TINJAUAN PUSTAKA. Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan"

Transkripsi

1 6 TINJAUAN PUSTAKA Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan Sedimen laut dangkal pada wilayah pesisir (khususnya estuari) merupakan storage system berbagai unsur dan senyawa kimia. Proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi di dalam kolom air akan mempengaruhi komposisi dan kualitas sedimen sehingga informasi karakteristik fisik, kimia dan biologi sedimen dapat digunakan untuk mengevalusi dan merefleksikan kondisi lingkungan suatu perairan (Sanusi & Sugeng 2009). Lipid merupakan sumber utama energi metabolik dan material esensial untuk pembentukan sel dan jaringan membran. Lipid penting dalam proses fisiologi dan reproduktif hewan laut dan merefleksikan biokimia khusus dan kondisi ekologi di lingkungan laut (Berge & Barnathan 2005). Lipid biasanya hadir dalam fraksi yang kecil pada karbon organik total, tetapi keanekaragaman dan kekhususannya membuat senyawa lipid digunakan untuk mempelajari sumber dan transformasi bahan organik (Azevedo 2003). Biomarker (biological marker) merupakan indikator kimia dari sumber bahan organik dan dapat digunakan sebagai indikator lingkungan (Killops & Killops 1993). Analisis biomarker telah digunakan secara luas dalam studi umum geokimia, kini ketertarikan dalam analisis ini meningkat dan digunakan juga dalam studi ekologi (Parrish et al. 2000; Panetta & Gélinas 2009). Sumber potensial bahan organik yaitu seperti fitoplankton (diatom dan dinoflagellata), bakteri, hewan akuatik (termasuk zooplankton dan fauna bentik), makroalga, seagrass, mikrofitobentos (mikroalga bentik dan cyanobakteri) dan tanaman tingkat tinggi yang berasal dari darat (Volkman et al. 2008). Lipid biomarker dapat juga digunakan untuk merekontruksi perubahan yang terjadi pada masa lalu pada suatu ekosistem karena lipid biomarker berisi informasi yang melimpah tentang sumber material sedimen (Muri et al. 2004). Hidrokarbon Hidrokarbon diklasifikasikan sebagai bahan organik yang hanya mengandung karbon dan hidrogen (Pine et al. 1988; Effendi 2003). Berdasarkan strukturnya, hidrokarbon dibedakan atau terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik atau hidrokarbon siklik dan

2 7 hidrokarbon aromatik (Pine et al. 1988). Hidrokarbon pada sistem akuatik dapat dibagi menjadi dua yaitu hidrokarbon dengan berat molekul rendah (<C 14 ) yang mudah menguap (volatile) dan hidrokarbon dengan berat molekul tinggi (>C 14 ) sulit menguap atau penguapan rendah (non volatile) (Chester 1990; Millero & Sohn 1992). Hidrokarbon hadir dalam semua organisme, tetapi jumlahnya hanya sekitar 1% dari total lipid (Chester 1990). Konsentrasi hidrokarbon dapat lebih tinggi pada mikroalga (Parrish 1988 dalam Chester 1990). Terkait dengan kekhususan dalam metabolik biologi dan kestabilan pada banyak molekul hidrokarbon, hidrokarbon cocok atau sesuai sebagai tanda untuk membedakan sumber input yang berbeda pada sedimen laut (Millero & Sohn 1992; Saliot 1981 dalam Parrish et al. 2000) dan untuk proses investigasi siklus bahan organik di lingkungan laut (Barrick et al dalam Parrish et al. 2000). Dengan pendekatan studi kelas yang berbeda pada hidrokarbon secara simultan (nalkana, alkana bercabang dan aromatik), kesimpulan yang kuat mengenai sumber karbon dapat tergambarkan (Barrick et al dalam Parrish et al. 2000). Hidrokarbon alifatik Hidrokarbon alifatik terdiri atas rantai atom karbon yang tidak mencakup bangun siklik dan sering disebut juga sebagai hidrokarbon rantai terbuka atau hidrokarbon asiklik (Gambar 2). Propana Pentana Heksana Gambar 2 Struktur molekuler hidrokarbon alifatik (Pine et al. 1988). Senyawa hidrokarbon alifatik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu senyawa alkana (ikatan tunggal), senyawa alkena (ikatan ganda), senyawa alkuna (ikatan rangkap tiga) (Pine et al. 1988; Suprihanto 2005). Senyawa hidrokarbon alifatik banyak digunakan dalam industri, maupun sebagai bahan dasar proses. Senyawa hidrokarbon alifatik terhalogenisasi, banyak digunakan sebagai pelarut dan pembersih pada mesin industri, dry-cleaning dan elektronik, selain itu senyawa hidrokarbon alifatik pun banyak digunakan sebagai bahan dasar

3 8 pestisida. Senyawa yang mengandung halogen umumnya bersifat stabil, persisten dan beracun (Suprihanto 2005). Alkana merupakan zat nonpolar, zat yang tak larut dalam air dengan kerapatan zat cair kurang dari 1 g/ml (Pine et al. 1988). Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh atau parafin. Atom karbon alkana yang dirangkaikan dalam runtunan tunggal yang bersambung, alkana tersebut dikenal dengan hidrokarbon normal (Pine et al. 1988). Bentuk n-alkana yang paling sederhana adalah metana (CH 4 ) yang merupakan komponen utama dari gas alam dan hasil dekomposisi anaerobik dari bahan organik (Effendi 2003). Hidrokarbon biogenik atau hidrokarbon yang dihasilkan oleh tumbuhan dan hewan meliputi alkana yang ditemukan pada waxes tumbuhan, bakteri yang hidup di laut dan alga (Effendi 2003). Alkana merupakan hidrokarbon alami yang dominan di lingkungan laut (Saliot 1981 dalam Chester 1990; Millero & Sohn 1992). n-alkana sebagian besar melimpah pada organisme tingkat rendah (akuatik) dengan nomor karbon pendek ( C 20 ) yaitu seperti bakteri, alga (pelagis dan bentik), zooplankton dan organisme tingkat tinggi (terestrial) dengan nomor karbon panjang (>C 20 ) yang berasal dari komponen lilin (waxes) (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Yuanita et al. (2007) dalam pengamatannya pada sedimen Laut Arafura diperoleh distribusi n-alkana C 20 -C 30 yang menunjukkan bahan organik berasal dari tanaman tingkat tinggi. Carbon Preference Index (CPI) merupakan perhitungan numerik yang menunjukkan ada atau tidaknya dominasi karbon ganjil atau genap pada kisaran nomor karbon tertentu (Killops & Killops 1993). Nilai CPI >1 menunjukkan adanya dominasi karbon ganjil, baik pada homolog n-alkana nc 20 dan >nc 20 (Gogou et al. 1998). Nilai CPI mendekati 1 atau kurang dari 1 menunjukkan tidak adanya dominasi nomor karbon ganjil (Silva et al. 2008). Umumnya, sumber bahan organik n-alkana yang berasal dari biogenik, baik itu dari fitoplankton, zooplankton, bakteri maupun tumbuhan tingkat tinggi didominasi oleh nomor karbon ganjil (Prartono 1995; Gogou et al. 1998; Duan 2000; Simons et al. 2003) Adanya distribusi rantai panjang n-alkana pada sedimen muda dalam konsentrasi kecil dan tidak adanya karbon ganjil yang dominan, hal ini terkait adanya kontaminasi produk petroleum yang berdasarkan kehadiran unresolved complex mixture (UCM) dan distribusi biomarker sterana dan hopana (Gomes & Azevedo 2003).

4 9 Untuk melihat dominasi sumber dari tumbuhan terestrial atau organisme akuatik dapat digunakan diagnosa TAR (Terrestrial to Aquatic Ratio) (Meyers 1997). Nilai TAR Hc n-alkana pada sedimen >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TAR HC <1 mengindikaskan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997). Hopana Kehadiran kontaminan petroleum pada sedimen dapat dilihat dari kehadiran biomarker hopana (Zaghdan et al. 2005). Hopana merupakan pentasiklik triterpana yang umumnya terdiri dari 27 sampai dengan 35 atom karbon dengan komposisi struktur empat ring dengan enam atom karbon dan satu ring dengan lima atom karbon (Gambar 3) (Killops & Killops 1993; Wang et al. 2006). Gambar 3 Struktur molekuler hopana (Killops & Killops 1993). Hopana terdiri dari tiga seri stereoisomer yaitu 17α(H),21β(H)-hopana atau αβ, 17β(H),21β(H)-hopana atau ββ dan 17β(H),21α(H)-hopana atau βα (Gambar 4) (Wang et al. 2006). Gambar 4 Struktur molekuler ββ, αβ, βα dan αα-hopana (Wang et al. 2006). Senyawa seri βα disebut juga moretane. Hopanoid yang diproduksi oleh organisme hidup umumnya mempunyai konfigurasi ββ. Seri ββ umumnya tidak

5 10 ditemukan pada petroleum karena ketidakstabilan secara thermal dalam awal katagenesis. Meningkatnya kematangan dalam proses thermodinamika, ββhopana kurang stabil yang kemudian dikonversi menjadi αβ- dan βα-hopana (Peters & Moldowan 1993). Seri αα atau 17α(H),21α(H)-hopana bukan produk alami (Peters & Moldowan 1993) dan dapat ditemukan pada sedimen dan minyak (Nyoft & Bojesen-Koefoed 2001). Kestabilan αα-hopana lebih rendah dibanding seri αβ dan βα tetapi lebih stabil daripada ββ-hopana (Wang et al. 2006). Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) Hidrokarbon aromatik merupakan golongan khusus senyawa siklik yang biasanya terbentuk dari enam atom karbon dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap atau ganda bergantian (Pine et al. 1988; Suprihanto 2005). Kelompok ini digolongkan terpisah dari hidrokarbon alifatik dan siklik karena sifat fisika dan kimianya yang khas, misalnya benzena dan naftalena (Gambar 5). Benzena Naftalena Gambar 5 Struktur molekuler benzena dan naftalena (Pine et al. 1988). Ikatan yang bergantian dengan antara ikatan tunggal dan ganda menyebabkan senyawa aromatik lebih stabil dan persisten bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon alifatik (Suprihanto 2005). Senyawa hidrokarbon aromatik mempunyai aroma dan mudah terbakar, kecuali bila senyawa tersebut mempunyai atom halogen atau terhalogenisasi. Senyawa yang terhalogenisasi umumnya mempunyai titik bakar yang lebih tinggi dan senyawanya lebih stabil dalam panas (Suprihanto 2005). Bila dua atau lebih ring benzena bergabung, ring tersebut akan membentuk polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH). Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) terkadang disebut juga sebagai polynuclear aromatic hydrocarbons (PNAs) (Boehm 2006). Contoh gabungan tiga ring benzena dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 6).

6 11 Gambar 6 Struktur molekuler antracena (Boehm 2006). PAH dapat berada di lingkungan air tawar, laut dan terestrial termasuk wilayah yang jauh dari aktivitas industri (Neff 1979). PAH diproduksi melalui proses alami dan antropogenik (Boehm 2006). Senyawa yang sama dapat masuk ke lingkungan melalui kedua proses tersebut (Boehm 2006). PAH secara umum dibentuk oleh berbagai macam proses, seperti biosintesis, diagenesis bahan organik yang memproduksi bahan bakar fosil dan pembakaran tidak sempurna dari bahan organik (Neff 1979). Nikolaou et al. (2009) membagi tiga kategori sumber PAH yaitu: 1. PAH petrogenik, yang terkait dengan petroleum (minyak), termasuk minyak mentah dan produk penyulingannya. 2. PAH biogenik, yang berasal dari proses biologi atau tahap awal dari diagenesis pada sedimen laut (misal: perylene). 3. PAH Pyrogenik, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) dan material organik seperti kayu. PAH diagenesis diproduksi oleh proses alami yang terjadi ketika bahan organik terdeposit pada sedimen (Boehm 2006). PAH yang terbentuk relatif cepat (hari hingga tahun) dengan suhu rendah (<70 0 C) yang terjadi ketika deplesi oksigen dan melibatkan juga mikroorganisme seperti bakteri (Boehm 2006). Proses tersebut umumnya disebut reaksi aromatisasi dan produk biomarker aromatiknya dapat ditemukan pada sedimen muda (Boehm 2006). Produk proses awal diagenesis salah satunya adalah perylene dengan 5 ring PAH (Boehm 2006). Perylene umumnya ditemukan pada sedimen sungai, danau dan laut dimana oksigen telah berkurang (Boehm 2006). Bahan organik diagenesis berasal dari diatom dan material tanaman yang diduga menjadi sumber perylene pada sedimen laut yang anoksik (Venkatesan 1998 dalam Boehm 2006). Tolosa et al. (2009) dalam penelitiannya di Teluk Cienfuegos, Kuba menemukan perylene (PAH alami) sangat melimpah di mulut sungai Damuji dan Salado. PAH yang diproduksi pada awal diagenesis dengan prekursor biologi mempunyai komposisi sederhana yang hanya melibatkan beberapa spesies PAH, oleh sebab itu dapat dibedakan dari multi spesies komplek PAH petrogenik dan pyrogenik

7 12 (Boehm 2006). Retene atau 1-methyl-7-isopropylphenanthrene (Gambar 7) berasal dari biogenik baik dari alga maupun bakteri (Wen et al.2000 dalam Boehm 2006). Retene Gambar 7 Struktur molekuler retene (Killops & Killops 1993). Tipe PAH yang dibentuk oleh bahan bakar fosil adalah PAH induk/ unsubstitusi (parent) dan alkil (bercabang) (Gambar 8) (Boehm 2006). PAH alkil relatif melimpah pada PAH petrogenik daripada PAH induk (PAH alkil > PAH induk), sedangkan sumber pyrogenik PAH induk relatif melimpah daripada PAH alkil (PAH induk > PAH alkil) (Boehm 2006). PAH pyrogenik dikarakterisasi oleh tingginya kelimpahan ring PAH 4, 5 dan 6 (Zhang et al. 2004; Boehm 2006). Sumber petrogenik umumnya kelimpahan tinggi pada ring PAH 2 dan 3 (Boehm 2006). Naftalena metilnaftalena Gambar 8 Struktur PAH induk/ unsubstitusi (Naftalena) dan alkil (metilnaftalena) (Boehm 2006). PAH di lingkungan dapat terdiri atas ratusan senyawa (Neff 1979). PAH yang mendapat perhatian utama di lingkungan berdasarkan US EPA (United States Environmental Protection Agency s) dapat dilihat pada Gambar 9 (Boehm 2006). Deposisi atau pengendapan dari atmosfir, limpasan air sungai, buangan domestik dan industri dan tumpahan secara langsung dari minyak atau produk minyak merupakan jalur utama dari masuknya PAH antropogenik pada lingkungan laut. Pengetahuan mengenai sumber dan jalur transport pada sedimen perairan adalah tahap pertama untuk mengontrol polutan secara efektif.

8 13 Fate akhir dari PAH umumnya tersedimentasi, setelah ditransport pada kolom air, material akan terjebak pada sedimen (Nikolaou et al. 2009). naphthalene acenaphthene anthracene acenaphthylene phenanthrene fluorene chrysene fluoranranthene pyrene benzo[b]fluoranthene benzo[a]pyrene benzo[k]fluoranthene Benzo[a]anthracene Indeno[1,2,3-cd]pyrene dibenz[a,h]anthracene benzo[ghi]perylene Gambar 9 Senyawa PAH (non-alkil) yang menjadi polutan utama menurut US EPA (Boehm 2006).

9 14 n-alkanol Alkohol merupakan senyawa dengan grup hidroksil (-OH) pada atom karbon non aromatik (Millero & Sohn 1992). Biomarker n-alkanol telah digunakan secara luas untuk melihat sumber bahan organik yang berasal dari akuatik dan terestrial (Meyers 1997; Fernandes et al. 1999; Madureira & Piccinini 1999; Duan & Ma 2001; Jaffe et al. 2001). Rantai karbon pendek ( 20) dan panjang (>20) n-alkanol umumnya didominasi oleh rantai karbon genap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai CPI pada n-alkanol > 1 (Gogou et al. 1998). Rantai karbon pendek ( 20) umumnya berasal dari organisme akuatik (Duan 2000). Nomor karbon nc 14, nc 16 dan nc 18 dapat bersumber dari alga dan zooplankton (Yunker et al. 2005; Tolosa et al. 2008). Komponen nc 16 dapat juga berasal dari bakteri (Muri et al. 2004). Rantai karbon panjang homolog n-alkanol >nc 20 umumnya mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi dari terestrial, namun ada juga yang berasal dari akuatik (Madureira & Piccinini 1999; Duan 2000; Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009). Nilai TAR OH n-alkanol >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TAR OH <1 mengindikasikan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997). Sterol Sterol atau steroid alkohol merupakan senyawa biomarker yang potensial terkait dengan stabilitas dan keanekaragaman strukturnya (Parrish et al. 2000). Istilah sterol yang umum digunakan merupakan steroid alkohol (struktur molekuler steroid dapat dilihat pada Gambar 10) (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Sterol dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu stanol (alkohol saturasi) dan stenol (alkohol unsaturasi) (Killops & Killops 1993). Sterol dapat hadir atau merupakan indikasi yang baik dalam melihat sumber dari eukaryota (Parrish et al. 2000; Volkman et al. 2008). Sterol terdistribusi luas dalam tanaman dan hewan sedangkan pada bakteri tidak terdapat sterol atau tidak disintesis oleh bakteri (Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008).

10 15 Gambar 10 Struktur molekuler steroid (Killops & Killops 1993). Sterol dapat berasosiasi dengan bahan partikulat tersuspensi dan mengendap pada sedimen (Martins et al. 2007). Nomor karbon yang muncul pada sterol utamanya C 27, C 28 dan C 29 (terkadang C 26 dan C 30 juga muncul) (Killops & Killops 1993). Ratusan produk alami sterol telah teridentifikasi, diantaranya cholesterol C 27 (terdistribusi luas baik pada tumbuhan dan hewan), β-sitosterol C 29 (tumbuhan tingkat tinggi), brassicasterol (diatom), dinosterol C 30 (dinoflagellata) dan fucosterol (alga cokelat) (Struktur molekuler sterol dan sumbernya dapat dilihat pada Gambar 11) (Killops & Killops 1993). Ketahanan degradasi sterol dalam jangka waktu panjang lebih lama atau stabil daripada asam lemak sehingga baik digunakan dalam biomarker (Parrish et al. 2000; Volkman et al. 2008). Sterol juga memberikan kerancuan yang rendah sebagai marker pada tumbuhan tingkat tinggi, fitoplankton, makroalga dan buangan manusia atau limbah domestik (human sewage) (Parrish et al. 2000). Sterol utama pada tanaman tingkat tinggi atau marker bahan organik terrigenus adalah senyawa C 29, β-sitosterol (24α-ethylcholest-5-en-3β-ol) dan stigmasterol (24α-ethylcholesta-5,22E-dien-3β-ol) serta campesterol (24αmethylcholest-5-en-3β-ol) yang mempunyai C 28 dapat ditemukan juga pada tanaman tingkat tinggi (Killops & Killops 1993; Martins et al. 2007; Volkman et al. 2008). Keanekaragaman yang besar pada sterol ditemukan pada mikroalga (Killops & Killops 1993). Diatom menunjukkan keanekeragaman dalam komposisi sterol dan memberikan peran penting sebagai sumber bahan organik pada sistem laut yang terlihat pada distribusi sterol yang komplek dan bervariasi dalam sedimen (Killops & Killops 1993). 24-Methylenecholesterol dapat digunakan sebagai marker pada diatom (Parrish et al. 2000). Komposisi sterol dinoflagellata didominasi oleh 4α-metil sterol, termasuk dinosterol (4α,23,24-

11 16 trimetil-5α-cholest-22e-en-3β-ol) yang sering digunakan sebagai indikator pada sedimen (Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008). cholesterol (tumbuhan dan hewan) desmosterol (krustasea dan alga merah) ergosterol (fungi atau jamur) campesterol (tumbuhan tinggi) brassicasterol (alga plankton) fucosterol (alga cokelat) stigmasterol (tumbuhan tinggi) β-sitosterol (tumbuhan tinggi) dinosterol (dinoflagellata) Gambar 11 Struktur molekuler sterol dan sumbernya (Killops & Killops 1993). Tingginya limbah domestik air tawar dapat diidentifikasi oleh tingginya rasio coprostanol/ cholesterol (Parrish et al. 2000). Faecal sterol seperti coprostanol dan epicoprostanol dapat hadir pada feses manusia yang dapat digunakan sebagai marker limbah manusia (Martins et al. 2007). Coprostanol (Gambar 12) digunakan sebagai marker kontaminasi faecal karena coprostanol diproduksi dalam saluran pencernaan makanan pada manusia dan vertebrata oleh bakteri melalui proses reduksi cholesterol (Martins et al. 2007). Indikasi perairan telah terkontaminasi oleh limbah domestik (sewage) yaitu bila konsentrasi coprostanol lebih dari 1 ng.g -1 (Martins et al. 2007). Epicoprostanol (Gambar 12) merupakan isomer coprostanol yang dapat digunakan sebagai indikasi tingkat perlakuan (treatment) atau umur bahan faecal karena epicoprostanol dibentuk selama perlakuan limbah cair dan endapan sisa pencernaan (Martins et al. 2007). Epicoprostanol dapat diproduksi dari cholesterol dan senyawa epicoprostanol

12 17 dapat digunakan sebagai indikasi tingkat perlakuan limbah domestik (sewage treatment) (Martins et al. 2007). Gambar 12 Struktur molekuler coprostanol dan epicoprostanol (Martins et al. 2007). Asam Lemak Asam lemak (Fatty acid) merupakan senyawa yang melimpah pada sebagian besar organisme dan menyediakan informasi secara luas mengenai sumber dari bahan organik (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008). Asam lemak mempunyai peranan sebagai komponen membran seluler (misal : phospholipid), cadangan energi (misal : trigliserida) dan lapisan pelindung (misal : wax ester) (Killops & Killops 1993). Asam lemak dapat digunakan sebagai biomarker karena variasinya dalam organisme berbeda dan kestabilan kimianya yang diikuti ketahanannya (persisten) dalam periode waktu geologi (Millero & Sohn 1992). Sumber asam lemak berasal dari bakteri, mikroalga, tanaman tingkat tinggi dan hewan laut (misal : zooplankton) (Killops & Killops 1993). Asam lemak didominasi oleh nomor atom genap dengan rantai lurus jenuh, mempunyai ciri panjang rantai C 12 hingga C 36 (Killops & Killops 1993). Sejumlah kecil asam lemak jenuh dengan rantai lurus pada nomor karbon ganjil juga ditemukan pada sebagian besar organisme (Millero & Sohn 1992). Rantai panjang (>C 20 ) asam lemak saturasi sering melimpah dalam wax epikutikula pada tanaman tingkat tinggi dan tidak melimpah pada seagrass (Volkman et al. 2008). Umumnya keistimewaan distribusi asam lemak pada sedimen adalah hadirnya asam lemak rantai lurus jenuh C 20 sampai C 30 yang menunjukkan dominannya rantai genap panjang. Dalam banyak kasus kemungkinan berasal dari tanaman tinggi daun wax atau wax epikutikula (kutikula daun). Bagaimanapun, alga dan bakteri dapat memproduksi lipid tersebut, walaupun dalam jumlah yang relatif kecil daripada C 14 -C 20 (Killops & Killops 1993).

13 18 Asam lemak tak jenuh (unsaturasi) dengan karbon 16 dan 18 sebagian besar ditemukan pada organisme akuatik (Millero & Sohn1992; Killops & Killops 1993). Asam lemak dengan berat molekul rendah (volatil) (<C 5 ) juga hadir dalam perairan alami dan sedimen dan dihasilkan dari degradasi bahan organik oleh mikroba (Millero & Sohn 1992). Keberadaan asam lemak dengan berat molekul rendah sebagian besar berasosiasi dengan aktivitas bakteri pada lingkungan anaerobik (Millero & Sohn 1992). Asam lemak non volatil (>C 5 ) (Millero & Sohn 1992) yaitu pada asam lemak monounsaturasi nc 18:1 ω9 (oleic acid/ asam oleat) dapat ditemukan pada hewan, tanaman tinggi dan alga sedangkan nc 18:1 ω7 (cisvaccenic acid/ asam vasenat) pada bakteri (Killops & Killops 1993). Distribusi asam lemak monounsaturasi pada bakteri air laut dan sedimen memberikan kontribusi tinggi dari 10 hingga 80% (Millero & Sohn 1992). Asam lemak n- C 16:1 ω7 berasal dari bakteri dan diatom (Killops & Killops 1993). Asam lemak n- C 16:1 ω9 berasal dari alga (Killops & Killops 1993). Untuk asam lemak dengan nomor karbon ganjil nc 15:1 ω6 dan nc 17:1 ω8 berasal dari bakteri yang diproduksi secara biosintesis anaerob (Killops & Killops 1993). Posisi ikatan ganda dari asam lemak polyunsaturasi/ PUFAs (Polyunsaturated Fatty Acids) dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber organisme (Killops & Killops 1993). Asam lemak polyunsaturasi umumnya ditemukan pada alga dan tanaman tinggi (Killops & Killops 1993). Asam lemak polyunsaturasi seperti nc 20:4 ω6, nc 20:5 ω3, nc 22:5 ω3 dan nc 22:6 ω3 merupakan karakteristik dari alga plankton (Killops & Killops 1993). nc 18:3 ω3 umumnya berasal dari tanaman tinggi dan alga hijau (Killops & Killops 1993). nc 16:2 ω4, nc 16:2 ω6, nc 16:2 ω7 umumnya berasal dari fitoplankton laut dan isomer ω4 dan ω6 hadir juga dalam alga makroskopik hijau, merah dan cokelat sedangkan isomer ω4 dan ω7 berasal dari diatom (Killops & Killops 1993). Beberapa contoh struktur molekuler asam lemak polyunsaturasi dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Struktur molekuler asam lemak polyunsaturasi (Berge & Barnathan 2005).

14 19 Asam lemak bercabang ditemukan pada organisme spesifik, sehingga baik digunakan sebagai biomarker (Millero & Sohn 1992). Beberapa contoh struktur molekuler asam lemak bercabang dapat dilihat pada Gambar 14. Volkman et al. (2008) dalam penelitiannya pada inlet Wilson yang merupakan perairan dangkal ekosistem estuari pantai barat Australia menemukan asam lemak iso- dan anteiso- C 15 dan C 17 dominan dan isomer anteiso- lebih melimpah daripada isodi semua sedimen. Kehadiran asam lemak bercabang mengindikasikan biomassa dari bakteri. COOH COOH iso-c 13 anteiso-c 13 Gambar 14 Struktur molekuler asam lemak bercabang (Mudge & Ball 2006). Isoprenoid Senyawa isoprenoid asiklik merupakan senyawa yang dibentuk dari unit C 5 isoprene (Gambar 15) (Killops & Killops 1993; Rontani & Volkman 2003; Wang & Christensen 2006). Isoprenoid dapat ditemukan pada padatan tersuspensi dan sedimen (Prartono 1995; Jeng & Huh 2004). Phytol atau 3,7,11,15 tetrametil 2 heksadekenol (Gambar 16) merupakan alkenol bercabang atau isoprenoid alkohol yang berasal dari rantai sisi klorofil-a (Killops & Killops 1993; Grossi et al. 1998; Bechtel & Schubert 2009). head tail Gambar 15 Struktur molekuler isoprene (C 5 ) (Wang et al. 2006). Phytol dapat bersumber dari alga atau fitoplankton (Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009). Phytol juga dapat berasal material tumbuhan tingkat tinggi (Prartono 1995). OH Gambar 16 Struktur molekuler phytol (Prartono 1995; Wang et al. 2006).

15 20 Dihidrophytol atau 3,7,11,15 tetrametil heksadekanol (DHP) merupakan produk diagenetik phytol melalui proses biologi atau mikroba (struktur molekuler DHP dapat dilihat pada Gambar 17). Senyawa DHP terjadi pada suasana reduksi (anoksik) sehingga dapat digunakan sebagai tanda kondisi anoksik pada tahap awal diagenesis. Sumber DHP bisa juga berasal dari archaebacteria. Cara membedakan DHP dilihat dari sumbernya dapat dilakukan dengan studi stereokimia. DHP dengan konfigurasi 3(S), 9(R), 11(R) berasal dari klorofil, sedangkan konfigurasi 3(R), 9(R), 11(R) berasal dari bakteri (Prartono 1995). OH Gambar 17 Struktur molekuler dihidrophytol (Killops & Killops 1993). Asam phytanoat atau 3,7,11,15-tetrametil-asam heksadekanoat telah diusulkan sebagai produk diagenetik phytol melalui proses biologi dan bakteri (struktur molekuler asam phytanoat dapat dilihat pada Gambar 18). Pembentukan asam phytanoat dari phytol terjadi pada kondisi reduksi (anoksik) diduga melalui senyawa intermediat asam phytenoat atau phytenic acid dan phytenal. Asam phytenoat dan phytenal merupakan hasil oksidasi dari phytol yang mungkin terjadi pada kolom air maupun pada fase sedimen dan air (sedimen-water interface) (Prartono 1995). COOH Gambar 18 Struktur molekuler asam phytanoat (Prartono 1995). Pristana atau 2,6,10,14 tetrametil pentadekana dan phytana atau 2,6,10,14 tetrametil heksadekana merupakan senyawa hidrokarbon isoprenoid yang paling melimpah pada minyak mentah (struktur molekuler pristana dan phytana dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20) (Wang et al. 2006). Senyawa isoprenoid sebagian besar berasal dari rantai samping phytyl dari klorofil selama diagenesis. Pada kondisi anoksik dalam sedimen, rantai samping phytyl dari klorofil terputus menghasilkan phytol. Phytana berasal berasal dari dehidrasi dan reduksi phytol,

16 21 sementara pristana berasal dari oksidasi dan dekarboksilasi phytol (Wang et al. 2006). Gambar 19 Struktur molekuler pristana (Prartono 1995; Wang et al. 2006). Gambar 20 Struktur molekuler phytana (Prartono 1995; Wang et al. 2006). Kondisi Umum Lokasi Penelitian Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan yang padat dengan berbagai jenis kegiatan manusia (Rochyatun & Rozak 2007). Posisi geografis Teluk Jakarta terletak pada LS dan BT. Pada Teluk Jakarta terdapat lokasi rekreasi (ancol), beberapa industri, tempat penangkapan ikan oleh nelayan dan empat buah pelabuhan besar yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, dua buah Pelabuhan Perikanan dan Pelabuhan kayu. Teluk Jakarta yang merupakan tempat akhir penampungan berbagai macam limbah (termasuk limbah industri dan domestik), menerima limbah melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun & Rozak 2007). Teluk Jakarta yang merupakan perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 30 m. Dasarnya melandai ke arah utara menuju Laut Jawa. Kedalaman perairan dekat pantai umumnya kurang dari 10 m, kemudian agak ke tengah m. Kedalaman perairan Estuari Muara Angke bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara m dan m. Salinitas pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara / 00 dan / 00. Kisaran suhu air pada bulan Juli dan Agustus 1999 yaitu C dan C. Kekeruhan pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara 6 10 NTU dan 4 17 NTU. Kecerahan pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara m dan m. Konsentrasi oksigen terlarut pada bulan Juli dan Agustus 1999 yaitu

17 mg/l dan mg/l. Konsentrasi nitrat pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara mg/l dan mg/l. Konsentrasi ortofosfat pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara mg/l dan mg/l. ph air pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara dan 6 7. Fitoplankton di Estuari Muara Angke diperoleh empat kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae. Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi yaitu dari jenis Skeletonema, Thalassiosira, Chaetoceros. Zooplankton yang diperoleh di Estuari Muara Angke terdiri atas Crustacea (yang paling mendominasi yaitu 55.08% pada bulan Juli 1999 dan 68.03% pada bulan Agustus 1999), Protozoa, Protochordata, Annelida, Mollusca, Chaetognatha dan Coelenterata. Estuari Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu Teluk Pelabuhan Ratu merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa dan menjadi pusat kegiatan perikanan untuk daerah Jawa Barat (Kartahadimadja & Pariwono 1994). Teluk Pelabuhan Ratu yang terletak di wilayah selatan Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi) mempunyai posisi geografis antara LS dan BT. Teluk Pelabuhan Ratu merupakan tempat bermuara beberapa sungai, yaitu Cimandiri (sungai terbesar), Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan, Cipangairan dan Cidadap (bergabung dengan Sungai Cimandiri sebelum mencapai muara). Estuari Cimandiri banyak membawa bahan bahan angkutan (dalam bentuk padatan tersuspensi) berupa buangan dari kegiatan pertanian dan pemukiman, serta hasil erosi seperti pasir dan pembukaan hutan hutan di daerah aliran sungai (Kartahadimadja & Pariwono 1994). Pada wilayah Teluk Pelabuhan Ratu telah dimulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sejak 9 Oktober 2007 dan hingga tahun 2010 masih berlangsung yang dalam pengoperasiannya memanfaatkan bahan bakar batu bara. Estuari Cimandiri memiliki tipe pasang surut semi diurnal (dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Suhu air yang diperoleh pada bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara C, kedalaman perairan bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara m, kecepatan arus bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara m/s, kekeruhan bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara NTU, konsentrasi TSS bulan April

18 23 sampai Juni 2002 berkisar antara mg/l, salinitas bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara / 00, ph air bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara , konsentrasi nitrat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara mg/l, konsentrasi ortofosfat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara mg/l dan konsentrasi silikat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara mg/l. Fitoplankton pada Estuari Cimandiri terdiri atas lima kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae dan Euglenophyceae. Bacillariophyceae mendominasi dari semua kelas yang ditemukan dengan kelimpahan jenis tertinggi berasal dari genus Rhizosolenia sp. pada bulan September dan Oktober Estuari Cilintang, Ujung Kulon Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan konservasi dengan luas wilayah ha, terdiri atas luas daratan ha dan perairan ha. Taman Naional Ujung Kulon mempunyai posisi geografis LS dan BT (Mujiono 2009). Taman Nasional Ujung Kulon memiliki tiga tipe ekosistem yaitu yaitu perairan laut, pesisir pantai dan daratan/ terestrial. Ekosistem perairan laut terdiri atas terumbu karang dan padang lamun yang sebagian besar berada pada perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Ekosistem pesisir pantai terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove di bagian timur laut Semenanjung Ujung Kulon. Ekosistem terestrial yaitu hutan tropis yang terdapat di gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan. Teluk Selamat Datang yang merupakan bagian Taman Naional Ujung Kulon, memiliki beberapa Estuari yaitu Estuari Tamanjaya, Cikawung, Pinanggading, Cilintang, Prepet, Cibariang, Boboko dan Cigenter. Estuari Cilintang, Ujung Kulon, Propinsi Banten memiliki karakter fisik yaitu salinitas / 00, suhu air C dan ph 6-7. Pada sekitar Estuari banyak terdapat vegetasi mangrove dengan kondisi baik (Mujiono 2009).

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Asam Lemak a. Asam lemak saturasi Identifikasi asam lemak dilakukan berdasarkan hasil kromatogram senyawa asam lemak yang telah direkam selama 5 menit. Karakteristik asam lemak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidrokarbon Alifatik (n-alkana) 4.1.1. Identifikasi hidrokarbon alifatik Identifikasi hidrokarbon alifatik (n-alkana) dilakukan dengan melihat kromatogram senyawa alifatik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar. DAS Teluk Balikpapan memiliki peranan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN FRAKSI POLAR PADA SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SOMBER, TELUK BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR VERLIN AYU IBRANI

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN FRAKSI POLAR PADA SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SOMBER, TELUK BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR VERLIN AYU IBRANI KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN FRAKSI POLAR PADA SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SOMBER, TELUK BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR VERLIN AYU IBRANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Induk Batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang mampu menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk dapat dibagi menjadi tiga kategori (Waples, 1985), di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Jumlah material organik yang ada pada batuan dinyatakan sebagai nilai karbon organik total (TOC/Total Organic Carbon) dalam satuan persen dari batuan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm , Desember 2014

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm , Desember 2014 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm. 331-343, Desember 2014 KARAKTERISTIK LIPID BIOMARKER (N-ALKANA, ASAM LEMAK, STEROL, N-ALKANOL, DAN ISOPRENOID) PADA SEDIMEN ESTUARI MUARA

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Korelasi geokimia petroleum merupakan salah satu pendekatan untuk pemodelan geologi, khususnya dalam memodelkan sistem petroleum. Oleh karena itu, studi ini selalu dilakukan dalam

Lebih terperinci

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2.

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. SENYAWA ORGANIK A. Sifat khas atom karbon Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. Atom karbon mempunyai 4 elektron valensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan mengganggu kehidupan organisme di

Lebih terperinci

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi - Migrasi Hidrokarbon - Komposisi Minyak Bumi - Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang).

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang). HIDROKARBON Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

Keunikan atom C?? Atom karbon primer, sekunder, tersier dan kuartener

Keunikan atom C?? Atom karbon primer, sekunder, tersier dan kuartener Keunikan atom C?? Atom karbon primer, sekunder, tersier dan kuartener Jenis ikatan karbon edakan : Propena (tak jenuh) Propuna (tak jenuh) Propana (jenuh) Rantai Atom Karbon Bedakan : 2-metil butana siklobutana

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1 ALKANA Rumus umum alkana: C n H 2n + 2 R (alkil) = C n H 2n + 1 Alkana Adalah rantai karbon yang memiliki ikatan tunggal (jenuh) A. Alkana 1. Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh (senyawa parafin).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki diversitas mikroorganisme dengan potensi yang tinggi namun belum semua potensi tersebut terungkap. Baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Senyawa Hidrokarbon. Linda Windia Sundarti

Senyawa Hidrokarbon. Linda Windia Sundarti Senyawa Hidrokarbon Senyawa Hidrokarbon adalah senyawa yang mengandung hanya karbon dan hidrogen C + H Carbon sebagai unsur pokok memiliki keistimewaan sbb : 1. Dengan ev = 4 membentuk 4 ikatan kovalen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB VII KIMIA ORGANIK

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB VII KIMIA ORGANIK BAAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 al 1 dari 19 BAB VII KIMIA ORGANIK Dari 109 unsur yang ada di alam ini, karbon mempunyai sifat-sifat istimewa : 1. Karbon dapat membentuk

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA HIROKARBON DAN SENYAWA ORGANIK JENUH DAN TIDAK JENUH

IDENTIFIKASI SENYAWA HIROKARBON DAN SENYAWA ORGANIK JENUH DAN TIDAK JENUH IDENTIFIKASI SENYAWA HIROKARBON DAN SENYAWA ORGANIK JENUH DAN TIDAK JENUH I. TUJUAN Mengetahui kelarutan dari senyawa hidrokarbon alifatis dan aromatis. Mengamati dengan seksama perubahan reaksi yang terjadi

Lebih terperinci

ALKANA 04/03/2013. Sifat-sifat fisik alkana. Alkana : 1. Oksidasi dan pembakaran

ALKANA 04/03/2013. Sifat-sifat fisik alkana. Alkana : 1. Oksidasi dan pembakaran ALKANA Sifat-sifat fisik alkana Alkana : senyawa hidrokarbon jenuh (ikatan tunggal), atom C : hibridisasi sp 3 rumus molekul : C n H 2n+2 struktur : alifatik (rantai lurus) dan siklik (sikloalkana) Tidak

Lebih terperinci

BAB 7 HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI

BAB 7 HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI BAB 7 HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI A. Kekhasan / Keunikan Atom Karbon o Terletak pada golongan IVA dengan Z = 6 dan mempunyai 4 elektron valensi. o Untuk mencapai konfigurasi oktet maka atom karbon mempunyai

Lebih terperinci

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan OLEH : Ayu Puji Budiarti (1405 100 050) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan Kelangkaan minyak bumi batubara cukup banyak bentuk batubara kurang efektif analisa senyawa biomarka pencairan batubara

Lebih terperinci

Kimia Organik Pertemuan 1

Kimia Organik Pertemuan 1 Kimia Organik Pertemuan 1 Hidrokarbon Isomer struktur Alkana Hidrokarbon Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Contoh senyawa HC: minyak tanah,

Lebih terperinci

BAB VIII SENYAWA ORGANIK

BAB VIII SENYAWA ORGANIK BAB VIII SENYAWA ORGANIK Standar Kompetensi : Memahami senyawa organik dan mikromolekul, menentukan hasil reaksi dan mensintesa serta kegunaannya. Sebagian besar zat yang ada di sekitar kita merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

Investigasi Kontaminasi Minyak Melalui Fingerprint Kimia di Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang

Investigasi Kontaminasi Minyak Melalui Fingerprint Kimia di Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ISSN 0853-7291 Investigasi Kontaminasi Minyak Melalui Fingerprint Kimia di Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang Mohammad Agung Nugraha 1 * dan Tri Prartono 2 1 *Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4 Alkena dan Alkuna Pertemuan 4 Alkena/Olefin hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan rangkap (C = C) Senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap: alkadiena tiga ikatan rangkap: alkatriena,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

kimia HIDROKARBON III DAN REVIEW Tujuan Pembelajaran

kimia HIDROKARBON III DAN REVIEW Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI HIDROKARBON III DAN REVIEW Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut 1 Memahami definisi dan jenis-jenis isomer beserta contohnya

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HIDROKARBON (ALIFATIK DAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON) PADA SEDIMEN DI PESISIR MANYAR, GRESIK, JAWA TIMUR SITI KHAERUNISA...

KARAKTERISTIK HIDROKARBON (ALIFATIK DAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON) PADA SEDIMEN DI PESISIR MANYAR, GRESIK, JAWA TIMUR SITI KHAERUNISA... KARAKTERISTIK HIDROKARBON (ALIFATIK DAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON) PADA SEDIMEN DI PESISIR MANYAR, GRESIK, JAWA TIMUR SITI KHAERUNISA... DEPARTEMEN ILMU DAH TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

GUGUS FUNGSI, TATA NAMA, SIFAT, DAN SINTESIS SEDERHANA SENYAWA HIDROKARBON

GUGUS FUNGSI, TATA NAMA, SIFAT, DAN SINTESIS SEDERHANA SENYAWA HIDROKARBON GUGUS FUNGSI, TATA NAMA, SIFAT, DAN SINTESIS SEDERHANA SENYAWA HIDROKARBON Kelompok VII: 1. Anggi Cahaya Nirwana (F1C116012) 2. Eko Prastyo (F1C116022) 3. Mardiana (F1C116023) 4. Mutiara Sarah H. (F1C116029)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem perairan di daratan secara umum dibagi menjadi dua yaitu perairan mengalir atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BIOSINTESIS METABOLIT PRIMER DAN METABOLIT SEKUNDER

BIOSINTESIS METABOLIT PRIMER DAN METABOLIT SEKUNDER BIOSINTESIS METABOLIT PRIMER DAN METABOLIT SEKUNDER Biosintesis merupakan proses pembentukan suatu metabolit (produk metabolisme) dari molekul yang sederhana sehingga menjadi molekul yang lebih kompleks

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net)

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lokasi Secara administratif Teluk Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Teluk Benoa termasuk dalam teluk semi tertutup yang memiliki fase pasang dan surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

LKS HIDROKARBON. Nama : Kelas/No.Abs :

LKS HIDROKARBON. Nama : Kelas/No.Abs : Nama : Kelas/No.Abs : LKS HIDROKARBON 1. Kekhasan / Keunikan Atom Karbon 1. Terletak pada golongan IVA dengan Z = 6 dan mempunyai 4 elektron valensi. 2. Untuk mencapai konfigurasi oktet maka atom karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami definisi dan prinsip dasar lemak 2. Mahasiswa memahami penggolongan lemak 3. Mahasiswa memahami sifat-sifat lemak 4. Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pelajaran : SMA Kelas/Semester : X/2 Mata Pelajaran Materi Pokok Sub Materi Pokok Alokasi Waktu : Kimia : Hidrokarbon : Minyak Bumi : 2 x 45 menit Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Kekhasan atom Karbon Perbedaan Rantai Karbon Perbedaan Atom Karbon. Hidrokarbon EVALUASI PENUTUP. Created By EXIT

PENGANTAR. Kekhasan atom Karbon Perbedaan Rantai Karbon Perbedaan Atom Karbon. Hidrokarbon EVALUASI PENUTUP. Created By EXIT Loading. 5 4 3 2 1 : : Atom C mempunyai nomor atom 6 memiliki konfigurasi elektron : K L C (z=6) : 2 4 maka elektron valensinya = 4 Atom C dapat mengikat 4 atom yang lain dan dapat mengikat 4 atom C yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) JENIS LIPID 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) Lipid Definisi Lipid adalah Senyawa organik yang dibentuk terutama dari alkohol dan asam lemak yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON?

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? Oleh: Didi S. Agustawijaya dan Feny Andriani Bapel BPLS I. Umum Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen

Lebih terperinci

AROMATISITAS (Aromaticity)

AROMATISITAS (Aromaticity) AROMATISITAS (Aromaticity) diharapkan fenomena dan konsep aromatisitas bisa dipahami. Pamahaman ini diperlukan untuk bisa mengerti sifat kimia dan fisika kelompok senyawa kimia ini yang sangat banyak digunakan

Lebih terperinci