TEORI DAN MODEL FAIRCLOUGH (EKSPERENSIAL DAN KORELASIONAL)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEORI DAN MODEL FAIRCLOUGH (EKSPERENSIAL DAN KORELASIONAL)"

Transkripsi

1 TEORI DAN MODEL FAIRCLOUGH (EKSPERENSIAL DAN KORELASIONAL) 1. Pendahuluan Norman Fairclough merupakan salah seorang analis wacana kritis yang memandang bahwa pemahaman terhadap wacana selama ini lebih banyak didominasi oleh paradigma deskriptif yang bersifat nonkritis sehingga masih banyak dimensi kewacanaan yang belum terkuak dari pandangan tersebut (Santoso, 2003: 48). Fenomena wacana semata-mata dipandang sebagai unit linguistik yang lebih besar daripada klausa atau kalimat. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat lengkap. Berkaitan dengan pandangan deskriptif terhadap wacana, Fairclough (2003:25; 1995:135) mengusulkan pengertian wacana sebagai bentuk praktis sosial. Maksudnya adalah wacana sebagai bagian dari bahasa juga merupakan bagian dari komunitas sosial dan tidak keluar dari itu. Sebagaimana juga van Dijk, analisis Norman Fairclough didasarkan pada pertanyaan bagaimana menghubungkan teks yang mikro dan konteks masyarakat yang makro? Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai konstribusi dalam analisis sosial dan budaya sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual dengan konteks masyrakat yang lebih luas. Titik perhatian besar dari Fairclough (Eriyanto, 2003:285) adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu, dibutuhkan analisis secara menyeluruh. Selanjutnya, Fairclough (1995: 97; Santoso, 2003: 49) melihat wacana secara simultan sebagai (1) teks-teks bahasa, baik lisan atau tulisan, (2) praktik kewacanaan yaitu produksi teks dan interpretasi teks, (3) praktik sosiokultural, yaitu perubahan-perubahan masyarakat, institusi, kebudayaan, dan sebagainya yang menentukan bentuk dan makna sebuah wacana. Ketiga unsur wacana itu disebut oleh Fairclough sebagai dimensi wacana yang harus dianalisis secara integral, yang dikombinasikan dengan tiga dimensi metode analisis wacana seperti pada gambar berikut. 1

2 Process of Production Text Process of intrepretation Discourse practise description (text analysis) interpretation (processing analysis) explanation (social analysis) Sociocultural Practise (situational; institutional; societal) Dimensions of discourse Dimension of analysis Dalam model analisis wacana Fairclough pada gambar di atas, terdapat tiga dimensi analisis wacana, yaitu, (1) teks dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat, (2) discourse practice merupakan dimensi berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks, dan (3) sociocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks (Eriyanto, 2003: 288). Secara lebih sederhana, Fairclough (2003: 28) menjelaskan hal tersebut dalam bukunya Language and Power bahwa dalam melihat bahasa sebagai diskursus (wacana) dan praktik sosial, seseorang harus memasukkan gagasannya, tidak hanya melihat teks, ataupun menganalisis proses produksi dan intrepretasi, namun juga untuk menganalisis hubungan antara teks, proses (interaksi), dan kondisi sosialnya. Dimensi analisis wacana kritis yang dimaksud adalah deskripsi, intrepretasi, dan eksplanasi. Deskripsi merupakan tingkatan yang berhubungan dengan teks. Intrepretasi berkaitan dengan antara teks dengan interaksi yang melihat teks sebagai suatu produk suatu produksi dan sebagai sumber dalam proses interpretasi. Eksplanasi berkaitan dengan hubungan antara konteks interaksi dan sosial dengan penentuan sosial proses produksi dan interpretasi, dan efek-efek sosialnya. Berdasarkan pembahasan di atas, Fairclough menyajikan teori dan model eksperensial dan korelasional dalam pembahasan deskripsi teks. 2. Teori dan Model Eksperensial dan Korelasional Fairclough 2

3 Dalam pandangan kritis, teks dibangun dari sejumlah piranti linguistik yang di dalamnya tersembunyi ideologi dan kekuasaan. Dalam pandangan Fairclough (2003: ), tahap pemerian ini berupa analisis terhadap kosakata, gramatika, dan struktur teks. Ada tiga jenis nilai yang terdapat dalam aspek-aspek formal teks, yaitu eksperensial, relasional, dan ekspresif (Fairclough, 2003: 128). Apsek formal dengan nilai eksperensial adalah sesuatu yang berhubungan dengan isi, pengetahuan dan keyakinan. Aspek formal dengan nilai relasional hal yang berhubungan dengan interaksi dan hubungan sosial. Aspek formal dengan nilai ekspresif adalah hal yang berkenaan dengan subjek (pemakai bahasa) dan identitas sosial yang dimiliki. Selanjutnya Fairclough menekankan bahwa apapun bentuk formal yang diberikan bisa secara bersamaan memiliki dua atau tiga dari keiga nilai-nilai tersebut. Hal ini digambarkan dalam diagram di bawah ini. Dimensi makna Nilai-nilai aspek Efek-efek struktural Isi Eksperensial Pengetahuan/Keyakinan Hubungan Relasional Hubungan Sosial Subyek Ekspresif Identitas Sosial Selanjutnya, dalam menganalisis kosakata, gramatika, dan struktur teks, Fairclough mengajukan sepuluh pertanyaan sebagai berikut. (1) Nilai-nilai eksperensial apakah yang terkandung dalam kata-kata? (2) Nilai-nilai relasional apakah yang termuat dalam kata-kata? (3) Nilai-nilai ekspresif apakah yang terkandung dalam kata-kata? (4) Metafora-metafora apa yang digunakan? (5) Nilai-nilai eksperensial apakah yang terkandung pada aspek-aspek gramatikal? (6) Nilai-nilai relasional apakah yang terdapat pada aspek-aspek gramatikal? (7) Nilai-nilai ekspresif apa yang ada dalam aspek-aspek gramatikal? (8) Bagaimana kalimat-kalimat (sederhana) saling berkaitan? (9) Kaidah-kaidah interaksional apa yang digunakan? (10)Struktur berskala besar apakah yang dimiliki teks? 2.1 Kosakata Nilai Eksprensial Kosakata 3

4 Lima hal yang berhubungan dengan nilai eksperensial pada kosakata (Santososo, 2003: 55), yaitu a) pola pengelompokan/klasifikasi apakah yang tergambar dalam kata-kata, b) adakah kata-kata yang secara ideologis tidak pantas atau tidak sesuai? c) adakah penyusunan kembali (rewording) atau kelebihan penyusunan kata (overwording)/proses leksikal. d) relasi makna apa saja yang signifikan secara ideologis ada dalam kata-kata? e) jenis metafora apa yang digunakan? Pola klasifikasi merupakan sebuah cara terentu untuk membagi beberapa aspek realitas yang mengandalkan sebuah representase ideologis tertentu. Dari pengklasifikasian ini, sejumlah kosakata berada pada sisi ideologis kanan, sementara kosakata lainnya berada di sisi ideologis kiri. Terdapat kata-kata tertentu yang diperjuangkan melalui suatu pertarungan ideologis. Dalam teks, sering m,uncul kata-kata tertentu yang dominan, selalu muncul, dan dinaturalisasikan kepada pembaca. Kata-kata tersebut selalu diulang-ulang dalam berbagai peristiwa tutur. Kata-kata seperti itu memperolwh hak dan perlakukan istimewa karena pada umumnya merupakan simbol dari institusi tertentu. Proses leksikal, istilah yang diambil dari pendapat Fowler (Santoso, 2003: 55), berkenaan dengan tersedianya kosakata dalam wacana kelompok sosial tertentu yang merefleksikan dan mengekspresikan kepentingan kelompok itu. Terdapat tiga proses leksikal, yaitu leksikalisasi (wording dalam istilah Fairclough), kelebihan leksikal (overlexicalization, overwording), dan kekurangan leksikal (underlexicalization). Leksikalisasi terjadi jika kata yang dipilih itu merrefleksikan satu konsep secara tepat. Kelebihan leksikal terjadi jika terlalu banyak kata untuk merefleksikan satu konsep. Adapun kekurangan leksikal terjadi jika terdapat halangan untuk memilih kata yang tepat yang dapat mewakili satu konsep. Relasi makna dalam bentuk sinonimi, antonimi, dan hiponimi dipercayai memiliki dimensi ideologis tertentu. Sebagaimana diketahui, sinonimi adalah kata-kata yang bermakna sama atau hampir sama. Sangat sulit menemukan padanan kata yang mutlak sama. Oleh karena itu, sesorang hanya mencari hubungan yang mendekati makna antar 4

5 kata. Sebuah uji sinonim secara garis besar untuk menetukan apakah kata-kata dapat saling menggantikan dengan sedikit mempengaruhi makna. Antonimi adalah kata-kata yang bermakna berlawanan. Hiponimi adalah makna kata tertentu yang tercakup dalam makna kata lainnya. Dalam kacamata Analisis Wacana Kritis, pilihan relasi makna tertentu yang menonjol mengandung makna ideologis tertentu. Misalnya, orang atau kelompok miskin dapat dibahasakan dengan kata miskin, tidak punya, tidak mampu, kurang beruntung, kelompok terpinggirkan, atau bahkan kelompok yang tertindas. Pilihan terhadap metafora tertentu mengandung signifikansi ideologis tertentu. Menurut Fairclough (dalam Eriyanto, 2003:292), metafora merupakan kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang lain. Metafor bukan hanya keindahan literer, karena bisa menentukan apakah realitas itu dimaknai dan dikategorikan sebagai positif atau negatif. Misalnya kata militer diberikan metafor anak kandung rakyat, anak kandung revolusi, akan bermakna positif karena mengabstraksikan kepada khalayak bahwa militer baik, mewarisi semangat perjuangan, dan apa pun yang dia lakukan untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya jika metafornya adalah pembawa sengsara rakyat, maknanya bersifat negatif karena militer diabstraksikan sebagai sosok oportunis yang tindakannya merugikan rakyat. 5

6 2.1.2 Nilai Relasional Kosakata Tiga hal yang berhubungan dengan nilai ini, yaitu: (a) Ungkapan eusfimistik, yaiu ekspresi kebahasaan yang memperhalus realitas yang sebenarnya sebagai upaya untuk untuk menghindari nilai-nilai negatif. (b) Pilihan kata-kata formal yang ditunjukkan melalui pilihan kosakata asing dan kosakata ilmiah. Pilihan kosakata seperti ini akan meciptakan kesan kekuasaan, posisi, dan status. (c) Pilihan kata-kata nonformal yang ditunjukkan melalui pilihan kosakata seharihari yang amat mudah dipahami pendengarnya. Kata informal sering dipilih untukmenciptakan aspek-aspek solidaritas, kesantunan, dan ekspresi afektif Nilai Ekspresif Kosakata Dua hal yang berhubungan dengan nilai ini adalah evaluasi positif dan negatif. Penutur sering memunculkan evaluasinya terhadap realitas secara implisit melalui kosakata. Perbedaan antartipe wacana dalam nilai-nilai ekspresif dari berbagai kosakata memiliki signifikan secara ideologis. 2.2 Gramatika Nilai Eksprensial Gramatika Pada tingkat tata bahasa, analisis Fairclough dipusatkan pada apakah tatabahasa ditampilkan dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan berikut. (a) Tipe-tipe proses atau partisipan manakah yang lebih mendominasi? (b) Apakah agen tidak jelas (c) Apakah proses yang dimaksudkan? (d) Apakah nominalisasi diterapkan (e) Apakah kalimat-kalimat tersebut aktif atau pasif? (f) Apakah kalimat dalam teks positif atau negatif? Secara ringkas, Eriyanto (2003: ) menyimpulkan lima dari enam pertanyaan di atas dengan dua fokus pembahasan nilai eksperensial tata bahasa, yaitu apakah tata bahasa ditampilkan dalam bentuk proses ataukah dalam bentuk partisipan. 6

7 Dalam bentuk proses, apakah seseorang, kelompok, kegiatan ditampilkan sebagai tindakan, peristiwa, keadaan, ataukah proses mental. Bentuk tindakan menggambarkan bagaimana aktor melakukan tindakan tertentu pada seseorang yang menyebabkan sesuatu. Pada umumnya struktur kalimat bentuk tindakan berpola transitif (S+V+O). Bentuk peristiwa memasukkan hanya satu partisipan saja dalam kalimat, baik subjeknya maupun objeknya saja, dengan pola kalimat (S+V). Bentuk keadaan, menunjuk pada sesuatu yang telah terjadi anpa harus menyebut dan bisa menyembunyikan subjek pelaku tindakan. Berikut ini contoh kalimat proses sebagai tindakan, peristiwa, keadaan atau proses mental. Tindakan Peristiwa Keadaan Proses mental Oknum polisi memperkosa seorang wanita. Oknum polisi melakukan pemerkosaan. Seorang wanita diperkosa. Pemerkosaan terjadi lagi di Jakarta. Bentuk partisipan, di antaranya meliha bagaimana aktor-kator ditampilkan dalam teks. Apakah aktor ditampilkan sebagai pelaku atau korban dalam pemberitaan. Sebagai pelaku, umumnya ditampilkan dalam bentuk kalimat aktif-- seseorang ditampilkan melakukan tindakan yang menyebabkan sesuatu pada objek/ seseorang. Sebagai korban (objek) menunjuk pada sesuatu yang disebabkan oleh orang lain. Ada beberapa strategi wacana, yang paling umum digunakan adalah kalimat pasif. Dengan bentuk kalimat ini, hanya objek yang ditampilkan. Misalnya Sejumlah demontran dibunuh. Bentuk lain adalah dengan nominalisasi yang menampilkan suatu kegiatan tanpa perlu menunjuk kepada partisipan atau pihak-pihak yang terlibat. Misalnya, Kemiskinan penduduk perkotaan sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kedua bentuk pasif dan nominalisasi tersebut mengaburkan siapa pelaku (agen) dan meninggalkan atribut kausalitas sehingga pada kedua contoh kalimat tersebut tidak jelas siapa aktor pembunuhan dan aktor penyebab kemiskinan, apa yang menjadi penyebab kedua peristiwa tersebut. Untuk pertanyaan keenam, Fairclough (2003: 143; dan dalam Santoso, 2003: 56) menjelaskan bahwa pada umumnya nilai eksperensial diekspresikan dalam kalimat positif, 7

8 meskipun pada kasus tertentu dikemukakan dalam bentuk negatif. Dalam suatu bahasa, fungsi negasi untuk menyangkal atau mengingkari pernyataan lawan bicara yang dianggap keliru oleh pembicara itu sendiri. Negasi secara jelas memiliki nilai eksperensial sebagai cara dasar yang kita miliki dalam membedakan apa yang bukan kasus dari apa yang benar-benar merupakan kasus dalam realitas. Negasi adalah cara yang sangat bermakna dalam memperebutkan elemen-elemen konteks antarteks. Pertanyaan penting yang dimunculkan adalah apa motivasi penulis menggunakan bentuk negatif jika ia dapat mengungkapkan persoalan yang sama dalam bentuk positif. Menurut Fairclough, penulis secarajelas menggunakan negasi sebagai sebuah cara untuk mengambil isu secara implisit yanmg sesuai dengan asersi-asersi positif. Negasi yang digunakan untuk mengungkapkan realitas dapa menjalankan tiga fungsi, yakni (1) negasi yang sesungguhnya, (2) negasi "yang manipulatif, dan (3) negasi "yang ideologis Nilai Relasional Gramatika Nilai relasional gramatika berhubungan dengan cara bagaimana gramatika mengodekan isyarat realsi hubungan sosial timbal balik yang diperankan penghasil teks? Terdapat tiga aspek yang dikaji Fairclough berkaitan dengan nilai ini yaitu sebagai berikut. (1) model-model kalimat (2) modalitas (3) pronominal (persona) Pertama, model kalimat yang berkaitan dengan cara bagaimana kalimat itu diekspresikan, apakah dalam bentuk deklaratif, interogatif, atau imperatif. Ketiga model ini menempatkan subjek yang berbeda. Dalam bentuk kalimat deklaratif, posisi subjek penutur sebagai pembicara atau penulis adalah pemberi informasi dan posisi petutur sebagai penerima informasi. Dalam kalimat interogatif, posisi pembicara atau penulis menanyakan sesuatu kepada lawan bicara atau petutur, sebaliknya lawan bicara sebagai penyedia informasi. Pada kalimat imperatif, pembicara atau penulis berada pada posisi meminta lawan bicara (untuk selanjutnya melakukan aksi), sebaliknya lawan bicara atau petutur idealnya sebagai pelaku yang tunduk. 8

9 Kedua, modalitas berhubungan dengan wewenang pembicara atau penulis. Ada dua dimensi modalitas, bergantung pada arah mana otoritas tersebut ditujukan. Pertama, jika otoritas seseorang terhadap satu partisipan dalam hubungan dengan yang lain, disebut modalitas relasional. Kedua, jika otoritas pembicara atau penulis dalam hal kebenaran atau kemungkinan mewakili realitas, disebut dan modalitas ekspresif, misalnya evaluasi pembicara atau penulis terhadap kebenaran. Modalitas diungkapkan dengan kata bantu pengandaian seperti boleh, harus, sebaiknya, dapat, tidak dapat, seharusnya, juga dengan bentuk formal termasuk adverbia dan pola kalimat. Berikut contoh teks yang menggambarkan hubungan modalitas. Buku-buku perpustakaan Anda sudah jatuh tempo dan kartu perpustakaan Anda tidak boleh dipakai sampai buku-buku itu dikembalikan. Jika buku-buku itu dikembalikan dalam waktu dua hari, Anda harus membayar ongkos penggantinya sebelum Anda meminjam buku lagi. Ada dua modalitas yang berfungsi sebagai kata bantu pengandaian, tidak boleh dan harus. Boleh dengan sendirinya berfungsi sebagai modalitas relasional yang bisa berarti sebuah sinyal izin, dengan tambahan kata tidak berarti tidak diizinkan. Must harus menunjukkan kewajiban. Perhatikan hubungan otoritas dan kekuasaan berdasarkan dari mana pembuat teks tersebut memegang izin, atau menjatuhkan kewajiban atas, orangorang yang dimaksud, tidaklah jelas. Ini adalah tuntutan otoritas implisit dari ilustrasi ini membuat hubungan modalitassebagai kepentingan ideologis. Ketiga, pronomina persona berkenaan dengan kehadiran diri, yakni bagaimana penutur/pembicara/penulis menghadirkan diri di hadapan mitra bicara. Strategi kehadiran diri berkenaan dengan pronomina persona pertama. Penggunaan pronomina berkaitan dengan hubungan antara kekuasaan dan solidaritas. Untuk menunjukkan kekuasaannya, pembicara dalam suatu bahasa biasannya dapat menggunakan kata atau bentuk kata tertentu. Sebaliknya, cara yang sangat umum dilakukan untuk menunjukkan kekuasaan dan solidaritas dengan memilih kata yang tepat untuk memanggil mitra bicara dengan kata-kata tertentu pula Nilai Ekspresif Gramatika 9

10 Nilai ekspresif gramatika ditunjukkan oleh modalitas ekspresif. Meskipun terjadi ketumpahtindihan penanda kata bantu pengandaian modalitas relasional dan modalitas ekspresif, seperti pengakuan Fairclough sendiri, terdapat penanda lain yang tidak berbentuk kata bantu, yaitu ada bentuk pola kalimat dan adverbia. Misalnya, Your library books overdue Buku-buku perpustakaan Anda sudah jatuh tempo, verba are dalam bentuk simple present. Ini adalah tujuan dari modalitas ekspresif, sebuah komitmen produsen terhadap kebenaran. Selain ketiga nilai yang dijelaskan oleh Fairclough, satu pertanyaan lagi dalam analisis wacana kritis yang berkaitan dengan deskripsi gramatika, yaitu bagaimana kalimat (sederhana) saling terkait? Secara umum, ada hubungan formal antara kalimat dalam sebuah teks, yang secarabersama merujuk pada kohesi. Kohesi dapat melibakan kosakata untuk menghubungkan antarkalimat pengulangan kata atau penggunaan kata yang berkaitan, konektor (kata hubung) berupa waktu, tempat, dan logika hubungan antarkalimat, referensi kata yang merujuk pada kalimat sebelumnya, atau jarang sekali, pada kalimat selanjutnya. Sehubungan dengan itu, Fairclough mengajukan dua pertanyaan yang berhubungan kata penghubung dan satu pertanyaan yang berkaian dengan referensi. (1) Kata penghubung apa yang logis? (2) Apakah kalimat kompleks dicirikan dengan koordinasi atau subordinasi? (3) Makna apa yang digunakan untuk merujuk sesuatu yang ada di dalam atau di luar teks? 10

11 2.3 Struktur Teks Fitur-fitur formal teks pada level teks brkaitan dengan organisasi formal yang dimiliki teks. Ada dua persoalan yang perlu dianalisis dalam struktur teks, yaitu: (1) Konvensi interaksional (2) Penataan serta pengurutan teks Konvensi Interaksional Pada bagian ini Fairclough menekankan bentuk-bentuk susunan tingkat tinggi yang berbentuk dialog dan mempunyai makna relasional. Fairclough ingin melihat bagaimana kekuasaan dalam susunan sebuah dialog. Untuk menganalisis struktur teks pada bagian ini, Fairclough mengajukan pertanyaan berikut. (1) Bagaimana pengelolaan pergantian-bicara (turn-taking) dalam dialog? (2) Bagaimana partisipan mengontrol pembicaraan partispan lain? Adapun jawaban kedua pertanyaan di atas sebagai berikut. Pertama, sistem turntaking yang diberlakukan bergantung hubungan kekuasaan antarpartisipan. Dalam percakapan informal yang setara, turn-taking diatur melalui negosiasi di antara partisipan dengan ketentuan dilakukan sesuai dengan rumus tertentu. Setiap partisipan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memilih pembicara selanjutnya, mereka sendiri atau meneruskan pembicaraannya. Satu catatan yang dikemukakan Fairclough (Santoso, 2003: 61) bahwa percakapan informal antarpartisipan yang sejajar memiliki arti yang besar sebagai bentuk ideal mobilisasi kekuasaan dari interaksi sosial. Akan tetapi, pemunculan percakapan seperti ini dalam masyarakat aktual yang terbagi ke dalam kelas dan kekuasaan itu sangat terbatas. Kedua, partisipan yang memiliki kekuasaan besar dapat memaksakan konstribusinya pada partisipan yang memiliki kekuasaan lebih kecil. Terdapat empat cara partisipan mengontrol kontribusi pembicaraan partisipan lainnya, yaitu: (1) Interupsi, dengan interupsi seorang partisipan dapat mengontrol dan menghentikan konstribusi partisipan lainnya, menghentikan pengulangan informasi, atau menghentikan informasi yang tidak relevan, dan sebagainya. 11

12 (2) Penegasan, atau pengeksplisitan yang terjadi jika seseorang meminta orang lain untuk memperjelas tuturannya. (3) Pengontrolan topik terjadi jika seorang penutur menggunakan cara tertentu unuk mengarahkan jawaban penutur lainnya. (4) Formulasi yang dilakukan dengan dua cara yakni perumusan kembali apa yang sudah dikatakan atau yang dikatakan orang lain, dan kedua perumusan apa yang mungkin dianggap kelanjutan dari apa yang sudah dikatakan atau apa yang dimplikasikan dari apa yang sudah dikatakan Penataan serta Pengurutan Teks Penataan serta pengurutan teks sangat berkaitan erat dialog dan monolog yang menekankan pada aspek yang mempunyai nilai eksperensial. Sebuah teks memiliki struktur yang mungkin saja dibentuk dari elemen-elemen yang dapat diperkirakan dalam sebuah tatanan yang dapat diprediksikan (Fairclough, 2003: 155). Hal tersebut dapat dapa dipeerhatikan pada contoh berikut. Pemadam kebakaran menerobos lautan api PEKERJA giliran malam yang sedang bertugas di Toko Mantel Nairn, St. Georges Quay, Lancaster, terpaksa dievakuasi setelah si jago merah berkobar dari dalam sebuah oven pada hari Rabu malam. Empat mobil pemadam kebakaran dikerahkan dan para petugas dengan memakai perangkat pernapasan menerobos kobaran api yang berasal dari putusnya arus dalam oven yang memercikkan api di bawah elemen sinar infra merah. Kebakaran itu menyebabkan kerusakan parah pada 20 meer peti logam dan bagian dalam mesin, dan gudang mantel yang dipenuhi asap tebal. Sunber: Lancaster Guardian, 7 Oktober 1986 Insiden melaporkan secara umum elemen penting yang terkait, yang kelihatannya akan menjadi: apa yang terjadi, apa yang menyebabkannya, apa yang dapat dilakukan sehubungan dengannya, apa akibat langsung yang ditimbulkannya, berapa lama waktu akibat konsekuensi yang ada. Paragraf pertama memberikan akibat yang langsung, diikuti dengan indikasi apa yang telah terjadi. Paragraf kedua melaporkan apa yang dilakukan sehubungan dengan hal tersebut dan selanjutnya memfokuskan pada apa yang telah 12

13 terjadi. Paragraf ketiga memberikan efek langsung secara rinci, dan paragraf keempat merujuk pada konsekuensi jangka panjang. Perhatikanlah bahwa susunan elemen ampak tidak cukup logis, dan satu elemen terlihat di lebih satu tempat. Susuna artikel surat kabar didasarkan pada seberapa penting atau layak diberiitaka, yang pada pokok berita atau paragraf pertama secara khusus memberikan sesuatu yang dianggap sebagai bagian terpenting, dan intisari sebuah cerita. 3. Simpulan Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: (1) Wacana dalam pandangan Fairclough adalah sebagai praktik kekuasaan yang mempunyai tiga efek, pertama memberikan andil dalam mengkonstruksi identitas sosial dan posisi subjek, kedua membantu mengkonstruksi relasi sosial di antara orang-orang, dan ketiga memberikan konstribusi dalam mengkonstruksi sistem pengetahuan dan kepercayaan. (2) Terdapat tiga dimensi wacana yaitu teks, discourse practice, dan sociocultural practice, serta tiga dimensi analisis wacana kritis, yaitu deskripsi teks, interpretasi teks, dan eksplanasi. (3) Teori dan model eksperensial dan korelasional (relasional) tercakup dalam pembahasan deskripsi teks (analisis teks) yang mengkaji kosakata, gramatika, dan struktur teks. (4) Dalam mendeskripsikan teks, Fairclough mengemukakan sepuluh pertanyaan yang menyangkut aspek formal teks dengan tiga nilai, yaitu nilai eksperensial, nilai relasional, dan nilai ekspresif. Adapun rinciannya adalah empat pertanyaan menyangkut kosakata, empat pertanyaan berkaitan dengan gramatika, dan dua pertanyaan berhubungan dengan struktur teks. DAFTAR PUSTAKA Eriyanto Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS. Fairclough, Norman Critical Discourse Analysis; The Critical Study of Language. New York: Longman Publishing. 13

14 Language and Power; Relasi Kekuasaan dan Ideologi. Dialihbahasakan oleh Indah Rohmani-Komunias Ambarawa. Malang: Boyan Publishing. Santoso, Anang Bahasa Politik Pasca-Orde Baru. Jakarta: Wedatama Sastra. 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 95 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Data penelitian ini dikumpulkan dari program tayangan berita di MetroTV dan tvone berkaitan dengan luapan lumpur di Sidoarjo. Peneliti juga melakukan pengambilan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

KENDALI INTERAKSIONAL SEBAGAI CERMINAN IDEOLOGI: ANALISIS WACANA KRITIS TRILOGI DRAMA OPERA KECOA

KENDALI INTERAKSIONAL SEBAGAI CERMINAN IDEOLOGI: ANALISIS WACANA KRITIS TRILOGI DRAMA OPERA KECOA KENDALI INTERAKSIONAL SEBAGAI CERMINAN IDEOLOGI: ANALISIS WACANA KRITIS TRILOGI DRAMA OPERA KECOA Ganjar Hwia Pusat Bahasa, Depdiknas ganjar_hwia@yahoo.com Alu-aluan Analisis wacana untuk karya sastra

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI IDEOLOGI DALAM WACANA KEAGAMAAN JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)

KONSTRUKSI IDEOLOGI DALAM WACANA KEAGAMAAN JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) KONSTRUKSI IDEOLOGI DALAM WACANA KEAGAMAAN JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) Firman 1, Anang Santoso 2, Dawud 2, dan Djoko Saryono 2 1 STAIN Parepare dan 2 Pascasarjana Universitas Negeri Malang email: firmanmakmur65@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM BERITA HARIAN SURYA: KAJIAN WACANA KRITIS. Wieke Ayu Pratiwi

DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM BERITA HARIAN SURYA: KAJIAN WACANA KRITIS. Wieke Ayu Pratiwi DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM BERITA HARIAN SURYA: KAJIAN WACANA KRITIS Wieke Ayu Pratiwi Penelitian yang berjudul Diskriminasi Perempuan dalam Berita Harian Surya: Kajian Wacana Kritis bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini berlandaskan pada teori analisis wacana kritis. Dalam teori analisis wacana kritis, analisis wacana tidak hanya dipandang sebagai sebuah studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa digunakan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi. Melalui bahasa,

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT ANALISIS WACANA DAN KAJIAN BAHASA KRITIS. Rohmani Nur Indah Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang

MENGENAL LEBIH DEKAT ANALISIS WACANA DAN KAJIAN BAHASA KRITIS. Rohmani Nur Indah Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang MENGENAL LEBIH DEKAT ANALISIS WACANA DAN KAJIAN BAHASA KRITIS Rohmani Nur Indah Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang Abstrak Analisis wacana tampaknya semakin kerap tampil sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa dalam ragam tulis tidak semudah yang dibayangkan karena dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan dan dirasakan dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Peryaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis Iklan Kampanye Partai Politik Pemilu 2009. Secara tekstual, penggunaan kosakata, gaya bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA POLITIK DALAM KORAN RADAR MADURA MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2014

ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA POLITIK DALAM KORAN RADAR MADURA MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2014 ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA POLITIK DALAM KORAN RADAR MADURA MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2014 Moh. Faridi Mahasiswa Magiter Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Analisis wacana kritis adalah analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode Penelitian", menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah.

BAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian, menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah. 34 BAB III METODE PENELITIAN Berbagai literature dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilaksanakan dalam rangka memperoleh pemecahan terhadap masalah. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini menggambarkan bagaimana penelitian ini dilakukan berdasarkan

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini menggambarkan bagaimana penelitian ini dilakukan berdasarkan BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menggambarkan bagaimana penelitian ini dilakukan berdasarkan elemen-elemen metode penelitian dengan pendekatan analisis wacana kritis. Elemen-elemen tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK. Kelas XI Semester 1. Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri

Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK. Kelas XI Semester 1. Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1 Penulis: Editor: Ika Setiyaningsih Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri DISKLAIMER Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma

Lebih terperinci

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP PERSAINGANIKLAN SELULER Studi Kasus Iklan XL versus AS ABSTRAK Tujuan penelitian ini cidalah mencari makna teks dan konteks dalam media televisi terhadap kondisi sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

ANCANGAN AWAL PRAKTIK ANALISIS WACANA KRITIS AN EARLY APPROACH TO CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS

ANCANGAN AWAL PRAKTIK ANALISIS WACANA KRITIS AN EARLY APPROACH TO CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS ANCANGAN AWAL PRAKTIK ANALISIS WACANA KRITIS Teguh Setiawan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY Email: teguh_setiawan@uny.ac.id ABSTRAK Analisis wacana kritis (AWK) merupakan pendekatan

Lebih terperinci

Oleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK

Oleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK 1 REPRESENTASI INTERTEKSTUAL (KUTIPAN LANGSUNG DAN KUTIPAN TIDAK LANGSUNG) DAN TEKSTUAL (KETRANSITIFAN) DALAM WACANA BERITA BOM BUNUH DIRI DI GEREJA BETHEL INJIL SEPENUH KEPUNTON, SOLO Oleh: Putri Budi

Lebih terperinci

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO BAB I Nama : Egi Nabila NIM : 04011381419195 Kelas : Gamma Kelompok : MKDU 4 MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO A. Kegiatan 1 Membangun Konteks Teks Akademik Teks akademik atau teks ilmiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, berbagai gagasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, berbagai gagasan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, berbagai gagasan dan perencanaan merupakan tuntutan yang harus terus berlanjut. Pendidikan harus selalu mengiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

REPRESENTASI LINGUISTIK DALAM PERTARUNGAN SIMBOLIK WACANA IKLAN KOMERSIAL

REPRESENTASI LINGUISTIK DALAM PERTARUNGAN SIMBOLIK WACANA IKLAN KOMERSIAL REPRESENTASI LINGUISTIK DALAM PERTARUNGAN SIMBOLIK WACANA IKLAN KOMERSIAL Jufri dan Achma Tolla Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar Jalan Daeng Tata Raya, Kampus UNM Parang Tambung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma yang menentukan pandangan dunia peneliti sebagai bricoleur, atau menentukan world view yang dipergunakan dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GRAMATIKA DALAM WACANA POLITIK: STUDI REPRESENTASI BAHASA SEBAGAI SISTEM MAKNA SOSIAL DAN POLITIK

PENGGUNAAN GRAMATIKA DALAM WACANA POLITIK: STUDI REPRESENTASI BAHASA SEBAGAI SISTEM MAKNA SOSIAL DAN POLITIK PENGGUNAAN GRAMATIKA DALAM WACANA POLITIK: STUDI REPRESENTASI BAHASA SEBAGAI SISTEM MAKNA SOSIAL DAN POLITIK oleh Anang Santoso FS Universitas Negeri Malang Abstract The grammar of the Indonesian language

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam sebuah penelitian yang bersifat ilmiah, diperlukan sebuah metode tertentu untuk memudahkan penulis. Metode tersebut harus tepat dan sesuai dengan objek

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Yogyakarta dan mengapa demikian?. Permasalahan kedua adalah: Bagaimana strategi pemberitaan dimanfaatkan untuk membangun perspektif

BAB V PENUTUP. di Yogyakarta dan mengapa demikian?. Permasalahan kedua adalah: Bagaimana strategi pemberitaan dimanfaatkan untuk membangun perspektif 174 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana surat kabar lokal dan nasional memberitakan peristiwa kekerasan di Yogyakarta dan mengapa demikian? Masalah umum

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan BAB I PENDAHULUAN Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan dengan dilakukannya penelitian ini. Bagian ini meliputi, latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah,

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA

PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA Bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua dapat berkembang di berbagai tempat; di rumah, di luar rumah, di kelas, dan di tempat-tempat lain (Van Lier, 1989).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ungkapan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena pendidikan merupakan salah satu wujud nyata dalam peningkatan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci