KETIDAKTEPATAN DIKSI DALAM KEGIATAN BERWAWANCARA DENGAN NARASUMBER DARI BERBAGAI KALANGAN. Artikel Ilmiah untuk E-Jurnal NOVIA NPM.

Transkripsi

1 KETIDAKTEPATAN DIKSI DALAM KEGIATAN BERWAWANCARA DENGAN NARASUMBER DARI BERBAGAI KALANGAN Artikel Ilmiah untuk E-Jurnal NOVIA NPM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2015

2

3

4 KETIDAKTEPATAN DIKSI DALAM KEGIATAN BERWAWANCARA DENGAN NARASUMBER DARI BERBAGAI KALANGAN Oleh Novia 1, Indriani Nisja 2, Zulfitriyani 3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketidaktepatan diksi yang digunakan narasumber dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber. Diksi adalah pilihan kata yang digunakan seseorang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang memberikan efek tertentu untuk menceritakan peristiwa dengan pilihan kosa kata yang sesuai dan cocok dengan situasi pembicaraan ketika mengungkapkan diksi tersebut. Wawancara adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu hal dari seseorang dengan mengadakan tanyajawab secara lisan yang dilakukan oleh pewawancara dengan yang diwawancarai sebagai pemberi informasi. Ketidaktepatan berarti kesalahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan teknik analisis isi (content analysis). Dari hasil penelitian ini ditemukan enam syarat ketidaktepatan diksi, yaitu karena tidak bisa membedakan makna denotasi dan konotasi, karena tidak bisa membedakan kata-kata yang bersinonim, karena penggunaan kata ciptaan sendiri, karena tidak bisa membedakan kata umum dan kata khusus, karena perubahan makna kata, dan karena tidak memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Kata Kunci: Ketidaktepatan, Diksi, dan Wawancara.

5 INACCURATE OF DICTION IN ACTIVITY INTERVIEW WITH GUEST SPEAKER FROM VARIOUS CIRCLE By Novia 1, Indriani Nisja 2, Zulfitriyani 3 1) Student of STKIP PGRI West Sumatra 2) 3) Lecturer Program Study Education of Ianguage and Art Indonesia STKIP PGRI West Sumatera ABSTRACT This research of background by inaccurate of used by diction is guest speaker in activity interview with guest speaker. Diction is used by word choice is good someone in the form of oral and also article giving certain effect to narrate event with appropriate vocabulary choice and fitt in with discussion situation when laying open the diction. Interview is an activity to get information about something matter from one with performing a question and answer verbally conducted by interviewer with held an interview with as giver of information. Inaccurate mean mistake. This research aim to to know inaccurate of diction in activity interview with guest speaker from various circle. Research type the used is research qualitative, with content analysis technique ( analysis content). From result of this research is found by six condition inaccurate of diction, that is since it cannot differentiate denotation meaning and of konotasi, since it cannot differentiate synonymous words, because usage of creation word alone, since it cannot differentiate public word and special word, because change of word meaning, and because getting the run around the continuity of word choice. Keyword: Inaccurate, Diction, and Interview.

6 PENDAHULUAN Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi dengan sesama manusia. Menurut Chaer (2007:53), bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Kegiatan berkomunikasi akan terjalin dengan baik apabila menggunakan pilihan kata yang tepat. Diksi atau pilihan kata yang tepat ini sangat dibutuhkan untuk menunjang jalannya proses wawancara, baik itu wawancara berita yang bersifat langsung maupun wawancara reportase. Diksi memiliki dua syarat, yaituketepatan diksi dan kesesuaian diksi. Dalam persoalan ketepatan diksi dipertanyakan apakah pilihan kata yang dipakai sudah benar-benar tepat dan tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan kesesuaian diksi mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena narasumber kurang memperhatikan penggunaan diksi, narasumber kurang memperhatikan syarat-syarat ketepatan diksi, dan karena keterbatasan kosa kata, serta karena waktu wawancara yang sering dilakukan secara tiba-tiba (dadakan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan? Menurut Keraf (2010:88-89), ada sepuluh persyaratan ketepatan diksi yaitu sebagai berikut. Membedakan Makna Denotasi dan Konotasi, Membedakan Kata-kata yang Bersinonim, Membedakan Kata-kata yang Mirip Ejaannya, Menghindari Kata-kata Ciptaan Sendiri, Waspada Terhadap Penggunaan Akhiran Asing, Penggunaan Kata kerja yang Menggunakan Kata Depan, Penggunaan Kata Umum dan Kata Khusus, Penggunaan Kata-kata Indra, Memperhatikan Perubahan Makna Kata, dan Kelangsungan Pilihan Kata. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dengan teknik analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensiinferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berkaitan dengan komunikasi atau isi komunikasi (Bungin, 2008:155). Objek penelitian ini adalah ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Data dalam penelitian ini adalah diksi dalam kalimat-kalimat narasumber. Data dalam penelitian ini sebanyak 126 kalimat. Sumber data pada penelitian ini adalah kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan format inventarisasi data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) meliput kegiatan berwawancara di lapangan dan mengambil rekaman video kegiatan berwawancara (resmi) dengan narasumber dari youtube. (2) mentranskripsikan (memindahkan data kedalam bahasa tulis). (3) mengidentifikasikan data dengan cara membaca dan menandai ketidaktepatan diksi dalam kalimat narasumber. (4) mengiventarisasi data kedalam format inventarisasi ketepatan diksi. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengklasifikasikan data yang telah didapat dari kegiatan berwawancara dilapangan dan data dari rekaman video kegiatan berwawancara dari youtube. (2) menganalisis data yang telah didapat dari kegiatan berwawancara dari berbagai kalangan. (3) membahas data yang telah didapat dari kegiatan berwawancara dari berbagai kalangan (4) mendeskripsikan ketidaktepatan diksi yang telah didapat dari kegiatan berwawancara dari berbagai kalangan. (5) menulis laporan tentang ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan.

7 HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan analisis data,dari sepuluh syarat ketepatan diksi ditemukan enam syarat ketidaktepatan diksi dalam kalimat narasumber dengan rincian sebagai berikut; 11 diksi yang tidak tepat karena tidak bisa membedakan makna denotasi dan konotasi, 73 diksi yang tidak tepat karena penggunaan kata-kata yang bersinonim, 5 diksi yang tidak tepat karena penggunaan kata ciptaan sendiri, 4 diksi yang tidak tepat karena tidak bisa membedakan kata umum dan kata khusus, 2 diksi yang tidak tepat karena perubahan makna kata, dan 94 diksi yang tidak tepat karena tidak memperhatikan kelangsungan pilihan kata. 1) Membedakan Makna Denotasi dan Konotasi Menurut Gani (2012:134) denotasi adalah makna sebenarnya, dan konotasi adalah makna kiasan. Diantara kedua jenis makna ini, makna yang lebih banyak ditemukan pada kalimat narasumber adalah jenis makna konotasi. Jenis makna ini lebih banyak ditemukan karena untuk menjelaskan suatu maksud atau tujuan narasumber lebih banyak menggunakan makna konotasi dibandingkan dengan makna denotasi. (01.2) Pada dasarnya disiapkan begitu banyak literatur bagaimana berpolitik dengan baik. (Ruslan, pengamat politik) Penggunaan diksi literaturpada kalimat yang terdapat pada contoh (01.2) tidak tepat karena tidak bisa membedakan penggunaan makna denotasi dan konotasi. Diksi literaturdalam kalimat di atas merupakan makna konotasi. Berdasarkan hasil analisis pada contoh (01.2) maka diksi yang tepat pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut: (01.2) Pada dasarnya disiapkan begitu banyak carabagaimana berpolitik dengan baik. 2) Membedakan dengan Cermat Kata-kata yang Bersinonim Widjono (2007:99) menjelaskan contoh kata yang hampir bersinonim, misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda. Sementara Gani (2012:135) mengungkapkan bahwa kata-kata yang bersinonim tidaklah sama penggunaannya dalam suatu wacana. Oleh sebab itu, penggunaannya harus disesuaikan dengan konteks wacana yang dipakai.dalam kalimat narasumber banyak ditemukan penggunaan kata yang bersinonim untuk mengungkapkan suatu maksud atau tujuan dari kegiatan berwawancara dengan narasumber yang dilakukan dari berbagai kalangan. (01.1) Jadi, kalau ada politisi yang mengatakan politik itu mahal, bagi saya itu bukan politisi tangguh. (Ruslan, pengamat politik). Penggunaan diksi tangguh pada kalimat yang terdapat pada contoh (01.1) tidak tepat karena tidak bisa membedakan penggunaan kata yang bersinonim dengan tepat. Maksud dan tujuan dari penggunaan diksi itu memang sama, namun nilai rasa yang ditimbulkan oleh penggunaan diksi tersebut berbeda dengan yang diharapkan. Diksi tangguhmenimbulkan rasa yang berbeda pada pendengarnya. Berdasarkan hasil analisis pada contoh (01.1) maka diksi yang tepat pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut: (01.1) Jadi, kalau ada politisi mengatakan politik itu mahal, bagi saya itu bukan politisi hebat. 3) Hindari Kata-kata Ciptaan Sendiri Widjono (2007:99), menjelaskan bahwa pemakaian kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir:canggih berarti banyak cakap, suka menganggu, banyak mengetahui, bergaya intelektual.dalam kalimat narasumber masih ditemukan beberapa penggunaan kata ciptaan sendiri dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Penggunaan kata ciptaan sendiri ini dapat merusak kegiatan berwawancara yang dilakukan apabila penggunaan makna kata tidak sesuai dengan makna dalam kamus.

8 (02.21) Ujungnya, terlahirlah karya-karya musik, terlahirlah karya-karya tari, seni rupa juga demikian. (Muasri, kepala Taman Budaya Sumbar). Penggunaan diksi Ujungnya pada kalimat yang terdapat pada contoh (02.21) tidak tepat karena penggunaan kata-kata ciptaan sendiri. Dalam karya tulis ilmiah sebaiknya tidak menggunakan kata ciptaan sendiri. Berdasarkan hasil analisis pada contoh (02.21) maka diksi yang tepat untuk mengganti diksi tersebut adalah sebagai berikut: (02.21)Akhirnya, lahirlah karya-karya musik, tari, dan seni rupa. 4) Membedakan Kata Umum dan Kata Khusus Arifin dan Tasai (2009:31), berpendapat bahwa kata ikan memiliki acuan yang lebih luas dari pada kata mujair atau tawes. Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan. Sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas. Dalam kalimat narasumber dari dua jenis kata ini, kata yang lebih banyak ditemukan adalah jenis kata khusus karena kata khusus ini memiliki acuan yang lebih luas untuk menjelaskan suatu maksud atau tujuan yang ingin disampaikan dibandingkan dengan kata umum yang memiliki makna yang lebih khusus. (09.88) Jadi, bagaimana petani itu kota jadi emang fokusnya pada bagaimana kita bertani, itu kan, cocok tanam. (Doni Kristiawan, penggiat lingkungan Tunas Hijau). Penggunaan diksibertani, cocok tanampada kalimat yang terdapat pada contoh (09.88) merupakan diksi dari kata umum. Agar maksud yang disampaikan mudah dipahami pembaca lebih baik memakai kata khusus dari pada kata umum. Berdasarkan hasil analisis pada contoh (09.88) maka diksi yang tepat pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut: (09. 88) Kita fokusnya pada bagaimana cara bertanidi Kota. 5) Memperhatikan Perubahan Makna yang Terjadi pada Kata-kata yang Sudah Dikenal Widjono (2007:99), menjelaskan bahwa penggunaan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya isu (berasal dari bahasa Inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus). Penggunaan kata yang berubah makna ini dapat mempersulit pemakai yang bersifat konservatif atau kolot. Meskipun begitu dalam kalimat narasumber masih ditemukan beberapa penggunaan kata yang berubah makna. ( ) Kayaknya dia menokohkan banget Himler, itu sangat kontradiktif dengan apaisu demokrasi yang diusung oleh apa Prabowo sendiri. (Lily Wahid, adik Alm. Gus Dur). Penggunaan diksiisupada kalimat yang terdapat pada contoh ( ) tidak tepat karena diksi tersebut mengalami perubahan makna kata. Perubahan tersebut menimbulkan kesulitan bagi pembaca yang bersifat konservatif. Berdasarkan hasil analisis pada contoh ( ) maka diksi yang tepat untuk mengganti diksi tersebut adalah sebagai berikut: ( ) Sepertinya, dia menokohkan banget Himler, dan itu sangat bertentangan dengan publikasidemokrasi yang dibawa oleh Prabowo. 6) Memperhatikan Kelangsungan Pilihan Kata Keraf (2010:100), menjelaskan cara lain untuk menjaga ketepatan pilihan kata adalah kelangsungan. Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.kelangsungan dapat terganggu bila seorang pembicara atau pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang kabur, yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda). Oleh karena itu, seorang narasumber harus memperhatikan pilihan kata yang tepat yang mendukung jalannya proses wawancara yang dilakukan dengan narasumber dari berbagai kalangan. (01.10)Dihampir semua komunitas-komunitas forum masyarakat. (Ruslan, Pengamat Politik).

9 Penggunaan diksipada kalimat yang terdapat pada contoh (01.10) tidak tepat karena kelangsungan pilihan kata-nya yang rancu dan mengalami kekaburan makna. Berdasarkan hasil analisis pada contoh (01.10) maka diksi yang tepat untuk mengganti kelangsungan pilihan kata pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut: (01.10)Hampir disemua forum masyarakat.

10 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulan bahwa terdapat beberapa ketidaktepatan diksi dalam kalimat narasumber bila ditinjau dari persyaratan ketepatan diksi, diantaranya; dari keseluruhan hasil analisis ditemukan sebanyak 11 diksi yang tidak tepat karena tidak bisa membedakan makna denotasi dan konotasi, 73 diksi yang tidak tepat karena penggunaan kata-kata yang bersinonim, 5 diksi yang tidak tepat karena penggunaan kata ciptaan sendiri, 4 diksi yang tidak tepat karena tidak bisa membedakan kata umum dan kata khusus, 2 diksi yang tidak tepat karena perubahan makna kata, dan 94 diksi yang tidak tepat karena tidak memperhatikan kelangsungan pilihan kata. SARAN Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama bagi narasumber agar narasumber bisa memperbaiki cara berbicaranya dan agar ketidaktepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan tidak terulang lagi. Kedua, bagi pembaca agar lebih memperhatikan lagi ketepatan diksi dalam kegiatan berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan. Ketiga, bagi peneliti lain sebagai acuan atau bahan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

11 KEPUSTAKAAN Arifin, Zainal E dan Amran Tasai Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akapres. Bungin, Burhan (Ed) Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Chaer, Abdul Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Gani, Erizal Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Padang: UNP Press. Keraf, Goris Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. Widjono Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.