HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Absorpsi Kalsium dan Phospor

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

TOKSIKOLOGI PAKAN TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

Transkripsi:

33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Absorpsi Kalsium dan Phospor Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran partikel dengan cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan. Salah satu zat makanan yang dapat diukur nilai absorpsinya adalah kalsium (Ca). Absorpsi Ca sangat berkaitan dengan proses penyerapan Ca ransum yang terjadi di dalam tubuh domba. Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral dalam ransum komplit terhadap absorpsi Ca pada Domba Garut jantan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Absorpsi Ca pada Berbagai Perlakuan Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4...%.... 1 44,60 45,56 57,71 35,06 45,42 2 54,33 53,66 52,38 46,40 53,14 3 64,40 37,36 51,85 43,48 63,63 4 61,34 53,17 46,03 45,73 59,19 Rataan 56,17 47,44 51,99 42,67 55,34 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral dalam ransum komplit menghasilkan absorpsi Ca yang bervariasi pada setiap perlakuan. Kisaran nilai absorpsi Ca hasil penelitian sebesar 42,67% - 56,17%. Nilai absorpsi tersebut berada dalam kisraan normal bila dibandingkan dengan pernyataan dari Underwood dan Suttle (2001) yang menyatakan bahwa absorpsi kalsium dalam saluran pencernaan biasanya berkisar antara 30% - 80% kalsium dari total asupan kalsium, tetapi pada awal pertumbuhan domba, kalsium yang diabsorpsi berkisar antara 50% - 70%. Kisaran

34 nilai absorpsi kalsium juga tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan hasil penelitian Hafidz (2017) yang memberikan tepung kunyit pada domba garut jantan yang menghasilkan nilai absorpsi kalsium berkisar antara 56,49% - 64,43%. Rataan absorpsi Ca tertinggi diperoleh pada R0, yaitu pada ransum komplit standar dengan rataan absorpsi Ca sebesar 56,17%, kemudian diikuti oleh R4 (55,34%), R2 (51,99%), R1 (47,44%), dan R3 (42,67%). Asupan Ca berdasarkan kandungan zat makanan setiap perlakuan dalam penelitian ini sebesar 0,94% - 0,98%. Hal ini menandakan asupan Ca dapat terpenuhi dimana menurut NRC (1985), kebutuhan Ca domba jantan umur 8-11 bulan yang bobot badan 20 kg dengan pertambahan bobot badan 150 gram/hari sebesar 0,54% berdasarkan 100% kebutuhan bahan kering. Zat makanan lain yang dapat diukur nilai absorpsinya adalah phospor (P). Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral dalam ransum komplit terhadap absorpsi P pada Domba Garut jantan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Absorpsi P pada Berbagai Perlakuan Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4. %...... 1 51,51 53,64 62,11 45,27 51,03 2 59,22 59,39 57,71 55,10 57,96 3 68,25 46,56 56,97 50,54 63,20 4 65,47 59,67 52,43 53,60 63,48 Rataan 61,11 54,81 57,30 51,13 58,91 Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral dalam ransum komplit menghasilkan absorpsi P yang bervariasi pada setiap perlakuan. Kisaran nilai absorpsi P hasil penelitian adalah 51,13% - 61,11%. Kisaran nilai absorpsi tersebut sesuai dengan pernyataan

35 dari Prawirokusumo (1994) yang menyatakan bahwa 60% phospor yang terkandung dalam ransum akan terabsorpsi phospor dalam saluran pencernaan ternak. Kisaran nilai absorpsi phospor ini masih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Hafidz (2017) yang memberikan tepung kunyit pada domba garut jantan yang menghasilkan nilai absorpsi phospor berkisar antara 60,74% - 68,77%. Rataan absorpsi P tertinggi diperoleh pada R0, yaitu pada ransum komplit standar dengan rataan absorpsi P sebesar 61,11%, kemudian diikuti oleh R4 (58,91%), R2 (54,81%), R1 (54,81%), dan R3 (51,13%). Asupan P berdasarkan kandungan zat makanan setiap perlakuan dalam penelitian ini sebesar 0,59% - 0,61%. Hal ini menandakan asupan P dapat terpenuhi dimana menurut NRC (1985), kebutuhan P domba jantan umur 8-11 bulan yang bobot badan 20 kg dengan pertambahan bobot badan 150 gram/hari sebesar 0,24% berdasarkan 100% kebutuhan bahan kering. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Ca dan P dilakukan uji t berpasangan seperti yang tercantum pada Lampiran 9. Hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa pemberian ransum komplit dengan kombinasi penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral, memberikan perbedaan rata-rata antar perlakuan yang berbeda secara signifikan (P 0,05) terhadap absoprsi Ca dan P ransum. Perbedaan rata-rata antar perlakuan hasilnya tertera pada Tabel 7.

36 Tabel 7. Hasil Uji t Berpasangan Pengaruh Perlakuan terhadap Absorpsi Ca dan P Perlakuan Rataan Signifikansi Signifikansi Absorpsi Ca (0,05) Rataan Absorpsi P (0,05)...%......%... R0 vs R1 56,17 vs 47,44 a 61,11 vs 54,61 a R0 vs R2 56,17 vs 51,99 a 61,11 vs 58,00 a R0 vs R3 56,17 vs 42,67 b 61,11 vs 51,13 b R0 vs R4 56,17 vs 55,34 a 61,11 vs 59,59 a R1 vs R2 47,44 vs 51,99 a 54,61 vs 58,00 a R1 vs R3 47,44 vs 42,67 a 54,61 vs 51,13 a R1 vs R4 47,44 vs 55,34 a 54,61 vs 59,59 a R2 vs R3 51,99 vs 42,67 a 58,00 vs 51,13 a R2 vs R4 51,99 vs 55,34 a 58,00 vs 59,59 a R3 vs R4 42,67 vs 55,34 b 51,13 vs 59,59 b Keterangan : a = Tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) terhadap absoprsi Ca ransum b = Berbeda secara signifikan (P<0,05) terhadap absoprsi Ca ransum Hasil Uji t berpasangan, menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan perbandingan rataan antar perlakuan (R0 vs R3) dan (R3 vs R4) terhadap absorpsi Ca dan P ransum. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan secara signifikan perbandingan rataan antar perlakuan (R0 vs R1), (R0 vs R2), (R0 vs R4), (R1 vs R2), (R1 vs R3), (R1 vs R4), (R2 vs R3), dan (R2 vs R4) terhadap absorpsi Ca dan P ransum. Hal ini menandakan bahwa ransum R0 memiliki kualitas pakan yang baik dan mampu mencukupi kebutuhan kalsium pada domba tanpa harus ada penambahan premiks mineral. Menurut Dias dkk. (2008), jumlah mineral yang dapat diabsorpsi mengindikasikan ketersediaan mineral dalam pakan yang dikonsumsi, semakin besar jumlah mineral yang dapat diabsorpsi maka ketersediaan mineral dan kualitas pakan tersebut semakin baik. Ransum R0 sudah memiliki kandungan protein kasar tinggi dan kandungan Ca dan P organik yang terdapat dalam bahan pakan biji-bijian dan

37 tepung tulang. Kandungan protein kasar tinggi ini mampu memenuhi kebutuhan protein pada domba sehingga dapat meningkatkan absorpsi Ca dan P. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ensminger (2002), absorpsi Ca dan P dalam usus dipengaruhi kebutuhan tubuh terhadap Ca dan P, vitamin D, protein, dan laktosa. Ketersedian Ca dan P organik dalam ransum mampu diserap lebih tinggi bila dibandingkan penambahan Ca dan P anorganik dalam ransum. Hal ini susuai dengan pernyataan Septiani dkk. (2012), suplementasi mineral Ca dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak dan akan sangat membantu mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri sebagai bahan pakan alternatif. Berdasarkan hasil penelitian, rataan perlakuan R1, R2, R3, dan R4 lebih kecil dari rataan perlakuan R0 terhadap absorpsi kalsium dan phospor. Penambahan protein terpoteksi diduga dapat menurunkan absorpsi mineral dalam saluran pencernaan domba. Zat yang digunakan untuk memproteksi protein tersebut adalah tanin. Tanin tersebut akan memproteksi protein dengan tujuan menghindari terjadinya perombakan dalam rumen dan protein dapat dicerna di usus halus domba. Hal ini diduga protein yang masuk kedalam usus sebagian kecil masih terproteksi sehingga penyerapan kalsium dan phospor terhambat. Mineral sendiri berbentuk senyawa kompleks yang sukar larut dalam saluran cerna. Kalsium harus berbentuk ion bebas untuk dapat diserap dalam usus halus sehingga dibutuhkan protein untuk mengikat kalsium dan phospor. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martin dkk. (1991) yang menyatakan bahwa pengaruh tanin juga menghambat penyerapan kalsium dan phospor dimana kalsium dan phospor sendiri berbentuk senyawa kompleks yang sukar larut dalam saluran cerna. Kalsium dan phospor harus berbentuk ion bebas untuk dapat diserap dalam

38 usus halus. Mekanisme tersebut membutuhkan protein untuk mengikat kalsium dalam proses CaBP (Calcium Binding Protein) dan phospor dalam proses PBP (Phosphorus Binding Protein). Mekanisme CaBP dan PBP ini terhambat akibat protein diikat oleh tanin. Ransum pada penelitian ini menggunakan konsentrat dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan hijauan. Konsentrat yang digunakan sebagian besar terdiri dari bahan pakan biji-bijian. Pakan biji-bijian ini mengandung zat anti nutrisi yang dapat mengganggu penyerapan mineral. Zat anti nutrisi tersebut adalah asam fitat. Salah satu bahan pakan yang mengandung asam fitat adalah bungkil kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Raboy dan Dickinson (1993) menyatakan bahwa tanaman sereal, legum, dan oilseed tersebut antara lain kedelai, kacang tanah, gandum, dedak padi, dan biji jagung. Pada ruminansia, pemberian bungkil kedelai tampaknya tidak menimbulkan masalah karena mikroba dalam rumen yang dapat menghasilkan fitase. Dari hasil penelitian Morse dkk. (1992), ruminansia memiliki mikroba dalam rumen yang dapat menghasilkan fitase. Enzim tersebut mampu menghidrolisis seluruh fitat dalam rumen. Sehingga ransum tanpa penambahan tanin (R0) mengalami metabolisme dan absorpsi kalsium dan phospor yang optimal. Sedangkan ransum dengan penambahan tanin (R1, R2, R3, dan R4) menghambat penyerapan mineral sebab tanin memproteksi bungkil kedelai. Bungkil kedelai yang diproteksi tanin ini akan melindungi pula asam fitat dalam bungkil kedelai dari perombakan mirkoba rumen. Bungkil kedelai yang masuk kedalam usus halus masih mengandung asam fitat, sehingga dapat menghambat absorpsi mineral khususnya kalsium dan phospor. Menurut penyataan dari Piliang (2001), asam fitat dapat menurunkan absorpsi mineral Ca dan P dengan jalan mengikat Ca dan P kemudian membentuk garam Ca dan P

39 yang tidak larut dalam lumen usus halus. Hal ini diperjelas oleh Tillman dkk. (1998) Absorpsi Ca dan P tidak tergantung pada bentuk senyawa kalsium dan phospor yang dimakan, tetapi pada kelarutannya apabila kontak dengan villi usus halus. Penambahan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan phospor. Probiotik dalam penelitian ini mengandung khamir dan bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan absorpsi kalsium dan phospor. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Oeztuerk dkk. (2005), produk probiotik yang mengandung khamir, jamur dan bakteri terutama bakteri asam laktat, diberikan pada ternak ruminansia dewasa dengan tujuan meningkatkan fungsi saluran pencernaan ternak ruminansia, dalam mencerna pakan terutama hijauan. Probiotik dalam penelitian ini dicampurkan dengan rumput sehingga terjadi proses fermentasi secara anaerob yang disebut silase. Menurut Ridwan (2005), silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. keadaan ini mengakibatkan silase menjadi asam dan dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan phospor. Salah satu faktor yang meningkatkan absorpsi kalsium dan phospor adalah asam-asam yang dibentuk dari pakan dan keandaan ph usus yang asam. Hal ini sesuai dengan penyataan dari Girindra dkk. (1973), absorpsi Ca dan P berlangsung baik pada kondisi asam. Menurut Crampton dan Llyod (1959) menyatakan bahwa keadaan ini akan dibentuk oleh asam-asam yang berasal dari makanan. Namun demikian, persentase pemberian silase yang ditambahkan probiotik dalam ransum hanya 5,80% sehingga pengaruh probiotik menjadi tidak dominan. Dengan demikian, tingkat keasaman ransum tidak terpengaruh oleh pemberian silase tersebut sehingga tidak berpengaruh terhadap peningkatan absorpsi kalsium dan phospor. Adapun penambahan premiks mineral dalam

40 ransum dapat meningkatkan ketersediaan kalsium dan phospor sehingga akan meningkatkan absorpsi kalsium dan phospor. Premiks yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mineral makro, mineral mikro, dan vitamin. Menurut Crampton dan Llyod (1959), secara umum penambahan mineral anorganik penggunaannya baik dan meningkatkan absorpsi mineral. Sehingga raatan perlakuan R4 lebih tinggi dari R1, R2 dan R3 terhadap absorpsi kalsium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan protein terproteksi oleh tanin menurunkan absorpsi kalsium dan phospor, namun demikian absorpsi kalsium dan phospor dapat ditingkatkan kembali dengan penambahan premiks sebagai sumber kalsium dan phospor pakan.

41