TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera ; Crambidae) Biologi Penggerek batang bergaris memiliki ciri telur berbentuk oval, datar dan mengkilap dengan panjang 0,75-1,25 mm dengan rata-rata 0,95 mm. masa inkubasi berkisar antara 4-6 hari. Telur diletakkan secara bersebelahan dengan bentuk berbaris di atas permukaan daun ( Gambar 1) (Trisawa et al., 2013). Gambar 1. Telur C. Sacchariphagus Telur menetas biasanya pagi hari. Larva berwarna putih kekuningan, memiliki garis empat garis longitudinal membujur dengan bintik - bintik hitam di bagian pungung (Gambar 2). Larva masuk lewat pelepah dan batang tebu, kadang menyebabkan mati puser periode ulat berlangsung 35 54 hari. Larva berganti kulit sebanyak 5 kali dan memiliki 6 instar. Panjang larva di setiap instar berkisar antara 7,81, 13,1, 18,28, 23,28, 28,29 dan 32,86 mm (Trisawa et al., 2013). Gambar 2. Larva C. Sacchariphagus
5 Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerekan dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk. Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah dari cokelat menjadi cokelat tua (Gambar 3). Pupa terletak di dekat lubang atau pintu kelur pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Achadian et al., 2011). Gambar 3. Pupa C. Sacchariphagus Ngengat berwarna kekuningan atau kuning kecokelatan, dengan lebar sayap 18-28 pada ngengat jantan dan 27-39 mm pada ngengat betina (Gambar 4). Sayap yang tersembunyi pada betina berwarna putih tetapi pada jantan lebih gelap. Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi pada malam hari. Ngengat betina dapat menghasilkan telur sampai empat hari. Umur ngengat jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari (Achadian et al., 2011). Gambar 4. Imago Jantan C. Sacchariphagus
6 Gejala Serangan Larva muda yang baru menetas hidup menggerek jaringan dalam daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun terbuka maka akan terlihat luka luka berupa lubang gerekan yang tidak beraturan pada permukaan daun (Gambar 5). Setelah beberapa hari hidup dalam daun larva kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk kedalam ruas batang tebu. Apabila ruas-ruas batang tebu tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. gerkan ini terkadang membuat titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering, biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari 1 larva (Capinera, 2009). Gambar 5. Gejala serangan C. Sacchariphagus Serangan dimulai ada saat tanaman berumur 3-4 bulan. Hal ini ditandai dengan adanya bercak-bercak pada helaian daun satu atau dua disertai pula adanya kotoran ulat yang menempel pada bercak-bercak tersebut. Gejala seperti ini menunjukkan ulat telah menyerang tanaman (Achadian et al., 2011). Pengendalian Umumnya pengendalian C. sacchariphagus yakni secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem hamparan, mekanis dengan
7 pengutipan ulat ulat di lapangan, dan memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya, kemudian secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami berupa pelepasan parasit telur Trichogramma spp., dan parasit larva Diatraeophaga striatalis, dan secara kimiawi dengan pemakaian insektisida yang berbahan aktif monocrotophos, methidation (Trisawa et al., 2013). Pengendalian secara kimia umumnya tidak efektif, mahal dan pada saat ini tidak ada yang direkomendasikan untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu. Pengendalian biologi merupakan pilihan yang baik yang menggabungkan pelestarian lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati (Goebel et al., 2010). Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera ; Tachinidae) Biologi Siklus hidup dari telur sampai imago Tachinidae membutuhkan sekitar 4 minggu. Telur atau larva diletakkan langsung di larva. Larva dapat diletakkan pada inang sehingga mempermudah memarasitnya. Pada beberapa spesies Tachinidae, telur diletakkan di dekat sumber makanan larva jika tertelan telur akan menetas di dalam sistem pencernaan larva dan kemudian larva menembus dinding usus larvanya. Parasitoid ini membunuh larvanya sercara perlahan sehingga parasitoid mempunyai waktu untuk menjadi pupa sebelum larva mati (Chin dan Haidee, 2010) Telur lalat S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina, bentuknya hampir bulat dengan ukuran diameter sekitar 0,15 0,17 mm dan berwarna putih (Daniati, 2013).
Larva instar pertama dan kedua berwarna putih, transparan, tertutup oleh 8 lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13 segmen, termasuk di bagian kepala (Gambar 6). Larva pada instar pertama mempunyai panjang tubuh sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm (Daniati, 2013). Gambar 6. Larva S. Inferens Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai panjang tubuh 4 4,5 mm sedangkan pada instar ketiga panjangnya sekitar 7 8,3 mm. Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen segmen pada tubuhnya terlihat dengan jelas (Daniati, 2013). Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap (Gambar 7). Panjangnya sekitar 6,2 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus. Pada awal pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan segmen segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas (Daniati, 2013).
Gambar 7. Pupa S. inferens Tachinidae umumnya berukuran kecil, sedang, sampai tergolong besar. Bagian mulut imago bisa untuk menghisap dan menusuk atau untuk menjilat dan menyerap. Biasanya bentuk tubuh imgo betina lebih kecil dari pada lalat jantan (Gambar 8) (Dewi, 2007). 9 Gambar 8. Imago S. inferens Di India, daur hidup S. inferens di laboratorium pada suhu 29,50 C berkisar antara 30 42 hari, tetapi di Lampung (PT. Gunung Madu Plantations) daur hidup lalat S. inferens adalah sekitar 22 32 hari (Daniati, 2013). Lalat dewasa akan muncul dari kokon pada waktu pagi hari yaitu antara jam 06.30-10.00. Lalat dewasa yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit kemudian (Verly et al., 1973). Perilaku Imago betina lalat meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang gerekan larvanya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah banyak larva yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa
10 semakin tua umur Imago betina lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan memarasitnya (Daniati, 2013). Penelitian David et al. (1989) menyatakan bahwa parasitoid S. inferens 10 lebih efektif dalam memarasit inangnya secara alami dibandingkan dengan inokulasi di laboratorium. Larva S. inferens apabila telah menemukan larvanya akan bergerak menuju sela-sela ruas tubuh larva larva dan kemudian masuk kedalam tubuh larva. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh larva adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi larva (Daniati, 2013). Inang biasanya mati menjelang saat larva parasitoid menjadi pupa. Larva yang keluar dari inangnya akan berubah menjadi pupa dan terdapat dalam lorong gerek dekat dengan lubang keluar (Wirioatmodjo, 1977). Larva yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara larva dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya (Verly et al., 1973). Tidak semua larva mati, tetapi dengan adanya fase aktif dari larva dalam usaha pengembangan musuh alami menyebabkan adanya reaksi dari larva untuk melindungi diri saat terjadi pemarasitan. Larva secara aktif mengelak atau menolak serangan parasitoid dengan cara menggeliatkan badannya dan sebagainya (Verly et al., 1973). Pengamatan di lapangan pada tahun 2000 dan 2001 aktifitas parasitoid hanya mencapai tingkat parasitasi sebesar 23, 3 % dan 21 %. Tingkat aktivitas parasitoid S. inferens tertinggi dilapangan terjadi pada bulan maret sampai dengan