ANALISIS NILAI TAMBAH PRODUK RUMPUT LAUT (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok) SUGANDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI TAMBAH PRODUK RUMPUT LAUT (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok) SUGANDI"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI TAMBAH PRODUK RUMPUT LAUT (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok) SUGANDI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah Produk Rumput Laut (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Sugandi NIM H

4 ABSTRAK SUGANDI. Analisis Nilai Tambah Produk Rumput Laut (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok). Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul (WPIU) merupakan salah satu usaha pengolahan rumput laut yang berada di Kota Depok. Perusahaan ini telah melakukan pengolahan rumput laut sehingga menghasilkan jus dan sirup. Tujuan penelitian ini adalah mengukur seberapa besar nilai tambah yang diperoleh pada jus dan sirup serta menganalisis proporsi nilai tambah yang diperoleh pada jus dan sirup. Analisis nilai tambah yang digunakan adalah analisis nilai tambah metode Hayami. Hasil yang diperoleh adalah nilai tambah pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena selisih nilai output terhadap jumlah sumbangan input lain dan harga bahan baku pada jus lebih tinggi. Alokasi proporsi nilai tambah pada jus dan sirup sebagian besar untuk sumbangan input lain yaitu sekitar 85 persen. Proporsi distribusi margin pada jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja sehingga usaha jus merupakan kegiatan usaha padat modal. Proporsi distribusi margin pada sirup untuk tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan keuntungan perusahaan, sehingga usaha sirup merupakan kegiatan usaha padat karya. Kata kunci: nilai tambah, rumput laut, proporsi ABSTRACT Sugandi. Analysis of Value Added Products Seaweed (Case: Winner Unggul Perkasa Indonesia Company, Depok). Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Winner Unggul Perkasa Indonesia (WPIU) company is one of the seaweed processing enterprises located in Depok. This company have processed a seaweed to produce seaweed juices and syrups. The purpose of this study is to measure the added value of juices and syrups, as well as to analyze the proportion of added value obtained in juices and syrups. Hayami method is used to analyze the value added. The analysis result is value added of juices is greater than syrups, due to the difference between output value and the sum of raw material price plus other input in juices is higher. The proportion of value added in juices and syrups mostly from other input which is about 85 percent. The distribution of margins from juices on corporate profit is greater than the labor forces so that the juices business is a capital intensive business activity. The distribution of margin from syrups on labor forces is greater than the corporate profit so that the syrups business is a labor intensive business activity. Keywords: proportion, seaweed, value added

5 ANALISIS NILAI TAMBAH PRODUK RUMPUT LAUT (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok) SUGANDI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6

7

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya Ilmiah ini merupakan hasil penelitian penulis yang berjudul Analisis Nilai Tambah Produk Rumput Laut (Kasus: Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MA.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Maria selaku pemilik usaha Winner Perkasa Indonesia Unggul, Ibu Lina selaku tenaga kerja pada Winner Perkasa Indonesia Unggul, yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih penulis ucapkan kepada pembahas seminar skripsi. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA dan Bapak Feryanto, WK SP selaku dosen penguji sidang skripsi dan atas saran-sarannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Sugandi

10

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Analisis Nilai Tambah 7 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka Pemikiran Teori 10 Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 15 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 Jenis dan Sumber Data 15 Metode Penentuan Sampel 16 Metode Pengolahan dan Analisis Data 16 GAMBARAN UMUM USAHA 17 Profil Perusahaan 17 Pengadaan Bahan Baku 18 Tenaga Kerja 18 Peralatan Produksi dan Proses Produksi 19 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Analisis Nilai Tambah 21 Implikasi Manajerial 28 SIMPULAN DAN SARAN 29 Simpulan 29 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 40

12 DAFTAR TABEL 1 Volume produksi perikanan budi daya menurut komoditas utama tahun Produksi rumput laut Indonesia tahun Kebutuhan karaginan global tahun Industri penggunaan karaginan berdasarkan tingkat pemakaian 4 5 Jenis dan sumber data 15 6 Perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami 17 7 Inventarisasi peralatan produksi jus dan sirup 19 8 Perhitungan nilai tambah pengolahan jus dan sirup 21 9 Sumbangan input lain pengolahan jus Sumbangan input lain pengolahan sirup 24 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran operasional 14 2 Alur proses produksi jus dan sirup 20 3 Mesin penghalus rumput laut 31 4 Produk sirup 31 5 Rumpur laut 31 6 Produk jus 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi tempat usaha 31 2 Biaya penyusutan dan biaya bersama pengolahan jus dan sirup tahun Perhitungan proporsi biaya penyusutan pada jus dan sirup tahun

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu hasil produksi perikanan yang memiliki banyak kegunaan dan dapat dibudidayakan. Sejak abad ke-iv rumput laut telah dikenal sebagai bahan makanan. Menurut Kemenperin (2016) selain digunakan sebagai bahan makanan rumput laut juga digunakan sebagai bahan obat-obatan, suplemen gizi, bahan baku industri kertas, kosmetik, tekstil, insektisida, dan sebagainya serta rumput laut merupakan senyawa cukup penting dalam industri yang dapat diolah menjadi agar-agar, alginat, dan karaginan. Rumput laut bermanfaat untuk mencegah anemia, kanker, tulang keropos, dan manfaat lainnya (Kemenperin 2016). Tabel 1 Volume produksi perikanan budi daya menurut komoditas utama tahun Komoditas Produksi (ton) Udang Rumput laut Nila Patin Lele Mas Gurame Kakap Kerapu Bandeng Lainnya Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2014) Tabel 1 menunjukkan bahwa volume budi daya rumput laut jauh lebih besar dibandingkan dengan volume produksi budi daya perikanan lainnya, artinya produksi rumput laut memberikan kontribusi yang besar terhadap total produksi perikanan budi daya. Secara nasional produksi rumput laut memberikan kontribusi sebesar 60 persen terhadap produksi perikanan budi daya (KKP 2014). Tingginya produksi rumput laut didasari oleh masa pemeliharaan rumput laut yang cukup singkat sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat dan cara budi daya yang mudah. Seharusnya dengan produksi yang melimpah tersebut petani rumput laut memiliki kesejahteraan yang tinggi. Sebaliknya harga ditingkat petani sangat rendah menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani pun rendah. Padahal budi daya rumput laut merupakan salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp dan Gracilaria sp. Berdasarkan data statistik FAO dalam (Bappebti 2015), Indonesia

14 2 merupakan produsen rumput laut terbesar di dunia untuk jenis rumput laut Eucheuma cottonii dan Gracilaria. Produksi Eucheuma cottonii di Indonesia mencapai persen dari total produksi yang ada di dunia sedangkan Gracilaria mencapai 96.4 persen. Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menyatakan jumlah produksi rumput laut begitu melimpah di berbagai sentra produksi rumput laut nasional tanpa dapat terserap dengan baik. Daya beli industri Indonesia juga sulit diharapkan untuk menyerap produksi rumput laut ini, apalagi kalangan pengusaha rumput laut selalu menyatakan bahwa rumput laut untuk industri persediaannya tinggi sehingga harga semakin rendah (Bappebti 2015). Tabel 2 Produksi rumput laut Indonesia tahun No Provinsi Rumput laut (ton) Sumatera Jawa Bali-Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku-Papua Total Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2016) Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat jumlah total produksi rumput laut Indonesia dari tahun 2011 hingga 2013 selalu mengalami peningkatan. Kondisi industri Indonesia yang kurang baik dalam menyerap produksi rumput laut yang cukup melimpah tersebut mengakibatkan ekspor rumput laut mentah akan terus terjadi bahkan terus meningkat seiring peningkatan jumlah produksinya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mampu mengembangkan industri rumput laut sehingga mampu menyerap ketersediaan sumber daya tersebut. Permasalahan yang terjadi pada rumput laut Indonesia yaitu sebagian besar ekspor rumput laut masih dalam bentuk mentah dengan nilai jual yang rendah. Ekspor rumput laut Indonesia sekitar 90 persen masih dalam bentuk kering ke beberapa negara antara lain China, Filipina, Hongkong, Spanyol, Jepang, Amerika, dan Denmark. Industri pengolahan rumput laut Indonesia masih menghasilkan nilai tambah yang rendah sehingga industri pengolahan harus mampu meningkatkan nilai tambahnya. Pengolahan rumput laut oleh industri pengolahan di Indonesia baru mencapai sekitar persen sedangkan kapasitas berjalan industri lokal untuk Eucheuma sp sebesar ton dan Glacilaria sp sebesar ton (Kemenperin 2016). Volume impor rumput laut Indonesia cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan volume ekspornya. Rasio impor terhadap ekspor relatif menurun yang artinya peningkatan impor tidak terlalu berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Meskipun rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan, namun permasalahan yang sering muncul dalam pengembangan komoditas tersebut adalah usaha budi daya rumput laut umumnya berskala kecil dengan lokasi yang tersebar sehingga biaya transportasi per unit tinggi (Zakirah 2008).

15 Menurut Bappebti (2015), harga rumput laut jenis Eucheuma Cottonii turun hingga Rp8 000 per kilogram, dengan harga normal mencapai Rp per kilogram. Awal Desember 2015, harga rumput laut turun hingga lebih dari 50 persen. Tahun-tahun sebelumnya juga turun saat memasuki musim panen raya tapi tidak signifikan. Penyebab terjadinya penurunan harga karena ketersediaan rumput laut masih melimpah di pasar internasional dan panen yang bersamaan dengan negara lain seperti Filipina. Harga rumput laut pada tujuh wilayah perdagangan yaitu Makassar, Muna, Denpasar, Luwuk, Kupang, Nunukan, dan Surabaya rata-rata berada dalam rentang harga Rp2 500 Rp9 000 per kilogram atau lebih tinggi dari harga pada November Harga rumput laut jenis cottoni tertinggi diperdagangkan di Denpasar dan Surabaya pada akhir Desember 2015 yaitu sebesar Rp9 000 per kilogram dan terendah diperdagangkan di Muna yaitu sebesar Rp2 500 per kilogram. Turunnya harga rumput laut menjadi polemik bagi petani rumput laut. Harga rumput laut dinilai tidak sesuai dengan pengeluaran anggaran para petani (Bappebti 2015). Ekspor rumput laut menjadi salah satu sumber devisa bagi negara dan kegiatan budi daya menjadi sumber pendapatan bagi petani. Adanya kegiatan budi daya juga dapat menyerap tenaga kerja dan memanfaatkan lahan perairan pantai Indonesia yang sangat luas serta memiliki potensi yang sangat luas. Indonesia memiliki panjang garis pantai kilometer yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Pada tingkat pengembangan budi daya rumput laut yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi yang sederhana, masa tanam yang relatif pendek dan biaya per unit produksi yang relatif sangat murah. Luas indikatif yang mencapai hektar merupakan peluang yang sangat strategis untuk pengembangan rumput laut Indonesia. Jumlah luas indikatif tersebut baru hektar atau sekitar 50 persen yang secara efektif dimanfaatkan (Kemenperin 2016). Jika dilihat dari segi ekonomi, harga olahan rumput laut seperti karaginan jauh lebih tinggi daripada rumput laut kering. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasilhasil olahannya, maka pengolahan rumput laut di dalam negeri perlu dikembangkan (Istini dan suhaimi 1998). Karaginan merupakan salah satu hasil produk olahan rumput laut. Jumlah produksi karaginan dapat dikatakan masih rendah sedangkan kebutuhan global terhadap karaginan cukup tinggi. Hal tersebut seharusnya dapat dijadikan sebuah peluang bagi industri karaginan Indonesia untuk meningkatkan produksinya. Tabel 3 Kebutuhan karaginan global tahun Produk Produksi (ton) Refine Carrageenan (RC) Semi Refine Carrageenan-food grade (SRC-f) Refine Carrageenan-non food grade (SRC-nf) Total Kebutuhan karaginan global Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2016) 3

16 4 Tabel 3 menunjukkan bahwa total produksi karaginan pada tahun 2011 hingga 2014 mengalami peningkatan. Dari ketiga hasil produksi karaginan tersebut Semi Refine Carrageenan-food grade (SRC-f) adalah produk yang paling tinggi tingkat produksinya sedangkan produksi yang paling rendah adalah Semi Refine Carrageenan-non food grade (SRC-nf). Kebutuhan global terhadap karaginan dari tahun 2011 hingga 2014 selalu mengalami peningkatan. Peningkatan total produksi karaginan masih belum dapat memenuhi kebutuhan karaginan global. Produksi karaginan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan tersebut rata-rata setiap tahunnya dari seluruh total kebutuhan karaginan global, artinya masih banyak kebutuhan yang belum dipenuhi. Indonesia masih memiliki peluang untuk memenuhi kekurangan tersebut dan dapat dijadikan motivasi bagi pelaku industri untuk meningkatkan produksi atau mendirikan industri baru. Tabel 4 Industri penggunaan karaginan berdasarkan tingkat pemakaian No Produk Tingkat Pemakaian (ton) 1 Tekstil Kosmetik Es krim Sherbets Flavor Meat products Pasta ikan Produk saus Industri sutera Lain-lain Total Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2016) Karaginan merupakan produksi pengolahan rumput laut yang banyak diproduksi. Tabel 4 menunjukkan bahwa karaginan banyak digunakan pada industri tekstil dan kosmetik sedangkan untuk industri pangan masih rendah. Jika dibandingkan dengan jumlah produksi pada tahun 2011 hingga 2014 yang terdapat pada Tabel 3 maka jumlah karaginan yang digunakan pada industri masih sangat rendah sehingga banyak karaginan yang masih belum terserap oleh industri. Total penggunaan karaginan pada industri hanya ton sedangkan jumlah seluruh produksi karaginan pada tahun 2014 sebesar ton. Hal ini menunjukkan bahwa industri pada pengolahan rumput laut yaitu karaginan masih rendah sehingga perlu meningkatkan industri pengolahan dalam upaya meningkatkan nilai tambah terhadap rumput laut. Pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena kegiatan pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan produsen baik tingkat petani maupun industri. Pengolahan yang baik akan menghasilkan nilai tambah yang besar. Menurut Martin et al. (1991) dalam Ngamel (2012) nilai tambah bagi kegiatan agroindustri dapat terjadi sebagai akibat proses produksi yang mentransformasikan input menjadi output.

17 Agribisnis rumput laut termasuk di dalamnya industri pengolahan rumput laut menjadi tepung karaginan sebagaimana bisnis berbasis hasil pertanian lainnya memerlukan keterkaitan yang erat antara hulu (up stream) dan hilir (down stream). Hal ini disebabkan pada tingkat hulu (petani atau nelayan) memiliki keahlian dan kemauan dalam berproduksi dan keterbatasan dalam mengakses pasar dan teknologi. Sementara itu di tingkat hilir, dalam hal ini pemilik pabrik, memiliki kekuatan dalam hal teknologi dan akses pasar, namun membutuhkan kontinuitas dalam ketersediaan bahan baku (Sulaeman 2006). Pengolahan rumput laut yang semakin berkembang diharapkan mampu memberikan nilai tambah yang semakin besar dan meningkatkan kesejahteraan para petani serta masyarakat yang merasakan dampak dari peningkatan nilai tambah tersebut. Teknologi pengolahan sederhana yang dapat dapat diterapkan untuk pengolahan rumput laut menjadi makanan yang mudah diadopsi adalah pengolahan manisan rumput laut, selai, sirup, jeli, dan jus (murdinah 2011). Untuk pengembangan rumput laut Gracillaria dan Cottoni menjadi agar-agar dan karaginan membutuhkan peralatan yang sama dengan proses yang berbeda sehingga untuk pengolahan lebih lanjut menjadi makanan dan minuman berbasis rumput laut dapat dikembangkan kelembagaan yang melibatkan kelompok tani rumput laut, industri kecil makanan dan minuman (Kemenperin 2016). Tabel 4 menunjukkan bahwa pengolahan rumput laut menjadi bahan makanan dan minuman masih rendah. Upaya lain untuk meningkatkan nilai tambah terhadap rumput laut yaitu melalui proses pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup. Pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup dapat dikatakan masih rendah tetapi setiap tahunnya mengalami perkembangan. Pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup merupkan salah satu solusi dalam pengembangan pengolahan rumput laut. Setiap pengolahann akan menghasilkan produk dan nilai output yang berbeda serta penggunaan jumlah bahan baku yang berbeda akan menghasilkan nilai tambah yang berbeda pula. Adanya proses pengolahan terhadap rumput laut maka akan memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk rumput laut kering atau basah. Selain mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, produksi olahan rumput laut bertujuan untuk meningkatkan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap rumput laut. 5 Perumusan Masalah Rumput laut merupakan hasil perikanan yang memiliki jumlah produksi paling besar dibandingkan dengan produksi perikanan lainnya. Rumput laut juga merupakan salah satu produk unggulan untuk ekspor. Tingkat ekspor rumput laut sangat tinggi namun sebagian besar jumlah ekspor Indonesia dalam bentuk rumput laut mentah baik rumput laut kering maupun basah sehingga nilai yang diterima petani sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan terhadap rumput laut yang menciptakan nilai tambah lebih tinggi. Perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul (WPIU) merupakan salah satu usaha pengolahan rumput laut yang berlokasi di Sawangan, Kota Depok. WPIU telah mengolah rumput laut dan menghasilkan banyak produk. Produkproduk yang dihasilkan WPIU sudah banyak didistribusikan dan dijual di toko.

18 6 Beberapa macam produk olahan yang telah diproduksi adalah sirup, dodol, agaragar, rumput laut siap olah, selai, jus, dan berbagai jenis olahan rumput laut lainnya. Produk-produk tersebut sebagian diproduksi hampir setiap hari dan sebagian yang lainnya diproduksi sesuai permintaan atau ketika ada kegiatan pameran. Selain memproduksi yang bahan baku rumput laut yang pad dasarnya tidak tersedia di Depok WPIU juga memproduksi menggunakan bahan baku lainnya seperti belimbing dan jambu. Rumput laut tersebut diperoleh dari Bangka sehingga menambah biaya produksinya dan ada kemungkinan timbul permasalahan dalam persediaan bahan baku yang nantinya akan berdampak pada keberlanjutan proses produksi. Proses pengolahan yang bervariasi terhadap bahan baku tentunya akan memberikan nilai tambah yang berbeda-beda. Setiap pengolahan produk memiliki jumlah bahan baku, bahan pendukung, teknologi, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan berbeda dan akan menghasilkan jumlah serta harga output yang berbeda pula. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai besarnya nilai tambah dari pengolahan rumput laut tersebut. Tujuan dari pengolahan rumput laut salah satunya adalah menghasilkan output yang sesuai dengan keinginan konsumen dan meningkatkan harga output. Adanya perbedaan harga input dan harga output menyebabkan terjadinya perbedaan nilai keuntungan dan nilai tambah yang diciptakan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Berapa nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup? 2. Bagaimana alokasi proporsi nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengukur seberapa besar nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup. 2. Menganalisis alokasi proporsi nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi pengusaha dan tenaga kerja Winner Perkas Indonesia Unggul. 2. Penelitian ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan mahasiswa serta memberi informasi serta referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya dalam melakukan studi yang berkaitan dengan nilai tambah.

19 3. Penelitian ini sebagai sala satu syarat untuk kelulusan dan mendapat gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya dilakukan di Kota Depok yaitu pada perusahaan WPIU dan analisis dilakukan pada pengolahan per satu periode produksi. Produk yang dianalisis adalah jus dan sirup yang diproduksi oleh WPIU. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis nilai tambah metode Hayami. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Nilai Tambah Penelitian mengenai analisis nilai tambah telah dilakukan oleh Purba (2002) mengenai analisis pendapatan dan nilai tambah pada industri kecil tapioka. Hasil yang diperoleh adalah output yang dihasilkan industri tapioka adalah aci dan ampas. Jumlah output yang dihasilkan pada pengolahan tapioka adalah kilogram produk aci dan kilogram produk ampas selama satu tahun. Input yang digunakan rata-rata 650 kilogram singkong per produksi atau kilogram per tahun. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam satu hari rata-rata 3.16 HOK atau 760 HOK per tahun. Nilai rata-rata faktor konversi responden adalah 22 persen untuk produk utama dan lima persen untuk produk sampingan yang artinya dari pengolahan 100 kilogram singkong diperoleh 22 kilogram tapioka dan lima kilogram ampas kering sedangkan nilai koefisien tenaga kerja rata-rata adalah 0.01 artinya untuk mengolah 100 kilogram singkong menjadi 22 kilogram tapioka dan lima kilogram ampas kering membutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 0.49 HOK. Harga bahan baku singkong rata-rata Rp280 per kilogram. Biaya rata-rata input lain sebesar Rp29.51 per kilogram. Harga rata-rata produk utama adalah Rp1 730 per kilogram dan Rp508 per kilogram ampas kering. Nilai output produk utama rata-rata Rp per kilogram dan nilai output rata-rata produk sampingan sebesar Rp24.86 per kilogram. Jadi nilai output total rata-rata adalah Rp per kilogram. Nilai tambah rata-rata yang dihasilkan adalah Rp98.75 per kilogram sedangkan rasio nilai tambah rata-rata persen, artinya dari Rp per kilogram output maka persen merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Pendapatan tenaga kerja rata-rata adalah persen, artinya dari nilai tambah Rp100 per kilogram, Rp69.87 merupakan pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang dihasilkan adalah Rp29.75 per kilogram dan menghasilkan tingkat keuntungan sebesar 7.29 persen dari nilai output. Margin yang dihasilkan adalah Rp per kilogram yang terdiri atas persen untuk tenaga kerja, persen untuk sumbangan input lain, dan persen untuk keuntungan perusahaan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi keuntungan perusahaan

20 8 sehingga kegiatan usaha ini merupakan usaha padat karya yang artinya keberadaan tenaga kerja mutlak diperlukan dalam menjalankan proses produksi. Penelitian mengenai perbandingan nilai tambah telah dilakukan oleh Yanti (2013) mengenai analisis perbandingan nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf dan tepung tapioka. Hasil dari penelitian ini adalah usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf digunakan bahan baku sebanyak 50 kilogram dapat dihasilkan output sebanyak 15 kilogram sehingga faktor konversi dapat dihasilkan sebanyak Nilai faktor konversi ini menunjukkan bahwa satu kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 0.30 kilogram tepung mocaf. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak 0.57 HKP sedangkan upah tenaga kerja langsung diperoleh dalam satu kali produksi sebesar Rp per HKP maka dapat diperoleh upah tenaga kerja langsung per satu kilogram ubi kayu adalah sebesar Rp333.40, sedangkan pada pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka digunakan bahan baku sebanyak kilogram dapat dihasilkan output sebanyak kilogram sehingga faktor konversi dapat dihasilkan sebanyak Nilai konversi ini menunjukkan bahwa satu kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 0.49 kilogram tepung tapioka. Tenaga kerja yang digunakan pada proses ini sebanyak 12 HKP sedangkan upah tenaga kerja langsung diperoleh dalam satu kali produksi sebesar Rp per HKP maka dapat diperoleh upah tenaga kerja langsung per satu kilogram ubi kayu adalah sebesar Rp4.40. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf lebih rendah dibanding nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Besar nilai tambah pembuatan tepung mocaf adalah sebesar Rp570 per kilogram sedangkan nilai tambah pembuatan tepung tapioka adalah sebesar Rp per kilogram. Hal tersebut disebabkan sumbangan input lain untuk pengolahan tepung mocaf jauh lebih tinggi dibandingankan dengan sumbangan input untuk pengolahan tepung tapioka yaitu Rp180 per kilogram sumbangan input lain pembuatan tepung mocaf dan Rp41.10 per kilogram sumbangan input lain pembuatan tepung tapioka serta faktor konversi tepung tapioka lebih tinggi yaitu 0.49 kilogram dibandingkan dengan faktor konversi tepung mocaf yaitu 0.30 kilogram. Menurut Ngamel (2012) mengenai analisis finansial usaha budi daya rumput laut dan nilai tambah tepung karaginan dengan menggunakan bahan baku yang berupa rumput laut sebanyak kilogram per tahun dapat menghasilkan tepung karaginan sebanyak kilogram. Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak HOK per tahun. Dengan demikian, curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu kg rumput laut menjadi tepung karaginan sebanyak 0.02 HOK per tahun. Apabila harga output sebesar Rp per kilogram dan faktor konversi sebesar 0.13, maka nilai produksi sebesar Rp Nilai produksi ini dialokasikan untuk bahan baku yang berupa rumput laut seharga Rp1 200 dan bahan penolong berupa air bersih senilai Rp per bulan untuk 25 hari kerja ditambah alkohol 90% senilai Rp yang digunakan selama sebulan untuk 25 hari kerja, sehingga nilai bahan penolong adalah Rp Dengan demikian, nilai tambah yang tercipta dari setiap kilogram rumput laut adalah senilai Rp atau 48.01% dari nilai produksi. Imbalan tenaga kerja dari setiap kilogram rumput laut yang diolah menjadi tepung karaginan sebesar Rp720. Dengan demikian pangsa atau bagian tenaga kerja dalam pengolahan rumput laut menjadi tepung karaginan ini sebesar 7.7%. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa rate keuntungan sebesar % dari

21 nilai produksi, artinya bahwa setiap investasi yang ditanam pada pengolahan tepung karaginan sebesar Rp100 dari nilai produksi yang dihasilkan, maka akan diperoleh keuntungan sebesar Rp Rate keuntungan ini cukup besar, sehingga harus tetap dipertahankan bahkan harus ditingkatkan dengan cara menekan biaya produksi. Penelitian yang dilakukan Tang (2015) mengenai analisis nilai tambah tortila rumput laut dengan menggunakan metode Tarigan (2004) menunjukkan bahwa analisis nilai tambah tortila rumput laut dalam satu kali proses produksi ialah usaha pengolahan rumput laut menjadi tortila rumput laut yang dilakukan dalam satu kali proses produksi. Satu kali proses produksi tortila rumput laut pada industri Risqa Mulia menggunakan 2 kilogram rumput laut. Nilai tambah ini diperoleh dari perkalian antara jumlah rumput laut yang digunakan dalam satu kali proses produksi dengan nilai tambah satu kilogram rumput laut yaitu Rp Besarnya nilai tambah dalam 1 kali proses produksi pada industri Risqa Mulia ialah Rp yang diperoleh dari perkalian dua kilogram rumput laut dengan Rp Nilai tambah rumput laut menjadi tortila rumput laut yaitu sebesar Rp per kilogram rumput laut. Nilai tambah tersebut diperoleh dari pembagian antara nilai tambah bruto dan jumlah bahan baku. Nilai tambah rumput laut cukup besar sehingga usaha rumput laut sangat baik untuk dikembangkan. Nilai tambah bruto merupakan dasar dari perhitungan nilai tambah netto dan nilai tambah per bahan baku. Analisis nilai tambah tortila rumput laut dengan produk akhir yang diterima oleh industri Risqa Mulia adalah nilai yang diberikan atau dijual dari perusahaan kepada konsumen. Besarnya biaya antara yang dikeluarkan Rp yang diperoleh dari penjumlahan antara biaya bahan baku, biaya bahan penolong ditambahkan biaya lain - lain yang masing - masing sebesar Rp dan Rp Nilai tambah netto pada pembudidaya rumput laut sebesar Rp yang diperoleh dari selisih antara nilai tambah bruto dan nilai penyusutan yang masing - masing sebesar Rp dan Rp Nilai tambah per bahan baku untuk mengetahui produktivitas bahan baku yang dimanfaatkan untuk menghasilkan tortila rumput laut. Nilai tambah per satu kilogram bahan baku tortila rumput laut pada industri Risqa Mulia yaitu sebesar Rp per kilogram. Besarnya nilai tambah tersebut diperoleh dari nilai tambah bruto sebesar Rp dibagi dengan jumlah bahan baku yaitu sebesar 48 kilogram, sehingga pada bulan November nilai tambah diperoleh sebesar Rp yang diperoleh dari 48 kilogramg penggunaan bahan baku selama satu bulan dikalikan dengan Rp Menurut Subhan (2014) mengenai analisis pendapatan dan nilai tambha rumput laut menunjukkan bahwa besarnya biaya antara yang dikeluarkan Rp yang diperoleh dari penjumlahan antara biaya bahan baku dan biaya bahan penolong yang masing-masing sebesar Rp dan Rp , semakin besar biaya antara maka nilai tambah bruto diciptakan akan semakin kecil. Semakin besar nilai tambah maka semakin besar pendapatan yang diperoleh dan juga sebaliknya. Nilai tambah netto pada pembudidaya rumput laut sebesar Rp diperoleh dari selisih antara nilai tambah bruto dan nilai penyusutan yang masingmasing sebesar Rp dan Rp Nilai tambah per bahan baku untuk mengetahui produktivitas bahan baku yang dimanfaatkan untuk menghasilkan produk dodol rumput laut. Nilai tambah per bahan baku dodol rumput laut pada industri Cita Rasa Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi yaitu sebesar Rp

22 10 per kilogram artinya untuk setiap satu kilogram bahan baku rumput laut yang digunakan dalam produksi dapat memberikan nilai tambah bahan baku sebesar Rp Besarnya nilai tambah tersebut diperoleh dari nilai tambah bruto sebesar Rp dibagi dengan jumlah bahan baku yaitu sebesar 600 kilogram. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teori Konsep Biaya Menurut Mulyadi (1991) biaya sangat mutlak diperlukan dalam suatu kegiatan organisasi, baik yang bersifat profit oriented maupun non profit oriented. Organisasi profit oriented (perusahaan) menggunakan informasi biaya sebagai dasar perhitungan untung rugi sedangkan pada organisasi non profit oriented informasi biaya digunakan untuk menganalisis seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya diklasifikasikan atas dasar tujuan tertentu. Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya diklasifikasikan menjadi tiga (Mulyadi 1991): 1. Biaya produksi Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung yang terlibat dalam proses produksi dan biaya overhead pabrik. 2. Biaya pemasaran Merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan pemasaran produk. Biaya pemasaran terdiri dari biaya promosi, biaya iklan, biaya transportasi dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan di bagian pemasaran, biaya pembuatan contoh produk dan lain-lain. 3. Biaya administrasi dan umum Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengkoordinasikan proses produksi. Biaya administrasi dan umum terdiri dari gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan proses produksi, biaya fotocopy, biaya listrik, telepon, dan lain-lain. Biaya dapat juga diklasifikasikan berdasarkan pengolahan produk. Berhubungan dengan produk, diklasifikasikan menjadi dua (Mulyadi 1991): 1. Biaya langsung (Direct cost) Merupakan biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri atas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya tidak langsung (Indirect cost) Merupakan biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung yang berhubungan dengan produk disebut sebagai biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs).

23 Sementara itu untuk kepentingan perencanaan, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan, biaya dapat digolongkan berdasarkan pola perilaku. Perilaku biaya didefinisikan sebagai biaya yang akan bereaksi jika terjadi perubahan pada tingkat kegiatan usaha. Berdasarkan perilaku biaya dalam menanggapi perubahan volume kegiatan, biaya diklasifikasikan menjadi empat (Mulyadi 1991): 1. Biaya variabel Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan sedangkan jumlah biaya per satuan unitnya akan tetap, yang termasuk biaya variabel antara lain biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya semi variabel Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. 3. Biaya semifixed Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap pada tingkat volume tertentu dan berubah pada jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. 4. Biaya tetap Merupakan biaya yang jumlah totalnya dalam kisaran volume kegiatan tertentu tetapi jumlah per unit akan mengalami penurunan ketika terjadi peningkatan volume kegiatan, yang termasuk biaya tetap seperti gaji direktur produksi, listrik, telepon, peralatan, penyusutan gedung, dan lain-lain. Biaya Bersama Biaya bersama dapat disebut sebagai biaya bergabung (common cost) dan biaya bersama (joint cost). Menurut Mulyadi (1991) biaya bergabung adalah biaya-biaya untuk memproduksi dua atau lebih produk yang terpisah (tidak diolah bersama) dengan fasilitas yang sama pada saat yang bersamaan. Biaya bersama adalah biaya yang dikeluarkan mulai dari bahan baku diolah hingga berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Biaya bergabung dan biaya bersama mempunyai satu perbedaan pokok yaitu biaya bergabung dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai produk yang terpisah tersebut atas dasar sebab akibat atau dengan cara menelusuri jejak penggunaan fasilitas. Biaya bergabung dan biaya bersama dapat dibedakan ditinjau dari sudut alokasinya. Dasar yang dipakai untuk menglokasikan biaya bergabung harus menggambarkan aliran biaya tersebut dalam proses produksi atau kepada produk atau dapat dikatakan dalam alokasi biaya bergabung dianggap biaya tersebut dapat diikuti jejak alirannya atau diidentifikasikan kepada proses atau produk tertentu. Dasar yang dipakai untuk alokasi biaya bersama tidak menggambarkan aliran biaya bersama tersebut ke dalam produk (Mulyadi 1991). Menurut Mulyadi (1991) perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya karena masing-masing produk tentu mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda-beda. Manajemen biasanya ingin mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama tersebut terhadap seluruh penghasilan perusahaan karena dengan demikian ia dapat mengetahui dari beberapa macam 11

24 12 produk bersama tersebut, jenis produk yang menguntungkan atau jenis yang perlu didorong pemasarannya. Biaya bersama dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama dengan menggunakan salah satu dari empat metode di bawah ini (Mulyadi 1991): 1. Metode nilai jual relatif / nilai pasar Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. 2. Metode satuan fisik Metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk bersama atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk. Koefisien ini dinyatakan dalam satuan berat, volume atau ukuran yang lain. 3. Metode rata-rata biaya per satuan Jika dalam metode rata-rata biaya per satuan dasar yang dipakai dalam mengalokasikan biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka dalam metode rata-rata tertimbang kuantitas produksi dikalikan terlebih dahulu dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk didasarkan pada jumlah bahan yang dipakai, sulitnya pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk tiap jenis produk yang dihasilkan. 4. Metode rata-rata tertimbang Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama. Analisis Nilai Tambah Industri pengolahan bertujuan untuk mengolah suatu produk menjadi bentuk lain yang lebih menarik dan lebih mudah dimanfaatkan atau bahkan siap langsung untuk dikonsumsi. Menurut Mankiw (2006) salah satu cara menghitung nilai suatu barang dan jasa jadi adalah menjumlahkan nilai tambah dari setiap tahap produksi. Nilai tambah suatu perusahaan merupakan nilai output perusahaan dikurangi nilai barang setengah jadi yang dibeli perusahaan. Trienekens (2011) menyatakan bahwa nilai tambah dibuat pada berbagai tahap dan dengan aktor yang berbeda di seluruh rantai nilai. Nilai tambah mungkin terkait dengan kualitas, biaya, waktu pengiriman, fleksibilitas pengiriman, inovasi, dan lain-lain. Ukuran nilai tambah ditentukan oleh kesediaan akhir pelanggan untuk membayar. Peluang bagi perusahaan untuk menambah nilai tergantung pada sejumlah faktor, seperti karakteristik pasar (ukuran dan keragaman pasar) dan kemampuan teknologi aktor. Selain itu, informasi pasar tentang produk dan proses persyaratan adalah kunci untuk dapat menghasilkan nilai yang benar untuk pasar yang tepat. Gaspersz (1996) menyatakan bahwa pemahaman mengenai nilai tambah ini penting agar dalam setiap aktivitas berproduksi selalu menghindari pemborosan, dimana pemborosan adalah segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah melainkan mengeluarkan biaya atau dapat dikatakan sebagai manfaat yang diperoleh dari aktivitas itu lebih rendah daripada biaya yang dikeluarkan untuk membiayai aktivitas itu. Perhitungan nilai tambah dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987).

25 Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Semakin banyak perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas tertentu maka semakin besar nilai tambah yang diperoleh. Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara yaitu menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Secara umum nilai tambah berdasarkan metode Hayami diperoleh dengan menghitung nilai variabel-variabel output, input, harga output, harga bahan baku, dan sumbangan input lain serta balas jasa dari masing-masing faktor produksi. Nilai tambah yang dihasilkan akan dialokasikan untuk keuntungan dan tenaga kerja. Persentase nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan produk dapat ditunjukkan dengan rasio nilai tambah. Komponen pendukung dalam perhitungan nilai tambah terdiri dari tiga komponen yakni faktor konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, sedangkan faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai produk menunjukkan nilai output persatuan input. Analisis menggunakan metode Hayami memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari metode Hayami ini antara lain: 1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output. 2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan keuntungan. 3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran. Sedangkan kelemahan dari metode Hayami antara lain: 1. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku. 2. Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan. 3. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengatakan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak atau belum. Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami menghasilkan informasi antara lain: 1. Perkiraan nilai tambah (Rp). 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan persentase nilai tambah dari produk. 3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung. 4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah. 5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkah bagian yang diterima pemilik usaha karena menanggung risiko usaha. 6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai input (%), menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai tambah. 7. Margin pengolahan (Rp), menunjukkan besarnya kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. 13

26 14 Metode ini merupakan salah satu metode analisis nilai tambah yang sering dipakai. Metode ini disebut metode Hayami karena dikemukakan oleh Hayami. Hayami menerapkan analisis ini pada subsistem pengolahan (produksi sekunder). Kerangka Pemikiran Operasional Rumput laut merupakan produk pertanian yang melimpah yang dimiliki oleh Indonesia. Tingkat ekspor Indonesia terhadap rumput laut cukup tinggi, namun sebagian ekspor dalam bentuk rumput laut kering. Sehingga nilai yang diterima oleh masyarakat terutama petani rumput laut dan devisa yang diterima oleh negara pun rendah. Oleh karena itu Indonesia perlu mengolah rumput laut dalam upaya peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi. Analisis nilai tambah diperlukan untuk mengetahui berapa besar nilai tambah yang diciptakan pada pengolahan rumput laut. Analisis nilai tambah yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Hayami. Melalui perhitungan yang dilakukan pada komponen utama maka dapat diketahui nilai tambah pada pengolahan masing-masing produk. Rumput Laut Pengolahan Rumput Laut Rendah Industri Rumput Laut PerusahaanWinner Perkasa Indonesia Unggul, Depok Total Biaya Produksi Bahan Baku Tenaga Kerja Bahan Tambahan Harga Input Total Penjualan Jumlah Output Harga Output Nilai Tambah Proporsi Nilai Tambah: Pelaku usaha dan Tenaga Kerja Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional

27 15 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Winner Perkasa Indonesia Unggul yang bergerak pada pengolahan rumput laut di daerah Sawangan, Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2016 mulai dari tahap pengumpulan, pengolahan, dan analisis data sebagai hasil penelitian yang telah dilakukan. Jenis dan Sumber Data Jenis data Primer Primer Primer Primer Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Deskripsi Tabel 5 Jenis dan sumber data Gambaran umum perusahaan Biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas usaha pengolahan jus dan sirup Komponen penerimaan : harga jual output, volume penjualan output Output yang dihasilkan, input yang digunakan, harga bahan baku, jumlah tenaga kerja yang digunakan, upah tenaga kerja yang diterima Produksi perikanan budidaya tahun Produksi rumput laut Indonesia tahun Kebutuhan karaginan global tahun Industri penggunaan karaginan Metode pengumpulan data Wawancara+observasi wawancara wawancara Wawancara+observasi Menghimpun data dari institusi Menghimpun data dari institusi Menghimpun data dari institusi Menghimpun data dari institusi Sumber data Pemilik usaha dan tenaga kerja Pemilik usaha dan tenaga kerja Pemilik usaha dan tenaga kerja Pemilik usaha dan tenaga kerja Kemeneterian Kelautan dan Perikanan Kementerian perindustrian Kementerian perindustrian Kementerian perindustrian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber yang diteliti baik melalui wawancara langsung dengan pemilik usaha dan beberapa tenaga kerja, diskusi dan pengisian kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah penggunan input, jumlah output yang dihasilkan, harga input dan output, jumlah tenaga kerja, upah yang diterima oleh tenaga kerja, jumlah jam kerja serta biaya yang berkaitan dengan proses produksi. Data sekunder diperoleh

28 16 dari hasil penelusuran baik dari instasi yang terkait, literatur, jurnal, buku, maupun internet. Metode Penentuan Sampel Penelitian ini dilakukan pada usaha olahan rumput laut di Kota Depok dengan pengambilan secara sengaja (purposive). Perusahaan WPIU merupakan usaha yang bergerak pada industri rumput laut yang cukup lama dan melakukan kegiatan produksi pengolahan rumput laut yang cukup rutin. Perusahaan WPIU Unggul dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai responden adalah pemilik usaha dan tenaga kerja dengan pertimbangan perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul merupakan usaha pengolahan yang sudah lama berjalan dan direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Kota Depok. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis menggunakan analisis deskriptif yang meliputi analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif data yang digunakan adalah data mengenai kondisi umum perusahaan yang meliputi profil usaha, latar belakang pendirian usaha, serta kegiatan produksi perusahaan sedangkan data kuantitatif yang digunakan adalah data yang bertujuan untuk mengukur keseluruhan komponen nilai tambah yang dapat menjawab tujuan dari penelitian ini. Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara, pengisian kuesioner, dan laporan perusahaan yang berkaitan dengan penelitian selanjutnya diolah untuk mengetahui hasil analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami. Analisis nilai tambah Analisis nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami et al. (1987). Pada metode ini akan diperoleh hasil berupa nilai output, nilai tambah, balas jasa tenaga kerja, produktivitas produksi, dan keuntungan pengolahan. Persentase nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan produk dapat ditunjukkan dengan rasio nilai tambah. Komponen pendukung dalam perhitungan nilai tambah terdiri dari tiga komponen yakni faktor konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Komponen nilai tambah yang diperhitungkan dalam penelitian ini antara lain output yang dihasilkan, bahan baku input, harga input dan output, sumbangan input lainnya, tenaga kerja, dan upah tenaga kerja. Output yang dihasilkan, input yang digunakan, dan sumbangan input lainnya merupakan jumlah yang digunakan dan dihasilkan dalam satu kali periode produksi. Sumbangan input lain diantanya bahan pendukung, bahan kemasan, listrik, dan penyusutan peralatan. Tenaga kerja yang dihitung merupakan seluruh tenaga kerja yang digunakan pada proses produksi dan besarnya upah tenaga kerja dihitung per jam per produksi. Besarnya sumbangan input lain sepert bahan pendukung dan bahan pengemas dihitung per periode produksi sedangkan hasil biaya listrik dan penyusutan peralatan dihitung berdasarkan proporsi total produksi pada setiap kali produksi. Output dihitung dengan konversi dari volume (ml) ke kilogram (kg). Harga output diperoleh dari

29 harga per kemasan dikalikan dengan jumlah konversi per kilogram. Perhitungan menggunakan metode Hayami tersaji dalam bentuk Tabel Tabel 6 Perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami No Variabel Output, Input, dan Harga 1 Output yang dihasilkan (kg/tahun) A 2 Bahan baku yang digunakan (kg/tahun) B 3 Tenaga kerja (HOK/tahun) C Nilai 4 Faktor konversi (1/2) D = a/b 5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = c/b 6 Harga output (Rp/kg) F 7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) G Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) H 9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) I 10 Nilai output (4 x 6) (Rp) J = D x F 11 a. Nilai tambah (10 9 8) (Rp) K = J - H I b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1(%) = (K/J) x 100% 12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K)x100% 13 a. Keuntungan (11a 12a) (Rp) O = K - M b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x100%) P (%) = (O/K) x100% 14 Margin (10 8) (Rp) Q = J H a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) R (%) = (M/Q)x100% b. Sumbangan input lain ((9/14) x 100 %) S (%) = (I/Q) x100% c. Keuntungan perusahaan((13a/14)x100%) T (%) =(O/Q) x 100% Sumber: Hayami et al (1987) GAMBARAN UMUM USAHA Profil Perusahaan Winner perkasa Indonesia Unggul merupakan usaha yang bergerak dibidang pengolahan rumput laut, belimbing, dan jambu. Produk yang dihaasilkan seperti jus rumput laut, sirup rumput laut, jus belimbing, sirup belimbing, dan jus jambu. WPIU sudah berdiri sejak tahun 1996 hingga sekarang. Awalnya perusahaan ini bernama CV Pancoran Mas, tetapi sejak tahun 2007 berubah menjadi Winner

30 18 Perkasa Indoneisa Unggul. WPIU terletak di Sawangan Permai No 50, Sawangan baru, Depok, Jawa Barat. Perusahaan ini didirikan oleh Ibu Maria Gigih Stiarti dan menggunakan modal sendiri namun pada tahun 1997 perusahaan menggunakan modal yang berasal daari perbankan. Total aset yang dimiliki adalah sebesar Rp dengan omset rata-rata Rp per tahun. Pada tahun 2010 perusahaan mendapatkan bantuan sebesar Rp dari Dinas Pemerintah Kota Depok dalam bentuk peralatan dan mesin produksi. WPIU juga bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dengan menjadikan WPIU sebagai Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) dengan demikian WPIU tidak hanya berfokus pada bisnis tetapi bertanggung jawab juga terhadap peningkatan kualitas sumber daya maunsia (SDM) masyarakat sekitar. Peningkatan kualitas tersebut dilakukan melalui penyuluhan mengenai teknis pengolahan rumput laut dan melakukan pelatihan. Pengadaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan jus dan sirup rumput laut didapatkan dari petani mitra pemilik usaha yang berada di daerah Belitung Timur. Rumput laut yang dipasok oleh petani merupakan rumput laut kering dengan harga Rp per kilogram. Selama tahun 2015, pasokan rumput laut dari petani memenuhi kebutuhan perusahaan sehingga pemilik usaha tidak mencari pemasok baru untuk memenuhi permintaannya. Satu kali periode produksi pemilik mampu memproduksi 30 kilogram rumput laut basah. Bahan baku pendukung yang digunakan dalam pengolahan jus dan sirup sama yaitu gula, perisa, carboxy methyl cellulose (CMC), asam sitrat, dan natrium benzoat. Perbedaan diantara keduanya dalam penggunaan bahan baku pendukung tersebut adalah takaran atau proporsi pada setiap bahannya. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan rumput laut juga digunakan untuk pengolahan lainnya seperti olahan belimbing, jambu, dan wortel yaitu sebanyak empat orang yang keseluruhannya merupakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja tersebut digunakan untuk mengolah jus dan sirup dengan waktu bekerja yang diterapkan oleh pemilik kepada tenaga kerja adalah delapan jam per hari. Tenaga kerja dapat memproduksi dalam satu bulan rata-rata 25 kali produksi atau 25 hari kerja. Upah yang diberikan pemilik kepada tenaga kerja berbeda-beda per bulannya. Satu tenaga kerja mendapatkan upah sebesar Rp per bulan, dua tenaga kerja sebesar Rp per bulan, dan satu tenaga kerja lainnya sebesar Rp per bulan. Perbedaan bersarnya upah dipengaruhi oleh perbadaan pembagian kerja dan loyalitas tenaga kerja.

31 19 Peralatan Produksi dan Proses Produksi Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum memproduksi jus maupun sirup yaitu peralatan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi jus sama dengan peralatan yang digunakan dalam memproduksi sirup. Peralatan tersebut digunakan juga dalam proses produksi olahan lainnya seperti jus belimbing, sirup belimbing, jus wortel, dan jus jambu. Adapun peralatan yang digunakan untuk memproduksi keduanya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Inventarisasi peralatan produksi jus dan sirup Alat Jumlah (Unit) Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp) Ember Talenan Pisau Timbangan Saringan kasar Panci Gentong Kompor Tabung gas Spatula kayu Kontainer Blender Saringan halus Total Sumber : Winner Perkasa Indonesia Unggul, Depok (2015) Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 12 peralatan yang digunakan untuk memproses produksi jus maupun sirup. Tiga ember digunakan untuk wadah rumput yang sudah disortir dan perendaman rumput laut baik rendaman setelah penyortiran maupun setelah rumput laut dipotong. Talenan dibutuhkan untuk alas saat memotong rumput laut, sedangkan pisau digunakan untuk memotong rumput laut. Timbangan digunakan untuk menimbang rumput laut baik sebelum perendaman maupun saat melakukan penimbangan ulang setelah perendaman. Blender digunakan untuk menghaluskan rumput laut yang telah direndam selama dua hari. Saringan kasar digunakan untuk menyaring rumput laut yang telah dihaluskan sebelum rumput laut dimasak. Tiga panci digunakan untuk memasak rumput laut yang telah dihaluskan dan disaring. Spatula kayu digunakan untuk mengaduk saat pemasakan. Kompor dan tabung gas berfungsi sebagai alat untuk memasak rumput laut. Gentong digunakan untuk merendam CMC yang berbentuk powder. Saringan halus digunakan untuk menyaring rumput laut yang telah dimasak. Kontainer digunakan sebagai wadah rumput laut setalah dimasak dan disaring sekaligus tempat untuk mendinginkan rumput laut sebelum pengemasan. Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha milik Ibu Maria adalah sebesar Rp , seluruh peralatan harus dipelihara dengan baik agar dapat digunakan dalam jangka panjang sehingga

32 20 menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan dengan membersihkan semua peralatan yang telah digunakan. Usaha pengolahan rumput laut Ibu Maria melakukan produksi rata-rata 10 kilogram rumput laut basah untuk dijadikan jus dan 20 kilogram untuk dijadikan sirup. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan dalam memproduksi dua produk tersebut seperti gula, asam sitrat, natrium benzoat, air CMC, dan perisa. Bahanbahan yang digunakan pada kedua produk tersebut sama, perbedaannya hanya pada takaran yang digunakan di setiap bahannya. Rumput laut sebagai bahan utama disortir, dicuci, dan direndam. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali dengan jeda 20 menit perendaman pada setiap sekali pencucian. Kemudian rumput laut direndam selama 12 hingga 15 jam. Setelah itu rumput laut dipotong kecil-kecil lalu direndam kembali selama satu hari. Penimbangan ulang dilakukan setelah rumput laut direndam selama satu hari, penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui berapa berat rumput laut yang akan diproduksi. Ketika sudah ditimbang, rumput laut dihaluskan hingga halus dan disaring menggunakan saringan kasar. Rumput laut yang sudah dihaluskan dan disaring kemudian dimasak dan memasukkan bahan-bahan tambahan lainnya. Rumput laut yang telah masak dimasukkan ke dalam kontainer untuk didiamkan agar suhunya turun sebelum dimasukkan ke dalam botol. Setelah suhunya turun, baik jus maupun sirup siap dimasukkan ke dalam botol serta dikemas dalam kardus dan jus atau sirup rumput laut siap disajikan dan didistribusikan. Produksi jus maupun sirup menggunakan alat dan bahan serta proses produksi yang sama. Perbedaan diantara kedua produk tersebut adalah jumlah bahan yang digunakan dan waktu pemasakan. Berikut proses produksi jus dan sirup pada usaha milik Ibu Maria terlihat pada Gambar 2. Penyortiran dan penimbangan rumput laut Pencucian, pemotongan dan perendaman Penimbangan ulang Penirisan rumput laut Pemasakan rumput laut Penghalusan menggunakan blender Pengemasan dalam botol dan kardus Gambar 2 Alur proses produksi jus dan sirup

33 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Nilai Tambah Proses pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup menyebabkan adanya nilai tambah pada rumput laut tersebut. Oleh karena itu harga jual produk olahan rumput laut yang berupa jus dan sirup akan menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput laut yang belum mengalami pengolahan. Besarnya nilai tambah pengolahan rumput laut dan distribusi margin dari pemanfaatan faktor-faktor produksi dalam pengolahan dapat diketahui dengan melakukan analisis nilai tambah. Dasar perhitungan nilai tambah yang digunakan adalah per satuan bahan baku utama yang dalam hal ini adalah satu kilogram rumput laut. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perhitungan nilai tambah pengolahan jus dan sirup No Variabel Jus Sirup Output, Input, Harga 1 Output yang dihasilkan (kg/produksi) Bahan baku yang digunakan (kg/produksi) Tenaga kerja (jam/produksi) Faktor konversi Koefisien tenaga kerja Harga output (Rp/kg) Upah rata - rata tenaga kerja (Rp/jam) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) Sumbangan input lain (Rp/kg output) Nilai output (Rp/kg) a. Nilai tambah (Rp/kg) b.rasio nilai tambah a.imbalan tenaga kerja (Rp/kg) b.bagian tenaga kerja (%) a.keuntungan (Rp/kg) b.tingkat keuntungan (%) Margin (Rp) a.pendapatan tenaga kerja b.sumbangan input lain c.keuntungan perusahaan Jumlah rumput laut yang diolah dalam satu kali produksi jus adalah 10 kilogram rumput laut basah. Pada pengolahan sirup jumlah rumput laut yang diolah adalah 20 kilogram rumput laut basah per produksi. Pengolahan jus rumput

34 22 laut memiliki faktor konversi sebesar 766 persen yang berarti pada setiap penggunaan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan jus sebanyak 7.66 kilogram. Sirup rumput laut memiliki faktor konversi sebesar 88 persen yang berarti pada setiap penggunaan bahan baku rumput laut satu kilogram akan menghasilkan sirup sebanyak 0.88 kilogram. Pada setiap periode produksi dapat dihasilkan output berupa jus sebanyak kilogram dan sirup sebanyak kilogram. Hasil tersebut didapat dari konversi volume (mililiter) ke dalam massa (kilogram) dengan cara menimbang menggunakan timbangan digital. Faktor konversi diperoleh dari pembagian antara output yang dihasilkan dengan bahan baku yang digunakan. Harga bahan baku rumput laut kering sebesar Rp per kilogram. Satu kilogram rumput laut kering akan menghasilkan sekitar tujuh kilogram rumput laut basah, sehingga harga rata-rata dari hasil konversi rumput laut kering ke dalam rumput laut basah adalah Rp per kilogram. Harga yang dibayarkan pemilik usaha kepada petani relatif tetap setiap tahunnya. Pasokan rumput laut selalu memenuhi permintaan dari pemilik usaha. Tenaga kerja yang dihitung merupakan semua tenaga kerja yang berperan langsung dalam proses produksi jus dan sirup. Proses produksi pada usaha ini tenaga kerja yang digunakan berjumlah empat orang yang semuanya berperan dalam proses produksi jus dan sirup. Jumlah jam kerja per hari yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada tenaga kerjanya selama delapan jam per hari. Selama delapan jam tersebut tenaga kerja dapat memproduksi jus dan sirup sehingga pada masing-masing produksi membutuhkan empat jam per produksi. Jumlah hari kerja pada kedua pengolahan rata-rata 25 hari kerja dalam satu bulan sehingga jumlah jam kerja pada kedua produk per tahun adalah jam. Koefisien tenaga kerja merupakan pembagian antara tenaga kerja dengan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa dalam mengolah satu kilogram bahan baku berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan satuan jam per produksi sehingga koefisien tenaga merupakan berapa jam yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja pada jus sebesar 0.4 yang artinya untuk mengolah satu kilogram bahan baku dibutuhkan waktu selama 0.4 jam. Koefisien tenaga kerja pada sirup sebesar 0.2 yang artinya untuk mengolah satu kilogram bahan baku dibutuhkan waktu selama 0.2 jam. Kebutuhan jumlah jam kerja pada jus dua kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah jam kerja pada sirup karena proses produksi yang lebih lama sehingga membutuhkan waktu yang lebih pada setiap tahapan proses produksinya. Upah rata-rata tenaga kerja yang diberikan dalam mengolah jus dan sirup berbeda. Upah rata-rata dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan upah yang diterima oleh tenaga kerja dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari kerja kemudian dibagi kembali dengan jumlah jam per produksi. Upah rata-rata tenaga kerja pada jus sebesar Rp per jam atau Rp per tahun. Upah rata-rata pada sirup sebesar Rp per jam atau Rp per tahun. Perbedaan jumlah upah rata-rata pada jus dan sirup dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Kapasitas produksi jus lebih besar dibandingkan dengan kapasitas produksi sirup. Perhitungan upah rata-rata tenaga kerja yang dihitung melalui perhitungan proporsi upah tenaga kerja dengan mengalikan hasil proporsi volume

35 penjualan dengan jumlah upah per tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sumbangan input lain Sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input lain dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Sumbangan input lain pada setiap pengolahan rumput laut memiliki nilai yang berbeda tergantung dari jumlah komponen-komponen lain yang digunakan selama proses produksi. Komponen dalam perhitungan sumbangan input lain pada pengolahan jus dan sirup terdiri atas bahan pendukung, bahan pengemas, listrik, dan penyusutan peralatan. Total sumbangan input lain pada jus adalah sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun sedangkan per input bahan baku sebesar Rp per kilogram. Sumbangan input lain yang digunakan pada sirup adalah sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun sedangkan per input bahan baku sebesar Rp per kilogram. Perhitungan sumbangan input lain pada pengolahan jus dan sirup secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9 Sumbangan input lain pengolahan jus No Uraian Satuan Volume Harga (Rp/satuan) Total (Rp) 1 Bahan baku pendukung Gula Kg CMC powder Kg Asam sitrat Kg Natrium benzoat Kg Perisa L Bahan pengemas Botol Unit Lakban Unit Kardus Unit Stiker Unit Listrik Penyusutan peralatan Total biaya per produksi (Rp) Total biaya per produksi (Rp/kilogram input bahan) Sumbangan input lain yang digunakan pada jus dengan penggunaan bahan baku 10 kilogram per periode produksi atau kilogram per tahun yaitu bahan pendukung berupa gula, perisa, asam sitrat, natrium benzoat, CMC powder dan bahan pengemas berupa botol, lakban, kardus, dan stiker membutuhkan biaya sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun sedangkan sumbangan input lainnya seperti penggunaan listrik dan penyusutan peralatan membutuhkan biaya sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun. 23

36 24 Tabel 10 Sumbangan input lain pengolahan sirup No Uraian Satuan Volume Harga (Rp/satuan) Total (Rp) 1 Bahan baku pendukung Gula Kg CMC powder Kg Asam sitrat Kg Natrium benzoat Kg Perisa L Bahan pengemas Botol Unit Lakban Unit Kardus Unit Stiker Unit Listrik Penyusutan peralatan Total biaya per produksi (Rp) Total biaya per produksi (Rp/kg input bahan) Pengolahan sirup dengan penggunaan input bahan baku rata-rata 20 kilogram per produksi atau kilogram per tahun. Sumbangan input lain yang digunakan adalah bahan pendukung berupa gula, perisa, asam sitrat, natrium benzoat, CMC powder, dan bahan pengemas berupa botol, lakban, kardus, dan stiker membutuhkan biaya sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun. Sumbangan input lainnya seperti penggunaan listrik dan penyusutan peralatan membutuhkan biaya sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun. Bahan Pendukung Bahan pendukung merupakan bahan tambahan yang digunakan dalam melakukan proses produksi. Bahan pendukung yang digunakan pada jus berupa CMC powder, gula, asam sitrat, natrium benzoat, dan perisa. CMC powder dilarutkan dalam 50 liter air dengan merendamnya selama satu malam. Satu kali produksi jus membutuhkan sebanyak 200 gram dengan harga CMC powder Rp per kilogram. Gula yang digunakan sebanyak enam kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram. Asam sitrat yang digunakan sebanyak kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram. Natrium benzoat yang digunakan sama dengan penggunaan asam sitrat yaitu kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram. Perisa yang digunakan sebanyak kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram sehingga jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membeli bahan pendukung adalah sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun. Bahan pendukung yang digunakan pada pengolahan sirup sama dengan bahan pendukung yang digunakan pada pengolahan jus. CMC powder yang digunakan dalam satu kali produksi adalah 0.6 kilogram dengan harga Rp per kilogram. Gula yang digunakan adalah enam kilogram per produksi dengan

37 harga Rp per kilogram. Asam sitrat yang digunakan sebanyak per produksi dengan harga Rp per kilogram. Natrium benzoat yang digunakan adalah sebesar kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram. Perisa yang digunakan adalah 0.45 kilogram per produksi dengan harga Rp per kilogram. Perbedaan penggunaan bahan pendukung antara pengolahan jus dan sirup adalah takaran pada masing-masing bahan pendukung yang digunakan. Bahan pendukung pada sirup lebih tinggi dibandingkan dengan jus. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk bahan pendukung pada sirup sebesar Rp per produksi atau Rp per tahun. Bahan Kemasan Bahan-bahan kemasan merupakan perlengkapan yang harus disediakan dalam proses produksi sebagai bahan tambahan dalam kegiatan produksi. Bahan pengemasan yang digunakan pada jus berupa botol, stiker, kardus, dan lakban. Botol yang digunakan untuk mengemas jus berukuran 250 ml sebanyak 264 botol per produksi dengan harga Rp1 000 per botol. Stiker yang digunakan sebanyak jumlah botol yang digunakan yaitu 264 stiker per produksi dengan harga Rp2 143 per stiker. Kardus yang digunakan sebanyak 11 kardus per produksi dengan kapasitas 24 botol per kardus dengan harga Rp3 000 per kardus. Lakban yang dibutuhkan adalah dua unit per produksi dengan harga Rp per unit, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk bahan kemasan adalah Rp per produksi atau Rp per tahun. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengemas pada sirup sama dengan bahan kemasan yang digunakan pada pengolahan jus yaitu botol, stiker, kardus, dan lakban namun ada perbedaan dalam segi ukuran dan harga. Botol yang digunakan pada pengolahan sirup berukuran 350 ml. Satu kali produksi sirup membutuhkan botol sebanyak 40 botol dengan harga Rp3 000 per botol. Stiker yang digunakan sesuai dengan jumlah botol yaitu 40 stiker dengan harga Rp3 000 per stiker. Kardus yang digunakan dalam satu kali produksi adalah dua kardus dengan kapasitas 20 botol per kardus dengan harga Rp4 000 per kardus. Lakban yang dibutuhkan adalah dua unit dengan harga Rp per unit sehingga biaya yang dibutuhkan untuk bahan kemasan adalah Rp per produksi. Biaya kemasan pada jus lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kemasan pada sirup. Listrik Listrik merupakan salah satu fasilitas yang harus ada dalam proses produksi jus dan sirup. Listrik digunakan untuk menjalankan blender sebagai alat penghalus rumput laut. Pemilik harus menanggung beban berupa biaya atas penggunaan listrik tersebut. Biaya listrik termasuk biaya yang harus diperhitungkan karena penggunaannya berpengaruh pada pengolahan jus dan pengolahan sirup. Biaya total dari penggunaan listrik adalah Rp per bulan. Listrik digunakan dalam proses produksi seluruh output yang dihasilkan oleh WPIU. Biaya rata-rata penggunaan listrik pada pengolahan jus sebesar Rp per produksi atau Rp per bulan sedangkan pada pengolahan sirup biaya yang dibutuhkan sebesar Rp per produksi atau Rp per bulan. 25

38 26 Penyusutan peralatan Penyusutan peralatan merupakan biaya yang harus dibebankan pada kegiatan produksi. Penyusutan peralatan menjadi beban pemilik usaha sehingga harus diperhitungkan di dalam sumbangan input lain. Peralatan yang digunakan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup relatif sama. Rata-rata umur ekonomis peralatan yang digunakan adalah 3.5 tahun. Peralatan yang digunakan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup juga digunakan pada pengolahan produk lainnya seperti jus belimbing, jus jambu, jus wortel, dan sirup belimbing sehingga biaya penyusutan yang dibebankan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup tidak terlalu tinggi. Berdasarkan perhitungan penyusutan peralatan pada Lampiran 2 menunujukkan bahwa alat-alat yang memiliki nilai cukup besar menyebabkan penyusutannya juga besar. Besarnya biaya penyusutan pada jus adalah Rp per produksi atau Rp per tahun sedangkan pada sirup adalah Rp per produksi atau Rp per tahun. Biaya penyusutan pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena volume penjualan atau nilai proporsi volume penjualan terhadap semua jumlah biaya penyusutan peralatan lebih tinggi dibandingkan dengan volume penjualan atau proporsi penjualan sirup. Besarnya nilai proporsi penjualan jus adalah persen sedangkan nilai proporsi penjualan sirup sebesar persen dan persen pada pengolahan lainnya. Nilai output merupakan nilai yang diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga output. Besarnya nilai output pada pengolahan jus adalah sebesar Rp per kilogram yang artinya setiap melakukan pengolahan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan jus senilai Rp per kilogram. Nilai output pada pengolahan sirup sebesar Rp per kilogram yang artinya setiap melakukan pengolahan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan sirup senilai Rp per kilogram. Nilai output pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena jus memiliki nilai faktor konversi bahan baku terhadap output yang dihasilkan yang jauh lebih tinggi yaitu 6.6 atau 660 persen sedangkan pada pengolahan sirup hanya 0.7 atau 70 persen. Nilai tambah merupakan selisih nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah yang dihasilkan pada jus sebesar Rp per kilogram bahan baku sedangkan nilai tambah yang dihasilkan pada sirup sebesar Rp per kilogram bahan baku. Perhitungan nilai tambah tersebut dapat diketahui rasio nilai tambah, yaitu dengan membagi nilai tambah dengan nilai output atau dapat disebut juga bahwa rasio nilai tambah merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai tambah pada jus adalah persen yang menunjukkan bahwa dari nilai output Rp per kilogram terdapat persen nilai tambah dari output jus dan besarnya rasio nilai tambah pada sirup adalah 4.67 persen menunjukkan bahwa dari nilai output Rp per kilogram terdapat 4.67 persen nilai tambah dari output sirup. Perbedaan nilai tambah pada masing-masing pengolahan rumput laut tersebut disebabkan oleh perbedaan besarnya nilai output dan sumbangan input lainnya. Nilai tambah pada jus lebih besar karena selisih nilai output terhadap jumlah sumbangan input lain dan harga bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan sirup. Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja adalah pendapatan yang

39 diperoleh tenaga kerja dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku. Imbalan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan jus adalah Rp per kilogram bahan baku sehingga bagian tenaga kerja dalam jus sebesar persen. Imbalan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan sirup sebesar Rp per kilogram bahan baku sehingga bagian tenaga kerja dalam sirup sebesar persen. Imbalan tenaga kerja jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena jumlah koefisien tenaga kerja dan upah rata-rata tenaga kerja pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup. Keuntungan merupakan selisih antara nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja sehingga dapat disebut juga sebagai nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pada kegiatan pengolahan jus sebesar Rp per kilogram bahan baku, sedangkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pengolahan sirup sebesar Rp per kilogram bahan baku. Hasil tersebut dapat menunjukkan tingkat keuntungan pada kedua pengolahan. Tingkat keuntungan pada jus adalah persen sedangkan pada sirup adalah persen. Nilai keuntungan menunjukkan besarnya imbalan yang diterima oleh pemilik usaha atas usaha pengolahan rumput laut. Besarnya kontribusi faktor-faktor produksi dapat ditunjukkan melalui margin yang diperoleh dari hasil pengurangan nilai output dengan harga bahan baku. Kontribusi faktor-faktor produksi tersebut terdiri dari pendapatan untuk tenaga kerja, sumbangan input lain, dan tingkat keuntungan. Berdasarkan perhitungan, margin pada jus adalah Rp per kilogram dan pada sirup sebesar Rp per kilogram. Margin parda jus sebesar Rp per kilogram didistribusikan untuk masing-masing faktor produksi yaitu 3.55 persen untuk tenaga kerja, persen untuk sumbangan input lain, dan 9.86 persen untuk keuntungan perusahaan. Margin pada sirup sebesar Rp per kilogram didistribusikan untuk masing-masing faktor produksi yaitu 4.92 persen untuk tenaga kerja, persen untuk sumbangan input lain, dan 2.35 persen untuk keuntungan perusahaan. Proporsi tenaga kerja dan keuntungan perusahaan terhadap nilai tambah dapat menunjukkan apakah usaha tersebut usaha padat karya atau padat modal. Margin yang didistribusikan pada pengolahan jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan margin untuk tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan jus pada usaha tersebut merupakan kegiatan padat modal yang artinya dalam melakukan kegiatan pengolahannya dibutuhkan lebih banyak modal dibandingkan dengan tenaga kerja. Pendistribusian margin pada pengolahan sirup terhadap tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan sirup pada usaha tersebut merupakan kegiatan usaha padat karya yang artinya dalam melakukan kegiatan pengolahannya dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan modal. Pada kedua jenis olahan tersebut, proporsi distribusi margin pada faktor-faktor produksi pada sumbangan input lain sangat besar dibandingkan dengan dua faktor lainnya yaitu tenaga kerja dan keuntungan perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan sumbangan input lain memiliki kontribusi yang sangat besar yaitu sekitar 85 persen dari seluruh nilai margin. Berdasarkan perhintungan nilai tambah yang dilakukan, dapat dilihat persamaan dan perbedaan antara hasil yang diperoleh dari penelitian ini dengan terdahulu pada penelitian Ramaijon (2002) mengenai analisis pendapatan dan nilai tambah pada industri kecil tapioka dengan menggunakan metode analisis yang 27

40 28 sama yaitu analisis nilai tambah metode Hayami, diperoleh kesimpulan rata-rata margin adalah per kilogram yang terdiri atas pendapatan tenaga kerja persen, sumbangan input lain persen, dan keuntungan perusahaan persen. Proporsi distribusi margin untuk tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini merupakan kegiatan usaha padat karya. Perbedaan pada hasil penelitian ini adalah proporsi margin pada pengolahan jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja. Jadi, pengolahan jus merupakan kegiatan usaha padat modal. Persamaan hasil penelitian Ramaijon (2002) dengan penelitian ini yaitu pada pengolahan sirup. Pengolahan sirup merupakan kegiatan usaha padat karya karena proporsi margin untuk tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan keuntungan perusahaan. Implikasi Manajerial Hasil perhitungan nilai tambah pada pengolahan jus dan sirup menggunakan metode Hayami menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan jus lebih besar dibandingkan dengan pengolahan sirup. Nilai tambah yang dihasilkan pada jus sebesar Rp sedangkan nilai tambah pada sirup sebesar Rp Besarnya nilai tambah tersebut dipengaruhi oleh besarnya nilai output, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang terdiri dari bahan pendukung, bahan pengemas, listrik, serta penyusutan peralatan. Jika perusahaan ingin meningkatkan nilai tambahnya dengan nilai output tetap maka perusahaan harus meminimisasi biaya produksi yaitu pada sumbangan input lain dan bahan baku. Sebaliknya, jika jumlah sumbangan input lain dan harga bahan baku tetap maka untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan harus melakukan peningkatan pada nilai output. Besarnya nilai tambah akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Keuntungan yang diterima oleh perusahaan pada pengolahan jus sebesar Rp atau sekitar sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sirup. Keuntungan tersebut dapat ditingkatkan dengan melakukan peningkatan pada nilai tambah. Besarnya keuntungan juga dipengaruhi oleh besarnya imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Semakin besar imbalan tenaga kerja yang ditanggung perusahaan dengan nilai output tetap maka keuntungan yang diterima perusahaan semakin rendah. Jadi, selain dengan meningkatkan nilai tambah, cara lain untuk meningkatkan keuntungan adalah dengan mengurangi imbalan tenaga kerja. Persentase keuntungan terhadap nilai tambah yang dihasilkan akan meningkat jika jumlah keuntungan yang diterima oleh perusahaan semakin meningkat. Hasil nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan tersebut dapat dikembangkan oleh para pelaku usaha pengolahan rumput lainnya. Persediaan bahan baku yang cukup melimpah menjadi salah satu faktor penting dalam pengolahan rumput laut. Pelaku usaha dapat meningkatkan keuntungannya dengan kelebihan ketersediaan tersebut dengan mengurangi biaya terhadap bahan bakunya. Pada WPIU bahan baku yang diperoleh berasal dari daerah Bitung Timur sehingga jarak untuk mendapatkannya cukup jauh. Hal ini menyebabkan

41 tambahan biaya baik biaya terhadap bahan baku itu sendiri maupun biaya transportasinya. Keberlanjutan produksi pun dapat terhambat apabila terjadi suatu masalah pada saat melakukan pengiriman bahan baku. Hal-hal tersebut dapat diatasi oleh para pelaku usaha dengan melakukan kemitraan atau bentuk kerja sama lainnya dengan petani rumput laut. Mendekati produsen rumput laut atau mencari pasokan dari produsen yang paling dekat juga dapat dilakukan oleh para pelaku usaha pengolahan rumput laut sehingga dapat mengurangi biaya dan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya. Selain itu, langkah tersebut juga dapat dilakukan untuk bahan pendukung lainnya yang digunakan dalam pengolahan rumput laut. 29 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada perusahaan Winner Perkasa Indonesia Unggul maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup berbeda. Nilai tambah yang dihasilkan pada jus lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkan pada sirup karena penggunaan bahan baku yang lebih sedikit dengan faktor konversi input terhadap output yang besar dan nilai output yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sirup sehingga biaya bahan baku lebih rendah sedangkan output yang dihasilkan lebih banyak. 2. Distribusi margin pada jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja sehingga perusahaan WPIU merupakan usaha pengolahan dengan kegiatan padat modal, sedangkan pada pengolahan sirup distribusi margin untuk tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan keuntungan perusahaan sehingga pengolahan sirup merupakan usaha padat karya. Keseluruhan margin yang diperoleh pada pengolahan jus dan sirup terdistribusi pada tiga komponen yaitu tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Distribusi margin yang paling besar adalah untuk sumbangan input lain karena penggunaan kemasan dan peralatan memiliki nilai yang cukup besar sehingga mempengaruhi jumlah sumbangan input lain. Saran 1. Nilai tambah pada pengolahan jus lebih besar dibandingkan dengan sirup maka perusahaan lebih baik mengembangkan pengolahan jus karena memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih tinggi. 2. Meningkatkan nilai tambah dengan melakukan minimisasi biaya terutama biaya bahan pendukung, bahan pengemas, dan bahan baku. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kerja sama atau kemitraan dengan pihak terkait

42 30 sehingga mendapatkan biaya yang lebih rendah. Selain itu, cara yang dapat diterapkan adalah meningkatkan nilai output. 3. Meningkatkan keuntungan yang diterima oleh perusahaan dengan mengurangi imbalan tenaga kerja atau meningkatkan nilai tambah. Mengurangi imbalan tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja atau upah rata-rata yang diterapkan oleh perusahaan. DAFTAR PUSTAKA [Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Analisis Bulanan Periode Desember [diunduh pada tanggal 2016 Mei 21] tersedia pada: Gaspersz V Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor: CPGRT Centre. Istini S, Suhaimi Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Lembaga Oseanologi Nasional. Jakarta. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian Rumput Laut. [diunduh pada tanggal 2016 April 16] tersedia pada: [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 [Internet]. [diunduh pada tanggal 2016 Mei 21] tersedia pada: kkp.go.id/assets/uploads/2015/03/lakip-kkp pdf. Mankiw G Makroekonomi. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Mulyadi Akuntansi Biaya.Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Murdinah Prospek pengembangan produk berbasis rumput laut Eucheuma spinosum dari Nusa Penida, Bali. [diunduh pada tanggal 2016 Juli 24] tersedia pada: sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloaddatabyid/17187/ _murdinah_RUMPUT_LAUT.pdf Ngamel AK Analisis finansial usaha budi daya rumput laut dan nilai tambah tepung karaginan di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Utara. JST. 2(1): Purba RP Analisis pendapatan dan nilai tambah pada industri kecil tapioka [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Subhan HA Analisis pendapatan dan nilai tambah dodol rumput laut pada industri Citra Rasa di kelurahan Tinggede Kabupaten Sigi. e-j Agrotekbis. 2(5):

43 Sulaeman S Pengembangan Agribisnis Komoditi Rumput Laut melalui Model Klaster Bisnis. [diunduh pada tanggal 2016 Juli 26] tersedia pada: Tang YHA Analisis nilai tambah tortila rumput laut pada industri Risqa Mulia di Desa Olaya Kabupaten Parigi Moutong. e-j Agrotekbis. 3(4): Trienekens JH Agricultural Value Chains in Developing Countries a Framework for Analysis. International Food and Agribusiness Management Review. 14: Yanti HF, Satia NL, Mozart BD Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf dan Tepung Tapioka di Kabupaten Serdang Bedagai (Kasus: Desa Bajaronggi, Kec. Dolok Masihul dan Kec. Sei Rampah)." Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness 2(8). Zakirah RY Prospek pengembangan rumput laut di Kabupaten Morowali. Jurnal Agroland. 15(2):

44

45 33 Lampiran 1 Dokumentasi tempat usaha LAMPIRAN Gambar 3 Mesin penghalus rumput laut Gambar 4 Produk sirup Gambar 5 Rumput laut Gambar 6 Produk jus

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang paling potensial dikembangkan di Indonesia dan juga merupakan salah satu produk unggulan pemerintah dalam mencapai visi pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI RUMPUT LAUT MELALUI MODEL KLASTER BISNIS

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI RUMPUT LAUT MELALUI MODEL KLASTER BISNIS PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI RUMPUT LAUT MELALUI MODEL KLASTER BISNIS Oleh: DR. Ir. Suhendar Sulaeman* Pendahuluan Rumput laut cukup mudah dibudidayakan di perairan pantai di Indonesia. Rumput laut

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN NILAI TAMBAH TEPUNG KARAGINAN DI KECAMATAN KEI KECIL, KABUPATEN MALUKU TENGGARA

ANALISIS FINANSIAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN NILAI TAMBAH TEPUNG KARAGINAN DI KECAMATAN KEI KECIL, KABUPATEN MALUKU TENGGARA ANALISIS FINANSIAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN NILAI TAMBAH TEPUNG KARAGINAN DI KECAMATAN KEI KECIL, KABUPATEN MALUKU TENGGARA Oleh : Anna Kartika Ngamel Program Studi Agribisnis Perikanan, Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data sehubungan dengan tujuan penelitian. Agroindustri gula aren dan

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember ANALISIS NILAI TAMBAH Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember http://adamjulian.web.unej.ac.id PRICE-CONSUMPTION CURVE AND DEMAND AGRIBISNIS Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH TORTILA RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI RISQA MULIA DI DESA OLAYA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS NILAI TAMBAH TORTILA RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI RISQA MULIA DI DESA OLAYA KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 3 (4) : 547-554, Agustus 2015 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH TORTILA RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI RISQA MULIA DI DESA OLAYA KABUPATEN PARIGI MOUTONG Analysis of Value Added Tortilla

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH DODOL RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI CITA RASA DI KELURAHAN TINGGEDE KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH DODOL RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI CITA RASA DI KELURAHAN TINGGEDE KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (5) : 495-499, Oktober 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH DODOL RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI CITA RASA DI KELURAHAN TINGGEDE KABUPATEN SIGI Analysis of Income and

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya mengukur dan melaporkan setiap informasi keuangan dan non keuangan yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selain peran geopolitik, laut juga memiliki peran geoekonomi (Mulyadi, 2007). Rumput laut merupakan salah satu jenis komoditas unggulan budi daya perairan dengan nilai

Lebih terperinci

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN (Business Performance of Kelanting Agroindustry in Karang Anyar Village, Gedongtataan District, Pesawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Ada beberapa penafsiran mengenai pengertian Akuntansi Biaya seperti yang dikemukakan oleh : Menurut Mulyadi (2005:7) dalam bukunya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN Mohammad Wahyu Agang Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan Email: wahyoe_89@ymail.com ABSTRAK Agroindustri minyak kayu

Lebih terperinci

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RENTABILITAS AGROINDUSTRI TAHU BULAT (Studi Kasus Pada Perusahaan Tahu Bulat Asian di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis) Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

Nilai Tambah Produk Olahan Ikan Salmon di PT Prasetya Agung Cahaya Utama, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

Nilai Tambah Produk Olahan Ikan Salmon di PT Prasetya Agung Cahaya Utama, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan Nilai Tambah Produk Olahan Ikan Salmon di PT Prasetya Agung Cahaya Utama, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan I PUTU RIDIA PRAMANA, I MADE SUDARMA, NI WAYAN PUTU ARTINI Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI STROBERI Cici Aulia Permata Bunda 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi ciciaulia@rocketmail.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau 32 II. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Teknologi Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 7 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih popular dengan singkatan UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

Steffi S. C. Saragih, Salmiah, Diana Chalil Program StudiAgribisnisFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Steffi S. C. Saragih, Salmiah, Diana Chalil Program StudiAgribisnisFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR) (Studi Kasus : Desa Baja Ronggi Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai) Steffi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI KABUPATEN BOGOR MEITRI AMALIA

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI KABUPATEN BOGOR MEITRI AMALIA ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS USAHA TEPUNG MOCAF PADA KELOMPOK TANI SETIA DI KABUPATEN BOGOR MEITRI AMALIA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Nurul Fitry, 2 Dedi Herdiansah, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umbi umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan

BAB I PENDAHULUAN. umbi umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi kayu atau ketela pohon adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56 No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) 3.405.545,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56 Tabel 11. Rata-rata Nilai Tambah per Tenaga Kerja Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF DAN TEPUNG TAPIOKA DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF DAN TEPUNG TAPIOKA DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS PERBANDINGAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF DAN TEPUNG TAPIOKA DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (Kasus : Desa Bajaronggi, Kec. Dolok Masihul dan Kec. Sei Rampah) Henni Febri

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman obat adalah salah satu cara penglolaan tanaman obat untuk mendatangkan keuntungan. Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2013 di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon yang berada di sebelah timur

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP 1 DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP Ribut Santosa (1) ; Awiyanto (2) ; Amir Hamzah (3) Alamat Penulis :(1,2,3) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) Haifa Victoria Silitonga *), Salmiah **), Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA J. Agroland 21 (2) : 115-121, Agustus 2014 ISSN : 0854-641X E-ISSN : 2407-7607 ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian akuntansi yang mencatat berbagai macam biaya, mengelompokkan, mengalokasikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya salah satu bagian atau unsure dari harga dan juga unsur yang paling pokok dalam akuntansi biaya, untuk itu perlu

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

Lama Berusaha Status Keterangan. Jlh Tenaga Kerja (Tahun) (Tahun) Keluarga (Orang) (Tahun) Kepemilikan Usaha (m 2 ) TKDK TKLK

Lama Berusaha Status Keterangan. Jlh Tenaga Kerja (Tahun) (Tahun) Keluarga (Orang) (Tahun) Kepemilikan Usaha (m 2 ) TKDK TKLK Lampiran 1a. Karakteristik Responden Tepung Mocaf di Daerah Penelitian (Tahun 2013) No Umur Lama Pendidikan Jumlah Tanggungan Lama Berusaha Status Keterangan Luas Lokasi Jlh Tenaga Kerja (Tahun) (Tahun)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu)

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu) Habitat Volume XXIV, No. 3, Bulan Desember 2013 ISSN: 0853-5167 ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu) BUSINESS ANALYSIS OF CASSAVA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil Menengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil Menengah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil Menengah Usaha kecil menengah saat ini merupakan usaha yang masih dapat dipertahankan ditengah badai krisi moneter yang berkepanjangan. Untuk itu pemerintah berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia. Salah satu subsektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Biaya Terdapat pemahaman yang berkembang bahwa biaya (cost) adalah sama pengertiannya dengan beban (expense). Hal ini dikarenakan terdapat pengertian kalau biaya dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi pasar dan liberalisasi investasi, peran sektor pertanian menjadi semakin penting dan strategis sebagai andalan bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu pusat

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI Qanytah dan Trie Reni Prastuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek,

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Agroindustri Aneka Keripik Putri Tunggal di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin

Analisis Pendapatan Agroindustri Aneka Keripik Putri Tunggal di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin JSAI Analisis Pendapatan Agroindustri Aneka Keripik Putri Tunggal di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Sabaruddin Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Muara Bungo, Jambi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA NEGARATENGAH KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA NEGARATENGAH KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA NEGARATENGAH KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA (Studi Kasus Pada Seorang PengusahaAgroindustri Tepung Tapioka di Desa Negaratengah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 1 (4) : 353-360, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU Analysis Added Value Of Local Palu Onions To Become Fried

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu) Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (118-125) ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian di dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya yang

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG 1 PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG Agus Gusmiran 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi mirand17@yahoo.com Eri Cahrial, Ir.,

Lebih terperinci