KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA"

Transkripsi

1 KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA Suwito Sugiyanto 1 Yuni Purwati 2 Alwi Wahyudi 3 1, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract This Research is research yuridis normatif which studying existence of Hereditary law Adat. This Research purpose is to analysing concerning arrangement of marriage estae according to Hereditary law Adat Jawa and analyse concerning position of widow to community property according to Hereditary law Adat Jawa. Keywords : Position of Widow, Hereditary law Adat, Pendahuluan Dalam kehidupan manusia antara laki-laki dan perempuan secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lain dan apabila diantara meraka ada kecocokan kemudian akan sepakat untuk mernbentuk suatu rumah tangga yang bahagia dan kekal, hal ini merupakan suatu kodrat yang tidak dapat dihindari. Namun demikian manusia tidaklah dapat bebas berbuat semaunya sendiri akan tetapi harus taat, tunduk dan menghormati norma-norma yang berlaku termasuk peraturan perundang-undang yang telah ditetapkan oleh negara, termasuk di dalamnya yaitu keberadaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan perkawinan itu timbul suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban umpamanya : kewajiban untuk bertempat tinggal yang sama, setia kepada satu sama lain, kewajiban untuk memberi belanja rumah tangga, hak waris, harta kekayaan dan sebagainya. Di dalam perkawinan itu selalu diharapkan berjalan langgeng, aman, sehingga suami istri dalam hidup bersama sampai sama-sama tua (istilah Jawa : Kakenkaken, ninen-ninen). Tetapi manusia hanya bisa berharap sedang yang menentukan adalah Tuhan, begitulah kehidupan, di mana salah satu pihak suami atau istri meninggal lebih dulu atau terjadi perceraian. Pada dasamya putusnya perkawinan tersebut dapat terjadi karena perceraian atau kematian. Putusnya perkawinan karena perceraian disebut dengan cerai hidup, sedang putusnya perkawinan karena kematian disebut cerai mati. Sehubungan dengan adanya barang/ harta kekayaan tersebut apabila suami meninggal dunia maka yang menjadi ahli waris di samping anak-anak yang ditinggalkan, janda juga berhak mendapatkan harta peninggalan dari almarhum suami khususnya terhadap harta bersama (gono gini). Hal ini sesuai dengan Hukum Adat Jawa yang menganut sistem kekerabatan Parental. Pada awalnya seorang janda tidak berhak mewaris atas harta peninggalan suaminya, dimana hanya berhak atas pengusaaan harta kekayaan suaminya tetapi perkembangan kedudukan janda berubah menjadi ahli waris antara yang satu dengan yang lain, sebagaimana dikuatkan dalam putusan Mahkamah Agung : Keputusan Mahkamah Agung Tanggal 29 Oktober 1958 Reg No. 298 K/Sip/1958 bahwa : Menurut hukum adat yang berlaku di Jawa, apabila dalam suatu perkawinan tidak dilahirkan seorang anakpun, maka istri atau janda tetap dapat menguasai barang-barang gono-gini sampai ia meninggal atau sampai dia kawin lagi. Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 38

2 Dan apabila janda memiliki anak maka Putusan Mahkamah Agung tanggal 9 September 1959 Reg No. 264 K/Sip/1959 menetapkan bahwa : Menurut Hukum adat Jawa Tengah seorang janda berhak untuk membagi-bagikan harta keluarga antara semua anak, asal saja setiap anak mendapatkan bagian yang pantas. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1. Dapat mengetahui dan menganalisa tentang pengaturan harta perkawinan menurut Hukum Waris Adat Jawa. 2. Dapat menganalisa tentang kedudukan janda terhadap harta bersama menurut Hukum Waris Adat Jawa. Kerangka Dasar Teori 1. Pengertian Hukum Waris Adat Mengenai pengertian Hukum Waris Adat, para sarjana mengemukakan beberapa definisi yang berlainan di dalam memahaminya. Oleh karena itulah disini akan dikemukakan beberapa pendapat para sarjana tersebut. Pengertian Hukum Waris Adat menurut Mr. B. Ter Haar Bzn: Hukum Waris Adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi.(1986:197). Sedang menurut Soepomo dinyatakan bahwa : Hukum Waris Adat memuat peraturanperaturan yang mengatur proses serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada keturunannya (1987:79). Selanjutnya menurut Soerojo Wignyodipoero menyatakan bahwa : Hukum Waris Adat meliputi normanorma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, harta dan proses peralihannya (1984: 161). Imam Sudiyat berpendapat : Hukum Waris Adat meliputi aturanaturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan hartanya kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi (1986:151). Bertolak dari pengertian Hukum Waris Adat yang dikemukakan oleh para sarjana, maka kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian Hukum Waris Adat adalah merupakan hukum adat yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara bagaimana pewaris mengalihkan harta kekayaan berwujud maupun tidak berwujud dan meneruskan penguasaan dan pemakaiannya kepada ahli waris. Proses peralihan dan penerusan tersebut dapat terjadi semasa pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. 2. Unsur-Unsur Dalam Pewarisan Dengan melihat pengertian hukum waris adat diatas maka dapatlah dikatakan bahwa untuk terjadinya pewarisan harus memenuhi unsur : 1. Adanya Pewaris Pewaris yaitu seorang yang memiliki harta kekayaan dan meneruskan atau mengoperkan harta tersebut kepada seseorang sebagai ahli waris. Menurut Hukum Waris Adat, seorang pewaris untuk dapat tidaknya mewariskan harta kekayaannya kepada anak-anaknya sebagai ahli waris tergantung kepada sistem kekeluargaannya / sisem kekerabatan adatnya. Sedang pada masyarakat dengan sistem kekeluargaan parental, harta warisan yang ada diwariskan pada semua anaknya dengan dasar persamaan hak yaitu bagian anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Misalnya di Jawa, Kalimantan, Sulawesi. 2. Adanya Ahli Waris Ahli waris merupakan salah satu unsur yang penting dalam hal pewarisan Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 39

3 sehubungan dengan adanya peristiwa kematian seorang pewaris. Pada prinsipnya para ahli waris pemilik dari harta peninggalan itu adalah anakanaknya. Berhak tidaknya para waris tersebut untuk dapat menerima harta warisan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan bersangkutan dan mungkin juga karena pengaruh agama, sehingga antara daerah yang satu dan yang lain terdapat perbedaan. 3. Adanya Harta Warisan Pengertian dari harta warisan adalah : Semua harta benda yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia (pewaris) baik harta benda itu sudah dibagi atau belum dibagi atau memang tidak dibagi. Harta warisan menurut hukum adat tidak merupakan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak terbagi, atau dapat dibagi menurut jenis macamnya dan kepentingan para warisnya. 3. Sistem Pewarisan Berdasarkan atas cara-cara bagaimana dan oleh siapa harta peninggalan itu diwaris atau dikuasai, secara garis besar pewarisan menurut hukum adat dapat dibedakan menjadi tiga pokok, yaitu : 1. Sistem Pewarisan Individual Pewarisan dengan sistem individual atau perseorangan ini adalah sistem pewarisan di mana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagian masing-masing. Setelah diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta warisannya untuk diusahakan, dinikmati ataupun dialihkan/ dijual/dioperkan kepada sesama waris anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain. Dengan kata lain ahli waris dapat berbuat bebas sekehendak hatinya terhadap harta warisannya tanpa ada batasan ataupun yang melarangnya. 2. Sistem Pewarisan Kolektif Pewarisan dengan sistem kolektif ini adalah di mana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi pengusaan dan pemiliknya dan setiap ahli waris berhak untuk mengusahakan, menggunakan, memanfaatkan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Bagaimana cara pemakaian untuk kepetingan dan kebutuhan masing-masing waris diatur bersama alas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak alas harta peninggalan di bawah bimbingan kepala kerabat. 3. Sistem Pewarisan Mayorat Sistim pewarisan mayorat sesunguhnya adalah juga merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya saja pengurusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi ini dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah dan ibu sebagai kepala keluarga. Anak tertua yang merupakan satu-satunya ahli waris dalam sistem ini dikatakan berhak tunggal atas warisan, anak tertua yang menerima warisan ini adalah dalam rangka kedudukannya sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang wafat berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudaranya yang lain. Terutama bertanggung jawab atas harta warisan dan kehiduan adik-adiknya yang masih kecil sampai mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu wadah kekerabatan yang turun-temurun. 4. Pengertian Janda Pengertian janda menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah orang yang tidak bersuami (beristri) lagi baik karena cerai hidup maupun cerai mati.(1979:134) Pengertian cerai hidup dapat diartikan terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan di karenakan berbagai macam alasan, antara lain :Perzinaan, Tidak Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 40

4 memberikan nafkah, Adanya penganiayaan, Adanya cacat tubuh / kesehatan, Perselisihan /ketidakcocokan. Sedangkan pengertian cerai mati atau terjadinya perceraian karena suami meninggal terlebih dahulu. Karena berdasarkan kodratnya manusia tidak dapat menghindarkan diri dari kematian, cepat atau lambat semua manusia akan kembali kepada- Nya. Perkawinan antara suami dan istri dapat putus karena kematian tetapi hubungan hukum akibat perkawinan diantara kerabat para pihak yang bersangkutan tidak putus apalagi jika dalam perkawinan dikaruniai keturunan (anak). Hal ini juga berakibat hukum berkaitan dengan harta warisan yang ditinggalkan si pewaris (suami), terhadap ahli warisnya. Metode Penelitian 1. Pendekatan masalah Pendekatan masalah yang penulis gunakan untuk membahas masalah ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder belaka. 2. Sumber Data Berdasarkan pendekatan penelitian yuridis normatif, maka sumber data dapat diperoleh dari : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari : Peraturan Perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan (hukum adat), yurisprodensi. b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti: hasil-hasil penelitian, literature, dan sebagainya. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contoh kamus, ensiklopedia. 3. Pengumpulan Data Di dalam mencari data, baik yang bersumber pada bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dilakukan melalui studi kepustakaan. Setelah diperoleh bahan hukum yang diperlukan kemudian dihimpun, diinventarisasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas, selanjutnya dilakukan pemisahan berdasarkan relevansi pokoknya. 4. Analisa Data Setelah data tersebut berhasil dikumpulkan dengan lengkap dan di pisahpisahkan/diklasifikasikan sesuai dengan relevansi permasalahan kemudian dilakukan analisa data secara normatif kualitatif, yaitu untuk membahas bahan penelitian yang datanya mengarah pada kajian yang bersifat teoritik tentang konsep-konsep, kaidah hukum, doktrin-doktrin dan bahan hukum lainnya. Selanjutnya data tersebut dipelajari dan dibahas sebagai suatu bahan yang utuh dan dituangkan di dalam bahasan dengan menggunakan metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang diskriptif analistis. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaturan Harta Perkawinan Menurut Hukum Waris Adat. Secara garis besar, maka harta warisan menurut hukum adat dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Harta Asal Harta asal adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan (Jawa : gawan).. Harta asal ini dapat berupa harta asal suami atau harta asal istri yang diperoleh sebelum perkawinan atau harta peninggalan yaitu sebagai harta warisan dari orang tuanya sebagai harta milik suami atau istri tersebut. Terhadap kedudukan harta asal ini berada dibawah kekuasaan masing-masing pihak yang membawanya. 2. Harta Pemberian Harta Pemberian adalah juga harta warisan yang asalnya bukan didapat karena Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 41

5 jerih payah bekerja sendiri melainkan hubungan cinta kasih, balas budi atau jasa atau karena suatu tujuan. Pemberian ini dapat dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau kepada suami atau istri harta pemberian ini dapat berupa pemberian suami, orang tua, kerabat, anak atau kemenakan, orang lain atau hadiah-hadiah maupun hibah wasiat. 3. Harta Pencaharian/ harta bersama Harta Pencaharian adalah semua kekayaan yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan (gono-gini). Jadi harta pencaharian atau harta bersama adalah harta yang didapatkan atau diperoleh suamiistri selama perkawinan, dimana harta dapat diperoleh dari atas usahanya sendiri saja, atau usaha istri sendiri, atau suami sendiri atau atas usaha bersama suami-istri. Sehubungan harta pencaharian ini ada yurisprodensi Mahkamah Agung yang menegaskan antara lain : Putusan MA No. 51/K/Sip/1956 Tanggal 7 September 1956 menyatakan Menurut Hukum Adat semua harta yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan, termasuk harta bersama (gonogini) meskipun mungkin hanya kegiatan usaha suami. Pada dasarnya Hukum Waris Adat adalah merupakan hukum adat yang memuat ketentuan yang mengatur tentang cara bagaimana proses penerusan dan peralihan harta kekayaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada ahli waris. Menurut Hukum Waris Adat cara pewarisan dapat dilakukan antara lain ; a. Proses Pewarisan Sebelum Pewaris Meninggal Dunia Proses pewarisan sebelum pewaris meninggal dunia dapat berjalan cara penerusan atau pengalihan, penunjukan, berpesan atau berwarisan. Arti penerusan atau pengalihan harta kekayaan dikala pewaris masih hidup ialah diberikannya harta kekayaan tertentu sebagai dasar kebendaan untuk kelanjutan hidup kepada anak-anak yang akan kawin mendirikan rumah tangga baru. Pemberian-pemberian itu misalnya berupa sawah, ladang, pekarangan. Pemberian warisan tersebut merupakan bagian warisan yang kelak akan diperhitungkan pada pembagian harta peninggalan sesudah orang tuanya meninggal dunia. Cara lainnya adalah dengan cara penunjukan. Seseorang yang mendapat penunjukan atas harta tertentu pada saat pewaris masih hidup belum dapat berbuat apa-apa selain hak pakai atau hak menikmati. Jadi sebelum pewaris meninggal dunia, pewaris masih berhak dan berwenang menguasai harta yang ditujukan itu, tetapi pengurusan dan pemanfaatan hasil dari harta tersebut sudah ada pada pewaris dimaksud. Cara selanjutnya dalam pewarisan sebelum pewaris meninggal dunia yaitu dengan cara berpesan atau hibah wasiat. Hibah wasiat tersebut biasanya diucapkan dengan terang dan disaksikan oleh para waris, anggota keluarga, tetangga dan tuatua desa berhubung dengan keadaan pewaris yang sakit dan serasa tidak ada harapan lagi untuk dapat terus hidup. Selain itu, Hibah wasiat merupakan juga suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan untuk semasa hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris yang akan berlaku setelah ia meninggal dunia. b. Proses Pewarisan Setelah Pewaris Meninggal Dunia Proses pewarisan harta warisan yang dibagi maka dalam hukum adat tidak menentukan kapan waktu harta warisan itu dibagi. Tetapi pada umumnya di masyarakat Jawa, berlaku pembagian harta warisan tersebut adalah berlangsung setelah selamatan yang tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari atau seribu hari setelah pewaris meninggal dunia. Oleh karena pada waktu tersebut para anggota keluarga berkumpul dan rasa sedih akibat ditinggal oleh pewaris sudah berkurang. Dan cara pembagian harta warisan itu sendiri, dalam hukum adat tidak mengenal cara pembagian dengan perhitungan matematika, tetapi selalu didasarkan atas pertimbangan mengingat wujud benda dan Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 42

6 kebutuhan waris bersangkutan. Bagian antara anak laki-laki dan perempuan adalah sama. 2. Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Hukum Waris Adat Jawa. Kedudukan janda dalam hukum waris adat Jawa mempunyai kedudukan yang istimewa, oleh sebab itu jikalau anakanaknya telah mencar semua, istri sebagai janda tinggal sendiri di dalam rumah tangga yang ditinggalkan suaminya dan berhak tetap tinggal di dalam rumah dan hak untuk memegang harta benda yang ditinggalkan jikalau ia memerlukan dan selama ia memerlukan untuk kehidupannya. Apabila di analisa mengenai kedudukan janda dapat dikelompokan antara lain : 1. Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Bila Mempunyai Keturunan Pada prinsipnya janda bukanlah ahli waris dari almarhum suaminya akan tetapi dia berhak memperoleh nafkah seumur hidup. Oleh karenanya la dapat menguasai harta warisan yang ditinggalkan oleh suaminya, kecuali apabila ia kawin lagi atau meninggal dunia. Dalam hal demikian, harta gawan kembali ke asal. dan harta gono gini dibagi bersama antara kedua kerabat asalnya. Bila Suami-istri bercerai dan mempunyai anak, maka harta bersama ini tetap dibagi dua sama besarnya dan anak-anak ini tetap menjadi tanggung-jawab dari suami (ayahnya) walaupun anak-anak itu ikut ibunya. Dan anak-anak ini nantinya tetap berhak penuh terhadap harta warisan ayah dan ibunya baik mengenai harta bersama ataupun harta asalnya. Dan apabila dalam perkawinan itu terdapat anak maka Keputusan Mahkama Agung Tanggal 09 September 1959 Reg. No. 263 K/Sip/1959 menetapkan bahwa ; "Menurut Hukum Adat Jawa Tengah, seorang Janda berhak untuk membagi-bagikan harta keluarga antara semua anak, asal saja setiap anak memperoleh bagian yang pantas". Mahkamah Agung dalam Keputusan Mahkamah Agung Tanggai 2 November 1960, Reg No. 302 K/Sip/ 1960 berkesimpulan bahwa "Hukum Adat di seluruh Indonesia perihal warisan mengenai seorang janda perempuan dapat dirumuskan sebagai rupa, bahwa seorang janda perempuan selalu merupakan ahli waris terhadap barang asal suaminya. Dalam arti, bahwa seorang sekurang-kurangnya dari barang asal itu sebagian harus tetap berada di tangan janda, sepanjang perlu untuk hidup pantas sampai ia meninggai dunia atau kawin lagi. 2. Kedudukan Janda Terhadap Harta Gono Gini Bila Tidak Mempunyai Keturunan Pada prinsipnya kedudukan janda terhadap harta gono gini bila tidak mempunyai keturunan adalah keseimbangan seperti mereka masih hidup. Di sini mengenai harta bersama tadi dibagi diantara suami di satu pihak dan anak saudara, si istri di lain pihak, dengan patokan yang akan dipakai seperti suami-istri dulu masih hidup mernbagikannya diantara, mereka satu sama lain. Di dalam pernbagian harta bersama (gono-gini) biasanya suami / istri masingmasing menerima setengahnya (separo-separo), sesuai Keputusan Mahkamah Agung tanggal 7 Maret 1959, No. 393 K/Sip/1958 menyatakan bahwa :"Telah menjadi yurisprodensi tetap dari Mahkamah Agung bahwa seorang janda mendapat separoh dari barang gono gini. Perkembangan kedudukan janda/duda yang semula hanya sebagai penguasa atas harta peninggalan suami/istri dan bukan merupakan ahli waris antara satu dan lain, tetapi kemudian berubah menjadi ahli waris antara yang satu dengan yang lain. sebagaimana Keputusan Mahkamah Agung Tanggal Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 43

7 29 Oktober 1958 RegNo. 298 K/Sip/ 1959 bahwa: "Menurut hukum adat yang berlaku di Jawa apabila dalam suatu perkawinan tidak dilahirkan seorang anakpun, maka istri atau janda tetap dapat menguasai barang-barang gono-gini sampai ia meninggal atau sampai dia kawin lagi. Kesimpulan 1. Pengaturan mengenai harta perkawinan menurut Hukum Waris Adat antara lain terdiri dari : (1). Harta Asal/harta gawan suami, (2). Harta asal/gawan istri dan (3). Harta bersama (gono-gini), di mana menurut Hukum Waris Adat harta tersebut dapat diwariskan kepada ahli waris sebelum meninggal dunia ( hibah dan hibah wasiat/testamen) dan setelah meninggal dunia melalui pewarisan. 2. Kedudukan seorang janda terhadap harta peninggalan suaminya memmpunyai kedudukan yang istimewa di mana janda dapat menguasai harta peninggalan tersebut untuk keperluan hidup dan anakanaknya (apabila terdapat keturunan) dan apabila janda cerai hidup (perceraian) seorang janda mendapatkan separo harta bersama (gono-gini). Daftar Pustaka Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Dan Hukum Pembuktian, Bina Aksara, 1986 Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat, Pradya Paramita, Jakarta, Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung, Hukum Waris Adat, Alumni, Bandung, 1983 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981 Iskandar, Hukum Waris Adat, Institute Press, IKIP Yogyakarta, 1979 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Balai Pustaka, Jakarta, R. Soebekti, Hukum Adat Indonesia Dalam yurisprodensi Mahkamah agung, Alumni, Bandung, 1974 Suwito Sugiyanto, Diktat Hukum Waris Adat, Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun, Tidak dipublikasikan Soeripto, Beberapa Bab Tentang Hukum Adat waris Jawa dan Madura, Fakultas Hukum Universitas Jember, 1973 Soewandi, Perkembangan Hukum Adat Waris. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1981 Soerojo Wigjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, Ter Haar BZN. MR, M, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Pradnya Paramita, Jakarta, Wirjono Prodjokoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bale, Bandung,1986. Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 KEDUDUKAN JANDA... 44

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA DALAM PEWARISAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT

KEDUDUKAN JANDA DALAM PEWARISAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT KEDUDUKAN JANDA DALAM PEWARISAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT (Studi Kasus di Suku Samin Desa Klopo Duwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI DESA NGRINGO KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR Oleh: ACHMAD SUPARDI Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9 KULIH WRDT 10 pril 12 Pertemuan ke 9 UU No.1/ 1974: Ps. 3: asas monogamy relative Ps. 5: syarat perkawinan Ps.8: Larangan perkawinan Ps. 13: Pencegahan perkawinan Ps. 31: Hak & kewajiban Suami Istri seimbang/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan undian dengan hadiah yang memiliki nilai materil (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian berhadiah ini umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016 SISTEM WARIS ADAT PARENTAL Sekar Ayuningtiyas 135010100111085 (03) Denna Ayu P W 135010100111097 (04) Elizhabert Corolia 135010118113006 (15) SOEPOMO Hukum adat waris, membuat peraturanperaturan yang mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Tuhan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat 1 Hukum Adat Lanjutan Rabu, 23 November 2016 Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat Pembicara : 1. Hendra Siahaan (2013) 2. Wita Pandiangan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berpendampingan satu dengan yang lainnya. Manusia juga

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB V PARA AHLI WARIS BAB V PARA AHLI WARIS Para waris adalah semua orang yang (akan) menerima Penerasan atau pembagian warisan, baik ia sebagai ahli waris atau bukan ahli waris, tetapi mendapat warisan 1. Anak Kandung - Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Adat merupakan refleksi dari kepribadian dan salah satu refleksi dari jiwa

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK JANDA DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo) PUBLIKASI ILMIAH

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK JANDA DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo) PUBLIKASI ILMIAH TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK JANDA DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo) PUBLIKASI ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA (Study Kasus Masyarakat Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung No. 1/XXII/2003 Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung Dr.Ranidar Darwis,S.H., M. Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2 KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 1 Oleh: Sarwenda Kaunang 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI ATAU HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Bernadus Nagarai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Harta Bersama 1. Pengertian Harta Bersama Menurut Hukum Islam Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh : TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA. Ibrahim Ahmad

MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA. Ibrahim Ahmad MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA Ibrahim Ahmad Abstrak Sebagai perwujudan sikap saling menghormati dan sikap hidup rukun, maka penyelesaian sengketa diupayakan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. Pengertian Hukum Waris Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial ataupun mahluk pribadi tidak dapat hidup seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem hukum waris menurut BW dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

SYAHRUL BASYAR BIN H. OMY

SYAHRUL BASYAR BIN H. OMY TINJAUAN YURIDIS SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga) Diajukan Sebagai Salahsatu Syarat Menyelesaikan Sarjana Strata I pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari. hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari. hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat di Indonesia dalam menyusun hukum nasional memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

SILABUS. 1. Nama Mata Kuliah : Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat 2. SKS Mata Kuliah : 2 SKS / 3 Rombel 3. Deskripsi Singkat Mata Kuliah

SILABUS. 1. Nama Mata Kuliah : Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat 2. SKS Mata Kuliah : 2 SKS / 3 Rombel 3. Deskripsi Singkat Mata Kuliah SILABUS 1. Nama Mata Kuliah : Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat 2. SKS Mata Kuliah : 2 SKS / 3 Rombel 3. Deskripsi Singkat Mata Kuliah : Mata kuliah ini mempelajari tentang hokum perorangan adapt, hokum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Majelis Hakim menggunakan putusan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Simpulan dan Saran-saran. 1. Bahwa proses mangain marga kepada laki-laki di luar marga Batak Toba

BAB IV PENUTUP. Simpulan dan Saran-saran. 1. Bahwa proses mangain marga kepada laki-laki di luar marga Batak Toba BAB IV PENUTUP Simpulan dan Saran-saran A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa proses mangain marga kepada laki-laki di luar marga

Lebih terperinci

61 Suatu Telaah Tentang Keberadaan Anak Sumbang dalam Mewaris di Lihat Dari Aspek Hukum Adat.

61 Suatu Telaah Tentang Keberadaan Anak Sumbang dalam Mewaris di Lihat Dari Aspek Hukum Adat. SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Iman Hidayat 1 Abstract Custom is the reflection of personality and is one of the reflections of nation soul from

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini dijelaskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 1 ayat (3) (amandemen ke-3) yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH KARENA WARISAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi Kasus di Masyarakat Baki Sukoharjo)

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH KARENA WARISAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi Kasus di Masyarakat Baki Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI PELAKSANAAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH KARENA WARISAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi Kasus di Masyarakat Baki Sukoharjo) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu keluarga terbentuk karena adanya perkawinan para pihak yaitu suami-istri dan menginginkan agar perkawinan tersebut membawa suatu kebahagiaan dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia. Perkawinan secara otomatis akan mengubah status keduannya dalam masyarakat.

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci