3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO"

Transkripsi

1 35 3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO Pendahuluan Sebaran ikan T. sarasinorum di Danau Matano pertama kali dilaporkan oleh Kottelat (1991). Hingga saat ini diketahui terdapat sembilan jenis ikan yang termasuk dalam famili Telmatherinidae yang hidup di Danau Matano. Ikan T. sarasinorum adalah salah satunya yang diketahui endemik Danau Matano dan salah satu spesies yang dominan. Menurut Kottelat (1991), ikan ini memiliki penyebaran yang terbatas di daerah litoral sepanjang tepian danau dan lebih sering ditemukan di bagian selatan dari danau. Ikan T. sarasinorum umumnya menyebar di sisi selatan danau yaitu di dekat pulau-pulau sebelah timur danau sampai ke bagian barat danau. Ikan ini umumnya menempati habitat perairan dengan dasar berpasir yang hampir datar, pada perairan yang relatif dangkal (<1,5m). Kondisi fisik kimiawi lingkungan dan ketersediaan makanan serta tempat berlindung merupakan faktor utama yang menentukan sebaran ikan (Mazzoni & Iglesias-Rios 2002). Pemanfaatan habitat oleh spesies ikan berhubungan dengan karakter morfologi dan fisiologi termasuk ukuran, dan bentuk serta posisi siripsirip (Wootton 1990) serta kondisi trofik dan kebutuhan reproduksi (Balon 1975). Kejadian dan kelimpahan spesies ikan di dalam sistem Ubatiba berhubungan dengan trofik, yaitu pemilihan mikrohabitat sehingga memaksimalkan kemampuan mereka untuk memanfaatkan secara efisien suplay makanan dan persyaratan anti-predator. Sebaran suatu spesies ikan berhubungan dengan faktorfaktor yang berkaitan dengan habitat makan, reproduksi dan perlindungan dari predator. Sebaran juga dipengaruhi oleh musim. Kondisi substrat di habitat pemijahan menentukan preferensi habitat pemijahan ikan T. sarasinorum. Daerah litoral di sisi selatan Danau Matano lebih lebar dibandingkan dengan di sisi utara, sehingga lokasi-lokasi pemijahan ikan lebih banyak terdapat di sisi selatan. Selain itu, kondisi perairan di setiap lokasi menentukan keberadaan ikan. Ikan yang berada dalam kondisi alami ini tampaknya mempunyai sebaran yang berhubungan dengan keberadaan substrat dasar, kualitas perairan, curah hujan dan tinggi muka air.

2 36 Sampai saat ini ikan T. sarasinorum diketahui tidak ditangkap untuk tujuan konsumsi ataupun tujuan yang lain. Walaupun ikan ini mempunyai bentuk serta warna yang indah belum dapat dimanfaatkan sebagai ikan hias karena aspekaspek bioekologinya belum diketahui. Ikan ini diketahui mempunyai dua tipe arena pemijahan. Arena pemijahan pertama mempunyai substrat dasar yang terdiri atas batu-batu kerikil kecil dan besar yang terdapat kolam-kolam pasir diantaranya. Arena pemijahan kedua berupa akar-akar pohon menggantung yang masuk ke dalam perairan serta batang/ranting pohon yang tumbang yang telah diselimuti alga. Substrat dasar di arena pemijahan ini terdiri atas batu-batu besar dengan pasir dan kadang-kadang berlumpur. Umumnya studi yang berkaitan dengan Telmatherinidae ditujukan pada aspek keragaman dan evolusi, radiasi adaptif, genetika populasi, pemeliharaan polimorfisme warna jantan, dan perbandingan tingkah laku kawin (Herder et al. 2006; Heath et al. 2006; Gray et al. 2006; Gray & McKinnon 2006; Nilawati & Tantu 2007; Tantu & Nilawati 2007; Tantu & Nilawati 2008). Belum ada studi yang secara khusus mempelajari sebaran ikan ini di Danau Matano. Bab ini menguraikan sebaran ikan T. sarasinorum di arena pemijahan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan penelitian arena pemijahan. Penelaahan sebaran ikan secara spasial dan temporal nantinya akan dikaji dengan memasukkan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhinya. Tujuan menelaah sebaran ikan adalah untuk menganalisis keberadaan ikan di danau, yang diharapkan dapat membantu upaya-upaya konservasi ikan dan habitatnya. Bahan dan Metode Sampling ikan dilakukan mulai September 2008 sampai dengan Agustus 2009 di 15 lokasi sampling di Danau Matano dengan menggunakan pukat pantai mini berukuran panjang 10 m, tinggi 3 m dan mata jaring 3 mm. Ikan ditangkap antara pukul Contoh ikan disimpan di dalam wadah contoh yang berisi larutan yang mengandung formalin 4% dan diberi label yang menunjukkan waktu dan lokasi pengambilan. Ikan diidentifikasi dan dihitung jumlahnya menurut jenis kelaminnya. Semua contoh diukur panjang bakunya (PB) dengan

3 37 menggunakan kaliper digital hingga mm terdekat dan ditimbang berat totalnya dengan menggunakan timbangan digital hingga 0,001 g terdekat. Jumlah ikan ditampilkan untuk kelima belas lokasi dan untuk setiap waktu sampling. Uji perbandingan rata-rata one way Anova digunakan untuk membandingkan jumlah ikan rata-rata. Histogram frekuensi interval-interval ukuran ikan disusun untuk contoh-contoh dari kelima belas daerah sampling. Hasil dan Pembahasan Sebaran ikan T. sarasinorum secara spasial dan temporal di Danau Matano Sebaran ikan secara spasial Sebanyak 3165 ekor ikan T. sarasinorum tertangkap selama periode sampling September 2008 sampai dengan Agustus Dari jumlah tersebut terdapat 2180 ekor ikan jantan (68,88%) dan 985 ekor ikan betina (31,12%). Ikanikan tersebut tertangkap di 15 lokasi sampling. Sebaran secara spasial (menurut lokasi sampling) ikan T. sarasinorum ditampilkan dalam Gambar 8. Jumlah ikan (ekor) Lokasi Gambar 8 Jumlah ikan rata-rata yang tertangkap pada masing-masing lokasi sampling selama periode penelitian Ikan T. sarasinorum menyebar secara luas di daerah litoral Danau Matano (Gambar 8). Sebaran secara spasial tercermin dari hasil tangkapan yang jumlahnya bervariasi menurut lokasi. Pulau Otuno I-A memiliki jumlah hasil tangkapan tertinggi 333 ekor (10,52%) dengan rata-rata 28 ekor per waktu

4 38 sampling. Lokasi yang paling sedikit jumlah tangkapannya adalah S. Petea yaitu 122 ekor (3,85%) dengan rata-rata 10 ekor per waktu sampling. Uji rata-rata jumlah ikan per lokasi menggunakan one-way ANOVA (yang tersedia dalam piranti lunak MINITAB versi 14) menunjukkan terdapat beda nyata jumlah ikan yang tertangkap antar lokasi sampling selama periode penelitian (F=65,53; df=14; P=0,000; α=0,05). Lokasi P. Otuno memiliki dua lokasi sampling yang diberi kode pembeda yaitu P. Otuno I-A (dengan habitat pasir dan batu) dan P. Otuno I-B (habitat perakaran). Kedua habitat ini menunjukkan perbedaan jumlah hasil tangkapan per waktu sampling. Total ikan yang tertangkap di P. Otuno I-B adalah 183 ekor (5,78%) dengan jumlah ikan rata-rata 15 ekor per waktu sampling. Nilai rata-rata ini tidak berbeda nyata dengan dua habitat perakaran lainnya yaitu Pantai Salonsa- B dan P. Otuno II-B. Secara umum ikan T. sarasinorum yang tertangkap selama periode sampling berukuran panjang baku (PB) rata-rata 52,66 mm (22,44 75,08 mm; SE=9,11; N=3165). Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa PB rata-rata ikan jantan lebih panjang daripada ikan betina. Ukuran PB rata-rata ikan jantan adalah 54,50 mm (kisaran 22,44 75,08 mm; SE=9,89; N=2180), sedangkan ikan betina adalah 48,60 mm (kisaran 37,95 63,38 mm; SE= 5,12; N= 985). Uji beda rata-rata ukuran PB menurut jenis kelamin menunjukkan terdapat beda nyata antara individu jantan dan betina (F=312,96; df=1; P=0,000; α=0,05). Data ini juga menunjukkan bahwa kisaran ukuran PB ikan jantan lebih lebar daripada ikan betina. Secara spasial nilai PB rata-rata terbesar terdapat di S. Lawa (58,10 mm; SE=10,2; N=198), sedangkan nilai PB rata-rata terkecil berada di S. Petea (46,16 mm; SE=5,69; N=122). Uji beda rata-rata ukuran PB antar lokasi sampling menggunakan one-way ANOVA menujukkan terdapat beda nyata ukuran PB antar lokasi (F=22,95; df=14; P=0.000; α=0,05). Berdasarkan data ukuran rata-rata PB menurut lokasi sampling ditemukan pola ukuran yang berdegradasi dari daerah geografis bagian barat (lokasi sampling dengan ukuran PB rata-rata besar) ke daerah geografis bagian timur (lokasi dengan ukuran PB kecil). Pola ukuran ini mengabaikan ukuran PB rata-rata yang

5 39 terdapat di Pantai Sokoio yang dalam uji rata-rata tidak berbeda nyata dengan nilai ukuran PB ikan-ikan yang terdapat di S. Petea. Ukuran PB rata-rata di bagian barat lebih besar daripada di bagian timur disebabkan: pertama, bagian barat danau merupakan daerah hulu yang relatif masih alami dibandingkan dengan daerah bagian tengah dan timur. Kedua, karena ikan-ikan di bagian tengah dan timur lebih padat, maka kemungkinan terjadi persaingan sumber daya makanan. Sementara itu S. Lawa memiliki ikan dengan PB rata-rata terbesar. Secara geografis, letak S. Lawa di ujung paling barat Danau Matano yang merupakan bagian hulu dari danau ini. Letak S. Petea di danau berada pada kawasan paling timur, dan merupakan satu-satunya aliran keluar (outlet) danau. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara panjang baku ikan dengan suhu perairan. Keeratan hubungan ini adalah 60,4%. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, S. Lawa merupakan sungai utama yang mengalirkan airnya mengisi Danau Matano sepanjang tahun. Tempat ini berada di zona 1, yaitu zona yang terletak di bagian hulu danau; kawasan ini mempunyai daerah terestrial yang relatif belum terganggu dibandingkan dengan kawasan bagian tengah (zona 2) dan kawasan bagian timur danau (zona 3). Pada zona 2 daerah terestrial yang terletak di sisi selatan danau merupakan daerah permukiman penduduk dan pusat aktivitas kota, serta industri pertambangan. Sisi utara danau memiliki bukit yang dimanfaatkan untuk berkebun oleh masyarakat. Zona 3 danau adalah kawasan eksplorasi tambang. Bagian danau di zona 2 dan zona 3 ini diduga merupakan daerah yang banyak menerima beban masukan yang berasal dari daerah terestrial. Ukuran PB dari contoh-contoh yang diperiksa dibagi ke dalam 12 kelas ukuran berdasarkan kaidah Sturges. Berdasarkan kelas ukuran ditemukan adanya kelas ukuran yang tampak berada dalam ketidak seimbangan. Terdapat kelompok ukuran yang relatif kecil (kisaran PB 22,44 40,03 mm) berada dalam jumlah yang sedikit (5,47%), sedangkan kelompok ukuran sedang (kisaran PB 40,04 62,03 mm) dalam jumlah yang besar (77,91%) dan kelompok ukuran besar (kisaran PB 62,04 75,23 mm) dalam jumlah yang juga relatif kecil (16,62%) (Gambar 9).

6 40 Gambar 9 Kelas ukuran panjang baku (PB) ikan T. sarasinorum jantan (atas) dan betina (bawah) Struktur kelas ukuran PB ikan T. sarasinorum tampak timpang. Hal ini karena kelompok ukuran kecil yang diharapkan sebagai kelompok generasi baru yang akan mengisi kelompok ukuran yang ada diatasnya berada dalam jumlah yang kecil. Fenomena ini mungkin disebabkan daerah tersebut bukan merupakan daerah ikan berukuran kecil. Anak-anak ikan T. sarasinorum menempati daerah di bawah perakaran vegetasi Pandanus sp. Daerah tersebut relatif lebih terlindung sehingga anak ikan akan terhindar dari predator. Pengamatan bawah air menunjukkan bahwa daerah tersebut juga telah dihuni oleh ikan eksotik (siklid), oleh karena itu diduga sedang terjadi masalah dalam rekrutmen ikan T. sarasinorum karena adanya generasi yang hilang akibat predasi terhadap kelompok ikan berukuran kecil. Mills et al. (2003) menyatakan bahwa ikan eksotik berperan besar dalam merusak komunitas ikan asli. Ikan eksotik juga dapat menurunkan populasi ikan asli melalui predasi atau kompetisi (Moyle

7 ). Introduksi ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Amerika Utara dan Selatan berpengaruh besar terhadap ekosistem akuatik (Tapia & Zambrano 2003). Ikan mas meningkatkan padatan tersuspensi di dalam air (Zambrano et al. 2006), menurunkan kecerahan (Pinto et al. 2005). Ikan nila dapat mengubah struktur jaring makanan melalui kompetisi dengan ikan lain dan memangsa juvenil ikan lain (Morgan et al. 2004). Sebaran spasial ikan T. sarasinorum jantan dan betina menurut kelas ukuran panjang disajikan dalam Lampiran 4 dan 5. Secara spasial, menurut kelas ukuran T. sarasinorum jantan di Pantai Salonsa-A memiliki kisaran ukuran yang lebar mulai dari kelas ukuran terkecil (22,44-26,83 mm) sampai dengan kelompok ukuran terbesar (70,84-75,23 mm). Pantai Salonsa-A dan lokasi-lokasi lain yang merupakan habitat batu berpasir - memiliki ikan jantan yang sebagian besar matang gonad. Sementara lokasi yang memiliki lebar kelas ukuran yang sempit untuk jantan adalah P. Otuno I-B. Lokasi P. Otuno I-B berada di dalam lokasi yang berdekatan dengan lokasi P. Otuno-I-A, tetapi antar keduanya terdapat perbedaan karakter habitat. Pulau Otuno I-A adalah lokasi dengan karakter habitat substrat batu berpasir, sedangkan P. Otuno I-B adalah lokasi dengan karakter habitat perakaran. Data yang ditampilkan dalam Bab 4 menunjukkan bahwa ikanikan yang tertangkap di lokasi-lokasi dengan habitat perakaran terutama adalah ikan-ikan yang sedang memijah. Jadi ikan-ikan jantan berukuran besar umumnya datang ke arena perakaran untuk memijah. Sementara ikan-ikan jantan yang tertangkap di arena batu berpasir mencakup hampir semua kelas ukuran ikan. Ikan yang tertangkap terdiri atas ikan yang sedang memijah hingga ikan yang sedang mencari makan. Ikan betina dengan kelas ukuran yang lebar ditemukan di S. Soluro (kelas ukuran 35,64 40,03 mm sampai dengan kelas ukuran 62,04-66,43 mm). Kelas ukuran yang kisarannya sempit ditemukan di Pantai Kupu-kupu yaitu mulai dengan kelas ukuran 35,64 40,03 mm sampai dengan 53,24 57,63 mm. Ikan betina di kedua lokasi tersebut berkisar dari ikan yang sedang mengalami tingkat kematangan awal hingga pasca memijah. Ikan betina pasca memijah di Pantai Kupu-kupu jumlahnya lebih banyak.

8 42 Sebaran ikan secara temporal Secara temporal jumlah ikan hasil sampling setiap bulan bervariasi dengan fluktuasi yang kecil (Gambar 10). Jumlah tertinggi ditemukan pada bulan Mei 304 ekor (9,61% dari jumlah total populasi contoh N=3165) atau rata-rata 20 ekor (± 7,526) sedangkan yang paling sedikit pada bulan Januari 2009 yaitu 242 ekor (7,65%) atau rata-rata 16 ekor (± 5,343). Uji rata-rata jumlah ikan yang tertangkap antar bulan sampling menggunakan one-way ANOVA menunjukkan tidak terdapat beda nyata antar waktu sampling (F=0,54; df=11; P=0,876; α=0,05). Jumlah ikan (ekor) Bulan Gambar 10 Sebaran jumlah rata-rata ikan secara temporal Sebaran secara temporal selama selang waktu September 2008 sampai dengan Agustus 2009 terdapat tiga waktu sampling yang memiliki nilai rata-rata hasil tangkapan yang rendah yaitu bulan Januari 16 ekor (7,65%), Juni 17 ekor (7,93%) dan Februari 17 ekor (8,03%). Rendahnya hasil tangkapan pada waktu tersebut diduga dipengaruhi oleh curah hujan dan muka air yang rendah. Pada saat muka air rendah sebagian daerah pinggiran danau mengering dan kedalaman berkurang. Kondisi ini diduga menyebabkan ikan besar berpindah ke tempat yang lebih dalam, di luar daerah penangkapan. Selain itu, terdapat tiga waktu sampling yang memiliki jumlah rata-rata hasil tangkapan yang relatif tinggi yaitu bulan Desember 2008 yaitu rata-rata 18 ekor (8,69%), Agustus 18 ekor (8,69%) dan Mei 20 ekor (9,61%).

9 43 Sebaran temporal ikan T. sarasinorum jantan dan betina menurut kelas ukuran panjang ditampilkan dalam Lampiran 6 dan 7. Berdasarkan sebaran temporal, menurut kelas ukuran ditemukan waktu sampling yang memiliki kisaran kelas ukuran yang lebar yaitu bulan April. Ukuran ikan yang tertangkap pada bulan ini mulai dari kelas ukuran kecil (24,44 26,83 mm) sampai dengan kelompok ukuran besar (70,84 75,23 mm). Hanya pada bulan April terdapat satu kelas ukuran yang kosong yaitu kelas ukuran 26,84 31,23 mm. Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa pada semua waktu sampling ikan jantan memiliki kisaran kelas ukuran yang lebih lebar daripada ikan betina. Kelas ukuran pada ikan betina dimulai dari kelas ukuran 35,64 40,03 mm dan kelompok ukuran terbesar 62,04 66,43 mm. Jadi terdapat lima kelas ukuran yang dimiliki oleh ikan jantan tetapi tidak dimiliki oleh ikan betina. Hubungan parameter fisik kimiawi perairan dengan jumlah ikan dan panjang baku (PB) Berdasarkan hasil pengamatan terhadap distribusi ikan secara spasial dan temporal ditemukan adanya jumlah rata-rata hasil tangkapan dan ukuran PB ratarata yang berbeda nyata antar lokasi maupun antar waktu sampling. Namun perbedaan hasil tangkapan ini tidak berkaitan dengan keadaan fisik kimiawi perairan karena hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang lemah. Tingginya jumlah ikan di lokasi bagian timur danau diduga berkaitan dengan kondisi substrat. Sementara ukuran PB ikan rata-rata di lokasi-lokasi bagian tengah dan timur danau lebih rendah, tetapi dengan jumlah lebih banyak, dibandingkan dengan yang ada di bagian barat. Daerah timur danau terutama P. Otuno I dan P. Otuno II merupakan daerah yang terlindung, dengan substrat pemijahan yang lebih mendukung keberadaan ikan. Dengan demikian diduga bahwa substrat pemijahan menentukan banyaknya ikan yang berada di arena pemijahan. Polikromatisme jantan Adanya polikromatisme pada jantan T. sarasinorum telah dilaporkan sebelumnya oleh Gray et al. (2006; 2008). Terdapat lima warna jantan pada ikan ini yaitu kuning, biru, biru kuning, abu-abu dan abu-abu kuning (Lampiran 8). Tetapi sejauh ini tidak ada laporan yang mendeskripsikan komposisi warna jantan

10 44 pada ikan T. sarasinorum di Danau Matano. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan jantan warna abu-abu adalah dominan dalam populasi contoh yang diperiksa 46,10% (1005 ekor), kemudian jantan warna biru 23,07% (503 ekor), jantan kuning 18,62% (406 ekor), abu-abu kuning 9,04% (197 ekor), dan jantan biru kuning 3,17% (69 ekor). Kuning Biru Biru-kuning Abu-abu Abu-abu kuning Jumlah jantan (%) Lokasi Gambar 11 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna secara spasial Secara umum, jumlah ikan jantan warna abu-abu adalah dominan di setiap lokasi penelitian dan setiap waktu sampling. Uji rata-rata dengan menggunakan two way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah rata-rata ikan jantan di setiap lokasi (F=2,97; P=0,002; df=14; α=0,05). Sementara jumlah ratarata ikan jantan menurut warna berbeda nyata di setiap lokasi (F=52,94; P=0,000; df=4; α=0,05). Jumlah ikan jantan warna abu-abu adalah dominan di setiap lokasi. Sementara antara jumlah rata-rata ikan jantan warna kuning dan biru tidak berbeda nyata antar lokasi. Jumlah rata-rata ikan jantan warna biru kuning dan abu-abu kuning tidak berbeda nyata, begitu pula antara ikan jantan warna kuning dan abu-abu kuning tidak berbeda nyata (Gambar 11). Jumlah jantan warna biru kuning lebih sedikit dibandingkan dengan warna abu-abu kuning, kecuali di S. Lawa (biru kuning 9%, dan abu-abu kuning 6%). Ikan jantan biru kuning tidak terdapat di Sokoio dan S. Petea. Hal ini mungkin disebabkan respon ikan terhadap habitat pemijahan. Kedua lokasi ini tidak mempunyai habitat pemijahan. Ikan jantan biru kuning jumlahnya paling

11 45 sedikit dari seluruh ikan jantan yang tertangkap. Ada kemungkinan bahwa ikan jantan ini berusaha memaksimalkan keberhasilan pemijahannya dengan memilih selalu berada di habitat pemijahan. Dengan demikian ikan biru kuning selalu mempunyai kesempatan untuk memijah baik sebagai ikan jantan utama ataupun sebagai pesaing memijah (Bab 4). Hal ini dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gross & Charnov (1980) yang menemukan bahwa ikan bluegill sunfish berukuran kecil berusaha memaksimalkan keberhasilan pemijahannya dengan memilih menjadi pesaing memijah atau menyerupai ikan betina (mimikri). Sementara ikan T. sarasinorum tidak memiliki taktik perkawinan dengan cara mimikri karena ukuran jantan selalu lebih besar daripada betina (ikan betina bluegill sunfish umur empat tahun kira-kira sama dengan ikan jantan umur dua tahun). Ikan jantan warna kuning yang tampak mencolok di habitat perakaran jumlahnya lebih banyak daripada jantan biru. Sementara jantan biru yang tampak mencolok di habitat batu berpasir jumlahnya lebih banyak pada sebagian besar lokasi (S. Lawa, Desa Matano, Paku, Sokoio, Pantai Kupu-kupu, S. Tanah Merah, P. Otuno II-A dan S. Soluro). Ikan jantan kuning dan biru di S. Petea jumlahnya sama. Hal berbeda dinyatakan oleh Gray et al. (2008), bahwa jantan biru mempunyai keberhasilan pemijahan yang paling tinggi dan jumlahnya juga dominan di habitat batu berpasir. Sementara penelitian ini menunjukkan bahwa jantan biru lebih sedikit jumlahnya di habitat batu berpasir di tiga lokasi (Pantai Salonsa-A, Old Camp dan P. Otuno I-A). Uji rata-rata dengan menggunakan two way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata jumlah rata-rata ikan jantan antar waktu (F=0,46; P=0,917; df=11; α=0,05). Selanjutnya jumlah rata-rata ikan jantan menurut warna berbeda nyata pada setiap bulan (F=211,73; P=0,000; df=4; α=0,05). Jumlah ratarata ikan jantan warna abu-abu dominan pada setiap waktu sampling. Jumlah ratarata ikan jantan warna kuning dan biru tidak berbeda nyata, tetapi jumlah antara jantan biru kuning dan abu-abu kuning berbeda nyata (Gambar 10). Frekuensi warna tidak berbeda selama penelitian (Gray et al. 2008). Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini. Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi warna setiap bulan. Jantan warna abu-abu dominan sepanjang waktu penelitian, sedangkan warna lainnya berfluktuasi.

12 Kuning Biru Biru-kuning Abu-abu Abu-abu kuning Jumlah jantan (%) Bulan Gambar 12 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna secara temporal Jumlah rata-rata ikan jantan antar kelas ukuran berbeda nyata (F=3,54; P=0,001; df=11; α=0,05); sedangkan jumlah rata-rata ikan jantan menurut warna berbeda nyata pada setiap kelas ukuran (F=10,22; P=0,000; df=4; α=0,05). Berdasarkan kelas ukuran, jumlah rata-rata ikan jantan warna abu-abu berbeda nyata dengan jumlah ikan warna lainnya. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan nyata antar jumlah ikan jantan keempat warna lain (Gambar 13). Kelas ukuran 22,44-26,83 dan 26,84-31,23 mm masing-masing hanya berisi ikan warna abu-abu dan biru (jumlah ikan berturut-turut 4 dan 2 ekor). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ikan-ikan jantan yang sedang berpasangan mempunyai tubuh yang lebih cerah dibandingkan dengan ikan jantan yang tidak berpasangan maupun sneaker. Selain itu, ikan jantan yang berpasangan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dengan mengembangkan sirip-sirip dorsal, anal dan pektoral yang lebih kokoh dibandingkan dengan ikan jantan lainnya. Keberhasilan reproduksi jantan dapat diprediksi dari kontras warna yang berbeda-beda antar habitat. Jantan biru lebih disukai oleh betina di habitat pantai dan jantan kuning di habitat perakaran. Warna-warna jantan ini masing-masing paling jelas dan paling berlimpah (Gray et al. 2008). Hal ini berbeda dengan temuan dalam penelitian ini; walaupun jantan warna kuning dan biru masingmasing mencolok di habitat perakaran dan habitat batu berpasir, tetapi jumlah ikan abu-abulah yang dominan di kedua tipe habitat. Jantan abu-abu dominan

13 47 kemungkinan karena menyesuaikan diri dengan kondisi alam agar tidak terlihat oleh predator (Andersson 1994). Hal ini mengingat bahwa ikan ini hidup di daerah litoral yang terbuka dan perairannya jernih. Kondisi yang sama mungkin terjadi pada ikan betina. Ikan betina berwarna abu-abu seperti pasir; warna abuabu pada ikan sesuai dengan kondisi substrat habitat yang banyak terdiri dari batuan dan pasir. Kuning Biru Biru-kuning Abu-abu Abu-abu kuning Jumlah jantan (%) Kelas ukuran panjang (mm) Gambar 13 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna per kelas ukuran Selanjutnya menurut Gray et al. (2008) jantan biru kuning dan abu-abu kuning yang mempunyai pola warna yang lebih kompleks tidak begitu jelas di habitat-habitat tersebut, dan mereka juga tidak berhasil dalam reproduksinya. Warna-warna jantan ini merupakan bentuk-bentuk peralihan yang kurang berhasil reproduksinya walaupun dapat mengubah taktik tingkah laku kawin sebagai pesaing pembuahan. Pada T. sarasinorum, frekuensi warna berkorelasi positif dengan kesejahteraan reproduksi. Kesimpulan Secara spasial dari hulu ke hilir danau jumlah ikan meningkat, tetapi ukurannya semakin kecil. Hal ini menunjukkan adanya kompetisi sumber daya di danau oligotrofik ini. Secara temporal jumlah ikan relatif tinggi pada bulan Mei, Agustus, dan Desember; jumlah ikan relatif rendah pada bulan Januari, Februari dan Juni. Kondisi ini dipengaruhi oleh keadaan hidrologis danau. Pada saat curah

14 48 hujan rendah dan muka air rendah jumlah ikan sedikit, sedangkan pada waktu curah hujan tinggi dan muka air tinggi jumlah ikan meningkat. Ikan-ikan yang ada di arena perakaran umumnya adalah ikan-ikan yang sedang memijah, sedangkan di arena batu berpasir adalah ikan-ikan yang memijah dan yang sedang mencari makan. Warna abu-abu merupakan warna dominan pada ikan jantan yang mungkin berkaitan dengan keberhasilan ikan untuk menghindari predasi di danau. Tampaknya warna ikan T. sarasinorum merupakan adaptasi ikan dengan lingkungannya untuk menjamin kelangsungan keturunan sebagai tujuan dari strategi reproduksi. Warna berbeda pada habitat berbeda merupakan salah satu taktik ikan yang jumlahnya sedikit untuk meningkatkan keberhasilan reproduksinya.

2 HABITAT PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO

2 HABITAT PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO 11 2 HABITAT PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO Pendahuluan Penelitian mengenai habitat pemijahan ikan air tawar endemik Sulawesi yang dikaitkan dengan preferensi arena pemijahan belum pernah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan setiap bulan selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes LAMPIRAN 107 108 109 Lampiran 1 Deskripsi lokasi penelitian Lokasi penelitian Kedalaman Tutupan substrat dasar Zona 1 1. Sungai Lawa 0,30 6,00 m pasir 30%, - kerikil 20%, batu bulat 50%. 2. Desa Matano

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

4 REPRODUKSI DAN TINGKAH LAKU PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO

4 REPRODUKSI DAN TINGKAH LAKU PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO 49 4 REPRODUKSI DAN TINGKAH LAKU PEMIJAHAN IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO Pendahuluan Proses reproduksi adalah bagian penting dari studi biologi spesies (Chellappa et al. 2005). Penentuan jenis kelamin

Lebih terperinci

EKOBIOLOGI REPRODUKSI IKAN OPUDI Telmatherina antoniae (Kottelat, 1991) SEBAGAI DASAR KONSERVASI IKAN ENDEMIK DI DANAU MATANO, SULAWESI SELATAN

EKOBIOLOGI REPRODUKSI IKAN OPUDI Telmatherina antoniae (Kottelat, 1991) SEBAGAI DASAR KONSERVASI IKAN ENDEMIK DI DANAU MATANO, SULAWESI SELATAN EKOBIOLOGI REPRODUKSI IKAN OPUDI Telmatherina antoniae (Kottelat, 1991) SEBAGAI DASAR KONSERVASI IKAN ENDEMIK DI DANAU MATANO, SULAWESI SELATAN FADLY Y. TANTU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat Ikan T. antoniae

HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat Ikan T. antoniae 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat Ikan T. antoniae Habitat ikan T. antoniae yang diamati pada sembilan stasiun penelitian menunjukkan bahwa ikan ini menempati kolom air dekat dasar perairan di daerah litoral,

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi nutrien perairan, produktivitas fitoplankton

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan arus yang lambat atau bahkan tidak ada arus sama sekali. Waktu tinggal

PENDAHULUAN. dengan arus yang lambat atau bahkan tidak ada arus sama sekali. Waktu tinggal 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Danau merupakan suatu badan air yang tergenang sepanjang tahun. Danau juga berupa cekungan yang berfungsi menampung air dan menyimpan air yang berasal dari air hujan, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Ikan Dui Dui... di Danau Towuti Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Safran Makmur 1), Husnah 1), dan Samuel 1) 1)

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

3. VARIASI SPASIO-TEMPORAL SEBARAN KOMUNITAS IKAN DI ESTUARI SEGARA MENYAN

3. VARIASI SPASIO-TEMPORAL SEBARAN KOMUNITAS IKAN DI ESTUARI SEGARA MENYAN 15 3. VARIASI SPASIO-TEMPORAL SEBARAN KOMUNITAS IKAN DI ESTUARI SEGARA MENYAN 3.1. Pendahuluan Estuari dan pantai laguna merupakan zona transisi yang terletak di antara habitat perairan tawar dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN UMUM A. Latar Belakang Mollusca sebagai salah satu hasil perairan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang layak. Pemanfaatan Pelecypoda masih terbatas yaitu di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesiamemiliki hutan mangrove terluas di dunia dan juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesiamemiliki hutan mangrove terluas di dunia dan juga memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesiamemiliki hutan mangrove terluas di dunia dan juga memiliki keragaman mangrove terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh di seluruh

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia, dengan 17.504 buah pulau dan garis pantai mencapai 104.000 km. Total luas laut Indonesia adalah

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR Oleh: Dr. Endang Widyastuti, M.S. Fakultas Biologi Unsoed PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air ini merupakan sumber daya yang sangat penting untuk pemenuhan kehidupan makhluk hidup (Indriatmoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan panjang 81.000 km dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi dan individu serta karakteristiknya. Interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem, relung dan habitat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai yang mengalir dari bagian tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010). Sungai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci