BAB III NALAR BAYANI DALAM METODOLOGI ISTINBATH HUKUM ISLAM. Metode berarti cara yang teratur untuk mencapai maksud.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III NALAR BAYANI DALAM METODOLOGI ISTINBATH HUKUM ISLAM. Metode berarti cara yang teratur untuk mencapai maksud."

Transkripsi

1 BAB III NALAR BAYANI DALAM METODOLOGI ISTINBATH HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang teratur untuk mencapai maksud. Metodologi adalah ilmu tentang metode. 1 Kata Istimbath diderivasi dari bahasa Arab yang berarti mengeluarkan dan menarik. Secara terminologi berarti upaya mengeluarkan hukum dari dalil nash. istinbath juga dapat diartikan sebagai ijtihad. Artinya, bahwa istimbath merupakan suatu proses dan upaya mengambil hukum dari dalil-dalil tertentu dengan menggunakan metodologi istinbat yang telah dirumuskan dalam Ilmu Ushul Fiqh. 2 Berarti Metodologi Istinbath Hukum Islam adalah ilmu tentang metode-metode penggalian hukum Islam dari dalil-dalil nash, yang merupakan sumber hukum Islam. Sebelum kita berbicara lebih jauh, hendaknya kita bedakan dulu pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh. Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang membahas tentang kaidah bagaimana menggali hukum Islam dari dalil-dalil yang terperinci. 3 Sedangkan Ilmu Fiqh adalah ilmu yang mempelajari 1 Drs. Suparno E.P, Glosarium Kata Serapan Dari Bahasa Barat Dengan Etimologinya, Semarang: Media Wiyata, hlm Dr. Mochtar Effendy, S.E, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku 2, Palembang: Penerbit: Universitas Sriwidjaya, Cet.I, Ed.2, 2001, hlm M. Jawad Mughniyah, Ilmu Ushul Fiqh fi Tsawbihi al-jadidah, Beirut: Dar al-ilmi li al-mala in, hlm. 15. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu, dengan beberapa kaidah dan pembahasan tentang bagaimana cara mengambil hukum syar I yang bersifat amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al- Qalam, hlm.12 32

2 33 Hukum Syari at yang bersifat amaliah (perbuatan) yang diperoleh dari dalildalil hukum yang terinci dari ilmu tersebut. 4 Yang menjadi obyek kajian Ilmu Ushul Fiqh adalah dalil-dalil syara, sebagai landasan hukum, dan tata cara istimbath hukumnya. Sedangkan obyek kajian Fiqh adalah perbuatan mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani suatu aturan hukum) yang ditetapkan oleh Hukum Syara. Tujuan Ilmu Ushul Fiqh adalah pengaplikasian kaidah-kaidah terhadap dalildalil yang menunjukkan hukum syara. Sedang tujuan Fiqh adalah aplikasi hukum-hukum syara terhadap ucapan dan perbuatan manusia. 5 Kedua ilmu tersebut berkembang seiring dengan perkembangan Islam. 6 a. Sumber Hukum Islam Dalam perkembangan sejarahnya, para Ahli Ushul memakai dan menetapkan beberapa Sumber Hukum sebagai dasar ketika mereka melakukan Istimbath. Sumber Hukum atau Dalil adalah sesuatu yang menjadi dasar hukum syara (yang berbentuk perbuatan), baik (proses penunjukkannya) melalui jalan Qath i atau Dzanni. Sumber-sumber Hukum Islam Antara lain: 1. Sumber hukum yang disepakati antara lain: Al-Qur an, Sunah, Ijma dan Qiyas. 2. Sumber hukum yang tidak disepakati tidak disepakati karena hanya beberapa Mujtahid yang memakainya, yang lain tidak antara lain: hlm.11 4 Drs. H.A. Syafi i Karim, Fiqh Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.II, 2001, 5 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm Ibid, hlm.15

3 34 Istihsan, Maslahah Mursalah, Istishab, Urf, Madzhab al-sahabi dan Syar u Man Qablana. 7 Al-Qur an adalah Kalamullah yang diturunkan oleh Ruhul Amin kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mu jizat kerasulannya, dan membacanya adalah ibadah. 8 Semua Ahli Ushul Sepakat menjadikan Al- Qur an sebagai Hujjah yang kuat bagi mereka dan bahwa ia dan hukumhukum di dalamnya wajib ditaati. 9 Hadits adalah apa saja yang dikembalikan (bersumber) kepada Nabi baik berupa ucapan, tingkah laku dan atau ketetapan. 10 Seluruh umat muslimin sepakat bahwa hadits adalah hujjah bagi kaum muslimin dan sebagai sumber syari at bagi hukum-hukum syara. 11 Ijma adalah persesuaian faham para mujtahid dari kaum muslimin pada suatu masa, mengenai suatu hukum. 12 Ijma harus memenuhi empat hal: 1. Harus ada beberapa mujtahid dalam suatu waktu. 2. Seluruh mujtahid harus bersepakat mengenai suatu hukum. 3. Kesepakatan mereka harus dengan pernyataan yang jelas. 7 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-qalam, tt, hlm Drs. H.A. Syafi i Karim, Fiqh Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, Cet.II, 2001, hlm.57 9 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma aif, Cet.4, 1997, hlm Dr. Mahmud Al-Thahhan, Taysir Musthalah al-hadits, Al-Thaba ah wa al-nasyr wa al-tawzi : Daru al-fikr, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.40. Wael B. Hallaq menyebutkan bahwa Ushul Fiqh bermula dari persoalan yang ditinggalkan teologi, dengan mengasumsikan kebenaran-kebenaran postulat teologi. Salah satunya, kebenaran dan keotoritatifan Qur an dan Hadits sebagai dasar hukum Islam. Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories, Terj. Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.I, 2000, hlm Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Tarikh al-tasyri al-islami, Terj. Sejarah Pembinaan Hukum Islam, Jakarta: Jayamurni, Cet.II,1974, hlm.88

4 35 4. Kesepakatan tersebut harus merupakan kesepakatan seluruh mujtahid. Jika keempat syarat tersebut terpenuhi maka hukum yang ditetapkan dengan ijma wajib diikuti. Karena hukum tersebut bersifat Qath i, tidak boleh bertolak belakang darinya dan dihapus. 13 Qiyas (penalaran analogi) adalah pengambilan kesimpulan dari suatu prinsip tertentu yang terkandung dalam suatu preseden, hingga suatu kasus yang baru dapat dipersamakan dengannya karena persamaan ilat (Ratio Legis). 14 Rukun-rukun qiyas antara lain : 1. Al-Aslu (pokok) adalah sesuatu (perkara) yang dilegitimasi nash. 2. Al-Far u (cabang) adalah kasus yang dipertautkan dengan al-aslu. 3. Hukmu al-asli adalah ketentuan hukum atas perkara yang mempunyai legalitas nash. 4. Al- Ilat adalah sesuatu yang menghubungkan antara al-aslu dan al- Far u. Menurut jumhur, Qiyas dapat dijadikan sumber hukum, keempat setelah Ijma. 15 Istihsan adalah kembalinya seorang Mujtahid dari ketetapan Qiyas Jali kepada Qiyas Khafi, atau dari Dalil Kulli kepada Dalil Juz I berdasarkan dalil. Istihsan bukan sumber hukum yang berdiri sendiri (dapat menetapkan hukum dengan sendirinya). Karena hukum yang 13 Abdul Wahab Khalaf,Op.Cit,hlm Fazlur Rahman, Islam, 1968, Terj. Islam, Bandung: Pustaka, Cet.IV, 2000, hlm Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Op.Cit, hlm.84

5 36 ditetapkan olehnya berdasarkan Qiyas Khafi. Istihsan dipakai oleh kebanyakan golongan Hanafiyah. 16 Maslahah Mursalah adalah memelihara maksud Syari dengan jalan menolak segala yang merusakkan makhluk. 17 Menurut Prof Ahmad Syalabi, maslahah Mursalah adalah tiap-tiap maslahah yang tidak dianjurkan (dituturkan) oleh nash untuk tidak memperhatikannya atau memperhatikannya. Imam Malik berpegang pada maslahah mursalah dalam menetapkan hukum. Dia memberi tiga syarat: 1. Tidak bertentangan dengan salah satu dalil 2. Untuk menarik manfaat dan menolak suatu madharat 3. Tidak menyinggung persoalan ibadah 18 Abdul Wahab Khalaf memberi syarat dalam menggunakan maslahah mursalah sebagai hujjah: 1. Maslahah harus nyata, bukan yang dipersangkakan (perkiraan) 2. Maslahah harus bersifat umum, bukan kepentingan pribadi 3. Maslahah tidak bertentangan dengan nash. 19 Istishab adalah adalah menetapkan hukum sesuatu menurut keadaan menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang merubahnya. Istishab bukan untuk menetapkan suatu hukum baru, tetapi melanjutkan berlakunya suatu hukum yang telah ada. Menurut Ulama Hanafiyah istishab dapat menjadi hujjah untuk menolak akibat 16 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet.II, 2001, hlm Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Op.Cit, hlm Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, 86-87

6 37 hukum dari penetapan hukum yang berbeda dengan yang dulu, bukan untuk menetapkan hukum. 20 Urf adalah keadaan yang sudah tetap pada jiwa manusia, dibenarkan oleh akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera, atau kebiasaan yang sudah berulang-ulang dalam masyarakat. 21 Menurut Abdul Wahab Khalaf, Urf ada dua; Pertama, Urf Sahih yaitu adat yang tidak bertentangan dengan syara. Urf ini harus dijaga dalam pensyari atan. Kedua, Urf Fasid adalah adat yang bertentangan dengan syara. Urf ini tidak wajib dijaga (menjadi pertimbangan hukum). 22 Para Ulama sepakat bahwa perkataan (ketetapan hukum) Sahabat yang bukan didasarkan pada fikiran semata adalah Hujjah bagi umat Islam. hal ini berdasarkan asumsi bahwa apa yang dikatakan Sahabat berasal dari apa yang mereka dengar dari Nabi. Yang diperselisihkan adalah pendapat sahabat yang berupa hasil Ijtihad sendiri. 23 Syar u Man Qablana (syari at umat sebelum kita) dapat menjadi Hujjah dan kita wajib mengikutinya selama syari at yang ditetapkan oleh Al-Qur an tidak menghapusnya, karena syari at itupun adalah ketentuan Allah SWT. Ini pendapat jumhur Hanafiyah, sebagian Malikiyah dan Syafi iyah Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Op.Cit. hlm Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.94

7 38 b. Metode Istimbath Hukum Islam Para ahli ushul telah mengembangkan beberapa metode (penalaran) yang kesemuanya bertujuan guna mengungkap hukum dari teks-teks suci. Metode tersebut antara lain: pendekatan bi Dalalah al- Nash dan bi al-ra yi; pendekatan Tekstual dan Kontekstual; pendekatan Bayani, Ta lili dan Istishlahi. 25 Muhammad Ma ruf al-dawalibi membagi Metode Istinbath Hukum Islam menjadi tiga yaitu : Metode Bayani, Matode Ta lili dan Metode Istishlahi. 26 Metode Bayani adalah metode yang berusaha mengungkap apa yang ada di balik sebuah teks. Metode ini berguna untuk memahami apa yang diinginkan Syari pembuat undang-undang yang dalam hal ini adalah Allah SWT melalui kajian teks. Karena hal inilah, metode ini untuk mengetahui apa yang diinginkan Syari, Ma ruf al-dawalibi menyebutnya metode bayani. Metode ini menjadi sangat penting karena sumber hukum Islam adalah teks, dimana teks mewakili sesuatu yang akan disampaikan oleh si Pembuat Teks. 27 Dalam Al-Risalah karya Syafi i diterangkan bahwa kata bayani mempunyai banyak arti. Salah satunya adalah keterangan Allah SWT dalam al-qur an untuk hambanya. Syafi i juga menulis beberapa bab mengenai bayani Prof, Dr, H.M. Amin Abdullah, et, al, Menggagas Mazhab Jogja, Yogyakarta; Ar- Ruzz Press, 2002, hlm Muhammad Ma ruf al-dawalibi, Al-Madkhal Ila Ilmi Ushul Al_fiqh, Cet.5, Dar al- Ilmi lil Malayin, 1965, hlm Ibid, hlm.381. lihat M Abed al-jabiri menggolongkan epistemologi Ushul Fiqh ke dalam susunan nalar bayani. M. Abed Al-Jabiri, Takwin al-aql al- Araby, Terj, Formasi Nalar Arab Kritik Tradisi Menuju Pembebasan dan Pluralisme Wacana Interreligius, Yogyakarta: IRCiSoD, Cet.I, 2003, hlm lihat Al-Syafi i, al-risalah, Baeirut: Dar al-fikr, t.th, hlm.21

8 39 Metode Ta lili adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu pada penentuan ilat hukum yang terdapat dalam suatu nash. Atas dasar ilat tersebut, permasalahan hukum yang muncul diupayakan pemecahannya melalui penalaran analogi terhadap ilat tersebut. Metode ini mencoba untuk memahami apa yang dikehendaki oleh Syari melalui penalaran logika menghubungkan masalah yang tidak disebutkan oleh teks dengan hukum yang dituturkan teks. 29 Dalam dataran praktisnya, penalaran Ta lili berbentuk Qiyas dan Istihsan. 30 Metode Istislahi adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu pada prinsip-prinsip kemaslahatan yang disimpulkan dari Al- Qur an dan Hadits. Metode ini digunakan untuk mencari hukum suatu permasalahan berdasarkan Maslahah Mursalah setiap kemaslahatan yang tidak ada dalam nash. Metode ini digunakan ketika penggalian hukum berhenti, dan tidak ditemukan jawaban atas suatu masalah dengan metode bayani dan ta lili metode ini bagian dari penggunaan Ra yu. 31 Dalam perkembangan Ushul Fiqh, corak penalaran ini tampak antara lain dalam metode al-maslahah al-mursalah dan al-dzari ah. 32 Semua ulama sepakat dengan penggunaan metode bayani. Sedang tentang metode ta lili dan istishlahi terdapat perbedaan pendapat. Salah satu menentang penggunaan keduanya adalah kelompok Dzahiriyah yang digadangi oleh Dawud al-dzahiri. Menurutnya suatu 29 Muhammad Ma ruf al-dawalibi, Op.Cit, hlm Dr. Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari ah Menurut Al-Syatibi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.I, 1996, hlm Muhammad Ma ruf al-dawalibi, Op.Cit 32 Ibid

9 40 masalah harus didasarkan pada nash yang qath i tidak boleh dengan Ijtihad bi al-ra yi. Imam Syafi i sangat ketat dalam penggunaan ra yu. Ia hanya berijtihad dengan menganalogikan suatu masalah, yang tidak disebutkan dalam nash, dengan ketentuan hukum nash. Syafi i menentang penggunaan istihsan dan istishlah. Sedang Malikiyah, Ahnaf dan Hanabilah adalah kelompok yang sangat longgar dalam menggunakan metode ijtihad. Mereka menerima metode Istihsan, Istishlah, Qiyasi dan Bayani. 33 B. Metode Bayani Ushuliyah a. Qowa id al-lughah Ushuliyah dan Metode Bayani Kaidah kebahasaan Ushuliyah adalah metode pembacaan teks yang telah dikembangkan oleh para ahli Ushul Fiqh. kaidah ini adalah wujud nyata dari upaya para Ushuliyah untuk mengungkap apa yang dinginkan Syari dari nash hukum. Berbeda dengan kaidah kebahasaan pada umumnya, kaidah ini lebih menekankan kepada upaya mencari dan memahami makna yang terkandung dalam sebuah teks. Sejak masa kenabian, para sahabat telah dibiasakan untuk berijtihad terhadap masalah yang mereka hadapi. Nabi SAW memberikan kesempatan ijtihad seluas-luasnya kepada sahabatsahabatnya. 34 Pernah suatu ketika Nabi memerintahkan beberapa 33 Ibid, hlm Dr. Muhammad Ali As-sayis, Tarikh al-fiqh al-islami, Terj. Sejarah Fiqh Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet.I, 2003, hlm Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hasil ijtihad sahabat merupakan penerapan hukum, bukan Tasyri. Lihat Prof. Abdul Wahab

10 41 sahabatnya untuk pergi ke daerah musuh dan melakukan shalat ketika sampai di tujuan. Waktu asar ketika mereka masih dalam perjalanan. Akhirnya para sahabat ada yang melakukan shalat sebelum dan sesudah sampai tujuan. 35 Fakta ini menunjukkan kebebasan berijtihad yang diberikan Nabi terhadap sahabat-sahabatnya. Peristiwa ini juga bisa diartikan bahwa para sahabat mempunyai kemampuan dan cara yang berbeda dalam mambaca teks (perintah Nabi SAW). Dalam membaca nash Qur an, kadang terjadi perbedaan pendapat di kalangan sahabat. Seperti persoalan sekitar hal-hal yang tidak disinggung atau disebutkan dengan kata bermakna ganda. Langkah yang mereka tempuh adalah menafsirinya dengan hadits atau pendapat ulama ahli hukum. 36 Cara yang digunakan sahabat tersebut, dalam memahami nash Qur an diadopsi oleh generasi berikutnya, 37 tapi tidak ada satu pun yang dibukukan. Kaidah kebahasaan ini baru dibukukan pertama kali oleh al- Syafi i dalam kitab al-risalah. Kitab ini merupakan pondasi ilmu ushul fiqh, karenanya al-syafi i disebut sebagai pendiri disiplin keilmuan ini. 38 Al-Syafi i menjelaskan beberapa hal mengenai al-bayan, hadits sebagai Khalaf, Khulasah Tarikh Tasyri al-islami, Terj. Perkembangan Sejarah Hukum Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.I, 2000, hlm Ahmad Hasan, The Early Development of Islamic Yurisprudence, Terj. Agah Garnadi, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, Bandung: Pustaka, Cet.I, 1984, hlm Ibid, hlm Mun in A. sirry, Sejarah Fiqh Islam Sebuah Pengantar, Surabaya; Risalah Gusti, Cet.I, 1995, hlm Khudari Beik, Op.Cit, hlm.395

11 42 penjelas al-qur an. Beliau juga menerangkan beberapa hal mengenai am dan khas. 39 Imam Syafi i menawarkan beberapa hal, antara lain: 1. Hukum berasal dari teks yang diwahyukan 2. Hadits merupakan sumber hukum mengikat 3. Tidak ada pertentangan antara Al-Qur an dan Sunnah 4. Secara Hermeneutis, kedua sumber tersebut saling melengkapi 5. Ijtihad dan Qiyas ditentukan oleh sumber hukum yang diwahyukan 40 Kaidah kebahasaan ushuliyah bukan merupakan produk yang sekaligus jadi di tangan al-syafi i. Karena al-syafi I hanya memberikan dasar dan menyebutkan beberapa bagian kecil darinya. Metode ini kemudian disempurnakan oleh generasi selanjutnya. 41 Kaidah kebahasaan ini lahir dari upaya untuk meminimalisir perbedaan pemahaman nash Qur an, khususnya dalam bidang hukum. Yang menjadi perbedaan di kalangan para ulama dalam membaca maksud nash Qur an adalah: kata, makna kata dan ilat, hal yang menghubungkan antara satu hal dengan yang lain, makna kata tersebut. 42 Muhamad Ma ruf al-dawalibi menyebut kaidah kebahasaan ushuliyah dengan sebutan metode bayani. Metode ini berkaitan erat dengan cara pengungkapan maksud Syari, menjelaskan dan 39 Lihat al-syafi i, al-risalah, Beirut: Dar al-fikr, t.th, hlm Wael B. Hallaq, Op.Cit, hlm Seperti Imam Fakhruddin al-razy menambahkan dalam kitabnya, al-mahsul fi Ilm Ushul al-fiqh, beberapa kaidah dalam pembagian lafad. Lihat Fakhruddin Al-Razy, al-mahsul fi Ilm Ushul al-fiqh, Jil.I, Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyah, hlm Muhammad Ma ruf al-dawalibi, Op.Cit, hlm.133

12 43 menafsirkan. Karena hal inilah, dia menyebut kaidah kebahasaan ushuliyah dengan qowa id al-bayan li al-nushush, metode untuk menjelaskan nash-nash. 43 Kaidah ini berhubungan dengan ilmu logika dan kejernihan pikiran. Jadi qowa id al-lughah al-ushuliyah dan metode bayani adalah sama. b. Metode Bayani Metode Bayani merupakan topik inti dalam Ilmu Ushul. 44 Karena seorang Mujtahid ketika beristimbath tidak akan lepas dari teks. Memahami teks harus mengetahui makna kata, struktur kebahasaan, bagaimana dalalah sebuah kata, dan macam dalalah serta kuat dan lemahnya dalalah tersebut. 45 Dua hal yang menjadi fokus utama kajian ini adalah kata dan makna. Metode kebahasaan yang dipakai oleh Ushuliyah berbeda dengan ahli tata bahasa (Al-Nuhat). Karena ahli tata bahasa hanya mencari struktur kata dan makna. Sedangkan Ahli Ushul tidak hanya mencari makna kata dari yang tampak karena makna tersebut terkadang bukan yang diinginkan Syari tetapi juga juga makna yang lain, Ushuliyah ingin mengungkap maksud Syari Ibid, hlm Imam Ghazali, Al-Mustashfa min Ilmi al-ushul, Mesir: Maktabah al-jindan, t.th., hlm Muhammad Ma ruf al-dawalibi, Op.Cit, hlm Dr. Fathi al-darini, Al-Manahij al-ushuliyah fi al-ijtihad bi al-ra yi fi Tasyri I al- Islamy, Damaskus: Dar al-kitab al-hadits, 1975, hlm.41

13 44 Metode ini menjadi sangat signifikan karena nash keislaman adalah berbentuk teks Arab. Maka untuk memahami dan beristimbath harus dengan struktur lisan arab (struktur kata). Ada dua cara yang dikembangkan Ahli Ushul dalam memahami makna teks, yaitu: 1. Memahami struktur teks arab 2. Keterangan dari Rasul tentang makna ayat Al-Qur an. 47 Dalam kajian kebahasaan ushul ada istilah al-dalalah yaitu adanya sesuatu menunjukkan adanya sesuatu yang lain, petunjuk dan yang ditunjuk. Atau memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain. 48 Dalalah ada kalanya berupa Dalalah Wadl i (hubungan antara kata dan makna) dan Ghairu Wadl i. Dalalah Wadl i terbagi menjadi tiga; pertama, ketika lafad digunakan untuk menunjukkan seluruh (apa yang terkandung) makna yang diciptakan untuknya disebut Dalalah Muthabiq. Kedua, ketika suatu kata digunakan untuk menunjukkan kepada sebagian makna disebut Dalalah Tadhamun. Ketiga, ketika lafad digunakan untuk menunjukkan kepada makna selain yang diciptakan untuknya, tetapi mempunyai ketersangkutan secara rasio atau Adat antara makna yang diciptakan untuknya dengan makna yang lain, disebut Dalalah Iltizam M. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-fikr al- Azali, t.th., hlm Ada dialektika antara eksistensi petunjuk terhadap apa yang ditunjuk. Dalam penerapannya, berubahnya makna suatu kata (yang ditunjuk) bisa disebabkan oleh adanya sesuatu yang lain. 49 Muhammad Mustafa Syalaby, Ushul al-fiqh al-islami, Beirut: Dar al-nahdah al- Arabiah, t.th., hlm

14 45 Kajian ini sangat erat kaitannya dengan kata-kata dan makna. Ushuliyin membagi lafad-lafad (kata) berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain: 1. Berdasarkan makna yang diciptakan untuknya (kata) 2. Berdasarkan pemakaian kata (makna yang dipakai) 3. Berdasarkan jelas dan tidaknya makna kata 4. Berdasarkan cara penunjukkan kata kepada makna Kata Berdasarkan Makna Yang Diciptakan Untuknya Berdasarkan kriteria ini kata terbagi menjadi empat: Am, Khas dan Musytarak. Ada yang memasukkan Mu awal dan Jamak al-munakar (jamak yang berbentuk isim nakirah lawan ma rifat) kedalam pembagian ini. Menurut Mustafa Syalabi, Mu awal adalah bagian dari Musytarak. Karena Mu awal sebenarnya adalah Musytarak yang diambil salah satu maknanya karena ada dalil. Sedang Jamak al-munakar termasuk Am bagi golongan yang tidak mensyaratkan makna al-istighraq (menghabiskan seluruh unit yang tercover dalam makna), dan bagi yang mensyaratkan makna al-istighraq, Jamak al-munakar termasuk Khas. 51 a. Am Lafad Am adalah suatu lafad yang sengaja diciptakan oleh bahasa untuk menunjukkan satu makna yang dapat mencakup seluruh satuan yang 50 Dr. Badran Abu al- Ainain Badran, Ushul al-fiqh al-islami, Penerbit Universitas Islam Iskandariah, t.th., hlm Muhammad Mustafa syalaby, Op.Cit, hlm.371

15 46 tidak terbatas dalam jumlah tertentu. 52 Menurut Dr. Fathi al-darini, lafad yang menunjukkan kuantitas satuan yang terbatas bukan termasuk Am. Sebuah kata bisa termasuk Am dikarenakan bentuknya (wadl i) ataupun ada qarinah, petunjuk. 53 Artinya lafad Am bisa berubah, menjadi bukan Am, kalau ada dalil yang merubahnya. Keumuman yang dimiliki lafad Am adalah mencakup seluruh satuan yang dimaksud. Ini berbeda dengan keumuman lafad Mutlak, yang hanya berkisar pada satuan yang dapat digolongkan kepadanya saja. Misalnya kata al-insan (seluruh manusia) termasuk kata Am karena mencakup seluruh satuan yang dikatakan manusia sekaligus. Berbeda dengan kata insan hanya mencakup unit yang dapat digolongkan padanya, tidak mencakup seluruh manusia Bentuk-bentuk Am (kata yang menunjukkan arti keumuman) Jenis kata yang menunjukkan arti umum ada beberapa macam, antara lain: 1. Kata jamak, seperti,, dan lain-lain. 2. Kata yang menunjukkan jenis sesuatu, seperti (manusia), (perempuan), (unta) dan lain-lain. 52 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma aif, Cet.4, 1997, hlm Dr. Fathi al-darini, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.219

16 47 3. Kata yang tidak jelas apa yang ditunjuk (mubham) 55, seperti kata pertanyaan untuk seseorang dan untuk sesuatu. Atau kata syarat (apa saja), (dimana) dll. 4. Isim Mufrad (kata noun yang menunjukkan arti satu) yang diberi al, seperti,,. 56 Bentuk lafad Am (sighat dalam al-qur an) antara lain : Lafad kullun dan Jami un, seperti contoh: /! "#!$#% &!#'()!!*!!+,-!(. Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan di bumi untuk kamu. (Al-Baqarah: 29) Kata jamak yang dita rifkan dengan alif-lam (al) atau idhafat, contoh: Artinya: Allah SWT. Mensyari atkan bagimu tentang (pusaka) anak-anakmu. (an-nisa : 11) 59 Ulama Ushul menetapkan lafad jamak ini berfaidah umum berdasarkan ijma Sahabat Dalam struktur kata arab ada istilah ma rifat dan nakirah. Ma rifat berarti jelas yang dituju dalam suatu pembicaraan. Sedang Nakirah berarti tidak jelas yang dimaksud dari suatu pembicaraan. Ketidak jelasan ini dalam istilah Ahli Ushul disebut Ibham. 56 Dr. Wahbah Zuhaily, Ushul al-fiqh al-islami, Juz.I, Beirut: Dar al-fikr, hlm Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm Ibid. hlm Ketika itu terjadi perdebatan mengenai pemegang kepemimpinan pasca Nabi Wafat. Abu Bakar berkata al- Aimatu min Quraisy, para sahabat memahami bahwa kata tersebut bermakana umum. Artinya seluruh pemimpin harus berasal dari golongan Quraisy. Lihat Dr. Badran Abu al- Ainain Badran, Op.Cit, hlm

17 48 3. Isim Mufrad yang Dita rifkan dengan alif-lam Jinsiyah atau Idhafat, seperti contoh: 53=>201/6!7-!8!9!:#!1#(;--!8!<!9 Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba. (al-baqarah: 275) Isim-isim Maushul seperti,,,, %? seperti A (B#!$!#C-!!?!!9#D!<!9(!,!!9#'()#!#-&!!?(!,- 53HI201/#!E!9F(A#G!< Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah istri-istri itu) menangguhkan diri iddah) empat bulan sepuluh hari. (al-baqarah: 234) Isim Syarat, seperti contoh: 53=3201/ '() (B#!$!&F#!+# ( B#(!!9 Artinya: Dan apa saja, harta yang baik, yang kamu nafkahkan (di Jalan Allah), maka (pahalanya) untuk dirimu sendiri. (al-baqarah: 272) Isim Nakirah dalam kalimat negatif, seperti contoh: 5'9M1N9/ J?BK0L. Artinya: Tidak ada hijrah (dalam bentuk apapun) setelah Mekah ditaklukkan. (HR. Bukhari- Muslim) 64 Isim Nakirah dalam kalimat negatif termasuk Am, karena secara bahasa Nakirah menunjukkan individu yang tidak jelas. Ketika dia al-fikr, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Imam Bukhari, Shohih al-bukhari, Jld.4, al-taba ah wa al-nasyr wa al-tawzi : Dar

18 49 berada dalam kalimat negatif, kenegatifan tersebut memudarkan ketidakjelasannya. Akhirnya nakirah dalam kalimat negatif berimplikasi terhadap seluruh satuan Isim-isim Istifham (kata tanya), seperti contoh : 5>421/!?!A O!,!.!!!&#!(!P Artinya: Mereka bertanya siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap Tuhan-tuhan kami?.(al-anbiya : 59) Macam-macam Am Ditinjau dari segi penggunaanya, lafad Am ada tiga macam: a. Am Yuradu Bihi al-am (Am yang benar-benar dimaksudkan untuk umum) adalah Am yang disertai Qarinah yang menghilangkan kemungkinan untuk dikhususkan. Seperti contoh : 5T2S./!A(P#D ;-Q!!E- R "#!$#% &F@-!S#!!9 Artinya: Dan tidak ada seekor binatang yang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang memberikan rizkinya.(hud: 6). 67 Secara akal, semua binatang di bumi diciptakan dan pasti diberi rizki oleh Allah SWT. Tidak mungkin tidak, karena ini adalah bagian dari kekuasaan Tuhan. b. Am Yuradu Bihi al-khusus (Am, tetapi yang dimaksudkan adalah khusus) adalah Am yang disertai Qarinah yang menghilangkan 65 Dr. Fathi al-darini, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm Ibid, hlm. 327

19 50 keumumanya dan yang dimaksud adalah sebagian dari satuannya. Seperti contoh: 54=2E Y/ U#!1#VW 8 X-Q!!E ;-!9 Artinya:.mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. (Ali Imron: 97) 68 Menurut akal, yang diwajibkan untuk melakukan haji (terkena hukum taklif) adalah orang dewasa dan sempurna akalnya. c. Am Makhsus atau Am Mutlak (Am yang khusus untuk Am) adalah Am yang tidak disertai Qarinah yang menghilangkan untuk dikhususkan dan Qarinah yang menghilangkan keumumannya. Qarinah ini bisa berupa Qarinah Lafdiyah (tertulis), Aqliyah dan Urfiyah, yang menyatakan keumuman atau kekhususanya. Seperti contoh: 533^201/F9((P!@!Z[!Z- A (B#!$!#C-!!?!(\!-!](#!9 Artinya: Wanita-wanita yang ditalak, hendaknya menahan diri (menunggu) sampai tiga kali quru.(al-baqarah: 228) 69 Perbedaan Am Yuradu bihil Khusus dan Am al-makhsus adalah bahwa Am al-makhsus masih mencakup seluruh satuan baru kemudian datang Mukhasisnya. Sedang Am Yuradu Bihil Khusus sejak awal hanya menunjukkan sebagaian dari satuannya bid, hlm Ibid, hlm Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.250

20 51 3. Dalalah Am Secara umum dalalah Am adalah Qath i, menurut Hanafiyah. Sedang menurut Jumhur dalalah Am adalah zanniyah. Bahwa Am Yuradu Bihil Am menunjukkan kepada setiap satuan dengan qoth i. Sedang Am Yuradu bihil Khusus menunjukkan kepada satuan sisa (yang tidak dimaksud) bersifat zanni. Yang menjadi perbedaan adalah Am Mutlak, apakah termasuk Dalalah Qath iyah atau Dzanniyah. Jumhur Hanafiyah berpendapat bahwa Am ini termasuk Dalalah Qath iyah. Menurut Syafi iyah Am ini termasuk Dalalah Dzanniyah Takhsis al-am Yang dimaksud Takhsis al-am adalah mempersempit arti Am kepada sebagian satuannya berdasarkan dalil. Mukhasis (yang mentakhsis Am) ada empat macam,yaitu: a. Kalam Mustaqil Munfasil, kalimat yang berdiri sendiri dan terpisah. Seperti contoh: #'(.9(K (#$!#'!-'(Z \!!C#_(#!(#!!,-!9 5I2/0!K#!!!!Z Artinya: Dan orang-orang yang menuduh (zina) wanita baikbaik dan mereka tidak membawa 4 orang saksi, maka cambuklah dia 80 kali. (An-Nur:4) Muhammad Mustafa Syalabi,Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.543

21 52 Lafad alladzina pada ayat ini ditakhsis oleh Surat An-Nur ayat 6 yang berbunyi: (0!S!A!!&#'(A((B#!<- R(!K!A(G#'(A!#()!#'!!9#'(A!!9#D!<!(#!!,-!9 5T2/! P S-C!!(;- R ;- F\!S!A!G(:!#!<#'. K!8!< Artinya: Dan orang-orang yang menuduh (zina) istrinya, padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian (yang diperlukan) orang itu adalah empat kali bersumpah atas nama Allah SWT., bahwa dia termasuk orang-orang yang benar. (An-Nur: 6) 73 b. Kalam Mustaqil Muttasil, yaitu kalimat yang berdiri sendiri tetapi kalimat ini masih bersambung. Seperti contoh: F!B!`Q!!E#9!<a!!!#!!9(;#(C!#!&!#A-('()#!K A!G#!!& 5c^>201/!!+(<F7-!< # b0-k!& Artinya: Barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka, maka wajib berpuasa) sebanyak hari ( yang ditinggalkan) di hari lain. ( al-baqarah: 185) 74 c. Kalam Ghairu Mustaqil, adalah kalimat yang tidak sempurna. Bentuk ini ada 5, antara lain: 1. Istisna Muttasil, pengecualian yang bersambung. Contoh: #' ()#!!E!d#!!&#'()!#!!A!9( K(!0! e!8 0!!L!()!#!< - R 53^3201/!.(1(?#)!-!<bf!( 73 Ibid, hlm Ibid, hlm.45

22 53 Artinya: Kecuali jika mu amalah itu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu (jika) tidak menulisnya. (al- Baqarah: 282) Syarat, seperti contoh: (N(1(?#!&Qg!(F!!<Q! RF#!K #'(?#!!K!!h R(!Y!,-!AV!<! 53^3201/ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menulisnya. (al- Baqarah: 282) Sifat, seperti contoh: Q-?!8#'() ((!#!i (( ((+#K! (!Y!,-!AV!<! 53=2/!A #.!<Q!!E(6!(!9( #$!?#! Artinya: Hari orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. (an-nur: 27) Ghayah, pembatasan seperti contoh: 5c>2`/ (`!!j!#1!q-?!8! 6,!(-(!!9 Artinya: Dan kami tidak akan mengadzab, sampai kami mengutus seorang Rasul. (al-isra : 15) Badal Ba du min al-kul, mengganti keseluruhan dengan sebagian. Seperti contoh: 75 Ibid, hlm Ibid 77 Ibid, hlm Ibid, hlm.426

23 54 [ 1!` ;#! R!k!]!?#`! U#!1#VW 8 X-Q!!E ;-!9 54=2E Y/ Artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah SWT., (yakni bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan kesana. (Ali Imron: 97) Ma Laisa Bikalam Sesuatu mempersempit makna keumuman Am tidak selalu berupa lafad, kalimat. Tetapi ada juga yang bukan berupa kalimat seperti akal, indera dan adat kebiasaan. 80 Menurut ulama Hanafiyah ada tiga kriteria Qasr (mempersempit keumuman Am). Ketika dalil yang merubah Am dari makna keumuman adalah kalimat sempurna dan berbarengan waktu turunnya dengan Am, maka Qasr disini disebut Takhsis (menerangkan bahwa sejak awal yang dimaksud adalah sebagian satuannya). Ketika dalil tersebut tidak berbarengan, maka disebut Naskh. Ketika dalil tersebut bukan kalimat yang sempurna, maka disebut Qasr lil Am. Menurut Jumhur, semua dalil yang mempersempit makna Am disebut takhsis, entah itu kalimat sempurna atau tidak, selama waktu turunnya sama. Ketika tidak sama disebut naskh. 81 Terkadang ayat yang ada lafad Am, turun dengan sebab yang khusus. Dalam hal ini, maka Hukum yang berlaku adalah berdasarkan 79 Ibid, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Muhammad Mustafa Syalabi,Op.Cit, hlm.421

24 55 keumuman Am bukan khususnya Sebab, al- Ibratu bi umumi al-lafdi la bi khusus al-sabab. 82 b. Khas Adalah lafad yang diciptakan untuk memberi pengertian satu satuan yang tertentu, baik berupa Jenis (contoh hewan), Macam (seperti Insan, rajul), atau jumlah banyak yang terbatas seperti dua, tiga. Lafad Khas menunjukkan kepada makna dengan Qath i, bahwa Khas tidak mungkin menunjuk makna lain kecuali ada dalil. 83 Macam-macam lafad Khas berdasarkan bentuknya antara lain: Mutlak, Muqayyad, Amr dan nahy. 1. Mutlak dan Muqayyad Mutlak adalah lafad khas yang menunjukkan kepada satuan tertentu dan tidak dibatasi keluasan artinya dengan sifat berupa lafdiyah. Muqayyad adalah Lafad Khas yang dibatasi keluasannya dengan sifat. Seperti contoh: #1!P# #_!?!& Artinya:.maka (wajub atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-istri itu bercampur. (al-mujadalah: 3). 84 ; #.!< Q! R b@!-!( b@! S!9 F@! #l( F@!1!P!( #_!?!& $!]!+ #l(!!?!p#!!9 5432/ 82 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Quwait; Dar al-qalam, tt, hlm Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.909

25 56 Artinya: Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya. (al-nisa : 92) 85 Lafad Raqabah pada ayat pertama mencakup semua macam budak, baik budak kafir, belian, muslim. Sedang lafad raqabatin Mukminatin menunjukkan budak muslim saja. Hukum Mutlak tetap pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang mentaqyidkannya, begitu pun hukum lafad Muqayad. Karena keduanya adalah Khas, maka termasuk Dalalah Qath i. 86 Terkadang suatu nash syara disebutkan di suatu tempat dengan lafad Mutlak, dan di tempat lain degan bentuk Muqayyad. Dalam keadaan seperti ini ada beberapa alternatif: a. Memenangkan yang Muqayad atas Mutlak, jika: Sebab dan hukum keduanya sama, seperti contoh2 5H20Kn/ m# M#('#_!!9(7-K!9(@!?#!#(' ()#!!E#U!6(8 Artinya:..Diharamkan atas kamu (memakan) bangkai, darah dan daging babi. (al-maidah: 3) 87 - R(;(!#]!F' E!oQ!!E-!_(-%! R!% 89(<!% &(K!<#(P 5cI>27p/ F m# Artinya: Katakanlah! tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah 85 Ibid, hlm Dr. Badran Abu al- Ainain Badran, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.157

26 57 yang mengalir, atau daging babi.(al-an am: 145) 88 Sebab adalah sama yaitu keadaan sebagai darah dan hukumnya sama yaitu haramnya darah. Hukumnya sama tetapi sebab untuk menetapkan hukumnya berbeda. Seperti contoh surat al-mujadalah ayat 3 menyebutkan budak dengan bentuk Mutlak dan sebab hukumnya adalah zihar. Dan surat al-nisa ayat 92 menyebutkan budak dengan bentuk Muqayad dan sebab hukunya adalah pembunuhan tersalah. b. Berlaku sendiri-sendiri (tidak memenangkan Muqayad atas Mutlak), ketika: Hukum dan sebab tidak sama, seperti contoh: 5H^20Kn/!1!!!!m!!(A! K#!<(!]#P!&(@!P -!9( -!9 Artinya: Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. (al-maidah: 38) 89! #'()!.((9 ( #i!& 0[-C Q! R#'(?#(P!h R (!Y!,-!AV!< 5T20Kn/ * &!!#Q! R#'()! K#!<!9 Artinya: Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai dengan siku. (al- Maidah: 6) Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm.158

27 58 Hukum tidak sama, tetapi sebab hukumnya sama, seperti contoh: 91 5T20Kn/ (;# #'() K#!<!9#'().(( (_!#!&16!oK!q(-!!! Artinya: Maka bertayamumlah dengan tanah yang bersih, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (al-maidah: 6) 92 Hukumnya adalah mengusap tangan, ini berbeda dengan kalimat sebelumnya (wudhu) hukumnya adalah membasuh tangan. Sebab keduanya adalah sama yaitu menghilangkan hadats. 2. Lafad Amr Adalah lafad yang menunjukkan perintah melakukan sesuatu dari atasan kepada bawahan (isti la). Lafad lafad yang menunjukkan perintah antara lain; Fi il Amr, Fi il Mudhari yang diberi Lam Amr, dan Jumlah Khabariyah yang bermakna perintah. Atau berupa uslub bahasa arab yang berfaidah memerintah, seperti isim fi il amr dan kata yang bermakna perintah sr?. 93 Lafad Amr hakikatnya menunjukkan wajib, selama tidak ada Qarinah yang mengalihkannya kepada arti lain. 94 Ketika lafad Amr berada setelah larangan maka hukumnya tetap menunjukkan kepada wajib, ini 91 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Loc.Cit 93 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit,hlm Arti lain seperti sunah, petunjuk, kebolehan, tahdid dll.

28 59 pendapat Hanafiyah. Sedang menurut Syafi iyah, Hanabilah dan Malikiyah Amr ini menunjukkan arti kebolehan. 95 Pada dasarnya, secara lughawi (bahasa), Amr tidak menuntut diulangulang dan segera dilaksanakan. Maksud perintah adalah tercapainya apa yang diperintahkan. Yang menyebabkan Amr menunjukkan perulangan dan segera dilaksanakan adalah Qarinah di luar Lafad Lafad Nahy Adalah lafad yang menunjukkan perintah meninggalkan sesuatu dari atasan kepada bawahan. 97 Nahy menunjukkan keharaman sesuatu, menurut Jumhur. Bentuk-bentuk lafad nahy antara lain; fi I Mudhari yang diberi la Nahi, Jumlah Khabariyah yang bermakna melarang dan kata perintah untuk meninggalkan. Dalalah Nahi menunjukkan arti perulangan dan kesegeraan. 98 c. Musytarak Adalah lafad yang mempunyai beberapa arti yang berbeda-beda. Penyebab suatu lafad menjadi Musytarak adalah: 1. Perbedaan penggunaan makna oleh suku-suku bangsa. 2. Lafad itu diciptakan untuk menunjukkan satu arti, kemudian digunakan untuk makna lain secara majazi. 3. Lafad itu semula mempunyai satu arti, kemudian syara memakainya sebagai istilah dengan makna baru. 95 Dr. Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm M. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-fikr al- Azali, hlm Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm

29 60 4. Lafad tersebut sebenarnya mempunyai arti satu, kemudian sering digunakan untuk arti lain. Seiring berjalannya waktu, orang-orang lupa dengan makna asli lafad ini. Jika ke-musytarakan-nya antara makna asli dan Syara maka yang dipakai adalah makna syara. Jika antara makna asli, ada dalil yang menunjukkan kepada salah satu makna, maka yang digunakan adalah makna yang ditunjuk dalil. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan salah satu makna, ada dua pendapat: a. Menurut Hanafiyah, hukumnya berhenti mengamalkan lafad tersebut sampai ditemukan makna yang dimaksud. b. Menurut Syafi i dan Malik, lafad tersebut bisa digunakan kepada setiap maknanya Kata Berdasarkan Makna Yang Dipakai Dalam kriteria ini, ahli ushul membagi lafad menjadi empat. Yaitu : Hakikat, Majaz, Sharih dan Kinayah. Kita akan membicarakan definisi term tersebut satu-persatu. a. Hakikat dan Majaz Hakikat adalah setiap kata yang dipakai sesuai dengan makna yang diciptakan untuknya. Dalam term ini, hakikat terbagi menjadi; Hakikat Lughawiyah, digunakannya lafad sesuai makna yang sejak semula diciptakan oleh budaya untuknya, seperti Insan berarti hewan yang berakal. Hakikat Syar iyah, digunakannya lafad sesuai makna yang 99 Muhammad Mustafa Syalaby, Op.Cit, hlm

30 61 diciptakan oleh Syara (istilah syara ) untuknya, seperti contoh Shalat bermakna perbuatan ibadah dengan bacaan khusus, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Hakikat Urfiyah al-khas, digunakannya lafad sesuai makna yang diciptakan oleh adat tertentu untuknya, seperti contoh Rafa, nasab dan jar dalam istilah ahli nahwu. Hakikat Urfiyah al- Ammah, digunakannya lafad sesuai dengan makna yang diciptakan oleh adat umum untuknya, seperti contoh Dabbah berarti hewan berkaki empat. 100 Majaz adalah lafad yeng digunakan tidak sesuai makna yang diciptakan untuknya karena ada sebab hubungan (tujuan, alaqah). Majaz juga dibagi menjadi empat. Majaz Lughawi, digunakannya lafad tidak sesuai dengan makna yang diciptakan untuknya (secara lughawy), seperti contoh Asad bermakna lelaki yang pemberani. Majaz Syar i, majaz berdasarkan makna yang diciptakan syara, seperti contoh Shalat bermakna doa. Majaz Urf Khas, majaz berdasarkan makna yang diciptakan oleh adat tertentu, seperti contoh al-hal (dalam istilah nahwu) berarti keadaan manusia. Majaz Urf Amm, majaz berdasarkan makna yang diciptakan oleh adat umum, seperti dabbah berarti orang bodoh. 101 Suatu lafad bisa disebut hakikat atau majaz ketika ia dirangkai dalam satu kalimat atau dipakai dalam suatu pembicaraan. 102 Hukum hakikat, wajib 100 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm Ibid, hlm Menurut Dr. Wahbah Zuhaily, Qarinah yang menunjukkan hakikat antara lain: penggunaan kebiasaan adat, lafad itu sendiri, susunan kalimat, keadaan pembicara dan apa yang dibicarakan. Qarinah yang menunjukkan majaz antara lain: Hissiyah, Aqliyah, Urfiyah dan Syara. Ibid, hlm

31 62 diamalkan sesuai maknanya, baik berupa Am atau khas. Hukum majaz, diamalkan sesuai maknanya. Apabila suatu lafad bisa diartikan menurut hakiki dan majazi, maka ia wajib diartikan hakiki. 103 b. Sharih dan Kinayah Sharih adalah lafad yang jelas makna yang diinginkan, baik hakikat atau majaz. Seperti contoh saya membeli atau saya memakan pohon ini. Kinayah adalah lafad yang tidak jelas makna yang diinginkan, baik hakikat atau pun majaz. Seperti contoh perkataan kawanmu telah menemuiku dan beriddahlah kamu. Hukum sharih wajib diamalkan. Dan hukum kinayah tidak wajib diamalkan, disesuaikan dengan niat pembicara Kata Berdasarkan Jelas Dan Tidaknya Makna A. Pembagian Menurut Ulama Hanafiyah Yang dimaksud dengan jelas maknanya adalah lafad yang menunjukkan makna dengan bentuknya (sighatnya) tanpa perlu bantuan sesuatu yang lain. Yang dimaksud tidak jelas maknanya adalah lafad yang tidak jelas maknanya karena bentuknya atau yang lain, tidak dapat diketahui maknanya kecuali dengan bantuan sesuatu yang lain. Lafad yang jelas maknanya dibagi menjadi empat: zahir, Nash, Mufassar dan Muhkam. Lafad yang tidak jelas maknanya dibagi empat: Khafi, Musykil, Mujmal dan Mutasyabih Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Dr. Badran Abu al- Ainain Badran, Op.Cit, hlm Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm. 312

32 63 a. Zahir Adalah lafad yang jelas maknanya dengan sendirinya, dengan hanya melihat dan mendengar. Makna ini adalah makna yang tidak diinginkan Syari dan ia masih menerima ta wil 106 dan naskh. Untuk mengetahui makna tersebut diinginkan oleh syari adalah dengan melihat susunan kalimat, sebab turun dan sejarah. Seperti contoh:!6! #'()!!t!o!(_ )#!&Q!!?!#% &(] #(-!<#'(?#B +# R!9 5H2/!k!(!9!u[(Z!9Q!#v! Artinya: Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak) perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senanngi dua, tiga atau empat. (al-nisa : 3) 107 Makna zahirnya adalah dibolehkannya menikah. Hukum lafad zahir wajib diamalkan selama tidak ada dalil yang merubah kepada makna lain. 108 b. Nash Adalah lafad yang jelas maknanya dengan sendirinya, makna ini adalah makna yang diinginkan oleh susunan kalimat, menerima ta wil dan Naskh. Seperti contoh surat al-nisa ayat 3, makna nash (makna yang diinginkan) adalah pembatasan poligami. Hukum lafad nash wajib diamalkan yang dimaksud Ta wil adalah merubah makna lughawi kata kepada makna yang lain dengan dalil. Ta wil bisa berupa Takhsis atau Taqyid. Dr. Badran Abu al- Aianain Badran, Op.Cit.hlm Depatemen Agama RI, Op.Cit, hlm Dr. Fathi al-dariny, Al-Manahij al-ushuliyah fi al-ijtihad bi al-ra yi fi Tasyri I al- Islamy, Damaskus: Dar al-kitab al-hadits, 1975, hlm Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.450

33 64 Perbedaan tafsir dan ta wil adalah bahwa ta wil menjelaskan maksud nash dengan dalil zanni, Ijtihad ulama. Tafsir adalah menjelaskan maksud nash dengan dalil Qath i, dari Syari sendiri. 110 Perbedaan zahir dan nash adalah kalau makna zahir adalah makna ikutan ( bukan yang diinginkan susunan kalimat, Syari ). Sedang makna nash adalah makna asli (yang diinginkan susunan kalimat, syari ). 111 c. Mufassar Adalah lafad yang jelas maknanya, yang dimaksud oleh susunan kalimat, tidak menerima ta wil tetapi menerima naskh. Seperti contoh: 5I2/0!K#!!!!Z#'(.9(K #!& Artinya: Maka deralah mereka delapan puluh kali. (al-nur: 4) 112 Lafad Tsamanina bermakna delapan puluh, termasuk mufasar karena makna ini yang dimaksud susunan kalimat, tidak boleh kurang atau lebih. 113 d. Muhkam Adalah lafad yang jelas maknanya, yang dimaksud oleh susunan kalimat, tidak menerima ta wil dan naskh. Seperti contoh : 5I2/K!!<0!S!A!G#'(A!(!1#!!9 Artinya: Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. (al-nur: 4) Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Dr. Fathi al-dariny, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Loc.Cit

34 65 Muhkam dibagi menjadi dua; Muhkam lidhatih, kejelasannya (kemuhkamannya) datang dari bentuk nash. Muhkam li Ghairih, kejelasannya karena sesuatu yang lain. yaitu setiap nash yang tidak menerima naskh karena putusnya wahyu (Nabi SAW wafat). Tingkatan tertinggi adalah muhkam, mufassar, nash dan dzahir. Tingkatan yang lebih tinggi dimenangkan ketika bertentangan dengan tingkat yang lebih rendah. 115 e. Khafi Adalah lafad yang jelas maknanya, tetapi penerapan maknanya kepada satuan terdapat kekaburan yang bukan disebabkan oleh lafad itu sendiri. seperti contoh: 5H^20Kn/!(A! -!9( -!9 Artinya: Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya. (al-maidah: 38) 116 Lafad al-sariq bermakna pencuri, jelas. Kekaburannya adalah penerapan lafad tersebut, pencuri yang apa dan bagaimana? apakah kepada Nasysyal (pencopet) atau Nubassy (pembongkar makam). Hukum khofi tidak diamalkan kecuali setelah dianalisa kesamarannya Departemen Agama RI, Loc.Cit 115 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit,hlm Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm

35 66 f. Musykil Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada arti yang dikehendaki, harus ada qarinah yang menunjukkan salah satu maknanya. Penyebab kemusykilan adalah lafad tersebut adalah musytarak. Seperti contoh: A (B#!$!#C-!!?!(\!-!](#!9 Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. (al-baqarah: 228) 118 Cara untuk menghilangkan kemusykilan suatu lafad adalah dengan berijtihad. Hukum lafad musykil adalah tidak diamalkan sampai makna yang diinginkan dapat diketahui. 119 g. Mujmal Adalah lafad yang tidak jelas maknanya karena sighatnya dan tidak ada Qarinah yang menjelaskannya. Kejelasan makna lafad Mujmal bergantung pada penjelasan Mutakalim (Syari ) sendiri. Seperti contoh: (X-(()!!7#!(@!E!#!!w!#S!<!!9(@!E!#!(@!E!# 5Iyc2@E/u(v#1!# x!!b#! Artinya: Hari Kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apa hari kiamat itu? Pada hari itu manusia bagai anai-anai yang bertebaran. (al-qari ah: 1-4) Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.1093

36 67 Lafad al-qari ah artinya pengetuk pintu, kemudian ditafsirkan oleh syari sendiri pada kalimat berikutnya, berarti hari kiamat. Penyebab kemujmalan antara lain: Musytarak dan tidak ada Qarinah, kata asing dan perpindahan dari makna lughawi kepada makna syara. Ketika Qarinah tersebut ada dan makna yang diinginkan jelas maka lafad Mujmal menjadi Mufassar. Hukum lafad mujmal tidak diamalkan sampai jelas makna yang diinginkan. 121 h. Mutasyabih Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang dikehendaki dan tidak ada Qarinah yang menjelaskannya dan Syari tidak menjelaskannya. Seperti contoh: 5cz2J?B/#' A K#!<!#!& ;-(K! Artinya: Tangan Allah di atas tangan mereka. (al-fath: 10) 122 Hukum lafad mutasyabih adalah tidak wajib diamalkan dan kita wajib meyakini kebenaran maksud teks tersebut. 123 B. Pembagian Kata Berdasarkan Jelas dan Tidaknya Makna Menurut Ulama Syafi iyah 1. Wadhih al-dilalah Menurut Ulama Syafi iyah (jumhur) lafad yang jelas maknanya terbagi menjadi dua, yaitu zahir dan Nash. zahir adalah 121 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm

37 68 lafad yang menunjukkan kepada makna dengan Dalalah zanniyah, 124 baik dalalah tersebut berasal dari bentuknya atau dari adat. Kriteria ini mencakup term zahir dan Nash menurut Ulama Hanafiyah. Hukum zahir adalah wajib diamalkan. 125 Nash adalah lafad yang menunjukkan makna dengan Dalalah Qath iyah. 126 Term Mufassar menurut hanafiyah termasuk kriteria ini. 2. Ghairu Wadhih al-dilalah Dalam kriteria ini hanya ada satu term yaitu Mujmal. Mujmal adalah lafad yang tidak terdapat dalalah, yang menunjukkan kepada salah satu makna. Term ini mencakup tiga macam lafad Khofi menurut hanafiyah. Mujmal ada tiga macam, yaitu; a. Kemujmalan yang berasal dari beberapa makna hakikat lafad, seperti lafad musytarak. b. Kemujmalan terhadap satuan yang tercakup dalam artinya. c. Kemujmalan karena suatu lafad mempunyai beberapa arti majazi Kata Berdasarkan Cara Penunjukkan Kata kepada Makna a. Pembagian Menurut Hanafiyah Para Ulama berbeda pendapat mengenai ada berapa cara penunjukkan lafad (dalalah) kepada makna, maksud Syari. Ulama 124 Maksud Dalalah Dzanniyah adalah ada kemungkinan berubah maknanya dari makna Dzahir lafad kepada makna yang lain, seperti ditakhsis. 125 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm Maksud Dalalah Qath iyah adalah tidak ada kemungkinan untuk menunjukkan kepada arti lain, seperti ditakhsis. Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm

38 69 Hanafiyah membagi menjadi empat; Ibarat al-nash, Isyarat al-nash, Dalalah al-nash dan Iqtidha al-nash. Ibarat al-nash adalah cara penunjukkkan lafad kepada makna berdasarkan susunan kalimat, tersurat, baik makna asli atau ikutan. 128 Makna yang dihasilkan dari dalalah ini bersifat Qath i. Seperti contoh surat al-nisa ayat 3, dengan memperhatikan apa yang tersurat dalam teks, dapat diperoleh beberapa makna : 1. Diperbolehkan mengawini wanita yang disenangi, 2. Membatasi jumlah istri sampai empat saja, 3. Wajib hanya mengawini satu orang saja, jika takut tidak dapat berbuat adil. 129 Isyarat al-nash adalah makna yang ditunjuk lafad tidak dari segi teks (tersurat), tetapi berupa kesimpulan teks. Dengan kata lain, pemahaman terhadap teks tetapi teks tidak secara eksplisit menuturkannya. 130 Menurut Mustafa Syalabi makna tersebut, secara rasio dapat dipahami dari teks. 131 Dalalah Isyarat menunjukkan makna dengan Qath i. Seperti contoh: 53HH201/{9(#!# -(A(!#!9-(A(P#D (;! S(#!#Q!!E!9 Artinya: Dan kewajiban ayah untuk memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma ruf. (al-baqarah: 233) yang dimaksud manan ikutan adalah makna yang tersurat, tetapi bukan makna yang diinginkan Syari, makna asli. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa makna asli dapat diketahui dari susunan kalimat, sebab turun ayat dan sejarah. Dr. Fathi al-dariny, Op.Cit, hlm Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-fikr al- Azali, t.th., hlm Muhamad Mustafa Syalabi,Op.Cit,hlm Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.57

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015

SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015 SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015 Mata Kuliah : Ushul Fiqh Kode MK : KPIP 14104 Bobot / Semester : 2 sks / IV Standar Kompetensi

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis

Lebih terperinci

Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada J A K A R T A

Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada J A K A R T A Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada J A K A R T A Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Sanusi, Ahmad; Sohari Ushul Fiqh/Ahmad Sanusi, Sohari Ed. 1 Cet. 1. Jakarta: Rajawali

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Sumber Ajaran Islam Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) IAIN SYEKH NURJATI CIREBON SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2016/2017

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) IAIN SYEKH NURJATI CIREBON SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 A. IDENTITAS 1 Jurusan/Prodi : Perbankan Syari ah 2 Nama Matakuliah..*) : Fiqh / Ushul Fiqh 3 Kode Matakuliah *) : SY. 300 4 Semester/SKS : I/3 SKS 5 Jenis Mata Kuliah : Wajib/Pilihan 6 Prasyarat.*) :

Lebih terperinci

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa: A. Pengertian Fiqih A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa: Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah : Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

MAQASHID SYARI AH (SUATU PERBANDINGAN) MARYANI, S. Ag, MHI ABSTRAK

MAQASHID SYARI AH (SUATU PERBANDINGAN) MARYANI, S. Ag, MHI ABSTRAK 1 MAQASHID SYARI AH (SUATU PERBANDINGAN) MARYANI, S. Ag, MHI ABSTRAK Hukum Islam memiliki tujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Untuk mengetahui dan menyelami tentang

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

Pengalaman Belajar Indikator Hasil Belajar

Pengalaman Belajar Indikator Hasil Belajar Fakultas : Syari ah/al-ahwal Al-Syakhshiyyah Mata Kuliah : Ushul Al-Fiqh II Kode Mata Kuliah : 21203 SKS/JS : 3/3 Stdar Kompetensi : dapat memberi respon secara aktif d benar terhadap peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi BAB IV Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi A. Metode Penafsiran al-haras dan Ibnu al-arabi terhadap Surat An-Nur Ayat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha

Lebih terperinci

Homaidi Hamid, S. Ag., M.Ag. Ushul Fiqh

Homaidi Hamid, S. Ag., M.Ag. Ushul Fiqh Ushul Fiqh i Homaidi Hamid, S. Ag., M.Ag. Ushul Fiqh ii iii KATA PENGANTAR USHUL FIQH Homaidi Hamid, 2013 ISBN: masih menunggu terbit Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All rights reserved Cetakan I, Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI A. Pengertian Ushul Fiqh MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI Ushul fiqh merupakan sebuah pembidangan ilmu yang beorientasi pada dinamisasi hukum islam dan penanganan kasus-kasus yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang sampai kepada kita, bahwa qiyas

Lebih terperinci

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan KAIDAH FIQHIYAH Pendahuluan Jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah ushulliyah yang merupakan pedoman dalam mengali hukum islam yang berasal dari sumbernya, Al-Qur an dan Hadits, kaidah FIQHIYAH merupakan

Lebih terperinci

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( ) SUMBER AJARAN ISLAM Erni Kurnianingsih (10301241001) Nanang Budi Nugroho (10301241012) Nia Kurniawati (10301241026) Tarmizi (10301249002) Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-qur an

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

RISALAH KEDUDUKAN AL- ADAH WA AL- URF DALAM BANGUNAN HUKUM ISLAM

RISALAH KEDUDUKAN AL- ADAH WA AL- URF DALAM BANGUNAN HUKUM ISLAM RISALAH KEDUDUKAN AL- ADAH WA AL- URF DALAM BANGUNAN HUKUM ISLAM Imron Rosyadi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Dalam makalah ini penulis mengkaji tentang al- adah wa al-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

Al Wajibu La Yutraku Illa Liwajibin

Al Wajibu La Yutraku Illa Liwajibin Al Wajibu La Yutraku Illa Liwajibin Dalam Islam, diantara peninggalan-peninggalan ilmu yang paling besar yang dapat diwarisi oleh semua generasi dan telah dibukukan adalah ilmu Fiqih, karena ilmu ini selain

Lebih terperinci

MUTLAK DAN MUQAYYAD DALAM AL-QURAN

MUTLAK DAN MUQAYYAD DALAM AL-QURAN MUTLAK DAN MUQAYYAD DALAM AL-QURAN A. Latar Belakang Al-quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw lebih kurang XV abad yang lampau yang dijadikan sebagai pedoman hidup

Lebih terperinci

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016 UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016 Soal 1 Sebutkan dan jelaskan dhawabith maqashid syariah! Dhawabith maqashid syariah adalah batasan-batasan yang harus dipenuhi untuk menentukan substansi

Lebih terperinci

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM HADIS - SUNNAH Etimologis: Hadis : perkataan atau berita. Sunnah : jalan yang dilalui atau tradisi yang dilakukan. Sunnah Nabi: jalan hidup Nabi. Terminologis Hadis:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN I. Muqodimah : Prof. Abdul Wahhab Kholaf berkata dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqih (hal. 143) : - - " "."." Nash Syar I atau undang-undang wajib untuk diamalkan sesuai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Istilah addin al-islam Tercantum dalam Al-Qur an Surat al-maaidah (5) ayat 3, mengatur hubungan manusia dengan Allah (Tuhan), yang bersifat vertikal, hubungan manusia

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad) PENGANTAR Sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al- Quran dan Sunnah. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak permasalahan baru yang dihadapi umat Islam, yang tidak terjadi pada masa Rasulullah

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR A. Analisis terhadap Dasar Penetapan Wali Nikah bagi Mempelai Perempuan yang Lahir Kurang

Lebih terperinci

Fidyah. "Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin." (Al Baqarah : 184)

Fidyah. Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin. (Al Baqarah : 184) Fidyah 1. Bagi Siapa Fidyah Itu? Bagi ibu hamil dan menyusui jika dikhawatirkan keadaan keduanya, maka diperbolehkan berbuka dan memberi makan setiap harinya seorang miskin, dalilnya adalah firman Allah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan 1 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puasa Ramadhan adalah suatu pokok dari rangkaian pembinaan iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan atas umat islam yang mukallaf

Lebih terperinci

FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri

FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri MACAM-MACAM IKHTILAF (PERBEDAAN) 1. Ikhtilaful qulub (perbedaan dan perselisihan hati) yang termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH A. Pengertian Maslah}ah} Maslah}ah} berasal dari kata s}alah}a yang secara arti kata berarti baik lawan dari kata buruk atau rusak. Maslah}ah} adalah kata masdar s}alah}

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menetapkan pernikahan sebagai wahana untuk membangun rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas tuntutan agama dan dengan pernikahanlah

Lebih terperinci

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ Manhaj yang digunakan tiap organisasi keagamaan pada dasarnya adalah sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang cenderung menggunkan metode

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seabagai penganut agama islam orang muslim mempunyai tendensi da landasan dalam menjalani kehidupan sehari - hari, baik yang berkaitan dengan ubudiyah munakahah, jinayah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Hutang Piutang Dan Hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal. 1 Syari at Islam yang terkandung dalam al- Qur an telah mengajarkan

Lebih terperinci

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4013 USUL FIQH (Minggu 2)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4013 USUL FIQH (Minggu 2) DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD4013 USUL FIQH (Minggu 2) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) KAEDAH PENGAMBILAN HUKUM AL-AMRU & AN-NAHYU AL-MUJMAL

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, AL-MUTLAQ dan AL-MUQAYYAD DALAM HUKUM ISLAM

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, AL-MUTLAQ dan AL-MUQAYYAD DALAM HUKUM ISLAM AL-MUTLAQ dan AL-MUQAYYAD DALAM HUKUM ISLAM Rajiah *) Abstrak Dalam pelaksanaan hukumnya, keberlakuannya dapat bersama-sama atau masing-masing berdiri sendiri. Artinya yang muthlaq berlaku untuk yang muthlaq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB II TEORI TENTANG ASH SHIHHAH WA AL BUTHLAN. sehat, tidak sakit, sembuh, benar dan selamat. 1

BAB II TEORI TENTANG ASH SHIHHAH WA AL BUTHLAN. sehat, tidak sakit, sembuh, benar dan selamat. 1 17 BAB II TEORI TENTANG ASH SHIHHAH WA AL BUTHLAN A. Shihhah (Sah) Kata shihhah berasal dari bahasa Arab yang secara bahasa berarti sehat, tidak sakit, sembuh, benar dan selamat. 1 Adapun dalam istilah

Lebih terperinci

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM Mata Kuliah : Pendidikan Agama 1 Dosen Pembimbing : Siti Istianah, S.Sos.i Disusun Oleh : Kelompok 6 : 1 Achmad Nikko Vanessa NPM : 2014 4350 1985 2 Ecky Kharisma

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB SYAFI I DAN MAŻHAB HANAFI TENTANG STATUS DAN HAK ANAK LUAR NIKAH A. Analisis Status dan Hak Anak Luar Nikah menurut Mażhab Syafi i dan Mażhab Hanafi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP UCAPAN ISTINSHA@ DALAM IKRAR TALAK A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan Istinsha> dalam Ikrar Talak Hukum Islam

Lebih terperinci

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH. I. PENDAHULUAN Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami-istri. Inlah yang sebenarnya dikehendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat

Lebih terperinci

LAPORAN AGAMA K-07. Hukum dan HAM dalam Islam. Kelompok 3.a. Anngota kelompok: Kartika Trianita Zihnil Adha Islamy Mazrad

LAPORAN AGAMA K-07. Hukum dan HAM dalam Islam. Kelompok 3.a. Anngota kelompok: Kartika Trianita Zihnil Adha Islamy Mazrad LAPORAN AGAMA K-07 Hukum dan HAM dalam Islam Kelompok 3.a Anngota kelompok: Kartika Trianita 10510007 Zihnil Adha Islamy Mazrad 10510011 Widya Tania Artha 10510026 Dewi Ratna Sari 10510028 Nilam Wahyu

Lebih terperinci

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM 1. Al Quran Al quran menurut bahasa (Etimologi), al Quran berarti bacaan, adapun menurut Istilah (Termonologis), yaitu Firman Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA IMPLIKASI PENGGUNAAN METODE BAYANI DALAM FORMULASI HUKUM POLIGAMI ISLAM. A. Urgensi Nalar Bayani Dalam Metode Istinbath Hukum Islam

BAB IV ANALISA IMPLIKASI PENGGUNAAN METODE BAYANI DALAM FORMULASI HUKUM POLIGAMI ISLAM. A. Urgensi Nalar Bayani Dalam Metode Istinbath Hukum Islam BAB IV ANALISA IMPLIKASI PENGGUNAAN METODE BAYANI DALAM FORMULASI HUKUM POLIGAMI ISLAM A. Urgensi Nalar Bayani Dalam Metode Istinbath Hukum Islam Pada Bab. III Penulis telah memaparkan tentang Metode Bayani,

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pengajuan Pemisahan Harta Bersama Antara Suami dan Isteri Sebagai Syarat Mutlak dalam Izin Poligami

BAB IV. A. Pengajuan Pemisahan Harta Bersama Antara Suami dan Isteri Sebagai Syarat Mutlak dalam Izin Poligami BAB IV PENERAPAN PEWAJIBAN PEMISAHAN HARTA BERSAMA ANTARA SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI SYARAT MUTLAK DALAM IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN JOMBANG DALAM PERSPEKTIF MAS}LAH{AH A. Pengajuan Pemisahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN A. Analisis terhadap Praktik Utang Piutang dalam Bentuk Uang dan Pupuk di

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Jual Beli Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kandang di PT. Juang Jaya Abdi Alam Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulunya, bahwa jual beli yang terjadi di PT. Juang Jaya

Lebih terperinci

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba'

Lebih terperinci

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JI A>LAH DAN PANDANGAN PENDUDUK DI DESA NGRANDULOR KECAMATAN PETERONGAN KABUPATEN JOMBANG A. Analisis Pelaksanaan Ji a>lah dan pandangan penduduk di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amalan wakaf sangat besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena itu Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu macam

Lebih terperinci

IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM

IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM Soiman Nawawi Dosen Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap Jl. Kemerdekaan Barat No. 1, Kesugihan, 53274 ABSTRAK Al Qur an merupakan

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA (NU) DAN MUHAMMADIYAH KOTA MADIUN TENTANG BPJS KESEHATAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama NU) Dan Muhammadiyah Kota Madiun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA A. Pandangan Ulama LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) Terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Istri Poligami

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah digunakan dalam Akad nikah diantara Fikih Empat Madzhab Sebagaimana

Lebih terperinci

Riba, Dosa Besar Yang Menghancurkan

Riba, Dosa Besar Yang Menghancurkan Riba, Dosa Besar Yang Menghancurkan Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

SILABUS Pengantar Ushul Fiqh. Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh :

SILABUS Pengantar Ushul Fiqh. Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Halaman : 1 dari 6 Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Firmansyah, S.Pd., M.E.Sy. Juliana, S.Pd., M.E.Sy. Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si. (Dosen Pengampu) (Tim KBK Prodi) (Ketua Prodi) 1. Identitas

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN Kehidupan manusia selalu mengalami perputaran, terkadang penuh dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Terhadap Proses Jual Beli Mesin Rusak Dengan Sistem Borongan Penulis telah menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, merupakan benteng pertahanan syari at Islam yang utama serta landasan sentral bagi tegaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Tradisi Mempelajari Kitab Tabyin al-islah Sebelum menikah Pada

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Tradisi Mempelajari Kitab Tabyin al-islah Sebelum menikah Pada BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Tradisi Mempelajari Kitab Tabyin al-islah Sebelum menikah Pada Jam iyah Rifa iyah. Dalam hukum Islam syarat sahnya pernikahan adalah syarat yang apa bila dipenuhi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL Penulis telah memaparkan pada bab sebelumnya tentang pusaka (waris), baik mengenai rukun, syarat, penghalang dalam

Lebih terperinci

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

SILABUS Pengantar Ushul Fiqh. Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh :

SILABUS Pengantar Ushul Fiqh. Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Revisi : 00 Halaman : 1 dari 5 Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Firmansyah, S.Pd., M.E.Sy. Juliana, S.Pd., M.E.Sy. Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si. (Dosen Pengampu) (Tim KBK Prodi) (Ketua Prodi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal. Sebagaimana Firman Allah SWT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS A. Analisis Terhadap Sebab-sebab Janda Tidak Mendapat Waris Sebagaimana hasil wawancara dengan warga desa Kemiren, bahwa Janda dalam suku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA 24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA A. Pengertian Harta Secara Etimologi Harta dalam bahasa arab dikenal dengan al-mal. Secara etimologi, al-mal berasal dari mala yang berarti condong atau berpaling

Lebih terperinci

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-hujurat

Lebih terperinci

TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN. (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010)

TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN. (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010) TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S.1) dalam

Lebih terperinci

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,

Lebih terperinci

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam ) SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam ) I. Mukadimah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata : - - :...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HISTORIS DAN GENERALISASI. Seteah diadakan penelusuran kitab-kitab yang membahas asba>b al-wurud

BAB IV ANALISIS HISTORIS DAN GENERALISASI. Seteah diadakan penelusuran kitab-kitab yang membahas asba>b al-wurud BAB IV ANALISIS HISTORIS DAN GENERALISASI A. Kajian Historis Langkah ini sangat penting karena mengingat koleksi hadis adalah bagian dari relitas tradisi keislaman yang dibangun oleh Nabi dan para sahabatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci