SKRIPSI MOHAMMAD DZIYAUDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI MOHAMMAD DZIYAUDIN"

Transkripsi

1 APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MELIHAT PENYEDIAAN HIJAUAN PAKAN DAN PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MOHAMMAD DZIYAUDIN DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN MOHAMMAD DZIYAUDIN. D Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Melihat Penyediaan Hijauan Pakan dan Pemanfaatan Lahan di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc. Pembimbing Anggota: Ir. Muhammad Agus Setiana, MS. Penelitian ini bertujuan sebagai informasi dasar pendukung usaha peternakan sapi perah yang menjadi dasar pengembangan hijauan pakan ternak dan sumber informasi pakan di Kunak, Kabupaten Bogor. Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kunak sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 ha yang berada dalam dua wilayah yaitu Kunak I terletak di lokasi Gunung Sarengseng, Kecamatan Cibungbulang, seluas 52,43 ha terdiri dari 98 kavling dan Kunak II di Gunung Geulis, Kecamatan Pamijahan, seluas 41,98 ha terdiri dari 83 kavling. Lokasi Kunak berada antara LS LS dan BT BT dengan ketinggian 350,7 451,3 mdpl dan suhu antara C serta curah hujan rata-rata 2400 mm/tahun. Metode yang digunakan yaitu peta dasar Kunak sebagai informasi dasar, observasi lapang sebagai verifikasi peta dasar, wawancara sebagai sumber data primer yang diinginkan dalam bentuk kuisioner, dan terakhir pembuatan GIS layer untuk mengolah data yang sudah didapat agar dapat ditampilkan ke dalam bentuk peta. Hasil yang ditampilkan dalam bentuk peta yaitu kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT), populasi ternak, produksi susu, dan pakan tambahan yang diberikan di Kunak. Identifikasi tingkat ketersediaan HMT digunakan untuk perhitungan daya dukung limbah pertanian di sekitar lokasi Kunak. Kondisi peternakan Kunak mengalami defisit HMT sebesar 69,51 ton tiap harinya, kekurangan ini disiasati dengan penambahan jerami/daun jagung/limbah pasar dan secara berkala mencari rumput lapang (antara lain Panicum maximum, Eleusine indica, dan Axonopus compressus) di desa-desa sekitar. Populasi per November 2011 sebanyak ekor dengan total sapi betina laktasi sebanyak ekor (43,96%) dan total jantan dewasa sebanyak 92 ekor (3,76%), sedangkan ternak ruminansia lain sebanyak 261 ekor (9,54%) dari total populasi ternak ruminansia pada 114 peternak di Kunak. Produksi susu harian per November 2011 sebesar liter susu dengan rata-rata sebesar 9,6 liter/ekor/hari. Sebanyak 73,68% kebutuhan konsentrat dipenuhi oleh KPS Bogor, sisanya sebesar 18,42% dari luar KPS (Cibinong, Jakarta, dan Bandung) dan 7,90% pakan diolah secara mandiri. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memberikan informasi berdasarkan hasil analisa informasi yang didapat. Kebutuhan HMT di Kunak dapat tercukupi dengan cara ekstensifikasi lahan seluas 101,5 ha disekitar lokasi dan atau pemanfaatan limbah pertanian masyarakat di Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan dengan daya dukung limbah pertanian mencapai ST. Kata-kata kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Kunak sapi perah, penyediaan hijauan makanan ternak (HMT)

3 ABSTRACT Geographical Information System Application to See Forage Requirement and Land Use at Ranch Business Area s Dairy Cattle of Bogor's Regency Dziyaudin, M., A. T. Permana, M. A. Setiana Geographic Information Systems (GIS) can serve as a platform to link data sets and models based on locations and spatial relationships. The benefits of this research will enhance the capability of GIS as a platform of information integration for management forage supply and land use system at ranch business area (Kunak) of Bogor s Regency, West Java. The research was done at Kunak Bogor's Regency dairy cattle as extensive as ha that consist of Kunak I and Kunak II. The method that is observation and interview sheet as GIS layer to record data management system (forage requirement, livestock s population, milk production, and feed supplement that is given at Kunak). Identification of forage availability was used to calculate and identify agricultural waste. The result of this research was on the form of maps as a basic of information for various purposes (such as forage and feed resources development). Moreover, it was also found there were a shortage of forage supply, a change of dairy cattle population composition, and an increasing of milk production. Based an calculation, forage requirement for 7,800 animal unit can be supplied either by utilization of agricultural waste from surrounding area (Cibungbulang s district and Pamijahan s district) or by land extencivication of forage planting from an area of ha. Keywords : Geographic Information Systems (GIS), dairy cattle of Kunak, forage requirement

4 APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MELIHAT PENYEDIAAN HIJAUAN PAKAN DAN PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH KABUPATEN BOGOR MOHAMMAD DZIYAUDIN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Melihat Penyediaan Hijauan Pakan dan Pemanfaatan Lahan di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor : Mohammad Dziyaudin : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.) NIP (Ir. Muhammad Agus Setiana, MS.) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP Tanggal Ujian: 02 Maret 2012 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Desember 1987 di Nganjuk, Jawa Timur. Penulis adalah putra terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mohamad Zaelani dan Ibu Siti Suti ah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di SD Negeri Babadan II Nganjuk. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Kertosono dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 2 Kota Kediri. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2007 sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif mengikuti organisasi antara lain sebagai anggota DPM KM IPB periode , Badan Pengawas Hubungan Luar MPM KM IPB periode , anggota KOPMA (Koperasi Mahasiswa) IPB periode , anggota Best Fakultas Peternakan tahun , dan pernah menjadi Ketua Lokakarya KM IPB pada tahun 2008 serta beberapa kepanitiaan lain. Penulis tergabung sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Kediri (Kamajaya) yang aktif hingga sekarang. Penulis juga tergabung pada organisasi di luar kampus yaitu Ikasmada (Ikatan Alumni SMAN 2 Kota Kediri) dan anggota Bogor Entrepeneur Community (BEC) Entrepreneur University angkatan-24 Bogor. Selain kegiatan organisasi, Penulis pernah menerima dana dari DIKTI untuk program PKM-K dengan judul Komersialisasi Nugget Kelinci Rendah Kolesterol pada tahun 2009 dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2010 dengan judul Rumah Es Krim CIZI. Disamping itu, Penulis juga pernah menjadi surveyor pemetaan pada PT. ETCAS, Bandung dan membantu dosen dalam praktikum Perencanaan Penyediaan Hijauan Makanan Ternak pada tahun 2011.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas segala nikmat, ridho, dan karunia yang telah diberikan-nya Penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan serangkaian tugas akhir (seminar, penelitian, dan penulisan skripsi) sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memberikan informasi berdasarkan hasil analisa informasi yang didapat. Penelitian ini bertujuan sebagai informasi dasar pendukung usaha peternakan sapi perah yang menjadi dasar pengembangan hijauan pakan ternak dan sumber informasi pakan di Kunak, Kabupaten Bogor. Hasil yang ditampilkan dalam bentuk peta yaitu kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT), populasi ternak, produksi susu, dan pakan tambahan yang diberikan di Kunak. Identifikasi tingkat ketersediaan HMT digunakan untuk perhitungan daya dukung limbah pertanian di sekitar lokasi Kunak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi sebuah karya yang diridhoi. Amin. Bogor, Maret 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI LEMBAR SAMPUL DALAM... RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tata Guna Lahan dan Sumber Daya Pakan... 3 Kesesuaian dan Kualitas Lahan... 3 Sumber Lahan untuk Pengembangan Ternak Ruminansia... 4 Hijauan Makanan Ternak... 6 Pennisetum purpureum... 7 Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor... 8 Sejarah... 8 Keanggotaan dan Wilayah Kerja... 9 Populasi Ternak Produksi Susu Pakan Ternak Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah Kab. Bogor Perangkat Pendukung SIG ArcGis Global Positioning System (GPS) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Observasi lapang Wawancara GIS Layers i ii iii iv v vi vii viii x xi xii

9 Analisis Data Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah Manajemen Pemeliharaan di Kunak Kebutuhan Hijauan Makanan Ternak Kunak Sapi Perah Populasi Ternak di Kunak Produksi Susu di Kunak Pakan Tambahan Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kelompok dan Wilayah Kerja KPS Bogor Tahun Struktur Populasi Sapi Perah KPS Bogor Tahun Produksi Susu KPS Bogor Tahun Rataan Produksi Susu Harian Anggota KPS Bogor Tahun Produksi Pakan KPS Bogor Tahun Kriteria Status DD HMT Berdasarkan IDD Karakterisasi Pakan Limbah Tanaman Pangan Nilai Satuan Ternak (ST) Ruminansia Utama Status Kebutuhan HMT pada Kavling di Kunak Jumlah Peternak dengan Pemberian HMT Tambahan di Kunak Kepemilikan Ternak di Kunak per November

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Observasi Lapang Menggunakan GPS Diagram Alur Metode Wilayah Kunak I dan Kunak II (Citra Google Earth) Peta Lokasi Kunak Kabupaten Bogor Foto Kunak Diambil dari Atas Bukit Pintu Gerbang Utama Kunak Tempat Pengolahan Bahan Baku Pakan Pada Salah Satu Kavling Aktivitas Membersihkan Kotoran Sapi Peta Kebutuhan HMT Kunak I Peta Kebutuhan HMT Kunak II Peta Kepemilikan Ternak Kunak I Peta Kepemilikan Ternak Kunak II Peta Produksi Susu Kunak I Peta Produksi Susu Kunak II Peta Kebutuhan Pakan Tambahan Kunak I Peta Kebutuhan Pakan Tambahan Kunak II... 40

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Konsumsi HMT Kelompok Peternak Kunak Kab. Bogor Jumlah Kepemilikan Ternak Kelompok Peternak Pada Lokasi Kunak Kabupaten Bogor per November Produksi Susu Lokasi Kunak Kabupaten Bogor per November Kebutuhan Pakan Tambahan di Kunak Kab. Bogor per November Lembar Kuisioner dan Observasi Lapang Profil Ketinggian Lokasi Kunak Kabupaten Bogor Hasil Pengolahan SIG Kunak Kabupaten Bogor Beberapa Jenis Rumput Lapang yang Sering Diberikan untuk Ternak di Kunak Populasi Ternak Ruminansia Kecil Kab. Bogor Tahun Jumlah Produksi Limbah Pertanian Wilayah Bogor Barat Hasil Perhitungan Identifikasi Daya Dukung Lahan

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan hijauan pakan ternak berperan strategis dalam mempertahankan populasi ternak ruminansia. Perencanaan penyediaan hijauan pakan memerlukan peran penelitian dan pengembangan dalam hal penggunaan teknologi sebagai daya dukung sistem integrasi peternakan. Pola penyediaan kebun rumput mempunyai potensi dan manfaat yang sangat besar bila dikembangkan dengan penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam ketersediaan dan kuantitas kebun rumput, terutama bagi peternakan sapi perah yang memerlukan hijauan lebih dari 70% dari total konsumsi pakan. Integrasi dengan pendekatan analisis dan ilmu pengetahuan tentang teknik monitoring mempunyai manfaat lebih dalam untuk SIG, sehingga pengguna informasi khususnya peternak menyadari potensi penggunaan teknologi informasi. Perencanaan hijauan pakan skala besar perlu melibatkan penggunaan data geografis untuk beberapa waktu. Data tersebut mencakup data topografi, tata guna lahan, data infrastruktur wilayah, data curah hujan, peta jenis tanah, peta rupa bumi, data irigasi, data administrasi wilayah, dan kebijakan perencanaan tata ruang wilayah. Analisa potensi hijauan pakan telah diterapkan menggunakan citra satelit, iklim, data topografi, dan data cuaca model sederhana di New South Wales, Australia. Penggunaan SIG juga berperan dalam manajemen keputusan sebagai pertimbangan faktor lingkungan secara terukur, data vegetasi, dan pengaruh tata guna lahan dalam manajemen sistem penggembalaan berkelanjutan di Central Tablelands, New South Wales. Berdasarkan hal tersebut, perlu diterapkan teknologi informasi berbasis SIG di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini dilakukan analisis luasan lahan dan pemanfaatannya terhadap pola penyediaan dan potensi sumber daya pakan dengan menggunakan aplikasi SIG untuk mendukung perencanaan pengembangan hijauan pakan dan informasi dasar tentang pakan yang disajikan dalam bentuk peta. 1

14 Tujuan Penelitian ini bertujuan sebagai informasi dasar untuk berbagai keperluan (misalnya untuk estimasi dan perencanaan penyediaan hijauan pakan) sebagai faktor pendukung usaha peternakan sapi perah yang menjadi dasar pengembangan hijauan pakan ternak dan sumber informasi pakan di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah, Kabupaten Bogor. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Tata Guna Lahan dan Sumber Daya Pakan Tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai lahan yang dimanfaatkan oleh manusia. Penggunaan lahan biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana peternakan, dan lahan pertanian (Weng, 2010). Field (2007) menjelaskan bahwa lahan dan pakan ternak adalah dua sumber daya penting dalam pengoperasian peternakan sapi potong. Lahan digunakan untuk memproduksi sumber pakan bagi ternak sapi potong. Interaksi antara ternak dengan lahan dan tanaman berpengaruh nyata terhadap konservasi dan pengembangan sumber daya tersebut. Jumlah permintaan terhadap pakan biji-bijian dan bahan baku pakan lainnya terus mengalami peningkatan, sehingga kebutuhan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan produksi ternak juga meningkat sebesar 34% dari penggunaan lahan untuk bidang pertanian. Pengembangan lahan bagi ternak difokuskan pada savana, lahan tidur, dan lahan yang tidak bisa diolah untuk lahan pertanian. Proses dan sistem produksi peternakan perlu dihubungkan antara faktor permintaan dengan sumber daya pakan, pekerja dan ketersediaan air, sehingga memerlukan penggunaan teknologi yang relevan. Perbedaan trend geografis pada sistem produksi peternakan mengalami perubahan pola pada setiap waktu, mengikuti populasi manusia secara dinamis (pertumbuhan dan migrasi), perubahan teknis (domestikasi, pemanenan dan transportasi) dan budaya setempat (FAO, 2006). Kesesuaian dan Kualitas Lahan FAO (1976) menjelaskan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari suatu tipe lahan tertentu bagi penggunaan yang direncanakan. Kesesuaian lahan tersebut seperti penggunaan lahan untuk irigasi, peternakan, perikanan dan pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan yang lebih spesifik dapat ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungan yang terdiri dari iklim, topografi, dan hidrologi yang sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi biasanya mempunyai interaksi satu sama lain. Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaman yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. 3

16 Kualitas lahan ada yang dapat diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan. Kualitas lahan kemungkinan berperan positif dan negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan, sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan dan merupakan kendala terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu penggunaan (FAO, 1976). Kualitas lahan untuk produksi ternak menurut FAO (1976) meliputi semua kualitas lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, hijauan, rumput ternak, kesulitan-kesulitan iklim yang mempengaruhi ternak, ketersediaan air minum untuk ternak, penyakit-penyakit ternak, nilai nutrisi dari rumput, ketahanan terhadap kerusakan rumput, dan ketahanan terhadap erosi akibat penggembalaan. Menurut Djaenudin et al. (2003) banyaknya jumlah karakteristik lahan menyebabkan kepentingan evaluasi lahan dapat dipilih dan ditentukan sesuai dengan keperluan penggunaan dan kondisi lokal di wilayah yang akan dievaluasi. Evaluasi lahan pada skala kecil (tingkat tinjau skala 1: ) dengan skala besar (tingkat spesifik 1:10.000) perlu dipertimbangkan mengenai jumlah dan macam kualitas serta karakteristik lahan sebagai parameter yang akan digunakan, seperti parameter untuk evaluasi lahan yang digunakan pada tingkat tinjau, tentu lebih sederhana dibandingkan dengan untuk tingkat spesifik karena berkaitan dengan ketersediaan dan kualitas data pada masing-masing tingkat pemetaan tanah tersebut. Sumber Lahan untuk Pengembangan Ternak Ruminansia Faktor sumberdaya lahan berkaitan erat dengan usaha pengembahan ternak ruminansia sebagai tempat hidup dan sebagai penghasil hijauan makanan ternak. Suratman et al. (1998) menyatakan bahwa kebutuhan lahan untuk peternakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: usaha peternakan yang berbasis lahan dan usaha peternakan yang tidak berbasis lahan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak (1995) juga menyatakan bahwa pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada kriteria antara lain: lahan adalah sumber pakan untuk ternak; semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan; pemanfaatan lahan untuk 4

17 peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan system pertanian; dan hubungan antara lahan dengan ternak bersifat dinamis. Terdapat empat karakteristik utama lahan yang digunakan dalam penyusunan kriteria lingkungan ekologis dalam pengembangan ternak ruminansia, yaitu: temperatur (suhu rata-rata dan kelembaban); ketersediaan air (curah hujan, bulan kering, dan sumber air) dan kualitas air; terrain (elevasi dan lereng); dan persentase kandungan batuan (Suratman et al., 1998). Jenis penggunaan lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain: lahan sawah, tegalan, lahan tidak produktif, lahan perkebunan, dan padang penggembalaan dengan tingkat kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air, dan jenis ternak yang dipelihara. Lahan-lahan tersebut memunginkan pengembangan pola integrasi ternaktanaman yang merupakan proses saling menunjang melalui pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik sementara lahan menghasilkan pakan hijauan yang dibutuhkan oleh ternak. Potensi suatu wilayah untuk pengembangan ternak secara teknik dapat dihitung menurut populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980). Perhitungan potensi wilayah untuk produksi ternak herbivora dihitung berdasarkan kepadatan ternak teknis yang diperlukan. Semakin rendah angka kepadatan teknisnya, berarti kemungkinan wilayah tersebut mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan ternak. Angka kepadatan teknis menunjukkan gambaran kasar tentang potensi suatu wilayah untuk pengembangan ternak. Potensi yang sesungguhnya akan ditentukan oleh tingkat produksi hijauan makanan ternak di wilayah yang bersangkutan. Kemampuan produksi hijauan makanan ternak akan bergantung pada: derajat kesuburan tanah; iklim; tata guna lahan; dan topografi lahan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka hanya tanah-tanah yang memiliki potensi untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, misalnya tanah pertanian, perkebunan, padang penggembalaan, dan sebagian dari kehutanan. 5

18 Hijauan Makanan Ternak Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan semua bahan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-dauanan. Kelompok hijauan makanan ternak meliputi famili rumput (gramineae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuhan lain, seperti daun waru, nangka, dan lain-lain. Hijauan sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam keadaan segar dan dalam keadaan kering. Bulo (2004) menyatakan bahwa dalam pengembangan ternak ruminansia di Indonesia, hijauan makanan ternak adalah faktor yang sangat penting dengan komposisi yang terbesar yaitu 70-80% dari total biaya pemeliharaan. Reksohadiprojo (1984) menyatakan bahwa penggolongan tanaman budidaya maupun alami yang umum digunakan sebagai hijauan makanan ternak terdiri atas jenis rumput-rumputan (gramineae), perdu atau semak (herba), dan pepohonan. Spesies hijauan yang memiliki potensi tinggi sebagai hijauan makanan ternak, antara lain: rumput-rumputan, perdu/semak dan legum pohon. Rumput-rumputan terdiri atas rumput para (Brachiaria mutica), rumput benggala (Panicum maximum), rumput kolonjono (Panicum muticum), dan rumput buffel (Cenchrus ciliaris). Perdu/semak terdiri atas beberapa jenis legum seperti kacang gude (Cajanus cajan), komak (Dolichos lablab), dan perdu lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian seperti jerami padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan daun ubi kayu. Legum pohon terdiri atas sengon laut (Albazzia falcataria), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan turi (Sesbania grandiflora). Manurung (1996) menyatakan bahwa hijauan leguminosa merupakan sumber protein yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan. Limbah pertanian adalah hasil ikutan dari pengolahan tanaman pangan yang produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan disuatu wilayah (Makkar, 2002). Dijelaskan lebih lanjut beberapa macam jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak antara lain: jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, dan pucuk tebu. Hasil limbah tanaman palawija pada umumnya bernilai gizi lebih tinggi daripada jerami padi atau jerami jagung. Pemanfaatan limbah pertanian untuk ternak 6

19 tersebut akan mendukung integrasi usaha peternakan dengan usaha pertanian baik tanaman pangan, holtikultura maupun perkebunan. Jerami padi mempunyai kualitas rendah dan dapat memberikan akibat negatif terhadap tingkat konsumsi, apabila diberikan kepada ternak laktasi tanpa diberi perlakuan yang menaikkan degradasi (Santosa et al., 2009). Nasrullah et al. (1996) menyatakan bahwa untuk menggantikan sebagian pakan konsentrat, dapat digunakan tanaman leguminosa, dengan perbandingan 75% hijauan dan 25% leguminosa. Cara tersebut selain dapat meningkatkan kualitas ransum, juga akan memberikan keuntungan untuk usaha ternak ruminansia. Pennisetum purpureum Rumput Pennisetum purpureum memiliki beberapa nama daerah sesuai dengan tempatnya, antara lain: Elephant grass dan napier grass (Inggris), Herbe d éléphant dan fausse canne à sucre (Prancis), Rumput Gajah (Indonesia dan Malaysia), Buntot-pusa (Tagalog dan Filipina), Handalawi (Bokil), Lagoli (Bagobo), Ya-nepia (Thailand), Co duôi voi (Vietnam) dan pasto elefante (Spanyol). Asal-usul dan penyebaran geografi rumput Pennisetum purpureum yaitu berasal dari Afrika tropika, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah-daerah tropika di dunia, dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara yang bercurah hujan melebihi mm dan tidak ada musim panas yang panjang (Balai Penelitian Ternak, 2001). Balai Penelitian Ternak (2001) menyatakan bahwa rumput gajah merupakan keluarga rumput-rumputan (gramineae) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak ruminansia yang alami di Asia Tenggara. Rumput ini biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan sebagai persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu, rumput gajah juga bisa dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik. Di Indonesia, rumput gajah merupakan tanaman hijauan utama pakan ternak. Penanaman dan introduksinya dianjurkan oleh banyak pihak. Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang dilakukan secara teratur berkisar antara 2-4% protein kasar, sedangkan untuk varietas Taiwan diatas 7%. Semakin tua umur, kandungan protein kasar semakin menurun. Nilai 7

20 kecernaan (TDN) pada daun muda diperkirakan mencapai 70%, tetapi pada usia tua, nilai menurun hingga 55%. Batang-batang yang keras kurang palatable bagi ternak, berbeda dengan yang masih muda dan mengandung cukup banyak air. Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas/buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek. Helai daun bergaris dengan dasar yang lebar dan memiliki ujung yang runcing (Balai Penelitian Ternak, 2001). Balai Penelitian Ternak (2001) menyatakan bahwa rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek, dengan foto periode kritis antara jam. Kecambah tumbuh dengan lemah dan lambat. Oleh karena itu, rumput ini secara umum ditanam dan diperbanyak secara vegetatif. Bibit vegetatif tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian sampai 2-3 meter dalam waktu 2 bulan pada kondisi yang baik. Dijelaskan lebih lanjut bahwa rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak terlalu dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda, tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara alami rumput gajah dapat ditemukan di sepanjang pinggiran hutan. Rumput gajah dapat dipanen sepanjang tahun dengan hasil mencapai ton/ha bahan kering. Rumput gajah biasa diberikan dalam bentuk segar, tetapi dapat juga diawetkan sebagai silase. Kandungan nutrien setiap ton bahan kering adalah kg N, 2-3 kg P, kg K, 3-6 kg Ca, 2-3 kg Mg dan S. Hasil bahan kering setiap tahun diharapkan berkisar 2-10 ton/ha untuk tanaman yang tidak dipupuk atau dengan pupuk yang sedikit. Tanaman yang dipupuk menggunakan pupuk N dan P hasilnya berkisar antara 6-40 ton/ha. Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor Sejarah Pendirian Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dialami peternak sapi perah di Bogor dalam 8

21 pemasaran susu. Hasil susu yang diproduksi sangat melimpah sehingga tidak dapat seluruhnya terserap oleh tengkulak susu. Peningkatan produksi susu tersebut timbul karena meningkatnya populasi sapi perah impor yang didatangkan oleh Perusahaan Negara Perhewani. Peningkatan produksi susu tersebut belum diimbangi oleh peningkatan permintaan pasar dan harga jual susu yang sesuai. Monopoli pemasaran susu dan penjualan sarana produksi yang dilakukan oleh tengkulak mendorong beberapa peternak untuk mendirikan wadah yang dapat meningkatkan kekuatan tawar mereka. Berdasarkan hal tersebut, tanggal 21 Oktober 1970 sebanyak 24 orang peternak bersatu dan mendirikan Koperasi Produksi Susu dan Peternakan Sapi Perah (KPS-Bogor) dengan Badan Hukum No.4654/BH/IX-9. Sejak tanggal 25 Maret 1996 Badan Hukum KPS Bogor berubah menjadi No.4654/BH/PAD/KWK.10/III/1996 dan nama Koperasi Produksi Susu dan Peternakan Sapi Perah (KPS Bogor) diubah menjadi Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan yang disingkat KPS Bogor. Pada awal perkembangannya, KPS Bogor hanya menampung kelebihan susu yang tidak dapat dipasarkan langsung peternak. Perkembangan KPS Bogor mulai meningkat karena adanya kebijakan impor sapi perah Fries Holland dan keharusan Industri Pengolahan Susu (IPS) menerima susu dari koperasi. Perkembangan KPS Bogor semakin baik ketika terbit keputusan Presiden (Keppres) No.069/B/1994 tentang bantuan kredit sebesar Rp 6,7 milyar untuk pembangunan Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Keanggotaan dan Wilayah Kerja Jumlah anggota KPS Bogor cukup besar. Tahun 2009 tercatat jumlah anggota secara keseluruhan sebanyak 908 orang. Walaupun memiliki jumlah anggota yang cukup besar, anggota aktif koperasi tersebut hanya 253 orang atau sekitar 28 persen. Anggota aktif adalah peternak yang tercatat dalam keanggotaan koperasi, memiliki ternak sapi perah produktif, dan secara rutin menjual hasil produksinya (susu) kepada koperasi. Anggota koperasi yang aktif tersebut tersebar dalam 11 kelompok ternak yang berlokasi di Kunak dan luar Kunak. Wilayah Kunak terdiri dari dua lokasi yaitu Kunak I (berada di wilayah Kecamatan Cibungbulang) dan Kunak II (berada di wilayah Kecamatan Pamijahan) Kabupaten Bogor. Selain di Kunak, anggota KPS 9

22 Bogor tersebar di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, dan Kotamadya Depok. Wilayah kerja kelompok peternak sapi perah KPS Bogor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kelompok dan Wilayah Kerja KPS Bogor Tahun 2009 No. Kelompok Lokasi 1. Tertib Kunak I 2. Segar Kunak I 3. Bersih Kunak I 4. Indah Kunak II 5. Mandiri Kunak II 6. Aman Kunak II 7. Kania Tajur Halang 8. Ciawi Ciawi 9. Bojongsempu Cilebut 10. Kasumi Kota Depok 11. Langsung Tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor Sumber: KPS Bogor (2009) Populasi Ternak Populasi sapi perah yang dimiliki anggota KPS Bogor dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Populasi sapi perah tersebut terdiri atas induk betina, dara, jantan dewasa, jantan muda, dan pedet. Jumlah populasi sapi perah disajikan pada Tabel 2. Pada tahun 2009 populasi sapi perah KPS Bogor adalah sebanyak ekor yang terdiri dari ekor sapi perah di Kunak dan ekor sapi perah di luar Kunak. Komposisi sapi perah yang dimiliki anggota KPS Bogor sebagian besar merupakan sapi betina induk yaitu 56,4% dari populasi total, dan jantan dewasa yang dimiliki hanya 5,41% dari total. 10

23 Tabel 2. Struktur Populasi Sapi Perah KPS Bogor Tahun 2009 Kelompok Umur Jumlah (ekor) Presentase (%) Induk ,4 Betina Dara ,26 Pedet ,84 Total Sapi Betina ,51 Dewasa 224 5,41 Jantan Muda 52 1,25 Pedet ,83 Total Sapi Jantan ,49 Jumlah Total Sumber: KPS Bogor (2009) Produksi Susu Tujuan utama pendirian KPS Bogor adalah memasarkan hasil produksi susu peternak anggota. Sampai saat ini pemasaran susu merupakan kegiatan utama KPS Bogor di samping penyediaan pakan dan sarana produksi ternak. Susu produksi peternak anggota KPS Bogor dipasarkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) seperti Indomilk. Selain itu KPS Bogor juga mengolah susu sendiri dengan metode pasteurisasi untuk dijual ke masyarakat di kawasan Bogor dan sekitarnya. Produksi susu KPS Bogor mengalami peningkatan selama periode kepengurusan dan Produksi susu KPS Bogor per tiga tahun disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Susu KPS Bogor Tahun No. Periode Kepengurusan (Tahun) Produksi Susu (Liter) Kenaikan (%) 1. Masa Bakti Masa Bakti ,8 3. Masa Bakti ,5 4. Masa Bakti ,8 Sumber: KPS Bogor (2009) Produksi susu KPS Bogor sebagian besar dipasok oleh anggota yang berada di Kabupaten Bogor yaitu liter/hari (211 orang anggota). Anggota yang berada di Kotamadya Bogor (32 orang) hanya memasok 910 liter/hari dan sisanya 11

24 dipasok anggota yang berada di Kotamadya Depok (20 orang) yaitu kisaran sebesar 835 liter/hari. Dalam sehari, tiap peternak menyetorkan susu kepada koperasi antara 10 sampai 94 liter. Pasokan terbesar didapat dari anggota-anggota yang sebagian besar berada di Kunak sedangkan pasokan terendah didapat dari anggota kelompok Kania yang berlokasi di Tajur Halang. Rata-rata pasokan peternak per hari disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Produksi Susu Harian Anggota KPS Bogor Tahun 2008 No. Kelompok Lokasi Rataan Produksi Susu (Liter/Hari/Peternak) 1. Tertib Kunak I Segar Kunak I Bersih Kunak I Indah Kunak II Mandiri Kunak II Aman Kunak II Kania Tajur Halang Ciawi Ciawi Bojongsempu Cilebut Kasumi Kota Depok Langsung Kota dan Kabupaten Bogor 53 Sumber: KPS Bogor (2009) Pakan Ternak Selain melakukan pemasaran hasil produksi susu peternak, KPS Bogor juga melayani penjualan pakan ternak (konsentrat). Dalam melakukan kegiatan produksi pakan ternak, KPS Bogor membuat unit usaha tersendiri yaitu unit usaha produksi pakan ternak. Pembuatan pakan ternak dilakukan dengan mencampur berbagai jenis bahan baku yaitu wheat pollard, onggok, bungkil kopra, tetes, dedak padi, dan kulit kacang afkir. Dalam perkembangannya, produksi pakan ternak KPS Bogor relatif tetap dalam beberapa tahun terakhir ini. Jumlah produksi pakan ternak KPS Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. 12

25 Tabel 5. Produksi Pakan KPS Bogor Tahun No. Keterangan Hasil Produksi (ton/bulan 329,10 280,70 314,00 2. Hasil Produksi (ton/hari) 14,95 12,75 14,27 Sumber: KPS Bogor (2009) Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah Kab. Bogor Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah merupakan sentra peternakan sapi perah di wilayah Kabupaten Bogor. Manajemen Kunak berada di bawah lingkup KPS Bogor. Kawasan ini dibangun dengan tujuan untuk merelokasi peternakpeternak sapi perah anggota KPS yang terpencar di berbagai wilayah. Pembangunan Kunak dilakukan mulai Agustus 1995 sampai dengan Desember 1996 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari 1997 (Koperasi Produksi Susu, 2009). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah menempati lahan seluas 140 ha yang berada di Kecamatan Cibungbulang yaitu Desa Situ Udik, dan Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan. Keadaan Desa Situ Udik dan Pamijahan dinyatakan tepat untuk mengembangkan usaha sapi perah karena lokasi dan iklim kedua desa tersebut cocok untuk usaha ternak sapi perah. Wilayah Kunak ini merupakan suatu tempat yang relatif terpisah dari pusat kegiatan kedua desa. Penempatan lokasi tersebut dimaksudkan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk mengumpulkan data, memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan informasi geografis (Bettinger dan Wing, 2004), menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (EMHA, 2011). Menurut Bettinger dan Wing (2004), SIG tidak hanya menganjurkan pengguna untuk memahami keuntungankeuntungan teknologi SIG dalam menganalisa data tetapi juga menganjurkan pada pengguna untuk melihat teknologi sebagai disiplin ilmu berpikir geografis yang luas 13

26 dan sebagai strategi pemecah masalah dalam tingkatan sosial. Pengembangan SIG saat ini telah diaplikasikan oleh beberapa pengguna dari berbagai disiplin ilmu untuk menganalisa dan mengkategorikan data spasial tentang berbagai isu dan masalah sosial sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan dasar dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terkait dengan masalah-masalah geografis. Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospasial, dan pengguna. Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penayangan data geospasial. Sumber-sumber data geospasial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik, dan dokumen lain yang berhubungan dengan data yang akan diolah. Pengguna sebagai sasaran untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating) yang efisien, menganalisa hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang diinginkan dan merencanakan aplikasi (EMHA, 2011). Penggunaan SIG pada sektor peternakan telah dikembangkan oleh akademisi dan ilmuwan luar negeri antara lain: informasi variasi penggembalaan dan perilaku ekskresi pada jenis ruminansia, tipe tata guna lahan, kesediaan kebun rumput, dan manajemen penggembalaan ruminansia dengan sistem agropastura di Nigeria Barat (Schlecht et al., 2006), menganalisa dampak kecukupan air pada padang penggembalaan ternak di Georgia Selatan (Worley et al., 2001), estimasi parameter beberapa faktor pada sistem integrasi peternakan di savana Afrika Barat (Manyong et al., 2006), mengklasifikasikan zona pastura untuk padang penggembalaan komersial di New South Wales (Hill et al., 1996), survei efisiensi penggunaan air untuk peternakan sapi perah di Victoria Utara (Linehan et al., 2004), menganalisa penerapan teknologi dan tata guna lahan pada peternakan sapi perah di Kenya (Staal et al., 2002), penentuan zona adaptasi potensial untuk beberapa spesies tanaman pada lahan pastura (Hill, 1996), prediksi produktivitas pastura pada sistem padang penggembalaan (Zhang et al., 2006) dan penentuan lokasi minum ternak sapi potong di Florida (Todd et al., 2004). Bettinger dan Wing (2004) menjelaskan bahwa manfaat SIG terutama sebagai efisiensi penyimpanan data peta dan dapat sebagai acuan pengembangan peta sehingga mudah direvisi menurut keadaan waktu. SIG bila difungsikan dengan baik maka dapat dipakai oleh organisasi sumber daya alam 14

27 untuk pengambilan keputusan yang bermutu, lebih terarah dalam segi biaya, dan meningkatkan efisiensi para pekerja. Kesuksesan implementasi SIG dapat diukur dari penghematan uang, mengurangi waktu analisa, penghematan aktivitas untuk mencapai target dari proyek yang akan dijalankan. Perangkat Pendukung SIG ArcGis 9.3 Terdapat beberapa perangkat lunak untuk mengolah data SIG, antara lain ArcGIS, ArcInfo, ArcView, ATLAS, GRASS, GeoMedia, ILWIS, MapInfo, MGE Products, dan PAMAP. Perangkat lunak tersebut mempunyai kelebihan masingmasing. ArcGis 9.3 merupakan salah satu perangkat lunak untuk mengolah data sistem informasi geografis. Produk tersebut tersedia dalam bentuk paket-paket perangkat lunak yang terdiri dari multiprogram yang terintegrasi untuk mendukung kemampuan-kemampuan khusus untuk pemetaan digital, manajemen, dan analisa data geografi. Produk tersebut dikeluarkan oleh Environmental System Research Institute, Inc. [ESRI] yang berlokasi di 380 New York Street, Redlands, CA USA (ESRI, 1998). Global Positioning System (GPS) GPS atau NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentu posisi menggunakan satelit. Sistem dalam GPS dapat digunakan oleh beberapa orang sekaligus dalam segala cuaca dan didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space segment) yang terutama terdiri atas satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah sinyal ataupun data GPS. Manfaat dari GPS yaitu memberikan solusi pengurangan waktu dan biaya untuk menyusun data, verifikasi data yang cepat dan akurat dalam penginderaan jauh, dan memudahkan dalam pengolahan data SIG sebagai data primer maupun data sekunder (DeMers, 2005). 15

28 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan yaitu Kunak I terletak di Gunung Sarengseng, Kecamatan Cibungbulang dan Kunak II di Gunung Geulis, Kecamatan Pamijahan. Pengolahan data sekunder dan data primer dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Bagian Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Oktober sampai tanggal 19 November Materi Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan perangkat lunak) dengan software ArcGIS 9.3, Global Mapper 9.03, DNR Garmin , GPS merk Garmin tipe 60CSX, kamera digital berkemampuan 10.0 mega pixel dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu lembar kuisioner dan peta dasar. Peta dasar diperoleh dari manajer Kunak dan petugas yang bertanggung jawab atas lahan Kunak. Peta tersebut terdiri dari dua buah peta dasar yaitu peta Kunak I dan Kunak II yang berisi informasi tentang lokasi kavling dan batas wilayah administrasi. Prosedur Observasi Lapang Kegiatan observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung menggunakan GPS merk Garmin tipe 60CSX, kamera digital berkemampuan 10.0 megapixel, dan alat tulis. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan dan verifikasi data spasial dengan penampakan sebenarnya di bumi. Observasi lapang dikerjakan pada pagi sampai sore hari (keadaan langit cerah tidak berawan) dengan presisi lokasi yang terlihat pada layar GPS antara ± 2-5 m. Hal ini dilakukan agar receiving data dari satelit ke GPS lebih akurat dan pengambilan data bersifat seragam. Semua data yang diperoleh kemudian menjadi input data untuk pengolahan SIG dan sebagai data pendukung penelitian. 16

29 Gambar 1. Observasi Lapang Menggunakan GPS Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung kepada setiap pemilik/pengontrak dan atau pengelola setiap kavling dengan metode sensus berjumlah 114 kavling, direktur Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor, manajer Kunak, penanggung jawab urusan lahan, dokter hewan setempat, dan ketua RT dalam tiap kelompok peternak Kunak. Kegiatan wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner secara teratur untuk memperoleh data primer yang diinginkan, sedangkan wawancara tidak terstruktur dengan pembicaraan tanya jawab verifikasi data dan informasi sebagai pelengkap data yang sudah diperoleh sebelumnya. Lembar kuisioner yang digunakan untuk wawancara disajikan dalam Lampiran 5. GIS Layers Dasar pembuatan peta dengan SIG menggunakan peta tematik yang berisi data spasial antara lain: denah lokasi seluruh kavling, jalan, sungai, fasilitas, dan batas administrasi wilayah. Data spasial tersebut dipadukan dengan data vektor yang diperoleh dari atribut GPS agar data tersebut bisa diolah menjadi peta dalam format SIG. Data vektor tersebut terdiri dari hasil GPS Kunak I dengan atribut berisi 257 points dan 78 waypoints dengan panjang 8,9 km dan mencakup luasan m 2. 17

30 Sedangkan hasil dari pencatatan GPS pada lokasi Kunak II berisi 200 points dan 76 waypoints dengan panjang 7,7 km yang mencakup luasan m 2. Software SIG (ESRI, 1998) digunakan untuk mengolah data vektor, membuat atribut dan layer tambahan serta penerapan peta spasial sehingga bisa dibaca sebagai bentuk dan ukuran peta yang sebenarnya pada permukaan bumi. SIG digunakan untuk kalkulasi perjalanan dengan GPS dan untuk identifikasi serta merekam setiap perjalanan yang dilakukan (ESRI, 1998). Data-data layer tersebut diolah menurut atribut-atribut dan diinterpolasikan dengan peta dasar. Diagram alur pembuatan peta disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram Alur Metode Analisis Data Analisis data berupa hasil kuisioner kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excel Data tersebut diolah secara kuantitatif dan kualitatif sehingga dapat diambil kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis dan informasi pemanfaatan lahan dilakukan dengan mengolah data spasial berupa peta wilayah dan administrasi Kunak dengan skala 1: dari sumber yang tersedia 18

31 serta data dan peta hasil tracking menggunakan GPS. Peta tersebut menjadi sumber input data dalam software ArcGIS 9.3. dengan ketelitian 89% yang digunakan untuk analisis data atribut dan spasial seperti pemasukan dan joint tabel atribut, query, operasi tumpang tindih (overlay), dan pembuatan peta-peta tematik. Data atau peta tersebut dilakukan proses digitasi melalui layar (on screen) sehingga semua peta tersedia dalam format digital, kemudian dilakukan pengolahan yaitu overlay serta operasi SIG lainnya. Peta disajikan dalam format *.shp dan *.jpg dengan koordinat UTM dan skala grafis yang disesuaikan. Data tabulasi setiap peta tematik disajikan dalam bentuk tabel. Hasil Tracking GPS disajikan pada Gambar 3. A. Kunak I B. Kunak II Gambar 3. Wilayah Kunak I dan Kunak II (Citra Google Earth) Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak Identifikasi tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan menghitung daya dukung (DD) dan indeks daya dukung (IDD) hijauan makanan ternak. Perhitungan dilakukan untuk kesesuaian lahan aktual. Sumanto dan Juarini (2004) menjelaskan bahwa daya dukung (DD) dihitung dari total produksi bahan kering cerna (BKC) dibagi jumlah kebutuhan 1 ST (satuan ternak) sapi potong (bobot badan 250 kg) dalam satu tahun, dimana total kebutuhan pakan = populasi ternak (ST) x 1,14 ton BKC / tahun. Rumus daya dukung limbah pertanian sebagai berikut: Daya Dukung (ST) = Produksi bahan kering cerna (kg) Kebutuhan bahan kering cerna sapi dewasa (kg/st) Nilai IDD dihitung berdasarkan BKC dengan persamaan sebagai berikut (Sumanto dan Juarini, 2004): Total produksi BKC (kg) IDD = Populasi ruminansia (ST) Kebutuhan BKC sapi dewasa (kg/st) 19

32 Berdasarkan nilai DD hijauan maka diperoleh kriteria status daya dukung hijauan yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kriteria Status DD HMT Berdasarkan IDD No. IDD Kriteria 1. 1 Sangat Kritis 2. > 1 1,5 Kritis 3. > 1,5 2 Rawan 4. > 2 Aman Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan dan potensi pakan hijauan pada setiap penggunaan lahan seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakterisasi Pakan Limbah Tanaman Pangan No. Jenis limbah Produksi limbah Daya Cerna Produksi limbah tanaman pangan (ton/th)* BKC Ton (a) (b) (c) (d) (e) 1. Padi sawah 9,0 0,140 (C) x (d) 2. Padi ladang 6,6 0,140 (C) x (d) 3. Jagung 15,0 0,150 (C) x (d) 4. Kacang hijau 1,9 0,137 (C) x (d) 5. Ubi Jalar 2,5 0,135 (C) x (d) Sumber: Sumanto dan Juarini (2004); *) perkiraan produksi optimum Perhitungan jumlah populasi ternak ruminansia dalam satuan ternak (ST) didasarkan pada nilai ST ternak ruminansia utama dapat ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Satuan Ternak (ST) Ruminansia Utama No. Jenis Ternak Jumlah (ekor) Faktor Konversi Jumlah (ST) 1. Sapi (Potong, Perah) - 0,7-2. Kerbau - 0,8-3. Kambing / Domba - 0,055 - Total - - Sumber: Sumanto dan Juarini (2004) 20

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor merupakan kawasan khusus yang diperuntukkan untuk peternakan sapi perah. Kawasan ini mempunyai luas total 94,41 hektar. Lokasi ini berada antara LS LS dan BT BT dengan ketinggian 350,7 451,3 m dpl. Profil ketinggian disajikan pada Lampiran 6. Suhu udara pada lokasi ini antara C dan curah hujan rata-rata 2400 mm/tahun. Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh kegiatan adalah sumber air dari sungai Cigamea melalui saluran irigasi Pasar Rebo yang saat ini digunakan untuk mengairi sawah yang ada di sekitar Kunak. Terdapat juga dua mata air yang terletak di daerah puncak bukit yang dapat dijadikan sumber air bersih untuk seluruh peternak yang ada di lokasi tersebut. Kawasan ini dibagi dalam dua wilayah yang lokasinya berdekatan yaitu Kunak I dan Kunak II. Gambar 4. Peta Lokasi Kunak Kabupaten Bogor 21

34 Wilayah Kunak I terletak di Gunung Sarengseng, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang. Wilayah ini berada antara 06º LS - 06º LS dan 106º BT - 106º BT. Wilayah tersebut berada pada ketinggian 350,7 451,3 m dpl. Wilayah ini mempunyai luas 52,43 ha yang terdiri dari 98 kavling. Kunak I terdiri dari tiga kelompok peternak, yaitu Kelompok Tertib yang terdiri dari 33 peternak; Kelompok Segar yang terdiri dari 30 peternak; dan Kelompok Bersih yang terdiri dari 27 peternak Wilayah Kunak II terletak di Gunung Geulis, Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan. Wilayah ini berada antara 06º LS - 06º LS dan 106º BT - 106º BT. Wilayah tersebut berada pada ketinggian 356,5 427,4 m dpl. Wilayah ini mempunyai luas 41,98 ha terdiri dari 83 kavling. Kunak II terdiri dari tiga kelompok peternak, yaitu Kelompok Indah yang terdiri dari 23 peternak; Kelompok Aman yang terdiri dari 19 peternak; dan Kelompok Mandiri yang terdiri dari 32 peternak. Gambar 5. Foto Kunak Diambil dari Atas Bukit Kawasan Kunak dibagi dalam 181 kavling. Satu kavling terdiri dari rumah tipe 21, kandang, dan lahan rumput yang totalnya meter persegi. Fasilitas 22

35 usaha dan fasilitas umum yang terdapat di Kunak antara lain: kantor manajemen, chilling unit, genset, gudang pakan, kandang pembibitan, waduk dan tandon air, mushola, sekolah, dan lapangan olah raga. Gambar 6. Pintu Gerbang Utama Kunak Peternak yang ada di Kunak merupakan gabungan peternak yang berasal dari berbagai daerah peternakan di Bogor seperti Cisarua, Kebon Pedes dan Ciawi. Jumlahnya yang terdaftar sampai tahun 2009 adalah 128 peternak. Dari jumlah tersebut yang masih aktif memelihara sapi sampai bulan November 2011 adalah 114 peternak dan sisanya umumnya telah menjual sapi-sapinya atau berganti jenis usaha dari total 181 kavling yang terdapat di Kunak. Manajemen Pemeliharaan di Kunak Manajemen Kunak dibentuk oleh Koperasi Produksi Susu (KPS) yang merupakan manajemen puncak. Berikut adalah struktur organisasi dari KPS Bogor periode kepengurusan Pengurus KPS Bogor periode : Ketua: I Made Soewecha Sekretaris: Wahyanto, S.E., M.M. Bendahara: Nanang Rahmat, S.T. Manajer: Bintarso 23

36 Pengawas KPS Bogor : Ketua: Drs. Purwanto Anggota: Deden Irianto, S.E. dan Agus Zaenudin, S.Pt. Untuk mempermudah manajemen Kunak yang berada jauh dari kantor KPS, dibentuklah kantor Kunak dan pelayanan susu murni Kunak. Pada unit ini ditempatkan 20 karyawan yang terbagi pada bagian umum, keuangan, susu murni, pakan ternak, pelayanan teknis peternakan, dan satpam. Pengurus Kunak Bogor : Manajer Kunak: Agustanto Penanggung jawab pakan dan lahan: Iik Iskandar Penanggung jawab fasilitas: Ubad Petugas kesehatan: drh. Asep dan drh. Haris Hadimulya Pemeliharaan sapi perah di peternakan Kunak dilakukan secara intensif yaitu dengan membuat kandang sebagai tempat berlindung, tempat beristirahat, tempat makan dan minum serta tempat pemerahan. Keterbatasan pemilikan lahan dan profil ketinggian dataran yang merupakan perbukitan (15-28%) sangat mendukung sistem pemeliharaan menggunakan kandang. Konstruksi kandang secara umum terdiri dari lantai, kerangka, atap, dan tempat pakan. Kerangka tersusun dari enam tiang penyangga atap. Atap umumnya terbuat dari seng atau genting dan lantai terbuat dari beton. Di bagian sisi terluar kandang terdapat saluran pembuangan yang mengalirkan air bekas pembersihan kandang ke tempat penimbunan kotoran. Sanitasi kandang peternakan di Kunak belum berjalan dengan baik. Peternak biasanya membersihkan kandang pada waktu istirahat, sehingga kotoran terakumulasi di kandang karena tidak langsung dibuang oleh peternak. Pembuangan kotoran umumnya dilakukan pada saat peternak memandikan sapi dan dihanyutkan dengan penyemprotan air sehingga kotoran mengalir ke saluran pembuangan. Kotoran tersebut tidak ditangani lebih lanjut oleh peternak melainkan dialirkan saja ke kebun rumput miliknya yang berfungsi sebagai pupuk bagi rumput tersebut. Pemerahan dilakukan secara manual dua kali sehari yaitu pada pagi hari jam WIB untuk pengiriman ke chilling unit pada pukul WIB dan sore hari jam WIB untuk pengiriman ke chilling unit pada pukul WIB. Sebelum pemerahan, kandang dibersihkan dan sapi dimandikan terlebih dahulu. Susu yang 24

37 sudah diperah kemudian dimasukkan ke dalam milk can yang selanjutnya mereka kirim sendiri atau rombongan bersama anggota kelompok dengan mengendarai mobil pick up. Susu tersebut dikirim menuju tempat penimbangan dan penimbunan susu di bagian chilling unit dekat lokasi kantor Kunak. Gambar 7. Tempat Pengolahan Bahan Baku Pakan pada Salah Satu Kavling Gambar 8. Aktivitas Membersihkan Kotoran Sapi 25

38 Kebutuhan Hijauan Makanan Ternak Kunak Sapi Perah Pada awalnya manajemen Kunak sudah menyediakan lahan untuk mencukupi kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT) di lokasi Kunak. Lahan tersebut sampai sekarang ditanami Pennisetum purpureum (rumput gajah) akan tetapi kebutuhan pakan sapi perah tidak sebanding dengan produksi rumput dari lahan yang dikelola peternak tersebut. Hasil panen kebun rumput di Kunak rata-rata 26,43 ton/hari. Berdasarkan perhitungan kebutuhan HMT total ternak yang ada di Kunak mencapai 95,94 ton/hari. Kebutuhan HMT Kunak dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Lahan yang disediakan bagi setiap peternak seluas m 2. Dari luasan ini berdasarkan perhitungan hanya dapat dipanen rumputnya maksimal 25 kg (as feed)/ekor/hari untuk mencukupi kebutuhan enam ekor sapi tiap harinya. Rasio konsentrasi HMT pada sapi laktasi dipengaruhi oleh Dry Matter Intake (DMI). Konsentrasi pemberian HMT berkisar 40-60% tergantung tipe HMT yang diberikan pada ternak. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), kebutuhan rata-rata HMT yaitu sekitar kg (as feed)/ekor/hari, sedangkan NRC (2001) menyatakan bahwa rata-rata kebutuhan HMT untuk seekor sapi sekitar kg (as feed)/hari dengan kualitas HMT yang bagus. Konsumsi HMT tiap kavling secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Kekurangan kebutuhan HMT didasarkan pada banyaknya ternak yang dipelihara dalam satu kavling, semakin banyak ternak yang dipelihara melebihi kapasitas awal dari kavling tersebut maka status HMT akan mengalami kekurangan. Klasifikasi kebutuhan HMT yang diolah menggunakan SIG dapat dilihat pada Lampiran 7, diperoleh data kebutuhan hijauan makanan ternak rata-rata Kunak I sebesar 377 kg/kavling/hari dengan standar deviasi sebesar 428 kg dan kebutuhan totalnya berdasarkan data aktual sebanyak kg/hari. Wilayah Kunak II mempunyai total kebutuhan hijauan makanan ternak aktual sebesar kg/hari dengan rata-rata kebutuhan hijauan makanan ternak sebesar 696,89 kg/kavling/hari dengan standar deviasi sebesar 2.017,74 kg. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah Kunak II mempunyai total kebutuhan HMT yang lebih besar daripada Kunak I, tetapi sebaran kebutuhan HMT tidak merata pada setiap kavling yang terlihat dari besarnya standar deviasi. Hal ini disebabkan karena wilayah Kunak II memiliki tiga peternak yang mempunyai kapasitas ternak hingga ratusan ekor dibandingkan dengan peternak lainnya yang hanya memiliki ternak dalam satu 26

39 kavling kurang dari 10 ekor di wilayah Kunak II. Berdasarkan kuantitas produksi rumput gajah per kavling, status kebutuhan HMT lokasi Kunak I dan Kunak II, kelebihan HMT lebih besar pada lokasi Kunak II dengan persentase 37,84%. Hal ini dikarenakan wilayah Kunak II sebanyak 28 kavling umumnya mempunyai ternak yang tidak melebihi kapasitas tampung (6 ekor ST) atau pada kavling tersebut tidak memiliki ternak. Status kecukupan HMT dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Status Kebutuhan HMT Peternak di Kunak No. Status Kunak I Kunak II HMT Jumlah (kavling) Persentase Jumlah (kavling) Persentase 1. Kurang 52 57,8% 42 56,76% 2. Cukup 17 18,9% 4 5,40% 3. Lebih 21 23,3% 28 37,84% Total % % Kekurangan HMT sementara ini diatasi dengan penambahan jerami padi/daun jagung /limbah pasar. Jumlah pemberian HMT tambahan tidak dihitung karena pemberiannya bersifat subtitusi dengan rumput gajah dan tidak diberikan tiap hari. Jumlah peternak yang memberikan HMT tambahan di Kunak dapat dilihat pada Tabel 10. Kekurangan HMT juga diatasi peternak secara berkala dengan cara mencari rumput lapang antara lain Panicum maximum, Eleusine indica, dan Axonopus compressus dengan radius hingga 5 km diluar lokasi Kunak. Jenis rumput lapang yang sering diberikan untuk ternak di Kunak dapat dilihat pada Lampiran 8. Pemberian rumput lapang tidak dihitung karena pemberiannya bersifat subtitusi dengan rumput gajah dan tergantung dari ketersediaan rumput gajah. Tabel 10. Jumlah Peternak dengan Pemberian HMT Tambahan di Kunak No. Kunak I Kunak II Jenis HMT Jumlah Persentase Jumlah Persentase Tambahan (kavling) (kavling) 1. Jerami padi 18 20,00% 24 32,43% 2. Limbah pasar 1 1,11% 3 4,05% 3. Daun jagung 3 3,33% 1 1,35% 4. Klobot jagung 1 1,11% 0 0,00% 5. Limbah sayuran 3 3,33% 0 0,00% 6. Tanpa tambahan 64 71,11% 46 62,16% Total % % 27

40 Gambar 9. Peta Kebutuhan HMT Kunak I 28

41 Gambar 10. Peta Kebutuhan HMT Kunak II 29

42 Populasi Ternak di Kunak Topografi lokasi Kunak merupakan bentuk perbukitan dengan kelerengan sekitar 15 28% berada pada perbukitan dan lereng gunung. Lokasi seperti ini mempengaruhi sistem pemeliharaan ternak yang harus dikandangkan. Berbeda pada daerah lahan datar yang pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan cara digembalakan. Sistem pemeliharaan yang dikandangkan memerlukan penanganan lebih intensif. Pada umumnya, peternak sapi perah tidak hanya memelihara sapi perah induk, tetapi sapi perah lainnya yang belum atau tidak produktif. Sapi-sapi perah yang tidak atau belum produktif yang disebut dengan nonproduktif, terdiri dari pedet, dara, jantan, dan induk yang berada dalam keadaan kering. Beberapa peternak juga memelihara kambing, sapi potong, kerbau, kuda, bahkan rusa, padahal waktu perencanaan awal pada tahun 1995 lokasi ini dikhususkan untuk merelokasi para peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan pemilik kavling kebanyakan merupakan investor dari daerah Jakarta, sehingga ternak yang mereka pelihara beragam sesuai keingian dan kebutuhan dari pemilik kavling itu sendiri. Kepemilikan ternak secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Kepemilikan skala usaha sapi perah yang produktif akan menghasilkan output yang optimal. Hal ini terkait dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang semakin efisien salah satunya adalah kebutuhan HMT. Kebutuhan pakan hijauan tiap kandang berbeda-beda tergantung jenis ternak, umur ternak dan besarnya populasi pada tiap kavling. Pembibitan sapi perah membutuhkan hijauan mendekati 96% dan pemeliharaan pada sistem feedlot pemberian hijauannya sebesar 5-10% (Field, 2007). Kepemilikan ternak di lokasi Kunak II lebih banyak dibandingkan kepemilikan ternak Kunak I, hal ini dikarenakan pada lokasi Kunak II terdapat tiga peternak yang mempunyai jumlah sapi lebih dari 200 ekor. Jumlah sapi tersebut dikandangkan paling sedikit menggunakan dua kavling yang telah direnovasi menjadi kandang dengan kapasitas tampung maksimal. Kepemilikan ternak pada Kunak II juga lebih beragam bila dibandingkan Kunak I. Pada lokasi Kunak II terdapat ternak kerbau dan kuda, ternak tersebut tidak ditemukan pada lokasi Kunak I. Jumlah dan jenis ternak yang dipelihara per kavling dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Kepemilikan ternak pada wilayah Kunak dapat dilihat pada Tabel

43 Tabel 11. Kepemilikan Ternak di Kunak per November 2011 No. Jenis Ternak Jumlah (ekor) Kunak I Persentase Jumlah (ekor) Kunak II Persentase 1. Sapi Laktasi ,07% 44,64% ,62% 36,61% 2. Sapi Dara ,73% 24,40% ,63% 17,27% 3. Sapi Jantan Dewasa 38 3,97% 3,77% 54 3,53% 3,11% 4. Pedet ,22% 22,02% ,21% 30,97% Total sapi Perah ,00% 94,84% ,00% 87,97% 5. Sapi Potong 27 2,68% 37 2,13% 6. Kambing 25 2,48% 164 9,44% 7. Kerbau 0 0,00% 5 0,29% 8. Kuda 0 0,00% 3 0,17% Total Ruminansia ,00% ,00% Keterangan: Masing-masing prosentase mempunyai dua kolom, kolom pertama persentase yang didasarkan pada kepemilikan sapi perah sedangkan kolom kedua didasarkan pada kepemilikan ternak ruminansia. Populasi ternak di Kunak secara keseluruhan per November 2011 sebanyak ekor dengan total sapi betina laktasi sebanyak ekor dan total jantan dewasa sebanyak 92 ekor atau dengan komposisi 43,96% dan 3,76% dari total populasi ternak ruminansia yang dipelihara oleh 114 peternak di Kunak. Data KPS (2009) pada tahun 2008 melaporkan bahwa populasi sapi perah di Kunak tercatat sebanyak ekor. Komposisi sapi perah yang dimiliki anggota sebagian besar merupakan sapi betina induk yaitu 56,4% dari populasi total dan jantan dewasa yang dimiliki 5,41% dari total ternak yang dipelihara oleh 128 peternak pada tahun tersebut. Dapat disimpulkan dalam tiga tahun terjadi peningkatan populasi ternak di Kunak sebesar 33,12%, namun terjadi penurunan komposisi sapi betina laktasi dan sapi jantan dewasa. Hal ini terjadi karena komposisi sapi nonproduktif mengalami peningkatan dan adanya pemeliharaan ternak ruminansia lain sebesar 9,54% dari total populasi ternak di Kunak. 31

44 Gambar 11. Peta Kepemilikan Ternak Kunak I Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak Kunak I di bawah manajemen Kunak. **Angka yang terdapat di bawah bar pada peta merupakan jumlah sapi laktasi yang dipelihara pada masing-masing kavling. 32

45 Gambar 12. Peta Kepemilikan Ternak Kunak II Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak Kunak II di bawah manajemen Kunak. **Angka yang terdapat di bawah bar pada peta merupakan jumlah sapi laktasi yang dipelihara pada masing-masing kavling. 33

46 Produksi Susu di Kunak Produksi susu sapi perah laktasi diukur dalam harian berupa produksi susu rata-rata/hari atau dalam satu masa laktasi berupa produksi susu rata-rata/laktasi. Pada waktu penelitian didapatkan data produksi susu harian per November 2011 sebesar liter/hari dengan populasi total sapi perah laktasi sejumlah ekor dengan rata-rata sebesar 9,6 liter/ekor/hari dari total anggota aktif sejumlah 114 peternak. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan pada laporan KPS (2009) pada tahun 2008 bahwa produksi susu sebesar liter/hari dengan rata-rata 9,14 liter/ekor/hari dengan jumlah anggota yang aktif menyetor susu sebanyak 128 orang dengan populasi total sapi perah sejumlah ekor. Produksi susu tiap kavling disajikan secara lengkap pada Lampiran 3. Santosa et al. (2009) menyatakan bahwa produksi susu rata-rata/laktasi akan meningkat sampai dengan laktasi yang ke- 4 6 apabila sapi perah itu beranak pertama pada umur dua tahun. Setelah induk sapi perah mencapai laktasi yang ke-6, produksi susu/laktasi sudah mulai menurun. Produktivitas sapi perah tergantung dari kualitas hijauan yang diberikan dan peran pakan konsentrat yang berkualitas. Apabila hijauan dan konsentrat sesuai dengan kebutuhan untuk sapi-sapi perah laktasi maka akan berdampak terhadap produksi susu. Apabila kualitas hijauan atau konsentrat rendah, maka akan berdampak pada penurunan jumlah produksi susu. Hasil penelitian Hadiana dan Hasan (2008) serta Firmansyah (2008) menunjukkan bahwa ketidaktersediaan hijauan dan lamanya waktu yang digunakan untuk mencari rumput menyebabkan tidak efisiennya usaha yang dimanifestasikan dengan turunnya produksi susu. Sistem pemeliharaan ternak di Kunak masih tergolong sederhana sehingga produksi susu kurang maksimal dan rata-rata produksi susu per ekor masih rendah. Sebagian besar produksi susu nasional dihasilkan oleh peternak rakyat dengan skala <6 ekor ternak dengan sistem pemeliharaan sederhana (Daryanto, 2009). Umumnya para peternak mengeluhkan tentang kurangnya HMT dan kualitas pakan tambahan yang palatabilitasnya kurang disukai ternak. Ada beberapa kavling yang menghasilkan susu dengan kuantitas dan kualitas yang baik, hal ini selain kebutuhan HMT yang telah terpenuhi, umumnya para peternak tersebut mempunyai supervisor kandang yang kompeten dan ditopang dengan modal yang besar. Jumlah produksi susu pada masing-masing kavling dapat dilihat pada Gambar 13 dan

47 Gambar 13. Peta Produksi Susu Kunak I Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak di bawah manajemen Kunak. **angka di bawah bar pada peta menunjukkan jumlah produksi susu per hari/kavling. 35

48 Gambar 14. Peta Produksi Susu Kunak II Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak di bawah manajemen Kunak. **angka di bawah bar pada peta menunjukkan jumlah produksi susu per hari/kavling. 36

49 Pakan Tambahan Konsentrat merupakan ransum tambahan utama pada sapi perah. Walaupun kualitas bahan pakan konsentrat pada umumnya lebih baik dibandingkan dengan pakan hijauan, namun kualitasnya sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal sumber konsentrat tersebut. Kualitas konsentrat bernilai tinggi, yaitu >75% TDN dengan kandungan protein >16%. Sebaliknya, Santosa et al. (2009) melaporkan dari hasil pemeriksaan beberapa konsentrat di Indonesia, bahwa kualitasnya relatif rendah yaitu kandungan TDN <55% dengan kandungan protein <13%. Konsentrat pada peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi susu. Berbeda dengan negara maju yang memiliki mutu hijauan yang relatif tinggi, sedangkan di Indonesia mutu hijauan relatif rendah menyebabkan peran konsentrat menjadi sangat dominan dalam memasok energi dan zat makanan lain (Suryahadi et al., 2004). Pemberian konsentrat untuk setiap jenis ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot badan ternak, kualitas pakan hijauan yang diberikan, produksi susu yang ingin dicapai dan kualitas konsentrat. Konsentrat yang diberikan pada ternak sapi atau kerbau perah sebaiknya memiliki kandungan protein kasar sebesar 18% dan TDN sebesar 75% (Sudono, 1999). Konsentrat yang digunakan peternak di Kunak mempunyai kandungan bahan kering (BK) sebanyak 77,52%, 89,45% bahan organik, 10,55% abu, 11,75% protein kasar, 3,77% lemak kasar, 17,34% serat kasar, 56,59% BK bahan ekstrak tanpa nitrogen dan gross energy sebesar 4.392,16 Kkal/100 gram (Fharhandani, 2006). Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990). Proses pembuatan tahu hanya memanfaatkan sebagian protein kedelai, sedangkan sebagian lagi masih tertinggal dalam ampasnya. Ampas tahu mengandung 58% dari jumlah protein kedelai, jika kandungan biji kedelai sebesar ±38% maka protein ampas tahu sebesar 22% berdasarkan berat kering (Wiriano, 1985). Penggunaan ampas tahu sebagai pengikat mineral organik dapat dilakukan karena kandungan gugus karboksil dan amino ampas tahu yang dapat mengikat mineral. Ampas tahu yang direndam dengan aquades dapat membuat gugus tersebut mengikat mineral yang ditambahkan (Chaerani, 2004). 37

50 Menurut Santosa et al. (2009) bahwa produk konsentrat umumnya harus memenuhi standar baku, seperti minimal 16% protein kasar dan 67% TDN, maksimal 12% kadar air, 6% lemak kasar, 11% serat kasar, 10% abu, serta kandungan Ca = 0,9-1,2%; P = 0,6-0,8%. Bahan penyusun konsentrat umumnya terdiri dari: dedak padi, wheat pollard, bungkil biji kapuk, bungkil dan kulit kedelai, onggok atau gaplek, dan bungkil inti sawit. Sebanyak 73,68% kebutuhan konsentrat dipenuhi oleh Unit Usaha Produksi Pakan Ternak, KPS, sisanya sebesar 18,42% dari luar KPS (Cibinong, Jakarta, dan Bandung) dan 7,90% pakan diolah secara mandiri (bahan baku pakan diperoleh dari luar daerah Bogor karena pertimbangan harga bahan baku yang lebih murah). Pakan tambahan yang diberikan oleh peternak yaitu konsentrat dan ampas tahu. Jumlah Pakan tambahan disajikan secara lengkap pada Lampiran 4. Pakan tersebut diberikan berdasarkan kebiasaan sehari-hari dengan takaran ember (10-20 kg). Besarnya pemberian pakan tambahan dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Kebutuhan pakan tambahan berkisar antara 2-4% bahan kering/hari (NRC, 2001), Jika berat badan sapi sebesar 600 kg maka kebutuhan konsentrat sebesar 2 kg(bk)/hari (Hill dan Andrews, 2000). Konsentrat yang digunakan peternak harganya berkisar diantara Rp ,00 - Rp ,00 per kg. Kendala mendapatkan bahan pakan yang berkualitas untuk penyusunan ransum (konsentrat) sering disebabkan bahan-bahan yang tersedia di bawah standar dan bervariasi. Penyimpangan di lapangan antara lain karena rendahnya mutu bahan pakan dan pakan konsentrat, termasuk pemalsuan bahan dan penipuan kemasan/label. Bahan pakan yang boleh diformulasikan di pabrik atau koperasi pada umumnya harus kering (kadar air maksimal 14%) sehingga perkembangan mikroba perusak dapat dicegah. Bahan pakan dalam keadaan lembab akan mudah terserang aflatoksin. Bahan pakan tersebut bila diolah menghasilkan konsentrat yang tengik dan berjamur bila tidak dilakukan proses pengeringan lanjutan pada saat pengolahan di pabrik (Santosa et al., 2009). Umumnya konsentrat di Kunak yang diperoleh dari KPS berbau tengik dan terasa kasar saat diremas sehingga menurunkan palatabilitas bagi ternak. 38

51 Gambar 15. Peta Kebutuhan Pakan Tambahan Kunak I Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak di bawah manajemen Kunak. ** keterangan di bawah bar pada peta masing-masing menunjukkan sumber konsentrat, jumlah pemberian konsentrat per hari/kavling, dan jumlah pemberian ampas tahu per hari/kavling. 39

52 Gambar 16. Peta Kebutuhan Pakan Tambahan Kunak II Keterangan: *warna berbeda pada bagian peta menunjukkan kelompok usaha peternak di bawah manajemen Kunak. ** keterangan di bawah bar pada peta masing-masing menunjukkan sumber konsentrat, jumlah pemberian konsentrat per hari/kavling, dan jumlah pemberian ampas tahu per hari/kavling. 40

53 Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak Pakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan peternakan sapi perah. Tingkat produksi susu yang relatif rendah di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh faktor pakan yang kurang memadai. Hal ini disebabkan pakan hijauan dan konsentrat yang cukup potensial tersedia di Indonesia, belum dimanfaatkan secara optimal. Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak, namun sisa-sisa hasil pertanian seperti jerami padi digunakan juga sebagai pakan komplementasi hijauan untuk sapi perah. Berbagai bagian tanaman jagung telah digunakan juga sebagai sumber pakan hijauan sapi perah. Di samping itu, hasil ikutan agro-industri merupakan produk pakan konsentrat yang telah banyak dimanfaatkan di Indonesia. Menurut Sukria dan Krisnan (2009), bahan pakan yang dapat dijadikan komplementasi HMT dapat berupa hasil sisa tanaman, hasil ikutan/samping/limbah tanaman, dan hasil ikutan/samping/limbah indusri agro. Soetanto (1994) merekomendasikan jumlah minimum pemberian HMT pada sapi laktasi sebanyak 36 kg/hari dengan konsentrat 12,7 kg/hari. Jumlah ini tidak tercapai di peternakan rakyat karena selain kemampuan konsumsinya rendah bagi sapi peranakan FH, budidaya peternakan sapi FH di dataran rendah sampai sedang tidak dapat memaksimalkan konsumsi hijauan yang kadar seratnya cukup tinggi. Peternak di dataran tinggi tidak memberikan hijauan sebanyak itu. Peternak rakyat lebih fokus pada pemberian konsentrat untuk memperbaiki produksi susu. Di dataran tinggi seperti di BBPTU Sapi Perah Baturaden, hijauan segar diberikan sebanyak kg/ekor/hari pada sapi periode pertengahan laktasi dengan berat badan 500 kg dan produksi 9-15 liter/ekor/hari. Pada musim hujan hijauan mudah diperoleh, peternak dapat meningkatkan jumlah pemberian hijauannya, dan pada masa awal sampai pertengahan laktasi konsentrat diberikan sejumlah yang dapat memaksimalkan produksi susu. Setelah produksi menurun, jumlah pemberiannya dikurangi. Faktor yang menyebabkan ketidakcukupan HMT antara lain ketersediaan lahan yang terbatas, tingkat produksi hijauan yang rendah, manajemen budidaya HMT yang kurang baik, dan tidak adanya penyimpanan surplus HMT pada musim panen untuk persediaan pada musim paceklik. Pelatihan tentang pembuatan silase di Kunak telah dilakukan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan Institut 41

54 Pertanian Bogor untuk meningkatkan kualitas HMT. Kini silase itu sudah jarang dijumpai di peternak Kunak. Kebutuhan total HMT di Kunak mencapai 95,94 ton/hari. Agar kebutuhan HMT tercukupi, maka diperlukan tambahan 69,51 ton/hari atau menurut perhitungan perlu dilakukan ekstensifikasi lahan seluas 101,5 hektar untuk kebun rumput gajah di sekitar lokasi Kunak. Hal ini sesuai rekomendasi Abdullah (2009) bahwa perlu dilakukan perluasan areal produksi khusus hijauan pakan berupa padang pangonan yang dikelola dengan baik dalam suatu bentuk kawasan, seperti amanat UU Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 tahun 2009 pasal 4-6 mengenai amanat pemerintah untuk menyediakan lahan khusus pangonan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pastura yang dibangun harus memenuhi fungsi berikut: (1) pastura menjadi sumber pakan HMT utama di wilayah pengembangan ternak ruminansia, (2) pastura menjadi sumber bibit HMT, (3) pastura menjadi wahana pengembangan ekonomi masyarakat, (4) pastura menjadi sumber pelestarian nuftah ternak wilayah dan memiliki nilai ekologis bagi lingkungan sekitarnya, (5) pastura harus mudah dan murah dikelola, dan (6) wahana pembelajaran peternak dan keorganisasian kelompok ternak sebagai sarana pelestarian lingkungan dengan keragaman tanaman. Cara lain untuk mencukupi kebutuhan HMT dengan pemanfaatan limbah pertanian yang produksi hasil ikutan pertaniannya berlimpah. Hal ini merupakan salah satu manfaat yang dapat membantu memecahkan masalah kekurangan rumput. Tabel hasil produksi pertanian disajikan dalam Lampiran 10. Kecukupan tersebut perlu adanya identifikasi tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan menghitung daya dukung (DD) dan indeks daya dukung (IDD) hijauan makanan ternak terutama di Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Berdasarkan perhitungan nilai DD dan IDD yang disajikan pada Lampiran 11, hasil perhitungan pemanfaatan limbah pertanian di sekitar lokasi Kunak pada wilayah Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan dengan total produksi 8892,36 ton BKC. Hasil perhitungan daya dukung (DD) HMT didapatkan hasil nilai DD Kecamatan Cibungbulang sebesar ST sedangkan nilai DD Kecamatan Pamijahan sebesar ST. Dari perhitungan IDD didapat hasil nilai IDD sebesar 1,83 artinya hasil tersebut menurut Sumanto dan Juarini (2004) bahwa daya dukung limbah pertanian sebagai HMT tergolong dalam kriteria Rawan yang suatu saat 42

55 tidak dapat memenuhi kebutuhan total populasi ternak di Kunak dan di wilayah Kec. Cibungbulang serta Kec. Pamijahan. Jumlah ternak ruminansia yang terdapat pada kedua kecamatan tersebut disajikan pada Lampiran 9. Jerami tanaman pangan sulit dijadikan pengganti rumput tanpa penambahan bahan pakan lain yang lebih bergizi. Bahkan seandainya diberikan dalam jumlah sebanyak-banyaknyapun, jerami tidak akan memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien dan energi. Akibatnya, kemampuan ternak untuk mengonsumsi jerami juga rendah. Sentosa et al. (2009) menyatakan bahwa rumput kering yang diberikan pada sapi sebanyak-banyaknya akan dikonsumsi sebanyak 2% dari bobot badan, atau dalam bentuk segar sekitar 10% dari bobot badan. Sebaliknya bahan kering jerami hanya memungkinkan dikonsumsi sekitar 0,9-1,5% dari bobot badan. Itu menunjukkan masih perlunya pemberian rumput atau hijauan konvensional lainnya, di samping pakan tambahan. Di samping itu, pencampuran beberapa bahan pakan akan melengkapi kandungan nutrien atau kekurangannya saling menutupi. 43

56 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk melihat penyediaan hijauan dan pemanfaatan lahan pada sektor peternakan. Kebutuhan HMT di Kunak dapat tercukupi dengan cara ekstensifikasi lahan seluas 101,5 hektar berdasarkan jumlah populasi ternak yang sama dan atau pemanfaatan limbah pertanian masyarakat di Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan dengan daya dukung limbah pertanian mencapai ST. Saran Pemberian dan penyediaan HMT di Kunak sebaiknya disesuaikan berdasarkan jenis dan umur ternak, target produksi susu, dan komposisi pemberian pakan hijauan dan pakan tambahan yang diberikan agar manajemen pemeliharaan ternak lebih efisien. 44

57 UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi berkah rahmat dan kasih sayang-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dengan baik. Shalawat serta salam Penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat Nabi yang menjadi suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Ir. Asep Tata Permana, M.Sc. sebagai pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik serta Ir. Muhammad Agus Setiana, MS. sebagai pembimbing kedua yang telah sabar memberikan bimbingan dan nasihat yang berguna kepada Penulis selama menempuh studi dan penyusunan tugas akhir. Kepada Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr dan Ahmad Yani, S.TP., M.Si. sebagai dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran yang sangat membantu dalam perbaikan penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S., M.Si. atas kritik dan sarannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Kepada Ir. Widya Hermana, M.Si. atas saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Bintarso, Bapak Agustanto, Bapak Ubad, dan Bapak Iik Iskandar serta seluruh jajaran pengurus KPS Bogor dan manajemen Kunak Kab. Bogor yang telah membantu dan memfasilitasi dalam pelaksanaan penelitian. Kepada Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc. yang telah menjadi orang tua kedua bagi Penulis. Penulis mengucapkan sembah sungkem yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, M. Zaelani dan Siti Suti ah, atas perhatian, nasihat, doa, harapan, kesabaran, dan kasih sayang yang tiada terkira dalam mendidik Penulis. Kepada Kakak Penulis, Mas Nafi, Mbak Dini, Mbak Atix, Mas Agung, Mbak Ayuk, dan Mas Aryo yang senantiasa memberi dukungan materi, doa dan motivasi. Kepada keponakan Penulis, Aqila, Dayyan, Kaffa, dan Manyu atas keceriaannya. Kepada yang tercinta Rischa Ariesona Mandasari, S.Pt. atas sumbangan materi, moral, kesabaran, dan motivasi kepada Penulis. Kepada Ikka F.M. dan Tantry Nugroho yang pernah menjadi satu tim dengan Penulis. Kepada Dedy K.P., Abdilla, Tafrani, Harianto, Fajar, Mudho, Windy, dan Agung serta teman satu kost. Kepada teman-teman Antrak s INTP 44, Kamajaya, IkaSmada, dan pendaki yang baik hati atas kenangan petualangan kita. Dan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengerjaan tugas akhir. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan yang membacanya. 45

58 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, L Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan sebagai sumber penghasil hijauan pakan dalam upaya peningkatan populasi sapi. Disampaikan pada Seminar Nasional: Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia. CENTRAS-LPPM IPB. Bogor, 15 Oktober Balai Penelitian Ternak Rumput Gajah cv Hawai. Rumput Unggul Tahan Kondisi yang Kurang Baik. Bogor. Bettinger, P., & M.G. Wing Geographic Information System: Aplications in Forestry and Natural Resources Management. McGraw-Hill. New York. Bulo, D Beberapa kajian teknologi hijauan pakan untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia. Prosiding Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Manado, 9-10 Juni Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departeman Pertanian. Bogor. Hlm Chaerani, L Pemberian ransum suplemen yang mengandung ikatan ampas tahu dengan seng dan tembaga untuk meningkatkan produksi susu sapi perah di Pengalengan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Daryanto, A Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press. Bogor. DeMers, M. N Fundamentals of Geographic Information System, 3 rd Ed. John Willy & Sons, Inc. New Jersey. Direktorat Jenderal Peternakan & Balai Penelitian Ternak Petunjuk Pelaksanaan Analisis Potensi Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Balitnak. Ciawi. Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan Pusat Data dan Informasi Pertanian. Update: Juni, [3 Oktober 2011]. Djaenuddin, D., M. Hendrisman, H. Subagjo, A. Mulyani, & N. Suharta Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balitbang Departemen Pertanian. Bogor. EMHA Modul Pelatihan ArcGIS 9.3. Bandung. ESRI Understanding GIS- The Arc/Info Method. John Wiley and Sous inc. New York. FAO A framework for land evaluation. FAO Soil Bulletin No. 32. Soil Resources Development and Conservation Service Land and Water Development Division Food Agriculture Organization of The United Nations. Rome. FAO Livestock s Long Shadow. LEAD. Rome. Fharhandani, N Pengaruh pemberian urea molases multinutrient block dan suplemen pakan multinutrien SPM terhadap kualitas susu sapi perah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46

59 Field, T. G Beef Production and Management Decisions. 5 th Ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey. Firmansyah, C Efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat dan hubungannya dengan faktor determinan. Prosiding Focus Group Discussuion Arah Pengembangan Industri Persusuan Jangka Panjang. Sumedang, Januari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Hadiana & M. Hasan Dampak faktor eksternal kawasan terhadap efisiensi usaha ternak sapi perah. Prosiding Arah Pengembangan Industri Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Hill, J & A.H. Andrews The Expectant Dairy Cow. Chalcombe Publications. United Kingdom. Hill, M. J Potential adaptation zones for temperate pasture species as contrained by climate: a knoeledge-based logical modelling approach. Aust. J. Agric. Res. 47: Hill, M. J., Donald, G. E. Vickery, P. J., & Furnival Integration of satellite remote sensing, simple bioclimatic models and GIS for assesment of pastoral development for a commercial grazing enterprise. Australian Journal of Experimental Agriculture 36: King, W. McG., Dowling, P. M., Michalk, D. L., Kemp, D. R., Millar, G. D., Packer, I. J., Priest, S. M., & Tarleton, J. A Sustainable grazing systems for the Central Tablelands of New South Wales. 1. Agronomic implications of vegetation- environment associations within a naturalised temperate perennial grassland. Australian Journal of Experimental Agriculture 46: Koperasi Produksi Susu (KPS) Laporan Pertanggungjawaban Pengurus KPS Bogor Tahun KPS Bogor. Bogor. Linehan, C. J., Armstrong, D. P., Doyle, P. T., & Johnson F A survey of water use efficiency on irrigated dairy farms in northern Victoria. Australian Journal of Experimental Agriculture 44: Makkar, H.P.S Applications of the in vitro gas method in the evaluation of feed resources, and enhancement of nutritional value of tannin-rich tree/browse leaves and agro-industrial by-products. Dalam: Development And Field Evaluation of Animal Feed Suppplementation Packages. Prooceeding of The Final Review Meeting of An IAEA Technical Co- Operation Regional AFRA Project Organized By The Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture. Cairo Egypt, Nov IAEA-TECDOC Vienna. Hlm Manurung, T Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum sapi potong. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1(3): Manyong, V. M., Okike, I., & Williams, T.O Effective dimensionality and factors affecting crop-livestock integration in West African savannas: a combination of principal component analysis and Tobit approaches. Agricultural Economics 35:

60 Nasrullah, R., Salam, & Chalidjah Pemberian daun leguminosa sebagai substitusi konsentrat dalam ransum penggemukan sapi bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Nov Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm Natasasmita, A. & K. Mudikdjo Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. NRC Nutrient Requirements of Dairy Cattle. 7 th rev. Ed. National Academy of Science. USA. Reksohadiprojo, S Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta. Riady, M Tantangan dan peluang peningkatan produksi sapi potong menuju Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong. 8-9 Oktober Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm 3-6. Santosa, K. A., K. Diwyanto, & T. Toharmat Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Schlecht, E., Hiernaux, P., Kadaoure, I., Hulsebusch, C., & Mahler, F A spatio-temporal analysis of forage avaibility and grazing and excretion behaviour of herded and free grazing cattle, sheep and goats in Western Niger. Agriculture, Ecosystems and Environment 113: Soetanto, H Upaya efisiensi penggunaan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Pasuruan, 26 Maret Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Pasuruan. Staal, S. J., Baltenweek, I. Waithaka, M. M., dewolff, T., & Njiroge, L Location and uptake: integrated household and GIS analysis of technology adoption and land use, with application to smallholder dairy farms in Kenya. Agricultural Economics 27: Sudono, A Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukria, H. A. & R. Krisnan Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. IPB Press. Bogor. Sumanto & E. Juarini Potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan ternak ruminansia di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Iptek sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan. Bogor, 4-5 Agustus Puslitbangnak. Balitbangtan. Bogor. Hlm Suratman, S. Ritung & D. Djaenuddin Potensi lahan untuk pengembangan ternak ruminansia besar di beberapa propinsi di Indonesia. Dalam: Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat (bidang pedologi); Cisarua-Bogor, 4-6 Maret Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 48

61 Suryahadi Analisis ketersediaan mineral pakan sebagai landasan penanggulangan defisiensi mineral pada ternak. Laporan Penelitian PAU. Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suryahadi, T. Toharmat, A. Sudarman, & Amrullah Peningkatan produksi dan kualitas susu sapi perah melalui upaya penyediaan pakan dan aplikasi teknologi. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief, M. Z. & R.M. Sumoprastowo Ternak Perah. Yasaguna. Jakarta. Todd, W. R., Mishoe, J. W., & French, B. T Using GIS and remote sensing to locate cattle-dipping vats in Alachua County, Florida. American Society of Agricultural Engineers. 20(4): Weng, Q Remote Sensing dan GIS Integration: Thories, Methods, and Applications. McGraw-Hill. New York. Wiriano, H Pemanfaatan Ampas Tahu Menjadi Berbagai Jenis Makanan. Balai Litbang Industri Hasil Pertanian. Bogor. Worley, J. W., Rupert, C. & Risse, L. M Use of GIS to determine the effect of properly line and water buffers on land avaibility. American Society of Agricultural Engineers. 17(1): Zhang, B., Valentine, I., Kemp, P., & Lambert, G Predictive modelling of hillpasture productivity: integration of a decision tree and geographical information system. Agricultural System 87:

62 LAMPIRAN

63 Lampiran 1. Konsumsi HMT Kelompok Peternak Kunak Kabupaten Bogor Konsumsi HMT Kelompok Tertib No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan 1 1 dan 2 Dian Andrianto kurang jerami 2 3 NurAdelina Z 0 0 lebih Yayuk Lestari 0 0 lebih - 4 5,6,10 dan 11 Suhartono S kurang jerami 5 7 Martini kurang jerami 6 8 H. Tukamir kurang limbahpasar 7 9 Imad B. Madhadi kurang dan13 Helmy 0 0 lebih HarisHadimulya kurang jerami Saleh S kurang Agus kurang jerami Dodot A.K kurang jerami HeriBudiman 70 4 lebih jerami Dian Adrianto kurang Aki Datul kurang daun jagung Muttaqin kurang Muttaqin kurang daun jagung Muttaqin kurang Sugeng kurang daun jagung Suparno 0 0 lebih Hendra kurang jerami H. Suharta lebih Muhadi 0 0 lebih Dian Adrianto cukup Ferianti 0 0 lebih Akbar Sutareja 0 0 lebih Ali Sutareja 0 0 lebih Suwondo cukup jerami BustomiMurad kurang jerami Midi lebih jerami Abdullah Hasan kurang jerami Abdullah Hasan 0 0 lebih Jatmiko 0 0 lebih - 51

64 1.2. Konsumsi HMT Kelompok Segar No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan 1 39 AbadiSutisna 0 0 lebih HarisHadimulya cukup Hamid kurang Husyin 0 0 lebih H. Burhan kurang KadiminPujio kurang Subandi Yusuf kurang klobot jagung 8 46 BambangJoeniman kurang jerami 9 47 H. SyamsirJalil kurang NilaJuita cukup Hayman kurang H. Pitoyo cukup Rukmini kurang jerami Retno P kurang Rukmini 0 0 lebih Ali kurang dan56 Hayman kurang Syarief S. 0 0 lebih LoydJahya 0 0 lebih HarisHadimulya kurang Hayman kurang AgusSetiadi kurang H. Burhan kurang Dadang M kurang H. UkarSukardi kurang jerami EmanSulaiman cukup Syiman kurang Toni kurang Sarip kurang Yuswardi cukup - 52

65 1.3. Konsumsi HMT Kelompok Bersih No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan 1 64 LatifahDarusman kurang FitriaHadi lebih H. Rozikin kurang limbah sayuran 4 67 Muslih kurang Yana Teja S kurang RizkiNawawi 0 0 lebih Muhidin N kurang jerami 8 71 B. Purwantara kurang jerami 9 72 Emir S kurang Rusdianto 0 0 lebih Djamhari 0 0 lebih H. Didi bin Ihun cukup jerami Sari Ekawati cukup Kholiq cukup Sulistyo 0 0 lebih Nurul kurang limbah sayuran Jubaedah 0 0 lebih H. Dameri kurang Imam Muaris kurang Imam Muaris kurang H. Rozikin lebih limbah sayuran Halomoan S lebih dan87 Artas kurang dan89 A. Hendiana kurang Etin Agustin 0 0 lebih Margiati 70 1 lebih H. A. Qodir lebih - 53

66 1.4. Konsumsi HMT Kelompok Indah No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan 1 99 TjarlimRakwat kurang jerami Usup 0 0 lebih H. M. Hasan 0 0 lebih Lubis kurang jerami Sukino kurang jerami Wahyanto kurang limbah pasar Sagimin kurang dan107 HaryatiHasan kurang jerami Lulu Ashari 0 0 lebih RahmatKarna kurang I Made Soecha 0 0 Lebih Ari Suyatsa 0 0 lebih dan113 CecepMulyana cukup jerami H. Suryahadi kurang M. Ridwan kurang daun jagung M. Ridwan kurang Imam Hartono kurang daun jagung Imam Hartono kurang H. Salihan kurang daun jagung dan155 Sugito kurang Rani Kusrayani kurang jerami Buntaran 0 0 lebih Munikmah kurang jerami 54

67 1.5. Konsumsi HMT Kelompok Aman No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan Sulastri 0 0 lebih Sulastri 0 0 lebih Zakaria 0 0 lebih Ahmad Tofik kurang jerami M. Iqbal kurang jerami EkoBasuki cukup ,127,128,12 9,130 dan131 Rusdi MGM kurang jerami RetnoDjati 0 0 lebih MiftahMardani 0 0 n Agustanto kurang Agustanto kurang H. Roziqin kurang limbah pasar Tukamir kurang jerami H. Roziqin kurang Agustanto cukup Endah N.Y kurang jerami Karsadi kurang H. Martono kurang jerami Karsadi kurang jerami 55

68 1.6. Konsumsi HMT Kelompok Mandiri No. Kavling Nama Konsumsi HMT (kg/hari) Jumlah Ternak (ekor) Status HMT HMT tambahan NuliAlfianti kurang jerami A. Supardi kurang Farida Hajar 0 0 lebih AcepAskari 0 0 lebih AcepAskari 0 0 lebih A. Supardi 0 0 lebih Bunyani 0 0 lebih Agung 0 0 lebih dan147 RizkiEka kurang A. Supardi 0 0 lebih Rusdianto 0 0 lebih Yusmawan kurang H. EtoyAskari kurang jerami AcepAskari kurang jerami Saptaji 0 0 lebih Munikmah kurang jerami Maryono kurang A. Supardi 0 0 lebih Oman Sutisna kurang jerami ZamielRiyadi kurang M. Nazir kurang jerami SuyonoMarto S. 0 0 lebih Grace K. 0 0 lebih EpiGunawan kurang jerami Oman Sutisna kurang jerami Salihan 0 10 kurang jerami TofikHidayat 0 26 lebih HerminAdriani kurang Tedi kurang jerami EndangSuharya 0 0 lebih Yakob 0 0 lebih AH. Sudarto 0 0 lebih - 56

69 Lampiran 2. Jumlah Kepemilikan Ternak Kelompok Peternak pada Lokasi Kunak Kabupaten Bogor per November Kepemilikan Ternak Kelompok Tertib 57 No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba SapiPotong Kerbau Kuda 1 1 dan 2 Dian Andrianto NurAdelina Z Yayuk Lestari ,6,10 dan 11 Suhartono S Martini H. Tukamir Imad B. Madhadi dan13 Helmy HarisHadimulya Saleh S Agus Dodot A.K HeriBudiman Dian Adrianto Aki Datul Muttaqin Muttaqin Muttaqin Sugeng Suparno Hendra H. Suharta Muhadi Dian Adrianto ErfanHarahap Akbar Sutareja Ali Sutareja Suwondo Ferianti Midi Abdullah Hasan Abdullah Hasan Jatmiko

70 2.2. Kepemilikan Ternak Kelompok Segar No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba SapiPotong Kerbau Kuda 1 39 AbadiSutisna HarisHadimulya Hamid Husyin H. Burhan KadiminPujio Subandi Yusuf BambangJoeniman H. SyamsirJalil NilaJuita Hayman H. Pitoyo Rukmini Retno P Rukmini Ali &56 Hayman Syarief S LoydJahya HarisHadimulya Hayman AgusSetiadi H. Burhan Dadang M H. UkarSukardi EmanSulaiman Syiman Toni Sarip Yuswardi

71 2.3. Kepemilikan Ternak Kelompok Bersih No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba SapiPotong Kerbau Kuda 1 64 LatifahDarusman FitriaHadi H. Rozikin Muslih Yana Teja S RizkiNawawi Muhidin N B. Purwantara Emir S Rusdianto Djamhari H. Didi bin Ihun Sari Ekawati Kholiq Sulistyo Nurul Jubaedah H. Dameri Imam Muaris Imam Muaris H. Rozikin Halomoan S &87 Artas &89 A.Hendiana Margiati H. A. Qodir

72 2.4. Kepemilikan Ternak Kelompok Indah No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba SapiPotong Kerbau Kuda 1 99 TjarlimRakwat Usup H. M. Hasan Lubis Sukino Wahyanto Sagimin &107 HaryatiHasan Lulu Ashari RahmatKarna I Made Soecha Ari Suyatsa &113 CecepMulyana H. Suryahadi M. Ridwan M. Ridwan Imam Hartono Imam Hartono H. Salihan &155 Sugito Rani Kusrayani Buntaran Munikmah

73 2.5. Kepemilikan Ternak Kelompok Aman No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba SapiPotong Kerbau Kuda Sulastri Sulastri Zakaria Ahmad Tofik M. Iqbal EkoBasuki ,127,128,129, 130 & 131 Rusdi MGM RetnoDjati MiftahMardani Agustanto Agustanto H. Roziqin Tukamir H. Roziqin Agustanto Endah N.Y Karsadi H. Martono Karsadi

74 2.6. Kepemilikan Ternak Kelompok Mandiri No. Kavling Nama SapiPerah Laktasi Dara Jantan Pedet Kambing/Domba Sapi Potong Kerbau Kuda NuliAlfianti A. Supardi Farida Hajar AcepAskari AcepAskari A. Supardi Bunyani Agung &147 RizkiEka A. Supardi Rusdianto Yusmawan H. EtoyAskari AcepAskari Saptaji Munikmah Maryono A. Supardi Oman Sutisna ZamielRiyadi M. Nazir SuyonoMarto S Grace K EpiGunawan Oman Sutisna Salihan TofikHidayat HerminAdriani Tedi EndangSuharya Yakob AH. Sudarto

75 Lampiran 3. Produksi Susu Lokasi Kunak Kabupaten Bogor per November Produksi Susu Kelompok Tertib No. Kavling Nama Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) 1 1 dan 2 Dian Andrianto 5 5, NurAdelina Z 0 0, Yayuk Lestari 0 0,00 4 5,6,10 dan 11 Suhartono S , Martini 170 9, H. Tukamir 60 8, Imad B. Madhadi , dan13 Helmy 0 0, HarisHadimulya 71 11, Saleh S , Agus 60 10, Dodot A.K , HeriBudiman 0 0, Dian Adrianto 30 5, Aki Datul 40 8, Muttaqin 25 4, Muttaqin 40 10, Muttaqin 0 0, Sugeng 40 10, Suparno 0 0, Hendra 60 7, H. Suharta 0 0, Muhadi 0 0, Dian Adrianto 0 0, Ferianti 0 0, Akbar Sutareja 0 0, Ali Sutareja 0 0, Suwondo 0 0, BustomiMurad 16 5, Midi 0 0, Abdullah Hasan 18 2, Abdullah Hasan 0 0, Jatmiko 0 0,00 63

76 3.2. Produksi Susu Kelompok Segar No. Kavling Nama Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) 1 39 AbadiSutisna 0 0, HarisHadimulya 50 12, Hamid 25 5, Husyin 0 0, H. Burhan , KadiminPujio 50 6, Subandi Yusuf 30 4, BambangJoeniman 50 8, H. SyamsirJalil 45 9, NilaJuita 30 10, Hayman 130 6, H. Pitoyo 0 0, Rukmini 76 9, Retno P , Rukmini 0 0, Ali 20 6, dan56 Hayman 100 3, Syarief S. 0 0, LoydJahya 0 0, HarisHadimulya 15 3, Hayman 70 6, AgusSetiadi 80 11, H. Burhan 90 10, Dadang M. 41 6, H. UkarSukardi 12 6, EmanSulaiman 20 10, Syiman 75 7, Toni 90 10, Sarip 36 7, Yuswardi 10 10,00 64

77 3.3. Produksi Susu Kelompok Bersih No. Kavling Nama Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) 1 64 LatifahDarusman 18 9, FitriaHadi 0 0, H. Rozikin , Muslih 80 7, Yana Teja S. 40 8, RizkiNawawi 0 0, Muhidin N. 50 5, B. Purwantara 68 8, Emir S. 50 6, Rusdianto 0 0, Djamhari 0 0, H. Didi bin Ihun 25 6, Sari Ekawati 20 5, Kholiq 7 7, Sulistyo 0 0, Nurul 80 13, Jubaedah 0 0, H. Dameri 50 10, Imam Muaris 0 0, Imam Muaris 71 7, H. Rozikin , Halomoan S , dan87 Artas , dan89 A. Hendiana 120 9, Etin Agustin Margiati 0 0, H. A. Qodir 25 5,00 65

78 3.4. Produksi Susu Kelompok Indah No. Kavling Nama Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) 1 99 TjarlimRakwat 0 0, Usup 0 0, H. M. Hasan 0 0, Lubis 9 9, Sukino 70 8, Wahyanto 160 7, Sagimin 80 10, dan107 HaryatiHasan 15 7, Lulu Ashari 0 0, RahmatKarna 50 10, I Made Soecha 0 0, Ari Suyatsa 0 0, dan113 CecepMulyana 50 7, H. Suryahadi 70 7, M. Ridwan , M. Ridwan , Imam Hartono , Imam Hartono 35 7, H. Salihanlhmnh 8 8, and 155 Sugito , Rani Kusrayani 40 8, Buntaran 0 0, Munikmah 85 8,50 66

79 3.5. Produksi Susu Kelompok Aman No. Kavling Nama Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) Sulastri 0 0, Sulastri 0 0, Zakaria 0 0, Ahmad Tofik , M. Iqbal 70 5, EkoBasuki 55 11, ,127,128,129, 130 dan131 Rusdi MGM , RetnoDjati 0 0, MiftahMardani 0 0, Agustanto , Agustanto 35 8, H. Roziqin , Tukamir 70 7, H. Roziqin 73 9, Agustanto 13 13, Endah N.Y , Karsadi 0 0, H. Martono 135 7, Karsadi ,00 67

80 3.6. Produksi Susu Kelompok Mandiri No. Kavling Nama Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/kavling/hari) Rata-rata Produksi Susu Harian (liter/ekor/hari) NuliAlfianti 0 0, A. Supardi , Farida Hajar 0 0, AcepAskari 0 0, AcepAskari 0 0, A. Supardi 0 0, Bunyani 0 0, Agung 0 0, dan147 RizkiEka , A. Supardi 0 0, Rusdianto 0 0, Yusmawan 25 12, H. EtoyAskari 50 10, AcepAskari , Saptaji 0 0, Munikmah , Maryono 60 10, A. Supardi 0 0, Oman Sutisna 45 11, ZamielRiyadi 30 7, M. Nazir 150 5, SuyonoMarto S. 0 0, Grace K. 0 0, EpiGunawan 150 6, Oman Sutisna 200 9, Salihan 0 0, TofikHidayat 0 0, HerminAdriani 24 6, Tedi 450 9, EndangSuharya 0 0, Yakob 0 0, AH. Sudarto 0 0,00 68

81 Lampiran 4. Kebutuhan Pakan Tambahan di Kunak Kab. Bogor per November Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Tertib No. Kavling Nama Pakan Konsentrat Sumber Ampas Tahu (kg/kavling/hari) Konsentrat (kg/kavling/hari) 1 1 dan 2 Dian Andrianto 20 KPS NurAdelina Z Yayuk Lestari ,6,10 dan 11 Suhartono S. 300 pribadi Martini 140 pribadi H. Tukamir 15 luar Imad B. Madhadi 20 luar dan13 Helmy HarisHadimulya 13 KPS Saleh S. 50 KPS Agus 40 KPS Dodot A.K. 80 KPS HeriBudiman 2,5 KPS Dian Adrianto 30 KPS Aki Datul 25 KPS Muttaqin 20 luar Muttaqin 20 luar Muttaqin 20 luar Sugeng 40 luar Suparno Hendra 40 luar H. Suharta 3 luar Muhadi Dian Adrianto 10 KPS Ferianti Akbar Sutareja Ali Sutareja Suwondo 0 KPS BustomiMurad 20 KPS Midi 40 KPS Abdullah Hasan 13 KPS Abdullah Hasan Jatmiko

82 4.2. Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Segar No. Kavling Nama Pakan Konsentrat Sumber Ampas Tahu (kg/kavling/hari) Konsentrat (kg/kavling/hari) 1 39 AbadiSutisna HarisHadimulya 15 KPS Hamid 20 KPS Husyin H. Burhan 72 KPS KadiminPujio 40 KPS Subandi Yusuf 20 KPS BambangJoeniman 20 KPS H. SyamsirJalil 10 KPS NilaJuita 20 KPS Hayman 80 KPS H. Pitoyo Rukmini 40 KPS Retno P. 25 KPS Rukmini Ali 5 KPS dan56 Hayman 120 KPS Syarief S LoydJahya HarisHadimulya 10 KPS Hayman 40 KPS AgusSetiadi 33 KPS H. Burhan 50 luar Dadang M. 30 KPS H. UkarSukardi 5 KPS EmanSulaiman n - n Syiman 40 KPS Toni 60 KPS Sarip 21 KPS Yuswardi 30 KPS 0 70

83 4.3. Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Bersih No. Kavling Nama PakanKonsentrat (kg/kavling/hari) Sumber Konsentrat AmpasTahu (kg/kavling/hari) 1 64 LatifahDarusman N n n 2 65 FitriaHadi 5,7 KPS H. Rozikin 240 KPS Muslih 40 KPS Yana Teja S. 25 luar RizkiNawawi Muhidin N. 100 luar B. Purwantara 50 KPS Emir S. 40 KPS Rusdianto Djamhari H. Didi bin Ihun 20 KPS Sari Ekawati 13 KPS Kholiq 12 KPS Sulistyo Nurul 30 KPS Jubaedah H. Dameri 25 KPS Imam Muaris 120 pribadi Imam Muaris 240 KPS H. Rozikin 20 KPS Halomoan S. 84 KPS dan87 Artas 20 KPS dan89 A. Hendiana 50 KPS Etin Agustin Margiati 5 KPS H. A. Qodir 16 KPS 0 71

84 4.4. Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Indah No. Kavling Nama Pakan Konsentrat Sumber Ampas Tahu (kg/kavling/hari) Konsentrat (kg/kavling/hari) 1 99 TjarlimRakwat Usup H. M. Hasan Lubis 7 KPS Sukino 50 KPS Wahyanto 200 KPS Sagimin 40 KPS dan107 HaryatiHasan 20 KPS Lulu Ashari RahmatKarna 20 KPS I Made Soecha Ari Suyatsa dan113 CecepMulyana 16 KPS H. Suryahadi 48 KPS M. Ridwan 24 KPS M. Ridwan 40 KPS Imam Hartono 80 pribadi Imam Hartono 40 pribadi H. Salihan 40 KPS dan155 Sugito 40 KPS Rani Kusrayani 30 KPS Buntaran Munikmah 80 KPS 80 72

85 4.5. Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Aman No. Kavling Nama PakanKonsentrat (kg/kavling/hari) Sumber Konsentrat AmpasTahu (kg/kavling/hari) Sulastri Sulastri Zakaria Ahmad Tofik 60 KPS M. Iqbal 75 pribadi EkoBasuki 30 KPS ,127,128,129, 130 dan131 Rusdi MGM 1194 pribadi RetnoDjati MiftahMardani Agustanto 70 KPS Agustanto 20 KPS H. Roziqin 40 KPS Tukamir 40 luar H. Roziqin 40 pribadi Agustanto 20 KPS Endah N.Y. 15 KPS Karsadi 20 luar H. Martono 50 KPS Karsadi 600 luar

86 4.6. Kebutuhan Pakan Tambahan Kelompok Mandiri No. Kavling Nama Pakan Konsentrat Sumber Ampas Tahu (kg/kavling/hari) Konsentrat (kg/kavling/hari) NuliAlfianti 16 luar A. Supardi 96 luar Farida Hajar AcepAskari AcepAskari A. Supardi Bunyani Agung dan147 RizkiEka 260 pribadi A. Supardi Rusdianto Yusmawan 20 KPS H. EtoyAskari 20 KPS AcepAskari 160 luar Saptaji Munikmah 80 KPS Maryono 40 luar A. Supardi Oman Sutisna 40 luar ZamielRiyadi 40 KPS M. Nazir 120 luar SuyonoMarto S Grace K EpiGunawan 200 KPS Oman Sutisna 80 luar Salihan 0 KPS TofikHidayat HerminAdriani 13 KPS Tedi 250 KPS EndangSuharya Yakob AH. Sudarto

87 Lampiran 5. Lembar Kuisioner dan Observasi Lapang No. Kavling Lembar Kuisioner & Observasi Lapang *Sebagai data penelitian untuk tugas akhir Status perorangan badan usaha Dokumentasi nomor Lama Usaha: Tahun Nama Pemilik Umur: Pendidikan SD/SMP/SMA/SARJANA Nama Pengelola Umur: Pendidikan SD/SMP/SMA/SARJANA Jumlah Anak Kandang Jarak Lokasi dari Kantor Orang Pendidikan...SD/...SMP/...SMA/...SARJANA meter Jumlah Sapi Perah ekor Produksi susu: liter/hari - Betina : Laktasi ekor Dara ekor Pedet ekor - Jantan: Dewasa ekor Pedet ekor Ternak Ruminansia lain...domba/...kambing/...kuda/...kerbau/...sapi potong Luasan Lahan m 2 Pemanfaatan Lahan - Luasan Kandang m 2 Kapasitas: ekor - Luasan Tempat Tinggal m 2 Penghuni: orang - Luasan Hijauan Pakan m 2 Sistem:mono/campuran/... - Luasan Gudang Pakan m 2 Isi: konsentrat/hijauan/... - Luasan Pengolahan Limbah m 2 Sistem: kolam/digester/... Ketersediaan Pakan : - Demand Kg/hari Supply Kg/hari - Konsumsi Kg/hari Hijauan rumput gajah/rumput lapang/... - Sumber pakan KPS/pribadi/... Konsentrat Kg/hari KPS/pribadi/... Hijauan Pakan Ternak : - Produksi Pemupukan buatan/kandang/kompos - Pemanenan rotasi/langsung/... Dosis Pupuk - Pasca panen silase/hay/tanpa proses Sistem Tanam rotasi/serentak/... - Keadaan umum Keterangan Tambahan : 75

88 Lampiran 6. Profil Ketinggian Lokasi Kunak Kabupaten Bogor Profil Ketinggian Lokasi Kunak I Profil Ketinggian Lokasi Kunak II 76

89 Lampiran 7. Hasil Pengolahan SIG Kunak Kabupaten Bogor Hasil Pengolahan Data SIG Pada HMT Kunak I Hasil Pengolahan Data SIG Pada HMT Kunak II 77

90 Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Laktasi di Kunak I Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Laktasi di Kunak II 78

91 Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Dara di Kunak I Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Dara di Kunak II 79

92 Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Pedet di Kunak I Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Pedet di Kunak II 80

93 Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Jantan Dewasa di Kunak I Hasil Pengolahan Data SIG Pada Sapi Jantan Dewasa di Kunak II 81

94 Hasil Pengolahan SIG Pada Produksi Susu di Kunak I Hasil Pengolahan SIG Pada Produksi Susu di Kunak II 82

95 Hasil Pengolahan SIG Pada Kebutuhan Konsentrat di Kunak I Hasil Pengolahan SIG Pada Kebutuhan Konsentrat di Kunak II 83

96 Hasil Pengolahan SIG Pada Kebutuhan Ampas Tahu di Kunak I Hasil Pengolahan SIG Pada Kebutuhan Ampas Tahu di Kunak II 84

97 85 Lampiran 8. Beberapa Jenis Rumput Lapang yang Sering Diberikan untuk Ternak di Kunak

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tata Guna Lahan dan Sumber Daya Pakan Kesesuaian dan Kualitas Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Tata Guna Lahan dan Sumber Daya Pakan Kesesuaian dan Kualitas Lahan TINJAUAN PUSTAKA Tata Guna Lahan dan Sumber Daya Pakan Tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai lahan yang dimanfaatkan oleh manusia. Penggunaan lahan biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana peternakan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 92-96 ISSN : 2355-6226 PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI 1* 2 Handian Purwawangsa, Bramada Winiar Putera 1 Departemen

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 173-178 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Study of Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan hijauan unggul yang digunakan sebagai pakan ternak. Produksi rumput gajah (Pannisetum purpureum

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012) 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 5 Juli 2013, meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan pengamatan lapangan (ground

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 SKRIPSI NENENG LASMANAWATI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty dan Didiek A. Budianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan Muhammad Aqil Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan Abstrak Keberhasilan

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN MEMBUAT SILASE Oleh : Drh. Linda Hadju BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2014 PENDAHULUAN Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba). Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA 1 EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013 2 EFISIENSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah 2.1.1. Deskripsi Rumput Gajah Rumput gajah disebut juga Elephant grass, Uganda Grass, Napier grass, dan dalam bahasa latinnya adalah Pennisetum purpereum, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pakan dalam usaha bidang peternakan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Jenis pakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat

II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat kasar yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, khususnya bagian

Lebih terperinci

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba) Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba) Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D. HP: 0815-7810-5111 E-mail: Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI M. Christiyanto dan Surahmanto Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Email korespondensi: marrychristiyanto@gmail.com

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI WINA SRIDEWI NABABAN 070306005 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN 2012 ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing AgroinovasI Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing 7 Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas telah disadari dan kondisi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif dan bersifat

Lebih terperinci