BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maesa Ayu (Analisis Wacana Kritis Sara Mills). Berbeda dengan penelitianpenelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maesa Ayu (Analisis Wacana Kritis Sara Mills). Berbeda dengan penelitianpenelitian"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terhadap representasi ketidakadilan gender dalam wacana tentu saja sebelumnya sudah banyak dilakukan. Namun demikian, penelitian sebelumnya menggunakan objek dan fokus penelitian yang berbeda dengan penelitian yang diambil oleh peneliti. Pada penelitian ini peneliti mengambil judul Representasi Ketidakadilan Gender dalam Kumpulan Cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu (Analisis Wacana Kritis Sara Mills). Berbeda dengan penelitianpenelitian lain yang membahas tentang Analisis Sosiologi Sastra dalam Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu (Ade Solihat, 2015: Universitas Galuh), Konstruksi Tokoh Perempuan dalam Cerpen-Cerpen pada Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu (Eka Aprilia Sulistyarini, 2015: Universitas Airlangga), serta Ketidakadilan Gender dalam Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu: Tinjauan Sastra Feminis dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA (Eva Kartika Ayu Ningrum, 2016: Universitas Muhammadiyah Surakarta). Berikut sekilas penjelasannya. 1. Analisis Sosiologi Sastra dalam Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu (Ade Solihat, 2015: Universitas Galuh) Topik yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah sosiologi dalam kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu dengan menggunakan teori kajian sosiologi sastra. Penelitian deskriptif kualitatif ini memiliki hasil sebagai berikut: sosiologi sastra melibatkan sosiologi pengarang, sosiologi 9

2 karya, dan sosiologi pembaca. Sosiologi pengarang meliputi profesi pengarang, dan institusi sastra, berkaitan dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Sosiologi karya sastra mengkaji isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Sosiologi pembaca mengkaji permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra serta sejauh mana karya sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan social. Hasil penelitian ini dapat berimplikasi pada masyarakat juga pada dunia pendidikan. Pada penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada sumber data yang digunakan, yaitu kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu. Kemudian perbedaan antara kedua penelitian terletak pada teori yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ade Solihat teori yang digunakan adalah kajian sosiologi sastra, sedangkan pada penelitian ini teori yang digunakan adalah analisis wacana kritis Sara Mills. Hal ini tentu menjadikan hasil penelitian pada keduanya berbeda. 2. Konstruksi Tokoh Perempuan dalam Cerpen-Cerpen pada Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu (Eka Aprilia Sulistyarini, 2015: Universitas Airlangga) Topik yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah ketidakadilan gender yang terdapat dalam kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian tersebut memiliki hasil sebagai 10

3 berikut: konstruksi pada masing-masing tokoh yakni tokoh ibu dan tokoh anak perempuan. Konstruksi pada tokoh ibu terjadi saat ia menghukum anak perempuan dengan kekerasan psikis dan fisik, hal ini dikarenakan tokoh ibu memiliki dendam dengan tokoh ayah. Konstruksi pada tokoh anak perempuan terjadi saat ia mulai menunjukkan perkembangan watak yang mengarah pada sifat negatif dan menunjukkan perlawanan pada tokoh ibu, hal tersebut dikarenakan jika ia tidak melawan maka tokoh ibu tetap menghukumnya. Konstruksi pada kedua tokoh perempuan tersebut memiliki makna sebagai kritik hubungan ibu dan anak perempuan di masyarakat. Ada upaya penindasan yang dilakukan perempuan pada perempuan lain dan rasa tanggung jawab yang dimiliki ibu pada anak perempuan lebih besar daripada ayah. Pada penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada sumber data yang digunakan, yaitu kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu. Kemudian perbedaan antara kedua penelitian terletak pada teori yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Eka Aprilia Sulistyarini teori yang digunakan adalah kritik sastra feminis, sedangkan pada penelitian ini teori yang digunakan adalah analisis wacana kritis Sara Mills. Hal ini tentu menjadikan hasil penelitian pada keduanya berbeda. 3. Ketidakadilan Gender dalam Kumpulan Cerpen Saia Karya Djenar Maesa Ayu: Tinjauan Sastra Feminis dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA (Eva Kartika Ayu Ningrum, 2016: Universitas Muhammadiyah Surakarta) Topik yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah ketidakadilan gender yang terdapat dalam kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu 11

4 dengan menggunakan teori kajian sastra feminis. Objek kajian dalam penelitian tersebut ialah tiga cerpen berjudul Air, Sementara, dan Mata Telanjang. Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian tersebut memiliki hasil sebagai berikut: (1) penulis memiliki latar sosio-historis yang selalu mengangkat permasalahan terhadap perempuan sehingga berpengaruh terhadap karya sastranya, (2) struktur ketiga cerpen tersebut bertema tentang perjuangan seorang perempuan, kehancuran hidup akibat pergaulan bebas, kehidupan penari telanjang di sebuah tempat hiburan malam, alur ketiga cerpen yaitu alur maju, dan memiliki latar waktu 2000-an, (3) penelitian ini terdapat empat ketidakadilan gender yang terbagi atas: subordinasi perempuan, stereotip perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja, (4) kumpulan cerpen Saia ini tidak dapat digunakan sebagai bahan ajar sastra pada pembelajaran Bahasa Indonesia SMA kelas X1 semester 1 karena tidak sesuai dengan kriteria kelayakan bahan ajar yaitu dari segi bahasa, psikologi, dan latar belakang sosial budaya. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada sumber data dan salah satu teori yang digunakan, yaitu kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu dan teori representasi ketidakadilan gender. Kemudian perbedaan antara kedua penelitian terletak pada teori lain yang digunakan dan jumlah cerpen yang dikaji. Pada penelitian yang dilakukan oleh Eva Kartika Ayu Ningrum teori yang digunakan adalah kajian sastra feminis, sedangkan pada penelitian ini teori yang digunakan adalah wacana feminis. Jumlah cerpen yang diteliti oleh penelitian sebelumnya hanya tiga cerpen, sedangkan dalam penelitian ini sejumlah 14 cerpen. Hal ini tentu menjadikan hasil penelitian pada keduanya berbeda. 12

5 Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. Hal itu dibuktikan dengan sumber data, teori dan analisis kajian yang digunakan dalam penelitian. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berfokus pada representasi ketidakadilan gender dalam kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu dengan analisis wacana kritis Sara Mills. B. Landasan Teori 1. Wacana Arti kata wacana sangat banyak digunakan serta memiliki makna yang luas tergantung lingkup dan konteks disiplin ilmu yang memakainya. Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap (Douglas dalam Mulyana, 2005:3). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Seiring perkembangannya, kata itu kemudian mengalami perubahan menjadi kata wacana. Bentuk ana yang ada di dibelakang kata ini merupakan sufiks (akhiran) yang bermakna membendakan (nominalisasi) kata tersebut. Oleh sebab itu, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Hal ini senada dengan pendapat Eriyanto (2015:1) yang mengartikan wacana sebagai pembicaraan atau diskursus. Menurut Guy Cook (dalam Eriyanto, 2015:9) ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana. Pertama, teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi 13

6 komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Jadi, disimpulkan bahwa teks adalah segala sesuatu yang dapat dimaknai. Kedua, konteks merujuk kepada semua situasi dan hal yang berada di luar teks yang mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan, situasi dimana teks itu diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya. Ketiga, wacana adalah gabungan antara teks dan konteks. Ketiga hal ini saling berkaitan dalam rangka menafsirkan sebuah wacana. Menurut Murahimin (dalam Sobur, 2009:10) mengartikan wacana sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, dan komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur. Wacana dapat berbentuk lisan dan tulisan juga sejalan dengan pendapat Tarigan (dalam Mulyana, 2005:6), wacana adalah satuan bahasa paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tulisan. Kemudian Jorgensen dan Phillips (2010:12) dalam menjelaskan kata kunci dalam teori wacana Laclau dan Moufee adalah perjuangan kewacanaan (discursive struggle). Dia menegaskan bahwa tidak ada wacana yang merupakan entitas tertutup: namun wacana senantiasa mengalami transformasi-transformasi karena adanya kontak dengan wacana-wacana lain. Yang terpenting, lahirnya makna dalam wacana-wacana itu mampu menyusun dan mengubah dunia. Wacana-wacana yang berbeda itu masing-masing menunjuk sebanyak dan seselaras mungkin menuju ke arah tindakan yang berbeda-beda. 14

7 Dalam pengertian yang lebih sederhana, wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull dalam Sobur, 2009:11). Menurut Sobur (2009:11), yang merangkum berbagai pengertian wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental bahasa. Berdasarkan beberapa pengertian wacana munurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa wacana ialah satuan bahasa yang dianggap paling lengkap berisi ungkapan tentang suatu hal secara teratur dan sistematis dalam bentuk lisan maupun tulisan, serta senantiasa mengalami transformasi-transformasi karena adanya kontak dengan wacana-wacana lain. Kemudian dengan pemahaman akan makna dalam wacana diharapkan dapat mengubah dunia. 2. Analisis Wacana Kritis CDA (Critical Discourse Analysis) merupakan wilayah kritis yang berlaku linguistik dimana hubungan antara bahasa, kekuatan, dan ideologi adalah titik fokus yang penting (Tavakoli dalam Sideeg, 2015: 2). Hal ini sejalan dengan Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2015:7) menjelaskan bahwa analisis wacana kritis melihat wacana sebagai bentuk dari praktek sosial. Ketika wacana dimasukkan kedalam praktik sosial maka terjadi hubungan dialektis di antara peristiwa; hubungan diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Produksi wacana juga memiliki efek ideologis yang dapat diartikan wacana tersebut dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan 15

8 kekuasaan yang tidak imbang diantara kelas-kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok minoritas dan mayoritas yang direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis akan menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Analisis wacana kritis memandang dirinya sebagai penelitian yang melibatkan secara politis dengan suatu kebutuhan emansipasitoris: mencoba memberikan dampak pada praktik sosial dan hubungan sosial, misalnya dalam pengembangkan profesi guru, elaborasi panduan bagi penggunaan bahasa noneksis atau usulan untuk meningkatkan daya pemahaman berita dan teks hukum. Penekanan penelitian yang muncul dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut meliputi penggunaan bahasa dalam organisasi, dan penelitian terhadap prasangka dalam hal-hal umum, dan rasisme, terutama anti-semitisme dan seksisme (Titscher dkk., 2009:240). Foucault (dalam Eriyanto 2015:66) berpendapat kekuasaan selalu terakulasikan lewat pengetahuan dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Kuasa tidak bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi. Bagi Foucault, kuasa tidak bersifat subjektif. Kuasa bekerja dengan cara positif dan produktif. Kuasa mereprodusir realitas dan mereprodusir lingkup-lingkup objek-objek, serta ritus-ritus kebenaran. Kekuasaan dalam pandangan Foucault disalurkan melalui hubungan sosial dimana terdapat bentuk-bentuk kategorisasi perilaku baik-buruk. Peran kekuasaan itu bereproduksi terus-menerus salah satunya lewat wacana. 16

9 Pemaknaan analisis wacana juga memiliki banyak arti yang luas karena disesuaikan pula dengan ruang lingkup dan disiplin ilmu yang menggunakannya. Namun, benang merah dari berbagai defenisi itu selalu bersinggungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa (Eriyanto, 2015:4). Bahasa dalam analisis wacana dipandang sebagai suatu hal yang dinamis atau luwes dan lebih memperhatikan interaksi antarpenutur disertai kekuasaan yang melatarbelakanginya. 3. Feminisme Sara Mills Sara Mills dikenal sebagai salah satu penulis teori wacana yang lebih banyak memusatkan perhatian pada wacana mengenai feminisme yaitu bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, termasuk dalam karya sastra. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Sara Mills sering juga disebut sebagai perspektif feminis. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan perempuan. Pemikiran Mills juga tak dapat terlepas dari Michael Foucault terhadap diskursus karena karya-karya Foucault sangatlah penting bagi perkembangan berbagai teori yang salah satunya diolah menjadi teori wacana feminis. Analisis wacana feminis berpijak pada teori wacana Foucault dan banyak mendapat pengaruh dari CDA (Critical Discourse Analysis) yang dikembangkan Fairclough dan Wodak. Pengusungan prinsip-prinsip Foucault dalam FDA (Feminist Discourse Analysis) sesungguhnya dianggap ironis mengingat Foucault hampir tidak pernah secara khusus memperbincangkan persoalan gender dalam tulisan-tulisannya. Namun pandangan Foucault tentang 17

10 relasi kekuasaan memberi banyak inspirasi bagi kaum feminis yang kemudian meminjamnya dalam memformulasikan FDA. FDA dapat dikatakan sebagai pertemuan antara feminisme (postrukturalis), Foucault dan CDA. Tentu, perbedaan antara CDA dan FDA adalah pada fokus perhatiannya, sementara metode yang digunakan tidak terlampau berbeda. Fokus FDA ditujukan pada pemberdayaan perempuan dan keadilan gender, dan oleh karenanya ia banyak menggunakan teori gender dan feminisme (postrukturalis) dalam mengungkapkan manifes relasi kekuasaan dan ideologi dalam wacana (Purbani, 2009:8). Analisis wacana feminis merupakan pendekatan yang dibedakan dengan fokus pada mengungkapkan hubungan kekuasaan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial mereka (Saber, 2014:1). Pengaruh feminisme postrukturalis dalam FDA terletak pada perhatiannya yang besar terhadap isu-isu yang bersifat personal dan individual, tapi sekaligus majemuk, yang kurang pendapat perhatian pada gerakan feminisme mazhab sebelumnya. Seperti diketahui feminis postrukturalis menurut Mills (2004:71-75) atau yang dalam tataran praksis sering pula disebut sebagai feminisme gelombang ketiga di antaranya memiliki slogan bahwa personal is political, yang memberi perhatian pada isu-isu yang tadinya dianggap kurang penting seperti pengasuhan anak, ketenagakerjaan domestik, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hak-hak reproduksi perempuan. Slogan personal is political yang kemudian memberi roh feminisme postrukturalis ini sesungguhnya berlandaskan pada pendapat Foucault yang menyatakan bahwa 18

11 segala sesuatunya bersifat politis = everything is political (Mills, 2004:71-72). Pandangan ini sangat berguna karena memberi ruang sekaligus harapan bagi kaum perempuan untuk melakukan penolakan terhadap tekanan-tekanan yang mereka hadapi melalui kegiatan sehari-hari serta suara-suara personal mereka. Seperti analisis wacana lain, Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Akan tetapi berbeda dengan analisis dari linguistik tradisional yang memusatkan perhatian pada struktur kata, kalimat, atau kebahasaan, Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks (Eriyanto, 2015: ). Sara Mills (dalam Eriyanto, 2015:200) melihat pada bagaimana posisiposisi aktor ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi ini dalam arti siapa menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain posisi-posisi aktor dalam teks, Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks. Posisi ini akan menempatkan pembaca pada salah satu posisi dan mempengaruhi bagaimana teks itu hendak dipahami dan bagaimana pula aktor ditempatkan. Pada akhirnya cara penceritaan dan posisi-posisi yang ditempatkan dan ditampilkam dalam teks ini membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate. Pada 19

12 pemikiran Sara Mills, muncul kerangka analisis wacana yang mengklasifikasikan posisi-posisi tertentu sebagai berikut. Tabel 2.2. Kerangka Analisis Wacana Sara Mills Tingkat Yang Ingin Dilihat Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masingmasing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya atau kehadirannya. Posisi Penulis- Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca diposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasi dirinya. Sumber: Eriyanto. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media Dalam membentuk wacana tersebut, tentu ada strategi wacana tertentu yang dilakukan sehingga ketika ditampilkan dalam teks, perempuan tergambar secara buruk (Eriyanto, 2015:199). Analisis wacana dari Sara Mills berbeda dengan model critical linguistics yang memusatkan perhatian pada struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak. Mills lebih memusatkan perhatian pada bagaimana posisi aktor-aktor yang ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi itu memberi gambaran siapa yang menjadi subjek dan objek dalam penceritaan tersebut. Selain itu, Mills juga memasukkan bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks dalam arti pemoposisian ini akan memberikan dampak mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung 20

13 maupun tidak langsung. Dalam analisa Sara Mills, terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut. a. Posisi Subjek Terhadap Objek Seperti analisis wacana lain, Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak (Eriyanto, 2015:200). Bagi Mills posisi-posisi yang ditampilkan dalam teks pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Misalnya ada aktor yang mempunyai posisi tinggi ditampilkan dalam teks, ia akan mempengaruhi bagaimana dirinya ditampilkan dalam teks dan bagaimana pihak lain ditampilkan. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek yang mendefenisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Mills berpendapat bahwa posisi itulah yang menentukan semua bangunan unsur teks, dalam pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk mendefenisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain ke dalam bentuk struktur wacana tertentu yang dihadirkan kepada khalayak (Eriyanto, 2015:201). Dalam konsep Sara Mills, kita perlu mengkritisi bagaimana sebuah peristiwa ditampilkan dan bagaimana pihak-pihak yang terlibat diposisikan dalam teks. Karena sebuah peristiwa pasti mengalami proses konstruksi atau bentukan dari si pencerita yang kemudian dapat memilih sudut pandang, 21

14 mendefenisikan peran aktor-aktor di dalamnya, bahkan membentuk karakterkarakter aktor di dalamnya. Posisi subjek dan objek dalam representasi mengandung muatan ideologis tertentu yang ditentukan oleh si pembuat teks atau penulis. b. Posisi Penulis Terhadap Pembaca Selain posisi subjek-objek yang menarik dalam model analisis Sara Mills adalah bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks (Eriyanto, 2015: 203). Gagasan Mills mengenai posisi pembaca sangat dipengaruhi oleh gagasan Louis Althusser mengenai interpelasi yang berhubungan dengan pembentukan subjek ideologi dalam masyarakat dan kesadaran yang berhubungan dengan penerimaan individu tentang posisi-posisi itu sebagai suatu kebenaran. Mills menolak pandangan para ahli yang tidak mempertimbangkan posisi pembaca dalam teks. Selama ini, suatu teks hanya dilihat dari posisi penulis yang dihubungkan dengan konteks semata namun tidak melihat keberadaan posisi pembaca yang mengonsumsi teks tersebut. Teks adalah hasil negoisasi penulis dan pembaca. Oleh karena itu, pembaca disini tidaklah dianggap sebagai pihak yang menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Bagi Mills, membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan penulis dengan teks dan pembaca memiliki sejumlah kelebihan. Pertama, model semacam ini akan komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tetapi juga resepsi. Kedua, posisi pembaca di sini ditempatkan dalam posisi yang penting karena teks memang ditujukan untuk 22

15 secara langsung atau tidak langsung berkomunikasi dengan khalayak (Eriyanto, 2015:204). Mills (dalam Badara 2012: 52-53) lebih memusatkan perhatian pada gender dan pemosisian pembaca. Laki-laki dan perempuan dipandang mempunyai persepsi yang berbeda ketika membaca suatu teks. Mereka juga berbeda dalam menempatkan posisi dirinya dalam teks. Keterlibatan pembaca dalam wacana gender ditandai dengan pemakaian kata ganti seperti anda. saya, kami, atau kita dalam teks jelas dapat menempatkan pembaca menjadi bagian yang integral dalam keseluruhan teks. Secara tidak langsung, penulis telah memperhitungkan keberadaan pembaca dalam teks yang disusunnya. Kehadiran itu dapat diperhitungkan untuk menarik dukungan, simpati, atau menekan pembaca. Pada penelitian ini posisi pembaca akan ditentukan oleh posisi penulis. Artinya, bagaimana penulis menempatkan pembaca dalam teks. Penulis melalui tulisannya menuntun pembaca ke dalam posisi tertentu yang dapat dikategorikan kepada posisi yang akan dipengaruhi atau bahkan pada pihak yang tertuduh sebagai pelaku. Menurut Eriyanto (2015:208), dalam novel atau cerpen dibangun dengan serangkaian karakter dan plot yang dirangkai penulis untuk mempengaruhi pembaca. Kemudian pemosisian pembaca seperti keinginan penulis pada akhirnya berpotensi melestarikan bias gender yang ada dalam masyarakat. Hal ini digunakan penulis untuk menghadirkan isu ketidakadilan gender dan menyampaikan pesan dalam karyanya. 23

16 4. Ketidakadilan Gender dalam Wacana Representasi pada dasarnya berarti bahwa sesuatu hal yang bisa direpresentasikan oleh wakil ketika hal tersebut secara fisik tidak ada. Dalam wacana, hal ini terjadi karena kelompok secara sosial tidak bisa diterapkan sebelumnya, kelompok-kelompok itu tidak ada sampai disusun dalam wacana kondisi semacam ini menyebabkan hadirnya pernyataan atau tindakan atas nama kelompok. Menurut Darma (2013:148) representasi menjadi salah satu kata kunci dalam wacana feminis, dalam arti bahwa para feminis harus menyadari bahwa realitas merupakan representasi buatan manusia, termasuk representasi mengenai perempuan. Salah satu representasi dalam wacana perempuan ialah perihal kekuasaan. Eriyanto (2015:11) berpendapat bahwa analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Setiap wacana muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam dalam wacana mengenai rasisme, kekuasaan perusahaan berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan, dan sebagainya. Anang Santoso (2007) dalam sebuah tulisannya yang membahas Bahasa Perempuan mengkategorikan tiga teori relasi dan gender, yakni teori-teori dominasi, perbedaan, dan analisis gender. Satu penjelasan yang ditawarkan oleh 24

17 teori dominasi terhadap perbedaan bahasa perempuan dan laki-laki adalah berkenaan dengan kekuasaan (power). Menurut Wareing (dalam Santoso, 2007) perbedaan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki adalah penyebab utama variasi wacana yang dihasilkan. Teori ini berhasil menunjukkan bahwa secara statistik bahwa laki-laki cenderung memiliki kekuasaan atau kekuatan yang lebih dibandingkan perempuan, baik secara fisik, finansial, dan dalam hierarki di tempat kerja. Meskipun ada satu atau dua perempuan yang memiliki kekuasaan yang melebihi laki-laki, fenomena itu dianggap sebagai pengecualian atau kasus unik. Bagi Foucault (dalam Darma, 2013:150), pengetahuan adalah kekuasaan, kekuasaan bertujuan membatasi yang lain. Menurutnya pengetahuan tak hentihentinya berputar dalam pembebasan dan perbudakan. Misalnya suatu percakapan tentang seksualitas bisa mewujudkan pengetahuan. Pengetahuan ini akhirnya mewujudkan kekuasaan. Foucault menyimpulkan bahwa dunia dibangun oleh ribuan hubungan kekuasaan dan setiap kekuasaan menurunkan suatu perlawanan. Kekuasaan dalam ranah gender berkaitan erat dengan ketidakadilan gender yang muncul akibat adanya perbedaan gender. Sesungguhnya perbedaan gender tidak akan bermasalah sepanjang tidak melakukan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur yang membuat laki-laki dan perempuan menjadi korban untuk memahami bagaimana perbedaan gender dapat menimbulkan ketidakadilan gender. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan yang terjadi secara nyata. Fakih (2013:13) mengklasifikasikan ketidakadilan gender dalam berbagai bentuk, yakni: (1) 25

18 marginalisasi perempuan, (2) subordinasi, (3) stereotipe, (4) kekerasan, serta (5) beban kerja. Penjelasan masing-masing ketidakadilan gender tersebut sebagai berikut. a. Marginalisasi Perempuan Proses terjadinya marginalisasi sesungguhnya banyak terjadi pada perempuan maupun laki-laki yang mengakibatkan kemiskinan, namun salah satu bentuk pemiskinan terjadi atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Fakih (2013:14) menjelaskan bahwa marginalisasi terhadap perempuan bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Magninalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat kerja, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya banyak di antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan. b. Subordinasi Subordinasi terhadap perempuan diawali dari anggapan bahwa perempuan bersifat irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin dan berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan 26

19 perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Fakih (2013:16) mencontohkan fenomena subordinasi di tanah Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan, pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dia bisa mengambil keputusan sendiri. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktik seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil. c. Stereotipe Stereotipe secara umum merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang hampir selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Pandangan gender menjadi salah satu sumber dari stereotipe tersebut. Menurut Fakih (2013:16-17) banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka. Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan steretipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat beranggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan 27

20 kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintahan, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut. d. Kekerasan Menurut Fakih (2013:17) kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai macam sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violance. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Fakih (2013:18-20) mengklasifikasikan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender meliputi: (1) pemerkosaan, (2) tindakan pemukulan, (3) kekerasan dalam pelacuran, (4) pornografi, (5) kekerasan terselubung, dan (6) pelecehan seksual. Pertama, bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan ini seringkali tidak bisa terekspresikan disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ketakutan, malu, keterpaksaan baik ekonomi, sosial maupun kultural, tidak ada pilihan (Fakih, 2013: 17-18). Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violance). Menurut Fakih (2013:18) tindakan semacam ini 28

21 termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak (child abuse). Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. Alasan terkuat dalam tindakan ini adalah anggapan dan bias gender di masyarakat, yakni untuk mengontrol kaum perempuan. Ketiga, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat dan negara selalu menggunakan standar ganda terhadap pekerja seksual ini. Di satu sisi pemerintah melarang dan menangkapi mereka, tetapi di lain pihak negara juga menarik pajak dari mereka. Sementara seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun di tempat pusat kegiatan mereka selalu saja ramai dikunjungi orang (Fakih, 2013:18-19). Keempat, kekerasan dalam bentuk pornografi. Menurut Fakih (2013:19) pornografi adalah jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk kekerasan nonfisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan di mana tubuh perempuan dijadikan objek komersil demi keuntungan seseorang. Kelima, kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bis. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana (enforced sterilization). Keluarga Berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi sumber kekeraasan 29

22 terhadap perempuan. Dalam rangka memenuhi target mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan seringkali dijadikan korban demi program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal dari kaum laki-laki. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa sterilisasi yang seringkali membahayakan baik fisik maupun jiwa mereka (Fakih, 2013:19-20). Keenam, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual emotional harassment. Menurut Fakih (2013:19-20) ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umum terjadi adalah unwanted attention from men. Banyak orang membela bahwa pelecehan seksual itu sangat relatif karena sering terjadi tindakan itu merupakan usaha untuk bersahabat. Tetapi sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut, karena tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi perempuan. Beberapa bentuk tindakan yang bisa dikategorikan pelecehan seksual, meliputi: (a) menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara yang dirasakan sangat ofensif, (b) menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor, (c) mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya, (d) meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya, serta (e) menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan. 30

23 e. Beban Kerja Beban kerja yang terlalu berat pada perempuan terjadi akibat adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah, mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga memelihara anak. Di kalangan keluarga miskin, beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika si perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul kerja ganda. Di lain pihak kaum lakilaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai pekerjaan domestik itu. Kesemuanya itu telah memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban kerja kaum perempuan (Fakih, 2013: 21-22). 5. Sastra Feminis Cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek. Ukuran panjang dan pendek cerpen masih belum berada pada titik sepakat oleh para pengarang dan para ahli. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Nurgiantoro, 2010:10) cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk menyelesaikan novel. Nurgiantoro (2010: 11-12) menjelaskan bahwa kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak dari sekadar apa yang diceritakan. Hal ini terjadi karena di dalam sebuah cerpen 31

24 terdapat pesan yang ingin diungkapan pengarang melalui fenomena yang diangkat. Feminisme merupakan salah satu tema penting yang menghadirkan fenomena-fenomena yang terjadi pada perempuan. Apakah feminisme itu? Menurut Moeliono, dkk (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2013:61) secara leksikal, feminisme merupakan gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Persamaan hak ini meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (Djayanegara dalam Sugihastuti dan Suharto, 2013:61). Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimiliki kaum laki-laki selama ini. Dengan demikian, feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri. Cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra menjadi salah satu sarana bagi pengarang dalam menyampaikan wacana lewat isu atau fenomena yang ada di dalamnya. Feminisme menjadi salah satu isu yang sering digunakan pengarang untuk menyampaikan berbagai permasalahan dan pandangan perempuan. Lewat karya sastra, pengarang mengajak pembaca untuk membaca sebagai perempuan. Menurut Culler (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2013:7) membaca sebagai perempuan adalah kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra. Dengan demikian, pengarang dalam karyanya ingin menyampaikan berbagai keresahan yang ada 32

25 pada gender tertentu yaitu perempuan, dengan harapan pembaca mampu memahami makna yang terkandung. C. Kerangka Pemikiran Representasi Ketidakadilan Gender dalam Wacana Kumpulan Cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu (Analisis Wacana Kritis Feminis) Kumpulan Cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu Analisis Wacana Analisis Wacana Kritis Feminisme Sara Mills Posisi Subjek-Objek Posisi Penulis- Pembaca Representasi Ketidakadilan Gender dalam masing-masing cerpen 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Pemberdayaan Perempuan a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan berasal dari kata empowerment merupakan konsep yang lahir dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan 324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. BAB II KAJIAN TEORI Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori tersebut adalah Representasi, Cerita Pendek, Feminisme,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP PERSAINGANIKLAN SELULER Studi Kasus Iklan XL versus AS ABSTRAK Tujuan penelitian ini cidalah mencari makna teks dan konteks dalam media televisi terhadap kondisi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

KETIDAKADILAN JENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY : TINJAUAN SASTRA FEMINIS SKRIPSI

KETIDAKADILAN JENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY : TINJAUAN SASTRA FEMINIS SKRIPSI KETIDAKADILAN JENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY : TINJAUAN SASTRA FEMINIS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:21) adalah seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER. Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER. Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER 2.1 Defenisi Novel Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil dan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Setelah melakukan analisis terhadap struktur dan analisis terhadap naskah drama Jamila dan Sang Presiden maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

Lebih terperinci

MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER

MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER Teti Sobari 1, Lilis Faridah 2 1 STKIP Siliwangi tetisobari@yahoo.com 2 SMPN 1 Soreang faridahlilis@gmail.com Abstrak Gender artinya perbedaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan BAB I PENDAHULUAN Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan dengan dilakukannya penelitian ini. Bagian ini meliputi, latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci