TATA ARTISTIK DALAM PERTUNJUKAN (Stage Manager, Tata Rias, Tata Kostum, Tata Lampu, dan Dekorasi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA ARTISTIK DALAM PERTUNJUKAN (Stage Manager, Tata Rias, Tata Kostum, Tata Lampu, dan Dekorasi)"

Transkripsi

1 TATA ARTISTIK DALAM PERTUNJUKAN (Stage Manager, Tata Rias, Tata Kostum, Tata Lampu, dan Dekorasi) Memenuhi tugas kelompok Matakuliah Apresiasi Drama Dibina oleh Muh. Fatoni Rohman, S.Pd. Oleh: Dwi Oktavyanti Dyah Nanda Pratiwi H.P Ria Devi Nuryana PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara etimologis teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media: percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekorasi, musik, nyanyian, tarian, dsb. Seni teater menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang meliputi bunyi, suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan suatu kesatuan seni yang diciptakan oleh penulis lakon, sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni teater dilakukan bersamasama yang mengharuskan semuanya sejalan dan seirama serta perlu harmonisasi dari keseluruhan tim. Pertunjukan ini merupakan proses seseorang atau sekelompok manusia dalam rangka mencapai tujuan artistik secara bersama. Dalam proses produksi artistik ini, ada sekelompok orang yang mengkoordinasikan kegiatan (tim produksi). Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi tidak utuh tanpa adanya tata artistik yang mendukungnya. Tata artistik sendiri merupakan penampakan visual yang dibuat oleh tim ahli dalam teater, tv, film, tari, dan musik tujuannya untuk membantu mengomunikasikan pertunjukan tersebut kepada penonton. Dalam makalah ini akan dibahas tata artistik yang meliputi stage manager, tata rias, kostum, cahaya, dekorasi, dan scenery. Stage manager sendiri merupakan orang yang bertugas memimpin pertunjukan atau pementasan dalam artian pemimpin langsung dilapangan pada saat pertunjukan, membantu sutradara dalam mengkoordinasi dan persiapan pemain dan pekerja teater. Selajutnya pada makalah ini juga akan membahas tentang peranan tata rias, kostum, cahaya, dekorasi, serta secenry dalam sebuah pertunjukkan teater.

3 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana tugas dan tanggungjawab stage manager dalam sebuah pertunjukkan teater? 2. Apa yang dimaksud tata rias dalam pertunjukkan teater? 3. Apa yang dimaksud tata lampu dalam pertunjukkan teater? 4. Apa yang dimasud dengan dekorasi dalam pertunjukkan teater?

4 BAB II PEMBAHASAN A. Stage Manager Di dalam sebuah pertunjukkan teater terdapat istilah stage manager, istilah tersebut diperuntukkan kepada orang yang bertugas membantu sutradara dalam mengkoordinasi seluruh pelaksaan tugas-tugas teater. Stage manager menurut Sulistianto (2008:105) adalah sraf eksekutif yang yang mengatur panggung dan seluruh perlengkapannya. Tugas dan tanggung jawab stage manager dan staf panggung adalah mengatur urutan pementasan berdasarkan arahan pimpinan artistik serta mengakumulasi berbagai kebutuhan mulai dari alat-alat musik yang digunakan pementasan hingga bagaimana setting, pencahayaan, musik dan efek musik serta berbagai kebutuhan lain yang diminta pimpinan produksi atau penyaji karya seni dalam suatu produksi pementasan. Stage Manager bertugas memimpin pertunjukan atau pementasan dalam artian pemimpin langsung dilapangan pada saat pertunjukan, membantu sutradara dalam mengkoordinasi dan persiapan pemain serta pekerja teater. Selain itu tugas stage manager adalah merumuskan atau menetapkan secara lebih detail pelaksanaan acara pada hari-h terutama pada konsep penampilan dan pengisi acara, tata panggung dan tata lampu serta terjun langsung ke lapangan pada hari-h dan turun tangan langsung. Run down adalah detail susunan acara dalam suatu kegiatan pada hari-h. Dalam run down tercantum secara detail person yang terlibat dan peralatan yang dibutuhkan dalam setiap penampilan serta keteranganketerangan yang diperlukan. B. Tata Rias Tata rias secara umum dapat diartikan sebagai seni mengubah penampilan wajah menjadi lebih sempurna. Tata rias dalam teater mempunyai arti lebih spesifik yaitu seni mengubah wajah untuk menggambarkan karakter tokoh. Di dalam sebuah pertunjukkan teater tata rias merupakan salah satu unsur yang paling penting. Bentuk tata rias untuk setiap pemain teater selalu disesuaikan dengan peran yang dimainkan, misalnya jika seorang pemain memerankan tokoh antagonis maka tata rias yang digunakan akan disesuaikan dengan wajah orang yang pemarah. Rias menurut Endraswara (2011:97) adalah seni menggunakan

5 bahan kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon. Tata rias adalah seni mengguankan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan (Haryamawan, 1993:135). Terwujudnya wajah harus dipandang dari titik lihat audience, oleh sebab itu ada dua hal yang harus diperhatikan dalam tata rias pentas yaitu lighting dan jarak antara pemain dengan audience. Dalam hal ini tata rias digunakan untuk memberikan bantuan dengan jalan memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain hingga terbentuk dunia panggung dengan suasana yang kena dan wajar. Artinya tata rias dapat memberikan efek yang lain terhadap peran yang dimainkan oleh aktor dalam pementasan sebuah teater, sehingga dapat menciptakan suasana yang sama dengan realita. Fungsi tata rias dapat dikatakan sebagai fungsi pokok, dapat juga dikatakan sebagai fungsi bantuan. Dapat dikatakan sebagai fungsi pokok ketika riasan tersebut benar-benar dibuat berbeda dengan wajah asli pemainnya. Misalnya ketika ada seorang gadis belia yang berperan sebagai nenek tua, atau seorang wanita memainkan peran sebagai laki-laki. Sedangkan untuk fungsi bantuan dapat dicontohkan ketika ada seorang gadis muda di panggung harus memainkan peranan sebagai gadis muda, tetapi memerlukan riasan wajah, rambut, dan hal-hal kecil lainnya. Riasan akan terlihat lebih berhasil ketika pemain juga memiliki syarat-syarat watak, tipe, dan keahlian yang dibutuhkan oleh peranan yang akan dilakukannya. Dalam merias aktor atau aktris perlu adanya proses kreatif, hal ini diperlukan agar hasil kerjanya memiliki nilai artistik. Tata rias memerlukan jiwa seni, tujuannya agar sejalan dengan karakter yang dimainkan. Rias (Endraswara, 2011:101) mengemban tugas sebagai berikut. 1. Memperjelas apa yang akan dinyatakan tokoh. 2. Menjelaskan kepribadian tokoh (jenis, bangsa, watak, usia) dan mengungkapkan hubungan logis tokoh dengan nilai hakiki keseluruhan lakon tersebut. 3. Tata pakaian Tata pakaian dengan tata rias memiliki keterkaitan, tata pakaian juga memiliki peran yang sama dengan rias yaitu untuk membawakan peranannya sesuai dengan tuntutan lakon.

6 Jika peranan tidak menghendaki kekhususan wajah, sebaiknya pemeran tokoh berdandan secantik mungkin, yaitu sejauh tingkah dramatiknya tidak dirugikan oleh dandanannya, karena pada dasarnya penoton lebih menyukai dengan sebuah keindahan (Haryamawan, 1993:136). Mengenai kepribadian, yang harus diperhatikan adalah bentuk tubuh secara keseluruhan, lebih daripada wajah. Harus ada perbandingan yang sesuai di dalam proses kemanusiaan umum terdapat di dalam diri seseorang. Misalnya ketika pemain drama memerankan seorang nenek tua, dengan wajah penuh kerutan dan rambut yang sudah beruban, tetapi bentuk dan sikap tubuh terlihat muda, tentulah akan nampak tidak sesuai atau terkesan lucu. Lebih baik penonton melihat pemain tersebut tidak tua daripada harus melihat pemain drama yang tidak bisa memperlihatkan ketuaanya, oleh sebab dalam tata rias juga harus memeperhatikan kepribadian pemainnya terlebih dalam bentuk tubuh secara keseluruhan. Dalam memilih alat rias, menurut (Endraswara, 2011:99) penata rias hendaklah memperhatikan beberapa hal yaitu alat rias yang tidak memiliki efek samping, jenis dan warna yang digunakan lengkap, mudah dihapus tetapi tidak luntur dengan keringat, dan dapat memberikan berbagai efek. Dilihat dari segi sifatnya tata rias diklasifikasikan menjadi lima yaitu. 1. Rata dan halusnya base. Kegunaan base adalah untuk melindungi kulit, memudahkan pelaksanaan make-up dan penghapusannya. 2. Kesamaan foundation, fungsinya untuk memberikan dasar kulit sesuai dengan warna kulit yang diperankan. Biasanya berwujud stick atau pasta. 3. Lines ini berguna untuk memberikan batas anatomi wajah biasanya berupa eyebrow pencil, eyelash (pelengkap bulu mata), lipstick, higlight, dan shadow (menciptakan efek tiga dimensi). 4. Rouge, bermanfaat untuk menghidupkan bagian pipi dekat mata tulang pipi, dagu, dan kelopak mata. 5. Cleansing (cream). Cream pembersih efektif menghilangkan semua riasan yang sudah dibentuk. Dalam merias seseorang memang dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman yang cukup agar make-up yang dibentuk dapat terlihat lebih

7 maksimal. Garis-garis yang digambarkan di wajah pemeran hendaklah dibuat sewajar dan sealamiah mungkin. Hal ini bertujuan agar dalam pementasan teater. Tata rias selalu akan menghasilkan watak atau seringkali rias yang menyesuaikan wataka pelaku (Endraswara, 2011:98). Melihat hubungan rias dengan watak yang akan diperankan, Waluyo (Endraswara, 2011:98) membagi jenis rias menjadai delapan, yaitu: 1. Rias jenis Pada rias jenis ini dilakukan ketika perias harus mengubah seorang lakilaki menjadi perempuan, atau perempuan menjadi laki-laki. 2. Rias bangsa Rias bangsa ini terjadi jika seorang pemain bangsa Indonesia memainkan peran sebagai orang asing (Inggris). Dalam hal ini diperlukan adanya pengetahuan terhadap bangsa-bangsa yang akan diperankan mulai dari wataknya, sifat bangsa, dan tipenya. 3. Rias usia Rias usia ini dapat diaplikasikan ketika seorang gadis belia memerankan seorang nenek tua. 4. Rias tokoh dan watak Pengertian rias tokoh digabungkan dengan rias watak, karena di dalam masyarakat orang dapat membedakan antara tokoh pelacur dengan tokoh ibu yanag saleh, umpamanya. Dari masing-masing tokoh tersebut jelas menunjukkan watak dan bentuk luar yang berbeda. 5. Rias temporal Rias yang dilakukan ketika terdapat perbedaan waktu dalam memerankan adegan. Misalnya rias orang bangun tidur dengan rias hendak ke pesta. 6. Rias aksen Riasan yang memberikan tekanan terhadap pemeran yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya. Misalnya pemuda Jawa yang akan berperan sebagai pemuda Jawa. 7. Rias lokal Riasan yang ditentukan oleh tempat, misalnya riasan narapidana yang ada di dalam penjara berbeda dengan ketika ia sudah bebas.

8 Praktek tata rias memaparkan urutan kerja dalam merias pemain. Tata urutan kerja atau prosedur tata rias perlu diketahui agar proses berjalan secara efektif dengan hasil yang maksimal. Seorang penata rias dalam merias aktor maupun aktrisnya tidak sembarang dalam mengaplikasikannya, butuh beberapa tahapan agar rias yang dihasilkan dapat sesuai dengan karakter yang diharapkan. Berikut ini urutan atau prosedur seorang penata rias dalam merias aktor atau aktrisnya. 1. Persiapan Persiapan merupakan tahapan yang penting dalam praktek tata rias. Seorang penata rias perlu melakukan persiapan berupa perencanaan, persiapan tempat, bahan dan peralatan, serta persiapan pemain. a) Perencanaan Perencanaan dimulai dengan diskusi dengan sutradra, pemain, dan penata artistik yang lain. Penata rias mencatat masukan-masukan dari sutradara terkait dengan tata rias. Catatan sutradara sebagai masukan bagi penata rias untuk membuat desain atau rancangan. b) Persiapan tempat Tempat untuk merias memiliki pengaruh yang cukup besarterhadap keberhasilan suatu hasil kerja. Tempat rias idealnya memiliki cermin yang dilengkapi dengan penerangan yang cukup. Cermin yang dibutuhkan untuk tata rias setidaknya berukuran relatif besar sehingga mampu menangkap bagian tubuh dan wajah pemain secara utuh. Selain cermin juga dibutuhkan adanya kursi khusus untuk merias, misalnya kursi hidrolik yang bisa diputar dan dinaik-turunkan secara otomatis sehingga penata rias tidak perlu membungkuk atau berpindah tempat. c) Persiapan bahan dan peralatan Seorang penata rias harus tahu bahan apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan kerjanya. Bahan dan peralatan ditata sedemikian rupa dan harus diketahui secara persis tempatnya agar saat praktek tidak disibukkan dengan mencari bahan atau alat yang harus digunakan. d) Persiapan pemain

9 Seorang penata rias harus bisa mengukur berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Termasuk menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan persiapan seorang pemain untuk siap dirias. 2. Desain Desain adalah rancangan berupa gambar atau sketsa sebagai dasar penciptaan. Membuat desain pada dasarnya adalah menuangkan gagasan dalam bentuk gambar atau sketsa. Proses tata rias memerlukan desain sebelum bahan-bahan kosmetik diaplikasikan pada wajah pemain. Desain mempermudah kerja penata rias dengan hasil yang maksimal. 3. Merias Desain pada akhirnya diaplikasikan pada pemeran. Seorang penata rias bekerja berdasarkan desain yang telah dibuat. Seorang penata rias bisa menyerahkan sebagian pekerjaannya pada seorang asisten dengan tetap berpedoman pada desain. Penata rias melakukan kontrol dan penyempurnaan agar hasil sebagaimana yang diharapkan. C. Tata Kostum Tata kostum adalah seni pakaian dan segala perlengkapan yang menyertai untuk menggambarkan tokoh. Tata busana termasuk segala asesoris seperti topi, sepatu, syal, kalung, gelang, dan segala unsur yang melekat pada pakaian. Tata busana dalam teater memiliki peranan penting untuk menggambarkan tokoh. Menurut Endraswara (2011:102) tata kostum bertujuann untuk hal-hal berikut, 1. Membantu mengidentifikasi periode saat lakon itu dilaksanakan. Kesesuaian periode ini juga diikuti dengan kesesuaian tema, karakter, dan akting. 2. Membantu mengindividualisasikan pemain. Artinya setiap pemain diberikan kostum yang berbeda-beda. 3. Kostum menunjukkan asal-usul dan status sosial orang tersebut. Dari kostum yang dikenakan penonton akan mengetahui apakah orang tersebut dari kota, desa, golongan terpelajar, atau dari kalangan elit menengah atas atau bawah.

10 4. Kostum juga dapat menunjukkan waktu dan peristiwa itu terjadi (bagi kalangan tertentu). Misalnya pakaian pagi hari, sore, malam, ada pakaian sekolah, pakaian kerja, dan seterusnya. Untuk rakyat jelata tentu perbedaan itu tidak ada. 5. Kostum juga mengekspresikan usia orang. Jadi dengan kostum yang dikenakan harus diyakinkan apakah orang tersebut sudah tua, paruh bayam, remaja, atau kanak-kanak. 6. Kostum juga dapat mengekespresikan gaya permainan. Misalnya jika kostum yang dikenakan pemain adalah kostum yang aneh-aneh maka drama yang ditampilkan bisa berupa banyolan atau lawakan. 7. Kostum, bagaimanapun rumitnya harus membantu gerak-gerik aktor di pentas, dan membantu aktor mengekspresikan wataknya. Sebaliknya ksotum yang mengganggu grakan aktor di pentas dapat diganti, walaupun kurang sesuai dengan tuntutan lakon. Misalnya penggunaan blangkon pada pemain, hal tersebut akan mengganggu jika adegan yang dilakukan oleh pemain banyak mengundang gerak (misal ketika perang), karena blangkon akan lebih sering jatuh dan mengganggu gerak pemainnya. Postur tubuh tertentu membutuhkan riasan yang berlainan. Setiap tokoh ada yang besar, kecil, lentur, dan sebagainya hingga menuntut rias yang bervariasi. Menurut Endraswara (2011:103) berdasarkan sifat dan fungsinya, kostum dibedakan menjadi berikut. 1. Pakaian dasar atau foundation. Merupakan bagian kostum yang memberikan latar belakang pada kostum yang akan dikenakan. Dapat juga berupa penambahan pada bagian tertentu untuk membentuk tubuh seperti yang dikehendaki lakon misalnya: wanita hamil, perut gendut, bungkuk, dan lain sebagainya. 2. Pakaian kaki (sepatu). Bentuk sepatu yang dikenakan memberikan efek visual bagi penonton, serta memberikan pengaruh terhadap gaya berjalan aktor. Sepatu yaang dikenakan menunjukkan profesi tertentu (militer, raja, dewa) alas kaki bukan sekedar pakaian kaki yang tidak memiliki makna dalam sebuah pementasan.

11 3. Pakaian tubuh (body). Pakaian tubuh disesuaikan dengan kebutuhan lakon, dengan mempertimbangkan usia, watak, status sosial, keadaan emosi, dan sebagainya. Pemilihan warna pakaian juga selaras dengan karakter atau peran yang akan dimainkan. 4. Pakaian kepala (head dress), bagian kepala ini dapat berupa mahkota, topi, kopiah, gaya rambut, sanggul, topeng, dan sebagainya. Corak pakaian kepala harus dapat mendukung kostum pada tubuh pelakon. Selain itu penggunaan pakaian kepala juga harus disesuaikan dengan make-up karena ketiganya terdapat hubungan yang dapat melukiskan peranan secara langsung. 5. Kostum pelengkap atau accessories, kostum pelengkap ini digunakan untuk memberikan efek dekoratif, efek watak, atau tujuan lain yang belum dicapai dalam kostum lain. Misalnya jenggot, kumis palsu, kacamat hitam, tongkat, dan sebagainya. D. Tata Lampu Salah satu unsur dalam pertunjukan adalah tata lampu (lighting). Tata lampu adalah penataan perlatan pencahayaan yang bertujuan sebagai penerangan dan pencahyaan panggung untuk mendukung sebuah pementasan. Tata lampu dihadirkan dengan kemegahan tata lampu yang sempurna. Pementasan akan terlihat megah, dramatik, dan sederhana dapat dirasakan penonton melalui tata lampu yang dihadirkan. 1. Tujuan Tata Lampu Tujuan dari tata lampu menurut Endraswara (2011:106) berikut. Tujuan tata lampu pertama yakni sebagai penerangan terhadap pentas dan aktor. Inilah tujuan utama dari tata lampu. Lampu memberi penerangan agar pentas dan segala isinya terlihat jelas oleh penonton. Tanpa adanya penerangan lampu penonton akan bingung jalan cerita yang disampaikan. Penonton tidak dapat melihat karakter, mimik wajah aktor dalam pertunjukan tersebut. Penerangan di sini tidak hanya sekedar memberikan efek terang terhadap pertunjukan, tetapi penerangan lampu ini akan memberikan penerangan pada bagian tertentu dengan intensitas tertentu. Artinya,

12 penerangan lampu ini akan menyoroti bagian-bagian yang ingin ditonjolkan dalam sebuah pertunjukan. Kedua, tata lampu akan memberikan efek alamiah dari waktu, seperti jam, musim, cuaca, dan suasana. Artinya penggunaan lampu dalam sebuah pertunjukan dapat menggambarkan waktu yang ada pada jalan ceritanya. Misalnya suasana berduka umumnya lampu yang digunakan tidak begitu terang, lampu yang digunakan tidak begitu terang untuk menonjolkan makna yang disampaikan dalam pertujukan. Ketiga, membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga terdapat efek sinar dan bayangan. Artinya, tujuan lampu yang ketiga ini dapat dimafaatkan untuk menciptakan lukisan panggung melalui tataran warna yang dihasilkan. Keempat, tata lampu melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya. Tata lampu dapat memberikan penekanan tertentu pada adegan yang diinginkan, khususnya akan memberikan penekanan kejiwaannya. Penggunaan warna serta intensitas dapat menarik perhatian penonton sehingga membantu menyampaikan pesan jalan ceritanya. Misalnya, ketika seorang aktor sedang sedih secara umum tata lampu yang diberikan tidak akan berwarna merah atau warna yang terang. Tata lampu yang diberikan justru warna-warna gelap yang akan menonjolkan kejiwaan aktor tersebut. Kelima, tata lampu juga dapat mengekspresikan mood and atmoshphere dari lakon, untuk mengungkapkan gaya dan tema lakon itu. Maksudanya tujuan tata lampu kelima adalah kemampuannya menghadirkan suasa yang dapat memengaruhi emosi penonton. Tata lampu akan menghadirkan suasana yang dikehendaki lakon. Misalnya, penggunaan warna caaya matahari pagi berbeda dengan penggunaan cahaya matahari di siang hari. Penggunaan matahari di siang hari terasa panas. Hal tersebut dapat menggambarkan suasana dan emosi yang dapat dimunculkan oleh tata lampu. Terakhir, tujuan tata lampu yang keenam yakni mampu memberikan varias-variasi sehingga adengan tidak statis. Artinya, dengan penggunaan lampu sebuah objek dapat dicitrakan. Tata lampu bisa dibagi menjadi sisi gelap dan terang atas objek yang disinari sehingga membantu perspektif

13 panggung. Jika semua objek disinari lampu dengan intensitas yang sama maka objek yang ditangkap oleh penonton akan hambar. Dengan pengaturan variasvariasi penggunaan lampu pada pertunjukan akan menunjukkan objek yang akan ditonjolkan. Keenam tujuan tata lampu tersebut tidak berdiri sendiri. Artinya, masing-masing tujuan tersebut saling memengaruhi. Pada dasarnya tujuan tata lampu itu sendiri menurut penulis terletak pada tujuan utama yakni penerangan. Karena penggunaan lampu sebagai penerangan ini dapat memunculkan banyak makna yang akan disampaikan dalam suatu pertunjukan. Tujuan tata lampu tersebut juga dapat diartikan sebagai pemberi tanda selama pertunjukan berlangsung. 2. Unsur-Unsur dalam Tata Lampu Dalam tata cahaya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan, antara lain : a) Tersedianya peralatan dan perlengkapan. Yaitu tersedianya cukup lampu, kabel, holder dan beberapa peralatan yang berhubungan dengan lighting dan listrik. Tidak ada standard yang pasti seberapa banyak perlengkapan tersebut, semuanya bergantung dari kebutuhan naskah yang akan dipentaskan. b) Tata letak dan titik fokus. Tata letak adalah penempatan lampu sedangkan titik fokus adalah daerah jatuhnya cahaya. Pada umumnya, penempatan lampu dalam pementasan adalah di atas dan dari arah depan panggung, sehingga titik fokus tepat berada di daerah panggung. Namun semuanya itu sekali lagi bergantung dari kebutuhan naskah. c) Keseimbangan warna. Maksudnya adalah keserasian penggunaan warna cahaya yang dibutuhkan. Hal ini berarti, lightingman harus memiliki pengetahuan tentang warna. d) Penguasaan alat dan perlengkapan. Artinya lightingman harus memiliki pemahaman mengenai sifat karakter cahaya dari perlengkapan tata cahaya. Tata cahaya sangat berhubungan dengan

14 listrik, maka anda harus berhati-hati jika sedang bertugas menjadi light setter atau penata cahaya. e) Pemahaman naskah. Artinya lightingman harus paham mengenai naskah yang akan dipentaskan. Selain itu, juga harus memahami maksud dan jalan pikiran sutradara sebagai penguasa tertinggi dalam pementasan Dalam sebuah pertunjukan, seorang lightingman harus memahami unsur-unsur dalam penataan cahaya yang akan ditampilkan. Sebuah pertunjukan akan berhasil jika unsur-unsur tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan secara keseluruhan. Jika ada bagian dari unsur tersebut hilang maka akan menggangu jalannya proses pertunjukan. 3. Peralatan Tata Cahaya Peralatan tata lampu dalam pertunjukan teater yang paling sederhana yang harus dimiliki menurut Endraswara (2011:108) memiliki 3 macam alat sinar berikut. a) Strip light, adalah penataan lampu yang berderet. Deretan lampu ini dapat diberi sekat dan dapat pula tanpa sekat. Deretan lampu disusun dalam kotak dan biasanya diletkkan dalam kotak khusus yang biasanya ditempatkan di lantai atau di atas pentas. b) Spot light, yaitu lampu dengan sinar yang kuat dan berfungsi untuk memberikan sinar pada satu titik tertentu. Selain itu, Spot light juga digunakan untuk membuat efek-efek tertentu seperti menciptakan air laut, api, Guntur, atau kilat, dan sebagainya. c) Flood light, yaitu sumber sinar yang memiliki kekuatan besar tapi tidak menggunakan lensa seperti spot light. Dalam penggunaan tata lampu dalam sebuah pertunjukan perlu dipertimbangkan adanya pengontrolan sinar. Menurut Endraswara (2011:109) pengaturan sinar meliputi enam hal berikut ini. a) hidup matinya lampu b) penyuraman lampu c) arah sinar d) besarnya sinar spot light

15 e) bentuk sinar spot light f) warna dari sinar E. Dekorasi Tata pentas biasanya dipimpin oleh stage manager. Pentas tidak saja berupa panggung yang terdapat dalam sebuah gedung melainkan keseluruhan dari gedung, itulah pentas (baik panggung maupun tempat penonton). Dalam hal ini istilah yang digunakan adalah pentas, karena pementasan drama tidak selalu di panggung, sehingga istilah panggung tidak digunakan dalam kaitan pementasan dapat di panggung, dapat di arena. 1. Macam-macam Pentas Dalam teater modern menurut Endraswara (2011:111) mengatakan bahwa pentas disesuaikan dengan kebutuhan penonton dan lakonnya. Artinya di dalam sebuah pertunjukan penonton diharapkan dapat melihat pertunjukan dengan jelas dan enak. Selain itu, pentas disesuakan dengan jalan cerita yang akan dibawa oleh lakonnya. Beberapa jenis pentas dalam teater modern menurut Endraswara (2011:111) sebagai berikut. a) Pentas Konvensional Pentas konvensional yaitu bentuk pentas panggung yang masih menggunakan proscenium atau tirai depan. Secara umum bentuk pentas konvesional ini memiliki konstruksi yang bentuknya statis biasa digunakan oleh wayang orang dan ketoprak. Selain itu, bentuk pentas ini memiliki gorden-gorden sebagai pembatas antara panggung dan tempat penonton. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradmodarmaya (1988:60) yang menyatakan bahwa panggung proscenium merupakan panggung konvensional yang memiliki ruang proscenium atau suatu bingkai gambar. Hubungan antara panggung dan auditorium dipisahkan atau dibatasi oleh dinding atau lubang proscenium. Sedangkan tepi proscenium dapat berupa garis lengkung atau garis lurus yang disebut dengan pelengkung proscenium. b) Pentas Arena

16 Pentas arena yaitu bentuk pentas tidak di panggung, tetapi sejajar dengan penonton. Menurut Padmodarmaya (1988:35) panggung arena merupakan panggung yang paling sederhana dibandingkan dengan panggung yang lain, yang dapat dilihat didalam maupun diluar gedung. Kursi untuk penonton diatur sedemikian rupa, sehingga tempat panggung berada ditengah, sedangkan deretan kursi ada lorong yang digunakan sebagai jalan keluar dan masuknya pemain atau penari yang disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukannya. Pentas arena memiliki berbagai bentuk dan konstruksi, ada yang berbentuk tapal kuda, huruf L, huruf U, ada yang berbentuk segitiga, arenanya lebih rendah dari penonton dan tempat duduknya berundak-undak. Di dalam pentas arena pelakon dituntut untuk berakting dan berdialog lebih kuat, karena jaraknya dekat dengan penonton yang memungkinkan penonton berbuat gaduh. c) Revolving Bentuk pentas revolving yaitu bentuk panggung yang dapat diputar, yang bertujuan untuk mengurangi waktu kosong selama menunggu adegan atau babak berikutnya. 2. Scenery Di dalam sebuah pertunjukan diperlukan latar belakang suasana yang bertujuan untuk mendukung keadaan pentas. Menurut Padmodarmaya (1988:140) mendefinisika scenery adalah suasana sekitar akting pelakon, atau semua elemen visual yang mengitari pemeran pada saat penampilannya di atas pentas. Sedangkan menurut Endraswara (2011:112) scenery merupakan latar belakang pada pentas untuk mempertunjukan lakon. Jadi dapat disimpulkan bahwa scenery merupakan latar belakang yang berupa hiasan atau lukisan yang memiliki makna sesuai dengan alur cerita yang dipentaskan. Scenery menurut Endraswara (2011:112) dibedakan menjadi dua yaitu scenery terbuka dan scenery tertutup. Scenery terbuka misalnya pohon, semaksemak, bukit, kaki langit, dan sebagainya. Scenery tertutup misalnya meja, kursi, tembok, dan lain sebagainya. Di dalam sebuah pertunjukan drama modern seperti saat ini scenery sangat bervariasi, dan biasanya berhubungan dengan seni lukis.

17 Lukisan ini dapat disesuaikan dengan tempat, zaman, tema jiwa/karakter dari adegan atau lakon itu. Menurut sifatnya scenery dibagi menjadi dua macam (Endraswara, 2011:113). a) Draperies, yakni berupa kain polos, border, teaser, dan gran drapery. Artinya scenery yang digunakan dalam pertunjukan berupa latar belakang netral (polos). b) Scenery terlukis, dekor tradisional yang dilukis. Menurut konstruksinya, scenery dibagi menjadi tiga sebagai berikut. 1) Flat, berupa dekorasi yang berbingkai-bingkai kayu ditutup kain dan cat. 2) Drops, berupa dekorasi yang tidak berbingkai digantung pada bagian belakang panggung. 3) Plastic pieces, berupa lukisan objek yang tiga dimensional misalnya pintu, jendela, pohon, tungku api, dan sebagainya. Menurut Endraswara (2011:113) berdasarkan struktur settingnya scenery dapat diletakkan berdiri da nada pula yang digantung. Scenery yang diletakkan berdiri biasanya berupa scenery dimensional, sedangkan untuk scenery yang digantung biasanya berupa scenery lukisan. Dalam pertunjukan drama modern secara umum susunan scenery tidak diganti dari awal adegan sampai akhir. 3. Komposisi Pentas Komposisi pentas merupakan penyusunan yang berarti dan artistik atas bahan-bahan perlengkapan pada pentas. Artinya komposisi pentas berarti proses penyusunan tokoh-tokoh manusia sedemikian rupa sehingga garis dan kelompok yang tersusun menciptakan gambaran artistik yang berarti. Komposisi dalam sebuah pementasan harus dapat memberikan pandangan yang indah, hangat, dan menarik. Untuk mengatur komposisi dengan baik, maka harus diperhatikan aspek motif dan teknik komposisi. Adapun aspek, motif menurut Endraswara (2011:116) meliputi hal-hal berikut. a. Kewajaran. Komposisi pentas dibuat sewajar mungkin. Dalam hal ini sutradara menciptakan ilusi kenyataan. Misalnya pada komposisi sikap orang yang sedang berpikir berbeda dengan sikapnya di waktu istirahat.

18 Begitu pula dengan komposisi orang yang berada di ruang duduk berlainan dengan sikapnya di sebuah taman. b. Menceritakan kisah. Komposisi pentas tidak boleh sembarangan tetapi harus membantu mengungkapkan cerita. Artinya, di dalam sebuah pementasan bahan-bahan yang ada dalam pementasan itu akan berkisah sendirinya. Misalnya, ada sebuah hidangan hal tersebut sudah dapat membawa pemahaman penonton bahwa kisah tersebut tentu ada keterlibatan dengan hidangan yang disajikan. c. Menggambarkan emosi. Komposisi pentas tidak boleh selalu rapi, karena harus menggambarkan emosi adegan tertentu. Artinya, di dalam sebuah pementasan komposisi pentas haruslah bisa menggambarkan suatu emosi yang diperankan oleh lakonnya. Misalnya. Komposisi pentas yang acakacakan akan membantu suasana emosi para pemainnya. d. Mengidentifikasikan perwatakan. Watak secara sosiologis akan didukung oleh komposisi yang tepat. Artinya, sebelum melakukan pementasan hendaklah dijelaskan peranan antagonis penentang ide utamanya secara dramatic sehingga momen konflik menjadi jelas bagi penonton. Sehingga dari kemunculan konflik tersebut akan terlihat hubungan tokoh secara timbal balik. Misalnya, dengan adanya tokoh pemimpin, seorang tua, wanita, dan sebagainya.

19 BAB III SIMPULAN 1. Tugas dan tanggung jawab stage manager adalah mengatur urutan pementasan berdasarkan arahan pimpinan artistik serta mengakumulasi berbagai kebutuhan mulai dari alat-alat musik yang digunakan pementasan hingga bagaimana setting, pencahayaan, musik dan efek musik serta berbagai kebutuhan lain yang diminta pimpinan produksi atau penyaji karya seni dalam suatu produksi pementasan. 2. Tata rias merupakan bentuk tata wajah yang dilakukan oleh penata rias untuk membuat wajah pemain agar sesuai dengan karakter tokoh yang akan dimainkan dalam sebuah pertunjukkan drama atau teater. Setiap karakter yang berbeda memiliki riasan yang berbeda pula. 3. Tata kostum merupakan bagian dari tata rias yaitu bentuk pakaian yang dipakai oleh pemain saat pementasan teater, pakaian yang dipakai oleh pemain haruslah disesuaikan dengan bentuk riasan. Oleh sebab itu antara kostum dengan rias memiliki keterkaitan. 4. Tata cahaya Dalam sebuah pertunjukkan tata lampu merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan. Tujuan tata lampu pada dasarnya saling berkaitan untuk menjadikan sebuah pertunjukkan yang menjadi indah. Selain itu pemimpin tata lampu juga harus memeprhatikan unsur-unsur tata lampu dalam sebuah pertunjukkan. 5. Dekorasi Sebuah pertunjukkan tidak dapat terlepas dari dekorasi pentas. Karena dekorasi pentas akan menghidupkan sebuah pertunjukkan.

20 DAFTAR RUJUKAN Endraswara, Endraswara Metode Pembelajaran Drama: Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian. Jakarta: CAPS. Harymawan Dramartugi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Herry, Sulistianto, dkk Seni dan Budaya. Bandung:Grafindo Media Pratama. Sulistyo Peran Stage Manager. ( diakses pada 5 Desember Padmodarmaya, Pamana Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka.

BAB IV KOMPOSISI PENTAS. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas

BAB IV KOMPOSISI PENTAS. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas BAB IV KOMPOSISI PENTAS STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui hakikat Komposisi Pentas KOMPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian komposisi Menjelaskan Aspek-aspek motif Komposisi

Lebih terperinci

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery)

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) BAB III TATA DEKORASI STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) KOMPETENSI DASAR : Menyebutkan pengertian Dekorasi Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Dekorasi Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias BAB VII TATA RIAS STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias KOMPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian Tata Rias Menyebutkan Tujuan dan fungsi tata rias Menyebutkan bahan dan Perlengkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP 197201232005011001 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2014 1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rias wajah bukan merupakan suatu hal baru, karena sejak ribuan tahun yang lalu sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum wanita, dimana setiap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik Tata Rias Tari Surabaya Dengan Teknik Fotografi Sebagai Sarana Informasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB VI TATA SUARA. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa mampu memahami hakikat Tata Suara dalam sebuah pertunjukan.

BAB VI TATA SUARA. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa mampu memahami hakikat Tata Suara dalam sebuah pertunjukan. BAB VI TATA SUARA STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa mampu memahami hakikat Tata Suara dalam sebuah pertunjukan. KOMPETENSI DASAR : Menyebutkan pengertian Tata Suara Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Tata Suara

Lebih terperinci

Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan

Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan Oleh: Eko Santosa Salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam proses penciptaan teater adalah manajemen. Dalam teater bahasan manajemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin berkembang pesat dengan adanya sarana media pendidikan dan hiburan yang lebih banyak menggunakan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni yang kolektif, pertunjukan drama memiliki proses kreatifitas yang bertujuan agar dapat memberikan

Lebih terperinci

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama DRAMA A. Definisi Drama Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti menirukan. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan

Lebih terperinci

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB ARTIKEL OLEH: AJENG RATRI PRATIWI 105252479205 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni budaya merupakan salah satu warisan dari leluhur atau nenek moyang yang menjadi keanekaragaman suatu tradisi dan dimiliki oleh suatu daerah. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG

BAB III TEORI PENUNJANG BAB III TEORI PENUNJANG 3.1. Pengertian Panggung Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton.di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini banyak kebudayaan yang sudah mulai ditinggalkan, baik kebudayaan daerah dan luar negeri. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pagelaran Tata Rias dan Kecantikan ini menyelenggarakan ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan

Lebih terperinci

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH 2016 2017 1 Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada orang laindan secara terorganisir dinamakan a katalog b

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi kosmetik saat ini semakin nyata, terlihat dari semakin banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA

TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA 1 TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA DALAM RANGKA PERESMIAN GEDUNG OLAH RAGA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PADA TANGGAL 22 JANUARI 2008 Disusun oleh: Titik Putraningsih JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER

MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER Noor Aidawati, M. Pd MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER Modul ini berisi tentang latar belakang munculnya istilah teater sampai dengan penyebaran teater ke seluruh dunia. Teater di

Lebih terperinci

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) kesenian diubah menjadi seni budaya, sesuai kurikulum itu pula mata pelajaran seni budaya mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi dan budaya, cerita yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi dan budaya, cerita yang banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan teknologi dan budaya yang semakin maju membuat terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. pertunjukan yang mewakili kesukaan pada lagu-lagu lama, memilih naskah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. pertunjukan yang mewakili kesukaan pada lagu-lagu lama, memilih naskah BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Tiga Dara adalah proses kerja teater kolektif yang melibatkan banyak unsur dalam berbagai tahapan didalamnya. Mulai dari aplikasi ide pertunjukan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Konflik Teks Drama dengan Menggunakan Metode Numbered Head Together dalam Kurikulum 2013 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta yang mengungkapkan pribadi manusia berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan rahmatnya kita bisa membuat makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan aktifitas atau peran, bahkan profesi tertentu. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan aktifitas atau peran, bahkan profesi tertentu. Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan seni berdampak pada kehidupan sehari-hari manusia. Untuk mengimbangi kemampuan teknologi tersebut manusia diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral, yang mengandung makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan arus informasi yang menyajikan kebudayaan barat sudah mulai banyak. Sehingga masyarakat pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negaranegara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

KODE MODUL KUL-206C PENYUSUN TIM KONSULTAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG

KODE MODUL KUL-206C PENYUSUN TIM KONSULTAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG KODE MODUL -206C PENYUSUN TIM KONSULTAN FATAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) Sekolah : SMP Negeri 2 Gerokgak Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Rupa Kelas/Semester : IX / I Pertemuan ke : 1-2 Alokasi Waktu : 4 x 40 menit Satandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. Berbagai jenis seni yang dimiliki Indonesia sangat beragam mulai dari bentuk, ciri khas,

Lebih terperinci

Pertemuan 13 Fotografi Konsep Foto ACHMAD BASUKI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

Pertemuan 13 Fotografi Konsep Foto ACHMAD BASUKI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA Pertemuan 13 Fotografi Konsep Foto ACHMAD BASUKI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA Konsep Foto Konsep foto adalah sebuah ide dasar yang dapat dikembangkan menjadi sebuah karya foto dan dapat menceritakan

Lebih terperinci

Belajar Memahami Drama

Belajar Memahami Drama 8 Belajar Memahami Drama Menonton drama adalah kegiatan yang menyenangkan. Selain mendapat hiburan, kamu akan mendapat banyak pelajaran yang berharga. Untuk memahami sebuah drama, kamu dapat memulainya

Lebih terperinci

MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13

MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13 DOKUMEN NEGARA 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13 Paket 3 P... DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT 2017 MAPEL

Lebih terperinci

MERIAS WAJAH PENGANTIN UNTUK BENTUK WAJAH BULAT

MERIAS WAJAH PENGANTIN UNTUK BENTUK WAJAH BULAT MERIAS WAJAH PENGANTIN UNTUK BENTUK WAJAH BULAT Yenni Sri Handayani *) ABSTRAKSI Salah satu warisan budaya luhur bangsa Inodnesia yaitu upacara adat perkawinan, yang tersebar hampir di setiap daerah. Salah

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman/waktu. Baik itu seni bahasa atau sastra, seni gerak (acting), seni rias

BAB I PENDAHULUAN. zaman/waktu. Baik itu seni bahasa atau sastra, seni gerak (acting), seni rias BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap segi kehidupan manusia tidak terlepas dari kesenian. Dan kesenian itu sendiri tidak pernah mati dan menghilang atau pun habis termakan zaman/waktu. Baik

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK

BAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK BAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK A. Konsep Dasar Penataan Display Penataan berasal dari kata bahasa Inggris display yang artinya mempertunjukkan, memamerkan, atau memperagakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dan kata kerja Dran yang berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 5. DRAMALatihan Soal 5.5. Pembahasan Teks : Orang yang mengatur jalannya pertunjukan drama disebut sutradara

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 5. DRAMALatihan Soal 5.5. Pembahasan Teks : Orang yang mengatur jalannya pertunjukan drama disebut sutradara 1. Bagian babak yang berisi gambaran suatu adegan disebut?. SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 5. DRAMALatihan Soal 5.5 adegan babak kramagung skenario Kunci Jawaban : A Adegan : bagian babak yang berisi

Lebih terperinci

Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater

Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater MENDIDIK : Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater Volume 3, No. 2, Oktober 2017: Page 109-119 P-ISSN: (Studi 2443-1435 Pengembangan E-ISSN: 2528-4290

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Drama sebagai salah satu bagian dari pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam membentuk watak peserta didik yang berkarakter. Peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita dan kosmetik adalah sahabat sejati, keduanya saling melengkapi satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik bagaikan sayur

Lebih terperinci

BAB V TATA LAMPU. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami hakikat tata lampu (Lighting) pertunjukan

BAB V TATA LAMPU. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami hakikat tata lampu (Lighting) pertunjukan BAB V TATA LAMPU STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami hakikat tata lampu (Lighting) pertunjukan KOMPETENSI DASAR : Menyebutkan sistem pencahayaan seni pertunjukan Menyebutkan pengertian, tujuan,

Lebih terperinci

GAMBAR 3 TATA RIAS WAJAH PENARI PRIA DAN WANITA

GAMBAR 3 TATA RIAS WAJAH PENARI PRIA DAN WANITA GAMBAR 3 TATA RIAS WAJAH PENARI PRIA DAN WANITA Analisa Penyajian, Properti, dan iringan musik Garapan Goresan Ilusi Kiriman Ngurah Krisna Murti, Mahasiswa PS Seni Tari. ISI Denpasar Analisa Penyajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Tari juga merupakan ekspresi jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Rancangan kostum pada tokoh Rampak Kera dalam The Futuristic of

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Rancangan kostum pada tokoh Rampak Kera dalam The Futuristic of BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pergelaran Ramayana dengan tema futuristic merupakan sebuah pertunjukan tradisional yang diubah kedalam tema yang lebih modern. Setelah menyusun Laporan Proyek

Lebih terperinci

MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13

MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13 DOKUMEN NEGARA 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 MAPEL SENI BUDAYA TEATER K13 Paket 4 P... DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT 2017 SENI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

MATERI 2 PENCIPTAAN DAN PENATAAN TARI

MATERI 2 PENCIPTAAN DAN PENATAAN TARI MATERI 2 PENCIPTAAN DAN PENATAAN TARI A. Pengertian Tari Batasan konsep tetang tari banyak dikemukakan oleh beberapa ahli, tetapi perlu diingat bahwa batasan yang dikemukakan seseorang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Teater Wadas

BAB V PENUTUP. kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Teater Wadas 82 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pementasan seni drama Teater Wadas memiliki karakteristik tersendiri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buku cerita dongeng sebelum tidur akibat sibuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. buku cerita dongeng sebelum tidur akibat sibuk bekerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju membuat banyak orang beranggapan bahwa dongeng atau cerita rakyat sudah tidak diminati lagi

Lebih terperinci

TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI

TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI TATA ARTISTIK RISTIA KADIASTI 085643055940 Tata artistik: seni dekorasi panggung Dengan mengedepankan konsep Estetika. Tata Artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari tata kelola panggung,

Lebih terperinci

Gambar 3 Tata Rias Wajah Penari Pria dan Wanita

Gambar 3 Tata Rias Wajah Penari Pria dan Wanita Analisa Penyajian, Properti, dan iringan musik Garapan Goresan Ilusi Kiriman Ngurah Krisna Murti, Mahasiswa PS Seni Tari. ISI Denpasar Analisa Penyajian Penyajian suatu garapan tari diperlukan cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional daerah dengan kekhasannya masing-masing senantiasa mengungkapkan alam pikiran dan kehidupan kultural daerah yang bersangkutan. Adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Sebuah karya seni dapat terlihat dari dorongan perasaan pribadi pelukis. Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya. Hal itu di awali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabuki merupakan teater asal Jepang yang terkenal dan mendunia, ceritanya didasarkan pada peristiwa sejarah, drama percintaan, konfilk moral, dan kisah kisah tragedi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya Alasan Pemilihan Tema

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya Alasan Pemilihan Tema 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya 1.1.1 Alasan Pemilihan Tema Di Indonesia pada dasarnya sangat kental dengan cerita misteri, sampai saaat ini pun di radio-radio tanah air

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Kucing adalah hewan yang memiliki karakter yang unik dan menarik. Tingkah laku kucing yang ekspresif, dinamis, lincah, dan luwes menjadi daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Banyak sumber mengatakan bahwa teater berasal dari bahasa Yunani

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Banyak sumber mengatakan bahwa teater berasal dari bahasa Yunani BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Teater Banyak sumber mengatakan bahwa teater berasal dari bahasa Yunani theatron yang artinya tempat pertunjukan. Pengertian tersebut berasal dari sejarah munculnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA

BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA 2.1. Pengertian Seni Pengertian Seni sering dikaitkan dengan keindahan atau kesenangan tertentu. Batasan yang diketahui ataupun kesenangan tertentu. Batasan yang diketahui pada

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN A. PERWUJUDAN KARYA Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus dipersiapkan beberapa hal. Poster film tentunya membutuhkan sebuah cerita

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd. TEKNIK PENYUTRADARAAN PADA NASKAH DRAMA HANYA SATU KALI KARYA HOLWORTHY HALL & ROBERT MIDDLEMASS SADURAN SITOR SITUMORANG SUTRADARA ILHAM AULIA Ilham Aulia 09020134206 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma kritis yang berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sandiwara Radio Profesor. Dr. Herman J. Waluyo menyebutkan bahwa dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Sandiwara diambil dari bahasa jawa sandi dan warah

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran Standar : SMP : VII (Tujuh) / 1 (Satu) : SENI BUDAYA : SENI RUPA 1. Mengapresiasi Karya Seni Rupa 1.1. Mengindentifikasi jenis karya seni rupa

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Desain Judul Untuk desain judul, penulis menggunakan font Arabic Typesetting, penulis merasa bentuk serifnya mendukung mood yang ingin dicapai pada film ini. Penulis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas lima hal sesuai dengan hasil penelitian. Lima hal tersebut yaitu 1) pembahasan terhadap upaya menyikapi kompetensi dasar tentang drama pada kurikulum 2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketoprak adalah sebuah kesenian rakyat yang menceritakan tentang kisahkisah kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan kisah legenda yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maimun Ladiku (2008) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MAKE -UP

LANGKAH-LANGKAH MAKE -UP LANGKAH-LANGKAH MAKE -UP MEMBENTUK ALIS MATA Alis adalah bagian penting dari tata rias wajah. Bentuk alis yang tepat akan membuat mata lebih indah dan segar. Fungsi Eyebrow Liner : 1.Mempertegas alis dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. karakter Tokoh Jafar dalam dongeng Aladin pada pergelaran Fairy Tales Of. Fantasy dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. karakter Tokoh Jafar dalam dongeng Aladin pada pergelaran Fairy Tales Of. Fantasy dapat disimpulkan sebagai berikut: 95 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan tentang Proyek Akhir yang berjudul Rias karakter Tokoh Jafar dalam dongeng Aladin pada pergelaran Fairy Tales Of Fantasy dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesenian pada dasarnya adalah salah satu cara seseorang memasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesenian pada dasarnya adalah salah satu cara seseorang memasyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian pada dasarnya adalah salah satu cara seseorang memasyarakat. Kesenian adalah ekspresi seseorang untuk berhubungan dengan orang lain (Sumardjo, 1992:

Lebih terperinci

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS SENI BUDAYA MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS Nama : Alfina Nurpiana Kelas : XII MIPA 3 SMAN 84 JAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Karya 1 1. Bentuk, yang merupakan wujud yang terdapat di alam dan terlihat nyata.

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

TATA RIAS FANTASI RAMPAK PUTRI PENARI PADA PERGELARAN TATA RIAS THE FUTURISTIC OF RAMAYANA PROYEK AKHIR

TATA RIAS FANTASI RAMPAK PUTRI PENARI PADA PERGELARAN TATA RIAS THE FUTURISTIC OF RAMAYANA PROYEK AKHIR TATA RIAS FANTASI RAMPAK PUTRI PENARI PADA PERGELARAN TATA RIAS THE FUTURISTIC OF RAMAYANA PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH GEDUNG TEATER SERBAGUNA DI SURAKARTA (PENDEKATAN PADA ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI)

PUBLIKASI ILMIAH GEDUNG TEATER SERBAGUNA DI SURAKARTA (PENDEKATAN PADA ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI) PUBLIKASI ILMIAH GEDUNG TEATER SERBAGUNA DI SURAKARTA (PENDEKATAN PADA ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI) Disusun sebagai Pemenuhan dan Pelengkap Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci