RIVALITAS CINA DAN JEPANG DALAM INSTITUSI REGIONAL ASIA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RIVALITAS CINA DAN JEPANG DALAM INSTITUSI REGIONAL ASIA TIMUR"

Transkripsi

1 RIVALITAS CINA DAN JEPANG DALAM INSTITUSI REGIONAL ASIA TIMUR Nuri Widiastuti Veronica Kedeputian Bidang Koordinasi Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Abstrak East Asia has been widely known as the arena for geopolitical contestation between the great players and has been called as 'the grand chessboard' for geopolitical struggles, especially for the two regional powers, Japan and China. These two powers possess huge potentials to become the driving actors for the formation of regional mechanisms in East Asia, such as East Asian Community (EAC) dan China-ASEAN Free Trade Area. Economic cooperation between China and Japan in some regional forums brings hopes to end the long-term tensions and prospects for reconciliation among them. However, the interdependence between them does not simultaneously change the influence contestation and competition, especially for these past decades. This paper will try to answer a question about the form of competition between Japan and China in the context of regional institution in East Asia. By using theoretical approach of rivalry on interdependency, this paper try to analyze the roles of the two great powers in multilateral forums in East Asia, how those roles reflect their competition and what obstacles are heading their ways to be the leader in East Asia regional forums. Kata Kunci East Asia, Japan, China, interdependence, regional cooperation, competition. Pendahuluan Kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang menjadi arena perebutan pengaruh geopolitik atau sering disebut sebagai the grand chessboard for geopolitical struggles. 1 Kawasan ini menjadi rumah bagi beberapa kekuatan regional seperti Jepang dan Cina serta menjadi arena penyebaran pengaruh kekuatan global seperti Amerika Serikat. Minimnya rasa saling percaya antar-kekuatan besar tersebut menyebabkan dinamika keamanan dan politik di kawasan menjadi rapuh dan berakibat pada sulitnya membentuk institusi regional di kawasan Asia Timur. Warisan Perang Dingin seperti konflik Cina-Taiwan atau konflik di Semenanjung Korea masih menghantui kerjasama keamanan di kawasan ini. Selain itu, terdapat beberapa sengketa teritorial dan sumber GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

2 daya di kawasan ini seperti sengketa atas Laut Cina Selatan antara Cina dengan beberapa negara anggota ASEAN, perselisihan wilayah utara (the Northern Territories) antara Rusia dan Jepang, perebutan pulau Diaoyutai (Shenkaku) maupun Laut Cina Timur antara Cina dan Jepang, dan perebutan kawasan Tokdo (Takeshima) antara Jepang dan Korea Selatan. Beberapa permasalahan ini menyulitkan usaha negara-negara Asia Timur untuk membentuk institusi regional di kawasan. Dua kekuatan regional di kawasan Asia Timur, Jepang dan Cina, memiliki potensi yang besar untuk menjadi pendorong bagi terbentuknya institusi regional di Asia Timur. Jepang pernah mengusulkan pembentukan East Asian Community (EAC) untuk menciptakan komunitas berdasarkan nilai-nilai universal dengan sifat keanggotaan tertentu. 2 Cina merupakan inisiator pembentukan free trade agreement (FTA) dengan negara-negara ASEAN pada pertemuan ASEAN Plus Three (APT) tahun 2002 melalui Sino-ASEAN Framework Protocol on Overall Economic Cooperation yang mulai diimplementasikan tahun Selain itu, kerjasama ekonomi yang dijalankan oleh Cina-Jepang dalam berbagai forum regional membawa harapan bagi berakhirnya perselisihan yang mewarnai hubungan kedua negara dan memunculkan prospek rekonsiliasi antara keduanya. Interdependensi yang terjadi antara Cina dan Jepang tidak dengan serta-merta menghentikan persaingan perebutan pengaruh antara kedua negara. Persaingan ini diperburuk dengan adanya sejarah permusuhan, ketidakpercayaan yang telah mengakar, dan persaingan dalam peningkatan kapabilitas militer yang pada akhirnya membawa pada persaingan yang semakin besar antara keduanya. 4 Persaingan kepemimpinan antara Jepang dan Cina pada institusi regional terlihat dari adanya upaya Jepang untuk mengintensifkan perannya dalam beberapa institusi regional yang telah ada untuk menghadang kemajuan Cina yang pesat dalam hal ekonomi, diplomasi, dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Sementara itu, Cina sendiri menggunakan forum-forum multilateral di kawasan untuk memperkuat posisinya sebagai kekuatan regional baru, apalagi setelah mereka berhasil menggeser Jepang secara ekonomi sejak tahun Dengan mempertimbangkan semakin tingginya persaingan antara kedua negara, tulisan ini menjawab pertanyaan bagaimana bentuk persaingan antara Jepang dan Cina dalam institusi regional yang ada di kawasan. Dalam tulisan ini, persaingan keduanya akan dijabarkan dalam bentuk peran-peran apa saja yang telah dijalankan oleh kedua negara untuk berebut posisi sebagai pemimpin dalam forum multilateral di kawasan seperti ARF, APT, dan Six Party Talks (6PT). Tulisan ini juga mengidentifikasi 20 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

3 hambatan bagi kedua negara untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Timur. Di satu sisi, negara dengan diplomasi yang bersifat mengancam, seperti yang dilakukan oleh Cina, akan lebih sulit memperoleh kepercayaan sebagai pemimpin dalam institusi regional. Di sisi lain, trauma sejarah masa lalu Jepang sebagai penjajah selama Perang Dunia II dapat menghambat peran mereka untuk memegang kepemimpinan dalam institusi regional. Rivalitas dalam Interdependensi Menurut pandangan Realisme, terdapat beberapa asumsi utama yang mendasari hubungan antara satu negara dengan negara lain. Salah satu asumsi tersebut adalah negara, sebagai aktor utama dan terpenting dalam dunia yang anarki, senantiasa mengedepankan kepentingan nasional. 6 Realisme memandang negara sebagai aktor yang rasional dan tunggal yang memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakannya untuk menjamin keamanan nasional. Fokus dari paradigma ini adalah struggle of power atau realpolitik. 7 Mengingat paradigma Realisme memandang masalah keamanan nasional sebagai perhatian utama negara maka masalah militer dan politik merupakan masalah yang paling penting bagi negara. 8 Dalam pandangan tersebut, hubungan antara Jepang dan Cina selalu didasari oleh kepentingan nasional masing-masing, khususnya perluasan pengaruh dalam rangka memperoleh power di kawasan. Dalam bidang ekonomi, Realisme berpandangan bahwa proses menuju dan kemajuan ekonomi dapat menyebabkan terjadinya konflik antar-negara. Menurut Morgenthau, Realisme melihat politik sebagai sebuah area yang berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh kekuasaan (struggle for power), termasuk di dalamnya kekuasaan ekonomi. 9 Dengan demikian, ekonomi tidak dapat dilepaskan dari power dan interest yang dalam pemenuhannya dapat menggunakan segala cara termasuk dengan kompetisi yang dapat berujung pada konflik. Konsep Realisme tentang relative gains juga mendasari terbentuknya sebuah kerjasama dalam institusi regional karena hubungan aliansi dan kerja sama ekonomi yang muncul juga akan didasari oleh perhitungan relative gains dan security dilemma yang dialami oleh negara. Oleh karena itu, persaingan antara Cina dan Jepang dalam institusi regional dapat dilihat sebagai sebuah instrumen untuk mempertahankan power dalam hubungan kedua negara. GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

4 Sementara itu, menurut Chalmers Johnson, institusi regional yang menjamin keamanan di Asia Timur dapat terbentuk apabila didasari oleh interdependensi antara aktor-aktor besar yang ada di kawasan ini, khususnya Jepang dan Cina. 10 Oleh karena itu, teori tentang persaingan dalam interdependensi sangat tepat untuk melihat persaingan antara Cina dan Jepang dalam konteks kepemimpinan di dalam integrasi kawasan Asia Timur. Secara umum, interdependensi dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan bagi wilayah yang bermasalah, seperti kawasan Asia Timur ini, dengan cara meningkatkan hubungan dagang dan ekonomi yang akan mencegah terjadinya konflik. Akan tetapi, di dalam interdependensi itu sendiri selalu muncul persaingan antar-aktor besar yang didasari oleh berbagai alasan sehingga dapat menyebabkan konflik. 11 Ketika dua negara yang mempunyai sejarah konflik dan persaingan berada dalam satu situasi dimana keduanya terikat oleh interdependensi yang tinggi, hal ini menciptakan sensitivitas yang dapat membahayakan hubungan tersebut. Keohane dan Nye menyatakan bahwa peningkatan interdependensi dapat memperburuk ketegangan antara kedua negara yang sebelumnya tidak terbiasa saling berhubungan dekat. 12 Jika pemimpin politik dimotivasi oleh ambisi nasional, keinginan untuk meraih kepentingan tertentu, atau agenda militer yang ekspansionis dalam menjalankan hubungan antar-negara, persaingan (rivalry) dalam interdepensi menjadi hal yang sangat mungkin terjadi. 13 Interdependensi dipandang secara berbeda oleh komunitas ekonomi dan komunitas keamanan dalam sebuah sistem politik karena adanya perbedaan sifat kedua komunitas tersebut yang menyebabkan perbedaan kebutuhan untuk keberlangsungan komunitas tersebut. Manfaat utama interdependensi akan tergerus oleh sifat utama negara untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya, seperti yang dinyatakan oleh kaum Realis. Dalam sebuah institusi regional, interdependensi ekonomi antara satu negara dengan dengan negara saingannya dapat dianggap sebagai sebuah kerentanan (vulnerability). Hal ini terjadi apabila hasil dari interdependensi yang membawa pada kemajuan ekonomi negara saingan dapat digunakan untuk meningkatkan kapabilitas militer dan sistem persenjataan yang canggih. Pada akhirnya, persaingan yang muncul di dalam proses interdependensi ini akan membawa pada konflik yang tak terhindarkan karena masing-masing negara mengedepankan kepentingan nasional dan menjadikannya sebagai instrumen untuk mengimplementasikan power GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

5 Hubungan Interdependensi antara Cina dan Jepang Interdependensi Cina-Jepang telah berkembang selama satu dekade terakhir. Cina berhasil menggeser Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama Jepang pada tahun 2004 dan menjadi mitra dagang terbesar Jepang pada tahun Sebagai perbandingan, nilai perdagangan Jepang dengan Cina pada tahun 1996 adalah sebesar 62,2 milyar dolar sementara nilai perdagangan Jepang-Amerika Serikat adalah 193 milyar dolar. Pada tahun 2007 nilai perdagangan Jepang-Cina mencapai 236,6 milyar dolar sedangkan nilai perdagangan Jepang-Amerika Serikat hanya 208,2 milyar dolar. Jepang juga membangun industri yang menyerap tenaga kerja seperti industri elektronik dan telekomunikasi di Cina dan produknya dikirim ke Jepang maupun pasar global. Nilai perdagangan Jepang-Cina menunjukkan tren peningkatan dari tahun 1998 hingga 2006 (lihat gambar 1). Gambar 1. Nilai perdagangan Jepang dengan negara-negara Asia, Sumber: International Monetary Fund Direction of Trade Statistics, CD-Rom (May 2008 edition) seperti dikutip oleh Yul Sohn dalam Japan s New Regionalism: China Shock, Values, and the East Asian Community Asian Survey, Vol. 50, Number 3, pp Meskipun ada kenaikan yang signifikan dalam hubungan interdependensi antara Cina dan Jepang, pertumbuhan ekonomi yang muncul akibat hubungan interdependensi tersebut juga menjadikan kedua negara saling berlomba dalam peningkatan kapabilitas pertahanan. Cina, pada tahun 1990, memiliki anggaran pertahanan yang menduduki posisi ketiga terbesar di dunia dan tahun 2010 menaikkan anggaran pertahanannya GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

6 sebesar 7,5% dari total GDP-nya yang sebesar milyar dolar sehingga anggaran pertahanannya menjadi 91,5 milyar dolar. 16 Nominal tersebut digunakan untuk memodernisasi perlengkapan militer melalui pembuatan teknologi persenjataan terbaru seperti pesawat J-20, kapal selam serang, dan kapal induk serta mengadakan uji coba rudal berjarak jangkau km dan latihan militer di sekitar kawasan Laut Cina Timur pada Sementara itu, Jepang menggunakan 1% dari GDP-nya yang senilai 4,138 milyar dolar untuk memodernisasi sistem persenjataan dengan melakukan burden sharing bersama Amerika Serikat untuk membangun anti-ballistic missile system, termasuk pembuatan sistem Aegis yang dilengkapi dengan misil destroyers Patriot SD-3 dan PAC Dengan adanya peningkatan anggaran pertahanan antara keduanya, rivalitas antara Jepang-Cina menjadi tidak terhindarkan, termasuk dalam hal memperoleh pengaruh dan kepemimpinan pada institusi regional. Rivalitas Jepang-Cina dalam Kepemimpinan Institusi Regional Persaingan antara Jepang dan Cina dalam merebut kepemimpinan untuk mendorong integrasi kawasan Asia Timur dapat dilihat dari peran kedua negara besar itu dalam berbagai forum multilateral seperti ASEAN Plus Three (APT), Six Party Talks (6PT), dan ASEAN Regional Forum (ARF). Di dalam berbagai institusi regional ini, terlihat adanya pengaruh dominan dari Cina maupun Jepang. Sebagai contoh, peran China di dalam APT selama ini sangat dominan sehingga seringkali organisasi regional ini dikritik sebagai alat China untuk mendapatkan pengaruh di kawasan. 19 Sementara itu, peran Jepang yang sangat dominan dalam forum East Asia Summit juga dianggap sebagai perpanjangan tangan kepentingan nasional Jepang yang ingin menjadi kekuatan regional yang unggul secara ekonomi di kawasan. 20 Oleh karena itu, perlu dilihat bagaimana kedua negara ini saling berebut pengaruh untuk menjadi kekuatan dominan, kalau tidak mau disebut pemimpin, dalam berbagai institusi regional tersebut. Rivalitas Cina-Jepang di APT Awal mula keterlibatan Cina dalam pembentukan APT adalah ketika Cina dan ASEAN mengumumkan bahwa kedua pihak akan menandatangani perjanjian FTA pada November 2001 dan akan mulai diberlakukan pada tahun APT ini kemudian digunakan oleh Cina sebagai sarana untuk memperkuat hubungan dengan ASEAN. Peran dominan Cina didasari oleh keahlian China dalam menggunakan soft power, khususnya pada masa krisis moneter Asia pada tahun 1997 ketika negara-negara Asia 24 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

7 Tenggara dan Asia Timur mengalami kejatuhan ekonomi dan membutuhkan suntikan dana. Ketika itu, Cina berhasil memanfaatkan posisinya sebagai negara yang tidak terdampak oleh krisis dengan memberikan bantuan pinjaman dengan bunga yang rendah kepada negara-negara tersebut dan tidak melakukan devaluasi mata uangnya. Langkah ini membuat Cina memperoleh kepercayaan dari sebagian besar negara ASEAN dan dalam beberapa tahun berikutnya berhasil membuat berbagai perjanjian kerjasama dengan ASEAN seperti Framework Agreement on Economic Cooperation pada tahun 2001 dan empat perjanjian lain pada tahun 2002, yaitu: Declaration on Conduct in the South China Sea, Joint Declarationon Cooperation in the Field of Nontraditional Security Issues, Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation, dan Memorandum of Understanding on Agricultural Cooperation. Kemudian, pada tahun 2003, Cina menandatangani Treaty of Amity and Cooperation dan diikuti dengan penandatanganan perjanjian dagang China ASEAN FTA. 21 Sementara itu, seolah tidak mau kalah dengan langkah Cina, Jepang juga melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan perannya dalam APT. Jepang mengusulkan Comprehensive Economic Partnership antara Jepang dengan negara-negara ASEAN pada tahun 2002 yang di dalamnya terdapat perjanjian investasi dan perdagangan maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sumber daya manusia, serta pariwisata. 22 Bagi Jepang, APT merupakan salah satu sarana untuk mengimbangi upaya Cina dalam berebut pengaruh di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara serta meningkatkan profil politik ekonominya di kawasan setelah sempat meredup akibat kegagalan Jepang dalam membantu negara-negara Asia Tenggara mengatasi krisis ekonomi tahun Jepang juga menandatangani TAC pada tahun Selain itu, Jepang juga mengusulkan untuk mengundang negara-negara demokratis seperti India, Australia, dan Selandia Baru untuk mengimbangi posisi Cina yang terkadang didukung oleh Korea Selatan dalam pengambilan keputusan di APT. Pada perkembangannya, meskipun persaingan Jepang dan Cina terlihat jelas di Asia Tenggara, kawasan ini juga menjadi arena kolaborasi kedua seteru tersebut seperti dalam pembangunan dan konservasi wilayah Mekong. Suasana persaingan antara Jepang dan Cina tetap terlihat dengan adanya pembangunan koridor ekonomi Barat-Timur yang didukung oleh Jepang dan koridor ekonomi Utara-Selatan yang didukung oleh Cina, peningkatan ekspor ASEAN ke Cina yang melebihi ekspor ke Jepang, serta persaingan pemberian bantuan dan pembangunan kepada negara-negara ASEAN. Dalam GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

8 perkembangannya, Jepang terlihat lebih unggul dalam persaingan soft power melalui penyebaran budaya Jepang di Asia Tenggara dan peningkatan peran Jepang dalam misi-misi kemanusiaan seperti patroli bersama untuk pengamanan Selat Malaka, International Monitoring Team untuk konflik intra-state seperti di Aceh dan Mindanau, serta keterlibatan dalam peace-keeping operations. 23 Terdapat juga kecenderungan negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Singapura untuk mengundang Amerika Serikat agar tetap berperan di kawasan ini meskipun mereka tetap mengadakan kerja sama politik, ekonomi, dan keamanan dengan Cina. Rivalitas Cina-Jepang di 6PT Dalam beberapa tahun terakhir, Cina telah memainkan peran yang penting khususnya dalam pembentukan forum 6PT yang membahas isu nuklir di Korea Utara. Forum yang beranggotakan enam negara utama, yaitu: Korea Utara, Amerika Serikat, Korea Selatan, Cina, Jepang, dan Russia, ini pertama kali dilaksanakan di Cina pada Agustus Meskipun negara anggota lain tidak dapat menerima kepemilikan senjata nuklir Korea Utara, Cina berhasil melakukan mediasi antara negara-negara tersebut dengan Korea Utara. Kemudian, atas inisiatif Cina, pertemuan kedua 6PT dilaksanakan pada tahun 2004 dan untuk seterusnya dijadikan pertemuan tahunan untuk mengatasi masalah nuklir di Korea Utara. Keterlibatan Jepang dalam 6PT sejak 2003 didasari oleh kekhawatiran negara tersebut terhadap pengembangan senjata nuklir dan program misil Korea Utara. Bersama dengan anggota-anggota 6PT lainnya, Jepang menginginkan adanya resolusi damai terhadap isu pelucutan senjata nuklir di Korea Utara. Akan tetapi, keterlibatan efektif Jepang dalam forum 6PT ini terhambat oleh agenda pribadi Jepang yang selalu mempertanyakan masalah penculikan warga Jepang yang dilakukan oleh Korea Utara selama periode 1970-an dan 1980-an. Tuntutan Jepang ini membuat anggota-anggota 6PT yang lain merasa keberatan karena Jepang menghubungkan masalah nuklir dan masalah penculikan, yang sebenarnya merupakan masalah bilateral Jepang dan Korea Utara dan telah diselesaikan dengan Deklarasi Pyongyang tahun Meskipun Jepang maupun Cina berperan aktif dalam 6PT, adanya tekanan politik domestik, perbedaan prioritas antar-negara anggota, dan sejarah perselisihan antar-negara telah menyebabkan kedua negara ini tidak mampu melaksanakan peran yang efektif. 26 Jepang dan Amerika Serikat bertahan dengan tuntutan agar Korea Utara menghentikan secara total pengembangan senjata nuklir sedangkan Cina dan Korea 26 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

9 Selatan memilih sikap yang lebih lunak melalui pemberian insentif ekonomi. Sikap Cina dan Korea Selatan yang lebih akomodatif ini didorong oleh pertimbangan politik dalam negeri yaitu pertimbangan bahwa sebagian masyarakat mereka memiliki ikatan batin dengan Korea Utara dan meyakini bahwa Korea Utara melakukan pengembangan nuklir karena dorongan situasi. 27 Amerika Serikat dan Jepang memiliki keyakinan bahwa Korea Utara tidak memiliki kesungguhan untuk mengakhiri program nuklirnya dan telah menggunakan nuklir sebagai senjata untuk mendapatkan bantuan ekonomi. Akibat perbedaan tersebut, peran Cina dan Jepang menjadi tidak akan efektif. Cina juga dianggap tidak transparan dalam menjalankan peran sebagai negoisator karena bersikap terlalu lunak pada Korea Utara. Rivalitas Cina-Jepang dalam ARF ARF dibentuk sebagai wadah dialog keamanan dengan negara-negara anggota ASEAN sebagai roda penggeraknya. Keberadaan Cina dalam ARF dimulai dengan inisiatif Cina dalam pembahasan awal pembentukan ARF pada Juli 1993 dan kemudian ikut bergabung dalam ARF. Cina juga bergabung dalam trek kedua ARF, yaitu Council for Security and Cooperation in the Asia Pacific (CSCAP), dan Northeast Asia Cooperation Dialogue (NEACD) pada tahun Sementara itu, peran Jepang dalam ARF terlihat dari usulan Menteri Luar Negeri Jepang, Nakayama Tarô, pada tahun 1991 dalam ASEAN Post-Ministerial Conference untuk membentuk sebuah institusi multilateral yang lebih besar daripada ASEAN itu sendiri. 28 Pada pertemuan pertama, Jepang berhasil menarik keikutsertaan 18 negara yang kemudian menjadi anggota awal ARF sehingga dapat dikatakan bahwa peran Jepang dalam pertemuan pembentukan ARF sangatlah penting. Dalam perkembangannya, ARF menjadi ajang persaingan antara Cina dan Jepang yang selalu bersitegang akibat kecenderungan Cina untuk menggunakan Council for Security Cooperation in the Asia Pacific (CSCAP) sebagai alat untuk menggiring pendapat negara-negara anggota ASEAN terhadap kasus Taiwan. 29 Meskipun ada beberapa pendapat optimis yang mengatakan bahwa keberadaan ARF telah membawa manfaat dalam membahas beberapa isu sensitif di kawasan Asia Timur seperti hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara, 30 perkembangan forum ini sendiri sangat lamban. Penekanan pada konsensus yang menjadi ciri negara-negara di Asia Tenggara tidak dapat menghasilkan keputusan yang tegas. GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

10 Hambatan Cina dan Jepang dalam Perebutan Pengaruh di Kawasan Meskipun kedua negara yang berseteru ini saling berebut pengaruh untuk menjadi pemimpin regional, pada kenyataannya kedua negara memiliki hambatan yang besar untuk dapat menjadi pemimpin regional yang sepenuhnya dipercaya oleh negara-negara Asia lainnya. Kedua negara memiliki berbagai kelemahan yang menyebabkan mereka sulit untuk diterima sebagai pemimpin utama di kawasan. Hambatan Jepang untuk Menjadi Pemimpin Regional Terdapat tiga hambatan Jepang dalam memainkan perannya sebagai kekuatan regional. Pertama, Jepang masih berhadapan dengan sejarah buruk pada masa Perang Pasifik yang menyisakan kecurigaan dari negara-negara Asia lainnya yang merasa bahwa Jepang belum melakukan rekonsiliasi dengan tulus dan membangun hubungan yang baru dengan Asia. Kebrutalan Jepang pada penduduk Cina, Korea Selatan, dan negara-negara lain pada masa Perang Dunia Kedua memiliki pengaruh yang besar pada hubungan politik dengan negara-negara tersebut. Hingga saat ini, gerakan anti-jepang masih kuat di Cina dan Korea Selatan sehingga berimbas pada berkurangnya kepercayaan keduanya kepada Jepang untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia. Kedua, kedekatan Jepang dengan Amerika Serikat. Negara superpower tersebut seringkali menjadi faktor penghambat karena setiap kerjasama multilateral yang mengancam vital interest Amerika Serikat menjadi terlarang bagi Amerika Serikat dan oleh karenanya terlarang juga bagi Jepang. Hubungan aliansi tersebut menempatkan Jepang sebagai negara yang terlihat tunduk pada kepentingan Amerika Serikat. Hal ini dipandang negatif oleh negara-negara di kawasan Asia yang kurang menyukai keberadaan Amerika Serikat dan menganggap Jepang sebagai perpanjangan tangan Amerika Serikat dalam forum-forum regional di kawasan ini. Tunduknya Jepang pada Amerika Serikat membuat negara-negara Asia lain merasa bahwa kepemimpinan Jepang hanya akan didikte oleh Amerika Serikat dan tergantung pada kepentingan Amerika Serikat. Ketiga, sebagai negara demokrasi-kapitalis, Jepang diidentikkan sebagai bagian dari Barat. Identifikasi ini menimbulkan dilema bagi Jepang untuk menjembatani Barat dan Timur. Jepang tidak merasa sepenuhnya Asia karena besarnya pengaruh Barat yang mulai dirasakan sejak Restorasi Meiji sampai pada masa modern ini. Kebanggaan Jepang sebagai aliansi Amerika Serikat juga menyebabkan perasaan 28 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

11 superioritas yang menjadikan Jepang selalu merasa bisa memimpin kawasan ini. Padahal, pada krisis finansial 1997, misalnya, Jepang tidak bisa berbuat banyak sebagai regional power. Masalah identitas ini akan menjadi penghambat bagi Jepang untuk menjadi pemimpin regional di Asia. Hambatan Cina untuk Menjadi Pemimpin Regional Terdapat beberapa hambatan bagi Cina untuk dapat menjadi pemimpin regional. Pertama, Cina mempunyai sifat yang mengancam dan cenderung bullying dalam mengatasi masalah sengketa perbatasan. Hal ini dapat dilihat dari sikap Cina kepada beberapa negara yang juga mengklaim Laut Cina Selatan seperti Vietnam dan Filipina. Cina cenderung menggertak dan mengatakan bahwa masalah di Laut Cina Selatan hanya dapat diselesaikan dengan the sounds of cannons atau dengan kekuatan militer. 31 Pernyataan ini diperparah oleh beberapa insiden penangkapan kapal nelayan Vietnam dan Filipina di Laut Cina Selatan yang masih menjadi sengketa. Selain itu, tindakan sepihak Cina yang melanggar Declaration of Conduct on South China Sea yang ditandatangani tahun 2002 telah memunculkan rasa terancam dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara terhadap Cina sehingga mereka cenderung sulit untuk mempercayai Cina sebagai pemimpin regional. Faktor penghambat kedua adalah ketiadaan transparansi yang ditunjukkan oleh pemerintah Cina, khususnya dalam hal anggaran pertahanannya. Selama ini Cina terkenal dengan ketidakterbukaan (opaqueness) pembangunan militer padahal menunjukkan kenaikan anggaran militer selama beberapa tahun terakhir. Cina mengumumkan kenaikan belanja militer sebesar 12,7% menjadi 601,1 milyar yuan atau 91,7 milyar dolar pada tahun 2011 yang digunakan untuk membeli rudal canggih, satelit, senjata siber, dan jet tempur yang mendukung kebijakan militer defensive in nature. 32 Meskipun laporan resmi mengenai jumlah anggaran militer telah diumumkan oleh pemerintah Cina, tidak ada jaminan bahwa laporan tersebut merupakan laporan yang benar-benar transparan karena diperkirakan jumlah anggaran yang sesungguhnya adalah 10 kali lipat dari anggaran yang dilaporkan. Tanpa adanya keterbukaan maka kepercayaan akan sangat sulit diperoleh Cina dari negara-negara Asia. Ketiga, kebijakan luar negeri Cina cenderung bersifat ekspansif dan ekspansionis. Harold McKinder menyatakan bahwa Cina yang memiliki mil garis pantai dan wilayah daratan luas yang terhampar dari Asia Tengah sampai Lautan Pasifik GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

12 merupakan negara dengan kekuatan darat sekaligus kekuatan laut. 33 Dengan keyakinan akan identitas sebagai negara yang sangat kuat ini, Cina memiliki arogansi dan ambisi untuk melebarkan wilayah kekuasaannya di kawasan Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. Selain itu, kebutuhan sumber daya alam dan energi yang besar bagi industri Cina yang sedang maju pesat menyebabkan Cina tidak segan-segan untuk mencaplok wilayah negara lain seperti kepulauan Spratly dan Paracel yang menjadi sengketa antara Cina, Vietnam, dan Filipina. Faktor gigantis lain yang membuat Cina menjadi sangat ekspansif adalah jumlah populasinya yang besar, sejarahnya yang ternama, luas wilayahnya yang luar biasa besar, dan kekuatan ekonomi yang maju pesat yang semakin membuat Cina menjadi ancaman bagi negara-negara di sekitarnya. Rasa terancam ini pada gilirannya akan menimbulkan keraguan mereka untuk memilih Cina sebagai pemimpin regional. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, persaingan kepemimpinan antara Cina dan Jepang dalam institusi regional di kawasan Asia masih akan tetap terjadi meskipun kedua negara terlibat dalam hubungan interdependensi yang sangat kuat. Bagi Jepang, perannya dalam organisasi regional merupakan salah satu cara untuk menghadang kemajuan Cina yang pesat dalam hal ekonomi, diplomasi, dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Sementara itu, bagi Cina, forum-forum multilateral tersebut bermanfaat untuk memperkuat posisinya sebagai kekuatan regional baru. Pada akhirnya, hanya kepentingan nasional saja yang memotivasi kedua negara untuk mengambil langkah-langkah dalam institusi regional yang mereka ikuti, sesuai dengan pandangan Realisme. Interdependensi ekonomi antara Jepang dan Cina yang pada awalnya merupakan hal yang baik serta mampu membawa integrasi regional pada akhirnya akan menjadi rivalitas apabila hubungan kedua negara didasari oleh oleh ambisi nasional atau keinginan untuk meraih kepentingan tertentu serta didorong oleh agenda militer yang ekspansionis. Hal inilah yang terlihat dalam hubungan antara Cina dan Jepang dalam menjalankan perannya di institusi regional. Baik Cina maupun Jepang memiliki perannya masing-masing dalam beberapa institusi regional seperti APT, ARF dan 6PT. Dalam forum APT, peran Cina selama ini sangat dominan sehingga seringkali organisasi regional ini dikritik sebagai alat Cina untuk mendapatkan pengaruh di kawasan. Peran Jepang lebih terlihat dalam persaingan soft power seperti penyebaran budaya Jepang di Asia Tenggara dan peningkatan peran 30 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

13 Jepang dalam misi-misi kemanusiaan. Dalam 6PT dan ARF, peran kedua negara tidak efektif akibat ketidakpercayaan dan perbedaan kepentingan yang muncul. Meskipun kedua negara memiliki peran dalam institusi-institusi regional yang sudah ada, beberapa hambatan membuat kedua negara tidak dapat sepenuhnya dipercaya sebagai pemimpin regional. Hambatan yang dihadapi Jepang adalah sejarah masa lalu Jepang dalam Perang Pasifik, kedekatan dengan Amerika Serikat, dan identitas ambigu Jepang. Hambatan yang dihadapi Cina adalah sikap penindas Cina, ketiadaan transparansi, dan kebijakan yang ekspansif. Ke depan, kedua negara masih harus berjuang keras untuk memperoleh keyakinan dan kepercayaan dari negara-negara lain di kawasan sebagai pemain utama dengan mengatasi berbagai hambatan tersebut. Kedua negara juga harus lebih mengedepankan kepercayaan dan hubungan yang baik ketimbang ambisi sebagai pemimpin regionalkarena berebut pengaruh di tengah ketidakpercayaan negara-negara Asia lainnya hanya akan berakhir sia-sia. Daftar Pustaka Buszynski, Leszek Sino-Japanese Relations: Interdependence, Rivalry, and Regional Security. Contemporary Southeast Asia, Vol. 31, No. 1, hlm Chung, Chien-Peng Japan s Involvement in Asia-Centered Regional Forums in the Context of Relations with China and the United States. Asian Survey, Vol. 51, No. 3, hlm out-china.html Kaplan, Robert D The Geography of Chinese Power: How Far Can Beijing Reach on Land and at Sea? Foreign Affairs, Vol. 89, No. 3. Keohane, Robert O dan Joseph S. Nye Power and Interdependence 2nd edition. New York: Harpers. Morgenthau, Hans J Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. MacGraw-Hill. Paul, Joshy M. 14 July Japan-China Spat Over Nuclear Arsenal: Is Tokyo Hardening its Security Policy? RSIS Commentaries. Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani Pengantar Ilmu hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Ruisken, Ron Architecture of Asia Pacific Security. Canberra: ANU Press. Sohn, Yul Japan s New Regionalism: China Shock, Values, and the East Asian Community. Asian Survey, Vol. 50, No. 3, hlm The National Institute for Defense Studies. Tahun tidak tersedia. East Asian Strategic Review Japan: The Japan Times. GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

14 Viotti, Paul R dan Mark Kauppi International Relation Theory. New York: Pearson Education Inc. Xiaoming, Zhang The Rise Of China And Community Building In East Asia. Asian Perspective, Vol. 30, No. 3, hlm Catatan Belakang 1 Zhang Xiaoming The Rise Of China And Community Building In East Asia. Asian Perspective, Vol. 30, No. 3, hlm Yul Sohn Japan s New Regionalism: China Shock, Values, and the East Asian Community. Asian Survey, Vol. 50, No. 3, hlm Xiaoming. Op.Cit. 4 Leszek Buszynski Sino-Japanese Relations: Interdependence, Rivalry, and Regional Security. Contemporary Southeast Asia, Vol. 31, No. 1, hlm Chien-Peng Chung Japan s Involvement in Asia-Centered Regional Forums in the Context of Relations with China and the United States. Asian Survey, Vol. 51, No. 3, hlm Paul R. Viotti dan Mark Kauppi International Relation Theory 4 th Edition. New York: Pearson Education Inc. 7 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani Pengantar Ilmu hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm Ibid. 9 Hans J. Morgenthau Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. MacGraw-Hill, hlm Buszynski. Op.Cit. 11 Ibid. 12 Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye Power and Interdependence 2nd edition. New York: Harpers, hlm Ibid. 14 Ibid. 15 Buszynski. Op.Cit. 16 The National Institute for Defense Studies. Tahun tidak diketahui. East Asian Strategic Review Japan: The Japan Times, hlm Joshy M. Paul. 14 Juli Japan-China Spat Over Nuclear Arsenal: Is Tokyo Hardening its Security Policy? RSIS Commentaries, hlm Buszynski. Op.Cit. 19 Ron Ruisken Architecture of Asia Pacific Security. Canberra: ANU Press. 20 Ibid. 21 Sohn. Op.Cit. 22 Ibid. 23 Chung. Op.Cit diakses pada 4 Februari 2013 pukul WIB. 25 Chung. Op.Cit diakses pada 5 Februari 2013 pukul WIB. 27 Ruisken. Op.Cit diakses pada 4 Februari 2013 pukul WIB. 29 Ruisken. Op.Cit. 30 Ibid diakses pada 4 Februari 2013 pukul WIB. 32 GLOBAL Vol. 16 No. 1 Desember 2013 Mei 2014

15 32 diakses pada 4 Februari 2013 pukul WIB. 33 Robert D. Kaplan The Geography of Chinese Power: How Far Can Beijing Reach on Land and at Sea? Foreign Affairs, Vol. 89, No. 3. GLOBAL Vol. 16 No. 1 Mei

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara. tetap berdiri sendiri sebagai sebuah negara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara. tetap berdiri sendiri sebagai sebuah negara bebas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asia Timur merupakan wilayah yang sejak lama penuh dengan dinamika dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara seperti Republik

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

Strategi Counterbalance Jepang di Tengah Persaingan Kepemimpinan dengan China dalam Konteks Wacana Regionalisme Asia Timur

Strategi Counterbalance Jepang di Tengah Persaingan Kepemimpinan dengan China dalam Konteks Wacana Regionalisme Asia Timur Strategi Counterbalance Jepang di Tengah Persaingan Kepemimpinan dengan China dalam Konteks Wacana Regionalisme Asia Timur Counterbalance Strategy in Central Japan Leadership Competition with China in

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Peranan jieitai..., Nurlita Widyasari..., FIB UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Peranan jieitai..., Nurlita Widyasari..., FIB UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara industri di dunia yang mampu bersaing dengan negara industri lainnya, seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. 1 Persaingan antara negara-negara

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cina merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan saat ini dianggap sebagai salah satu kekuatan besar dunia. Dengan semakin besarnya kekuatan Cina di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar. dan terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar. dan terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional. BAB I PENDAHULUAN Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar dan terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional. Salah satu tantangan baru yang mengundang banyak perhatian adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992.

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. DAFTAR PUSTAKA Buku: Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. Firth, Stewart. Australian in International Politics: Introduction

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI 44312098 1. Perkembangan hubungan luar negeri antara Tiongkok- Korea Selatan semakin hari semakin membaik, hal ini terbukti dengan adanya pertemuan dua petinggi Negara Tiongkok-

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN. BAB V KESIMPULAN Kebangkitan ekonomi Cina secara signifikan menguatkan kemampuan domestik yang mendorong kepercayaan diri Cina dalam kerangka kerja sama internasional. Manuver Cina dalam politik global

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk waktu yang lama. Hubungan ini kita bisa lihat pada tahun Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. untuk waktu yang lama. Hubungan ini kita bisa lihat pada tahun Pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia telah memiliki hubungan bilateral dengan Amerika Serikat untuk waktu yang lama. Hubungan ini kita bisa lihat pada tahun 1949. Pada tahun tersebut

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN A. Sejarah Konflik Laut Cina Selatan Berbicara tentang konflik LCS tentu tidak bisa dilepaskan dengan penetrasi yang di lakukan oleh Tiongkok atas klaim sepihak mereka

Lebih terperinci

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia iv DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR SINGKATAN... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

Peningkatan Kerjasama Indonesia India

Peningkatan Kerjasama Indonesia India Peningkatan Kerjasama Indonesia India Tulisan ini dimuat dalam buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi Edisi VI, ditampilkan di blog dengan harapan agar bisa berbagi informasi bagi teman-teman yang belum

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sengketa Internasional Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BOOK REVIEW. : Regions and Powers: The Structures of International Security : Barry Buzan and Ole Wœver : Cambridge University Press

BOOK REVIEW. : Regions and Powers: The Structures of International Security : Barry Buzan and Ole Wœver : Cambridge University Press BOOK REVIEW Judul Buku Penulis Penerbit Tahun Terbit : 2003 Jumlah Halaman : Regions and Powers: The Structures of International Security : Barry Buzan and Ole Wœver : Cambridge University Press : xxvi+564

Lebih terperinci

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010 Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, 09-11-2010 Selasa, 09 November 2010 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN KOREA SELATAN KUNJUNGAN KENEGARAAN KE KOREA

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN PENUGASAN PENUGASAN WAKIL PRESIDEN KEPPRES NO. 1 TAHUN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN ABSTRAK : - bahwa untuk menjaga lancarnya pelaksanaan pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci