Jurnal Sains Materi Indonesia PEMBENTUKAN KOKRISTAL ANTARA KALSIUM ATORVASTATIN DENGAN ISONIKOTINAMID DAN KARAKTERISASINYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI

KARAKTERISASI PADATAN HASIL PROSES KOKRISTALISASI ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN METODE PENGUAPAN PELARUT

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

Pembentukan Kokristal Katekin dengan Nikotinamida. Formation of Cocrystals of Catechin and Nicotinamide

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Pembentukan kompleks inklusi fenobarbital dengan hidroksipropil-β-siklodekstrin

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH SUHU PEMBENTUKAN KRISTAL TERHADAP KARAKTERISTIK KOKRISTAL ASAM MEFENAMAT DENGAN ASAM TARTRAT

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM SUKSINAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI FIENDA TRIANI

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

Prosiding Farmasi ISSN:

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

3. Metodologi Penelitian

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI DAN PENINGKATAN DISOLUSI KALSIUM ATORVASTATIN MELALUI PROSES MIKROKRISTALISASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER SKRIPSI RIZKIANNA

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI SISTEM DISPERSI PADAT IBUPROFEN PEG 6000 ABSTRACT ABSTRAK

3. Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

3. Metodologi Penelitian

PENINGKATAN KELARUTAN KETOKONAZOL DENGAN TEKNIK DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN EUDRAGIT E 100 ABSTRACT

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN NIKOTINAMIDA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Kompleks Inklusi Ibuprofen Beta Siklodekstrin dengan Menggunakan Teknik Penggilingan Bersama

ABSTRAK PENGARUH KOFORMER DAN EKSIPIEN TABLET TERHADAP KELARUTAN SERTA DISOLUSI NIMODIPIN. Oleh. Gressy Novita NIM:

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT

Bab III Metodologi Penelitian

PENGARUH POLIVINIL PIROLIDON TERHADAP LAJU DISOLUSI FUROSEMID DALAM SISTEM DISPERSI PADAT

PEMBENTUKAN DAN KARAKTERISASI SISTEM BINER IBUPROFEN-ASAM GLUTARAT DENGAN TEKNIK SOLVENT DROP GRINDING TRIZISKA

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN POLIVINILPIROLIDON K-30 ABSTACT ABSTRAK

KATA PENGANTAR. berjudul PENGGUNAAN BIOPOLIMER POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT) SEBAGAI PENYALUT DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

Pembentukan Padatan Semi Kristalin dan Ko-kristal Parasetamol. Semi Chrystaline and Cocrystal of Paracetamol Formation

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN ANGGARAN 2007

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

Peningkatan efek bakteriostatika dispersi padat tetrasiklin HCl polietilen glikol 6000 tween 80 (PT)

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

Peningkatan Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi Padat Ibuprofen - PVP K90

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol 4000 (Peg-4000)

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

4. Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

Pembentukan Kokristal Antara Kalsium dengan Isonikotinamid dan Karakterisasinya (Dolih Gozali) Homepage: http://jusami.batan.go.id Jurnal Sains Materi Indonesia Akreditasi LIPI No.: 395/D/2012 Tanggal 24 April 2012 ISSN: 1411-1098 PEMBENTUKAN KOKRISTAL ANTARA KALSIUM ATORVASTATIN DENGAN ISONIKOTINAMID DAN KARAKTERISASINYA Dolih Gozali 1, Husein H. Bahti 2, Sundani N. Soewandhi 3 dan MarlineAbdassah 4 1 Fakultas Pascasarjana Program Studi Ilmu Kimia - Universitas Padjadjaran Jl. Singaperbangsa 2, Bandung 45363 2 Jurusan Kimia FMIPA - Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung, Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang 45363 3 Sekolah Farmasi - Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 4 Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung, Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang 45363 e-mail: dolihg@yahoo.com Diterima: 25 Juni 2013 Diperbaiki: 8 Oktober 2013 Disetujui: 27 November 2013 ABSTRAK PEMBENTUKAN KOKRISTAL ANTARAKALSIUMATORVASTATIN DENGAN ISONIKOTINAMID DAN KARAKTERISASINYA. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju pelarutan atorvastatin dengan menggunakan metode kokristalisasi. Proses kokristalisasi dilakukan dengan metode solvent evaporation, solvent-drop grinding pada atorvastatin dan koformer (isonikotinamid) masing-masing dengan perbandingan 1:1 (satu mol atorvastatin dengan satu mol isonikotinamid digerus selama 15 menit sambil ditambahkan beberapa tetes metanol. Penambahan methanol berfungsi untuk mempercepat pembentukan kokristal. Kokristal dikarakterisasi menggunakan difraktometer sinar-x, mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscope (SEM), spektrometer infra merah dan Differential Scanning Calorimeter (DSC). Difraktogram dari kokristal menunjukkan intensitas puncak yang lebih rendah dibandingkan atorvastatin standar yang menunjukan telah terbentuk habit kristal baru. Hasil spektrometer infra merah, menunjukkan tidak adanya interaksi kimiawi dan perubahan struktur saat dimodifikasi menjadi kokristal. Thermogram DSC menunjukkan adanya perubahan titik leleh berbeda yang menandai adanya bentuk kristalin baru. Demikian juga pengamatan di bawah mikroskop polarisasi dan SEM menunjukkan bentuk kristal yang relatif baru dibandingkan dengan atorvastatin murninya. Hasil uji kelarutan dan laju pelarutan kokristal atorvastatin-isonikotinamida menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kelarutan dan laju pelarutan atorvastatin sendiri. Kata kunci:, Kokristalisasi, Solvent evaporation, Solvent-drop Grinding ABSTRACT COCRYSTAL FORMATION BETWEEN ATORVASTATIN CALCIUM AND ISONICOTINAMIDE AND ITS CHARACTERIZATION. This study aims to improve the dissolution rate using cocrystallization of atorvastatin. Cocrystallization process has been carried out by the method avaporation solvent, solvent - drop grinding on atorvastatin and coformer (isonikotinamid) each with a ratio of 1:1 molar grinded for 15 minutes, add 3 drops of methanol. The addition of methanol serves to accelerate the formation of cocrystal. The cocrystal characterized using X-ray Diffractometer, Polarization Microscopy, Scanning electrone Microscope (SEM), infrared spectrometer and Differential Scanning Calorimetry (DSC). Diffractogram of cocrystal showed a lower peak intensity than standard which mean a new habit crystals was formed. The results of infrared spectroscopy showed the absence of chemical interactions and structure changes when it modified into cocrystal. DSC thermogram result showed a new exothermic peak which indicated the new crystalline form. The solubility and dissolution rates of atorvastatin isonicotinamide cocrystal was increase compared with atorvastatin. Keywords:, Cocrystallization, Solvent evaporation, Solvent-drop Grinding PENDAHULUAN Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan bioavailabilitas yang rendah dan kecepatan disolusi bertindak sebagai tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat [1-4]. adalah 103

Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 15, No. 2, Januari 2014, hal. 103-110 obat golongan statin yang paling efektif dalam mengurangi partikel Low Density Lipoprotein (LDL) pada aliran darah pasien yang memiliki resiko penyakit jantung. Berdasarkan Biopharmaceutical Classification System (BCS), atorvastatin dengan struktur molekul ditunjukkan pada Gambar 1 termasuk ke dalam BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi [4-11]. Peningkatan kelarutan dan laju pelarutan atorvastatin dapat dilakukan dengan menggunakan metode kokristalisasi. Dalam proses kokristalisasi dapat digunakan koformer isonikotinamid karena mengandung gugus amina yang dapat digunakan sebagai pembentuk kokristal dengan struktur molekul seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Nikotinamida dan isonikotinamida adalah dua molekul struktural yang hampir serupa tetapi berbeda dalam posisi atom N pada cincin piridin. Gambar 1. Struktur Molekul Kalsium. Gambar 2. Struktur Molekul Isonikotinamid. donor ikatan hidrogen dan gugus akseptor ikatan hidrogen yang berasal dari asam karboksilat antara C=O dan H-O membentuk formasi homosinton [1]. Formasi homosinton yang lain juga terjadi pada homodimer gugus amida [3] membentuk ikatan hidrogen antara C=O dan H-N dalam kokristal. Selain homosinton, formasi heterosinton juga digambarkan seperti ikatan antara asam karboksilat dan piridin [2], asam karboksilat dan amida [4] dan alkohol dan eter [5,6]. Di dalam desain kokristal, formasi supramolekular heterosinton merupakan formasi paling kuat dalam pembentukan kokristal [10]. Kokristal adalah material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals [3]. Kelebihan metode kokristalisasi ini adalah tidak mempengaruhi aktivitas farmakologi dari zat aktif tetapi hanya meningkatkan sifat fisika seperti kelarutan, laju disolusi dan kompresibilitas [4]. Selain itu, kokristalisasi juga memiliki potensi untuk diterapkan pada semua zat aktif, termasuk asam, basa, dan molekul yang tidak terionisasi [5]. Dalam penelitian ini digunakan teknik solventdrop grinding yang merupakan salah satu metode yang mudah, murah dan bersifat kimia hijau. Penelitian dilakukan dengan mencampurkan kalsium atorvastatin (ATV) dan koformer isonikotinamid (INA) dengan perbandingan molar 1:1 dan 1:2 kemudian digerus selama 15 menit sambil ditetesi metanol 3 tetes. Isonikotinamid dipilih karena bahan kimia yang aman untuk dikonsumsi manusia sesuai dengan Generally Recognized As Safe (GRAS). Kokristal dikarakterisasi menggunakan difraktometer sinar-x, spektrometer inframerah dan Differential Scanning Calorimeter (DSC) untuk mengevaluasi habit kristal dan sifat thermal yang terbentuk dan kemudian dibandingkan dengan atorvastatin tanpa perlakuan. Adapun karakterisasi morfologi kokristal dilakukan dengan mikroskop polarisasi dan SEM. METODE PERCOBAAN Gambar 3. Ikatan hidrogen dalam kokristalisasi [7]. Terkait pembentukan kokristalisasi, Gambar 3 menunjukkan jenis ikatan hidrogen yang sering terbentuk dalam proses tersebut. Pada Gambar 3 terlihat adanya suatu ikatan hidrogen karena interaksi non kovalen antara gugus Bahan-bahan yang digunakan: Kalsium atorvastatin (ATV, kemurnian 98-102 %) (DSM, India), metanol pro analysis (Merck), isonikotinamide (INA, kemurnian 99%, Sigma-Aldrich). Alat yang digunakan adalah : mikroskop polarisasi (Olympus BX-50, Germany), DSC (Linseis Thermal Analysis, Germany), X-Ray Powder Diffractrometer (Philips PW 1835), SEM ( JSM-6360 LA, Laboratorium Basic Science ITB). Seperangkat alat kromatografi cair kinerja tinggi (Ultimate 3000, Thermo Scientific) yang dilengkapi dengan detektor uv-vis, auto injector system, kolom Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) C-18 (Furosphere STAR LP); panjang 250 mm, diameter 4,6 μm, serta spektrometer infra merah (Shimadzu). 104

Pembentukan Kokristal Antara Kalsium dengan Isonikotinamid dan Karakterisasinya (Dolih Gozali) Pembuatan Ko-kristal Kalsium dengan teknik Solvent-drop Grinding (SDG) Sejumlah campuran kalsium atorvastatin (1 mol = 1209, 42 g ) dan koformer isonikotinamid (1 mol = 122,12 g ) digerus secara bersamaan di dalam mortar dengan kecepatan yang konstan selama 15 menit sambil diteteskan metanol hingga 3 tetes selama proses penggerusan. Karakterisasi merupakan tahapan yang penting untuk memastikan terbentuknya kokristal menggunakan difraktometer sinar-x, DSC, FT-IR, mikroskop polarisasi, SEM, dilanjutkan dengan uji kelarutan dan laju pelarutan. Difraksi Sinar-X Karakterisasi utama kokristal adalah menggunakan teknik difraksi sinar-x serbuk. Jika pola difraksi sinar-x serbuk hasil pembuatan kokristal berbeda dengan pola difraksi campuran fisik dan komponen-komponen pembentuknya, maka dapat disimpulkan terbentuknya fasa kristalin baru. Differential Scanning Calorimetry (DSC) DSC merupakan teknik analisis termal yang paling luas penggunaannya untuk mengetahui sifat termal kokristal. Alat DSC diprogram pada rentang suhu 30-350 C dengan kecepatan pemanasan 10 C per menit. Metode DSC dapat menunjukan transisi fase baik endotermik maupun eksotermik. Perbedaan suhu fase transisi seperti titik lebur dapat menunjukkan adanya senyawa molekul atau kokristal baru. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FT-IR) Analisis kristal juga dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri inframerah. Untuk spektrofotometri infra merah, 1 mg sampel dicampur dengan 200 mg KBr, dan kemudian dibuat pelet. Pengukuran menggunakan spektrofotometer infra merah (Shimadzu) dan dilakukan dengan jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm -1. Karakterisasi dengan Mikroskop Polarisasi Penggunaan mikroskop untuk mengamati perubahan bentuk kristal akibat berbagai perlakuan, antara lain pemanasan dan rekristalisasi dari larutan. Pembentukan kokristal dilakukan dengan mengamati perubahan bentuk kristal yang terjadi akibat kontak antara kedua komponen setelah penambahan metanol. Gambaran mikroskopik direkam dengan kamera digital Olympus SC-30 yang digabung dengan mikroskop polarisasi Olympus BX-50. Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) SEM dapat menunjukkan morfologi suatu kristal. Sejumlah sampel ditempelkan pada specimen holder dengan cara ditaburkan pada double sticky tape berdiameter 8 mm, bebas kotoran dan tidak berminyak. Uji Kelarutan Pengujian kelarutan dilakukan terhadap atorvastatin dan kokristal atorvastatin. Sampel yang mengandung 20 mg atorvastatin ditambahkan ke dalam air 10 ml dan dilakukan pengocokan dengan agitator mekanik selama 48 jam pada suhu 25 C dengan kecepatan 120 rpm. Selanjutnya, dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring dan membran milipore 0,45 µm. Hasil penyaringan kemudian diukur menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Uji Laju Pelarutan Partikulat Pengujian disolusi partikulat dilakukan untuk membandingkan profil disolusi antara kalsium atorvastatin standar dengan kokristal kalsium atorvastatin. Media disolusi yang digunakan terdiri dari tiga media, yaitu 900 ml dapar fosfat ph 6.8, 900 ml dapar amonium asetat ph 4,5 dan 900 ml dapar klorida ph 1,2. Uji Laju Pelarutan Ko-Kristal Ke dalam bejana disolusi dimasukan medium disolusi sebanyak 900 ml kemudian dipanaskan hingga suhu 37º ± 0,5º C. Kokristal yang mengandung kalsium atorvastatin sebanyak 20 mg dimasukan ke dalam bejana disolusi kemudian diputar dengan kecepatan 100 rpm. Sampel diambil sebanyak 5 ml pada selang waktu 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit. Setiap sampel yang diambil lalu digantikan dengan medium disolusi sebanyak 5 ml. Selanjutnya, sampel diukur menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). HASIL DAN PEMBAHASAN Difraksi Sinar-X Kalsium atorvastatin dan kokristal yang dihasilkan selanjutnya dilakukan karakterisasi dengan difraksi sinar-x untuk melihat adakah perbedaan bentuk kristal setelah dibentuk menjadi kokristal. Hasil pola difraksi sinar-x kalsium atorvastatin, isonikotinamida dan kokristal kalsium atorvastatin isonikotinamida ditunjukkan berturut-turut pada Gambar 4(a)-(c). Hasil pola difraksi dari kalsium atorvastatin standar menunjukkan puncak difraksi dengan intensitas 105

Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 15, No. 2, Januari 2014, hal. 103-110 cukup tinggi demikian juga dengan isonikotinamida dan ko-kristal kalsium atorvastatin isonikotinamida. Hal tersebut menunjukan bahwa bahan-bahan tersebut berada dalam bentuk kristalin. Namun, intensitas puncak difraksi dari kokristal kalsium atorvastatin isonikotinamida menurun jika dibandingkan dengan kalsium atorvastatin standar yang hal tersebut disebabkan karena adanya perubahan habit kristal [8]. (a) (b) termodinamika yang terjadi saat kokristal diberikan energi panas, berupa peristiwa rekristalisasi, peleburan, desolvasi dan transformasi fase padat, yang ditunjukkan puncak endotermik atau eksotermik pada termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) [4]. Termogram hasil uji DSC untuk kalsium atorvastatin standar, isonikotinamida dan ko-kristal kalsium atorvastatinisonikotinamida ditunjukkan berturut-turut pada Gambar 5(a)-(c). Termogram kalsium atorvastatin standar menunjukkan satu puncak endotermik lebar yang merupakan proses peleburan padatan kristal dengan temperatur onset 119,4 o C dengan puncak pada 145,1 o C yang merupakan titik lebur dari kalsium atorvastatin. Termogram isonikotinamida menunjukkan puncak eksotermik pada suhu onset 155 o C dan puncak maksimum pada 157 o C. Termogram kokristal atorvastatin-isonikotinamida menunjukkan puncak eksotermik transisi kristalisasi kokristal pada suhu onset 122,2 o C dan puncak maksimum 138,8 o C, yang mengindikasikan bahwa atorvastatin masih berada dalam bentuk kristalin stabil. 40 (a) H e a t F l o w ( m W ) 30 20 10 Exo 0 0 (c) 50 100 150 200 Temperatur ( C) 250 300 (b) Gambar 4. Hasil difraksi sinar-x (a). Difraktogram kalsium atorvastatin, (b) Difraktogram isonikotinamida (c). Difraktogram kokristal kalsium atorvastatin isonikotinamida. (c) Tabel 1. sudut 2 dari atorvastatin, isonikotinamida dan kokristal atorvastatin isonikotinamida Kokristal isonikotinamida Isonikotinamida standar Sudut 2θ ( o ) Sudut 2θ ( o ) Sudut 2θ ( o ) 16,954 17,796 17,009 19,350 20,754 19,378 23,619 25,800 23,234 Differential Sanning Calorimetry (DSC) Analisis termal Differential Scanning Calorimetry (DSC) digunakan untuk karakterisasi kokristal dengan cara mengevaluasi perubahan sifat Gambar 5. Termogram hasil uji Differential Scanning Calorimetry (DSC) (a) Kalsium atorvastatin standar (b) Isonikotinamida (c) Kokristal kalsium atorvastatinisonikotinamida. 106

Pembentukan Kokristal Antara Kalsium dengan Isonikotinamid dan Karakterisasinya (Dolih Gozali) Hasil Spektrofotometri Infra Merah (a) Karakterisasi kokristal kalsium atorvastatin dengan spektrofotometri infra merah dilakukan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang terdapat di dalam struktur kokristal. Selain itu metode spektrofotometri infra merah dilakukan untuk melihat adanya interaksi kimia dalam kokristal yang terbentuk. Spektrum infra merah kalsium atorvastatin dan kokristal ditunjukkan pada Gambar 6. (b) 27-01-2014 SE-2A 27-01-2014 ATV STD 100 %T 115 6,37 13 12,62 1109,12 166 8,50 29 71,47 40 1 564,34 50 1436,07 60 3400,65 3 67 2,62 70 841,96 2960,8 6 80 1062,82 23602360,0 1,0 1 90 30 16 51,14 0 74 6,48 12 15,21 1 3 17,4 4 (C) 151 0,33 10 142 5,46 3 3 64,9 6 20-10 -20 4500 4250 27-01-2014 SE-2A 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 6. Spektrum infra merah kalsium atorvastatin (warna ungu) dan kokristal atorvastatin-isonikotinamida (warna hitam). Berdasarkan hasil spektrum infra merah antara kalsium atorvastatin dan kokristal yang terbentuk menunjukkan karakteristik puncak yang identik pada 3364,96 cm-1 dan 3400,65 cm-1 (N-H stretching), 2971,47 cm-1 dan 2960,86 cm-1 (C-H stretching), 1651,14 cm-1 dan 1668,50 cm-1 (C=O stretching), 1510,33 cm-1 dan 1564,34 cm-1 (C=O stretching), 1317,44 cm-1 (CH3/CH2 stretching), 1215,21 cm-1 (C-N stretching), 746,48 cm-1 dan 841,96 cm-1 (C-F stretching). Berdasarkan spektrum infra merah kalsium atorvastatin standar dengan kokristal tersebut, tidak terlihat adanya puncak dari gugus fungsi baru yang muncul. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terbentuknya gugus fungsi baru pada pembentukkan kokristal. Gambar 7. Hasil mikroskop polarisasi perbesaran 200 kali a) Campuran Fisik b) Kokristal ATV-INA (1:1) SDG c) Kokristal ATV-INA (1:2) SDG. (a) (b) Mikroskop Polarisasi dan SEM Hasil karakterisasi mikroskop polarisasi dengan perbesaran 200 kali untuk campuran Fisik ATV-INA, kokristal ATV-INA (1:1) SDG, dan kokristal ATV-INA (1:2) SDG berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 7(a)-(c). Adapun karaktersasi dengan SEM dengan perbesaran 5000 kali untuk bahan yang sama berturutturut ditunjukkan pada Gambar 8(a)-(c). Hasil analisis mikroskop polarisasi dan SEM menunjukkan bentuk kristal yang relatif baru dibandingkan dengan atorvastatin murninya. (c) Gambar 8. SEM perbesaran 5000 kali (a) (b) Isonotinamida (c) ATV- INA ( 1:1) SDG 107 (c)

Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 15, No. 2, Januari 2014, hal. 103-110 metode solvent drop grinding dengan perbandingan molar kokristal 1:1. Uji Kelarutan Pengujian kelarutan dilakukan terhadap kalsium atorvastatin dan kokristalnya untuk mengetahui pengaruh kokristalisasi terhadap kelarutan dibandingkan dengan kalsium atorvastatin standar. Kokristal yang terbentuk dari metode solvent drop grinding dengan variasi perbandingan antara zat aktif dan ko-former yaitu 1:1 masing-masing diuji kelarutannya dan dibandingkan dengan kalsium atorvastatin standarnya. Pengujian ini dilakukan dengan menambahkan sampel yang mengandung 20 mg kalsium atorvastatin ke dalam 10 ml air dan dikocok dengan agitator mekanik selama 48 jam pada suhu 25 oc dengan kecepatan 120 rpm. Hasil pengujian kelarutan kalsium atorvastatin dan kokristalnya terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Kelarutan Kalsium dan Kokristal. Jenis ATV standar C rata-rata (mg/ml) ± SD 0,152 ± 0,0022 1:1 Solvent drop grinding 0,206 ± 0,0012 0,152 ± 0,0022 0,152 ± 0,0022 1 :2 2:1 0,198 ± 0,0022 0,194 ± 0,0025 Keterangan ATV standar : Kalsium atorvastatin standar Solvent drop grinding : Ko-kristal atorvastatin metode solvent drop grinding Pada Tabel 2 terlihat bahwa kokristal kalsium atorvastatin yang terbentuk dari semua metode memiliki kelarutan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kalsium atorvastatin standarnya. Kokristal yang memiliki kelarutan paling tinggi adalah kokristal yang dibentuk melalui metode solvent evaporation dengan peningkatan kelarutan sebesar 85,53%. Peningkatan kelarutan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme diantaranya karena adanya pembentukkan fase kristalin baru kokristal yang memiliki sifat fisikokimia yang lebih baik termasuk kelarutannya [7]. Isonikotinamida dilaporkan dapat membentuk kompleks dengan senyawa obat seperti kalsium atorvastatin melalui mekanisme sebagai donor dan akseptor dalam pembentukan ikatan hidrogen. Hal ini juga menyebabkan adanya peningkatan kelarutan melalui pembentukan kompleks kokristal. Hasil pengujian kelarutan kokristal menunjukkan bahwa dari semua metode kokristalisasi, perbandingan kokristal 1:1 memiliki kelarutan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan perbandingan kokristal 1:2; dan 2:1. Hal ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi dari koformer yang akan mempengaruhi kelarutan kokristal. Dimana adanya peningkatan konsentrasi koformer dapat menurunkan kelarutan dari kokristal yang terbentuk. Sehingga kokristal yang digunakan pada uji selanjutnya adalah kokristal kalsium atorvastatin yang dibentuk melalui 108 Uji Disolusi Partikulat Uji disolusi partikulat dilakukan terhadap kalsium atorvastatin dan kokristalnya, kemudian dilihat dan dibandingkan profil disolusi kedua sampel. Pada prinsipnya laju disolusi diukur dari jumlah zat aktif yang larut setiap satuan waktu di dalam medium cair di bawah kondisi suhu dan volume medium yang konstan. Uji disolusi ini dilakukan di dalam tiga medium ph yaitu dapar klorida ph 1,2, dapar amonium asetat ph 4,5 dan dapar fosfat ph 6,8. Uji disolusi kalsium atorvastatin dilakukan dengan menggunakan alat uji disolusi tipe I (metode basket) pada kecepatan konstan 100 rpm dan suhu yang tetap yaitu 37oC (± 0,5oC). Selama uji disolusi dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5 ml dalam setiap interval waktu yaitu 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit. Posisi pengambilan sampel dari menit awal hingga akhir yaitu kira-kira setengah jarak dari puncak basket ke permukaan media disolusi tetapi tidak lebih dekat dari 1,0 cm pada permukaan bagian dalam wadah. Dalam setiap pengambilan sampel disolusi harus selalu disertai dengan penambahan medium dapar dengan volume yang sama yaitu 5 ml. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan volume medium agar tetap jumlahnya seperti di awal yaitu 900 ml. Hasil Uji Disolusi Medium Dapar Klorida ph 1,2 Uji disolusi ini dilakukan untuk membandingkan profil disolusi kalsium atorvastatin standar dan kokristalnya. Pada penelitian ini dilakukan pengujian disolusi kalsium atorvastatin dan kokristalnya dalam medium 900 ml dapar klorida ph 1,2. Hasil uji disolusi kalsium atorvastatin dan kokristalnya dapat dilihat dalam Gambar 9. Gambar 9. Hasil Disolusi Medium Dapar ph 1,2. Berdasarkan gambar hasil uji disolusi medium dapar klorida ph 1,2 tersebut, jumlah kalsium atorvastatin standar yang terdisolusi setelah 60 menit adalah 8,05%. Sedangkan jumlah kokristal kalsium atorvastatin dan isonikotinamida metode solvent

Pembentukan Kokristal Antara Kalsium dengan Isonikotinamid dan Karakterisasinya (Dolih Gozali) evaporation yang terdisolusi adalah 11,3%. Hal ini menunjukkan bahwa disolusi kokristal kalsium atorvastatin dengan isonikotinamida melalui metode solvent evaporation (penguapan pelarut) lebih tinggi dibandingkan kalsium atorvastatin standarnya. Kokristal kalsium atorvastatin yang terdisolusi meningkat sebesar 3,28 % bila dibandingkan dengan atorvastatin standarnya. Berdasarkan hasil uji statistik yang ditunjukkan pada Gambar 10 terdapat perbedaan yang signifikan diantara profil disolusi kedua sampel yaitu kalsium atorvastatin dan kokristal. siu 15 l o si 10 d re T5 % Berdasarkan Gambar 12 terkait hasil uji disolusi medium dapar ammonium asetat ph 4,5 tersebut, jumlah kalsium atorvastatin standar yang terdisolusi setelah 60 menit adalah 16,53%. Sedangkan jumlah kokristal kalsium atorvastatin dan isonikotinamida metode solvent evaporation (penguapan pelarut) yang terdisolusi adalah 20,31%. Hal ini menunjukkan bahwa disolusi kokristal kalsium atorvastatin dengan isonikotinamida melalui metode solvent evaporation (penguapan pelarut) lebih tinggi dibandingkan kalsium atorvastatin standarnya. Kokristal kalsium atorvastatin yang terdisolusi meningkat sebesar 3,79% bila dibandingkan dengan atorvastatin standarnya. Berdasarkan hasil uji statistik, profil disolusi antara kalsium atorvastatin standar dan kokristal memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil Uji Disolusi Medium Dapar Fosfat ph 6,8 0 Standar Ko-kristal Gambar 10. Diagram Perbandingan Disolusi Medium Dapar ph 1,2. Uji disolusi pada medium dapar fosfat ph 6,8 dilakukan untuk membandingkan profil kalsium atorvastatin standar dan kokristalnya dalam ph basa yaitu ph 6,8. Hasil uji disolusi kalsium atorvastatin dan kokristalnya dapat dilihat dalam Gambar 13. Hasil Uji Disolusi Medium Dapar Ammonium Asetat ph 4,5 Uji disolusi ini dilakukan untuk membandingkan profil kalsium atorvastatin standar dan kokristalnya dalam medium 900 ml dapar ammonium asetat ph 4,5. Hasil uji disolusi kalsium atorvastatin dan kokristalnya dapat dilihat dalam Gambar 11. Gambar 13. Hasil Disolusi Medium Dapar ph 6,8. Gambar 11. Hasil Disolusi Medium Dapar ph 4,5. is 50 u l 40 o si 30 d re 20 T 10 %0 Standar is 25 u l 20 o is 15 rd e 10 T5 % Ko-kristal Gambar 14. Diagram Perbandingan Disolusi Medium Dapar ph 6,8 0 Standar Ko-kristal Gambar 12. Diagram Perbandingan Disolusi Medium Dapar ph 4,5. Berdasarkan gambar hasil uji disolusi medium dapar fosfat ph 6,8 tersebut, jumlah kalsium atorvastatin standar yang terdisolusi setelah 60 menit adalah 35,93%. Sedangkan jumlah kokristal kalsium atorvastatin dan isonikotinamida metod solvent evaporation (penguapan pelarut) yang terdisolusi adalah 47,31%. Hal ini 109

Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 15, No. 2, Januari 2014, hal. 103-110 menunjukkan bahwa disolusi kokristal kalsium atorvastatin dengan isonikotinamida melalui metode solvent evaporation (penguapan pelarut) lebih tinggi dibandingkan kalsium atorvastatin standarnya. Kokristal kalsium atorvastatin yang terdisolusi meningkat sebesar 11,373% bila dibandingkan dengan atorvastatin standarnya. Berdasarkan hasil uji statistik yang ditunjukkan pada Gambar 14 terdapat perbedaan yang signifikan pada profil disolusi antara kalsium atorvastatin dan kokristalnya. Berdasarkan hasil pengujian disolusi dalam ketiga medium ph, terdapat peningkatan profil disolusi antara kalsium atorvastatin standar dengan kokristal. Dalam setiap medium ph menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari profil disolusi kalsium atorvastatin dan kokristal. Pada medium ph 6,8, jumlah kalsium atorvastatin dan kokristal yang terdisolusi lebih tinggi dibandingkan dengan ph medium lainnya. Hal ini dikarenakan sifat kalsium atorvastatin yang kelarutannya meningkat seiring dengan bertambahnya ph. Kelarutan kokristal akan meningkat jika ph medium lebih tinggi dari nilai pka zat aktif sehingga pada ph 6,8 jumlah kokristal yang terlarut lebih tinggi dibandingkan pada medium ph lainnya. Peningkatan disolusi kalsium atorvastatin dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme diantaranya karena adanya efek solubilisasi koformer isonikotinamida yang larut dalam air sehingga meningkatkan disolusi kokristal [4]. Selain itu, karena adanya pembentukkan kristalin baru kokristal yang memiliki sifat fisikokimia termasuk profil disolusi yang lebih baik daripada fase kristalin sebelumnya. KESIMPULAN Pembentukan kokristal antara kalsium atorvastatin (ATV) dan isonikotinamid ( INA) telah dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x, DSC, FT-IR, mikroskop polarisasi dan SEM. Pola difraksi sinar-x menunjukkan kokristalatv-ina(1:1) yang memiliki sifat termal yang berbeda dengan ATV yang murni. Hal ini diperkuat dengan analisis DSC, mikroskop polarisasi dan SEM. Hasil uji kelarutan dan laju pelarutan dari kokristal atorvastatin-isonikotinamid menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kelarutan atorvastatin standar. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma, Tbk atas bantuan bahan baku. 110 DAFTAR ACUAN [1]. I. Racz. Drug Formulation. New York: JohnWiley and Sons, 1989. [2]. S. Leon., W. Susanna, B.C.Yu Andrew. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth Edition,, Boston, New York: Mc.GrawHill, 2005. [3]. C. Leuner, J. Dressman, "Improving drug solubility for oral delivery using solid dipersions." Eur. J. Pharm. Biopharm, vol. 50, pp. 47-60, 2000. [4]. E. Zaini, A. Halim, S.N. Soewandhi dan D. Setiawan. "Peningkatan Laju Pelarutan Trimetoprim Melalui Metode Ko-Kristalisasi Dengan Nikotinamida." Jurnal Farmasi Indonesia, vol. 5(4), pp. 205-212, 2011. [5]. Brittain, Harry G. "Profiles of Drug Substances, Excipients, and related Methodology." London: Academic Press, 2010, Vol. 35, 1-61. [6]. Q. Ning., M. Li, W. Schlindwein, N. Malek, A. Davies, G. Trappit, "Pharmaceutical Co- Crystals: An overview." International Journal of Pharmaceutics, vol. 419, pp. 2-9, 2011. [7]. AV. Trask, W. Jones. "Crystal engineering of organic co-crystals by the solid state grinding approach." Top Curr Chem, vol. 254, pp. 41-70, 2005. [8]. M. Zaworotko. "Crystal engineering of cocrystals and their relevance to pharmaceuticals and solid-state hemistry." Acta Cryst, Vol.A64, pp C11C12, 2008. [9]. P. Vishweshwar, J. A. McMahon, J.A. Bis, M. Zaworotko. "Pharmaceutical Co-Crystals". J. Pharm. Sci, vol. 95, pp. 499-516, 2006. [10]. N. Arunkumar, M. Deecaraman, C. Rani, K. P. Mohanraj, and K.V Kumar. "Preparation and Solid State Characterization of Nanosuspensions For Enhanced Solubility and Dissolution." International Journal of Pharm Tech Research, Vol. 1 (4), pp. 1725-1730, 2009. [11]. A. Ayalon. "Polymorphic Form of Calcium". European Patent Application. Patent No. EP 1 535 613 A 2, 2005.