BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH"

Transkripsi

1 BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1 Kondisi Geografis Luas dan Letak Geografis Tabel 2.1 Letak Geografis GARIS BUJUR GARIS LINTANG BT LU BT LU Sumber : Bappeda merupakan kabupaten terluas kedua (setelah Kabupaten Ketapang) di Kalimantan Barat. Luas seluruhnya adalah km2, setara dengan 20,33% dari luas Kalimantan Barat secara keseluruhan yang mencapai km2. Dari 23 kecamatan yang ada pada akhir tahun 2012, Kecamatan Putussibau Utara, Putussibau Selatan dan Embaloh Hulu merupakan tiga kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar dengan luas masing-masing 4.521,86 km2, 6.352,33 km2 dan 3.560,00 km2 atau setara dengan 14,51%, 20,38% dan 11,42% dari luas. Sedangkan Kecamatan Pengkadan dan Puring Kencana merupakan 2 kecamatan dengan luas wilayah terkecil dimana luas masing-masing wilayah kecamatan tersebut kurang dari 500 km2 atau kurang dari 1,5% luas. Secara umum letak memanjang dari arah Barat ke Timur, dengan jarak tempuh terpanjang ±240 Km dan melebar dari Utara ke Selatan ±126,70 Km serta merupakan Kabupaten paling Timur di Propinsi Kalimantan Barat. Jarak tempuh dari Ibukota Propinsi adalah ±657 Km melalui jalan darat, ±842 Km melalui jalur aliran Sungai Kapuas dan ± 1,5 jam penerbangan udara. Pokja PPSP Hal 9

2 Secara administrasi batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara wilayah ini berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak (Malaysia Timur); b. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur; c. Sebelah Barat dengan Kabupaten Kabupaten Sintang; d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada peta administrasi kabupaten Kapuas Hulu sebagai berikut ; Gambar 2.1 PETA WILAYAH ADMINISTRASI KABUPATEN KAPUAS HULU Pokja PPSP Hal 10

3 Posisi geografis ini merupakan posisi yang penting terutama dikaitkan dengan pengendalian tata air di Provinsi Kalimantan Barat, karena wilayah ini merupakan hulu dari sungai Kapuas yang alirannya melalui hampir semua kabupaten/ kota di Kalimantan Barat (kecuali Kabupaten Ketapang) dan bermuara di Pantai Barat Kalimantan Barat. Luas dirinci perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Luas Wilayah Dirinci Perkecamatan NO KECAMATAN IBU KOTA LUAS Km2 (%) 1 Putussibau Utara Putussibau 4.521,86 14,51 2 Putussibau Selatan Kedamin 6.352,33 20,38 3 Bika Bika 531,00 1,70 4 Kalis Nanga Kalis 1.519,58 4,88 5 Mentebah Mentebah 571,66 1,83 6 Boyan Tanjung Boyan Tanjung 770,26 2,47 7 Pengkadan Menendang 312,60 1,00 8 Hulu Gurung Tepuai 445,24 1,43 9 Seberuang Sejiram 535,80 1,72 10 Semitau Semitau 790,32 2,54 11 Suhaid Nanga Suhaid 442,91 1,42 12 Selimbau Selimbau 1.201,28 3,85 13 Jongkong Jongkong 589,79 1,89 14 Bunut Hilir Nanga Bunut 788,16 2,53 15 Bunut Hulu Nanga Suruk 1.739,93 5,58 16 Embaloh Hilir Nanga Embaloh 688, Embaloh Hulu Benua Martinus 3.560,00 11,42 18 Batang Lupar Lanjak 1.401,18 4,50 Pokja PPSP Hal 11

4 19 Badau Badau 585,63 1,88 20 Empanang Nanga Kantuk 626,28 2,01 21 Puring Kencana Sungai Antu 295,06 0,95 22 Silat Hilir Nanga Silat 895,02 2,87 23 Silat Hulu Nanga Dangkan 997,80 3,20 Total ,00 100,00 Sumber : Bappeda Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa wilayah terluas adalah wilayah Kecamatan Putussibau Selatan yaitu 20,38 % dari luas total. selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Putussibau Utara yang luasnya 4.521,86 Km2 atau 14,51% dari luas kabupaten. sedangkan untuk luas kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Puring Kencana dengan luas 295,06 km2 atau 0,95% dari luas total kabupaten Kapuas Hulu. Tabel 2.3 Batas Wilayah Administrasi Dirinci Perkecamatan NO KECAMATAN TIMUR BARAT UTARA SELATAN 1 Putussibau Utara 2 Putussibau Selatan Putussibau Selatan Negara Bagian Malaysia (Serawak) 3 Bika Putussibau Selatan 4 Kalis Propinsi Kalimantan Timur Embaloh Hilir dan Embaloh Hulu Bika Bunut Hilir Bika Negara Bagian Malaysia (Serawak) Putussibau Utara Embaloh Hilir Putussibau Selatan Putussibau Selatan Kalis Kalis Bunut Hulu Pokja PPSP Hal 12

5 5 Mentebah Kalis Bunut Hulu 6 Boyan Tanjung Bunut Hulu 7 Pengkadan Boyan Tanjung 8 Hulu Gurung Boyan Tanjung Hulu Gurung Jongkong dan Hulu Gurung Seberuang dan Selimbau Silat 9 Seberuang Hulu Gurung Hilir 10 Semitau Suhaid Silat Hilir dan Ketungau Tengah (Kab. Sintang) 11 Suhaid Selimbau 12 Selimbau Jongkong 13 Jongkong Bunut Hilir danboyan Tanjung 14 Bunut Hilir Embaloh Hilir, Boyan Tanjung, Bika, dan Mentebah 15 Bunut Hulu Ambalau Kab. Sintang Semitau Suhaid Selimbau Jongkong Boyan Tanjung 16 Embaloh Hilir Bika Bunut Hilir 17 Embaloh Hulu Embaloh Hilir Batang Lupar Bika dan Bunut Hilir Bunut Hilir dan Jongkong Jongkong Jongkong dan Pengkadan Semitau Empanang Badau Batang Lupar Batang Lupar Batang Lupar Embaloh Hulu Boyan Tanjung Embaloh Hulu Serawak (Malaysia Timur) Kabupaten Sintang Bunut Hulu dan Hulu Gurung Hulu Gurung Silat Hulu Semitau Seberuang Seberuang Hulu Gurung Pengkadan Boyan Tanjung dan Pengkadan Mentebah dan Kalis Bunut Hulu Embaloh Hilir Pokja PPSP Hal 13

6 18 Batang Lupar Embaloh Hulu dan Embaloh Hilir 19 Badau Batang Lupar Badau Empanang dan Puring Kencana 20 Empanang Badau Ketungau Tengah Kab. Sintang 21 Puring Kencana Badau 22 Silat Hilir Semitau, Seberuang, Silat Hulu 23 Silat Hulu Silat Hilir dan Bunut Hilir Ketungau Tengah Kab. Sintang Serawak (Malaysia Timur) Serawak (Malaysia Timur) Puring Kencana Serawak (Malaysia Timur) Kab. Sintang Semitau Silat Hilir Seberuang Selimbau, Jongkong, Bunut Hilir Suhaid dan Selimbau Semitau Empanang Kabupaten Sintang Kayan Hulu dan Kayan Hilir Kabupaten Sintang Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Kabupaten Sintang Serawak (Malaysia Timur) Propinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Sintang Pokja PPSP Hal 14

7 Gambar 2.2 Peta Administrasi per Kecamatan Topografi Secara umum merupakan daerah dataran rendah serta daerah danau dan rawa yang berair. terdapat beberapa aliran sungai yang memanjang hingga ke timur Provinsi Kalimantan Barat seperti Sungai Kapuas yang memiliki beberapa anak sungai yang berada di diantaranya seperti Sungai Embaloh yang berhulu di bagian utara dan Sungai Mandai. Selain itu terdapat 8 anak sungai lainnya yang penting, dimana peranannya sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan akomodasi transportasi penumpang dan barang dari kabupaten ke kota kecamatan. Dataran-dataran di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kapuas Hulu ini dianggap sebagai suatu zona sumber batu bara dan minyak bumi. Pertanian yang agak menetap dilakukan secara intensif di dataran-dataran sungai yang sempit, sedangkan peladang yang Pokja PPSP Hal 15

8 biasa berpindah-pindah telah mempengaruhi banyak dataran pinggiran Daerah Aliran Sungai ini. merupakan daerah yang sering mengalami banjir musiman, dengan ketinggian banjir dapat mencapai 2 meter bahkan lebih. Morfologi Kapuas Hulu umumnya berbentuk wajan (kuali) yang terdiri dari dataran rendah atau cekungan yang terendam air serta daerah danau rawa-rawa yang berair cukup dalam. Dataran rendah di Kapuas Hulu berada pada ketinggian mdpl. Pada dataran rendah ini biasanya terdapat Ibukota Kecamatan yang penduduknya relatif ramai, Sedangkan pada dataran tinggi/kemiringan umumnya terdapat rawa-rawa yang memanjang tetapi sempit dan dikelilingi oleh bukit-bukit kecil. Dataran ini termasuk kategori yang biasa digenangi air pada waktu-waktu tertentu, terutama pada saat curah hujan yang cukup tinggi. Dataran tinggi/kemiringan ini terletak pada ketinggian mdpl. Sebagian besar wilayah Kapuas Hulu memiliki ketinggian antara 25 sampai 500 meter, sehingga tanaman yang banyak tumbuh di wilayah ini adalah tanaman-tanaman dataran rendah tropis dan sub tropis. Sebagian besar daerah dengan ketinggian di atas 500 meter berupa pegunungan yang terletak di sebelah Utara dan bagian paling Timur yang melingkar sampai ke Pengunungan Muller dekat perbatasan dengan Kalimantan Tengah. Daerah-daerah lembah dan lereng Pegunungan Kapuas Hulu dan Pegunungan Muller umumnya memiliki ketinggian antara meter. Sebagian kecil daerah perbukitan di sebelah Utara dan Timur gugusan Danau Luar di Kecamatan Batang Lupar juga memiliki ketinggian antara meter. Wilayah keadaan topografinya bervariasi dari sistem dataran alluvial, perbukitan sampai pegunungan. Bentuk permukaan lahan datar seluas Ha dengan kemiringan 0% - 2% umumnya berada di wilayah dataran rawa daerah aliran Sungai Kapuas, sedangkan lahan yang tersebar di daerah-daerah kaki perbukitan di Kecamatan Selimbau, Badau, Kecamatan Batang Lupar, Embau bagian Selatan, dan Empanang bagian Pokja PPSP Hal 16

9 Utara. mempunyai kemiringan 2% - 15%. Sementara daerah kaki Pegunungan Muller dan Pegunungan Kapuas Hulu serta di lembah Sungai Embaloh, Manday, Sibau dan lain-lain yang merupakan daerah sisanya mempunyai kemiringan 15% - 40% Klimatologi Menurut sistem Koppen, iklim di Kapuas Hulu dikelompokan sebagai Afaw, yaitu iklim isothermal hujan tropic dengan musim kemarau yang panas (suhu rata-rata dalam bulan terpanas lebih tinggi dari 22 derajat dan dengan maksimum curah hujan ganda). Curah hujan rata-rata pertahun umumnya berkisar antara 3500 sampai 4500 mm per tahun. Wilayah dengan curah hujan dibawah 3500 mm per tahun terdapat di wilayah aliran sungai Kapuas Hulu memanjang dari perbatasan Sintang Kapuas Hulu ke arah timur melintasi gugusan Danau Belida, Sentarum dan lain-lain sampai pada daerah hilir sungai Embaloh. Sedangkan curah hujan di atas 4500 mm per tahun terjadi di daerah yang sangat sempit di perbatasan Kapuas Hulu dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Wilayah Kapuas Hulu sebagian besar memiliki 10 sampai 12 bulan basah (rata rata curah hujan per bulan > 200 mm) per tahun tanpa ada bulan kering. Daerah dengan bulan basah kurang dari 11 hanya meliputi sebagian kecil daerah aliran sungai Kapuas Hulu memanjang dari hilir sungai Embaloh sampai ke perbatasan Kabupaten Sintang menyusuri sebelah Timur Sungai Bunut Musim Di Kapuas Hulu hanya dikenal dua musim saja, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan juni sampai dengan bulan September. Sedangkan musim penghujan biasa terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April Mei dan Oktober November. Pokja PPSP Hal 17

10 Suhu dan Kelembaban Udara merupakan salah satu daerah yang mempunyai suhu rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia, karena matahari terus menerus di atas kawasan khatulistiwa sehingga kawasan tersebut banyak menerima sinaran. Perubahan harian sangat kelihatan dan menjadi ciri khas kawasan ini. Suhu udara mencapai maksimum sekitar atau beberapa waktu setelah matahari mencapai titik tertinggi (kulminasi) atau diantara pukul waktu setempat yang dapat mencapai 34,0 0 C sampai dengan 35,0 0 C sedangkan suhu terendah terjadi berkisar pada pagi hari antara pukul yang dapat mencapai C 22,0 0 C Curah Hujan Salah satu unsur iklim yang sangat penting dibandingkan unsur iklim lainnya adalah curah hujan, karena menurut keadaan yang sebenarnya hujan di suatu tempat dengan tempat lainnya dalam kurun waktu tertentu tidak mempunyai nilai yang sama. Jumlah curah hujan adalah ukuran jumlah curahan air yang turun/keluar dari awan yang mencapai bumi dinyatakan dengan mm (milimeter), jumlah curah hujan 1 mm adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar tidak meresap, tidak menguap, tidak mengalir artinya pada setiap 1 m2 lapisan tanah dengan jumlah curah hujan 1 mm mempunyai volume 1 liter. Jumlah curah hujan di cukup tinggi dalam satu tahun berkisar antara 3300 mm sampai 5000 mm dengan jumlah hari hujan antara pertahun dan jumlah curah hujan maksimum dapat terjadi berkisar antara mm/hari. Pokja PPSP Hal 18

11 Tabel 2.4 Jumlah Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Curah Hujan Maksimum Di Tahun 2012 (Keadaan 31 Oktober 2012) BULAN JUMLAH CURAH CURAH JUMLAH HARI HUJAN HUJAN MAX HUJAN (mm) (mm/hari) Januari 177, ,5 Pebruari 464, ,0 Maret 668, ,0 April 326, ,0 Mei 185, ,5 Juni 146, ,0 Juli 326, ,0 Agustus 395, ,5 September 188, ,0 Oktober 419, ,0 Sumber : badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Putussibau Curah hujan yang cukup besar di Kapuas Hulu menyebabkan proses pencucian tanah berjalan dengan cepat disamping banjir musiman yang sering melanda daerah sepanjang Sungai Kapuas yang lamanya antara 1/3 sampai 6 bulan. Bila air sungai menjadi surut pada musim kemarau, maka terjadi pendangkalan alur-alur sungai dan akibatnya transportasi menjadi terhambat, terutama daerah pedalaman yang sungai-sungainya menjadi urat nadi perhubungan dari dan ke ibu kota Kabupaten Hidrologi Pola Drainase didominasi oleh Sungai Kapuas yang mengalir dari wilayah pegunungan Kapuas Hulu di bagian Pokja PPSP Hal 19

12 tengah Provinsi Kalimantan Barat. Sungai ini merupakan sungai terpanjang di Indonesia dan memiliki puluhan anak sungai, diantaranya yang terpenting yang berada di adalah Sungai Embaloh dengan panjang 168 KM yang berhulu di Pegunungan Kapuas Hulu Bagian Utara dekat dengan Gunung Lawit, Sungai Manday sepanjang 140 km yang mengalir dari pegunungan Muller. Selain itu ada delapan anak sungai Kapuas lainnya yang juga sangat penting peranannya dalam memenuhi kebutuhan transportasi barang dan penumpang dari ibukota Kabupaten ke kota-kota Kecamatan di pedalaman dan sebaliknya. Selain sungai, pola perairan di juga diwarnai dengan banyaknya danau depresi di daerah-daerah pelembahan (basin) dan danau oxbow di daerah-daerah meander sungai. Danau danau ini terutama danau depresi merupakan sumber penghasilan yang cukup potensial bagi penduduk di beberapa kecamatan seperti kecamatan Selimbau, Semitau, Batang Lupar, Embaloh hilir, Bunut Hilir, Jongkong dan Badau. Keberadaan Danau tersebut sangat membantu penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari keberadaan danau-danau tersebut terdapat Danau Sentarum yang memiliki nilai strategis dan fungsi esential bagi DAS kapuas. Dengan fungsi utama dari Danau Sentarum yaitu fungsi hidrologi dan kekayaan biodiversiti. Tabel 2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten/Kota No Kecamatan Sub-Sub / Nama DAS Luas (Ha) 1 Silat Hilir Balau Belimbing 14 Dugan-Setunggul-Muntik Jentu-Rukam Kenapi 919 Kesak 59 Ketungau Lebang 146 Pokja PPSP Hal 20

13 Marang Melawi Nn Seberuang 127 Semban Sentabi Silat Tekam Tempelak Tenggurun Silat Hulu Bunut 144 Embau 130 Melawi Seberuang 858 Silat Hulu Gurung Bunut 24 Embau Seberuang 860 Silat 515 Suhaid-Selimbau Bunut Hulu Bunut Melawi Mentebah Bunut Mandai Melawi Bika Bika Bunut Mandai Pulin-Seluwan-Suwai Kalis Bunut Keriyau 932 Mandai Melawi 367 Menuki-Hatung Putussibau Selatan Bika Bungan Engkidu-Mentaru-Balan-Sulung Kapuas Koheng Keriyau Lepung-Mensikai-Matang Mandai Mejuwal-Mentilan-Seranai Mendalam Menuki-Hatung Pulin-Seluwan-Suwai 393 Pokja PPSP Hal 21

14 9 Embaloh Hilir Bunut Embaloh Pulin-seluwan-suwai Sibau Tawang-Gundal-Sentarum Bunut Hilir Bunut Mandai 715 Pemian-D. Selegan Tawang-Gundul-Sentarum Boyan Tanjung Bunut Embau Melawi 156 Pemian-D.Selegan Silat Pengkadan Bunut Embau Pemian-D.Selegan Suhaid-Selimbau Jongkong Embau Pemian-D.Selegan Suhaid-Selimbau Tawang-Gundul-Sentarum Selimbau Embau Suhaid-Selimbau Tawang-Gundul-Sentarum Suhaid Marsedan-Kenerak-Senebah Seberuang 210 Suhaid-Selimbau Tawang-Gundul-Sentarum Seberuang Marang 701 Marsedan-Kenerak-Senebah 468 Seberuang Silat Suhaid-Selimbau Semitau Jentu-Rukam Kenapai Ketungau Lemedak Marsedan-Kenerak-Senebah Pengumpang-Bakul-Riuk Marsilan Rikat 592 Seberuang Suhaid-Selimbau 74 Tawang-Gundal-Sentarum Pokja PPSP Hal 22

15 18 Empanang Ketungau Tawang-Gundal-Sentarum Puring Kencana Ketungau Tawang-Gundal-Sentarum Badau Tawang-Gundal-Sentarum Batang Lupar Tawang-Gundal-Sentarum Embaloh Hulu Embaloh Pulin-Seluwan-Suwai Sibau Tawang-Gundul-Sentarum Putussibau Utara Bika 148 Embaloh 563 Engkidu-Mentaru-Balang-Sulung Kapuas Koheng 427 Mejuwal-Mentilan-Seranai 649 Mendalam Pulin-Seluan-Suwai Sibau Kapuas Hulu Total Sumber : BPDAS Kapuas 2012 Gambar 2.3 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Pokja PPSP Hal 23

16 2.2 Demografi Jumlah Penduduk Berdasarkan akumulasi data pada masing-masing kecamatan di, diperoleh jumlah penduduk per 31 Oktober 2012 sebanyak jiwa terdiri dari jiwa lakilaki dan jiwa perempuan serta jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak KK, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.6 Jumlah Penduduk di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012) PENDUDUK NO KECAMATAN Peremp KK Laki Jumlah uan 1 Putussibau Utara Putussibau Selatan Bika Kalis Mentebah Boyan Tanjung Pengkadan Hulu Gurung Seberuang Semitau Suhaid Selimbau Jongkong Bunut Hilir Bunut Hulu Embaloh Hilir Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Silat Hilir Silat Hulu JUMLAH Sumber : Kompilasi Data Kecamatan Pokja PPSP Hal 24

17 Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu daerah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara di masa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi, tetapi juga di bidang infrastruktur dan politik. Akan tetapi, prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk di masa yang akan datang. Untuk itu, diperlukan proyeksi penduduk yang menjadi acuan didalam merencanakan pembangunan kedepan terkait dengan perkembangan pembangunan yang berjalan secara berkelanjutan. Dari data bahwa pertumbuhan penduduk memiliki kecenderungan yang meningkat untuk itu perlu penanganan yang serius didalam merencanakan setiap pembangunan terutama di sektor sanitasi Kepadatan Penduduk dan Perkembangan Penduduk Kepadatan penduduk memperlihatkan jumlah penduduk yang menempati setiap satuan luas wilayah. Karena itulah kepadatan penduduk dihitung dengan cara membagi jumlah penduduk dengan luas area dimana mereka tinggal. Satuan yang digunakan adalah satuan jumlah penduduk/luas daerah, misalnya jiwa/km 2. NO Tabel 2.7 Kepadatan Penduduk di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012) KECAMATAN LUAS (km2) JUMLAH PENDUDUK KEPADATAN PENDUDUK per km2 1 Putussibau Utara 4.521, ,34 2 Putussibau Selatan 6.352, ,04 3 Bika 531, ,48 4 Kalis 2.519, ,69 5 Mentebah 571, ,50 6 Boyan Tanjung 770, ,55 7 Pengkadan 312, ,12 Pokja PPSP Hal 25

18 8 Hulu Gurung 445, ,07 9 Seberuang 535, ,81 10 Semitau 790, ,04 11 Suhaid 442, ,97 12 Selimbau 1.201, ,98 13 Jongkong 589, ,75 14 Bunut Hilir 788, ,67 15 Bunut Hulu 1.739, ,67 16 Embaloh Hilir 688, ,50 17 Embaloh Hulu 3.560, ,60 18 Batang Lupar 1.401, ,07 19 Badau 585, ,92 20 Empanang 626, ,19 21 Puring Kencana 295, ,48 22 Silat Hilir 895, ,21 23 Silat Hulu 997, ,56 JUMLAH , ,10 Sumber : BPS, dan Kompilasi data Kecamatan, diolah. Kepadatan penduduk didapat dari perbandingan jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Dari perbandingan yang dapat di lihat pada Tabel 2.7 di atas bahwa tingkat kepadatan penduduk di adalah sebesar 8,10, artinya setiap 1 km2 di terdapat sekitar 8 jiwa penduduk. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Hulu Gurung yaitu sebesar 31,07 artinya setiap 1 km2 di Kecamatan Hulu Gurung terdapat sekitar 31 jiwa penduduk, sedangkan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Embaloh Hulu yaitu sebesar 1,60 artinya setiap 1 km2 di Kecamatan Embaloh Hulu terdapat sekitar 2 jiwa penduduk. Tabel 2.8 Pertumbuhan Penduduk di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012) TAHUN JUMLAH PENDUDUK PERTUMBUHAN ,63 % ,87 % Pokja PPSP Hal 26

19 ,14 % ,75 % ,44 % ,04 % ,03 % Tingkat pertumbuhan penduduk di Tahun dapat dilihat pada Tabel 3.3 di atas. Dimana rata-rata pertumbuhan penduduk per 31 Oktober 2012 adalah sebesar 2,03%, ini artinya tahun 2012 penduduk bertambah sekitar jiwa. Pertambahan jumlah penduduk dengan estimasi peningkatan jumlah penduduk di sebesar 2.5 % per tahun dan periode perencanaan selama 5 tahun yang dimulai dari tahun 2013, maka jumlah penduduk akan bertambah dari jiwa di tahun 2012 dan jiwa pada tahun Tabel 2.9 Proyeksi Jumlah Penduduk untuk Lima Tahun Kedepan Di Kabupaten Kapaus Hulu Penduduk PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) Tahun ke --- -> NO Kecamatan Eksisting (jiwa) Putussibau Utara 28,666 29,383 30,117 30,870 31,642 32,433 2 Putussibau Selatan 19,297 19,779 20,274 20,781 21,300 21,833 3 Bika 4,506 4,619 4,734 4,852 4,974 5,098 4 Kalis 14,345 14,704 15,071 15,448 15,834 16,230 5 Mentebah 11,148 11,427 11,712 12,005 12,305 12,613 6 Boyan Tanjung 13,518 13,856 14,202 14,557 14,921 15,294 7 Pengkadan 9,102 9,330 9,563 9,802 10,047 10,298 8 Hulu Gurung 13,806 14,151 14,505 14,868 15,239 15,620 9 Seberuang 11,148 11,427 11,712 12,005 12,305 12, Semitau 8,723 8,941 9,165 9,394 9,629 9, Suhaid 9,289 9,521 9,759 10,003 10,253 10, Selimbau 14,409 14,769 15,138 15,517 15,905 16, Jongkong 11,064 11,341 11,624 11,915 12,213 12, Bunut Hilir 9,197 9,427 9,663 9,904 10,152 10, Bunut Hulu 15,077 15,454 15,840 16,236 16,642 17, Embaloh Hilir 5,850 5,996 6,146 6,300 6,457 6, Embaloh Hulu 5,692 5,834 5,980 6,130 6,283 6, Batang Lupar 5,707 5,850 5,996 6,146 6,299 6, Badau 6,395 6,555 6,719 6,887 7,059 7, Empanang 3,253 3,334 3,418 3,503 3,591 3, Puring Kencana 2,502 2,565 2,629 2,694 2,762 2, Silar Hilir 18,088 18,540 19,004 19,479 19,966 20, Silat Hulu 11,537 11,825 12,121 12,424 12,735 13,053 JUMLAH 252, , , , , ,476 Periode Proyeksi : 5 tahun Pertubuhan Penduduk: 2.5 % (Diisi dari pe Pokja PPSP Hal 27

20 Gambar 2.4 Peta Kepadatan Penduduk Komposisi Penduduk Komposisi penduduk adalah pengelompokkan penduduk berdasarkan kriteria (ukuran) tertentu. Dasar untuk menyusun komposisi penduduk yang umum digunakan adalah jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, agama, tempat tinggal, dan pekerjaan. Pengelompokkan penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang kependudukan A. Komposisi Menurut Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin didasarkan atas jenis laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menggambarkan karakteristik seseorang yang tidak berubah sejak lahir hingga meninggal. Komposisi Pokja PPSP Hal 28

21 jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap tingkat kelahiran. Jika sebagian besar penduduk suatu negara terdiri perempuan usia subur (15-44 tahun), maka tingkat kelahiran akan tinggi. Adapun komposisi penduduk menurut jenis kelamin disajikan dalam Tabel. Di sini terlihat bahwa selama rentang waktu jumlah penduduk laki-laki di senantiasa lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Tabel 2.10 Perkembangan Komposisi Penduduk (keadaan per 31 Oktober 2012) TAHUN JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL Sumber : BPS, Kompilasi data Kecamatan, diolah. B. Komposisi Menurut Pendidikan Komposisi penduduk menurut pendidikan dapat didasarkan pada tingkat atau jenjang pendidikan yang telah ditamatkan, mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA, hingga Perguruan Tinggi. Pengelompokkan penduduk menurut pendidikan ini berguna untuk menentukan besarnya tingkat pendidikan penduduk, atau dikenal dengan istilah angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Pokja PPSP Hal 29

22 Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah, sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah. Tabel 2.11 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012 N o KECAMATAN Tidak Punya Ijazah SD / MI SLTP / MTs Komposisi Menurut Pendidikan SLTA / MA SMK DIPL OMA I/II DIPL OMA III/S AR- MUD DIPL OMA IV / S1 S2, S3 BELU M ADA DATA 1 Putussibau Utara Putussibau Selatan 3 Bika Kalis Mentebah Boyan Tanjung Pengkadan Hulu Gurung Seberuang Semitau Suhaid Selimbau Jongkong Bunut Hilir Bunut Hulu Embaloh Hilir Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Pokja PPSP Hal 30

23 20 Empanang Puring Kencana Silat Hilir Silat Hulu JUMLAH Sumber: BPS, Kompilasi Data Kecamatan,. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa penduduk masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. C. Komposisi Menurut Jenis Pekerjaan Di sektor ini, yang lebih banyak adalah disektor petani Komposisi selengkapnya dapat disimak pada Tabel dibawah ini. Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012) No KECAMATAN Belum / Tidak Bekerja Mengur us Rumah Tangga JENIS PEKERJAAN Pelajar / Mahasis wa PNS TNI Polri Petani 1 Putussibau Utara Putussibau Selatan 3 Bika Kalis Mentebah Boyan Tanjung Pengkadan Hulu Gurung Seberuang Semitau Suhaid Selimbau Jongkong Bunut Hilir Pokja PPSP Hal 31

24 15 Bunut Hulu Embaloh Hilir Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Silat Hilir Silat Hulu JUMLAH Sumber : Kompilasi data kecamatan D. Komposisi Menurut Agama Pengelompokkan di sini didasarkan pada agama yang dianut oleh penduduk, yaitu Islam, Kristen/Katholik, Hindu, dan Budha. Seberapa besar komposisi penduduk menurut agama, dapat disimak pada Tabel Tabel 2.13 Komposisi Penduduk Menurut Agama yang Dianut Di Tahun 2012 (keadaan per 31 Oktober 2012) AGAMA ALIRA NO KECAMATAN KON N. KHATO PROTES HIND BUDH ISLAM G FU KEPE LIK TAN U A CHU RCAY AAN 1 Putussibau Utara Putussibau Selatan Bika Kalis Mentebah Boyan Tanjung Pengkadan Hulu Gurung Pokja PPSP Hal 32

25 9 Seberuang Semitau Suhaid Selimbau Jongkong Bunut Hilir Bunut Hulu Embaloh Hilir Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Silat Hilir Silat Hulu JUMLAH Sumber : Data Pokok 2012,, data kompilasi kecamatan diolah. 2.3 Keuangan dan Perekonomian Daerah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menjadi titik tolak penyelenggaraan otonomi daerah pada kabupaten/kota. Daerah kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang didasarkan pada azas otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta azas tugas pembantuan yang merupakan penugasan daerah untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan. Ini berarti daerah diberikan keleluasaan menjalankan pemerintahan dan pembangunannya secara bertanggung jawab dengan melihat kondisi dan potensi lokalnya. Salah satu pertimbangan yang mendasari perlunya diselenggarakan otonomi daerah adalah peningkatan kemandirian pemerintahan daerah yang mempunyai implikasi langsung terhadap kemampuan keuangan daerah, sumber daya manusia dan sumber daya alam, dalam menjalankan roda pemerintahan dan kelanjutan pembangunan. Pokja PPSP Hal 33

26 Daerah kabupaten/kota adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan karena daerah-daerah tersebut yang lebih mengetahui kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan local accountability pemerintah pusat terhadap rakyatnya. Otonomi daerah yang diwujudkan dalam bentuk desentralisasi, diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: 1. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia dimasing masing daerah. 2. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. Sebagai konsekuensi logis dari desentralisasi tersebut maka akan ada pula pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam usaha penggalian dan penggunaan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dana yang berasal dari pemerintah daerah itu sendiri. Konteks desentralisasi memberikan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan pada peraturan perundang undangan. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pelaksanaan otonomi daerah secara langsung akan berpengaruh terhadap sistem pembiayaan, pengelolaan, dan pengawasan keuangan daerah. Sistem pembiayaan daerah dalam konteks otonomi daerah merupakan aspek yang sangat penting. Daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fiskal (fiscal capacity) agar mampu mencukupi kebutuhan fiskalnya (fiscal need) sehingga tidak mengalami defisit fiskal (fiscal gap). Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah tersebut adalah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pokja PPSP Hal 34

27 Mengacu pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka prinsip desentralisasi fiskal adalah: 1. Desentralisasi fiskal harus memperhatikan dan merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal antara pusat dengan daerah dan antar daerah. 3. Perimbangan keuangan negara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan atas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Sehubungan dengan hal di atas, pengelolaan keuangan daerah yang merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah adalah hal yang sangat penting dalam proses perencanaan suatu daerah secara keseluruhan. Tahapan-tahapan dalam pengelolaan keuangan daerah sangat krusial dalam memulai roda pemerintahan dan pembangunan setiap tahunnya untuk mewujudkan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat dengan lebih baik melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pembangunan. Dalam kurun waktu Tahun 2011 sampai Tahun 2012 yang lalu, pengelolaan keuangan daerah, yang dimulai dari perencanaan, penatausahaan, pelaporan dan pengawasan, telah mengalami perubahan yang sangat mendasar. Ini terkait dengan paket undang-undang keuangan Pokja PPSP Hal 35

28 negara, dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan sampai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dari paket undang-undang keuangan negara tersebut terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Dalam tataran teknispun terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya. Selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2010, proses perencanaan pembangunan daerah yang dijabarkan dalam APBD telah mengalami kemajuan yang cukup berarti setiap tahunnya sekaligus memperlihatkan keberhasilan dari pemekaran wilayah. Ini dapat dilihat dari perkembangan APBD maupun program kegiatan yang dapat dilaksanakan pada periode tahun tersebut. Tabel 2.14 Realisasi Penerimaan Daerah Tahun (Per 31 Desember 2012) NO. JENIS PENERIMAAN REALISASI Pendapatan Daerah , ,87 2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) , ,35 3 a. Pajak Daerah , ,95 Pokja PPSP Hal 36

29 b. Retribusi Daerah , ,20 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yg Sah , , , ,08 3 Dana Perimbangan , ,00 a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak , ,00 b. Dana Alokasi Umum (DAU) , ,00 c. Dana Alokasi Khusus (DAK) , ,00 d. Dana Hasil Sumber Daya Alam ,00 4 Lain-lain Pendapatan Yang Sah , ,50 a. Pendapatan Hibah ,50 b. Bagi Hasil Pajak dari Propinsi , ,00 5 Bantuan Keuangan , ,02 a. Propinsi , ,02 b. Daerah Lainnya Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus , ,00 JUMLAH , ,87 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Asset Daerah Kab. Kapuas Hulu Tabel 2.15 Realisasi Pengeluaran Daerah Tahun (Per 31 Desember 2012) REALISASI NO JENIS PENGELUARAN Belanja Daerah , ,00 2 Belanja Tidak Langsung , ,00 Pokja PPSP Hal 37

30 a. Belanja Pegawai , ,00 b. Belanja Bantuan Sosial , ,00 c. Belanja Bantuan , ,00 Keuangan Kepada Kecamatan / Desa d. Belanja Tidak Terduga , ,00 e. Belanja Hibah , ,00 f. Belanja Bagi Hasil 0 0 Kepada Kecamatan / Desa 3 Belanja Langsung , ,00 a. Belanja Pegawai , ,00 b. Belanja Barang dan , ,00 Jasa c. Belanja Modal , ,00 JUMLAH (2+3) , ,00 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Asset Daerah Kab. Kapuas Hulu Diharapkan pada periode tahun , Derajat Otonomi Fiskal Daerah (DOFD) dapat meningkat setiap tahunnya. Kondisi tersebut akan berimplikasi menurunnya terjadinya ketergantungan yang tinggi terhadap dana dari pusat baik berupa DAU, DAK maupun dana bagi hasil dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Laju penambahan PAD tidak sebanding dengan laju penambahan dana transfer dari pusat berupa DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil yang digunakan untuk membiayai sisi pengeluaran pada APBD. Diharapkan pada tahun peran PAD dalam membiaya sisi pengeluaran pada APBD semakin besar, sedangkan peran dana perimbangan dalam pengeluaran APBD semakin mengecil. 2.4 Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah pada saat kami melakukan penulisan Buku Putih ini, dokumen tersebut sedang dalam proses Pokja PPSP Hal 38

31 direvisi. Hal ini dilakukan dalam rangka penyesuaian sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Penataan Ruang dan aturan turunannya. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rangka mewujudkan tertib tata ruang, maka perlu dilakukan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam konteks pengendalian pemanfaatan ruang Kabupaten Kapuas Hulu, arahan pengendalian pemanfaatan ruang diarahkan pada kawasankawasan yang direncanakan akan menghasilkan perkembangan perubahan lahan yang cukup tinggi. Kawasan tersebut antara lain meliputi kawasan perkotaan Putussibau, kawasan pengembangan kegiatan pertanian, dan perkebunan serta kawasan-kawasan strategis kabupaten. Selain itu juga perlu juga dikendalikan pemanfaatan ruang di sekitar objek-objek vital seperti Kawasan Bandar Udara, Pembangkit Listrik, Depot BBM, sumber mata air, dan objek vital lainnya. Pembahasan selanjutnya akan memaparkan arahan pengendalian dan ketentuan zonasi yang bersifat normatif sebagai landasan penyusunan aturan zonasi pada rencana tata ruang yang lebih rinci. Bahwa untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi daratan, udara, dan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya yang merupakan satu kesatuan perlu dikelola secara terpadu antara sektor, daerah dan masyarakat, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah. Disatu sisi sebagai Kawasan Perbatasan Negara merupakan kawasan tstrategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan negara selain merupakan kawasan yang berfungsi bagi pertahanan kedaulatan negara, berfungsi pula sebagai sarana perwujudan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sejahtera, dan sekaligus menjaga kelangsungan fungsi perlindungan dan konservasi hutan tropis dunia sehingga Pokja PPSP Hal 39

32 sebagai Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan yang memerlukan prioritas dalam percepatan pembangunan. Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah mencakup : A. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Kapuas Hulu; 1. Tujuan Penataan Ruang Penataan ruang Daerah bertujuan untuk Mewujudkan Kabupaten Kapuas Hulu di Beranda Depan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman, nyaman, produktif melalui pengembangan ekowisata yang harmonis dengan agropolitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan daerah tertinggal dengan pola pembangunan berkelanjutan yang berwawasan konservasi. 2. Kebijakan Penataan Ruang Kebijakan penataan ruang Kabupaten, terdiri atas: a. pelestarian kawasan hutan dan keanekaragaman hayati; b. pengembangan ekowisata; c. pengembangan agropolitan; d. pengembangan energi dan sumberdaya mineral; e. pengentasan kemiskinan, dan pembangunan daerah tertinggal; f. pengembangan kawasan perbatasan; g. pengembangan infrastruktur; dan h. penanganan kawasan rawan bencana; i. peningkatan fungsi ketahanan dan keamanan negara. 3. Strategi Penataan Ruang (1) Strategi pelestarian kawasan hutan dan keanekaragaman hayati, terdiri atas: a. mempertahankan luas kawasan hutan dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan hutan; b. mempertahankan ekosistem yang memberikan jasa lingkungan dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan hutan; Pokja PPSP Hal 40

33 c. merehabilitasi kawasan yang mengalami degradasi (penurunan) dan melestarikan keanekaragaman hayati; d. mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem kawasan hutan produksi; e. menata kembali kampung yang berada di dalam kawasan hutan; f. mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan; g. menetapkan koridor penghubung Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun; h. menyusun rencana pengelolaan koridor yang partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; i. mengembangkan infrastruktur yang memperhatikan fungsi ekologi. (2) Strategi pengembangan instrumen ekonomi berbasis ekosistem, terdiri atas: a. membangun pemahaman bersama tentang instrumen ekonomi berbasis ekosistem kepada seluruh stake holder; b. membangun skema-skema insentif jasa lingkungan; c. mengembangkan kegiatan ekowisata; d. mengembangkan objek daerah tujuan wisata (ODTW) yang bersinergi dengan sektor-sektor lainnya; e. membangun sistem informasi penataan ruang terpadu. (3) Strategi Pengembangan agropolitan, terdiri atas: a. mengembangkan kawasan peruntukkan pertanian, perkebunan, perikanan yang berkelanjutan dengan menerapkan best management practice (praktik manajemen terbaik) di masingmasing sektor; b. mengembangkan kegiatan industri pengolahan, perdagangan, dan jasa; c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan agropolitan. (4) Strategi pengembangan energi dan sumberdaya mineral, terdiri atas: a. mengembangkan kawasan peruntukkan pertambangan dan sumber energi terbarukan; Pokja PPSP Hal 41

34 b. mengembangkan kegiatan industri pengolahan; c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pertambangan; d. mengembangkan energi terbarukan menjadi sumber energi listrik. (5) Strategi pengentasan kemiskinan, dan pembangunan daerah tertinggal, terdiri atas: a. meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dan kesehatan masyarakat serta pelayanan dasar lainnya; b. mengembangkan akses pasar dan pembiayaan ekonomi mikro; c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pembangunan daerah tertinggal. (6) Strategi pengembangan kawasan perbatasan, terdiri atas: a. pengembangan potensi perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan. b. meningkatkan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum guna mengatasi permasalahan illegal logging (pembalakan liar) dan perdagangan ilegal. c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pembangunan kawasan perbatasan. (7) Strategi Pengembangan infrastruktur, terdiri atas: a. mengembangkan sistem transportasi terpadu yang terdiri dari; darat, air dan udara, untuk meningkatkan aksesibilitas eksternal dan internal wilayah guna mendukung ekowisata dan agropolitan; b. meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana wilayah berupa sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya air, dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan hingga wilayah perbatasan; c. meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana wilayah berupa sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya air, dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan hingga ke terpencil di wilayah perbatasan; Pokja PPSP Hal 42

35 d. mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya, batubara, dan tenaga air untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan; e. mengembangkan jaringan air bersih, drainase, air limbah dan pengelolaan sampah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (8) Strategi Penanganan kawasan rawan bencana, terdiri atas: a. mengidentifikasi kawasan rawan bencana; b. mengembangkan sistem penanganan dan mitigasi bencana. (9) Strategi Peningkatan fungsi ketahanan dan keamanan negara: a. menyiapkan ruang untuk mendukung program/kegiatan ketahanan dan keamanan Negara; b. menyiapkan infrastruktur guna mendukung program/kegiatan ketahanan dan keamanan negara di wilayah perbatasan. B. rencana struktur dan pola ruang wilayah ; 1. Rencana struktur ruang wilayah meliputi : a. pusat-pusat kegiatan Pusat-pusat kegiatan yang terdapat di sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. PKSN; b. PKW; c. PKL; d. PPK; dan e. PPL. b. sistem jaringan prasarana utama Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, terdiri atas : a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi perkeretaapian; c. sistem jaringan transportasi udara. c. sistem jaringan prasarana lainnya. Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. sistem jaringan energi; Pokja PPSP Hal 43

36 b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumberdaya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan. 2. Rencana Pola Ruang Wilayah meliputi : a. Rencana kawasan lindung. Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terdiri atas : 1. kawasan hutan lindung; 2. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; 3. kawasan perlindungan setempat; 4. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; 5. kawasan rawan bencana alam; dan 6. kawasan lindung lainnya. b. Kawasan budidaya. Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terdiri atas : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; dan h. kawasan peruntukan lainnya. c. Penetapan kawasan strategis. Kawasan strategis yang terdapat di, terdiri atas : a. Kawasan Strategis Nasional; b. Kawasan Strategis Provinsi; dan c. Kawasan Strategis Kabupaten. Pokja PPSP Hal 44

37 d. Arahan pemanfaatan ruang wilayah ; 1. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang. 2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya. 3. Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. 1. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. 2. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Pokja PPSP Hal 45

38 Gambar 2.5 Rencana pola ruang Kabupaten/Kota Gambar 2.6 Rencana pusat layanan Kabupaten/Kota Pokja PPSP Hal 46

39 NO. KECAMATAN Tabel 2.16 Data Lokasi Rawan Bencana Alam Di Tahun 2012 (keadaan per 31 oktober 2012) BAN JIR KEB AKA RAN KAR AM PER AHU JENIS BENCANA TENG ELAM KECE LAKA AN SPEE D BOAR D TAN AH LON GSO R 1 Putussibau Utara Putussibau Selatan - 3 Bika - 4 Kalis Mentebah Boyan Tanjung Pengakadan Hulu Gurung Seberuang Semitau Suhaid Selimbau - 13 Jongkong - 14 Bunut Hilir Bunut Hulu Embaloh Hilir Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Silat Hilir Silat Hulu Sumber : Data Pokok Kab. Kapuas Hulu 2011 WAB AH PENY AKIT Pokja PPSP Hal 47

40 Gambar 2.7 Peta Daerah Rawan Bencana Banjir Di 2.5 Sosial dan Budaya Gambaran Umum Di ada dua kelompok suku terbesar, yakni Dayak dan Melayu. Kedua suku ini memiliki karakteristik masing-masing. Suku Dayak adalah kelompok terbesar, dimana terdapat puluhan kelompok Dayak dengan bahasa, budaya, dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Di antaranya Suku Dayak Pukat, Kantu, Tamambaloh, Taman, dan Iban. Kehidupan dan budaya Dayak sebagai masyarakat pribumi di Kabupaten Kapuas Hulu sangat unik dan menarik. Rumah Panjang (betang) adalah rumah artistik bagi mayoritas masyarakat Dayak yang memiliki keunikan tersendiri. Suku Dayak mayoritas mendiami kawasan pegunungan dengan aktivitas pokok mereka adalah bekerja di sektor pertanian dengan Pokja PPSP Hal 48

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DAN

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN HULU KAPUAS DAN KECAMATAN DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Kalimantan Barat Propinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota di mana dari 12 kabupaten tersebut, 5 diantaranya berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

Kab. Kapuas Hulu 1 Paket Rp ,00 APBD 2013 Januari 2013 Seleksi Umum

Kab. Kapuas Hulu 1 Paket Rp ,00 APBD 2013 Januari 2013 Seleksi Umum Lampiran I : DAFTAR LAMPIRAN PAKET - PAKET PROYEK YANG AKAN DILELANG PADA TAHUN 2013 RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN ANGGARAN 2013 Berdasarkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KABUPATEN KAPUAS HULU KABUPATEN KAPUAS HULU

KABUPATEN KAPUAS HULU KABUPATEN KAPUAS HULU HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Angka Sementara KABUPATEN KAPUAS HULU BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KAPUAS HULU Sekapur Siiriih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Kab. Kapuas Hulu 1 Paket Rp ,00 APBD 2013 Januari 2013 Seleksi Umum

Kab. Kapuas Hulu 1 Paket Rp ,00 APBD 2013 Januari 2013 Seleksi Umum Lampiran I : DAFTAR LAMPIRAN PAKET - PAKET PROYEK YANG AKAN DILELANG PADA TAHUN 2013 RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN ANGGARAN 2013 Berdasarkan

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA BIDANG SUMBER DAYA AIR DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2011

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA BIDANG SUMBER DAYA AIR DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2011 RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA BIDANG SUMBER DAYA AIR DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2011 NAMA DAN LOKASI KEGIATAN PERKIRAAN BIAYA SUMBER DANA KEGIATAN/PAKET PEKERJAAN VOLUME

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Melalui Pemerataan Infrastruktur Dasar Dan Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Melalui Pemerataan Infrastruktur Dasar Dan Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN SINTANG Peningkatan Kesejahteraan Sosial Melalui Pemerataan Infrastruktur Dasar Dan Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data 42 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah diolah dan diterbitkan oleh lembaga yang berkaitan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BUPATI KAPUAS HULU A. M. NASIR

KATA PENGANTAR BUPATI KAPUAS HULU A. M. NASIR KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya kegiatan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2011 2015

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN Johny Montolalu Joorie M. Ruru RINGKASAN Undang-undang Nomor 33

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN Bab 1 ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tahap ke 4 dari 6 (enam) tahapan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Setelah penyelesaian dokumen

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINTANG Peningkatan Ekonomi Kerakyatan Melalui Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur Dasar, Sumber Daya Manusia Dan Tata Kelola Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci