Tahun 2013 pertumbuhan harga properti mewah di Jakarta mencapai 38 persen, sedangkan Bali 22 persen. Peningkatan ini terdorong oleh terbatasnya pasok sementara permintaannya kian kuat. Akibatnya harga tetap naik meskipun pertumbuhan ekonomi sedang melambat dan ada situasi ketidakpastian karena akan Pemilu. Pertumbuhan harga ini menjadi lebih istimewa mengingat pada tahun 2013 26

harga property secara global mengalami penurunan 39 persen. Tahun 2012 angka penurunannya lebih fantastis mencapai 50 persen. Selain Jakarta dan Bali, kota-kota lain di dunia yang mencatatkan kenaikan harga cukup signifikan antara lain Auckland dan Chirstchurch, Selandia Baru, masing-masing sebesar 29 dan 21 persen. Beijing dan Guangzhou, Cina, sebesar 18 persen dan 14 persen, Dubai sebesar 17 persen, Abu Dhabi 15 persen, dan Los Angeles, AS, naik 14 persen. Perkembangan pariwisata yang pesat di Bali tidak hanya berdampak terhadap harga property, tetapi harga-harga secara umum, yang diistilahkan dengan inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen, khususnya didaerah perkotaan. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia, tingkat inflasi diukur dari persentase perubahan IHK dan diumumkan ke publik setiap awal bulan (hari kerja pertama) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Paket komoditas Kota Denpasar hasil Survai Biaya Hidup (SBH) 2012 terdiri dari 398 komoditas yang terdiri dari 316 komoditas kelompok inti, 17 komoditas kelompok harga yang diatur pemerintah, dan 17 komoditas kelompok harga yang bergejolak. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pada bulan Januari 2014 di Kota Denpasar terjadi inflasi sebesar 1,26 persen. Tingkat inflasi tahun kalender Januari 2014 sebesar 1,26 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Januari 2014 terhadap Januari 2013) sebesar 6,55 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks seluruh kelompok pengeluaran yaitu kelompok kesehatan 4,24 persen; kelompok bahan makanan 2,47 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,44 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,75 persen, kelompok sandang 0,72 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,34 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,28 persen. Komoditas yang mengalami peningkatan harga antara mobil, bahan bakar rumahtangga, obat dengan resep, shampo, daging ayam ras, cabai rawit, bayam, dan pepes. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain: telur ayam ras, tahu mentah, bawang merah, dan tarif angkutan udara. Pada bulan Januari 2014 kelompokkelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan 0,4652 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,2262 27

persen; kelompok kesehatan 0,2412 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,1965 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,0667 persen; kelompok sandang 0,0381 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga 0,0251 persen. Gambar 2.5 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar, Februari 2012-Februari 2014 Laju inflasi tahun kalender Januari 2014 sebesar 1,26 (Januari 2014 terhadap Januari 2013) sebesar 6,55 persen. Sedangkan tingkat inflasi pada periode yang sama tahun kalender 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 0,90 persen dan 1,41 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun untuk Januari 2012 terhadap Januari 2011 dan Januari 2013 terhadap Januari 2012 masing-masing sebesar 3,62 persen dan 5,23 persen (Tabel 2.9). Tabel 2.9 Inflasi Bulanan, Tahun kalender, dan Year on Year, di Kota Denpasar Tahun 2012 2014 Inflasi 2012 2013 2014 1. Januari 0,90 1,41 1,26 2. Januari (Januari-Desember) 0,90 1,41 1,26 3. Januari (tahun n) terhadap Januari (tahun n-1)(year on Year) 3,62 5,23 6,55 Sumber: Web BPS Bali: Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Bali (didownload 20 Mei 2015) 2) Kunjungan wisatawan sangat terpengaruh oleh faktor eksternal 28

Pariwisata tergolong sektor yang sangat peka terhadap faktor eksternal, seperti isuisu keamanan, terorisme, wabah penyakit menular, dan resesi ekonomi. Jika muncul isu-isu mengenai terorisme, instabilitas keamanan, atau merebaknya wabah penyakit di suatu destinasi wisata, maka isu tersebut dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi tersebut, termasuk destinasi wisata Bali. Menurunnya minat wisatawan untuk berkunjung berakibat menurunnya jumlah kunjungan wisatawan, pada akhirnya menurunkan pertumbuhan perekonomian Bali secara makro, dan secara mikro menurunkan pendapatan masyarakat Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali pemah mencapai pertumbuhan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 7% atau di atas rata-rata nasional sebelum krisis tahun 1997 lalu. Angka ini boleh jadi mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kejadian ini dipicu oleh booming sektor pariwisata yang menjadi lokomotif perekonomian Bali. Industri kecil dan menengah (home industry) sebagai penunjang pariwisata seperti industri logam, perak dan kerajinan tangan berkembang sampai ke pelosok desa-desa. Namun, tanpa diduga, pertumbuhan yang pesat itu seakan tidak ada artinya ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Bali pun menurun hingga ke titik nadir (minus 4,04 persen di tahun 1998). Setelah itu, ekonomi Bali mulai menunjukkan tanda-tanda membaik sejalan sejalan dengan kebijakan recovery economy yang digulirkan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menstimulus fiskal. Upaya-upaya pemulihan yang dibangun pemerintah tampaknya berdampak positif. Alhasil, ekonomi Bali berangsur-angsur membaik hingga tumbuh 0,67% di tahun 1999 dan 3,05% di tahun 2000. Kendati demikian, upaya recovery~conomy yang tadinya mulai berayun sejenak terhenti menyusul adanya peristiwa ledakan born di Legian - Kuta pada 12 Oktober 20021alu. Pasca tragedi bom Kuta, situasi pekonomian Bali makin tidak menentu. Pada tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Bali yang tercermin dari PDRB atas dasar harga konstan 2000 hanya mencapai 3,54% dan setahun kemudian (2002) malah turun menjadi 3,04%. Pada tahun 2003 di tengah berbagai peristiwa global seperti konflik perang AS-Irak, wabah SARS dan aksi terorisme, telah memberikan bayangan negative ke pasar, khususnya bagi mereka yang bergelut langsung di industri pariwisata. Namun demikian, ekonomi Bali mampu tumbuh 3,57%. Sementara itu, laju inflasi di Bali dapat dikendalikan hingga berada pada level 4,56% pada tahun 2003. Angka ini jauh lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya 29