VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15. merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang.

dokumen-dokumen yang mirip
VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN


VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

ANALISIS TATANIAGA BERAS

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

IV. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN *

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

IV. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

III KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

7. KINERJA RANTAI PASOK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Pembudidaya Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15 orang. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi sebagian besar ikut serta dalam Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Semua Responden merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Tabel 6. Karakteristik Pembudidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Mata Pencaharian, Umur, Luas Kolam, Jumlah Tanggungan dan Pengalaman Usaha Tahun 2009. No. Karakteristik 1. Tingkat Pendidikan. SD. SMP. SMA Total 2. Mata Pencaharian. Pembudidaya Total 3. Tingkat Umur (tahun) 2530 3135 3640 4145 4650 5155 Total 4. Luas Kolam (m 2 ) 5001.000 1.0011.500 15012.000 2.0012.500 Total 5. Jumlah Tanggungan (orang) 15 610 Total 6 Pengalaman Usaha (tahun) 515 1630 Total Sumber : Diolah dari Lampiran 1 Jumlah (Orang) 5 6 4 15 15 15 1 3 6 3 1 1 15 8 2 1 4 15 9 6 15 10 5 15 Persentase (%) 33,33 40,00 26,67 100,00 100,00 100,00 6,67 20,00 40,00 20,00 6,67 6,67 100,00 53,33 13,33 6,67 26,67 100,00 60,00 40,00 100,00 66,67 33,33 100,00

72 Berdasarkan Tabel 6. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang memiliki tingkat pendidikan yang rendah hanya menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 5 orang atau 33,33 % dari jumlah responden yang diwawancara. Pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 6 orang atau 40 % dari jumlah responden yang diwawancara. Sedangkan pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah responden yang diwawancara. Pendidikan mayoritas pembudidaya tidak menjadikan adanya kemampuan mempengaruhi penjualan kepada pengumpul. Karena keterikatan dan juga tidak tersedianya modal untuk melakukan pemasaran secara langsung. Seluruh responden menjadikan usaha budidaya sebagai pekerjaan utama. Jumlah tanggungan berkisar antara 110 orang. Umur pembudidaya berkisar antara 2555 tahun. Pembudidaya yang memiliki luas kolam 5001000 m 2 sebanyak 8 orang atau 53,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam 10011500 m 2 sebanyak 2 orang atau 13,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam 1501 2000 m 2 sebanyak 1 orang atau 6,67 % dari jumlah keseluruhan responden, sedangkan jumlah pembudidaya yang memiliki luas kolam 20012500 m 2 sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah keseluruhan responden. Dan pengalaman usaha berkisar antara 530 tahun. 6.2. Karakteristik Responden Pedagang Perantara Pedagang perantara di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer

73 luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pedagang pengumpul adalah orang yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dari produsen (pembudidaya) di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya dan jarang menjualnya kepada konsumen akhir. Pedagang pengumpul luar kecamatan adalah orang yang membeli dari pedagang pengumpul dan menjualnya dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang pengecer luar kecamatan. Pedagang pengecer adalah pedagang perantara yang menjual barangbarang dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir. Karakteristik pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Pedagang Perantara Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan dan Tingkat Pendidikan Tahun 2009. Pedagang Perantara Jumlah Pendidikan Jumlah Umur Tanggungan SD SMP SMA (orang) (tahun) (orang) (orang) Pedagang Pengumpul 3752 59 1 2 3 Pedagang Pengumpul Luar 4145 67 2 2 Kecamatan Pedagang Pengecer 2840 46 1 2 3 Pedagang Pengecer Luar Kecamatan 2743 47 2 2 Sumber ; Diolah dari Lampiran 25 6.3. Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Jumlah pedagang pecel lele yang menjadi responden adalah sebanyak 3 orang. Umur pedagang pecel lele berkisar antara 3246 tahun, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 47 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya, dua orang responden menempuh pendidikan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan satu orang responden menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pedagang pecel lele yang dijadikan responden menjadikan usahanya tersebut

74 sebagai pekerjaan utama. Untuk lebih jelasnya karakteristik pedagang pecel lele dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Pedagang Pecel Lele Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Pendidikan Tahun 2009. Keterangan Jumlah (Orang) Umur : 30 40 tahun 40 50 tahun 2 1 Tanggungan 4 7 Pendidikan : SMP SMA Sumber : Diolah dari Lampiran 6 1 2 6.4. Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terdapat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul, Ikan Lele dijual kepada pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya tidak harus menjual kepada pedagang pengumpul yang sama setiap kali panen, tergantung kepada banyaknya stok Ikan Lele dan harga beli pedagang. Penjualan langsung kepada pedagang pengumpul membuat pembudidaya tidak perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor terdiri dari empat saluran tataniaga. Saluran tataniaga tersebut terdiri dari :

75 1. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir 2. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir 3. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Konsumen Akhir 4. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir Saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Ciawi khususnya pada kelompok usaha budidaya Ikan Lele Sangkuriang, merupakan saluran distribusi tidak langsung yang ditandai dengan adanya pedagang perantara masingmasing tipe saluran tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4. Kecamatan Ciawi Luar Kecamatan Pembudidaya Ikan Lele Pengumpul Pengumpul Luar Kecamatan Pengecer Luar Kecamatan Pengecer Pedagang Pecel Lele Pedagang Pecel Lele Konsumen Konsumen Gambar 4. Saluran Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi

76 6.5. Fungsifungsi Tataniaga 6.5.1. Fungsi Tataniaga pembudidaya Fungsi tataniaga yang dilakukan pembudidaya yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penjualan. Pembudidaya umumnya menjual hasil panennya kepada pengumpul langganannya. Kegiatan penjualan dilakukan di kolam pada saat panen, biaya panen ditanggung oleh pembudidaya. Harga jual Ikan Lele dari pembudidaya sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pembudidaya yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan jarang dilakukan oleh pembudidaya. Penyimpanan terjadi pada saat pembudidaya panen secara bersamaan (panen raya). Hal ini ditandai dengan tingginya penawaran sedangkan permintaan dari konsumen tetap. Kelebihan penawaran ini membuat pembudidaya kesulitan dalam memasarkan produknya, pembudidaya harus mengantri berharihari dengan pembudidaya lainnya agar pengumpul mau membeli produk mereka. Penundaan panen Ikan Lele akan menyebabkan kerugian yaitu berkurangnya bobot hasil produksi, Ikan Lele menjadi bongsor dan menambah biaya produksi. Ikan Lele bongsor lebih murah harganya dibandingkan dengan Ikan Lele super. Fungsi pengangkutan tidak dilaksanakan oleh pembudidaya di Kecamatan Ciawi. Pada saat panen, pedagang pengumpul mendatangi pembudidaya dan menyediakan semua kebutuhan untuk pengangkutan Ikan Lele. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pembudidaya terdiri dari fungsi permodalan dan informasi pasar. Fungsi permodalan dilaksanakan dalam bentuk perjanjian berupa penyediaan pakan dengan ketua kelompok serta bantuan dana

77 dari Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBBAT) Sukabumi bagi kelompok pembudidaya Ikan Lele, sedangkan pembudidaya mandiri bekerjasama dengan pedagang pakan. Setelah panen, pembudidaya ikan membayar pakan kepada pedagang pakan dengan melebihkan Rp 3.000,00Rp 5.000,00 untuk setiap karung pakan. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pembudidaya yaitu memberikan informasi kepada pedagang pengumpul ketika akan panen, harga yang berlaku di sesama pembudidaya. 6.5.2. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan pembelian dari pembudidaya Ikan Lele. Volume pembelian pedagang pengumpul pada saat penelitian antara 8002.500 kg per hari. Harga beli Ikan Lele ditingkat pedagang pengumpul pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg untuk ukuran konsumsi yaitu 812 ekor per kg. Cara pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara kredit kurang lebih satu minggu. Fungsi penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu menjual Ikan Lele kepada pedagang perantara diatasnya. Harga jual Ikan Lele di Kecamatan Ciawi antara Rp 11.000,00Rp 12.000,00 per kg. Berdasarkan saluran tataniaga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pedagang pengumpul menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dan pedagang pengumpul luar kecamatan. Cara pembayaran Ikan Lele yang dilakukan oleh pedagang perantara diatas pedagang pengumpul dilakukan secara tunai.

78 Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan jaring atau keramba di kolam penampungan. Kegiatan penyimpanan ini dilakukan tidak berlangsung lama hanya sehari, sehingga tidak ada biaya penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan apabila pembeli meminta untuk mengantarkan Ikan Lele ke tempatnya. Pengangkutan akan menambah biaya tataniaga, sehingga akan berpengaruh kepada peningkatan harga jual. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pengangkutan ratarata sebesar Rp 166,67 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengumpul terdiri dari permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal usaha yang digunakan oleh pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri. Modal ini digunakan pedagang pengumpul untuk pembelian ikan, biaya transportasi, biaya terminal dan biaya penyusutan bobot. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk transportasi, terminal dan penyusutan bobot adalah Rp 574,33 per kg. Fungsi penanggungan risiko yang dialami oleh pedagang pengumpul adalah penyusutan bobot dan kematian pada saat penyimpanan, dan pengangkutan ke tempat pembeli. Fungsi standardisasi dan grading yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu memilih Ikan Lele sesuai dengan permintaan pasar berdasarkan ukuran dan isi Ikan Lele per kilogramnya (812 ekor per kg). Fungsi informasi pasar dilakukan pedagang pengumpul yaitu dengan mengumpulkan informasi mengenai waktu panen pembudidaya dan harga yang sedang berlaku dikalangan pembudidaya, juga mengenai stok Ikan Lele yang terdapat di pasar. Diantara sesama pedagang pengumpul biasanya saling memberikan informasi mengenai

79 harga di tingkat pembudidaya dan jumlah produksi pembudidaya di lokasi usahanya. Apabila pedagang pengumpul kekurangan pasokan Ikan Lele dari pembudidaya, biasanya akan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul lainnya yang kelebihan pasokan. Informasi fluktuasi harga di tingkat pasar diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang diatasnya. 6.5.3. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul. Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul telah melalui proses standardisasi dan grading, sehingga pedagang pengumpul luar kecamatan tidak perlu lagi melakukan standardisasi dan grading. Volume pembelian pedagang pengumpul luar kecamatan pada saat penelitian berlangsung berkisar antara 5001.000 kg per hari. Harga beli Ikan Lele dari pedagang pengumpul antara Rp 11.000,00Rp 12.000,00 per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer luar kecamatan. Cara pembayaran untuk pembelian dan penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan dilakukan secara tunai. Harga jual Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan antara Rp 14.000,00Rp 15.000,00 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Pada umumnya pedagang pengumpul luar kecamatan menggunakan modal

80 sendiri dalam melaksanakan usahanya. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu ratarata sebesar Rp 665 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu meliputi kerusakan alat, penyusutan bobot, dan kematian selama pengangkutan dan penyimpanan. Resiko tersebut ditanggung sendiri oleh pedagang pengumpul luar kecamatan. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu dengan memberikan informasi harga Ikan Lele di tingkat pedagang pengecer kepada pedagang pengumpul. Fungsi fisik yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan apabila dalam menjual masih tedapat sisa untuk dijual pada hari berikutnya. Pengangkutan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan dengan menggunakan jerigen dan plastik berisikan oksigen. Mobil angkut yang digunakan adalah mobil truk kecil (bak terbuka) yang berkapasitas 1.0002.000 kg Ikan Lele. Pedagang pengumpul luar kecamatan ratarata mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg. 6.5.4. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang ditemukan pada saluran tataniaga yaitu pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer di luar kecamatan. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi hanya membeli dari pedagang pengumpul di dalam wilayah kecamatan, sedangkan pengecer di luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di luar kecamatan.

81 Fungsi tataniaga yang dilaksanakan masingmasing pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran terdiri dari pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan yaitu Pedagang pengecer melakukan pembelian Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan. Pedagang pengecer membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi pada saat penelitian berlangsung yaitu dengan harga Rp 11.000,00Rp 12.000,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara 70120 kg. Sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan membeli dari pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga berkisar Rp 14.000,00Rp 15.000,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara 175250 kg. Fungsi penjualan dilaksanakan pedagang pengecer di kecamatan dengan menjual Ikan Lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Sama hal nya dengan pedagang pengecer luar kecamatan, menjual Ikan lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi menjual Ikan Lele seharga Rp 15.500,00Rp 16.000,00 per kg, sedangkan harga jual dari pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp 18.000,00Rp 19.000,00 per kg. Harga jual pedagang pengecer kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele adalah sama. Lokasi penjualan Ikan Lele dari pedagang pengecer dalam kecamatan adalah pasar Ciawi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu pasar Cisarua dan pasar Bogor. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengecer terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar.

82 Modal usaha yang digunakan pedagang pengecer berasal dari modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata sebesar Rp 873,89 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biaya untuk biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot, ratarata sebesar Rp 1.085,15 per kg. Penanggungan risiko oleh pedagang pengecer berasal dari penyusutan bobot dan kematian. Sebelum menjual ke konsumen, pedagang pengecer melakukan standardisasi dan grading untuk memilih Ikan Lele berdasarkan ukuran dan isinya. Standardisasi dan grading dilakukan untuk konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Permintaan Ikan Lele dari pedagang pecel lele yaitu Ikan Lele yang yang per kilogramnya berisi 1012 ekor Ikan Lele, sedangkan permintaan untuk konsumen rumah tangga yaitu Ikan Lele yang berisi 810 ekor Ikan Lele per kilogramnya. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pedagang pengecer yaitu memberikan informasi mengenai harga Ikan Lele yang berlaku dipasar. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengecer menggunakan jerigen. Pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata mengeluarkan Rp 316,67 per kg untuk biaya transportasi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan Rp 375,00 per kg. Masingmasing pedagang pengecer tidak melaksanakan penyimpanan, karena Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul langsung dibawa ke pasar untuk dijual.

83 6.5.5. Fungsi Tataniaga Pedagang Pecel Lele Fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang pecel lele meliputi fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pecel lele adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pecel lele membeli Ikan Lele dari pedagang pengecer yang ada di pasar, baik yang di dalam kecamatan maupun luar kecamatan. Pedagang pecel lele tidak membeli dari pedagang pengumpul karena pedagang pecel lele hanya melakukan pembelian dalam jumlah sedikit. Warung tenda pecel lele menyajikan berbagai jenis masakan tidak hanya pecel lele saja, hal itu pula yang menyebabkan pembelian Ikan Lele oleh pedagang pecel lele sedikit. Harga beli pedagang pecel lele adalah berkisar antara Rp 16.000,00 Rp 18.000,00 per kg. Volume pembelian Ikan Lele berkisar antara 37 kg dengan ukuran 1012 ekor per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pecel lele yaitu menjual pecel lele kepada konsumen akhir. Harga jual Ikan Lele berkisar antara Rp 5.500,00 Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau jika telah dikonversi per kilogram menjadi berkisar antara Rp 55.000,00 Rp 72.000,00. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pecel lele terdiri dari permodalan, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal yang digunakan oleh pedagang pecel lele adalah modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pecel lele ratarata sebesar Rp 1.701,77 per kg yang meliputi biaya transportasi dan biaya terminal. Standardisasi dan grading dilakukan oleh pedagang pecel lele pada saat pembelian dari pedagang pengecer, umumnya pedagang pecel lele memilih sendiri Ikan Lele yang akan dibeli. Fungsi

84 informasi pasar yang dilakukan adalah menyebarkan informasi mengenai warung tenda pecel lele yang dikelola kepada masyarakat. Fungsi fisik yang dilakukan terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan oleh pedagang pecel lele setelah melakukan pembelian dari pedagang pengecer. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan plastik. Pedagang pecel lele ratarata mengeluarkan Rp 157,87 per kg untuk biaya transportasi. Pedagang pecel lele tidak melakukan fungsi penyimpanan, dikarenakan Ikan Lele yang dijual setiap hari umumnya laku terjual dan apabila terdapat sisa biasanya dimakan sendiri oleh pedagang pecel lele, karena jika di jual keesokan harinya sudah tidak segar lagi dan itu dapat berpengaruh pada cita rasa pecel lele. 6.6. Struktur Pasar Struktur pasar Ikan Lele diidentifikasikan dengan melihat jumlah lembaga tataniaga yang terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, serta informasi pasar. 6.6.1. Jumlah Lembaga Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terlibat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Responden pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor berjumlah 15 orang. Pembudidaya sebagai pihak produsen menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) dari

85 pembudidaya sangat lemah. Jumlah pembudidaya yang banyak berhadapan dengan jumlah pedagang pengumpul yang berjumlah 3 orang semakin membatasi penjualan. Kondisi ini menyebabkan pembudidaya hanya menjadi pihak yang menerima harga (price taker). Tidaknya ada keterikatan hubungan antara pembudidaya dan pedagang pengumpul, menyebabkan setiap pembudidaya memiliki kebebasan dalam menjual produksinya kepada pedagang pengumpul manapun. Tetapi untuk menjaga kelangsungan dari penjualan Ikan Lele umumnya pembudidaya menjual kepada pedagang pengumpul langganannya. Pada saat panen raya, pembudidaya harus menerima harga yang diberikan oleh pedagang pengumpul dan juga harus mengantri dengan pembudidaya lain untuk mendapatkan waktu panen. Sedangkan pada waktu penawaran Ikan Lele dari pembudidaya sedang turun, maka pedagang pengumpul harus berlombalomba dengan pedagang pengumpul lainnya dalam mendapatkan Ikan Lele. Responden pedagang pengumpul di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan responden pedagang pengumpul di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Tiap pedagang pengumpul di dalam kecamatan dapat menjual kepada lebih dari satu pedagang pengumpul di luar kecamatan dan pedagang pengecer. Kondisi permintaan Ikan Lele yang cukup tinggi memberi peluang kepada pedagang pengumpul untuk mengembangkan usahanya. Pedagang pengumpul di dalam kecamatan maupun pedagang pengumpul di luar kecamatan kemudian menyalurkan Ikan Lele ke pedagang pengecer. Responden pedagang pengecer di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan pedagang pengecer di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Jumlah pedagang pengecer lebih banyak dari jumlah pedagang pengumpul luar

86 kecamatan. Pedagang pengecer sebagai penjual yang berhadapan dengan konsumen akhir yang jumlahnya relatif lebih banyak. Pedagang pecel lele merupakan salah satu konsumen dari pedagang pengecer. Responden pedagang pecel lele berjumlah 3 orang. 6.6.2. Sifat Produk Produk Ikan Lele di Kecamatan Ciawi dari mulai pembudidaya sampai ke pedagang pengecer bersifat sama atau seragam (homogen). Tingkat Harga Ikan Lele menjadi penentu dalam pembelian komoditas tersebut bukan pada siapa yang menjual Ikan Lele. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pedagang pecel lele menjual produk yang bersifat berbeda karakteristik (deferensiasi). Perbedaan karakteristik dari komoditas yang dihasilkan pedagang pecel lele dirasakan konsumen. Perbedaan tersebut meliputi rasa, isi per porsi, jenis hidangan dan pelayanan. Untuk lebih jelasnya keadaan produk tiap lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan Produk Lembaga Tataniaga Pada Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Tahun 2009 Lembaga Tataniaga Keadaan Produk Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Sumber : Data Primer Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Heterogen

87 6.6.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga tataniaga untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain, tinggi rendahnya modal atau biaya yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar dan keterikatan antara lembaga tataniaga atau hubungan dengan lembaga tataniaga. Keseluruhan pembudidaya menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang ada di dalam kecamatan, hal ini dikarenakan pembudidaya tidak mampu memasarkan sendiri hasil produksinya karena dibutuhkan modal yang cukup besar untuk membayar biaya tataniaga dan pengetahuan mengenai lembaga perantara diatasnya. Hambatan yang dirasakan pedagang pengumpul di dalam kecamatan adalah pada saat keadaan penawaran Ikan Lele sedang mengalami penurunan, karena untuk mendapatkan Ikan Lele cukup sulit dan harus bersaing dengan pedagang pengumpul lainnya. Sementara di pasar permintaan Ikan Lele sedang naik. Sedangkan hambatan yang dialami oleh pedagang pengumpul luar kecamatan adalah ketersediaan modal yang cukup besar karena pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai, dan harus mempunyai hubungan dengan pedagang pengumpul di kecamatan Ciawi untuk mendapatkan stok Ikan Lele jika sewaktuwaktu membutuhkannya serta harus memiliki pengetahuan tentang kualitas ikan yang baik dan yang sesuai dengan yang di inginkan oleh perantara diatasnya. Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer tidak begitu berarti dalam memasuki pasar. Hambatan yang paling besar adalah modal namun jumlahnya relatif kecil karena pembelian Ikan Lele yang dilakukan dalam jumlah kecil.

88 Hambatan yang dialami oleh pedagang warung tenda pecel lele yaitu mengenai lokasi usaha. Beberapa lokasi usaha yang berada di pinggir jalan dianggap mengganggu ketertiban dan terkena razia oleh satpol PP, serta bagaimana caranya agar konsumen mengenal dan dapat membeli hidangan yang disajikan di tempatnya (cara promosi). 6.6.4. Informasi Pasar Lembagalembaga tataniaga sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah permintaan dan harga dari produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual yang ditetapkan. Pedagang pengumpul memperoleh informasi harga secara langsung dari pedagang perantara yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku di Kecamatan Ciawi sesuai harga pasar. Pada saat permintaan akan Ikan Lele naik, maka harga Ikan Lele pun naik dan sebaliknya, pada saat permintaan akan Ikan Lele turun maka harga Ikan Lele pun turun. Karena harga yang berlaku adalah harga pasar, baik harga jual pembudidaya dan harga beli penjual umunya sama. Biasanya pembudidaya tidak mengetahui kondisi harga di tingkat pengecer, hal ini disebabkan pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang perantara. Struktur pasar Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor dapat ketahui berdasarkan uraian mengenai jumlah lembaga tataniaga yang

89 terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni dimana jumlah pembudidaya lebih banyak daripada jumlah pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat dibandingkan dengan pembudidaya. Sehingga pedagang pengumpul berperan sebagai price maker dan pembudidaya sebagai price taker. Saling ketergantungan yang ada antar pelaku menyebabkan tindakan suatu pelaku (misalnya menurunkan harga) akan berdampak nyata terhadap para pesaing. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai penjual lebih sedikit dari pada jumlah pedagang pengecer. Pada kondisi ini, pedagang pengecer memiliki pengetahuan yang lebih mengenai harga di kalangan konsumen daripada pedagang pengumpul. Tetapi pedagang pengumpul tetap memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat dibandingkan pedagang pengecer. Hal disebabkan oleh pembelian Ikan Lele oleh pedagang pengecer hanya dalam jumlah kecil. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengecer sebagai penjual lebih sedikit dariapada jumlah pedagang warung tenda pecel lele sebagai pembeli. Pedagang pecel lele bebas menentukan harga jual dari produk olahannya kepada konsumen walaupun masih bersaing dengan pedagang pecel lele yang menjual produk yang sama.

90 6.7. Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku lembaga tataniaga pada struktur pasar tertentu dalam melakukan fungsifungsi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan harga, pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. 6.7.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Pembudidaya pada umumnya menjual hasil produksi kepada pedagang pengumpul langganan. Adapun cara pembayarannya adalah tunai dan ada pula secara kredit yang dibayarkan satu minggu setelah pembelian. Ikatan seperti ini biasanya terjadi karena pembudidaya sudah percaya kepada pedagang pengumpul, baik dari penetapan harga dan juga pembayaran hasil panen. Pedagang pengumpul menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer yang sudah menjadi langganannya. Setiap pedagang pengumpul pada umumnya mempunyai lebih dari dua pedagang pengecer yang menjadi langganannya. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele ke konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pembayaran yang dilakukan dari pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen akhir yaitu secara tunai. Kosumen memiliki kebebasan dalam memilih Ikan Lele yang akan dibelinya. Pedagang warung tenda pecel lele mengolah Ikan Lele yang berdampak pada perbedaan harga jualnya. Pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga berkisar Rp 6.000,00 Rp 6.500,00 per porsi.

91 6.7.2. Praktek Penentuan Harga Pendapatan pembudidaya sangat dipengaruhi oleh praktek penentuan harga. Pada praktek penentuan harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pembudidaya memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah dan sebagai penerima harga (price taker). Posisi tawar yang lemah disebabkan oleh keterbatasan modal pembudidaya dan lemahnya akses pasar yang dimiliki. Keuntungan yang dimiliki oleh pembudidaya ketika pedagang pengumpul kesulitan dalam mencari Ikan Lele karena sedikitnya hasil Ikan Lele yang dihasilkan oleh pembudidaya. Pada saat itu, pembudidaya dapat menaikkan harga jualnya dan umumnya pedagang pengumpul menyetujui. Pedagang pengumpul merupakan pihak pertama yang menentukan harga Ikan Lele, kemudian diikuti oleh lembaga tataniaga yang ada diatasnya. Harga yang ditentukan berdasarkan dari kesepakatan kedua belah pihak (tawarmenawar) walaupun masih terdapat lembaga tataniaga yang memegang kendali terhadap harga. Semakin banyak informasi pasar yang dimiliki oleh suatu lembaga tataniaga akan semakin kuat posisinya dalam penentuan harga. 6.7.3. Praktek Pembayaran Harga Praktek pembayaran harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga yaitu: 1. Sistem Pembayaran Tunai Sistem pembayaran tunai adalah pembayaran yang dilakukan secara langsung setelah produk diterima oleh pembeli dan sesuai dengan harga yang telah

92 disepakati bersama. Sistem pembayaran tunai ini terjadi pada pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen. 2. Sistem Pembayaran Kemudian (Kredit) Sistem pembayaran secara kredit dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pembudidaya. Hal ini dilakukan karena jumlah Ikan Lele yang dibeli dari pembudidaya dalam jumlah besar sehingga belum tersedianya modal untuk membayar langsung kepada pembudidaya. Pembayaran berjangka kurang lebih satu minggu setelah barang diterima oleh pedagang pengumpul. Cara pembayaran seperti ini biasanya didasari oleh rasa saling percaya antara kedua belah pihak. 6.7.4. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga yang menguntungkan dalam tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor yaitu hubungan kerjasama antara pembudidaya dengan pedagang pengumpul. Kerjasama ini didasarkan pada lamanya hubungan dagang dan rasa saling percaya. Kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu dalam tempo waktu pembayaran hasil panen yang lebih cepat. Apabila terjadi panen raya, pembudidaya tersebut akan didahulukan dalam waktu panen. Selain dengan pedagang pengumpul, pembudidaya juga memiliki kerjasama yang baik dengan ketua kelompok dalam hal pakan dan obatobatan, serta kerjasama dengan Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi dalam hal penyediaan benih Ikan Lele dan pembinaan. Sedangkan hubungan kerjasama diantara pedagang perantara lainnya merupakan hubungan sebagai mitra kerja antara penjual dan pembeli untuk memperlancar dan

93 mempermudah pembelian dan penjualan, misalnya dalam hal bertukar informasi harga dan permintaan. 6.8. Margin dan Efisiensi Tataniaga 6.8.1. Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran 1 Pada saluran 1, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Pada Saluran ini, Ikan Lele hanya dipasarkan di wilayah Kecamatan Ciawi saja. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 11.000,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada konsumen rumah tangga dengan harga jual Rp 15.500,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.500,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen)

94 sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.626,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 414,93%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 1 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 7.000,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 54,84%. 6.8.2. Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 2 Pada saluran 2, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 12.000,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada pedagang pecel lele dengan harga jual Rp 16.000,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 5.500,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp 55.000,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 10 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp 39.000,00 per kg.

95 Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang Pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik dan oksigen) sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.126,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 357,72%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp 17.648,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp 19.536,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 100,38%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 2 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 46.200,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 25.288,56 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 16,00%. 6.8.3. Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 3 Pada saluran 3, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, dan pedagang pengecer luar kecamatan. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada

96 pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp 12.000,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp 15.000,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele secara langsung ke pada konsumen rumah tangga dengan harga jual sebesar Rp 19.000,00 per kg. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp 4.000,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %.

97 Pedagang Pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 3 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 10.200,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 7.875,51 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 46,32%. 6.8.4. Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 4 Saluran 4 merupakan saluran yang paling panjang karena melibatkan 5 pedagang perantara yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp 11.000,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp 14.000,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele kepada

98 pedagang pecel lele dengan harga jual Rp 18.000,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp 72.000,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 12 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp 54.000,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00

99 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp 17.648,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp 34.536,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 177,45%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 4 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 63.500,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 41.712,31 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 11,81%.

100 Tabel 10. Distribusi Margin Ikan Lele Sangkuriang Pada Saluran Tataniaga Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga (Rp/Kg) 1 2 3 4 Pembudidaya Harga Jual 8.500,00 8.800,00 8.800,00 8.500,00 Pedagang Pengumpul Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Volume pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pecel Lele Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Sumber : Diolah dari Lampiran 717 2.500,00 8.500,00 11.000,00 166,67 321,67 86,00 2.500,00 1.925,66 335,28 120,00 11.000,00 15.500,00 316,67 440,56 116,67 4.500,00 3.626,10 414,93 1.700,00 8.800,00 12.000,00 166,67 321,67 86,00 3.200,00 2.625,66 457,16 100,00 12.000,00 16.000,00 316,67 440,56 116,67 4.000,00 3.126,10 357,72 7,00 16.000,00 55.000,00 1.814,60 17.648,60 39.000,00 19.536,80 100,38 1.700,00 8.800,00 12.000,00 166,67 321,67 86,00 3.200,00 2.625,66 457,16 500,00 12.000,00 15.000,00 225,00 325,00 115,00 3.000,00 2.335,00 351,13 175,00 15.000,00 19.000,00 375,00 565,15 145,00 4.000,00 2.914,85 268,61 2.500,00 8.500,00 11.000,00 166,67 321,67 86,00 2.500,00 1.925,66 335,28 1.000,00 11.000,00 14.000,00 225,00 325,00 115,00 3.000,00 2.335,00 351,13 250,00 14.000,00 18.000,00 375,00 565,15 145,00 4.000,00 2.914,85 268,61 4,00 18.000,00 72.000,00 1.814,60 17.648,60 54.000,00 34.536,80 177,45 Total Margin 7.000,00 46.200,00 10.200,00 63.500,00 Total Keuntungan 5.551,76 25.288,56 7.875,51 41.712,31 Farmer s share (%) 54,84 16,00 46,32 11,81

101 Tabel 11. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga pada Tiap Lembaga Tataniaga Lembaga Tataniaga Keuntungan per Biaya Tataniaga Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Pedagang Pengumpul 335,28 457,16 457,16 335,28 Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan 351,13 351,13 Pedagang Pengecer 414,93 357,72 Pedagang Pengecer Luar Kecamatan 268,61 268,61 Pedagang Pecel Lele 100,38 177,45 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Berdasarkan Tabel 11, ditingkat pedagang pengumpul rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran tataniaga 2 dan 3 yaitu sebesar 457,16% artinya setiap Rp 100,00 biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 457,16. Rasio keuntungan dan biaya terkecil terdapat pada saluran 1 dan 4 sebesar 335,28%. Pada tingkat pedagang pengumpul luar kecamatan, rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada saluran tataniaga 3 dan 4 yaitu sebesar 351,13%. Ditingkat pedagang pengecer rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 414,93% dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga terkecil terdapat pada saluran 2 yaitu sebesar 357,72%. Pedagang pengecer luar kecamatan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga di saluran 3 dan 4 sebesar 268,6%. Sedangkan rasio keuntungan dan biaya terbesar pedagang pecel lele terdapat disaluran 4 sebesar 177,45% dan rasio keuntungan biaya terkecil terdapat di saluran 2 sebesar 100,38%. Berdasarkan uraian mengenai distribusi margin di tiap saluran tataniaga maka dapat diketahui bahwa margin tataniaga total terbesar terdapat pada saluran 4 sebesar Rp 63.500,00 per kg. Pada saluran 4, pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga yang relatif tinggi per ekornya sehingga setelah dikonversikan, harga jual Ikan Lele per kilogramnya menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan margin

102 tataniaga yang besar. Sedangkan margin tataniaga total yang terkecil berada pada saluran 1 sebesar Rp 7.000,00 per kg. Pada saluran 1 hanya terdapat dua pedagang perantara sehingga margin tataniaga total yang diperoleh kecil. Tabel 12. Farmer s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya, dan Margin Tataniaga Tiap Saluran Tataniaga Saluran Tataniaga Farmer s Share (%) Rasio Keuntungan dan Biaya (Total) (%) Margin Tataniaga (Total) (Rp) Saluran 1 54,84 383,35 7.000,00 Saluran 2 16,00 120,93 46.200,00 Saluran 3 46,32 338,81 10.200,00 Saluran 4 11,81 191,45 63.500,00 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35% dimana setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 383,35. Margin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000,00. Pada saluran 1, farmer s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 dapat dikatakan paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan margin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar. Marjin tataniaga yang besar memang tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, dalam hal ini pada saluran 2 dan 4 walaupun dapat diketahui bahwa adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk serta adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati dengan harga yang lebih mahal, tetapi tetap saja dapat dikatakan bukan merupakan saluran yang efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai farmer s share yang rendah pada saluran 2 dan 4.

103 Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menggunakan acuan bahwa biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik tataniaga dan adanya kompetisi pasar yang sehat. Struktur pasar yang terbentuk diantara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dan antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele yaitu bersifat oligopoli. Struktur pasar oligopoli mencerminkan adanya penekanan harga dari pihak yang memiliki informasi lebih banyak. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang bersifat oligopsoni menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Jumlah pembudidaya yang banyak selaku produsen menyebabkan jumlah produk di pasar menumpuk pada panen raya sehingga harga menjadi lebih rendah. Hal ini akan merugikan pembudidaya karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaan.