BAB II KAJIAN TEORI. yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang sangat kreatif.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang sangat kreatif."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Bahasa Pada manusia bahasa ditandai oleh adanya daya cipta yang tidak pernah habis dan adanya sebuah aturan. Daya cipta yang tidak pernah habis ialah suatu kemampuan individu untuk menciptakan sejumlah kalimat bermakna yang tidak pernah berhenti dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas, yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang sangat kreatif. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa merupakan alat yang digunakan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama. Bahasa digunakan untuk menjalin suau hubungan antara manusia satu dengan lain sebagai alat komunikasi (Kridalaksana, 1993: 1) yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem bunyi arbiter yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Manusia akan berkomunikasi dengan komunitas melaui bahasa. Bahasa dapat digunakan untuk individu maupun kelompok dalam melakukan sebuah pekerjaan. Dalam hal ini bahasa dipergunakan oleh setiap manusia untuk beraktifitas setiap hari. Bahasa sebagai alat komunikasi yang terbukti penting dalam kehidupan. Karena sifatnya yang penting, beberapa ahli mencoba untuk mendefinisikan pengertian dari bahasa. Bahasa merupakan komunikasi yang paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang dipergunakan untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri serta bahasa mempunyai sifat pengganti, individual, kooperatif dan sebagai alat komunikasi. 10

2 Kata Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil, yaitu kesatuan terkecil yang dapat diucapkan. Kata termasuk satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata. Kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan panca indra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Hal senada juga dikatakan oleh Djajasudarma (2009: 36) kata adalah kesatuan unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri dan bersifat terbuka. Kata merupakan tataran penting dalam berbahasa baik secara tulis maupun lisan dan bentuk bebas yang terkecil dari bahasa yang mempunyai arti dan dapat muncul tersendiri dalam berbagai posisi dalam kalimat. Sebuah kata akan dapat mempengaruhi makna penyampaian sehingga pemilihan kata dalam berbahasa sangat penting baik bahasa kata tulis maupun lisan. 2.3 Hakikat Semantik Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara. Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi, serta perilaku manusia atau kelompok (Kridalaksana, 1993: 199). Makna kata merupakan bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Berbagai jenis makna kata dikaji dalam ilmu semantik. Pendapat lain menyatakan, semantik semula berasal dari bahasa Yunani yang mengandung makna signify atau memaknai. Semantik mengandung

3 12 pengertian studi tentang makna. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, dan komponen makna menduduki tingkat terakhir (Aminuddin, 2003: 15). Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer (2009: 60) yang menyatakan bahwa dalam semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal-hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada di luar bahasa. Makna dari sebuah kata, ungkapan atau wacana ditentukan oleh konteks yang ada. Chaer (2009: 7) mengatakan beberapa jenis semantik yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu, maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Semantik merupakan bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan suatu makna ungkapan dan juga dengan struktur makna. Semantik dibagi menjadi empat, yaitu semantik leksikal, semantik gramatikal, semantik sintaksikal dan semantik maksud (Chaer, 2009: 7-12). 1) Semantik leksikal mempelajari makna yang ada pada leksem atau kata dari sebuah bahasa oleh karena itu, makna-makna yang terdapat pada leksemleksem itu disebut makna leksikal.

4 13 2) Semantik gramatikal mempelajari makna-makna gramatikal dari tataran morfem, kata, frasa, klausa dan kalimat. 3) Semantik sintaktikal mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan sintaksis. 4) Semantik maksud mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa seperti metafora, ironi, litotes, dan lain-lain. Dalam penelitian disfemia ini termasuk dalam kategori semantik gramatikal karena mempelajari dan mencari makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata atau frase di dalam sebuah kalimat. Objek dalam kajian semantik adalah makna. Makna sebagai sebuah maksud pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi serta perilaku manusia atau kelompok masyarakat menurut (Kridalaksana, 1993: 193). Selain untuk memahami makna atau arti dari unsur sebuah bahasa, kajian semantik juga menganalisis tentang maksud dari sebuah tindak ujar. Berbicara seseorang mengkomunikasikan sesuatu kepada pendengar, pembicara bermaksud agar pendengar mengenali maksud pembicara dalam mengkomunikasikan sesuatu itu, apabila ucapanya berhasil membuat pendengar memahami maksudnya, dikatakan pembicara berhasil menimbulkan efek yang dimaksudnya. Pendengar dikatakan mengerti apa yang dikatakan pembicara apabila dia mengetahui maksud pembicara dengan ucapannya itu. Semantik ialah ilmu cabang linguistik yang mengkaji mengenai makna suatu bahasa yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan berkomunikasi sesama manusia baik lisan maupun tulis untuk mempermudah makna komunikasi bahasa yang ingin disampaikan.

5 Pengertian Makna Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari batasan pengertian itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2003: 53). Kata makna dalam penggunaannya sering disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, pikiran, konsep, pesan, pernyataan maksud, informasi, dan isi (Suwandi, 2008: 43). Makna adalah konsep abstrak pengalaman manusia, tetapi bukanlah pengalaman orang per orang. Makna bersifat umum dan tidak tertentu (Wijana, 2008: 13). Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna merupakan sesuatu yang ada atau terkandung dalam sebuah ujaran yang bersifat umum yang digunakan oleh para pemakai bahasa dalam berkomunikasi baik secara tulis maupun lisan. 2.5 Aspek-aspek Makna Aspek makna jika dilihat dari segi terujarnya kata-kata dari pembicara kepada pendengar dibagi menjadi empat jenis, yaitu pengertian, nilai rasa, nada, dan maksud Pengertian Pengertian disebut juga tema (Pateda, 2001: 91). Ketika orang berbicara, ia menggunakan kata-kata atau kalimat yang mendukung ide atau pesan yang ia maksud. Sebaliknya, kalau kita mendengar kawan bicara kita, maka kita akan mendengar kata-kata yang mengandung ide atau pesan seperti yang dimaksudkan

6 15 oleh kawan bicara kita. Pengertian dapat dicapai apabila antara pembicara dan kawan bicara, antara penulis dan pembaca terdapat kesamaan bahasa. misalnya kalau kita ingin memberitahukan tentang cuaca, katakanlah hari ini hujan, maka yang pertama-tama harus ada, yakni pendengar mempunyai pengertian tentang satuan-satuan hari ini, dan hujan. Apabila pembicara dan pendengar mempunyai kesamaan pengertian mengenai satuan-satuan ini, maka pendengar mengerti apa yang ingin disampaikan Nilai Rasa Dalam kehidupan sehari-hari kita berhubungan dengan rasa dan perasaan. Contohnya, ketika kita dingin, jengkel, terharu, gembira, dan untuk menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan aspek perasaan tersebut, kita menggunakan kata-kata yang sesuai (Pateda, 2001: 94). Nilai rasa adalah perasaan yang dirasakan setiap manusia, baik jengkel, terharu, gembira, dan lain sebagainya. Misalkan saja, seseorang berkata, marilah kita bergembira atas meninggalnya bapak ini!. Ungkapan tersebut tidak mungkin akan digunakan karena dirasa tidak wajar dan tidak sesuai dengan perasaan penuturnya. Dalam mengungkapkan perasaan, menggunakan kata-kata yang maknanya sesuai dengan perasaan yang hendak disampaikan. Contohnya saja kata bodoh diucapkan pada orang yang sopan dan tidak bersalah, pasti telinga orang yang mendengar kata itu akan merah; ia marah. Kata bodoh dianggap mempunyai makna yang bernilai rasa buruk Nada Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Aspek makna yang berhubungan dengan nada banyak dinyatakan oleh hubungan antara

7 16 pembicara dengan pendengar, antara penulis dan pembaca. Yang dimaksud yakni, pembicara telah mengenal pendengar. Hubungan antara pembicara dan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan (Menurut Shipley, dalam Pateda, 2001: 94). Nada suara turut menentukan makna kata yang digunakan. Ambillah kata pulang. Kalau seseorang berkata, Pulang! kata ini menandakan bahwa pembicara jengkel atau dalam suasana tidak ramah. Kalau orang berkata, Pulang? itu menandakan bahwa pembicara menyindir. Itu sebabnya makna kata dapat dilihat dari nada yang menyertainya Maksud Aspek makna maksud (intention) merupakan maksud, senang tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan (Shipley dalam Pateda, 2001: 95). Biasanya kalau kita mengatakan sesuatu memang ada maksud yang kita inginkan. Apakah kata itu bersifat deklaratif, imperatif, naratif, pedagogis, persuasif, rekreatif atau politis, semuanya mengandung maksud tertentu. Kalau seseorang berkata Hei akan hujan, pembicara itu mengingatkan pendengar: (1) cepat-cepat pergi; (2) bawa payung; (3) tunda dulu keberangkatan, dan masih ada lagi kemungkinan maksud yang tersirat. 2.6 Pengertian Disfemia Berdasarkan makna yang dikandung, pemakaian bahasa di dalam masyarakat dapat dikategorikan menjadi tiga; yaitu disfemisme (pengasaran), netral (biasa), dan eufemisme (penghalusan). Disfemisme berasal dari bahasa Yunani dys atau dus (bad, abnormal, difficult= bahasa Inggris) yang berarti buruk, adalah kebalikan dari eufemisme, lebih lanjut berarti menggunakan kata-kata yang bermakna kasar atau

8 17 mengungkapkan sesuatu yang bukan sebenarnya. Sesuai dengan pendapat Chaer (2009: 144) menyatakan bahwa disfemia adalah usaha untuk mengganti kata yang bermakna halus atau biasa dengan kata yang bermakna kasar. Disfemia merupakan suatu ungkapan dengan konotasi kasar, tidak sopan, atau menyakitkan hati mengenai sesuatu atau seseorang atau keduanya, dan merupakan pengganti untuk ungkapan netral (biasa) atau eufemisme karena alasan-alasan tertentu. Disfemia menjadikan sesuatu terdengar lebih buruk atau lebih jelek. Disfemia merupakan suatu pernyataan yang berfungsi menjadikan sesuatu terdengar lebih buruk atau lebih serius daripada kenyataannya dan kebalikan dari eufemisme. Makna kasar merupakan maksud atau arti suatu kata yang memiliki nilai rasa kasar tidak menyenangkan dan dapat menyinggung atau menimbulkan reaksi tidak mengenakkan lawan tutur atau mitra tutur. Selaras dengan pengertian di atas Sudjiman (2009: 21) menyatakan pengertian disfemia adalah ungkapan kasar (pengasaran) sebagai pengganti ungkapan halus atau yang tidak menyinggung perasaan. Disfemia dipakai karena berbagai alasan, disfemia biasanya digunakan untuk menunjukkan kejengkelan atau dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah disfemia dipakai karena berbagai alasan. Disfemia biasanya digunakan untuk usaha mengasarkan sengaja dilakukan agar mencapai efek pembicaraan menjadi tegas (Chaer, 2009: 315). Hal senada juga diungkapkan (Masri, 2001: 62) bahwa disfemia atau bentuk pengasaran biasanya dipakai untuk menghujat atau menegaskan makna, lebih lanjut dikatakan bahwa pemakaian disfemia selain memiliki nilai rasa kasar juga untuk menguatkan makna dalam konteks tertentu. Bentuk gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapanungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan

9 18 yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Berdasarkan definisi yang diberikan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa disfemia merupakan cara mengungkapkan pikiran dan fakta melalui katakata atau ungkapan-ungkapan yang bermakna keras, kasar, tidak ramah atau berkonotasi tidak sopan karena alasan-alasan tertentu (misalnya untuk melepaskan kekesalan hati, kemarahan, kekecewaan, frustasi, dan rasa benci atau tidak suka), juga untuk menggantikan kata atau ungkapan yang maknanya halus, biasa atau yang tidak menyinggung perasaan. Dituliskan sebelumnya bahwa disfemia merupakan kebalikan dari eufemisme. Kata eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang berarti menggunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik. Sebagai gaya bahasa, eufemisme berupa ungkapanungkapan yang halus yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapanungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan (Keraf, 2002: 132). Pemakaian disfemia dapat menyebabkan suatu kata, frase, atau klausa memiliki makna yang berbeda dari sesungguhnya. Pemakaian disfemia dapat diketahui dari konteks peristiwa atau kalimat yang melatarbelakanginya. 2.7 Penggunaan Disfemia Disfemia digunakan biasanya untuk menunjukkan kejengkelan atau dilakukan orang pada situasi yang tidak ramah serta menarik perhatian orang lain. Misalnya, kata disinggahi adalah kata biasa yang bersifat lugas, lalu diganti dalam

10 19 disfemia dengan kata disanggong seperti dalam kalimat bukan hanya kantor yang disanggong aparat, ternyata sejumlah studio foto tempat saya mencuci dan mencetak telah juga dijaga petugas. Selain itu, disfemia menjadikan sesuatu terdengar lebih buruk atau lebih jelek (Chaer, 2009: 145). Disfemisme juga digunakan untuk lebih memberikan tekanan, tetapi tanpa terasa kekerasannya (Chaer, 2009: 146). Misalnya kata menggondol yang biasa dipakai untuk binatang, seperti pada anjing menggondol tulang. Namun demikian, kata menggondol juga dipakai dalam kalimat korban merugi sekitar 600 ribu karena empat buah tabung gas miliknya telah raib digondol maling. Kata digondol tidak tepat dipakai dalam konteks kalimat di atas sebab kata tersebut merupakan penggunaan disfemiayang hanya dipakai untuk hewan. Chaer (2009: 315) menambahkan lagi, Usaha untuk mengasarkan atau disfemisme sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi tegas. Misalnya kata merusak diganti dengan kata membobol, kata diambil maling diganti dengan kata digondol maling, kata diguncang isu diganti dengan kata digoyang isu. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa disfemia digunakan di tengah masyarakat karena alasan-alasan tertentu, seperti menarik perhatian para pembaca, untuk mencapai efek pembicaraan menjadi tegas atau untuk menguatkan makna. Selain itu, disfemia juga digunakan untuk mengungkapkan kemarahan, seperti melepaskan kekesalah hati, kekecewaan, frustasi, dan rasa benci atau tidak suka. 2.8 Bentuk Kata Disfemia Bentuk kata disfemia merupakan bentuk-bentuk yang mengandung arti baik arti leksikal maupun gramatikal (Kridalaksana, 2001: 114). Leksikal merupakan kata

11 20 sifat (adjektif) dari kata leksikon. Leksikon berpadanan dengan perbendaharaan kata dan kosa kata; sedangkan leksem dapat dipersamakan dengan kata. Kesatuan dari leksikon disebut leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna leksem ketika leksem tersebut berdiri sendiri, baik dalam bentuk dasar maupun bentuk derivasi dan maknanya kurang lebih tetap seperti yang terdapat dalam kamus. Makna leksikal mengacu pada makna lambang kebahasaan yang masih bersifat dasar, belum mengalami konotasi dan hubungan gramatikal. Ia bersifat leksem atau makna yang sesuai dengan referensinya. Misalnya kata tikus dalam kalimat banyak tanaman padi diserang tikus (tikus mengacu pada binatang). Makna leksikal suatu leksem terdapat dalam leksem yang berdiri sendiri. Dikatakan demikian (berdiri sendiri) sebab makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut berada dalam kalimat. Dengan demikian, ada leksemleksem yang tidak memiliki makna leksikal. Kata-kata seperti dan, dengan, jika, yang dapat digolongkan sebagai form words tidak mempunyai makna leksikal. Makna gramatikal menunjuk pada hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam frasa atau klausa. Makna gramatikal biasa dipertentangkan dengan makna leksikal, jika makna leksikal mengacu pada makna kata atau leksem yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal merupakan makna yang muncul sebagai hasil proses gramatika. Misal, kata presiden dibubuhi konfiks kean menjadi kepresidenan yang menyatakan makna tempat (kepresidenan tempat presiden, kedutaan, tempat duta ). Sebenarnya konfiks ke-an dan juga semua afiks lainnya tidak mempunyai arti, sebuah afiks baru mempunyai kemungkinan makna gramatikal jika sudah

12 21 berproses dengan sebuah kata. Perwujudan makna gramatikal antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak sama. Setiap bahasa mempunyai alat atau sarana gramatikal sendiri untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal itu. Di dalam perilaku bahasa, seseorang belumlah cukup jika hanya mengetahui atau memahami makna kata sebagai makna leksikal, tetapi juga dituntut untuk dapat memahami makna gramatikal. Untuk itulah kemampuan aspek gramatika sangat menentukan keberhasilan komunikasi. Bentuk pemakaian disfemia berupa kata menurut (Chaer, 2009: ). Kata dibagi menjadi empat yaitu kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang dan kata majemuk (Keraf, 2002: 44). Kata dasar merupakan satuan bahasa yang belum mendapat imbuhan, kata berimbuhan merupakan kata yang sudah mendapat imbuhan perfiks, infiks dan konfiks. Kata ulang merupakan kata yang terjadi sebagai akibat reduplikasi. Kata majemuk merupakan gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola morfologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah yang bersangkutan disfemia Kata Dasar Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Kata dasar biasanya terdiri atas morfem dasar, misalnya pada kata kebun, anak, bawa, merah, pada, dari, dan sebagainya. Bentuk kata ini dapat diturunkan menjadi kata jadian atau kata turunan yang berupa kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar berbeda dengan bentuk dasar. Bentuk dasar adalah bentuk yang dijadikan landasan untuk tahap pembentukan kata berikutnya (Keraf, 2002: 121). Misalnya kata mempelajari. Pada awalnya kata dasar pelajar yang sekaligus menjadi bentuk dasar, diberi sufiks i sehingga menurunkan bentuk pelajari.

13 22 Selanjutnya, bentuk dasar pelajari (bukan kata dasar lagi) diimbuhkan prefiks mem- sehingga terbentuk kata mempelajari. Kata dasar ialah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 2001:49). Kata berpakaian, misalnya terbentuk dari bentuk dasar pakaian dengan afiks ber-, selanjutnya kata pakaian terbentuk dari bentuk dasar pakai de gan afiks-an. Kata dasar ini belum mendapatkan tambahan-tambahan kata sehingga kata yang ditampilkan atau dimunculkan akan lebih mudah dimengerti dalam pemahaman kata dasar itu sendiri Kata Berimbuhan Kata berimbuhan adalah kata yang sudah berubah bentuk. Perubahan bentuk ini disebabkan adanya imbuhan. Imbuhan ini ada yang terdapat diawal atau disebut prefiks atau awalan, di tengah disebut infiks atau sisipan, dan diakhir yang disebut sufiks atau akhiran kata (Ramlan, 2001:52). Perubahan kata dapat juga dikarenakan adanya awalan dan akhiran. Contohnya, kata turunan dipastikan. Kata dasar dipastikan adalah pasti dan diberi imbuhan di- kan. Contoh awalan adalah me-, di-, ke-, se-, dan per. Jika kata dasarnya adalah sapu dapat menjadi kata turunan menyapu. Jika kata dasarnya sapu, maka dapat menjadi kata turunan disapu. Contoh sisipan adalah kata menyapu, contoh akhiran adalah an, contoh kata turuan berimbuhan ini adalah mainan, kata dasar mainan adalan main dan mendapat akhiran -an. Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks ada satuan, baik satuian itu berupa tunggal maupun bentun kompleks, untuk membentuk kata. (Ramlan, 2001:54).

14 Kata Ulang Kata reduplikasi disebut juga bentuk ulang. Proses pengulangan ialah satuan gramtik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan, 2001:64) Bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung (Ramlan, 2001:65). Kata penggulangan ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam dalam penggunaan berbahasa baik secara lisan maupun tulis. Hal ini sebagai wujud sebagian kata atau seluruh bentuk kata dasar yang ada dalam satu kata sebenarnya Kata Majemuk (Kompositum) Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan arti. Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan pokok kata sebagai unsurnya (Ramlan, 2001:77). Masing-masing kata yang membentuk kata majemuk sebenarnya mempunyai makna sendirisendiri. Tetapi setelah kata tersebut bersatu, maka akan terbentuk kata baru yang maknanya berbeda dengan kata sebelumnya. Misalnya pada kata orang tua, saputangan, dan matahari. Dalam bahasa indonesia akan didapati gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru. Kemungkinan pertama satuan itu merupakan suatu klausa, ialah satuan gramatik yang terdiri dari predikat baik disertai subyek, obyek, pelengkap dan keterangan ataupun tidak. Kemudian yang kedua sebagai

15 24 farase ang termasuk tipe konstruksi ialah frase yang terdiri dari unsur yang tidak setara (Ramlan, 2001:77). 2.9 Nilai Rasa Disfemia Nilai rasa dalam bahasa Indonesia secara garis besar dibagi menjadi dua (Tarigan, 2001: 60), yaitu konotasi baik dan konotasi tidak baik Konotasi baik merupakan nilai rasa yang memberikan atau menonjolkan perasaan-perasaan dalam bentuk kata yang sopan dan tidak menyinggung perasaan. Dalam konotasi baik terdapat konotasi tinggi dan konotasi ramah (Tarigan, 2001:60). a) Konotasi tinggi yaitu suatu nilai rasa yang terasa atau terdengar indah dan anggun, misalnya kata-kata sastra dan kata-kata klasik. Kata-kata asing pada umumnya menimbulkan anggapan rasa segan: terutama bila orang kurang atau sama sekali tidak memahami maknanya lantas memperoleh nilai rasa tinggi, misalnya kata bahtera menggantikan kata perahu. b) Konotasi ramah yaitu nilai rasa pada suatu kata atau ungkapan yang secara akrab, saling merasakan satu sama lain, ramah tanpa ada rasa canggung dalam pergaulan, misalnya kata akur menggantikan rujuk, kata besuk menggantikan kata menjenguk Konotasi tidak baik merupakan nilai rasa yang memberikan atau menonjolkan perasaan-perasaan yang menggelilingi atau emosi-emosi yang dirtimbulkan oleh setiap kata dengan bertujuan menyinggung peasaan oranglain. Dalam konotasi tidak baik terdapat konotasi berbahaya,

16 25 konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak, konotasi buruk dan konotasi kasar (Tarigan, 2001:60). a) Konotasi berbahaya yaitu suatu nilai rasa pada sebuah kata atau pernyataan yang mengandung mara bahaya atau tabu bila diucapkan pada saat-saat tertentu, misalnya kata ular diganti dengan kata tali b) Konotasi tidak pantas yaitu nilai rasa yang mengandung perasaan jorok, jijik, si pembaca akan mendapat malu dan dicela oleh masyarakat, misalnya kata mencret yang bentuk halusnya diare, tahi yang bahasa halusnya tinja. c) Konotasi tidak enak yaitu nilai rasa yang terkandung dalam sebuah kata atau ungkapan yang terasa atau terdengar tidak mengenakkan yang biasanya dipakai dalam hubungan komunikasi yang tidak atau kurang baik, misalnya kata gelandangan yang bentuk halusnya tunawisma, kata keluyuran yang bentuk halusnya begadang. d) Konotasi buruk, konotasi ini hampir sama dengan konotasi tidak enak, yaitu ungkapan yang terasa tidak enak, mengandung nilai rasa brutal, misalnya istilah kekacauan, bentrokan yang bentuk halusnya peristiwa yang tidak diinginkan. e) Konotasi kasar yaitu nilai rasa pada sebuah kata atau ungkapan yang secara kasar sehingga dapat menyinggung perasaan lawan tutur. Katakata yang dipakai oleh rakyat jelata adakalanya terasa kasar, biasanya kata-kata yang berniali rasa kasar berasal dari suatu dialek, misalnya lu, kamu, mampus, mati. Konotasi kasar yaitu nilai rasa yang terkandung pada sebuah kata atau ungkapan yang digunakan untuk melebih-lebihkan suatu

17 26 tindakan, misalnya jurang kemati an yang bentuk halusnya kematian, lembah kemelaratan yang bentuk halusnya kemiskinan Pembagian ragam atau macam nilai rasa yang diungkapkan Tarigan di atas belum bersifat definitif, antara ragam yang satu dengan ragam yang lain mungkin atau bisa saja tumpang tindih, berimpit. Suatu bentuk gramatik mungkin saja bernilai rasa lebih dari satu. Masri (2001: 71) menggungkapkan istilah makna emotif untuk menganalisis mengenai nilai rasa. Makna emotif merupakan makna yang timbul akibat adanya reaksi pembaca atau rangsangan pembicara mengenai penilaian terhadap apa yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak dari pendengar atau dengan kata lain, kata kerbau mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang mendengarnya merasa tersinggung, perasaannya tidak enak, tidak heran orang yang mendengar kata itu akan mengambil sikap melawan. Nilai rasa dapat bersifat positif (baik, sopan, hormat dan sakral) dan dapat pula bersifat negatif (kasar, jelek, tidak sopan dan porno) (Djajasudarma, 2009: 9-11). Pemakaian disfemia dalam konteks ini adalah upaya penggunaan kata atau frase yang bernilai kasar atau negatif. Nilai rasa pemakaian disfemisme dalam suatu surat kabar menunjukkan kecenderungan konotasi berbahaya, konotasi tidak enak, konotasi buruk, konotasi tidak pantas, dan konotasi kasar. Muatan nilai rasa terdapat dalam pemakaian disfemia di bawah ini. 1) Konotasi tidak enak Contoh: Tendangan Totennam semakin mandul, terlihat dalam pertandingan.

18 27 Pada kalimat di atas, kata mandul dipakai untuk menggantikan kata dapat tumpul dalam bermain bola. Dilihat dari makna emotif, kata mandul memiliki nilai rasa yang berbeda karena kata mandul mempunyai nilai rasa lebih kasar atau lebih buruk daripada kata tumpul. 2) Konotasi buruk Contoh: Menanti ledakkan macan putih di lapangan. Kata ledakkan pada kalimat di atas dipakai untuk menggantikan kata serangan. Selain bernilai rasa kasar, bentuk penggantian tersebut juga menggambarkan hal yang mengerikan dan tidak lazim dilakukan pada manusia. 3) Konotasi berbahaya Contoh: Wenger harus memastikan pasukannya tidak kalah, jika tidak kutukan akan menyerang lagi. Kata kutukan pada kalimat di atas dipakai untuk menggantikan kata kesusahan. Kedua kata itu sama, tetapi memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata kutukan bernilai rasa lebih kasar, karena kutukkan mengacu pada sumpah. 4) Konotasi tidak pantas Contoh: Terjadinya disclaimer kali ini tidak pelas dari banyaknya borok para pemain. Kata borok paka kalimat di atas dipakai sebagai disfemisme untuk menggantikan kata masalah. Penyakit borok selain mengacu pada kata yang kasar juga mempunyai nilai rasa yang mengacu kepada sesuatu yang menjijikkan.

19 28 5) Konotasi kasar Contoh: Untuk apa Manoco menjadi bermain dengan mereka tidak becus dalam permainan, kata pelatih. Kata becus pada kalimat di atas dipilih untuk menggantikan kata cakap. Selain bernilai rasa lebih kasar, kata becus juga digunakan untuk menguatkan makna negatif. Selain itu kata becus lazim didahului bentuk negasi tidak Tabloid Perkembangan Tabloid di Indonesia merupakan generasi ketiga munculnya jenis media cetak setelah surat kabar dan majalah. Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan lima periode dimulai pada tahun 1828 (Zaman Belanda), lalu kemudian majalah dimulai pada periode kemerdekaan, tahun Tabloid dikatakan generasi ketiga karena Tabloid beredar pada tahun 1982, yang artinya periode pemerintahan orde baru. Sejak tahun 1940-an, banyak surat kabar di Indonesia terbit dalam ukuran tabloid. Tabloid yang pertama populer di Indonesia adalah Mutiara yang diterbitkan oleh kelompok Sinar Harapan pada tahun Tetapi tabloid yang pertama populer di Indonesia dan bertiras hampir eksemplar adalah Monitor. Keberhasilan tabloid ini, telah memicu surat kabar lain yang merubah ukuran dan formatnya menjadi tabloid. Tabloid didefinisikan sebagai surat kabar yang berukuran kecil yang biasanya banyak menyajikan, memuat berita secara singkat, padat, dan menarik dengan gambargambar atau foto-foto, tulisan (paparan, kritikan) dalam bentuk singkat, padat, dan jelas.3 Surat kabar dapat dibedakan atas periode terbit, ukuran dan sifat penerbitannya.

20 29 Dari segi periode terbit surat kabar dapat dibedakan atas dua macam, yakni surat kabar harian dan surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit setiap hari baik dalam bentuk edisi pagi maupun edisi sore, sedangkan surat kabar mingguan ialah surat kabar yang terbit paling sedikit satu kali dalam seminggu. Keberadaan tabloid di tengah masyarakat memiliki kelebihan tersendiri, bila dibandingkan dengan media elektronik. Media cetak adalah suatu media yang ampuh dalam komunikasi (Sumoko, 2008:14). Keistimewaan yang dimiliki oleh media ini dan tidak terdapat pada media lain ialah, bahwa media ini bisa dinikmati atau dibaca berulang ulang sehingga bisa benar-benar mempengaruhi sasarannya, bahasa yang digunakan lebih rapi dan teratur dibanding bahasa lisan. Sedangkan tabloid juga memiliki kelemahan dan kekurangan serta keterbatasan pada mereka yang bisa membaca dan yang dapat memahami bahasa pers. Selain dari pada itu, bilamana surat kabar atau majalah serta tabloid itu dapat dibaca akan menghabiskan uang yang relatif banyak dibanding dengan media yang lain.

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa melakukan hubungan interaksi dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam melakukan interaksi tersebut manusia

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM RUBRIK BOLA NASIONAL PADA TABLOID BOLA SKRIPSI

DISFEMIA DALAM RUBRIK BOLA NASIONAL PADA TABLOID BOLA SKRIPSI DISFEMIA DALAM RUBRIK BOLA NASIONAL PADA TABLOID BOLA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Kania Pratiwi Sakura Ridwan Aulia Rahmawati Abstrak. Penelitian ini bertujuan memahami secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993, 21). Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Komunikasi dilakukan dengan tujuan untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Komunikasi dilakukan dengan tujuan untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian yang paling penting dalam kehidupan manusia yaitu berkomunikasi. Komunikasi dilakukan dengan tujuan untuk berinteraksi dengan manusia lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Kridalaksana (1984:28) mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki keanekaragaman yang unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. Pada dasarnya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tidak hanya dalam hal kuantitas, tetapi juga kualitas. Berbicara mengenai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tidak hanya dalam hal kuantitas, tetapi juga kualitas. Berbicara mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia menuju bahasa yang berkembang, kosakata mengalami perkembangan tidak hanya dalam hal kuantitas, tetapi juga kualitas. Berbicara mengenai kualitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa terdiri atas bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu merupakan getaran

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini mengajar bahwa bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi ada hubungan antara individu yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara mendekati, mengamati, menganalisis ataupun menjelaskan suatu fenomena. Metode penelitian bahasa bertugas sebagai cara menemukan jawaban akan

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat. komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat. komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mental penuturnya. Kehidupan mental bangsa Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mental penuturnya. Kehidupan mental bangsa Indonesia yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah bahasa Indonesia telah melewati tahap-tahap pertumbuhan dan pengukuhan. Kini, bahasa Indonesia telah berada pada tahap pengembangan dan pembinaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam bahasa tersebut digunakan sesuai kondisi yang ada. Preston dan Shuy (dalam Chaer, 2002: 105) mengatakan ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam interaksi tersebut, terjadi adanya proses komunikasi dan penyampaian pesan yang

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

Masmimar Mangiang, Dasar-dasar Penulisan materi kuliah Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia

Masmimar Mangiang, Dasar-dasar Penulisan materi kuliah Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia Menulis adalah merekonstruksi fakta, dan alat untuk merekonstruksi itu adalah bahasa. Kata atau pilihan kata menjadi sangat menentukan dalam hal mengungkapkan makna atau pengertian yang hendak kita nyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi. Keingintahuan tersebut menyebabkan perlunya berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi (Finoza, 2008:2). Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi (Finoza, 2008:2). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DISFEMIA PADA OPINI POLITIK.COM DI INTERNET

PEMAKAIAN DISFEMIA PADA OPINI  POLITIK.COM DI INTERNET PEMAKAIAN DISFEMIA PADA OPINI WWW.OPINI POLITIK.COM DI INTERNET SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Eufemisme berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Eufemisme berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eufemisme berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai sangat tinggi. Hal ini terlihat dari manfaat bahasa yang dapat digunakan manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

Terdapat gaya bahasa yang khas pada ragam jurnalistik di media massa, khususnya media massa olahraga. Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoal

Terdapat gaya bahasa yang khas pada ragam jurnalistik di media massa, khususnya media massa olahraga. Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoal DISFEMIA DALAM RUBRIK OLIMPIK DI HARIAN BOLA Nugroho Sejati Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan disfemia dalam berita olahraga, khususnya pada media massa cetak. Penelitian

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan merupakan ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. lisan merupakan ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Ragam bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan satu sama lain sehingga akhirnya terwujud saling pengertian, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa adalah media atau medium, saluran, sarana, atau alat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa adalah media atau medium, saluran, sarana, atau alat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa adalah media atau medium, saluran, sarana, atau alat yang digunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Baryadi (2005: 67) sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM KOMENTAR PARA NETIZEN DI SITUS ONLINE KOMPAS.COM PADA RUBRIK POLITIK SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni

PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM KOMENTAR PARA NETIZEN DI SITUS ONLINE KOMPAS.COM PADA RUBRIK POLITIK SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM KOMENTAR PARA NETIZEN DI SITUS ONLINE KOMPAS.COM PADA RUBRIK POLITIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Lebih terperinci