KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN"

Transkripsi

1 KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN New Zealand White JANTAN YANG DIBERI PELLET RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG Indigofera zollingeriana DAN Leucaena lucocephala SKRIPSI ROHIMAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN ROHIMAH. D Kecernaan Nutrien pada Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pellet Ransum Komplit Mengandung Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi MHK, M.Si Ketersediaan pakan merupakan faktor penting dalam suatu usaha pemeliharaan ternak. Pemberian pakan yang berkualitas baik dapat meningkatkan performa kelinci. Kendala dari pakan kelinci yaitu harganya yang relatif mahal. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemanfaatan leguminosa lokal yang mampu memenuhi kebutuhan nutirisi kelinci serta memiliki ketersediaan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pelet ransum komplit berbasis Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala dengan taraf yang berbeda terhadap kecernaan kelinci peranakan New Zealand White jantan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan New Zealand White jantan yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan bobot badan. Perlakuan yang digunakan terdiri dari R0 (Pellet Komersial), R1 (Ransum mengandung 30% L. leucocephala), R2 (Ransum mengandung 10% I. zollingeriana + 20% L. leucocephala), R3 (Ransum mengandung 20% I. zollingeriana + 10% L. leucocephala), R4 (Ransum mengandung 30% I. zollingeriana). Pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pada 3 hari terakhir masa pemeliharaan dilakukan koleksi sampel feses untuk mengukur kecernaan pakan. Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 8 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi. Kemudian minggu ke-3 sampai ke-8 dilakukan pengamatan. Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar serta konsumsi bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar merupakan parameter yang diukur dalam penelitian ini. Seluruh data tersebut dianalisis dengan ANOVA dan Uji Lanjut Kontras Ortogonal. Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik dan serat kasar kelinci, serta kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar. Konsumsi bahan kering, bahan organik, dan serat kasar kelinci berturut-turut berkisar antara 66,46-88,47 gr/ekor/hari, 60,26-80,02 gr/ekor/hari dan 6,09-9,52 gr/ekor/hari, sedangkan kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar kelinci berturut-turut berkisar antara 68,70%-82,71%, 72,25%- 80,53%, 65,80%-78,09% dan 52,69%-61,98%. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap konsumsi protein kasar dan lemak kasar serta kecernaan lemak kasar kelinci. Konsumsi protein kasar kelinci yang diberi perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 berturut-turut sebesar 18,52 gr/ekor/hari, 22,44 gr/ekor/hari, 19,91 gr/ekor/hari, 23,52 gr/ekor/hari dan 19,31 gr/ekor/hari, sedangkan konsumsi lemak kasar kelinci yaitu sebesar 6,97 gr/ekor/hari untuk R0, 7,67 gr/ekor/hari untuk R1, 5,44 gr/ekor/hari untuk R2, 7,89 gr/ekor/hari untuk R3 dan 5,38 gr/ekor/hari untuk R4. Nilai kecernaan lemak kasar kelinci yaitu R0 sebesar 90,97%, R1 sebesar 81,85%, R2 i

3 sebesar 75,38%, R3 sebesar 84,97%, dan R4 sebesar 79,02%. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan hijauan Leucaena leucsocephala dalam ransum kelinci dapat digantikan I. zollingeriana tanpa mempengaruhi kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar kelinci. Kata kunci : kecernaan, kelinci peranakan New Zealand White jantan, pellet Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. ii

4 ABSTRACT Digestibility of the Pellet Complete Ration Containing Indigofera zollingeriana and Leucaena leucocephala in Cross bred New Zealand White Male Rabbit Rohimah, Nahrowi and Karti, P. D. M. H This research aim were to evaluate and compare dry matter, organic matter, crude fiber, crude fat, and crude protein digestibilities of I. zollingeriana and Leucaena leucocephala as pellet complete ration in New Zealand White male rabbits. Twenty rabbits of 4 months of ages, (1807± 255,87gram/head) were randomly assigned to one of the four treatments, i.e: R0 (Comercial diet), R1 ( Ration containing 30% Leucaena leucocephala), R2 ( Ration containing 20% Leucaena leucocephala + 10% I. zollingeriana), R3 ( Ration containing 10% Leucaena leucocephala+ 20% I. zollingeriana), R4 ( Ration containing 30% I. zollingeriana). The diets and water were offered ad libitum to the rabbits. Data from Completely Randomized Block Design (CRBD) were analyzed for ANOVA and contras orthogonal test. The result showed that treatments did not significantly affect intake of organic matter and crude fiber, but significantly affected intake of crude protein and crude fat. The treatments did not significantly affect digestibility of dry matter, crude fiber, crude protein and organic matter digestibility, but significantly affected crude fat digestibility. Digestibility of crude fat was 90,97%, 81,85 %, 75,38%, 84,97 % and 79,02% respectively for R0, R1, R2, R3 and R4. It is concluded that the substitution of Leucaena leucocephala with I. zollingeriana in rabbit diets did not affect dry matter, organic matter, crude protein and crude fiber digestibility. Keywords: cross bred New Zealand White rabbit, digestibility, pellet complete ration of Indigofera zollingeriana and Leucaena leucocephala.

5 KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN New Zealand White JANTAN YANG DIBERI PELLET RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG Indigofera zollingeriana DAN Leucaena lucocephala ROHIMAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

6 Judul Nama NIM : Kecernaan Nutrien pada Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pellet Ransum Komplit Mengandung Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala : Rohimah : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, ( Prof Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc) NIP (Dr. Ir. Panca Dewi. M.H.K, M.Si) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP Tanggal Ujian: 10 September 2012 Tanggal Lulus: v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 15 Desember Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Mustamar dan Ibu Sukarlina. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Islam Raudhatul Athfal dan tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN Sukowono 3 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 2 Sukowono. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Kalisat pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di IDC (IPB Debating Community) sebagai anggota periode , BEM Fakultas Peternakan sebagai bendahara departemen RPM Internal periode Penulis juga aktif mengikuti organisasi FAMM AL-AN AAM, sebagai anggota divisi informasi dan komunikasi periode Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Jember-Bogor (IMJB) periode Penulis juga pernah mendapat beberapa penghargaan yaitu sebagai murid teladan tahun 2002 dan berkesempatan menjadi peserta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang lolos didanai DIKTI sebanyak 5 proposal (4 PKMM dan 1 PKMP). Penulis juga mendapat kesempatan menjadi finalis PIM IPB 2012 dan mendapatkan beasiswa POM-IPB dan Ikatan Alumni Jawa Timur selama menempuh pendidikan di IPB. Bogor, September 2012 Rohimah D vi

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayat serta nikmat yang dikaruniakan oleh Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Kecernaan Nutrien pada Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pellet Ransum Komplit Mengandung Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut pertanian Bogor. Kelinci New Zealand White memiliki potensi besar dibudidayakan di Indonesia, hal tersebut dikarenakan kebutuhan daging di Indonesia yang belum mampu dipenuhi. Faktor utama penunjang keberhasilan pemeliharaan ternak kelinci adalah pakan. Pemberian pakan yang berkualitas dan berkuantitas baik, kelinci dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Kendala dari pakan kelinci yaitu harganya yang relatif mahal. Pemanfaatan leguminosa lokal yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci dan memiliki daya simpan serta distribusi yang baik merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas kelinci. Legum yang memiliki komposisi nutrisi berkualitas dan berkuantitas baik adalah Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. Pengolahan daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala menjadi pellet akan mempermudah proses transportasi dan meningkatkan umur simpan pakan. Penelitian ini dirancang untuk membandingkan pengaruh pemberian ransum komplit mengandung hijauan yang berbeda terhadap kecernaan zat makanan pada kelinci peranakan New Zealand White jantan. Ibarat pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermnfaat dan diaplikasikan dengan baik. Bogor, September 2012 Penulis vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Ternak Kelinci... 3 Kebutuhan Nutrisi Kelinci... 4 Saluran Pencernaan Kelinci... 5 Ransum Komplit... 6 Indigofera zollingeriana dan Pengaruhnya terhadap Ternak... 7 Lamtoro (Leucaena Leucocephala) dan Pengaruhnya terhadap Kelinci... 9 Konsumsi Ransum Kecernaan Leguminosa pada Kelinci secara in vivo MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Ternak Kandang dan Peralatan Ransum Penelitian Metode Persiapan Hijauan Pembuatan Pelet Ransum Komplit Prosedur Kerja Persiapan Kandang Pemeliharaan Koleksi Feses Rancangan Percobaan i iii iv v vi vii viii x xi xii viii

10 Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi Bahan Kering Konsumsi Bahan Organik Konsumsi Protein Kasar Konsumsi Lemak Kasar Konsumsi Serat Kasar Kecernaan Zat Makanan Kecernaan Bahan Kering Kecernaan Bahan Organik Kecernaan Protein Kasar Kecernaan Lemak Kasar Kecernaan Serat Kasar KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Kebutuhan Nutrisi Kelinci Kebutuhan Bahan Kering Kelinci Susunan Ransum Kelinci Komposisi Nutrien Ransum Rataan Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan 100%BK Persentase Konsumsi Zat Makanan/Bobot Badan Rataan Kecernaan Zat Makanan x

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Saluran Pencernaan Kelinci Tanaman Indigofera zollingeriana Leucaena leucocephala Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Pellet Ransum Komplit Perlakuan Pemeliharaan Skema Koleksi Feses xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 ANOVA Konsumsi Bahan Kering ANOVA Konsumsi Bahan Organik ANOVA Konsumsi Protein Kasar ANOVA Konsumsi Lemak Kasar ANOVA Konsumsi Serat Kasar ANOVA Persentase Konsumsi Bahan Kering/Bobot Badan ANOVA Persentase Konsumsi Bahan Organik/Bobot Badan ANOVA Persentase Konsumsi Protein Kasar/Bobot Badan ANOVA Persentase Konsumsi Lemak Kasar/Bobot Badan ANOVA Persentase Konsumsi Serat Kasar/Bobot Badan ANOVA Kecernaan Bahan Kering ANOVA Kecernaan Bahan Organik ANOVA Kecernaan Protein Kasar ANOVA Kecernaan Lemak Kasar ANOVA Kecernaan Serat Kasar xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan kelinci. Kelinci berproduksi dengan baik jika diberikan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Permasalahan yang terjadi di peternakan kelinci pada umumnya adalah manajemen pakan yang dilakukan secara tradisional sehingga peternak kurang memperhatikan kecukupan nutrisi kelinci seperti pemenuhan energi, protein dan air. Kekurangan zat makanan dapat mempengaruhi performa ternak. Menurut Ensminger et al. (1990), pakan kelinci dapat berupa hijauan, namun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga produksinya tidak akan maksimum, oleh karena itu dibutuhkan pakan konsentrat. Kendala penggunaan konsentrat adalah harganya yang mahal, sehingga dapat memberatkan peternak untuk itu diperlukan pakan alternatif yang berkualitas baik dan harganya murah. Leucaena leucocephala merupakan leguminosa yang memiliki protein tinggi sehingga bisa digunakan sebagai campuran pakan kelinci. Menurut Onwudike (1995), pellet berbasis daun lamtoro lebih disukai oleh kelinci dibandingkan daun gamal. Selanjutnya Onwudike (1995), menyatakan bahwa pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang menyebabkan kerontokan dan reddish (urin berwarna cokelat) pada kelinci. Penggunaan Indigofera zollingeriana atau yang biasanya dikenal dengan istilah I. zollingeriana sebagai hijauan sumber protein adalah salah satu cara untuk mengurangi kadar daun lamtoro dalam pakan kelinci dan diharapkan mampu meningkatkan kecernaan kelinci sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Pengolahan daun I. zollingeriana dalam bentuk pellet akan mempermudah proses distribusi dan meningkatkan umur simpan pakan tanpa mengubah komposisi zat makanan. Pemberian 40% pellet I. zollingeriana pada ransum ternak kambing Peranakan Etawa dan Saanen dapat meningkatkan kecernaaan pakan dan produksi susu (Apdini, 2011). Suharlina (2010), menyatakan bahwa koefisien cerna bahan kering I. zollingeriana yang di ukur secara in vivo berkisar antara 68,21%-73,15%.

15 Pemberian I. zollingeriana dan kombinasi antara I. zollingeriana dan Leucaena luecocephala sebagai hijauan dalam pakan kelinci merupakan hal baru dan belum pernah dilaporkan, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kombinasi daun lamtoro dan I. zollingeriana yang tepat dalam ransum kelinci. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pelet ransum komplit yang mengandung I. zollingeriana dan Leucaena leucocephala terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan lemak kasar serta untuk mempelajari konsumsi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan lemak kasar kelinci peranakan New Zealand White jantan. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci merupakan hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke dan Patton, 1982). Klasifikasi kelinci menurut Damron (2003) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animal (hewan) Phylum : Chordata (mempunyai notochord) Sub phylum : Vertebrata (bertulang belakang) Kelas : Mamalia (memiliki kelenjar susu) Ordo : Logomorpha (memiliki dua pasang gigi seri rahang atas) Famili : Leporidae (rumus gigi 8 pasang diatas dan 6 pasang dibawah) Genus : Oryctolagus (morfologi yang sama) Spesies : Oryctolagus cuniculus. Bangsa kelinci yang biasanya paling banyak digunakan sebagai hewan penelitian adalah New Zealand White. Kelinci ini memiliki beberapa keunggulan antara lain: sifat produksi yang tinggi, tidak dibutuhkan biaya dalam pemeliharaan, siklus hidup yang pendek, daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, adaptif terhadap lingkungan yang baru, dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelinci New Zealand White termasuk dalam bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 4kg-5kg (Blakely dan Bade, 1991) dan mencapai bobot dewasa pada umur 5-6 bulan (Cheeke et al., 2000). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien dengan tingkat reproduksi tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi karena kelinci dapat memanfaatkan feses lunak yang dihasilkan dari kegiatan coprophagy. Kegiatan tersebut yaitu memakan kembali feses yang dikeluarkan sehingga dapat mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein mikroba yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi yang berguna (Cheeke,1983; Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci

17 merupakan ternak yang mempunyai potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat, periode kebuntingan yang pendek bila dibandingkan dengan ternak lain, seperti sapi, kerbau, babi, kecuali unggas (Cheeke et al., 1982). Seekor induk kelinci mampu beranak 4-5 kali dalam setahun dengan masa kebuntingan hari dan dari satu periode kelahiran dapat memberikan 6-8 ekor anak (Rismunandar, 1981) Kebutuhan Nutrisi Kelinci Kelinci mempunyai ukuran, kegunaan, warna dan panjang yang berbedabeda. Berat kelinci saat dewasa bervariasi mulai dari 1,5 kg sampai 7 kg (Blakely dan Bade, 1991). Bangsa kelinci yang dijadikan sebagai penghasil daging diantaranya California, Flemish giant, Satin dan New Zealand White karena sifat produksinya yang tinggi, tidak dibutuhkan banyak biaya dalam pemeliharaan, siklus hidup yang pendek, memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan tidak memerlukan tempat yang luas (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik kerena kelinci sangat cepat berkembang biak. Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kelinci Nutrient Kebutuhan Nutrisi Kelinci Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi Digestible Energy (kcal/kg) TDN (%) Serat kasar (%) Protein kasar (%) Lemak (%) Ca (%) 0,45 0,40 0,75 P (%) 0,55 0,5 Metionin + Cystine (%) 0,6 0,6 Lysin 0,65 0,75 Sumber: NRC (1977) Menurut Cheeke (1987), kebutuhan protein kelinci berkisar antara 12%-18 %, tertinggi pada fase menyusui sebesar 18% dan terendah pada fase dewasa sebesar 12%, kebutuhan serat kasar induk menyusui, bunting dan muda berkisar antara 10%- 4

18 12%, kebutuhan serat kasar kelinci dewasa sebesar 14% sedangkan kebutuhan lemak pada setiap periode pemeliharaan tidak berbeda yaitu sebesar 2% (Tabel 1). Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci (Tabel 2). Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci Status Bobot badan (BB) Kebutuhan bahan kering (Kg) (% BB) (g/ekor/hari) Muda 1,8-3,2 6,2-5, Dewasa 2,3-6,8 4,0-3, Bunting 2,3-6,8 5,0-3, Menyusui dengan anak 7 ekor 4,5 11,5 520 Sumber: NRC (1977) Saluran Pencernaan Kelinci Saluran pencernaan merupakan saluran yang memanjang yang dimulai dari mulut sampai anus yang berfungsi sebagai tempat pakan ditampung, dicerna, diabsorbsi dan tempat sisa pencernaan yang akan dikeluarkan. Gerakan pakan di saluran pencernaan dilakukan oleh adanya kontraksi atau gerakan peristaltik otot sirkuler dinding saluran pencernaan. Berbagai macam getah pencernaan yang berisi macam-macam enzim pencernaan yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan (Kamal,1994) Berdasarkan sistem pencernaannya, kelinci diklasifikasikan ke dalam hindgut fermentor yaitu saluran pencernaan bagian belakang memegang peranan penting seperti sekum dan kolon (McNitt et al., 1996). Pada ternak ruminansia fermentasi serat terjadi di dalam rumen, fermentasi pakan pada kuda terjadi di dalam kolon sedangkan pada kelinci terjadi di dalam sekum (Irlbeck, 2001). Mikroba banyak terdapat di dalam sekum, sekum pada kelinci sangat besar dibandingkan bagian lainnya dan berbentuk spiral (Gambar 1). Proporsi sekum pada saluran pencernaan kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya (Irlbeck, 2001). Sekum kelinci 5 sampai 6 kali lebih panjang dibandingkan kuda (Gidenne et al., 2002). Church (1991) menyatakan bahwa sekum pada kelinci mempunyai ukuran 5

19 panjang 40 cm dan berat 25 gram, sedangkan lambung pada kelinci mempunyai ukuran berat 20 gram, lambung pada kelinci memiliki kapasitas gram atau 17% bahan kering. Lambung memiliki ph yang asam yaitu berkisar antara 1,5-2,0. Usus halus pada kelinci memiliki ukuran panjang 330 cm dan berat 60 gram. Kapasitas usus halus pada kelinci yaitu berkisar antara gram atau setara dengan 7% bahan kering. Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci Sumber: Cheeke et al. (2000) Kelinci memiliki kebiasaan yang berbeda dari ternak lainnya yaitu kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut coprophagy. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B, dan memecahkan selulosa atau serat menjadi energi yang berguna. Ransum Komplit Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak setiap hari pada waktu tertentu selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang 6

20 seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan dalam status fisiologis tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok, produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1997). Ensminger et al. (1990) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum komplit antara lain: 1) meningkatkan efisiensi pemberian pakan, 2) meningkatkan konsumsi dari suplementasi hijauan yang kurang palatabel dengan konsentrat dan dapat mengganti konsentrat yang terbatas dengan hijauan sebagai campuran, 3) campuran ransum komplit dapat memudahkan ternak mendapatkan pakan lengkap. Keistimewaan ransum komplit adalah pencampuran bersama semua bahan-bahan pakan seperti hijauan, bijian, konsentrat, suplemen protein, vitamin dan mineral menjadi satu dan diberikan kepada ternak sebagai pakan tunggal. Indigofera zollingeriana dan Pengaruhnya terhadap Ternak Indigofera zollingeriana adalah tanaman leguminosa pohon dengan genus Indogofera dan memiliki sekitar 700 spesies yang tersebar secara geografis di Afrika tropis, Asia, Australia dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera sp. dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa dan terus berkembang hingga saat ini (Tjelele, 2006). Leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia tahan terhadap kekeringan, banjir, dan salinitas (Hassen et al. 2007). Berdasarkan penelitian Hassen et al., ( 2006) yang menggunakan beberapa spesies Indigofera sp. antara lain I. amorphoides, I. arecta, I. brevicalyx, I. coerulea, I. costata, I. cryptantha, I. spicata, I. trita, I. vicoides diketahui bahwa tanaman ini sangat berpotensi digunakan sebagai tanaman pakan sekaligus tanaman pelindung karena mampu memperbaiki kondisi tanah penggembalaan yang mengalami overgrazing dan erosi. Hasil penelitian Abdullah dan Suharlina (2010) menunjukkan bahwa manajemen panen yang optimal ditinjau dari aspek produktivitas dan kualitas nutrisi adalah panen pertama dilakukan pada umur 8 bulan disertai dngan frekuensi panen setiap 60 hari dengan tinggi potongan 1,5 m diatas permukaan tanah. Tepung daun Indigofera zollingeriana 7

21 mengandung protein kasar sebesar 27,9%, NDF 19%-50%, serat kasar 15%, fospor 0,19%, kalsium 0,22 dan kecernaan bahan organik yang diukur secara in vitro sebesar 56%-72% (Hassen et al. 2007). Taksonomi tanaman Indigofera sebagai berikut divisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae bangsa : Rosales suku : Leguminosae marga : Indigofera jenis : Indigofera zollingeriana Gambar 2: Tanaman Indigofera zollingeriana Sumber : Dokumentasi Penelitian Pellet daun Indigofera zollingeriana memiliki kandungan protein kasar sebesar 25,66% sehingga dengan kandungan protein kasar tersebut dapat dijadikan bahan pakan pengganti konsentrat (Abdullah, 2010). Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan taninnya sangat rendah berkisar antara 0,6 ppm-1,4 ppm (jauh dibawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi), rendahnya kandungan tanin ini juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya (Abdullah, 2010). Produksi 8

22 bahan kering total Indigofera zollingeriana adalah 51 ton/ha/tahun (Abdullah 2010). Tarigan (2009) menyatakan bahwa nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum terhadap kambing Boerka adalah 60%. Lamtoro ( Leucaena leucocephala) dan Pengaruhnya terhadap Kelinci Lamtoro ( Leucaena leucocephala) merupakan tanaman legum pohon serba guna. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Tanaman lamtoro dapat diberikan pada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase dan pellet. Hijauan lamtoro sangat baik sebagai pakan ternak, dikarenakan daum lamtoro kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral (Soeseno dan Soedaharoedjian, 1992). Menurut Mtenga dan Laswai (1994) lamtoro memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 21%, kandungan NDF sebesar 4,28% sedangkan kandungan asam aminonya cukup tinggi dan juga memiliki antinutrisi seperti mimosin dan tanin. Berdasarkan penelitian Futiha (2010), lamtoro memiliki kandungan protein kasar sebesar 26,07%, serat kasar 17,73%, lemak kasar 5%, Kalsium 1,86% dan Fospor 0,25%. Laconi dan Widiyastuti (2010) menyatakan bahwa kandungan mimosin pada daun lamtoro berkisar antara 2%-6%. Gambar 3. Leucaena leucocephala Sumber : Dokumentasi Penelitian 9

23 Menurut Onwudike (1995), pellet berbasis daun lamtoro lebih disukai oleh kelinci dibanding daun gamal, namun pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertumbuhan bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang menyebabkan kerontokan dan reddish ( urin berwarna cokelat) pada kelinci. Wood et al. ( 2003) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar mimosin daun lamtoro akibat pemanasan pada suhu 60ºC dan 145ºC yaitu sebesar 43%. Selain itu, terjadi inaktivasi mimosin akibat proses pelleting. Menurut Onwudike (1995) penggunaan lamtoro sebesar 50% dalam pakan kelinci akan menurunkan performa kelinci fase pertumbuhan. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dimakan oleh hewan bila diberikan ad libitum. Konsumsi ransum juga merupakan faktor dasar untuk hidup dan menentukan produksi (Parakkasi, 1999). Ternak mampu mencapai tingkat penampilan produksi yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya bila memperoleh nutrien yang dibutuhkannya. Menurut Wiseman (1989), banyaknya ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh palatabilitas ransum yang tergantung pada cita rasa, ukuran dan tekstur. Aroma pakan juga mempengaruhi terhadap palatabilitas yang dapat meningkatkan konsumsi ransum (Pond et al., 1995). Tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, kecepatan pertumbuhan dan yang paling utama adalah energi (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987), konsumsi ransum akan meningkat bila kandungan energi ransum rendah. Lang (1981) menyatakan bahwa kualitas protein dalam ransum penting untuk kelinci karena dapat meningkatkan konsumsi ransum. Kecernaan Leguminosa pada Kelinci secara in vivo Kecernaan zat- zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Kecernaan adalah bagian dari pakan yang tidak disekresikan dalam feses dimana bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh ternak, biasanya dinyatakan dalam bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase makan disebut koefisien cerna (McDonald et al., 2002). 10

24 Daya cerna hijauan leguminosa sangat bervariasi yang banyak ditentukan oleh tingkat protein yang dikandungnya. Rendahnya protein kasar yang dicerna oleh seekor ternak tergantung tinggi rendahnya persentase protein dalam tanaman. Pada umumnya nilai daya cerna leguminosa lebih tinggi daripada rumput. Hal ini dimungkinkan karena leguminosa mempunyai kualitas yang baik terutama kandungan proteinnya yang tinggi (Ella, 1996). Kecernaan leguminosa pohon bervariasi. Gamal (Glicirida sepium) memiliki daya cerna berkisar antara 50%-75%, Leucaena leucocephala berkisar antara 65%-87%, kaliandra berkisar antara 35%- 42% (Karti, 1998). McDonald et al (2002) menyatakan bahwa zat makanan yang tercerna dapat dihitung dengan mengukur selisih zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan zat makanan yang tersisa dalam feses. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara langsung pada ternak (in vivo) maupun tidak langsung di laboratorium (in vitro) dan melalui metode kantong nilon (in sacco). Pengukuran kecernaan ternak ruminansia secara langsung (in vivo) dilakukan melalui koleksi feses total yang lebih mudah dilakukan pada ternak jantan karena saluran ekskresi feses (rektum) terpisah dari saluran uretra. Ternak ditempatkan dalam kandang individu sehingga dapat diukur jumlah pakan yang dikonsumsi dan feses yang dikeluarkan. Tingkat kecernaan pakan dapat dihitung dengan rumus berikut (Cheeke, 2005): Pakan yang dikonsumsi Jumlah feses % Kecernaan = x 100% Pakan yang dikonsumsi Sebelum melakukan koleksi feses, ternak harus beradaptasi terhadap pakan yang diberikan untuk memastikan kestabilan mikroflora dalam saluran pencernaan terhadap perlakuan pakan dan menghilangkan residu pakan yang diberikan sebelumnya. Adaptasi selama hari dilakukan untuk memaksimalkan tingkat konsumsi pakan. Metode koleksi feses dibagi menjadi dua yaitu koleksi total feses dan koleksi sampel feses. Koleksi total dilakukan dengan mengumpulkan seluruh feses yang dikeluarkan ternak pada waktu yang sama setiap harinya. Sedangkan koleksi sampel feses dilakukan dengan mengambil feses dari rektum dua kali per 11

25 hari. Hasil koleksi feses harus dijaga dari kontaminasi. Panjang waktu koleksi feses adalah 4-12 hari (Rymer, 2000). Salah satu unsur yang terpenting dalam ransum kelinci adalah protein (NRC 1977). Kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh tingginya kandungan protein kasar dalam ransum (Garcia et al., 1993). Kecernaan zat-zat makanan akan cenderung meningkat apabila kadar protein bahan makanan meningkat, serta kualitas protein sangat penting untuk kelinci karena konsumsi akan meningkat jika dalam ransum mengandung protein yang berkualitas tinggi (Lang, 1981). Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan protein adalah ADF (Acid Detergent Fiber). Pakan yang mengandung ADF tinggi kemungkinan kandungan selulosa dan ligninnya tinggi, sehingga menyebabkan menurunnya kecernaan protein (Cheeke, 1987). Amrinawati (2004) melaporkan ransum bahwa kecernaan protein dipengaruhi oleh komposisi asam amino tersebut digunakan dalam tubuh ternak. Kecernaan protein kelinci yang diberi ransum komplit mengandung bungkil kedelai dan tepung ikan berkisar antara 67,79% - 78,78% (Amrinawati, 2004), sedangkan kecernaan protein kelinci yang diberi ransum biomassa ubi jalar sebesar 70,75% (Khotijah, 2006). Menurut Nicodema et al. (2007) kecernaan serat kasar kelinci yang diberi ransum mengandung kulit kedelai dan tepung biji anggur sebesar 21,6%. 12

26 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis pakan dan analisis feses dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor Penelitian ini dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan November 2011 sampai Januari Materi Alat dan Bahan Ternak. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan New Zaeland White jantan periode lepas sapih umur 4 bulan, dengan bobot hidup rata-rata sekitar 1807± 255,87 g/ekor g/ekor. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) Kandang dan Peralatan. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari besi, sebanyak 20 buah dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tinggi 50 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Masingmasing kandang ditempati seekor kelinci. Ransum Penelitian. Ransum penelitian yang digunakan adalah pelet ransum komplit dengan sumber hijauan daun I. zollingeriana dan L. Leucocephala sebagai perlakuan. Bahan lain adalah jagung, dedak padi, CGM, bungkil kedelai, bungkil kelapa, CaCO 3, premix, DCP, NaCl dan tepung ikan. Ransum komplit diformulasikan sesuai dengan kebutuhan kelinci periode pertumbuhan berdasarkan NRC (1977)

27 dengan menggunakan Winfeed 2.8. Susunan ransum berdasarkan perlakuan yang diberikan terdapat pada Tabel 3. Komposisi nutrien pellet ransum komplit yang diberikan selama penelitian berdasarkan analisis laboratorium terdapat pada Tabel 4. Tabel 3. Susunan Ransum Penelitian (%BK) Taraf Pemberian (%) Bahan Pakan R0 1 R1 R2 R3 R4 Ransum komersil Daun I. zollingeriana Daun Lamtoro Jagung Dedak padi Bungkil kedelai Bungkil Kelapa Tepung ikan CGM CaCO 3-0,5 0,5 0,5 0,5 DCP - 0,5 0,5 0,5 0,5 NaCl - 0,5 0,5 0,5 0,5 Premix - 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah (%) Keterangan : 1 Komposisi bahan pakan dirahasiakan (Pellet ransum komersil) Persiapan Hijauan Metode Hijauan yang digunakan sebagai bahan pakan ransum komplit adalah daun I. zollingeriana dan lamtoro. Hijauan dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama ± 3 hari hingga kadar air bahan mencapai ± 12 %. Hijauan dipisahkan antara ranting dan daunnya sebelum digiling halus dengan ukuran gilingan 2 mm hingga berbentuk tepung. Pembuatan Pelet Ransum Komplit Bahan hijauan yang telah digiling dan berbentuk tepung dicampur dengan bahan pakan (Jagung, Dedak padi, CGM, Bungkil kedelai, Bungkil kelapa, CaCO 3, DCP, NaCl, Premix dan Tepung ikan) sesuai dengan formula pada Tabel 3. Bahan 14

28 campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengaduk atau mixer agar semua bahan tersebut tercampur dengan rata. Tahap selanjutnya adalah pelleting yakni memasukan semua bahan yang telah tercampur ke dalam mesin pellet dengan ukuran 3 mm. Pellet yang akan dihasilkan selanjutnya diangin-anginkan dan dimasukkan ke dalam karung sesuai dengan perlakuan. Tabel 4: Komposisi Nutrien Ransum Penelitian Bahan pakan Kandungan Nutrien (%BK) R0 R1 R2 R3 R4 Abu 10,25 8,07 8,40 8,63 8,63 Protein Kasar 15,74 17,90 18,95 21,06 19 Lemak Kasar 6,68 6,46 6,79 7,07 5,29 Serat Kasar 9,76 8,16 7,60 8,45 8,11 BETN 57,57 59,40 58,26 54,78 58,97 TDN a 62,87 68,26 69, ,99 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2011); berdasarkan Rumus Hartadi et al., (1980), %TDN = 22,822 1,44 (SK) 2,875 (LK) + 0,655 (BeTN) + 0,863 (PK) + 0,02 (SK) 2 0,078(LK) 2 + 0,018 (SK)(LK) + 0,045 (LK)(BeTN) 0,085 (LK)(PK) + 0,02 (LK) 2 (PK) Keterangan : R0 = pellet comersial, R1 = pellet ransum komplit 0% I. zollingeriana dan 30% lamtoro, R2 = pellet ransum komplit mengandung 10% I. zollingeriana dan 20% lamtoro, R3 = pellet ransum komplit mengandung 20% I. zollingeriana dan 10% lamtoro, R4 = pellet ransum mengandung 30% I. zollingeriana dan 0% lamtoro. Gambar 5. Pellet Ransum Komplit Perlakuan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) 15

29 Pellet komersil (R0) memiliki warna kuning kecoklatan sedangkan ransum perlakuan memiliki warna hitam kehijau-hijauan (Gambar 5). Pellet ransum komplit yang mengandung I. zollingerian dan L. leucocephala (R1, R2, R3 dan R4) memiliki aroma khas hijauan I. zollingerian dan L. leucocephala sedangkan pellet komersil beraroma jagung. Pellet komersil lebih rapuh dibandingkan pellet ransum komplit yang mengandung I. zollingeriana dan L. leucocephala. Prosedur Kerja Persiapan Kandang Kandang sebanyak 20 buah sebelum digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan desinfektan, kemudian dijemur. Kandang didiamkan selama satu minggu setelah didesinfektan. Kandang dilengkapi tempat pakan dari keramik dan tempat minum dari botol minum khusus. Pemeliharaan Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 8 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary). Adaptasi pakan dilakukan hingga kelinci mampu mengkonsumsi pakan yang akan diuji cobakan hingga 100 % (tidak ada sisa) tanpa mengalami penurunan konsumsi dan bobot badan. Kemudian minggu ke-3 sampai ke-8 dilakukan pengamatan dan pengambilan data. Gambar 6. Pemeliharaan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB. Gambar 6 menunjukkan sistem pemeliharaan selama penelitian. 16

30 Koleksi Feses Pengambilan contoh feses dilakukan pada tiga hari terakhir penelitian selama 3x24 jam dengan metode koleksi total (Perez et al., 1995). Seluruh feses yang tertampung (tiap perlakuan) ditimbang sebagai berat feses total, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 24 jam. Feses yang telah kering kemudian digiling dan dicampur pada masing-masing perlakuan. Feses yang baru keluar segera ditampung agar tidak tercampur dengan urin. Feses yang terkumpul selama 24 jam ditimbang sebagai bobot feses segar, kemudian sampel feses dikeringkan matahari untuk mendapatkan berat feses kering matahari. Sampel yang sudah kering matahari langsung dimasukkan dalam oven 60ºC, kemudian sampel dihaluskan dan dikomposit. Sampel yang sudah dikomposit selanjutnya diambil 10% dari setiap perlakuan dan ulangan, lalu dilakukan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien pakan dan feses (AOAC, 2000). Skema pengambilan feses ditunjukkan oleh gambar 7. Feses diambil pada tiga hari terakhir penelitian Timbang sebagai berat feses (g) Kering udara Analisis bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar Pengambilan feses ± 3-5 gram untuk sampel Gambar 7. Skema Koleksi Feses Penggilingan feses Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok. Kelompok dalam percobaan ini adalah bobot badan kelinci New Zealand White jantan yang dibagi menjadi empat kelompok. Lima ulangan adalah jumlah kelinci untuk masing-masing perlakuan yang merupakan perwakilan dari tiap kelompok. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: R0 = Pellet komersil 17

31 R1 R2 R3 R4 = Pellet Ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. Zollingeriana. = Pellet Ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. Zollingeriana. = Pellet Ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana. = Pellet Ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. Zollingeriana Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Keterangan: = rataan umum Analisis Data i = efek perlakuan ke-i ß j = efek kelompok ke-j Y ij = µ + τ i + ß j + ε ij ij = eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisa statistik dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar dan kecernaan serat kasar,serta konsumsi bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar pada kelinci peranakan New Zealand white jantan dengan rumus kecernaan berdasarkan metode Chruch (1991) sebagai berikut: Kecernaan BK (%) = Konsumsi BK Ransum (g) BK feses (g) x 100 % Konsumsi BK Ransum (g) Kecernaan BO (%) = Konsumsi BO Ransum (g) BK Feses (g) x 100% Konsumsi BO Ransum (g) Kecernaan PK (%) = Konsumsi PK Ransum (g) PK Feses (g) x 100% Konsumsi PK Ransum (g) Kecernaan LK (%) = Konsumsi LK Ransum (g) LK Feses (g) x 100% Konsumsi LK Ransum (g) Kecernaan SK (%) = Konsumsi SK Ransum (g) SK Feses (g) x 100% Konsumsi SK Ransum (g) Konsumsi BK (gr/ekor/hari) = Konsumsi (gr/ekor/hari) %BK pakan Konsumsi BO (gr/ekor/hari) = Konsumsi (gr/ekor/hari) %BO pakan Konsumsi PK (gr/ekor/hari) = Konsumsi (gr/ekor/hari) %PK pakan Konsumsi LK (gr/ekor/hari) = Konsumsi (gr/ekor/hari) %LK pakan 18

32 Konsumsi SK (gr/ekor/hari) = Konsumsi (gr/ekor/hari) %SK pakan Keterangan : BK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x % BK Feses BO Feses (g) = Feses yang keluar (g) x % BO Feses PK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x % PK Feses SK Feses (g) = Feses yang keluar (g) x % SK Feses 19

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi zat makanan merupakan bahan-bahan penting berupa nutrisi yang terkandung dalam zat makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Rataan konsumsi zat makanan kelinci disajikan pada Tabel 5 dan persentase konsumsi zat makanan disajikan pada Tabel 6. Tabel 5. Rataan Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan 100% BK Konsumsi (gr/ekor/hari) Perlakuan Bahan Bahan Protein Lemak Serat Kasar Kering Organik Kasar Kasar R0 76,40±1,40 67,78±1,38 18,52±1,13 b 6,97±0,70 b 9,52±0,92 R1 77,02±1,35 70,07±1,36 22,44±1,68 a 7,67±0,48 a 7,02±2,14 R2 66,46±0,65 60,26±0,65 19,91±0,70 b 5,44±0,25 b 6,09±0,28 R3 88,47±0,96 80,02±0,96 23,52±0,58 a 7,89±0,19 a 8,27±1,55 R4 79,88±0,65 72,19±0,65 19,31±0,87 b 5,38±0,24 b 7,23±1,02 Keterangan: Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). R0 = pellet comersial, R1 = pellet ransum komplit 0% I. zollingeriana dan 30% lamtoro, R2 = pellet ransum komplit mengandung 10% I. zollingeriana dan 20% lamtoro, R3 = pellet ransum komplit mengandung 20% I. zollingeriana dan 10% lamtoro, R4 = pellet ransum mengandung 30% I. zollingeriana dan 0% lamtoro. Tabel 6. Persentase Konsumsi Zat Makanan/Bobot Badan Konsumsi BK/Bobot badan (%) Perlakuan Bahan Bahan Protein Lemak Serat Kasar Kering Organik Kasar Kasar R0 4,62±0,55 4,34±0,48 1,04±0,20 b 0,39±0,06 b 0,53±0,06 R1 4,24±0,44 3,71±0,51 1,18±0,08 a 0,41±0,04 a 0,37±0,13 R2 4,15±0,59 3,64±0,65 1,11±0,20 b 0,30±0,05 b 0,34±0,06 R3 4,18±0,53 3,78±0,48 1,17±0,15 a 0,39±0,05a 0,41±0,06 R4 3.99±0,47 3,74±0,48 0,97±0,11 b 0,27±0,03 b 0,36±0,03 Keterangan: Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). R0 = pellet comersial, R1 = pellet ransum komplit 0% I. zollingeriana dan 30% lamtoro, R2 = pellet ransum komplit mengandung 10% I. zollingeriana dan 20% lamtoro, R3 = pellet ransum komplit mengandung 20% I. zollingeriana dan 10% lamtoro, R4 = pellet ransum mengandung 30% I. zollingeriana dan 0% lamtoro. 20

34 Konsumsi Bahan Kering Perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap konsumsi bahan kering kelinci. Konsumsi bahan kering kelinci berkisar antara 66,46 gr/ekor/hari-88,47 gr/ekor/hari (Tabel 5), sedangkan persentase konsumsi bahan kering kelinci berturut-turut berkisar antara 3,99%-4,62% (Tabel 6). Menurut Irlbeck (2001), kelinci akan makan sekitar 5% dari bobot badannya. Pendapat ini juga didukung oleh Ensiminger (1990) yang menyatakan bahwa kelinci dengan bobot badan 1,8 kg-3,2 kg, mengkonsumsi bahan kering sebesar 112 g/ekor/hari-173 g/ekor/hari atau setara 5,4%-6,2% dari bobot hidup ternak. Konsumsi bahan kering kelinci pada penelitian ini masih dikatakan rendah bila dibandingkan dengan pendapat Ensiminger (1990) yang menggunakan ransum komplit mengandung alfafa. Rendahnya konsumsi bahan kering kelinci pada penelitian disebabkan karena kandungan serat kasar ransum penelitian lebih tinggi yaitu berkisar antara 7,60%-9,76%, sedangkan serat kasar ransum yang mengandung alfafa yaitu sebesar 6,5%. Kandungan serat kasar ransum berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, karena pakan yang mengandung serat kasar tinggi lebih bersifat voluminous sehingga menyebabkan daya tampung di saluran pencernaan tidak tersedia untuk memasukan pakan yang baru dan akhirnya menurunkan konsumsi. Nuswantara et al. (2005) menyatakan bahwa waktu tinggal pakan dalam saluran pencernaan yang lama akan menurunkan konsumsi. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya konsumsi bahan kering pada kelinci yang diberi pellet ransum komplit dengan kombinasi I. zollingeriana dan L. leucocephala yaitu faktor pakan. Pakan yang mengandung I. zollingeriana dan L. leucocephala memiliki konsumsi bahan kering yang rendah diduga karena masih adanya anti nutrisi mimosin pada lamtoro. Menurut Onwudike (1995), pellet berbasis daun lamtoro lebih disukai oleh kelinci dibandingkan daun gamal, namun pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertumbuhan bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang menyebabkan kerontokan dan reddish (urin berwarna coklat) pada kelinci. Onwundike (1995) menyarankan agar penggunaan daun lamtoro dalam ransum tidak lebih dari 50% total ransum, sedangkan pada I. zollingeriana juga diduga masih mengandung anti nutrisi berupa tanin sehingga dapat mempengaruhi konsumsi pakan. 21

35 Lingkungan juga mempengaruhi konsumsi bahan kering kelinci. Lokasi penelitian yang bertempat di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil IPB memiliki suhu rata-rata sebesar 28,3 C dengan kelembaban sebesar 91,3%. Direktorat Jendral Peternakan (2008) menyatakan bahwa suhu optimal kandang untuk perkembangbiakan kelinci berkisar antara 15 C-20 C, dengan kelembaban sebesar 45%-70%. Suhu dan kelembaban yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan sehingga konsumsi bahan kering juga rendah. Konsumsi Bahan Organik Konsumsi bahan organik kelinci yang mendapat perlakuan pakan dalam bentuk pellet ransum komplit dengan kombinasi I. zollingeriana dan L. leucocephala tidak berbeda nyata. Rataan konsumsi bahan organik kelinci yaitu berkisar antara 60,26 gram/ekor/hari-80,02 gram/ekor/hari (Tabel 5). Persentase konsumsi bahan organik dari bobot badan yaitu berkisar antara 3,64%-4,34% (Tabel 6). Rendahnya konsumsi bahan organik kelinci disebabkan oleh konsumsi bahan kering kelinci yang rendah. Sutardi (1980) menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Chotimah (2002) menyatakan bahwa konsumsi bahan organik pada ternak berbanding lurus dengan konsumsi bahan kering, semakin tinggi konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik juga tinggi. Konsumsi Protein Kasar Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein kasar. Kelinci yang mendapat ransum R1 dan R3 memiliki nilai konsumsi protein kasar yang lebih tinggi yaitu sebesar 22,44 gram/ekor/hari dan 23,52 gram/ekor/hari, sedangkan konsumsi protein kasar pada kelinci yang mendapat perlakuan R0, R2 dan R4 hanya sebesar 18,52 gram/ekor/hari, 19,91 gram/ekor/hari dan 19,31 gram/ekor/hari (Tabel 5). Tingginya konsumsi protein kasar pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 dan R3 disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan kering dan bahan organik pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 dan R3 (Tabel 5). Cakra et al. (2005) menyatakan bahwa konsumsi protein kasar berkorelasi positif dengan konsumsi bahan kering dan bahan organik. 22

36 Tingginya rataan konsumsi protein kasar kelinci yang mendapat perlakuan R1 dan R3 disebabkan oleh dua faktor yaitu kandungan protein kasar pakan dan jumlah konsumsi bahan kering kelinci. Kandungan protein kasar R1 lebih tinggi dibandingkan dengan R0 (Tabel 4), selain itu konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat ransum R1 lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat perlakuan R0, sehingga menyebabkan konsumsi protein kasar kelinci yang diberi perlakuan R1 lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein kasar kelinci yang diberi perlakuan R0 (Tabel 5). Kandungan protein kasar R2 dan R4 lebih tinggi dibandingkan R1 (Tabel 4), tetapi konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat perlakuan R1 lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat perlakuan R2 dan R4 (Tabel 5) sehingga tidak mempengaruhi menurunkan konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat perlakuan R1. Kandungan protein kasar R3 dan konsumsi bahan kering kelinci yang mendapat perlakuan R3 lebih tinggi dibandingkan kandungan protein kasar dan konsumsi bahan kering yang mendapat perlakuan R0, R2 dan R4 (Tabel 4 dan 5), sehingga konsumsi protein kasar kelinci yang mendapat perlakuan R3 lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein kasar kelinci yang mendapat perlakuan R0, R1 dan R4. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Okmal (1993) menyatakan bahwa kadar protein pakan yang tinggi dan disertai konsumsi bahan kering yang tinggi akan menghasilkan konsumsi protein kasar yang tinggi pula. Konsumsi Lemak Kasar Konsumsi lemak kasar kelinci yang diberi pellet ransum komplit yang mengandung I. zollingeriana dan lamtoro memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0,05). Kelinci yang diberi perlakuan R1 yaitu penambahan 30% lamtoro dan R3 (20% I. zollingeriana dan 10% L. leucaena) memiliki konsumsi lemak kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0 (pellet komersial), R2 (ransum yang mengandung 10% I. zollingeriana dan 20% L. leucaena) dan R4 (ransum yang mengandung 30% I. zollingeriana) yaitu sebesar 7,67 gram/ekor/hari dan 7,89 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan konsumsi bahan kering dan protein kasar pada kelinci lebih tinggi daripada konsumsi bahan kering dan protein pada kelinci yang mendapat perlakuan R0, R2 dan R4. 23

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci merupakan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan, dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci termasuk hewan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

sub divisi : Angiospermae

sub divisi : Angiospermae TINJAUAN PUSTAKA Indigofera zollingeriana Indigofera zollingeriana adalah genus dengan sekitar 700 spesies yang tersebar secaraa geografis di Afrika tropis, Asia, Australia, Amerika Utara, dan Amerika

Lebih terperinci

KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA

KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA SKRIPSI ELGA NUR FUTIHA \ DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus.

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh Media Peternakan, April 2004, hlm. 25-29 ISSN 0126-0472 Vol. 27 N0. 1 Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh L. Khotijah, R. G. Pratas, &

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam ruminansia kecil. Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

KECERNAAN BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN KASAR PELET DAN SILASE RANSUM KOMPLIT PADA KELINCI JANTAN LOKAL

KECERNAAN BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN KASAR PELET DAN SILASE RANSUM KOMPLIT PADA KELINCI JANTAN LOKAL KECERNAAN BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN KASAR PELET DAN SILASE RANSUM KOMPLIT PADA KELINCI JANTAN LOKAL SKRIPSI DICKY ZULHARMAN DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

KUALITAS RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN KOMBINASI HIJAUAN BERBEDA PADA KELINCI

KUALITAS RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN KOMBINASI HIJAUAN BERBEDA PADA KELINCI KUALITAS RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN KOMBINASI HIJAUAN BERBEDA PADA KELINCI SKRIPSI CHANDRA DHARMA MULIA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak 10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Evaluasi Panjang Potongan Hijauan yang Berbeda dalam Ransum Kering Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kambing Lokal dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci