LAPORAN AKHIR. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 1"

Transkripsi

1 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (hasil amandemen UU 22 tahun 1999) memberikan kewenangan kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, sesuai aspirasi masyarakat dan peraturanperundangan yang berlaku. Termasuk kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat adalah kewenangan untuk merencanakan dan mengimplementasikan rencana dalam rangka pembangunan daerah. Untuk menguatkan Daerah secara bertahap dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah secara berkelanjutan dilakukan upaya alih pengetahuan dari pusat ke daerah sebagai bentuk pembinaan/pendampingan kepada Daerah dalam upaya mengoptimalkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, kini dan di masa yang akan datang. Pembinaan melalui pendampingan alih pengetahuan dijalankan melalui kerja-bersama, curah pendapat (brainstorming) dan diskusi dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Dengan cara demikian, diharapkan akan memberikan hasil yang optimal. Sebagai upaya dalam menterpadukan program pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam secara multisektoral, dan terintegrasi secara vertikal (pusat dan daerah), sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan dan terpadu, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu rencana tata ruang yang dapat menjadi acuan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 1

2 dalam pembangunan wilayahnya secara komprehensif (semua sektor), dan berkelanjutan (jangka panjang; 20 tahun). Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa semua peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun untuk jangka waktu 20 tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun. Landasan hukum tersebut juga mewajibkan kepada daerah kabupaten untuk melakukan penyesuaian terhadap dokumen RTRW-nya dengan melakukan revisi atas RTRW yang telah ada sebelumnya dengan berpedoman pada substansi sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagai rujukan teknis penyusunan RTRW kabupaten secara nasional. Adanya faktor-faktor krusial tersebut menjadikan RTRW Kabupaten Pinrang sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006, sudah tidak lagi representatif untuk dijadkan pedoman pembangunan di wilayah Kabupaten Pinrang, karena telah terjadi perubahan kebijakan nasional dan regional yang sangat signifikan (faktor eksternal) yang terkait dengan aspek keruangan (spasial), yang tentunya sangat berpengaruh terhadap arah dan kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Pinrang secara umum. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian atas dinamika eksternal wilayah Kabupaten Pinrang, agar tercipta keterpaduan dan sinergitas pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Pinrang, khususnya keterpaduan antar sektor dan sinergitas antar tingkatan pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten). Disamping pengaruh faktor eksternal wilayah kabupaten, faktor internal wilayahpun juga terjadi perubahan menyangkut arah kebijakan pembangunan secara umum dampak dari pergantian penentu kebijakan di daerah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian sebagaimana visi dan misi pembangunan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 2

3 Untuk semua hal-hal tersebut di atas, maka dokumen kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Pinrang yang komprehensif dan jangka panjang ini yakni Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perlu dilakukan revisi sebagai bentuk respon atas dinamika eksternal dan internal wilayah, maupun penyiapan dokumen pembangunan wilayah yang visioner (jangka panjang; 20 tahun ke depan) Isu-Isu Strategis Kabupaten Secara garis besar isu-isu terkait aspek keruangan dan pembangunan secara umum di wilayah Kabupaten Pinrang adalah sebagai berikut: 1. Isu pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat; seyogyanya pelaksanaan pembangunan mengedepankan azas skala prioritas dan azas manfaat sesuai dengan kemampuan sumber daya wilayah. 2. Isu persaingan antar wilayah otonom dalam menarik invetasi guna menggenjot pertumbuhan ekonomi wilayah; diperlukan langkah-langkah progressif dalam meningkatkan arus investasi modal swasta ke masingmasing daerah otonom. 3. Isu sektor pertanian, Berbasis sektor pertanian yang diperhadapkan pada isu strategi nasional dan internasional yang meliputi : a. Kerawanan pangan, peluang sekaligus tantangan. Dunia menghendaki produk pertanian organik. b. Perlunya pengembangan pertanian organik c. Diberlakukannya pasar bebas komoditi pertanian. 4. Isu global, demokrasi dan globalisasi tidak mungkin lagi dihindari dimana kebebasan dan tuntutan masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam perumusan kebijakan pembangunan, hal ini merupakan isu strategis dimana pemerintah harus mampu meningkatkan pelayanan publik dan sekaligus memanfaatkan partisipasi seluruh masyarakat dalam pembangunan. 5. Isu manajemen pemerintahan, Pembangunan daerah otonom sesuai undang-undang, menuntut terwujudnya pembangunan yang memenuhi ketentuan MDGs (Milenium Development Goals) dimana unsur hak asasi Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 3

4 manusia dan kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama, hal ini mengisyaratkan bahwa kebijakan pembangunan berbasis tata ruang harus mengutamakan pembangunan manusia, sedangkan pembangunan fisik hanya merupakan program penunjang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 6. Pembangunan yang berbasis partisipasi; stakeholders permbangunan wilayah secara luas perlu dilibatkan, termasuk masyarakat bawah (grass root) dalam kerangka membangun kemandirian masyarakat. 7. Pembangunan harus dimulai dari peningkatan SDM untuk menunjang semua aspek kehidupan dan penghidupan, baik secara sosial, ekonomi, dan budaya. 8. Alih fungsi lahan produktif yang cenderung menurunkan pendapatan regional Kabupaten Pinrang, dan kualitas keunggulan komparatif wilayah. 9. Isu perbatasan antar propinsi; wilayah Kabupaten Pinrang merupakan daerah perbatasan antar propinsi yakni wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan wilayah Provinsi Sulawesi Barat. 10. Isu letak geografis wilayah; wilayah Kabupaten Pinrang berada di daerah hinterland Kota Pare-Pare sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang memiliki beberapa keunggulan kompetitif, termasuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang berpusat di Parepare. 11. Isu keberadaan sumber pembangkit energi listrik tenaga air terbesar di wilayah Sulawesi yakni PLTA Bakaru; Fasilitas vital ini menjadi salah satu wujud keunggulan kompetitif wilayah Kabupaten Pinrang, dan disisi lain memberi tantangan dalam kesinambungan operasionalisasinya. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 4

5 1.3. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat 11 di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah; 4. Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1961 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; 5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 No 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 7. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 Landasan Kontinen Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 10. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1427); Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 5

6 11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3568); 14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481); 15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang ada Diatasnya; 16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB); 17. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 18. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 19. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 6

7 20. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bagunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 21. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 23. Undang Undang No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; 24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 25. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436); 26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 27. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah; 28. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 29. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN); Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 7

8 30. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 31. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 32. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726); 33. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 34. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 35. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 36. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 37. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 38. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 39. Undang-Undang No 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; 40. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 8

9 41. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 42. Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan; 43. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman; 44. Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undangundang Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 22); 45. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970; 46. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3235); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembagan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 48. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 49. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri; 50. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 35 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3441); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 9

10 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 54. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3769); 55. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 56. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 57. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 58. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan; 59. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota; 60. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 61. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan; 62. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005; 63. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 64. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 10

11 65. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 66. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2006 tentang Desa; 67. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696); 68. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 69. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008; 70. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 71. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008; 72. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 73. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008; 74. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan 75. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 Tentang tata cara perubahan peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan; 76. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2010 Tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 11

12 77. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 78. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 79. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penatapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; 80. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum; 81. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan lndustri; 82. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 tahun 1989 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya; 83. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya; 84. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 85. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri; 86. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal; 87. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; 88. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET); 89. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 90. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 91. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia; 92. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 12

13 93. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; 94. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 95. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 96. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; 97. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi; 98. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas); 99. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana; 100. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan Bencana; 101. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Hijau (RTH); 102. Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 103. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/MENHUT-II/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 104. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama; 105. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2008 Tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah; 106. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 13

14 107. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Propinsi; 108. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya; 109. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 110. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/UM/1980 tentang Klasifikasi Kemampuan Lahan; 111. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 50 Tahun 1997 tentang Standar Teknis Kawasan Industri; 112. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 113. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2003 tentang Klasifikasi Pelabuhan; 114. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan; 115. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun (Lembaran Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 9); 116. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2010 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah; 117. Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang No. 1 Tahun 2009 Tentang RPJPD ; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 14

15 1.4. Profil Wilayah Kabupaten Pinrang Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Pinrang merupakan wilayah provinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis terletak pada koordinat antara 4º10 30 sampai 3º19 13 Lintang Selatan dan 119º26 30 sampai 119º47 20 Bujur Timur. Daerah ini berada pada ketinggian meter dari permukaan laut. Kabupaten Pinrang berada ± 180 Km dari Kota Makassar, dengan memiliki luas ±1.961,77 Km 2, terdiri dari tiga dimensi kewilayahan meliputi dataran rendah, laut dan dataran tinggi. Kabupaten Pinrang secara administratif pemerintahan terdiri dari 12 (dua belas) Kecamatan, 36 Kelurahan dan 68 Desa yang meliputi 81 Lingkungan dan 168 Dusun. Sebagian besar dari wilayah kecamatan merupakan daerah pesisir yang memiliki luas 1.457,19 Km 2 atau 74,27% dari luas keseluruhan Wilayah Kabupaten Pinrang dengan panjang garis pantai ± 101 Km. Adapun batas wilayah Kabupaten Pinrang sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Sidrap Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar serta Kabupaten Polewali Mandar Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Parepare. Gambaran administrasi pemerintahan di Kabupaten Pinrang disajikan pada gambar dan tabel berikut ini : Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 15

16 Tabel 1.1 Gambaran Administrasi Pemerintahan Kabupaten Pinrang No Kecamatan Ibukota Kec Kel Desa Dusun Lingk. RK/ RW RT 1. Suppa Majenang Mattiro Sompe Langnga Lanrisang Lanrisang Mattiro Bulu Manarang Watang Sawitto Sawitto Paleteang Laleng Bata Tiroang Mattiro Deceng Patampanua Teppo Cempa Cempa Duampanua Lampa Batulappa Kassa Lembang Taddokong Jumlah Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka, 2010 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 16

17 GAMBAR 1.1 PETA ORIENTASI WILAYAH KABUPATEN PINRANG Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 17

18 GAMBAR 1.2 PETA ADMINISTRASI KABUPATEN PINRANG Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 18

19 Kondisi Fisik Wilayah A. Kondisi Topografi dan Kelerengan Kondisi topografi Kabupaten Pinrang memiliki rentang yang cukup lebar, mulai dari dataran dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut hingga dataran yang memiliki ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Dataran yang terletak pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut sebagian besar terletak di bagian tengah hingga utara Kabupaten Pinrang terutama pada daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Toraja. Klasifikasi ketinggian/ topografi di Kabupaten Pinrang dapat dikelompokkan sebagai berikut: - Ketinggian m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam daerah ketinggian ini sebagian besar terletak di wilayah pesisir yang meliputi beberapa wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang Sawtito, Tiroang, Patampanua dan Kecamatan Cempa - Ketinggian m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam daerah dengan ketinggian ini meliputi beberapa wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Suppa, Mattiro Bulu, dan Kecamatan Paleteang. - Ketinggian m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini sebagian kecil wilayah meliputi Kecamatan Duampanua. - Ketinggian di atas 1000 m dpl Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini terdiri dari sebagian Kecamatan Lembang dan Batulappa. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel berikut ini : Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 19

20 Tabel 1.2 Ketinggian Wilayah Kabupaten Pinrang No Kecamatan Ketinggian Dari Permukaan Laut (M Dpl) 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka, 2010 Kondisi topografi Kabupaten Pinrang juga dapat dikelompokkan berdasarkan kemiringan lereng yang terdiri dari: 1. Kemiringan 0-3 % Wilayah ini memiliki lahan yang relatif datar yang sebagian besar terletak di kawasan pesisir meliputi wilayah Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang Sawito, Tiroang, Patampanua dan Kecamatan Cempa. 2. Kemiringan 3 8 % Wilayah ini memiliki permukaan datar yang relatif bergelombang. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi demikian terdiri dari Kecamatan, Suppa, Mattiro Bulu, Batulappa dan Kecamatan Paleteang. 3. Kemiringan 8 45 % Wilayah ini memiliki permukaan yang bergelombang sampai agak curam. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi seperti ini adalah Wilayah Kecamatan Duampanua. 4. Kemiringan > 45 % Wilayah ini memiliki permukaan curam yang bergunung-gunung. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi ini meliputi wilayahwilayah kaki pegunungan seperti Kecamatan Lembang. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 20

21 Kondisi Topografi Wilayah Kabupaten Pinrang bervariasi dari kondisi datar hingga berbukit. Keadaan wilayah berdasarkan kelerengan disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Keadaan Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Kabupaten Pinrang No Lereng Kriteria Luas (Ha) Presentase (%) Datar ,2 51, Landai ,8 8, Berbukit ,6 4 > 40 Berbukit ,2 Jumlah ,00 Sumber : Hasil Survey Tahun 2010 B. Kondisi Geologi Geologi wilayah Kabupaten Pinrang dari hasil pengamatan dan kompilasi Peta Geologi Kabupaten Pinrang, maka susunan lapisan batuan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Endapan alluvium dan sungai, Endapan alluvium dan sungai mempunyai ketebalan antara meter, terdiri dari atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Pada umumnya endapan lapisan ini mempunyai kelulusan air yang bervariasi dan kecil hingga tinggi. Potensi air tanah dangkal cukup besar tetapi sebagian wilayah kualitasnya kurang baik. Muka air tanah dangkal 1-1,50 meter. 2. Batuan gunung api tersusun atas breksi dengan komponen bersusun trakht dan andesit, tufa batu apung, batu pasir terfaan, konglomerat dan breki terfaan, ketebalannya berkisar 500 meter, penyebarannya dibagian utara Kota Pinrang, Sekitar Bulu Lemo, Bulu Pakoro sedangkan dibagian selatan sekitar Bulu Manarang, Bulu Paleteang, Bulu Lasako (berbatasan dengan Parepare). Kearah Bunging terdapat batu gamping terumbu yang umumnya relative sama dengan batuan gunung api. 3. Batuan aliran lava, Batuan aliran lava bersusun trakhit abu-abu muda hingga putih, bekekar tiang, penyebarannya kearah daerah Kabupaten Pinrang, yaitu sekitar Kecamatan Lembang dan Kecamatan Duampanua. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 21

22 4. Batuan konglomerat (Formasi Walanae), Batuan ini terletak dibagian Timur Laut Pinrang, sekitar Malimpung sampai kewilayah Kabupaten Sidrap, satua batuan ini terdiri atas konglomerat, sedikit batu pasir glakonit dan serpih dan membentuk morfologi bergelombang dan tebalnya kira-kira hingga 400meter. 5. Batuan lava bersusun basol hingga andesit, Satuan batuan ini berbentuk lava bantal, breksi andesit piroksin dan andesit trakhit. Tebalnya 50 hingga 100 meter dengan penyebaran sekitar Bulu Tirasa dan Pakoro. 6. Batu pasir, Satuan batuan ini bersusun andesit, batu lanau, konglomerat dan breksi. Struktur sesar diperkirakan terdapat pada batuan aliran lava dan batu pasir bersusun andesit, berupa sesar normal. C. Kondisi Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di tiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.4 Jenis Tanah di Wilayah Kabupaten Pinrang No Kecamatan Jenis Tanah 1 Suppa Aluvial Kelabu; Grumosol Kelabu; Aluvial Hidromorf; Regosol Kelabu. 2 Mattiro Sompe Aluvial Hidromorf; Aluvial Kelabu Kekuningan; Aluvial Kelabu Olif 3 Lanrisang Grumosol Kelabu; 4 Mattiro Bulu Regosol Kelabu; Grumosol Kelabu; Brown Forest Soil 5 Watang Sawitto Aluvial Kelabu; Aluvial Hidromorf; Aluvial Kelabu Olif; Regosol Kelabu. 6 Paleteang Regosol Coklat Kelabuan; Aluvial Kelabu Olif; Aluvial Kelabu Kekuningan; Regosol Kelabu Kekuningan. 7 Tiroang Regosol Kelabu; Brown Forest Soil; 8 Patampanua Aluvial Kelabu Kekuningan; Aluvial Hidromorf; Regosol Kelabu Kekuningan; Fodsolik Coklat; Aluvial Kelabu Olif; Brown Forest Soil; Fodsolik Coklat Kekuningan 9 Cempa Aluvial Kelabu Kekuningan; Aluvial Hidromorf; Aluvial Kelabu Olif 10 Duampanua Fodsolik Coklat Kekuningan; Aluvial Kelabu Kekuningan; Fodsolik Coklat; Aluvial Kelabu Olif; Aluvial Hidromorf. 11 Batulappa Fodsolik Coklat; Fodsolik Coklat Kekuningan. 12 Lembang Brown Forest Soil Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka, 2010 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 22

23 D. Kondisi Klimatologi Klasifikasi iklim menurut Smith-Ferguson, tipe iklim Wilayah Kabupaten Pinrang termasuk tipe A dan B dengan curah hujan terjadi pada bulan Desember hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai Desember. Kriteria tipe iklim menurut Oldeman-Syarifuddin bulan basah di Kabupaten Pinrang tercatat 7-9 bulan, bulan lembab 1-2 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Tipe iklim menurut klasifikasi Oldeman - Syarifuddin adalah iklim B dan C. Curah hujan tahunan berkisar antara 1073 mm sampai 2910 mm, Evaporasi rata-rata tahunan di Kabupaten Pinrang berkisar antara 5,5 mm/hari sampai 8,7 mm/hari. Suhu rata-rata normal antara 27 C dengan kelembaban udara 82% - 85%. Berdasarkan data dari Dinas PU Pengairan kabupaten Pinrang, rata-rata curah hujan di Kabupaten Pinrang pada tahun 2010 sebesar 277,42 mm/bulan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September yakni sebesar 80 Mm, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yakni sebesar 698 Mm. Banyaknya curah hujan tiap bulan di wilayah Kabupaten Pinrang sejak tahun 2002 sampai 2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.5 Banyaknya Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Pinrang BULAN Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-Rata Per Bulan 128,92 181,08 113,73 97,92 111,00 102,42 277,42 Sumber : Dinas PU Pengairan Kabupaten Pinrang, 2010 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 23

24 E. Kondisi Hidrologi Di Kabupaten Pinrang, terdapat dua sungai besar yaitu sungai Mamasa dan Sungai Saddang, dimana sungai Mamasa sebenarnya masih merupakan anak sungai Saddang. Saat ini sungai Mamasa dimanfaatkan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru yang berlokasi di Desa Ulu Saddang, Kecamatan Lembang. PLTA yang ada ini selain untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kabupaten Pinrang, juga untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Sungai Saddang dimanfaatkan untuk pengairan pertanian dengan cakupan pelayanan selain Kabupaten Pinrang juga melayani Kabupaten Sidrap. F. Pemanfaatan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Pinrang didominasi oleh penggunaan lahan jenis Hutan Negara yaitu sebesar Ha, atau sebesar 34,04 %. Kabupaten Pinrang juga memiliki potensi di bidang pertanian yang ditunjukkan oleh besarnya area persawanan dan perkebunan sebesar Ha atau 28,71 %. Area bangunan dan halaman di Kabupaten Pinrang ini memiliki luas Ha atau sebesar 3,44 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.6 Luas Lahan Menurut Penggunaanya di Kabupaten Pinrang Tahun 2009 No Penggunaan Lahan Pinrang Luas (ha) % 1 Perkebunan ,95 2 Sawah ,76 3 Tegalan/Kebun dan Ladang ,78 4 Bangunan/Halaman ,44 5 Kolam/ Lebat dan empang 535 0,27 6 Tambak ,74 7 Padang Rumput ,43 8 Tanaman Kayu ,38 9 Hutan Negara ,04 10 Lahan yang belum diusahakan ,37 11 Belum Teridentifikasi ,81 Jumlah Sumber : Pinrang dalam Angka Tahun 2010 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 24

25 GAMBAR 1.3 PETA TUTUPAN LAHAN KABUPATEN Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 25

26 Kependudukan dan Sumber Daya Manusia A. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Pinrang pada akhir Tahun 2008 berjumlah jiwa yang terditribusi pada 12 kecamatan, dengan tingkat persebaran yang tidak merata pada setiap kecamatan. Distribusi jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Lembang dengan jumlah sebesar jiwa atau sekitar 11,36 % dari jumlah penduduk kabupaten, sedangkan distribusi penduduk terkecil adalah Kecamatan Batulappa dengan jumlah penduduk kurang lebih jiwa atau sekitar 2,77 % dari jumlah penduduk Kabupaten Pinrang, secara rinci diuraikan pada tabel. 1 Suppa Mattiro Sompe 3 Lanrisang Mattiro Bulu 5 Watang Saw itto 6 Paleteang Duampanua 7 Tiroang 4 Mattiro Bulu 1 Suppa 7 Tiroang 8 Patampanua 9 Cempa 10 Duampanua 11 Batulappa 12 Lembang Gambar 1.4 Grafik Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Pinrang Tahun 2009 B. Perkembangan Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk Kabupaten Pinrang 5 tahun terakhir menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak jiwa, sedangkan pada tahun 2008 mencapai jiwa. Hal tersebut memperlihatkan adanya pertambahan jumlah penduduk sekitar jiwa selama kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan ratarata pertumbuhan 0,46 % pertahun. Indeks pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Pinrang pada setiap kecamatan selama waktu tahun 2004 hingga 2008, diuraikan pada tabel berikut. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 26

27 Tabel 1.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang Tahun No Kecamatan Tahun Perkembangan % 1 Suppa ,97 2 Mattiro Sompe ,36 3 Lanrisang ,19 4 Mattiro Bulu ,61 5 Watang Sawitto ,19 6 Paleteang ,21 7 Tiroang ,65 8 Patampanua ,25 9 Cempa ,95 10 Duampanua ,43 11 Batulappa ,77 12 Lembang ,36 Jumlah % Perkembangan (Jiwa) % Prosentase 19,54 19,84 19,99 20,13 20, % Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun 2009 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 27

28 GAMBAR 1.5 PETA SEBARAN PENDUDUK KABUPATEN Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 28

29 C. Penduduk Menurut Struktur Usia Kajian tentang struktur penduduk menurut usia dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pada setiap kelompok umur tertentu, terutama kelompok umur yang berkaitan dengan usia sekolah, usia kerja, dan usia produktif atau usia angkatan kerja. Pengelompokan penduduk menurut umur di Kabupaten Pinrang pada tahun 2008 dibagi atas 3 kelompok utama, yaitu : Usia Balita (0-4) tahun : jiwa Usia Sekolah : jiwa Usia Angkatan kerja : jiwa Secara rinci struktur penduduk menurut usia diuraikan pada tabel berikut. Tabel 1.8 Struktur Penduduk Menurut Usia di Kabupaten Pinrang Tahun 2009 Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Porsentase No Struktur Usia Laki-laki Perempuan (Jiwa) (%) , , , , , , , , , , , , , ,86 Jumlah % Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun 2009 D. Angka Kelahiran dan Kematian Data terakhir menunjukan bahwa untuk Kabupaten Pinrang tingkat kelahiran lebih besar dari pada tingakat kematian yang tidak berbanding lurus, maka Kabupaten Pinrang untuk tingkat kelahiran mencapai 2997 jiwa pertahun yang terserbar di 12 Kecamatan, untuk tingkat Kematian jumlah penduduk yang telah meninggal dunia mencapai 1000 Jiwa pertahun. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel berikut ini. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 29

30 Tabel 1.9 Jumlah Angaka Kelahiran Dan Kematian Kabupaten Pinrang Tahun 2009 No Kecamatan Lahir Mati Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun Potensi Bencana Alam A. Potensi Banjir Pinrang adalah salah satu daerah rawan banjir di Sulawesi Selatan, Berdasarkan peta rawan banjir, daerah rawan banjir di Pinrang terdapat di kecamatan Duampanua dan Kecamatan Suppa. Hal tersebut disebabkan oleh posisi geografis Pesisir Kabupaten Pinrang yang berada pada hilir DAS Sungai Saddang. Genangan air (banjir) yang terjadi secara alami di wilayah daerah aliran sungai (DAS) pada dasarnya tidak menjadi permasalahan, seandainya wilayah tersebut belum dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi, jika wilayah DAS telah dimanfaatkan oleh manusia, seperti penggunaan lahan untuk pertanian dan pertambakan, lahan permukiman dan kegiatan-kegiatan peruntukan lainnya, maka genangan tersebut dianggap merugikan dan mengancam kehidupan. Bencana alam geologi yang rutin terjadi di Kabupaten Pinrang adalah banjir, dan tanah longsor sepanjang jalan dari Kampung Lome sampai dengan Kampung Batri dengan jarak kurang lebih 250 meter. Daerah ini merupakan daerah yang sangat relatif rendah dan menjadi jalur pembuangan air dari sungai saddang saat ini air meluap khususnya pada musim hujan lebat. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 30

31 B. Longsor Tanah longsor pada umumnya terjadi di daerah pegunungan seperti daerah lemosusu, Karawa, Kaweleang dan Bakaru. Tanah longsor di Kabupaten Pinrang terjadi karena adanya kontrol topografi yang sangat curam, pengaruh kemiringan lereng, adanya jenis batuan yang mudah lapuk (Tufa Breksi Vulkanik), tingkat pelapukan tinggi, jalur struktur geologi, hujan lebat dan struktur manusia. C. Abrasi dan Sedimentasi Pantai Wilayah pesisir Pinrang pada umumnya memiliki karakteristik material lempung berpasir. Jenis material tersebut sangat rentang terbawa oleh aktivitas gelombang dan arus laut. Secara sederhana proses pantai disebabkan oleh angin dan air yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, mengikis tanah dan kemudian mengendapkannya di suatu tempat secara kontinu. Proses pergerakan gelombang datang pada pantai secara esensial berupa osilasi. Angin yang menuju ke pantai secara bersamaan gerak gelombang yang menuju pantai berpasir secara tidak langsung mengakibatkan pergesekan antara gelombang dan dasar laut, sehingga terjadi gelombang pecah dan membentuk turbulensi yang kemudian membawa material disekitar pantai termasuk yang mengakibatkan pengikisan pada daerah pantai (erosi). Kecamatan Suppa Kecamatan Lanrisang Kecamatan Mattirosompe Sumber : Hasil Survey Tahun 2010 Tabel 1.10 Lokasi Rawan Abrasi dan Sedimentasi Abrasi dan Sedimentasi Desa Lero & Desa Tasiwalie Dusun Jampue & Desa WaetuwoE Kel. Langnga & Kel. Pallameang Keterangan Sekitar Muara Sungai Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 31

32 D. Tsunami Posisi Indonesia yang terletakpada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik di dunia yaitu: Lempeng Australia di selatan, LempengEuro- Asia di bagian barat dan Lempeng Samudra Pasifik di bagian timur, yang dapat menunjangterjadinya sejumlah bencana. Berdasarkan posisinya tersebut, maka hampir di seluruh Indonesia kecuali daerah Kalimantan yang relatif stabil, namun demikian pada gambar tersebut menunjukkan bahwa wilayah Provinsi Sulawesi Selatan termasuk Kabupaten Pinrang terletak pada jalur gempa bumi yang relatif stabil. Hal ini dapat dirasakan selamah ini riwayat histories Kabupaten Pinrang masih relatif aman dari bahaya bencana gempa dan tsunami, walaupun demikian kewaspadaan tetap perlu untuk di junjung tinggi mengingat posisi geografis Kabupaten Pinrang berhadapan dengan Selat Makassar. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 32

33 GAMBAR 1.6 PETA POTENSI RAWAN BENCANA BANJIR Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 33

34 GAMBAR 1.7 PETA POTENSI RAWAN BENCANA ABRASI DAN SEDIMENTASI Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 34

35 GAMBAR 1.8 PETA POTENSI RAWAN BENCANA ANGIN KENCANG Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 35

36 Potensi Sumber Daya Alam A. Pertanian Perkembangan luas panen dan produksi tanaman pangan selama priode tahun ketahun mengalami fluktuasi pertumbuhan dari Ha pada tahun 2004 menjadi Ha pada tahun Sumber data yang diperoleh menujukkan adanya penurunan luas panen, terutama untuk tanaman ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau dan padi ladang. Hal ini lebih dipengaruhi perubahan jenis tanaman yang dikembangkan, yang diakibatkan oleh perubahan kondisi iklim dan perbedaan intensitas musim hujan. Luas panen untuk tahun 2008 mencapai Ha. Dominasi luas panen padi sawah terlihat sangat dominan yaitu sekitar Ha, sedangkan luas panen terkecil adalah tanaman Ketela Rambat yaitu sebanyak 69 Ha. Persebaran lahan pertanian tanaman pangan pada setiap kecamatan hampir terdapat pada semua kecamatan, kecuali untuk tanaman jenis kacang Hijau tidak terdapat di Kecamatan Duampanua dan Cempa, sedangkan untuk kacang Kedelai tidak terdapat di Kecamatan Lanrisang. Luas panen sektor tanaman pangan untuk jenis padi dan Jagung pada setiap kecamatan Kabupaten Pinrang, diuraikan pada tabel berikut. Tabel 1.11 Sebaran Jenis Komoditi Tanaman Pangan Dirinci Menurut Luas (Ha) dan Produksi (Ton) Kabupaten Pinrang Tahun 2009 No Kecamatan Luas Panen (Ha) A B C D E F G 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Tabel Lanjutan : Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 36

37 No Kecamatan Produksi (Ton) A B C D E F G 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan : A : Padi Sawah D : Ketela Rambat G : Kacang Hijau B : Jagung E : Kacang Tanah C : Ketela Pohon F : Kacang Kedelai Sektor pertanian tanaman pangan lainnya yang dikembangkan di Kabupaten Pinrang, juga dikembangkan tanaman pangan jenis sayursayuran, yang antara lain terdiri dari bawang merah, terong, tomat, ketimun, cabe, kacang panjang, bayam dan kangkung. Data tahun 2008 menunjukkan luas panen terbesar adalah tanaman Cabe, yaitu seluas 137 Ha, sedangkan jenis tanaman yang memiliki nilai produksi terbesar adalah jenis tanaman Cabe, dengan jumlah produksi sebesar 1128 Ton. Selengkapnya luas panen dan jumlah produksi jenis tanaman sayursayuran tahun 2008 di Kabupaten Pinrang. B. Perkebunan Sektor perkebunan merupakan salah satu kegiatan usaha yang dikembangkan oleh masyarakat, dan memberikan konstribusi yang relatif besar terhadap PDRB di Kabupaten Pinrang. Luas areal tanam pada tahun 2008 untuk tanaman perkebunan, tercatat seluas Ha, dengan jumlah produksi kurang lebih Ton. Jumlah produksi yang memberikan kontribusi cukup besar dan mengalami pertumbuhan yang terus meningkat adalah komoditi Lada dan kelapa. Data tahun 2008 tercatat jumlah produksi untuk tanaman Lada mencapai Ton dan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 37

38 kelapa sekitar Ton. Jumlah produksi tanaman perkebunan dan tingkat persebarannya pada setiap kecamatan, diuraikan pada tabel berikut. Tabel 1.12 Sebaran dan Jenis Komoditi Tanaman Perkebunan Dirinci menurut Luas (Ha) dan Produksi (Ton) Kabupaten Pinrang Tahun 2008 No Kecamatan Luas Panen (Ha) A B C D E F G 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Tabel Lanjutan : No Produksi (Ton) Kecamatan A B C D E F G 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan : A : Kelapa D : Kopi Arabika G : Cengkeh B : Kelapa Hibrida E : Lada C : Kopi Robusta F : Kakao Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 38

39 C. Perikanan Jenis budidaya perikanan yang diusahakan di Kabupaten Pinrang adalah budidaya tambak, sungai, rawa, kolam dan perairan laut. Potensi pengembangan perikanan di Kabupaten Pinrang sukup besar sebagai wilayah pantai yang berada di perairan Selat Makassar, yang kaya akan sumberdaya ikan dan hasil-hasil laut. Sektor perikanan budidaya (darat) di Kabupaten Pinrang hingga tahun 2008 memanfaatkan lahan sekitar Ha, dengan total produksi mencapai Ton (tabel 3.29 dan tabel 3.30). Tingkat produksi perikanan budidaya didominasi oleh pengelolaan tambak dengan luas lahan sekitar Ha, dan produksi Ton. Jenis komoditi yang dihasilkan terdiri atas ikan bandeng tercatat Ton, udang 551 Ton dan ikan lainnya 537 Ton pada tahun Selain kegiatan budidaya perikanan darat, Kabupaten Pinrang juga memiliki potensi yang cukup besar dalam kegiatan perikanan tangkap (laut), yang ditunjang oleh posisi geografis wilayah pada pertemuan Selat Makssar Laut Kalimantan. Kegiatan perikanan tangkap merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat, yang tersebar pada 12 Kecamatan. Kecamatan Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Wattang Sawitto Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, Battuappa dan Lembang. Adapun jenis komoditi perikanan laut dan jumlah produksinya tahun D. Peternakan Jenis ternak yang dikembangkan di Kabupaten Pinrang digolongkan atas ternak besar dan kecil serta ternak unggas. Ternak besar dan kecil terdiri dari sapi, kerbau, kuda dan kambing, sedangkan ternak unggas terdiri atas ayam kampung, ayam ras (petelur), dan itik. Usaha peternakan yang dikembangkan di Kabupaten Pinrang mengalami pertumbuhan yang cukup baik, selama periode tahun terjadi pada ternak sapi, kuda dan kambing. Dari jumlah populasi ternak yang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 39

40 dikembangkan, terlihat bahwa ternak sapi merupakan populasi terbesar yaitu ekor (100 %), kemudian disusul oleh ternak kambing sebanyak ekor (100 %). Sebaran lokasi pengembangan ternak yang diusahakan oleh masyarakat untuk ternak sapi lebih besar populasinya di Kecamatan Lembang yaitu sekitar ekor, kemudian disusul oleh Kecamatan Suppa dengan jumlah populasi sebanyak ekor. Sedangkan ternak kambing lebih dominan diusahakan di Kecamatan Lembang dan Mattiro Sompe. Jenis ternak kuda dan kerbau memperlihatkan nilai produksi yang relatif kecil dengan jumlah populasi masing-masing untuk kerbau yang dikembangkan sekitar ekor dan kuda sekitar ekor. Data mengenai sebaran ternak di Kabupaten Pinrang tahun Pengusahaan ternak unggas oleh masyarakat dengan tingkat populasi pada tahun 2008 mencapai ekor yang terdiri dari ayam kampung sebanyak ekor (100 %), ayam ras sebanyak ekor (100 %) dan itik ekor (100 %). Tingkat sebaran masing-masing ternak unggas hampir merata pada setiap kecamatan. Berdasarkan data perkembangan jumlah populasi, terlihat pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi, tercatat pada tahun 2004 jumlah populasi ayam kampung sebanyak ekor dan meningkat menjadi pada tahun Demikian halnya terhadap jenis unggas ayam ras dan itik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. E. Sumber Daya Hutan Berdasarkan hasil survey dan pengamatan lapangan serta sumber dari masyarakat atau instansi yang terkait bahwa hutan di Kabupaten Pinrang kategori hutan lindung seluas Ha, Hutan produksi terbatas seluas Ha, Hutan lahan kritis seluas Ha, dan Hutan perkebunan rakyat seluas 784 Ha. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 40

41 No Potensi Sumber daya Huatan yang ada di Kabupaten Pinrang yang kini belum di kelola oleh masyarakat setempat atau kategori hutan rimba yang belum di fungsikan secara baik, dan masi dalam kategori hutan rimba, belukan dan hutan gundul. yang masing masing memiliki potensi untuk menjaga kelestarian ekosistem yang ada. hal ini telah mengakibatkan terjadi konversi hutan dari hutan lindung ke kegiatan pertanian atau perkebunan. Untuk kondisi hutan yang ada di Kabupaten Pinrang terbagi kedalam beberapa bagian yakni, Hutan Rimba, Hutan Belukar, dan Hutan Alang alang dengan luas masing masing diantaranya Hutan rimba seluas Ha, Hutan Belukar seluas Ha dan hutan Alang alang seluas Ha. Beberapa wilayah Kecamatan yang memiliki kawasan hutan lindung seperti Kecamatan Pattampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang, sedangkan untuk hutan produksi terbatas terdapat di beberapa wilayah Kecamatan Meliputi Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Bulu, Duampua, Lembang dan Kecamatan Batulappa. sedangkan untuk kawasan Hutan Suaka Alam yang ada di Kabupaten Pinrang kini tidak termasuk dalam seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Pinrang. Tabel 1.13 Kawasan Hutan Menurut Fungsinya dirinci tiap Kecamatan Di Kabupaten Pinrang Tahun 2008 Luas (Ha) Kecamatan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Terbatas Hutan Suaka Alam Jumlah 1 Suppa Mattiro Sompe Lanrisang Mattiro Bulu Watang Sawitto Paleteang Tiroang Patampanua Cempa Duampanua Batulappa Lembang Jumlah Prosentase (%) 32,11 17, Sumber : Kabupaten Pinrang Dalam Angka Tahun 2009 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 41

42 F. Sumber Daya Wisata Kabupaten Pinrang mempunyai berbagai Obyek dan Daya Tarik Wisata yang tersebar pada setiap wilayah kecamatan. Diantaranya terdapat Wisata Bahari yang meliputi Pantai Ujung tape, pantai kapae, pantai waetuwo, pantai ujung lero. Wisata Alam yang meliputi Pulau kamarrang, lefa-lefa race, permandian air panas lemo susu, permandian air panas sulili, air terjun kali jodoh, air terjun karawa, air terjun lamero, danau buatan PLTA bakaru, bendungan benteng. Wisata Sejarah yang meliputi Gua Paniki, gua dibatu lappa, monument lasinrang, saoraja, pusara (bekas benteng benteng sawitto), masjid tua at-takwa, makam lasinrang, dll. Berdasarkan hasil survey dapat dikatakan bahwa ODTW yang ada relatif bervariasi dan cukup banyak, namun masih perlu untuk dikembangkan dan membutuhkan pengelolaan yang lebih profesional sehingga dapat memberikan kontrubusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan memperkenalkan potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Pinrang, sehingga dapat meningkatkan arus kunjungan wisata yang dapat memberikan konstribusi bagi peningkatan PAD. Pengembangan pariwisata secara tepat dapat memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup mereka yang menjadi tuan rumah melalui keuntungan ekonomi yang dibawah ke kawasan tersebut. Idealnya pariwisata hendaknya dikembangkan sesuai dengan daerah tujuan wisatanya. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 42

43 No. Tabel 1.14 Sebaran Obyek Wisata Kabupaten Pinrang Lokasi Objek Wisata (Kec./Desa/Kel.) Jarak (Km) OBYEK WISATA BAHARI Pantai Ujung Tape Pantai Kappe Pantai Waetuwo Pantai Ammani Pantai Kajuanging Pantai Ujung Lero Kel. Pallameang, Kec M. Sompe Kecamatan Duampanua Kecamatan Lasinrang Desa Mattiro Tasi, Kec. M. Sompe Desa Sabbangparu, Kec. Lembang Kel. Lero, Kec. Suppa ,9 34, OBYEK WISATA ALAM Pulau Kamarrang Permandian Air Panas Lemo susu Permandian Air Panas Sulili Air Panas Rajang Bala Air Terjun Kalijodoh Air Terjun Karawa Air Terjun Lamero Danau Buatan PLTA Bakaru Bendungan Benteng Sungai Lue Sungai Kanang Kecamatan Suppa Kel. Betteng, Kec. Lembang Kel. Mamminasae, Kecamatan Paleteang Kecamatan Lembang Kecamatan Lembang Kecamatan Lembang Kecamatan Duampanua Kel. Ulu Saddang, Kec. Lembang Kecamatan Patampanua Kecamatan Lembang Kel. Ulu Saddang, Kec. Lembang ,5 50, ,6 22, ,6 58,3 53, OBYEK WISATA SEJARAH Goa Paniki Goa di Batu Lappa Monumen Lasinrang Saoraja Pusara (Bekas Benteng Sawitto) Mesjid Tua At-Taqwa Mesjid Tua Tondo Bunga Mesjid Tua Ujung Lero Makam Raja-raja Kaballangang Makam Petta Malae Makam Pallipa Putewe Makam Lasinrang Makam Addatuang Sawitto Matinroe Ri Langkarana Patung Legendaris Bujung Lapakkita Kecamatan Lembang Kecamatan Batu Lappa Kecamatan Wattang Sawito Kecamatan Paleteang Kel. Jampue, Kec. Lanrisang Kel. Letta, Kec. Lembang Kecamatan Suppa Kel Kaballangang Kec.Duampanua Temasaraeng, Kec. Paleteang Samaenre, Kec. Mattiro Sompe Kel. Laleng Batta, Kec. Peleteang Kelurahan Benteng Sawitto Desa Letta, Kec. Lembang Desa Alitta, Kec. Mattiro Bulu 49,7 30,6 1,02 0,85 1, ,6 18,7 2,5 11,9 1,27 1,5 46,3 16,5 Sumber: Dinas Pariwisata, Kab. Pinrang. Tahun Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 43

44 Potensi Ekonomi A. Pertumbuhan Ekonomi Seperti halnya data PDRB Kabupaten Pinrang terbagi atas dua bagian maka penghitungan PDRB disajikan dalam dua versi penilaian, pertama atas dasar harga berlaku yaitu apabila semua produksi barang dan jasa yang dihasilkan dinilai dengan harga pada tahun tertentu yang dipilih sebagai tahun dasar, dalam hal ini yang dipilih sebagai tahun dasar adalah tahun Nilai PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, karena nilai PDRB ini tidak dipengaruhi oleh harga. Dari tabel tampak bahwa PDRB atas dasar harga berlaku berkembang jauh lebih cepat jika di bandingkan dengan PDRB atas dasar harga berlaku dipengaruhi oleh harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tidak dipengaruhi oleh harga. Tahun Tabel 1.15 Perkembangan & Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pinrang, Tahun PDRB adh Berlaku (milyar Rp.) 2.198, , , , ,02 Perkembang an (persen) 10,65 11,70 9,32 13,47 22,65 PDRB adh Konstan (milyar Rp.) 1.787, , , , ,90 Pertumbuhan (persen) 5,85 6,04 4,12 5,14 6,75 Rata-rata - 13,56-5,58 Sumber : Pinrang dalam Angka Tahun 2010 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pinrang tahun 2008 berdasar harga konstan sekitar 6,73 persen, pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2007 yang hanya sekitar 5,14 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan sektor Pertanian khususnya sub sektor Tabama sebagai penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Pinrang, dimana terjadi peningkatan produksi jagung dari ton pada tahun 2007 menjadi ton pada tahun 2008 atau tumbuh sekitar 327,07 persen. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 44

45 Tingginya produksi Jagung oleh karena terjadi peningkatan luas panen dari ha pada tahun 2007 menjadi ha pada tahun 2008, yang berasal dari lahan kebun coklat yang ditanami jagung. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kabupaten Pinrang masih berada dibawah angka pertumbuhan Propinsi Sulawesi Selatan dan diatas dari pertumbuhan Nasional, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sekitar 7,79 persen dan pertumbuhan ekonomi Nasional sekitar 6,50 persen st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr Pertanian Penggalian Industri Listrik & Air Bangunan Perdagangan Angkutan Bank Jasa - jasa Gambar 1.7 Grafik Pertumbuhan Ekonomi setiap Sektor di Kab. Pinrang tahun 2008 Pada Grafik diatas tampak bahwa sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 adalah sektor Bangunan sekitar 12,74 persen, disusul sektor Lembaga Keuangan sekitar 11,83 persen, sektor Perdagangan tumbuh sekitar 10,75 persen. Sebaliknya sektor Pertanian hanya tumbuh sekitar 5,30 persen, tetapi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. B. Struktur Ekonomi Strukur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Dari Nlai PDRB atas dasar harga berlaku terlihat bahwa struktur ekonomi Kabupaten Pinrang pada kurun waktu tahun masih didominasi oleh sektor Pertanian. Pada tahun 2008 sumbangan sektor Pertanian terhadap pembentukan total Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 45

46 PDRB lebih dari separuhnya yaitu sekitar 57,88 %. Besarnya sumbangan sektor ini berasal dari peranan sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perikanan dan sub sektor perkebunan masing masing sumbangannya terhadap pembentukan PDRB adalah sekitar 28,84 %, 22,47 % dan 4,91 %. Tabel 1.16 Struktur ekonomi Kabupaten Pinrang tahun (%) Sektor TAHUN Pertanian Penggalian Industri pengolahan Listrik & air Bangunan Perdagangan & restoran Angkutan & komunikasi Lembaga keuangan Jasa jasa 64,14 0,79 4,36 0,71 3,59 10,84 4,20 3,47 7,89 62,24 0,79 4,44 0,75 3,70 11,58 4,56 3,43 8,51 60,05 0,83 4,51 0,80 3,92 12,03 4,40 3,36 9,79 59,30 0,83 4,48 0,77 4,19 12,22 4,22 3,98 10,01 57,88 0,83 4,35 0,68 4,20 12,48 4,05 4,05 11,44 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Pinrang dalam Angka Tahun 2010 Dengan berkembangnya perekonomian Kabupaten Pinrang dan melambatnya pertambahan jumlah penduduk akan berdampak pada peningkatan PDRB Perkapita. Namun demikian angka tersebut tidak menggambarkan penerimaan penduduk secara nyata, karena angka tersebut hanya merupakan angka rata-rata, dan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah dengan melihat besarnya angka PDRB Perkapita. Tabel 1.17 PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Dan Harga Konstan di Kabupaten Pinrang Tahun (Rp) Tahun PDRB Per Kapita Berlaku (Rupiah) Konstan (Rupiah) Sumber : Pinrang dalam Angka Tahun Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 46

47 Pada periode PDRB Perkapita Kabupaten Pinrang terus meningkat dari angka rupiah pada tahun 2004 meningkat menjadi rpiah pada tahun 2005, terus meningkat mencapai nilai rupiah pada tahun 2007, hingga pada tahun 2008 sudah mencapai rupiah atau terjadi peningkatan sekitar 21,19. Pertumbuhan PDRB Perkapita atas dasar harga konstan relatif lebih kecil dibanding PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku, hal ini disebabkan karena PDRB atas dasar harga berlaku dipengaruhi oleh harga sementara PDRB atas dasar konstan tidak dipengaruhi oleh harga. 100 Gambar 1.8 Grafik Pendapatan Perkapita Prov. Sul Sel dan Kabupaten Pinrang, Tahun East West North st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr Pada tabel diatas terlihat bahwa angka PDRB Perkapita Kabupaten Pinrang selama periode tahun selalu lebih tinggi dibanding angka PDRB Perkapita Sulawesi Selatan, namun pada tahun 2006 hingga 2008 PDRB Perkapita Provinsi Sulawesi Selatan seperti tampak pada tabel dibawah PDRB Perkapita Kabupaten Pinrang sekitar Rp ,- sementara PDRB Perkapita Sulawesi Selatan sekitar Rp Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun I - 47

48 2.1. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Berdasarkan visi dan misi pengembangan wilayah Kabupaten Pinrang, maka tujuan dari penataan ruang wilayah Kabupaten Pinrang Tahun , adalah: Mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, efisien dan produktif secara berkelanjutan dalam tatanan kawasan ekonomi terpadu nasional dan daerah yang didukung oleh kawasan agropolitan, minapolitan dan kawasan wisata, serta peningkatan kualitas lingkungan dataran, pesisir pantai, perbukitan dan daerah irigasi secara sinergis antar sektor dan wilayah, partisipatif, demokratis, adil dan seimbang melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Pinrang, terdiri atas: 1. Peningkatan fungsi dan efektifitas pelayanan kawasan perkotaan (PKL dan PPK), dan pusat pertumbuhan ekonomi perdesaan (PPL) yang merata, terintegrasi dan berhirarki secara sistematis; 2. Peningkatan fungsi dan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, dan prasarana Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun II - 1

49 persampahan secara terpadu dan merata ke segenap wilayah; 3. Peningkatan fungsi ekologis kawasan lindung; 4. Pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan, terpadu, dan optimal dalam tataran harmonisasi pengelolaan; 5. Peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan 6. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara Strategi Penataan Ruang Wilayah Guna memudahkan implementasi atas tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Pinrang, maka dirumuskan beberapa strategi yang akan ditempuh, meliputi: 1. Strategi peningkatan fungsi dan efektifitas pelayanan kawasan perkotaan (PKL dan PPK), dan pusat pertumbuhan ekonomi perdesaan (PPL) yang merata, terintegrasi dan berhirarki secara sistematis, terdiri atas: a. Meningkatan kualitas dan kuantitas prasarana jaringan jalan penghubung antar pusat-pusat kegiatan yakni antar PKL dengan PPK dan PPL, dan antar PPK, serta antar PPK dengan PPL; b. Mengembangkan sarana transportasi moda angkutan umum yang melayani antar PKL dengan PPK dan PPL; c. Mengembangkan fasilitas pelayanan sosial budaya, dan sosial ekonomi, dan utilitas kawasan sesuai dengan fungsi dan peran kawasan dalam konstelasi wilayah; d. Mengembangkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari luas keseluruhan kawasan perkotaan; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun II - 2

50 2. Strategi peningkatan fungsi dan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, dan prasarana persampahan secara terpadu dan merata ke segenap wilayah, terdiri atas: a. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana yang telah saat ini melalui penambahan kapasitas pelayanan; b. Mengembangkan kuantitas jaringan prasarana melalui penambahan dan pembangunan baru jaringan prasarana; c. Mengembangkan sarana dan fasilitas pendukung prasarana agar lebih mudah dalam operasionalisasi; d. Mengembangkan pola pengelolaan jaringan prasarana melalui pengembangan kapasitas sumber daya manusia. 3. Strategi peningkatan fungsi ekologis kawasan lindung, terdiri atas: a. Merehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan lindung; b. Menegaskan delineasi areal kawasan lindung agar tidak diintervensi oleh kegiatan budidaya; c. Mempertahankan luasan areal kawasan hutan lindung, tidak melakukan alih fungsi lahan; d. Melakukan penggantian areal hutan lindung jika terpaksa harus mengkonversinya, seluas yang dimanfaatkan untuk keperluan di luar fungsi lindung/ ekologis. 4. Strategi pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan, terpadu, aman dan optimal dalam tataran harmonisasi pengelolaan, terdiri atas: a. Mengembangkan pola intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian dan perkebunan yang ada saat ini agar produksi menjadi lebih surprus; b. Mengembangkan kawasan pertanian dan perikanan yang memiliki potensi unggulan tertentu secara intensif, dengan penerapan teknologi dan model pengelolaan yang lebih modern; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun II - 3

51 c. Mengembangkan pengelolaan potensi pertambangan dengan memperhatikan kelestarian ekosistem lingkungan hidup; d. Mengembangkan kawasan peruntukan industri dan pergudangan guna mendorong peningkatan kegiatan industri besar dan menengah yang didukung oleh usaha kecil dan menengah. e. Mengembangkan pengelolaan kawasan obyek wisata potensial agar lebih menarik untuk dikunjungi wisatawan. f. Mengembangkan dan membangun kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan yang nyaman dan aman. 5. Strategi peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan, terdiri atas: a. Menetapkan kawasan-kawasan tertentu yang ada dalam wilayah Kabupaten Pinrang yang secara fungsional memiliki nilai strategis nasional, provinsi, dan kabupaten dari sudut kepentingan, ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk dikelola lebih intensif. b. Mengembangkan kawasan-kawasan tertentu yang secara fungsional memiliki nilai strategis nasional, provinsi, dan kabupaten untuk diprioritaskan pengelolaannya. 6. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, terdiri atas: a. Memantapkan dan mengembangkan fasilitas-fasilitas dan instalasi-instalasi yang berfungsi pertahanan dan keamanan, serta ketertiban masyarakat sesuai dengan hirarki dan cakupan pelayanannya. b. Mendistribusikan fasilitas-fasilitas dan instalasi-instalasi pertahanan dan keamanan, dan ketertiban masyarakat tersebut pada lokasi-lokasi strategis sesuai dengan fungsi dan cakupan pelayanannya. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun II - 4

52 3.1. Rencana Sistem Perkotaan Rencana Sistem Pusat-Pusat Kegiatan Secara fungsional pola pembagian pusat-pusat kecamatan di seluruh Kabupaten Pinrang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kegiatan yang dibedakan menjadi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Identifikasi kawasan perkotaan dan perdesaan tersebut dimaksudkan untuk menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan jenis kegiatankegiatan yang akan dikembangkan ke depan pada kawasan pusatpusat kegiatan skala kecamatan. Penetapan sistem perkotaan di Kabupaten Pinrang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, seperti 1) Kebijakan pengembangan sistem perkotaan nasional dan regional, 2) kondisi eksisting sistem perkotaan wilayah Kabupaten Pinrang yang ada saat ini, 3) sistem jaringan prasarana wilayah yang ada yang melayani pergerakan antar intra dan inter wilayah, dan 4) interaksi fungsional antar pusat-pusat kegiatan dengan daerah tetangga. Untuk itu dalam penetapan sistem perkotaan di wilayah Kabupaten Pinrang akan mengintegrasikan sistem perkotaan nasional dan sistem perkotaan provinsi sebagai satu kesatuan sistem perkotaan nasional dan regional. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang terdiri atas: 1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); 2. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 1

53 3. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). Uraian masing-masing komponen sistem perkotaan atau pusat-pusat pelayanan wilayah/kawasan/ lingkungan dalam wilayah Kabupaten Pinrang tersebut adalah sebagai berikut: a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) memiliki skup/cakupan pelayanan meliputi keseluruhan wilayah Kabupaten Pinrang. Kawasan yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di wilayah Kabupaten Pinrang adalah Kawasan Perkotaan Pinrang. Penetapan Kawasan Perkotaan Pinrang sebagai PKL merupakan kebijakan Provinsi Sulawesi Selatan sebagaimana yang tertuang dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan tahun Kondisi eksisting Kawasan Perkotaan Pinrang ini memang telah berkembang menjadi pusat pelayanan wilayah Kabupaten Pinrang dalam aspek sosial ekonomi dan sosial budaya, pemerintahan, serta menjadi lokasi pemusatan permukiman wilayah. Kawasan Perkotaan Pinrang yang ditetapkan menjadi pusat pelayanan wilayah Kabupaten Pinrang atau PKL secara administratif akan meliputi sebagian wilayah Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Paleteang dan Kecamatan Tiroang. Kawasan Perkotaan Pinrang sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang memiliki cakupan pelayanan wilayah Kabupaten Pinrang terakses oleh sistem jaringan jalan arteri primer sebagai jalan lintas Barat Sulawesi mulai dari Kawasan Perkotaan Mamminasata (PKN) perbatasan Provinsi Sulawesi Barat. PKL Pinrang juga direncanakan memiliki interkoneksi dengan beberapa simpul transportasi yang berskala pelayanan internasional dan nasional yang berada di sekitar wilayah Kabupaten Pinrang melalui jaringan prasarana transportasi laut dan darat. Simpul Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 2

54 transportasi tersebut yakni Pelabuhan Laut Nasional Pare-Pare. b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang merupakan kawasan perkotaan atau pusat permukiman yang memiliki skup/cakupan pelayanan skala kecamatan atau beberapa kecamatan. Dimana secara administratif wilayah Kabupaten Pinrang terdiri dari dari 12 (dua belas) wilayah kecamatan termasuk Kecamatan Watang Sawitto yang menjadi kawasan ibukota kabupaten. Dimana orientasi beberapa ibukota kecamatan memperlihatkan kecenderungan efektifitas cakupan pelayanan ke wilayah-wilayah sekitarnya sehingga memiliki potensi sebagai pendorong percepatan pengembangan kawasan tersebut, dan sebagai instrumen pemerataan pembangunan wilayah melalui pengembangan kutub-kutub pelayanan sub wilayah sebagai lokomotif pertumbuhan wilayah secara keseluruhan. Guna lebih cepat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai pusat pertumbuhan kawasan/ pusat pelayanan kawasan, maka beberapa ibukota kecamatan tersebut diluar diluar cakupan pelayanan PKL ditetapkan masing-masing sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yang terdiri dari: 1. Kawasan Perkotaan Lampa dengan skup/cakupan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Duampanua. 2. Kawasan Perkotaan Tadokkong dengan skup/cakupan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Lembang. 3. Kawasan Perkotaan Kassa dengan skup/cakupan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Batulappa. 4. Kawasan Perkotaan Teppo dengan skup/cakupan pelayanan meliputi Kecamatan Patampanua. 5. Kawasan Perkotaan Alitta dengan skup/cakupan pelayanan meliputi Kecamatan Mattiro Bulu. 6. Kawasan Perkotaan Watang Suppa dengan skup/cakupan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 3

55 pelayanan meliputi Kecamatan Suppa. c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Selanjutnya dengan mencermati beberapa hal terkait upaya optimalisasi dan percepatan perwujudan pengembangan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Pinrang yang saling terkait satu sama lain dalam sebuah sistem jaringan prasarana, baik dalam konstelasi internal maupun eksternal wilayah, terutama dalam mengembangkan keunggulan kompetitif (competitive advantages) kawasan perbatasan antar kabupaten, maupun desa-desa yang dianggap relatif memiliki aksesibilitas yang rendah dengan PKL dan PPK, maka pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di wilayah Kabupaten Pinrang direncanakan terdiri atas: 1. Lembang Mesakada di Kecamatan Lembang dengan cakupan pelayanan beberapa desa sekitarnya juga desa-desa diperbatasan dalam wilayah kabupaten tetangga (Kabupaten Tana Toraja). 2. Desa Basseang di Kecamatan Lembang dengan cakupan pelayanan beberapa desa sekitarnya juga desa-desa diperbatasan dalam wilayah kabupaten tetangga (Kabupaten Enrekang). 3. Bilajeng di Kecamatan Batulappa dengan cakupan pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya juga desa-desa diperbatasan dalam wilayah kabupaten tetangga. 4. Bungi di Kecamatan Duampanua dengan cakupan pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya yang relatif memiliki aksesibilitas rendah dengan PPK Lampa. 5. Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe dengan cakupan pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya. 6. Wae Tuoe di Kecamatan Lanrisang dengan cakupan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 4

56 pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya. 7. Lero di Kecamatan Suppa dengan cakupan pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya. 8. Tadang Palie di Kecamatan Cempa dengan cakupan pelayanan termasuk beberapa desa sekitarnya Kriteria Sistem Perkotaan dan Pusat Kegiatan Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang merupakan kerangka tata ruang wilayah Kabupaten Pinrang yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten Pinrang terutama jaringan transportasi darat. Pusat kegiatan di wilayah Kabupaten Pinrang merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat di wilayah Kabupaten Pinrang, yang terdiri atas : a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang yang kewenangan penetapannya telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. b. Pusat-pusat lain didalam wilayah Kabupaten Pinrang yang wewenang penentuannya ada pada pemerintah daerah Kabupaten Pinrang, yaitu : 1) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa; dan 2) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten Pinrang meliputi: sistem prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, dan sumber Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 5

57 daya air yang merupakan komponen sistem pembentuk dan pendukung pusat-pusat perkotaan guna mengoptimalkan fungsi dan perannya agar tercipta kemudahan dalam pelayanan atas kegiatan yang ada di masing-masing pusat kegiatan tersebut. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang berfungsi : a. Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah Kabupaten Pinrang yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada dalam wilayah Kabupaten Pinrang, dan b. Sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah Kabupaten Pinrang, terutama pada pusat-pusat kegiatan/perkotaan yang ada. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang dirumuskan berdasarkan : a. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Pinrang. b. Kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah Kabupaten Pinrang dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi. c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah Kabupaten Pinrang, dan d. Ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang dirumuskan dengan kriteria : a. Mengakomodasi rencana struktur ruang nasional, rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan. b. Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah Kabupaten Pinrang. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 6

58 c. Pusat-pusat permukiman yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pinrang memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) Terdiri atas Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), serta pusat kegiatan lain yang berhirarki lebih tinggi yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang yang kewenangan penentuannya ada pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 2) Memuat penetapan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). 3) Harus berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang wilayah Kabupaten Pinrang serta saling terkait menjadi satu kesatuan sistem wilayah Kabupaten Pinrang. 4) Sistem jaringan prasarana Kabupaten Pinrang dibentuk oleh sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai dengan kebutuhan wilayah. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) minimal berfungsi sebagai (i) pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetanggga; (ii) simpul transportasi yang melayani kabupaten dan termasuk beberapa kecamatan kabupaten tetangga; (iii) jasa pemerintahan kabupaten; serta (iv) pusat pelayanan publik lainnya untuk kabupaten dan termasuk beberapa kecamatan kabupaten tetangga. Adapun infrastruktur minimal yang harus tersedia di PKL adalah sebagai berikut : 1. Perhubungan; Bandara Perintis, dan/atau Pelabuhan Lokal/Pengumpan Sekunder dan/atau Terminal Penumpang Tipe C. 2. Ekonomi; Pasar Induk kabupaten, Perbankan skup kabupaten atau regional. 3. Kesehatan; Rumah Sakit Umum Tipe C. 4. Pendidikan; SLTA. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 7

59 GAMBAR 3.1 PETA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PINRANG Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 8

60 3.2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama Struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang secara umum diarahkan untuk mendukung pemerataan pertumbuhan wilayah Kabupaten Pinrang dan mendorong peningkatan intensitas aktivitas ekonomi wilayah, untuk itu dalam pengembangannya perlu didukung oleh berbagai sistem prasarana wilayah yang terkoneksi secara nasional dan regional. Pengembangan sistem prasarana wilayah dilakukan secara berhirarki sesuai dengan interaksi dan kebutuhan pengembangan serta potensi yang perlu didorong. Sistem prasarana wilayah perlu diupayakan dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi serta peningkatan aksesibilitas antar wilayah, khususnya antar pusat kegiatan dan aktivitas kegiatan ekonomi di masingmasing satuan wilayah pengembangan atau pusat pertumbuhan. Selanjutnya melalui hubungan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan dan wilayah potensial, diharapkan dapat mendorong interaksi simbiosis mutualistis antar pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya atau antar satuan wilayah pengembangan/ pusat dan sub pusat pelayanan wilayah. Sistem prasarana wilayah yang mendukung pemantapan struktur ruang dalam jangka panjang diarahkan pada pengembangan sistem prasarana wilayah dengan dua pola, yaitu: pertama; peningkatan prasarana wilayah untuk melayani tingkat kebutuhan saat ini, dan kedua; peningkatan prasarana wilayah untuk mendukung pemerataan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Pinrang melalui peningkatan aksesibilitas antar kawasan perkotaan dan perdesaan, dan antar pusat-pusat kegiatan wilayah. Perencanaan sistem transportasi yang merupakan sistem jaringan prasarana utama wilayah di Kabupaten Pinrang diarahkan untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah secara lokal, regional dan nasional. Secara lokal, arahan perencanaan sistem transportasi adalah sebagai berikut: Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 9

61 1. Mencapai integrasi antar-kecamatan di Kabupaten Pinrang melalui pembenahan sistem jaringan dan sistem pergerakan untuk menyeimbangkan aksesibilitas antar-kecamatan. 2. Mengatasi persoalan yang terjadi pada interaksi sistem pergerakan dan sistem kegiatan, terutama mengenai kemacetan yang terjadi di titik-titik penggantian antarmoda. 3. Mendukung peningkatan produksi pertanian pada sentra-sentra produksi tanaman pangan di daerah perdesaan melalui ketersediaan jaringan prasarana jalan. 4. Mengantisipasi pertambahan travel demand dimasa yang akan datang melalui pengembangan kuantitas dan kualitas prasarana jaringan jalan. Kemudian keterkaitan dengan sistem transportasi regional diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Mendukung perkembangan ekonomi wilayah yaitu meningkatkan kelancaran arus koleksi dan distribusi barang dan jasa dengan pembenahan struktur dan fungsi jaringan jalan sesuai dengan rencana struktur pusat permukiman dan pelayanan dalam wilayah kabupaten. Hal ini dicapai melalui perencanaan prasarana kereta api, pelabuhan, bandara, dan terminal kargo. 2. Mengantisipasi penambahan travel demand pada perbatasan antarkota/kabupaten. Hal ini dicapai melalui perencanaan rute/trayek moda angkutan umum. Lalu, keterkaitan dengan sistem transportasi nasional diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat pada koridor-koridor jaringan jalan arteri primer memanfaatkan peluang tingginya intensitas pergerakan pada kawasan tersebut. 2. Peningkatan aksesibilitas antar PKL Pinrang dengan pusat perkotaan lainnya yang ada diluar wilayah Kabupaten Pinrang utamanya dengan PKN. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 10

62 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat Rencana Sistem Jaringan Jalan Pengembangan prasarana transportasi utamanya jaringan jalan di Kabupaten Pinrang memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah melalui pelayanan kelancaran pergerakan barang, jasa dan manusia, maupun membuka akses bagi wilayah terpencil dan daerah-daerah sentra produksi pertanian. Sistem jaringan jalan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Lebih jauh diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan; Pasal 7 disebutkan bahwa sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, dan pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan b. Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 11

63 Jalan umum menurut fungsinya (UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan Pasal 8) dikelompokkan ke dalam : 1. Jalan arteri, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 4. Jalan lingkungan, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah Adapun rencana sistem jaringan jalan yang akan melayani pergerakan intra dan inter wilayah Kabupaten Pinrang terdiri dari: A. Jalan Arteri Primer Rencana sistem jaringan jalan Arteri Primer yang melayani wilayah Kabupaten Pinrang merupakan ruas jalan yang tidak terputus yang termasuk dalam sistem jaringan jalan nasional, merupakan jalan lintas barat Sulawesi; batas Provinsi Sulawesi Barat Pinrang Parepare Pangkajene Makassar. Jalan Arteri Primer yang berada dalam wilayah Kabupaten Pinrang juga berfungsi menghubungkan antar Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL) dengan Kawasan Perkotaan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 12

64 Lampa dan Kawasan Perkotaan Watang Suppa (PPK) dengan panjang ruas lebih kurang 80 km. B. Jalan Kolektor Primer Rencana pengembangan sistem jaringan jalan Kolektor Primer di wilayah Kabupaten Pinrang merupakan ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan PKL kabupaten tetanggga, yang juga berfungsi melayani PPK yang berada pada koridor jaringan jalan tersebut. Direncanakan di wilayah Kabupaten Pinrang akan dikembangkan tiga ruas jaringan jalan Kolektor Primer yang akan menghubungkan antar PKL di masing-masing kabupaten tetangga, yang terdiri dari: 1. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL) melalui wilayah Kecamatan Tiroang hingga ke perbatasan Kabupaten Sidrap (PKL Pangkajene) sepanjang lebih kurang 25 km. 2. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL) melalui PPK Teppo (wilayah Kecamatan Patampanua) hingga ke perbatasan dengan Kabupaten Enrekang (PKL Enrekang) sepanjang lebih kurang 35 km. 3. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang melalui PPK Tadokkong (wilayah Kecamatan Lembang), Bakaru hingga ke Surakan perbatasan Kabupaten Enrekang. C. Jalan Lokal Primer Rencana pengembangan jaringan jalan Lokal Primer di wilayah Kabupaten Pinrang sebagai prasarana transportasi Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 13

65 darat yang berfungsi menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan/atau Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang tidak terlayani oleh jaringan jalan kolektor primer. Jaringan jalan Lokal Primer tersebut terdiri atas: 1. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan Langnga (PPL di Kecamatan Mattiro Sompe) hingga ke pesisir pantai, dengan panjang ruas jalan lebih kurang 19 km. 2. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan Kawasan Perkotaan Alitta (PPK Kecamatan Mattiro Bulu) hingga ke perbatasan dengan Kabupaten Sidrap sepanjang lebih kurang 16,09 km. 3. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan PPL Waetuoe melalui Ibukota Kecamatan Lanrisang sepanjang 17,54 km hingga ke Waetuoe sepanjang 4,05 km. 4. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan PPK Kassa. 5. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan PPL Tadang Palie melalui Ibu Kota Kecamatan Cempa sepanjang 12,19 km hingga ke pesisir pantai sepanjang Tadang Palie sepanjang 11,60 km. 6. Ruas jalan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang dengan PPK Watang Suppa melalui ruas jalan Lappa-lappae Tammapa sepanjang 6,34 km, hingga ke PPL Ujung Lero yakni Garessi - Lero sepanjang 16,09 km. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 14

66 Rencana Pengembangan Terminal Guna mengoptimalkan fungsi pelayanan sistem jaringan jalan, baik dalam melayani pergerakan intra wilayah maupun inter wilayah, maka perlu dikembangkan sebuah Terminal yang representatif yang disesuaikan dengan hirarki pusat-pusat kegiatan yang ditetapkan dalam wilayah Kabupaten Pinrang. Kondisi eksisting, Terminal yang ada saat ini hanya terdapat di Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL) tepatnya berlokasi di Paleteang yang menyatu dengan fasilitas perdagangan (pasar). Kedekatan lokasi Terminal dengan Pasar akan lebih bersinergi karena bersifat komplementer (saling melengkapi). Di samping itu, untuk mendukung fungsi dan peran Kawasan Perkotaan Pinrang sebagai pusat pelayanan wilayah kabupaten, maka salah satu komponen penting pendukung fungsi PKL tersebut adalah ketersediaan Terminal Tipe C. Dengan demikian, Terminal tersebut kedepan akan dimantapkan fungsinya sebagai Terminal Tipe C yang akan melayani pergerakan moda angkutan umum antar kota dalam kabupaten, antar kota antar kabupaten dalam provinsi, serta antar kota antar kabupaten lintas provinsi. Guna lebih memudahkan pergerakan dalam lingkup intra wilayah Kabupaten Pinrang, dan mendukung peningkatan produktifitas masyarakat secara umum, maka pengembangan Terminal lainnya direncanakan di masing-masing Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yakni di Kawasan Perkotaan Lampa, Teppo, Watang Suppa, dan Taddokkong yang akan berfungsi melayani pergerakan moda angkutan umum antar kota dalam wilayah kabupaten, serta antar kota antar desa dalam wilayah kabupaten. Terminal Paleteang ini menjadi terminal moda angkutan umum Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 15

67 baik penumpang maupun barang dari sistem layanan lalu lintas intra dan inter wilayah, yang terdiri atas: a. trayek angkutan barang terdiri atas: 1. antar kota dalam provinsi, yang antara lain melayani pergerakan moda angkutan barang asal/ tujuan Pinrang Parepare, Makassar, Pangkajene, Sengkang, dan Palopo. 2. antar kota antar provinsi, yang melayani pergerakan moda angkutan barang asal/tujuan Pinrang Mamuju, Pasangkayu, dan Palu. b. trayek angkutan penumpang terdiri atas: 1. antar kota dalam kabupaten, yang melayani pergerakan moda angkutan umum penumpang asal/tujuan Pinrang (PKL) ibukota-ibukota kecamatan, khususnya Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). 2. antar kota dalam provinsi, yang melayani pergerakan moda angkutan umum penumpang asal/tujuan Pinrang Parepare, Makassar, Pangkajene, Sengkang, dan Palopo. 3. antar kota antar provinsi, yang melayani pergerakan moda angkutan umum penumpang asal/tujuan Pinrang Mamuju, Pasangkayu, Mamasa, dan Palu Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Kereta Api Rencana pengembangan sistem jaringan Kereta Api di wilayah Kabupaten Pinrang merupakan upaya mewujudkan sistem perkeretaapian regional Sulawesi yang merupakan rencana nasional sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang selanjutnya ditindaklanjuti dan diintegrasikan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Selatan. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 16

68 Pengembangan komponen sistem transportasi darat ini akan semakin mendorong percepatan pembangunan wilayah secara umum, dan khususnya pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare yang didalamnya termasuk Kabupaten Pinrang. Dengan pengembangan sistem jaringan kereta api regional (Sulawesi Selatan) ini pola aliran barang dan jasa, terutama pemasaran (ekspor) komoditi-komoditi pertanian unggulan dari wilayah Kabupaten Pinrang dan sekitarnya (KAPET) akan lebih mudah dan ekonomis karena terhubung langsung dengan simpul transportasi laut dan udara (Pelabuhan dan Bandara). Rencana pengembangan sistem jaringan kereta api yang akan melayani sebagian wilayah Kabupaten Pinrang merupakan rangkaian dari jaringan rel Kereta Api lintas cabang penghubung Kereta Api Lintas Utama dengan lintas utama Barat yang akan melintasi Kabupaten Maros Parepare Pinrang. Dimana direncanakan dikembangkan sebuah Stasiun Kereta Api pengumpul di Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL) Sistem Jaringan Transportasi Laut Pada dasarnya moda transportasi laut di Kabupaten Pinrang, hanya berfungsi untuk menunjang kegiatan perikanan. Sedangkan untuk prasarana penghubung yang berfungsi sebagai sebagai jalur pergerakan penumpang dan barang belum tersedia sarana dan prasarana transportasi laut. Moda transportasi laut untuk kegiatan perikanan di Kabupaten Pinrang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 17

69 ditunjang oleh pelabuhan rakyat dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI). Salah satu prasasaran kepelabuhanan yang menunjang kegiatan perikanan di Kabupaten Pinrang adalah Pelabuhan Kajuangin yang terdapat di Kecamatan Lembang dan Pelabuhan Marabombang Kecamatan Suppa serta dermaga tempat pelelangan ikan. Keberadaan pelabuhan tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan perekonomian wilayah, sehingga untuk pengembangannya dimasa yang akan datang dapat diarahkan untuk menjadi pelabuhan Pengumpan Sekunder. Selain kedua pelabuhan yang berperan penting dalam mendukung aktivitas perikanan di Kabupaten Pinrang tersebut, terdapat pula dua pelabuhan lainnya yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu komponen sistem jaringan transportasi laut yakni Pelabuhan Ujung Lero di Kecamatan Suppa dan Pelabuhan Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe. Keempat pelabuhan tersebut diarahkan menjadi prasarana transportasi laut yang akan melayani pelayaran lokal, baik dalam wilayah Kabupaten Pinrang maupun dengan wilayah kabupaten tetangga, seperti Parepare dan Polewali Mandar. Dalam tatanan kepelabuhan nasional, disekitar wilayah Kabupaten Pinrang terdapat pelabuhan nasional yakni Pelabuhan Parepare yang merupakan Pelabuhan Utama Tersier. Keberadaan pelabuhan nasional tersebut cukup berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian di wilayah Kabupaten Pinrang karena merupakan pintu (gateway) masuk dan keluar barang dan penumpang antar pulau di kawasan tersebut, termasuk dari/ dan ke wilayah Kabupaten Pinrang. Guna mengoptimalkan peran dan fungsi keberadaan keempat pelabuhan yang ada di wilayah Kabupaten Pinrang di masa yang akan datang, maka keempat pelabuhan tersebut yakni: 1) Pelabuhan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 18

70 Kajuangin yang ada di Kecamatan Lembang, 2) Pelabuhan Marabombang di Kecamatan Suppa, 3) Pelabuhan Ujung Lero juga di Kecamatan Suppa, 4) Pelabuhan Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe diarahkan sebagai pelabuhan Pengumpan Sekunder yang akan melayani alur pelayaran lokal dalam wilayah Kabupaten Pinrang dan sekitarnya termasuk wilayah perairan kabupaten tetangga. Diantaranya alur pelayaran Pelabuhan Ujung Lero Kota Parepare, Pelabuhan Marabombang Pulau Kamerrang, dan lainnya. Selain pelabuhan-pelabuhan tersebut yang memiliki fungsi umum, terdapat pula beberapa pelabuhan yang berfungsi khusus yakni Pelabuhan Pos Angkutan Laut, Dermaga Ditpolair Polda Sulselbar, serta Dermaga PLTD Suppa di Kecamatan Suppa yang kesemuanya menjadi prasarana yang melayani aktivitas pergerakan antar wilayah meskipun penggunaannya khusus Sistem Jaringan Transportasi Udara Pengembangan sarana transportasi udara di Kabupaten Pinrang akan melengkapi prasarana dan sarana transportasi secara umum yang akan mendukung kelancaran kegiatan antar wilayah, karena dari sisi waktu tempuh lebih efisien. Di samping itu, pengembangan Bandar Udara di wilayah Kabupaten Pinrang didukung oleh keberadaan Bandar Udara bekas militer Jepang yang berada di Kecamatan Patampanua yang saat ini hanya sebagai lahan kosong. Rencana pengembangan bandara udara di wilayah Kabupaten Pinrang diarahkan kepada pembangunan kembali bekas bandar udara militer Jepang tersebut menjadi Bandar Udara Bukan Pusat Penyebaran yang nantinya akan melayani alur penerbangan Pinrang Makassar, dan Pinrang Balikpapan. Dimana antar wilayah tersebut cukup memiliki keterkaitan ekonomi, jasa dan sosial cukup tinggi. Dengan keberadaan bandar udara di Kabupaten Pinrang ini Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 19

71 diharapkan akses antar wilayah ini dengan wilayah luar semakin terbuka dan memberi pilihan-pilihan kepada masyarakat luas dalam hal penggunaan moda transportasi umum Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi Sasaran dari rencana pengembangan jaringan prasarana energi adalah memberikan pelayanan secara merata akan kebutuhan energi kesegenap wilayah, baik itu wilayah perkotaan maupun perdesaan. Dengan optimalisasi pelayanan akan energi listrik tersebut, akan mengurangi kesenjangan perkembangan antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Sehingga kehidupan sosial ekonomi di kedua kawasan tersebut dapat tumbuh secara harmonis, saling melengkapi dan saling mendorong kearah kemajuan bersama. Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan meliputi rencana pengembangan sumber pembangkit tenaga listrik dan rencana pengembangan sistem jaringan, yang terdiri dari: A. Sumber Pembangkit Tenaga Listrik Kondisi saat ini hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Pinrang telah terlayani oleh sistem jaringan listrik. Namun dalam hal ketersediaan daya listrik masih belum mencukupi, sebagaimana terjadi juga di daerah-daerah lain. Kebutuhan daya listrik pada masa yang akan datang diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya intensitas aktivitas sosial ekonomi masyarakat secara luas. Pengembangan pembangkit tenaga listrik di wilayah Kabupaten Pinrang diarahkan untuk memenuhi kekurangan daya yang ada saat ini, dan mengantisipasi peningkatan kebutuhan daya listrik dimasa Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 20

72 mendatang, maka untuk itu beberapa upaya perlu dilakukan, yakni: 1. Mengoptimalkan PLTA Bakaru yang berkapasitas 126 MW melalui suplai air dengan debit yang kontinyu. 2. Mengoptimalkan PLTD di Kecamatan Suppa yang berkapasitas 26 MW melalui operasionalisasi yang efektif dan pemeliharaan rutin mesin. 3. Mengoptimalkan PLTM di Kecamatan Patampanua yang berkapasitas 0,9 MW. 4. Sumberdaya energi alternatif adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baik secara langsung maupun dengan proses transformasi. Pengembangan sumberdaya energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan energi listrik. Pembangkit listrik yang sekarang akan dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan kapasitas 25 MW. 5. Pengembangan energi baru dan terbarukan meliputi pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro, pembangkit listrik tenaga surya, dan pembangkit listrik tenaga biogas bagi kawasan terpencil yang belum memperoleh pasokan energi listrik dari sistem jaringan yang ada saat ini, baik secara swadaya masyarakat, bantuan dari Pemerintah maupun bantuan dari swasta. B. Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Pengembangan sistem jaringan listrik di wilayah Kabupaten Pinrang, diarahkan mengikuti pola jaringan jalan yang ada. Hal itu diupayakan dengan pertimbangan bahwa umumnya permukiman, perkantoran, fasilitas jasa, sosial, ekonomi, dan industri sebagai pengguna tenaga listrik berada di sekitar jaringan jalan sehingga akan lebih ekonomis dan mudah menjangkaunya. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 21

73 Rencana pengembangan sistem jaringan energi listrik di wilayah Kabupaten Pinrang merupakan satu rangkaian sistem jaringan interkoneksi Sulawesi berupa saluran udara tegangan tinggi 150 KV dengan Gardu Induk Bakaru sebagai komponen utama sistem distribusi di wilayah Kabupaten Pinrang. C. Kriteria Sistem Jaringan Energi Guna menjamin akan pasokan energi listrik dan optimalisasi pelayanan jaringan listrik di wilayah Kabupaten Pinrang, maka dalam rencana pengembangannya menerapkan kriteria yang meliputi beberapa hal: 1) Menjadi bagian dari sistem jaringan interkoneksi regional Sulawesi agar terjadi pemerataan pelayanan antara wilayah yang surplus sumber energi listrik dengan wilayah yang minus sumber energi listrik. 2) Tetap memerlukan sendiri sumber energi listrik dan gardu induk untuk menjaga kontuinitas pelayanan di wilayah Kabupaten Pinrang, termasuk manajemen pelayanan. 3) Untuk memeratakan pelayanan hingga ke pelosok perdesaan yang sulit dijangkau dengan sistem jaringan kabel, perlu dikembangkan pembangkit listrik alternatif yang memanfaatkan potensi sumber daya alam, seperti tenaga surya untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), serta aliran sungai untuk pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), serta biogas untuk pembangkit energi biogas Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Wilayah Kabupaten Pinrang cukup potensial akan sumber daya air, terutama potensi sumber air permukaan berupa Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 22

74 sungai, dibuktikan dengan keberadaan PLTA Bakaru yang memanfaatkan potensi sumber daya air Sungai Saddang sebagai sumber pembangkit energi listrik dengan kapasitas cukup besar. Sungai Saddang merupakan sungai yang melintasi dua wilayah propinsi yang hulunya berada di daerah Toraja Utara dan hilirnya berada di wilayah Kabupaten Pinrang, dan ditetapkan sebagai Wilayah Sungai (WS) nasional sebagaimana yang tertuang dalam RTRWN dengan cakupan DAS meliputi: DAS Saddang, DAS Mamasa, DAS Rappang, DAS Libukasi, DAS Galang-Galang, DAS Lisu, DAS Barru, DAS Lakepo, DAS Lampoko, DAS Kariango, DAS Pangkajene, DAS Bone-Bone, DAS Segeri, DAS Karajae dan DAS Malipi. Kabupaten Pinrang juga mempunyai beberapa sungai besar yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian, irigasi dan pembangkit tenaga listrik seperti: Sungai Mamasa, Sungai Bungi, Sungai Ladi, Sungai Kaloro, Sungai Lelang, Sungai Rantoni, Sungai Kalobe, Sungai Bittoeng, Sungai Bone, Sungai Data, Sungai Massila, Sungai Sa dang, Sungai Padanglolo, Sungai Battoa, Sungai Garungga, Sungai Kapa, Sungai Pao, Sungai Taccipi, Sungai Ammani, Sungai Sibo, Sungai Palace, Sungai Jampue, Sungai Alecalimpo, Sungai Tiroang, Sungai Arassie, Sungai Rappang, Sungai Tangnga, Sungai Lebang, Sungai Marauleng, Sungai Aggalacengnge, Sungai Menro, Sungai Kariango, Sungai Sawitto, Sungai Madello, selain melintasi wilayah kabupaten Pinrang juga melintasi sebagian wilayah kabupaten tetangga. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 23

75 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Air Bersih Rencana pengembangan sumber daya air di wilayah Kabupaten Pinrang lebih diprioritaskan pada penyediaan air baku untuk kebutuhan air minum penduduk melalui sistem jaringan pelayanan yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Pinrang. Dimana kondisi saat ini potensi sumber daya air baik sungai maupun air tanah belum terkelola secara optimal. Hal ini terlihat dari kapasitas pelayanan air minum penduduk secara keseluruhan yang diproduksi oleh PDAM Kabupaten Pinrang, dimana secara keseluruhan dari 4 (empat) IPA yang ada kapasitas terpasangnya baru baru sebesar 271 liter/detik, dengan kapasitas produksi air minum sebesar 171 liter/detik. Adapun sumber air baku air minum tersebut bersumber dari air permukaan berupa sungai dan mata air yang terdiri dari: 1. mata air Pakeng di Kecamatan Lembang; 2. mata air Tuppu di Kecamatan Lembang; 3. mata air Taddokkong di Kecamatan Lembang; 4. mata air Rajang di Kecamatan Duampanua; 5. mata air Massewae di Kecamatan Duampanua; 6. mata air Tapporang di Kecamatan Batulappa. Padahal kebutuhan akan air minum penduduk di Kabupaten Pinrang cukup besar, untuk saat ini saja dengan penduduk sebanyak jiwa (standar kebutuhan 150 liter/org/hari) membutuhkan air minum minimal m 3 /hari atau jika melalui sistem jaringan PDAM berarti minimal dengan produksi 593,95 liter/detik. Kondisi saat ini sistem penyediaan air minum (SPAM) baru mampu memberikan kontribusi terhadap kebutuhan air minum sebesar 28,84 % dari kebutuhan penduduk secara keseluruhan. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 24

76 Bagi daerah perdesaan yang memang cukup sulit dikembangkan sistem penyediaan air minum (SPAM) melalui pelayanan PDAM, dikembangkan pola swadaya secara komunal dengan memanfaatkan sumber air minum berupa mata air dan air tanah yang memang selama ini telah banyak dimanfaatkan di wilayah Kabupaten Pinrang terutama di daerah perdesaan Rencana Pengembangan Sistem Sumber Jaringan Irigasi Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi di wilayah Kabupaten Pinrang dilakukan sebagai upaya memacu peningkatan produktivitas lahan pertanian persawahan. Dengan mengembangkan sistem jaringan irigasi diharapkan pemenuhan swasembada beras dapat tercapai atau bahkan bisa mencapai surplus sehingga tingkat kesejahteraan petani menjadi lebih baik secara berkelanjutan. Apalagi memang wilayah Kabupaten Pinrang merupakan daerah sentra produksi beras (daerah lumbung beras) provinsi Sulawesi Selatan dengan luas areal persawahan potensial lebih kurang ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi yang pengelolaannya menjadi Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Maka di wilayah Kabupaten Pinrang untuk Daerah irigasi (DI) yang menjadi kewenangan Pusat atau merupakan jaringan Daerah Irigasi nasional lintas kabupaten adalah Daerah Irigasi (DI) Saddang Pinrang dengan luas areal pelayanan ha, dan Daerah irigasi (DI) Sadang Sidrap dengan luas cakupan Ha. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 25

77 Juga terdapat jaringan Daerah Irigasi (DI) yang menjadi kewenangan provinsi yakni Bendung Taccipi di wilayah Kecamatan Patampanua yang mampu mengairi areal persawahan seluas ha, dan Daerah Irgasi Kalosi di Kecamatan Lembang. Sementara untuk Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten Pinrang terdiri atas: A. Wilayah Kecamatan Lembang 1. DI Kalosi dengan luas cakupan 1005 Ha; 2. DI Rantoni dengan luas cakupan 200 Ha; 3. DI Lamba Lumama I dengan luas cakupan 208 Ha; 4. DI Lamba Lumama II dengan luas cakupan 193 Ha; 5. DI Rumbia dengan luas cakupan 91 Ha; 6. DI Karawa dengan luas cakupan 46 Ha; 7. DI Pajalele dengan luas cakupan 200 Ha; 8. DI Lajorro dengan luas cakupan 80 Ha; 9. DI Rantoni II dengan luas cakupan 186 Ha; 10. DI Rantoni dengan luas cakupan 200 Ha; 11. DI Batu Malando dengan luas cakupan 35 Ha; 12. DI Kayu kayu dengan luas cakupan 91 Ha; 13. DI Kandoka dengan luas cakupan 65 Ha; 14. DI Batulosso dengan luas cakupan 60 Ha; 15. DI Rajang Balla dengan luas cakupan 40 Ha; 16. DI Massoping dengan luas cakupan 475 Ha; 17. DI Boddi dengan luas cakupan 46 Ha; 18. DI Salu Todding dengan luas cakupan 81 Ha; 19. DI Massuangga dengan luas cakupan 29 Ha; 20. DI Pasereangin dengan luas cakupan 90 Ha; 21. DI Salo Marewe dengan luas cakupan 32 Ha; 22. DI Batu Karipu dengan luas cakupan 125 Ha; 23. DI Tunan dengan luas cakupan 32 Ha; 24. DI Letta I dengan luas cakupan 221 Ha; 25. DI Gorotong dengan luas cakupan 60 Ha; 26. DI Soloang dengan luas cakupan 144 Ha; 27. DI Balaleong dengan luas cakupan 47 Ha; 28. DI Galung Bulo dengan luas cakupan 41 Ha; 29. DI Atolamba dengan luas cakupan 46 Ha; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 26

78 30. DI Tubo dengan luas cakupan 48 Ha; 31. DI Salawing dengan luas cakupan 67 Ha; 32. DI Kalamanuk dengan luas cakupan 53 Ha; 33. DI Bau dengan luas cakupan 40 Ha; 34. DI Kunali dengan luas cakupan 51 Ha; 35. DI Tappang dengan luas cakupan 46 Ha; 36. DI Kariango dengan luas cakupan 30 Ha; 37. DI Letta II dengan luas cakupan 161 Ha; 38. DI Suluti dengan luas cakupan 68 Ha; 39. DI Salusan dengan luas cakupan 27 Ha; 40. DI Londe dengan luas cakupan 35 Ha; B. Wilayah Kecamatan Duampanua 1. DI Pasolengan dengan luas cakupan 475 Ha; 2. DI Kaballangan Toa dengan luas cakupan 182 Ha; 3. DI Lamorro dengan luas cakupan 35 Ha; 4. DI Dajang dengan luas cakupan 25 Ha; 5. DI Sokang Toa dengan luas cakupan 88 Ha; 6. DI Rumpia dengan luas cakupan 35 Ha; 7. DI Balanganra dengan luas cakupan 69 Ha; 8. DI Bakung dengan luas cakupan 11 Ha; 9. DI Cempa II dengan luas cakupan 243 Ha; 10. DI Palonga dengan luas cakupan 150 Ha; 11. DI Parapa dengan luas cakupan 25 Ha; 12. DI Barompong dengan luas cakupan 75 Ha; 13. DI Pulompi dengan luas cakupan 100 Ha; 14. DI Massila dengan luas cakupan 90 Ha; 15. DI Lalang Nyarang dengan luas cakupan 30 Ha; 16. DI Salo Dewata dengan luas cakupan 130 Ha; 17. DI Maung dengan luas cakupan 40 Ha; 18. DI Sanja dengan luas cakupan 65 Ha. LAPORAN AKHIR C. Wilayah Kecamatan Mattiro Bulu 1. DI Labuange dengan luas cakupan 150 Ha; 2. DI Lingga-lingga dengan luas cakupan 145 Ha; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 27

79 3. DI Salompang dengan luas cakupan 75 Ha; 4. DI Polo Salo (like) dengan luas cakupan 65 Ha; 5. DI Lempong Aloe dengan luas cakupan 85 Ha; 6. DI Lataccipi dengan luas cakupan 48 Ha; 7. DI Lajojjorang dengan luas cakupan 36 Ha; D. Wilayah Kecamatan Batulappa 1. DI Bamba Bakka dengan luas cakupan 188 Ha; 2. DI Padang Loang dengan luas cakupan 100 Ha; 3. DI Bilajeng Kassa dengan luas cakupan 150 Ha; 4. DI Lamurang dengan luas cakupan 102 Ha; 5. DI Takkalasi dengan luas cakupan 116 Ha; 6. DI Salumajeng dengan luas cakupan 150 Ha; 7. DI Borrong dengan luas cakupan 115 Ha; 8. DI Pandameang dengan luas cakupan 41 Ha; 9. DI Kau - kau dengan luas cakupan 60 Ha; 10. DI Padang dengan luas cakupan 60 Ha; 11. DI Labuang Nyarang dengan luas cakupan 85 Ha; 12. DI Kaluku Mattedong dengan luas cakupan 66 Ha; 13. DI Loka di Kecamatan Batulappa dengan luas cakupan 30 Ha; 14. DI Paleleng dengan luas cakupan 50 Ha; 15. DI Bila dengan luas cakupan 62 Ha; E. Kecamatan Patampanua 1. DI Taccipi dengan luas cakupan 568 Ha; 2. DI Paodadi dengan luas cakupan 119 Ha; 3. DI Banga dengan luas cakupan 200 Ha; 4. DI Lita lita dengan luas cakupan 65 Ha; 5. DI Maridi dengan luas cakupan 100 Ha; 6. DI Pummaliling dengan luas cakupan 60 Ha; 7. DI Jampu dengan luas cakupan 350 Ha; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 28

80 8. DI Sinri Mata dengan luas cakupan 60 Ha; Total Daerah Irigasi kewenangan Kabupaten Pinrang yakni sebanyak 88 Daerah Irigasi (DI). Disamping itu, prasarana penunjang lainnya terkait dengan langkah-langkah optimal peningkatan produktifitas beras di wilayah Kabupaten Pinrang maka dikembangkan pula sistem jaringan air baku yang akan mendukung sistem Daerah Irigasi terutama pasokan air baku pertanian/persawahan. Jaringan air baku yang ada di kabupaten Pinrang, terdiri dari beberapa lokasi/sumber yang tersebar di hampir seluruh wilayah kecamatan, meliputi: 1. Jaringan air baku sumur artesis Suppa; 2. Jaringan air baku di Bendung Benteng Kecamatan Patampanua; 3. Jaringan air baku di Lasape Kecamatan Patampanua; 4. Jaringan air baku di Saluran Labolong Kecamatan Mattiro Sompe; 5. Jaringan air baku di Saluran Irigasi Sekunder Langnga Kecamatan Mattiro Sompe; 6. Jaringan air baku di Saluran Kariango Kecamatan Mattiro Bulu; 7. Jaringan air baku mata air di Pakeng Kecamatan Lembang; 8. Jaringan air baku mata air di Tuppu Kecamatan Lembang; 9. Jaringan air baku mata air di Benteng Paremba Kecamatan Lembang; 10. Jaringan air baku mata air di Rajang Kecamatan Duampanua. 11. Jaringan air baku mata air di Tapporang Kecamatan Batulappa; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 29

81 Mengingat di wilayah Kabupaten Pinrang masuk dalam pengembangan Kawasan Strategis Provinsi sebagai daerah lumbung beras provinsi, maka dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan persawahan menjadi lebih besar lagi, diperlukan adanya langkah-langkah dalam mengembangkan sistem jaringan prasarana sumber daya air ini sebagai berikut : 1) Memelihara dan meningkatkan kapasitas jaringan irigasi yang telah ada saat ini. 2) Bila daerah tadah hujan tidak bisa dikembangkan menjadi daerah terlayani sistem irigasi teknis atau semi teknis, maka perlu direncanakan embung beserta jaringan irigasi dan drainase beserta bangunan pelengkap dan infrastruktur lainnya dengan sistem gravitasi atau pompanisasi menggunakan potensi air tanah. 3) Bila tidak memungkinkan dengan sistem gravitasi akan dikembangkan dengan cara pompanisasi atau kombinasi keduanya dengan cara pompanisasi air tanah ke areal sawah tadah hujan secara langsung Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Drainase dan Air Limbah Rencana pengembangan sistem jaringan drainase di wilayah Kabupaten Pinrang dilakukan dengan sistem saluran terbuka. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan investasi pembiayaan infrastruktur tersebut, dimana dalam hal investasi saluran terbuka lebih ekonomis dibanding saluran tertutup, dan tetap efektif dalam fungsinya. Demikian pula kelanjutan pemeliharaannya, akan lebih mudah dan lebih murah. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 30

82 Secara fungsional, sistem jaringan drainase yang akan dikembangkan tidak hanya sebagai saluran air limpasan (run off), tetapi juga sebagai saluran buangan air limbah domestik (air limbah rumah tangga). Pengembangan sistem jaringan drainase di wilayah Kabupaten Pinrang lebih diprioritaskan pada kawasan perkotaan, terutama Kawasan Perkotaan Pinrang dan sekitarnya, Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta pada sisi jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan lokal primer. Langkah ini ditempuh untuk mengatasi permasalahan sanitasi lingkungan permukiman di Kawasan Perkotaan Pinrang dan sekitarnya yang telah mulai terindikasi mengalami degradasi kualitas lingkungan akibat buruknya sistem sanitasi lingkungan permukiman terutama, sistem jaringan drainase. Prioritas lainnya dari pengembangan sistem jaringan drainase di wilayah Kabupaten Pinrang adalah pada sisi jaringan jalan arteri primer yakni jaringan jalan yang berfungsi menghubungkan Kawasan Perkotaan Pinrang (pusat kegiatan lokal) dengan PKW Parepare dan perbatasan provinsi. Langkah ini ditempuh guna mencegah kerusakan konstruksi badan jalan akibat erosi air limpasan (run off), yang memang cukup potensial merusak konstruksi badan jalan terutama jaringan jalan yang rawan gengan dan pada sisi dalam daerah tebing. Sementara untuk rencana pengembangan sistem jaringan air limbah dilakukan hanya secara on site, dimana untuk kegiatan yang berskala besar seperti kegiatan industri besar, rumah sakit umum dan sejenisnya yang menghasilkan air limbah bahan berbahaya dan beracun (b3) metode penanganan air Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 31

83 limbahnya di lakukan melalui sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang ada dalam kawasan kegiatan tersebut Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air A. Kriteria Sistem Jaringan Sungai Kriteria pengelolaan dan pengembangan sistem jaringan sungai di wilayah Kabupaten Pinrang meliputi : 1) Memperhatikan rencana penanganan sungai yang ada di wilayah Kabupaten Pinrang yang ditetapkan dalam RTRW Nasional dan RTRW Provinsi. 2) Memperhatikan satuan wilayah hidrologis sungai yakni wilayah sungai. 3) Dilakukan secara terpadu yang melibatkan multisektor, pelibatan pemangku kepentingan mulai dari daerah hulu sampai hilir, dan berkelanjutan. 4) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah hidrologis yang dapat mencakup beberapa wilayah administratif kabupaten dan/atau provinsi sebagai satu kesatuan wilayah pembinaan yang tidak dapat dipisahpisahkan. 5) Dalam satu sungai hanya berlaku satu rencana induk dan satu rencana kerja (one river one management) yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. B. Kriteria Sistem Jaringan Air Bersih 1) Prioritas pelayanan dari PDAM pada kawasan perkotaan, baik kawasan perkotaan PKL, PPK, dan PPL yang memang menjadi kawasan pusat permukiman wilayah/ sub wilayah. 2) Bagi kawasan perdesaan yang belum mampu terlayani Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 32

84 sistem jaringan PDAM diupayakan dengan pengembangan sistem jaringan air bersih secara komunal yang dikelola secara swadaya dengan memanfaatkan air tanah atau air permukaan yang ada disekitar kawasan permukiman perdesaan. 3) Menambah kapasitas produksi terhadap sistem penyediaan air minum (SPAM) dari instalasi jaringan air bersih PDAM yang telah ada sekarang guna mengoptimalkan pelayanan dari SPAM yang telah operasional saat ini. C. Kriteria Sistem Jaringan Irigasi 1) Mengembangkan sistem irigasi teknis pada daerahdaerah sentra produksi padi sawah. 2) Meningkatkan irigasi sederhana menjadi irigasi teknis atau semi teknis. 3) Merehabilitasi jaringan irigasi yang rusak sehingga mampu berfungsi optimal mendukung peningkatan produktivitas lahan persawahan. 4) Jika dengan pengaliran sistem gravitasi tidak mampu dilakukan dilakukan dengan sistem pompanisasi. D. Kriteria Sistem Jaringan Drainase dan Air Limbah 1) Memanfaatkan sungai yang ada, baik sungai besar maupun sungai kecil sebagai outlet pembuangan akhir dari drainase, jika outlet-nya masih jauh dari laut Selat Makassar. 2) Pengembangan saluran primer diprioritaskan pada kawasan perkotaan yang padat bangunan dan rentan genangan banjir. 3) Sistem drainase merupakan sistem interkoneksi yang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 33

85 tidak terputus, terhirarki mulai dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier. 4) Pengembangan saluran sekunder dan saluran tersier mengikuti jaringan jalan. 5) Besaran saluran disesuaikan dengan potensi besarnya air limpasan (run off) di kawasan tersebut Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Salah satu prasarana akses atau keterhubungan inter dan intra wilayah adalah melalui sistem jaringan telekomunikasi. Peningkatan perkembangan wilayah secara signifikan salah satunya karena adanya dukungan dari pelayanan jaringan telekomunikasi. Disamping mendorong intensitas aktivitas perekonomian wilayah, jaringan prasarana ini juga mampu mempererat interaksi sosial kemasyarakatan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia, dimana penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi menjadi monopoli PT. Telkom Tbk. sehingga operator-operator teknologi telekomunikasi mulai bermunculan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas akan prasarana dan sarana telekomunikasi. Dengan semakin banyaknya penyelenggara (operator) telekomunikasi khususnya telepon nirkabel, maka kebutuhan masyarakat akan kecepatan dan kemudahan dalam berkomunikasi semakin banyak tersedia. Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi di wilayah Kabupaten Pinrang untuk sistem jaringan telepon Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 34

86 konvensional (STO Pinrang) lebih diprioritaskan pada Kawasan Perkotaan Pinrang dan sekitarnya dengan perkiraan kebutuhan sebanyak SST. Keutamaan pelayanan diperuntukkan bagi fasilitas perkantoran pemerintah, sosial, dan jasa komersial. Sementara untuk ketersediaan pelayanan lainnya dari sistem jaringan telekomunikasi di wilayah Kabupaten Pinrang berasal dari sistem jaringan nirkabel berupa sistem telepon selular yang jangkauan pelayanannya jauh lebih luas, menjangkau mulai dari kawasan perkotaan hingga ke perdesaan. Persaingan usaha dibidang layanan jasa telekomunikasi telepon selular ini berdampak baik terhadap penggunanya, karena tarif penggunaannya semakin murah dan jangkauan pelayanannya semakin meluas hingga ke perdesaan. Untuk itu, diarahkan pengembangan sistem telepon selular ini untuk melayani seluruh wilayah Kabupaten Pinrang tanpa ada wilayah kecamatan yang tanpa signal (blank spot) melalui pembangunan base tranceiver stasiun (BTS) yang tersebar pada : PKL (Kawasan Perkotaan Pinrang), seluruh PPK, seluruh PPL dan ibukota kecamatan yang tidak termasuk dalam pusat kegiatan. Melengkapi keterjangkauan daerahdaerah terpencil yang belum terlayani oleh sistem konvensional dan sistem nirkabel (telepon selular), maka perlu dikembangkan pula sistem satelit pada kawasan terpencil terutama pada daerah-daerah pegunungan dimana pola permukiman masyarakat berpencar-pencar dalam kelompokkelompok kecil. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 35

87 Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi Guna menjaga kontuinitas pelayanan sistem telekomunikasi di wilayah Kabupaten Pinrang, maka dalam pengembangannya diterapkan beberapa kriteria yang meliputi : 1) Prioritas pelayanan pada kawasan perkotaan (pusat kegiatan lokal) untuk sistem jaringan telepon konvensional (sistem jaringan kabel). 2) Menghapus keterisolasian kawasan perdesaan dalam hal pelayanan jaringan telekomunikasi dengan mengembangkan sistem jaringan nirkabel dan sistem satelit. 3) Prioritas pengguna sistem telepon konvensional pada fasilitas perkantoran pemerintahan, fasilitas jasa komersial, dan fasilitas sosial Rencana Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan Sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten Pinrang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), dimana upaya pengelolaan persampahan dapat dilakukan dengan upaya-upaya yang meliputi : 1. Pengurangan sampah maksimal semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. 2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan usaha swasta sebagai mitra pengelolaan. 3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Adapun sasaran umum yang hendak dicapai dari pengelolaan persampahan yakni (1) pencapaian sasaran cakupan pelayanan 60 % penduduk; (2) pencapaian pengurangan kuantitas sampah sebesar 20 %; dan (3) tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi sanitary landfill Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 36

88 untuk kota metropolitan dan besar, serta controlled landfill untuk kota sedang dan kecil serta tidak dioperasikannya TPA secara open dumping. Urgensitas pengelolaan persampahan di wilayah Kabupaten Pinrang berada pada kawasan perkotaan Pinrang dan sekitarnya, dimana kawasan ini memang merupakan tempat pemusatan berbagai kegiatan seperti pusat permukiman, ekonomi, sosial budaya, dan pemerintahan sehingga timbulan sampahnya sangat besar terutama yang bersumber dari rumah tangga dan pasar. Untuk itu, maka diperlukan adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang cukup representataif. Dimana lokasi TPA sampah yang tersebut berlokasi di Malimpung dengan luas lahan lebih kurang 5,3 ha. Penanganan terhadap permasalahan sampah perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat jumlah sampah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, terutama di kawasan perkotaan, serta dampak yang ditimbulkannya apabila tidak ditangani secara tepat. Ketidaktepatan mengelola persampahan dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup masyarakat, terutama diperkotaan. Polusi bau, sumber penyakit, dan degradasi lingkungan, serta penurunan estetika lingkungan merupakan dampak yang dapat ditimbulkan dari permasalahan sampah. Secara garis besar pengelolaan persampahan nantinya di Kabupaten Pinrang dapat di rinci seperti ini : a. Pemilahan : dari sumber/asal sampah telah dilakukan pemisahan antara sampah organik dengan sampah anorganik sebelum dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) Kontainer; b. Pengolahan : dilakukan pengomposan untuk sampah organik dan dilakukan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) untuk penanganan sampah anorganik. c. Pengumpulan : sampah dari produsen (rumah tangga) diangkut ke tempat Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 37

89 pengumpulan sementara (TPS) dengan menggunakan gerobak dorong/ tarik, truk, motor gerobak; d. Pengangkutan : dari TPS Kontainer diangkut dengan Truk menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Malimpung yang berjarak ± 10 km dari pusat Kawasan Perkotaan Pinrang. e. Pembuangan akhir : sampah dari TPS dikumpulkan dan di bawa ke TPA sampah, di mana nantinya sampah-sampah organik di lokasi TPA dapat di olah menjadi kompos, briket dan gas metan (bahan bakar) serta bahan bangunan. Secara teknis pengolahan sampah di TPA dilakukan dengan metode controlled landfill, yang secara operasional lebih ekonomis dibanding metode sanitary landfill, dan lebih berwawasan lingkungan dibanding metode open dumping. Pengembangan pemanfaatan ruang kawasan sekitar TPA sampah di Malimpung harus memperhatikan konsekuensi pada usulan perubahan, yaitu : Pertama, rumusan mengenai zona penyangga dalam Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir dengan menggunakan sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill beserta peruntukan yang diizinkan, memerlukan pengetatan dalam pemanfaatan yang diizinkan. Risiko pemanfaatan bagi kesehatan manusia, pada TPA dengan metoda pengurugan berlapis terkendali (controlled landfill). Kedua, menyangkut jarak aman antara TPA dengan permukiman yang dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, jarak di sekitar TPA yang harus dibebaskan dari kegiatan hunian pada zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 38

90 lingkungan yang dilaksanakan di TPA. Pemanfaatan lahannya ditentukan sebagai berikut : a meter : diharuskan berupa sabuk hijau; dan b meter : pertanian non pangan dan hutan. Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa: a. Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari; b. Bahaya ledakan gas metan; c. Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat; dan Lainlain. Penentuan jarak pada zona budi daya terbatas pada TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih didasarkan pada kajian lingkungan di sekitar TPA yang meliputi : a. Teknis pemrosesan sampah di TPA : pengurugan berlapis bersih atau pengurugan berlapis terkendali; b. Mekanisme penimbunan sampah eksisting : melalui pemilahan atau tanpa pemilahan; c. Karakteristik sampah yang masuk ke TPA : organik, non organik, B3 (bahan berbahaya dan beracun); d. Kondisi air lindi; e. Kondisi gas dalam sampah : methan, CO; f. Kondisi geologi dan geohidrologi, dan jenis tanah; g. Iklim mikro; h. Pemanfaatan ruang yang telah ada di sekitar kawasan TPA, sesuai dengan peraturan zonasi. Sedangkan ketentuan pemanfaatan ruang adalah : a. Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 39

91 ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat menyerap bau; dan 2) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m. b. Pemrosesan sampah utama on site. c. Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran (incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya. d. Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun III - 40

92 Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten Pinrang yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang berfungsi : a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah Kabupaten Pinrang. b. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang. c. Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk dua puluh tahun, dan d. Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah Kabupaten Pinrang. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang dirumuskan dengan kriteria : a. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta rencana rincinya. b. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan beserta rencana rincinya. c. Mengakomodasi kebijakan pengembangan kawasan andalan nasional yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang. d. Memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 1

93 4.1. Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Rencana Pengembangan Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Rencana pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi kawasan-kawasan tersebut dalam perlindungan kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, pengisi air, sumber air dan penjaga kesuburan tanah. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terdapat di wilayah Kabupaten Pinrang berupa Hutan Lindung. Kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Pinrang ditetapkan dengan kriteria antara lain : a) kawasan yang mempunyai kemiringan lereng lapangan rata-rata lebih besar dari 45 %, b) kawasan yang mempunyai ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut, c) kawasan yang memiliki jenis tanah sangat peka terhadap erosi, dan d) kawasan yang mempunyai nilai skor lebih dari 175 menurut SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. Hutan lindung yang ada di wilayah Kabupaten Pinrang sesuai dengan RTRW Provinsi Sulawesi Selatan (Perda Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 tahun 2009) adalah seluas ,79 ha atau sebesar 23,02 % dari luas wilayah Kabupaten Pinrang (luas wilayah Kabupaten Pinrang ha). Ketetapan ini akan menjadi dasar dalam pemantapan kawasan areal hutan lindung di Kabupaten Pinrang dalam rangka melindungi dan melestarikan fungsi ekologis kawasan hutan lindung tersebut, serta mengembangkan keterpaduan program konservasi kawasan hutan lindung lintas instansi terkait. Hasil overlay peta menunjukkan bahwa sebaran hutan lindung di Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 2

94 wilayah Kabupaten Pinrang sebagian besar terdapat di wilayah bagian utara pada areal lahan yang bertopografi m dpl dengan tingkat kelerengan sebagian besar berada pada kelas lereng %. Hutan lindung dengan karakteristik areal tersebut umumnya tersebar pada wilayah Kecamatan Lembang dan wilayah Kecamatan Batulappa. Hasil overlay dengan peta tutupan lahan menunjukkan bahwa sebagian areal hutan lindung telah mengalami bukaan vegetasi yang cukup luas, seperti menjadi tegalan, semak belukar, terutama pada wilayah Kecamatan Batulappa Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat A. Sempadan Pantai Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Sempadan pantai berfungsi memberikan pelindungan terhadap wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Mengacu pada ketetapan sempadan sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut : Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat, dengan pengecualian daerah pantai yang digunakan untuk pertahanan keamanan, kepentingan umum dan permukiman yang sudah ada. Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 3

95 Mencermati kecenderungan, intensitas serta potensi kawasan pantai menjadi kawasan yang menarik untuk pengembangan kegiatan budidaya, baik permukiman maupun non permukiman (perdagangan, jasa komersial, industri, dan sejenisnya), maka pengaturan terhadap sempadan pantai lebih fleksibel sesuai dengan bentuk pantai, kondisi fisik pantai dikaitkan dengan rencana pemanfaatannya. Dengan mengacu pada karakteristik tipologi pantai di wilayah Kabupaten Pinrang dikaitkan dengan ketentuan lebar sempadan pantai, serta hasil overlay peta tutupan lahan, maka kawasan sempadan pantai di Kabupaten Pinrang yang panjangnya sekitar 94,54 km adalah seluas ± 945,4 ha. Lebih jelasnya mengenai pengaturan sempadan pantai di Kabupaten Pinrang seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1. Lebar Sempadan Pantai No. Jenis Aktivitas Bentuk Pantai Kondisi Fisik Pantai Lebar Sempadan (Meter) Stabil dengan pengendapan 30 Stabil tanpa pengendapan 50 Landai dengan gelombang Labil dengan pengendapan 50 < 2 m 1. Kawasan Permukiman Labil tanpa pengendapan Kawasan Non Permukiman Landai dengan gelombang > 2 m Landai dengan gelombang < 2 m Landai dengan gelombang > 2 m Curam dengan gelombang < 2 m Curam dengan gelombang > 2 m Sumber : Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang, Departemen PU. Stabil dengan pengendapan 50 Stabil tanpa pengendapan 75 Labil dengan pengendapan 75 Labil tanpa pengendapan 100 Stabil dengan pengendapan 100 Stabil tanpa pengendapan 150 Labil dengan pengendapan 150 Labil tanpa pengendapan 200 Stabil dengan pengendapan 150 Stabil tanpa pengendapan 200 Labil dengan pengendapan 200 Labil tanpa pengendapan 250 Stabil 200 Labil 250 Stabil 250 Labil 300 Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 4

96 B. Sempadan Sungai Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Upaya ini dilakukan guna memberikan perlindungan terhadap sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 menyebutkan bahwa kriteria dari sempadan sungai yakni : Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepian sungai. Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepian sungai. Di wilayah Kabupaten Pinrang terdapat beberapa sungai besar yang memiliki badan sungai yang cukup panjang yakni Sungai Saddang (wilayah sungai nasional lintas provinsi dan kabupaten yang hulunya di wilayah Kabupaten Toraja Utara dan hilirnya di wilayah Kabupaten Pinrang), Sungai Mamasa, Sungai Bungi, Sungai Ladi, Sungai Kaloro, Sungai Lelang, Sungai Rantoni, Sungai Kalobe, Sungai Bittoeng, Sungai Bone, Sungai Data, Sungai Massila, Sungai Sa dang, Sungai Padanglolo, Sungai Battoa, Sungai Garungga, Sungai Kapa, Sungai Pao, Sungai Taccipi, Sungai Ammani, Sungai Sibo, Sungai Palace, Sungai Jampue, Sungai Alecalimpo, Sungai Tiroang, Sungai Arassie, Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 5

97 Sungai Rappang, Sungai Tangnga, Sungai Lebang, Sungai Marauleng, Sungai Aggalacengnge, Sungai Menro, Sungai Kariango, Sungai Sawitto, Sungai Madello, selain melintasi wilayah kabupaten Pinrang juga melintasi sebagian wilayah kabupaten tetangga. C. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kriteria penetapan kawasan sekitar mata air adalah perlindungan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Keberadaan sumber mata air di wilayah Kabupaten Pinraang lokasinya cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan antara lain di wilayah Kecamatan Batulappa ada 61 mata air, wilayah Kecamatan Lembang ada 44 mata air, wilayah Kecamatan Mattiro Sompe ada 3 mata air, wilayah Kecamatan Pattampanua ada 12 mata air. Perlindungan terhadap sumber mata air dilakukan dengan pembatasan kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Pengelolaan kawasan sekitar mata air antara lain dilakukan dengan : 1. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; 2. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi; 3. Sumber air yang digunakan untuk pariwisata seperti di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Batulappa. Selain sebagai sumber air minum dan pertanian, sumber air juga Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 6

98 dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata selama tidak merusak tata air yang ada. 4. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap mata air; serta 5. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air Kawasan Pantai Berhutan Bakau Pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Kawasan pantai berhutan bakau berfungsi melestarikan keberadaan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembang biaknya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta sebagai pelindung usaha budidaya dibelakangnya. Wilayah Kabupaten Pinrang sebagian diarahkan untuk pengembangan kawasan hutan mangrove sejalan dengan tujuan daripada penetapan sempadan pantai. Kawasan hutan mangrove ditetapkan berdasarkan persebaran hutan mangrove saat ini ditambah dengan areal-areal yang dinilai layak dan sebaiknya ditumbuhi mangrove. Pengembangan kawasan hutan mangrove ini, selain dikaitkan dengan upaya konservasi, juga dalam rangka melindungi budidaya kegiatan tambak di daerah belakang kawasan hutan mangrove tersebut. Berdasarkan hal itu, maka kawasan hutan mangrove di Kabupaten Pinrang akan memanfaatkan areal Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 7

99 seluas ± 945,4 ha. yang memanjang mulai dari selatan hingga barat wilayah pesisir Kabupaten Pinrang yang merupakan pesisir Selat Makassar. Penyebarannya meliputi beberapa kecamatan, yakni wilayah Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattirosompe, Kecamatan Cempa, dan Kecamatan Duampanua. Kawasan hutan mangrove ini sangat penting untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya perikanan tambak yang akan menjadi salah satu andalan perekonomian Kabupaten Pinrang. Selain itu, kawasan hutan mangrove juga diperlukan untuk menjaga kelestarian ekosistem wilayah pantai dan meredam abrasi pantai dari hantaman gelombang laut Rencana Penanganan Kawasan Rawan Bencana Kawasan Rawan Banjir Upaya perwujudan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah kerawanan bencana banjir, sebagaimana karakteristik wilayah Kabupaten Pinrang terutama dari aspek geomorfologi dan hidrologi. Tantangan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Terjadinya alih fungsi lahan berfungsi lindung Alih fungsi ini ini terjadi baik di kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, atau dari kawasan budidaya dengan karakteristik menyerupai kawasan lindung menjadi kawasan budidaya yang tidak menunjang fungsi konservasi lingkungan hidup. Kerusakan kawasan hutan lindung menyisakan kawasan-kawasan hutan yang secara fisik tidak lagi berwujud hutan, namun lebih sebagai lahan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 8

100 terlantar. Dengan dibarengi oleh perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun, akan semakin meningkatkan resiko atau potensi kejadian bencana, seperti banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. 2) Pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karaktersitik kawasan Terkait dengan pemilihan lokasi atas kegiatan manusia, seringkali pertimbangan yang ada lebih ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan dengan memaksimalkan hasil yang diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Akibatnya perhatian terhadap aspek lingkungan hidup relatif terabaikan. Hal ini terlihat dari berkembangnya kegiatan-kegiatan budidaya pada ruangruang yang menurut pertimbangan lingkungan seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan-kawasan berfungsi lindung pada dasarnya bukan kawasan yang harus sepenuhnya steril dari kegiatan pemanfaatan ruang. Pada kawasan lindung masih dimungkinkan dilakukan upaya pemanfaatan ruang, namun dengan karakteristik kegiatan yang sesuai dengan karakteristik kawasan lindung. Sebagai contoh, pada kawasan dengan kemiringan di atas 40 % pun masih dimungkinkan dikembangkan kegiatan budidaya kehutanan, baik hutan produksi maupun hutan rakyat, dengan jenis vegetasi yang mampu melindungi lahan dari bahaya erosi dan longsor. 3) Pola pengelolaan kegiatan yang tidak sesuai dengan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 9

101 karakteristik kawasan Pada kawasan berfungsi lindung dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan ruang, namun harus dibarengi dengan penerapan standar pengelolaan lingkungan yang memadai. Dalam konteks ini, selain jenis kegiatannya harus sesuai dengan karakteristik kawasan, pengelolaan kawasan tersebut juga harus mengikuti kaidah-kaidah lingkungan agar potensi kejadian bencana dapat diminimalkan. 4) Kurangnya penyebarluasan informasi yang dibutuhkan masyarakat Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap upaya konservasi lingkungan hidup dalam memilih lokasi kegiatan, menentukan besaran kegiatan, dan menerapkan pola pengelolaan kegiatan juga dipengaruhi oleh penyediaan informasi berkaitan dengan hubungan antara aktivitas manusia dengan potensi kejadian bencana longsor. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dibutuhkan data informasi yang berkaitan dengan karakteristik geomorfologi dan hidrologi kawasan serta akibat yang mungkin timbul dari kegiatan yang tidak berwawasan lingkungan. Agar data informasi tersebut dapat secara efektif dalam menumbuhkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat, perlu dilakukan upaya penyederhanaan metoda penyampaian, baik terkait dengan cara maupun bahasa penyampaiannya. Pinrang adalah salah satu daerah rawan banjir di Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 10

102 Sulawesi Selatan, peta rawan banjir Sulawesi bagian Selatan. Berdasarkan peta rawan banjir, daerah rawan banjir di Pinrang terdapat di kecamatan Duampanua dan Kecamatan Suppa. Hal tersebut disebabkan oleh posisi geografis Pesisir Kabupaten Pinrang yang berada pada hilir DAS Sungai Saddang. Genangan air (banjir) yang terjadi secara alami di wilayah daerah aliran sungai (DAS) pada dasarnya tidak menjadi permasalahan, seandainya wilayah tersebut belum dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi, jika wilayah DAS telah dimanfaatkan oleh manusia, seperti penggunaan lahan untuk pertanian dan pertambakan, lahan permukiman dan kegiatan-kegiatan peruntukan lainnya, maka genangan tersebut dianggap merugikan dan mengancam kehidupan. Selain posisi geografis wilayah, Banjir di wilayah pesisir Pinrang juga disebabkan oleh karakteristik topografi wilayah yang cukup rendah terhadap permukaan laut. Pada saat pasang tinggi yang disertai dengan hujan, maka beberapa wilayah di pesisir sangat rawan terhadap bencana banjir. Hasil analisis terhadap keadaan hidrologi kabupaten Pinrang menunjukkan bahwa curah hujan di kab. Pinrang cukup tinggi terutama pada saat musim barat. Sementara itu, hampir seluruh kawasan pesisir memiliki ketinggian berada dibawah 3 M (DPL), seperti sebagian Kecamatan lembang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Cempa, Kecamatan Mattirosompe dan Suppa. Dengan mempertimbangkan kondisi pasang surut di perairan Selat Makassar yang mencapai + 2,6 m, keadaan curah hujan serta topografi wilayah, maka dapat diketahui Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 11

103 daerah-daerah rawan bencana banjir di pesisir Kabupaten pinrang. Identifikasi sebaran kawasan rawan bencana banjir berdasarkan tingkat resiko banjir, yang dilakukan melalui : a. Analisis kondisi fisik dasar, yaitu analisis kerawanan banjir setiap DAS berdasarkan aspek-aspek : Topografi : kemiringan lereng dan ketinggian lahan; Geologi : tingkat permeabilitas batuan, tekstur tanah; Hidrologi : luas DAS, bentuk DAS, debit aliran sungai. b. Analisis Peristiwa Alam, yaitu analisis kerawanan banjir setiap DAS berdasarkan : Intensitas curah hujan; Riwayat banjir yang telah terjadi pada setiap DAS. c. Analisis Penggunaan Lahan, yaitu kerawanan banjir setiap DAS. Kebijakan pengelolaan sumber daya air diarahkan untuk menjamin kelestarian ekosistem alami dalam penyerapan air hujan sehingga tidak terjadi run off dalam jumlah berlebihan yang berpotensi menjadi genangan banjir dengan strategi : Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air. Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam. Berdasarkan Pedoman Pengendalian Kawasan Rawan Banjir, terdapat 2 (dua) pendekatan dalam penanganan banjir, yaitu : Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 12

104 1. Pengendalian struktural terhadap banjir Pelaksanaan pengendalian ini dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis, terutama dalam penyediaan prasarana dan sarana serta penanggulangan banjir (Pedoman Penanggulangan Banjir; A-71). 2. Pengendalian non struktural (Pengendalian terhadap pemanfaatan ruang) Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana banjir, baik korban jiwa maupun harta benda, yang dilakukan melalui pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing, penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perizinan, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan ekosistem. Untuk pengelolaan ruang kawasan rawan banjir diarahkan pada penanganan banjir yang berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum terjadinya bencana banjir (mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya struktur (bangunan pengendali banjir) dan non-struktural (perbaikan atau pengendalian DAS) Kawasan Rawan Longsor Kawasan rawan longsor lebih disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi berlebih pada kawasan perbukitan atau pegunungan yang sebagian besar disebabkan adanya aktivitas penebangan/ penggundulan hutan (alih fungsi lahan) akibat kegiatan pembangunan. Daerah rawan longsor di Kabupaten Pinrang yaitu wilayah perbukitan dan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 13

105 daerah aliran sungai yang masuk dalam tipologi A. Gambar 4.1 Tipologi zona berpotensi longsor berdasarkan hasil kajian hidrogeomorfologi Wilayah Kabupaten Pinrang yang rawan bencana longsor adalah wilayah Kecamatan Lembang, dan wilayah Kecamatan Duampanua karena topografi kedua wilayah ini sebagian besar berada pada ketinggian diatas 500 meter dpl, dengan tingkat kelerengan yang curam sangat curam. Berikut ini disajikan illustrasi bentuk pencegahan terjadinya bencana longsor seperti terlihat pada gambar-gambar berikut ini: Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 14

106 Gambar 4.5 Illustrasi Tindakan Pencegahan Bencana Longsor Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman(gb. Kiri) Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman (gb.kanan) Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan. (gb.kiri) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal. (gb.kanan) Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri) Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan) Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 15

107 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri) Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan) Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gb.kiri) Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan) Tahapan mitigasi bencana tanah longsor : Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 16

108 pengembangan wilayah. Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya. Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada pemerintah kabupaten atau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor. Selama dan Sesudah Terjadi Bencana: Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: Kondisi medan Kondisi bencana Peralatan Informasi bencana Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 17

109 ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor, bila tanah longsor sulit dikendalikan. Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Pengelolaan lahan pada kawasan rawan longsor ini diarahkan pada pengembalian fungsi lindung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung perlindungan seperti perkebunan tanaman keras dan memiliki kerapatan tanaman yang tinggi. Mengingat di Kabupaten Pinrang biasanya terjadi longsor di wilayah Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan kawasan, maka diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah daerah dengan masyarakat baik dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil. Selanjutnya pada daearah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam atau terjal juga merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini diperlukan pengelolaan DAS dengan membuat terasering dan penanaman tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat kawasan sepanjang DAS ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah pendangkalan waduk/sungai yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya penamanam vegetasi yang berkayu dengan tegakan tinggi juga harus diikuti oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover yang juga memiliki fungsi ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan ternak. Untuk pencegahan terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 18

110 Gambar 4.6 Illustrasi Penanganan Kawasan Konservasi dan Rawan Longsor Kawasan Rawan Gempa dan Tsunami Berdasarkan sejarah bencana alam dan peta garis sesar gempa dari BMG Makassar, beberapa bagian wilayah Sulsel rawan terhadap bencana alam seperti Gempa dan Tsunami berpotensi di sekitar pantai wilayah Kabupaten Pinrang. Dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan disebutkan bahwa kawasan yang diidentifikasi berpotensi rawan bencana alam berupa gempa bumi di wilayah Kabupaten Pinrang meliputi kawasan sekitar pantai Selat Makassar, termasuk kawasan Pengaruh Kegempaan (Zona Seismik dengan nilai koefisien 2,11) Sistim Mitigasi Bencana Penetapan kawasan rawan bencana alam akan membawa dampak perlunya penerapan pengelolaan kawasan rawan bencana alam Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 19

111 sebagaimana diarahkan dalam RTRWN yakni : a. Pola pengelolaan kawasan rawan banjir, meliputi : Pengendalian kegiatan manusia di kawasan rawan bencana banjir untuk melindungi manusia, kegiatan budidaya, serta prasarana dan sarana penunjang perikehidupan manusia; dan Pengembangan prasarana pengendali banjir; b. Pola pengelolaan kawasan rawan tsunami meliputi : Pengembangan sistem peringatan dini; Penyuluhan kepada masyarakat agar mampu bereaksi cepat menanggapi peringatan dini; Pengembangan zona penyangga berupa ruang terbuka di sepanjang garis pantai; Pengembangan jaringan prasarana yang mendukung upaya evakuasi masyarakat; dan Pembatasan dan pengaturan kegiatan manusia di kawasan pantai dengan elevasi rendah dan pernah atau berpotensi dilanda tsunami. c. Pola pengelolaan kawasan rawan gempa bumi besar meliputi : Penerapan sistem peringatan dini bencana gempa bumi; dan Penerapan standar konstruksi bangunan tahan gempa. Tujuan-tujuan dari kesiapan bencana adalah meminimalisir pengaruh-pengaruh yang merugikan dari satu bahaya lewat tindakan-tindakan berjaga-jaga yang efektif, untuk menjamin secara tepat organisasi yang tepat dan efisien dan pengiriman respon darurat yang menindaklanjuti dampak dari satu bencana. Pengurangan resiko bencana dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh yang merugikan dari satu bencana dengan menghilangkan kerentanan (dimana kalau hal ini tidak dilakukan maka bahaya akan terbuka) dan secara langsung mengurangi potensi dampak satu bahaya sebelum bahaya tersebut menyerang. Kesiapan bencana harus dilihat sebagai suatu proses yang aktif Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 20

112 dan terus menerus. Salah satu aspek yang paling sulit dari manajemen bencana adalah masalah waktu. Kecepatan dan ketepatan waktu seringkali harus diperlakukan secara bersama. Keputusan-keputusan yang terkait dengan waktu harus mempertimbangkan hubungan antara masukan-masukan bantuan dan pengaruh-pengaruhnya. Organisasi yang efisien, perencanaan yang sistematis, distribusi yang baik, peran dan tanggung jawab yang jelas sangat vital dalam menjamin efektivitas dan efisiensi proses kesiapan sebelum dan sesudah terjadinya bencana Terdapat sembilan komponen utama yang tercakup dalam kesiapan bencana yang memberikan kerangka kerja sebagai dasar untuk mengembangkan strategi kesiapan bencana. Komponen tersebut adalah : Mengkaji Kerentanan; Yang paling mendasar untuk semua aspek manajemen bencana adalah informasi. Pemerintah atau institusi yang menangani bencana mungkin tahu bahwa komunitas atau daerah geografis tertentu rentan terhadap dampak dari serangan bahaya yang bersifat mendadak ataupun yang lamban. Mengembangkan dan menyusun penilaian kerentanan adalah salah satu cara mendekati satu sarana sistematis untuk menetapkan alat manajemen bencana yang penting. Perencanaan; Perencanaan dapat dilakukan melalui semua aktivitas yang dirancang untuk mempromosikan kesiapan bencana dan tujuan yang paling utama adalah mempunyai rencana-rencana yang siap dan sudah disepakati serta dapat diimplementasikan pada sumber-sumber daya yang relatif terjamin. Kerangka Kerja Institusi; Kesiapan bencana yang terkoordinir dan sistem tanggapan adalah satu prasyarat terhadap setiap rencana kesiapan bencana. Diperlukan adanya koordinasi horisontal pada level pemerintahan pusat dan koordinasi vertikal antara otoritas lokal dan pemerintah pusat sehingga dibutuhkan satu struktur pembuatan keputusan seperti panitia antar menteri Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 21

113 untuk mengkoordinasikan rencana dan struktur komunitas dan regional untuk mengimplementasikan rencana pada tingkat lokal. Sistem Informasi; Rencana kesiapan harus mempunyai sistem informasi. Untuk serangan bencana yang lambat harus terdiri dari proses pengumpulan data, sistem peringatan dini dan sistem monitoring untuk memperbaharui informasi peringatan dini. Sedangkan untuk bencana yang mendadak sistem yang sama harus tersedia untuk memprediksi, memberi peringatan dan komunikasi evakuasi. Basis Sumber Daya; Persyaratan-persyaratan untuk memenuhi satu situasi emergensi jelas tergantung pada tipe-tipe bahaya yang diantisipasi oleh rencana tersebut. Persyaratan-persyaratan ini harus dibuat secara eksplisit dan harus mencakup semua aspek bantuan dan implementasi pemulihan. Sistem Peringatan; Untuk sebagian besar tipe serangan bencana yang cepat, sistem peringatan dapat menyelamatkan banyak kehidupan. Dengan pemberitahuan yang memadai terhadap masyarakat yang rentan akan datangnya satu bencana maka mereka dapat meloloskan diri dari kejadian atau mengambil tindakan berjaga-jaga untuk mengurangi bahaya. Tetapi perlu difikirkan adanya alat komunikasi yang dapat dipakai secara berkelanjutan untuk mengantisipasi jika jaringan komunikasi yang ada rusak Peringatan juga penting untuk serangan bencana yang bersifat lambat dan pemindahan populasi, peringatan ini biasa disebut sebagai peringatan dini. Mekanisme Tanggapan; Tes yang paling mutlak dari suatu rencana adalah keefektifan tanggapan terhadap peringatan dan dampak bencana. Pada tahapan tertentu dalam proses peringatan berbagai tanggapan harus dimobilisir. Pentahapan tanggapan menjadi satu faktor yang penting dalam merancang rencana kesiapan bencana. Pelatihan dan Pendidikan Umum; Fokus dari rencana kesiapan bencana harus mengantisipasi pada tingkat tertentu dan tipe-tipe persyaratan yang dibutuhkan untuk tindakan dan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 22

114 tanggapan terhadap peringatan dan operasi pemulihan bencana. Rencana ini juga harus mengkhususkan pada cara-cara untuk menjamin bahwa persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi. Tetapi proses tersebut hanya akan efektif jika yang menjadi ahli waris utama mengetahui apa yang harus diperbuat pada saat terjadi bencana dan mengetahui apa yang diharapkan. Dengan demikian bagian yang penting dalam rencana kesiapan bencana adalah pendidikan bagi yang terancam oleh bencana. Pendidikan ini bisa berbagai bentuk seperti : 1) pendidikan umum di sekolah, 2) kursus dan pelatihan khusus, 3) Program pengembangan, dan 4) Informasi umum lewat media massa. Gladi; Meskipun tidak dapat memotret secara penuh dinamika dan potensi kekacauan dari satu operasi bantuan bencana tetapi perlu dilakukan gladi yang menekankan pada poin-poin yang dibuat dalam program untuk menguji sistem secara keseluruhan sehingga dapat diketahui kekurangan-kekurangan dari program yang telah dibuat. Dengan mengacu pada strategi tersebut diatas, serta mempelajari potensi-potensi rawan bencana yang terdapat di wilayah Kabupaten Pinrang, maka penentuan jalur evakuasi diperuntukkan pada kawasan yang dapat dengan aksesibilitas tinggi sehingga dapat memperkecil potensi kerusakan terutama keselamatan jiwa masyarakat diwilayah perencanaan. Lokasi yang ditetapkan sebagai titik evakuasi bencana di wilayah Kabupaten Pinrang masing-masing adalah: 1) PKL (ibukota kabupaten) sebagai titik evakuasi skala kabupaten, 2) PPK dan ibukota-ibukota kecamatan sebagai titik evakuasi bencana skala kecamatan, dan 3) PPL dan pusat-pusat desa sebagai titik evakuasi bencana skala desa. Titik-titik evakuasi bencana tersebut memanfaatkan jaringan jalan utama wilayah, yakni jalan arteri Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 23

115 primer, jalan kolektor primer, jalan lokal, dan jalan lingkungan primer sebagai jalur evakuasi utama menuju titik evakuasi masingmasing sesuai dengan lokasi bencana Kriteria Kawasan Lindung A. Kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya : 1. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan yang memenuhi salah satu dan atau lebih kriteria di bawah ini : a) Kawasan yang mempunyai skor lebih dari 175 menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. b) Kawasan yang mempunyai kemiringan lereng lapangan rata-rata lebih besar dari 45 %. c) Kawasan yang mempunyai ketinggian meter atau lebih diatas permukaan laut. d) Kawasan yang memiliki jenis tanah sangat peka terhadap erosi, yaitu jenis tanah dengan nilai 5 (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dan memiliki kemiringan dengan kelas lereng lebih besar dari 15 %. e) Guna keperluan khusus ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai hutan lindung. 2. Kawasan Resapan Air - Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar. B. Kawasan perlindungan setempat : 1. Sempadan Pantai Daratan sepanjang tepi pantai yang memiliki lebar yang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 24

116 proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, sekurangkurangnya berjarak 100 meter diukur dari garis pasang tertinggi kearah darat, dengan perkecualian daerah pantai yang digunakan untuk pertahanan keamanan, kepentingan umum dan permukiman yang sudah ada. 2. Sempadan Sungai a) Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman (SK. Mentan No. 837/Kpts/Um/1980). b) Sempadan sungai di kawasan permukiman berupa daerah sepanjang sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (10 15 meter). 3. Kawasan sekitar mata air - Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum. C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya : Kawasan suaka alam terdiri dari Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Wisata, Daerah Perlindungan Satwa dan Daerah Pengungsian Satwa. Kriteria untuk kawasan suaka alam mengacu pada SK. Menteri Pertanian No. 681/Kpts/Um/8/1981. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas keragaman dan atau keunikan ekosistem. D. Kawasan rawan bencana : Daerah yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti banjir, longsor, gempa bumi dan tsunami Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 25

117 mendefenisikan kawasan budidaya sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Dalam pengelolaan kawasan budidaya di wilayah Kabupaten Pinrang diterapkan azas harmonisasi yaitu menciptakan keseimbangan antara fungsi ekologis kawasan dengan manfaat fungsi ekonomis kawasan dalam arti melakukan eksplorasi kawasan dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, dan budaya namun tetap memperhatikan daya dukung lahan sehingga ekosistem alami tetap terjaga Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Sebagaimana definisi daripada hutan yang tertuang dalam UU/41/1999 tentang Kehutanan, adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Maka keberadaan hutan produksi terbatas memberikan kontribusi nyata dalam menjaga kelestarian sumber daya air, selain hutan lindung. Kawasan hutan produksi di wilayah Kabupaten Pinrang tersebar di wilayah Kecamatan Batulappa, Kecamatan Lembang, dan Kecamatan Duampanua Kecamatan Mattiro Bulu dan Kecamatan Suppa dengan luas keseluruhan adalah ,90 Ha. Hutan produksi terbatas di wilayah Kabupaten Pinrang juga merupakan bagian dari upaya pelestarian DAS Saddang. Untuk meningkatkan kualitas tata air di DAS Saddang ini, maka hutan produksi yang ada harus ditingkatkan kualitasnya melalui pengembangan vegetasi hutan utamanya tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi kuat sebagai penjaga tata air. Pengembangan kawasan hutan prosuksi terbatas di wilayah Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 26

118 Kabupaten Pinrang menempatkan wilayah ini penting sebagai penyangga siklus tata air, terutama kuantitas air permukaan sebagai sumber air baku pertanian dan energi. Beberapa areal hutan produksi terbatas yang ada ternyata menunjukkan adanya tingkat kerapatan tegakan tanaman yang rendah sehingga harus dilakukan percepatan reboisasi. Untuk itu, beberapa upaya perlu dilakukan dalam mengoptimalkan keberadaan kawasan hutan produksi terbatas baik secara ekologis maupun manfaat ekonomisnya, yakni sebagai berikut: 1. Pengadaan atau alih fungsi kawasan tegalan dan kebun melalui pengembangan tanaman dengan tegakan tinggi yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi 2. Pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak; 3. Peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH); 4. Pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah; 5. Peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih, tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam; serta 6. Meningkatkan perwujudan hutan kota. Peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan PHBM dan LMDH yang penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 27

119 keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional. PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. 1) Tahapan Implementasi PHBM Pelaksanaan PHBM dilakukan secara bertahap menurut karakteristik kehutanan di Kabupaten Pinrang. Urutan penerapan PHBM secara umum: a) Sosialisasi internal dan eksternal b) Dialog multi stake holder c) Pembentukan Kelembagaan d) Pembentukan Forum Komunikasi e) Inventarisasi Petak Pangkuan dan potensi desa f) Penyusunan Rencana Strategis (5 Tahunan) g) Perjanjian Kerjasama h) Pelaksanaan Rencana Strategis i) Monitoring dan evaluasi 2) Ruang Lingkup PHBM Obyek Kegiatan PHBM dapat dilakukan di dalam kawasan hutan yang pengelolaannya berada pada Perhutani Pinrang, maupun di luar kawasan hutan yaitu sebagai satu kesatuan DAS (Daerah Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 28

120 Aliran Sungai) atau Sub DAS beserta isinya melalui pendekatan wilayah administratif (Desa Model PHBM) Pinrang. 3) Jenis Kegiatan PHBM : a) Dalam Kawasan Hutan Kegiatan Pengusahaan Hutan Perencanaan hutan s/d Tebangan, Sadapan & pemungutan hasil hutan lainnya. Pembuatan/perawatan sarana & prasarana Angkutan hasil hutan, dll b) Usaha Produktif Berbasis Lahan Budidaya palawija Budidaya tanaman obat, dll Usaha Produktif Berbasis Bukan Lahan Pemanfaatan sumber air Wisata alam, pakan burung (kroto), dll c) Diluar Kawasan Hutan Berbasis Lahan Pengembangan Hutan Rakyat Sharing dll Berbasis Bukan Lahan Pengembangan Peternakan Aneka Usaha Kehutanan Industri Pengolahan Hasil Hutan Industri Kecil/Industri Rumah Tangga Dll. 4) Ketentuan Berbagi / Sharing dalam PHBM : a) Berbagi Peran & Tanggung Jawab b) Berbagi Hasil Kegiatan, terbagi 3 : Hasil Hutan Kayu, sebesar 25% dari produksi Hasil Hutan Non Kayu, sebesar 5% dari produksi Hasil Usaha Produktif, sesuai kesepakatan. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 29

121 b. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa hutan dalam rangka kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dengan sistem PHBM. LMDH merupakan lembaga yang berbadan hukum, mempunyai fungsi sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan untuk menjalin kerjasama degan Perum Perhutani Kabupaten Pinrang dalam PHBM dengan prinsip kemitraan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). 1) Fungsi LMDH a) LMDH merupakan komunitas masyarakat sehingga aspirasi masyarakat telah tertampung dan terwakili di sini. b) LMDH dapat berpartisipasi dalam pengamanan hasil tebangan dan pengangkutan kayu dari hutan ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK). c) LMDH dapat berpartisipasi dalam menjaga secara aktif keamanan hutan dengan melakukan patroli harian. d) LMDH dapat berpartisipasi dalam perencanaan programprogram kehutanan seperti penyusunan petak hutan pangkuan oleh Perhutani. 2) Hak-hak LMDH a) Menerima pelatihan-pelatihan usaha produktif dan kewirausahaan. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 30

122 b) Mendapatkan hak kelola petak hutan pangkuan. c) Mendapatkan pendampingan Kawasan Hutan Rakyat Kawasan hutan rakyat adalah Kawasan hutan yang dibangun dan dimiliki oleh masyarakat dan berada di luar kaasan hutan milik Negara. Kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh perorangan atau kelompok di atas tanah yang dibebani hak milik. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Selatan, hutan rakyat terdapat di wilayah Kabupaten Pinrang. Pengelolaan hutan rakyat oleh penduduk lokal perlu arahan dan pengkondisian agar mereka berlaku arif bijaksana dengan melakukan pengelolaan kawasan dengan sistem kehutanan yang terpadu dalam proses yang berkelanjutan mulai dari pembibitan, penanaman, penebangan, pengolahan kayu dengan waktu dan lokasi yang tepat, serta melakukan usaha sampingan seperti pemeliharaan madu lebah, rotan dan usaha musiman lainnya yang selaras, terpadu dan tidak merusak ekosistem kawasan hutan rakyat. Arahannya rencana pengembangan kawasan hutan rakyat perlu dituangkan secara rinci dalam rencana dan manajemen khusus kawasan hutan rakyat. Adapun kriteria kawasan hutan rakyat meliputi: 1. Mempunyai luas minimal 0,25 ha dan mempunyai fungsi hidrologis/pelestarian ekosistem, luas penutupan tajuk minimal 50% dan merupakan tanaman cepat tumbuh. 2. Secara ruang apabila digunakan untuk kawasan hutan rakyat dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 31

123 subsektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya b. Meningkatkan fungsi lindung; c. Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam; d. Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat; e. Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional; f. Meningkatkan kesempatan kerja; g. Meningkatkan ekspor;dan h. Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat Kawasan Peruntukan Pertanian A. Peruntukan Pertanian Lahan Basah Kabupaten Pinrang merupakan salah satu wilayah sentra produksi beras di Propinsi Sulawesi Selatan yang termasuk Kawasan Bosowasipilu (kawasan sentra produksi beras) dengan luas areal persawahan potensial ± Ha (24,94% luas wilayah Kabupaten Pinrang). Jenis komoditi tanaman pangan selain padi yang merupakan komoditi unggulan antara lain: jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan kedele. Pada dasarnya persebaran produksi tanaman pangan jenis padi di wilayah Kabupaten Pinrang tersebar secara merata di seluruh wilayah, dimana semua wilayah kecamatan memiliki areal persawahan yang produktif dengan sumber pengairan dari irigasi teknis. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan, antara lain: 1. Sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya dan ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 32

124 (KP2B) dalam rangka mempertahankan swasembada beras nasional; 2. Perubahan fungsi sawah ini hanya diijinkan pada kawasan perkotaan dengan perubahan maksimum 50 % dan sebelum dilakukan perubahan atau alih fungsi harus sudah dilakukan peningkatan fungsi irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi teknis dua kali luas sawah yang akan dialihfungsikan dalam pelayanan daerah irigasi yang sama; 3. Pada kawasan perdesaan alih fungsi sawah diijinkan hanya pada sepanjang jalan utama (arteri, kolektor, lokal primer), dengan besaran perubahan maksimum 20 % dari luasan sawah yang ada, dan harus dilakukan peningkatan irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis, setidaknya dua kali luasan area yang akan diubah dalam pelayanan daerah irigasi yang sama; 4. Pada sawah beririgasi teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan abadi maka tidak boleh dilakukan alih fungsi; 5. Sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap dilakukan peningkatan menjadi sawah beririgasi teknis; serta 6. Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices. B. Peruntukkan Pertanian Lahan Kering Kawasan tanaman pangan lahan kering merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura atau tanaman pangan tahunan. Pengembangan kegiatan pertanian lahan kering di wilayah Kabupaten Pinrang tersebar merata diseluruh wilayah kecamatan dengan luas Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 33

125 areal yang diarahkan untuk pengembangan lahan kering adalah ha. Upaya pengelolaan dan pengembangan kawasan pertanian lahan kering di wilayah Kabupaten Pinrang meliputi: 1. Kawasan pertanian lahan kering secara spesifik dikembangkan dengan mengembangkan jenis tanaman untuk memenuhi minimal kebutuhan sendiri (swasembada) seperti tanaman palawija (sayursayuran), tanaman hortikultura (buah-buahan), maupun tanaman pangan tahunan (kelapa, dan sejenisnya); 2. Dalam beberapa hal kawasan ini merupakan kawasan yang boleh dialihfungsikan untuk kawasan terbangun perkotaan dengan berbagai fungsi, sejauh sesuai dengan rencana tata ruang; serta 3. Alih fungsi lahan tegalan menjadi kawasan terbangun diarahkan untuk meningkatkan nilai ekonomis ruang ataupun pemenuhan fasilitas dan sarana masyarakat Kawasan Peruntukan Perkebunan Kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri. Pengembangan kegiatan budidaya tanaman tahunan/ perkebunan di wilayah Kabupaten Pinrang diarahkan pada beberapa kawasan potensial pengembangan komoditi tanaman tahunan seperti Kakao, Kopi Robusta, Kopi Arabica, Kelapa Hibrida, Kelapa sawit, Jambu Mete, jarak dan Kemiri. Luas areal yang diarahkan untuk pengembangan tanaman perkebunan adalah seluas ha, dengan jenis komoditi unggulan wilayah berupa Kakao yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan, dan Kopi Robusta yang potensial Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 34

126 dikembangkan di wilayah Kecamatan Lembang. Komoditi perkebunan lainnya yang banyak dibudidayakan di wilayah Kabupaten Pinrang terdiri atas : Kopi Arabica, Kelapa Hibrida, Kelapa Dalam, Jambu Mete, dan Kemiri. Untuk kegiatan perkebunan yang intensif diarahkan pada kawasan dengan ketinggian m dpl, sementara untuk kegiatan perkebunan yang non intensif diarahkan pada areal dengan ketingggian > 400 m dpl Kawasan Peruntukan Perikanan Kawasan perikanan merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, baik berupa pertambakan/ kolam dan perairan darat lainnya. Rencana pengembangan kegiatan perikanan di wilayah Kabupaten Pinrang dapat dikluster berdasarkan jenis kegiatannya yaitu : 1) budidaya laut, 2) budidaya payau, dan 3) budidaya air tawar. Arahan pengembangan komoditas perikanan mencakup : a) komoditas perikanan budidaya payau berupa udang windu, bandeng, dan kepiting bakau, b) komoditas perikanan budidaya laut berupa rumput laut, kerapu, dan sejenisnya, dan c) komoditas budidaya air tawar berupa ikan karper, ikan mas, dan ikan nila. Pertimbangan arahan pengembangan kegiatan budidaya tersebut didasarkan atas nilai ekonomis yang tinggi dan telah berkembang di masyarakat, serta pangsa pasarnya cukup prospek. Dengan mempertimbangkan karakteristik kawasan yang sesuai untuk pengembangan budidaya payau di Kabupaten Pinrang, maka sebarannya lebih diarahkan di wilayah Kecamatan Duampanua, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Suppa, Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 35

127 Kecamatan Lanrisang, dan Kecamatan Lembang dengan total areal seluas ± ha. Jenis komoditi perikanan budidaya payau unggulan wilayah Kabupaten Pinrang berupa Udang dan Rumput Laut. Sementara untuk kegiatan budidaya laut akan memanfaatkan perairan Selat Makassar yang membentang dari selatan sampai barat kearah laut lepas sejauh menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Pinrang. Untuk kegiatan budidaya air tawar di Kabupaten Pinrang lebih diarahkan pada kawasan yang sesuai dengan karakteristik kegiatan budidaya tersebut, terutama persediaan air tawar yang cukup dengan luas areal kolam keseluruhan ha yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah kecamatan. Untuk mengoptimalkan produktifitas pengelolaan kegiatan perikanan, baik perikanan budidaya air payau, perikanan tangkap, dan budidaya air tawar, maka dikembangkan Kawasan Minapolitan dengan pusat pelayanannya (Minapolis) Desa Tasiwalie Kecamatan Suppa, Desa Waetuoe Kecamatan Lanrisang, Kelurahan Pallameang Kecamatan Matiro Sompe dan Desa Bittoeng Kecamatan Duampanua ditetapkan sebagai kota tani utama atau sentra produksi udang. Pada kawasan Minapolis tersebut dikembangkan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan perikanan, seperti: pasar komoditi perikanan, TPI, cool storage, koperasi, bank, dan sebagainya Kawasan Peruntukan Peternakan Kawasan peternakan merupakan kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 36

128 Rencana pengembangan kawasan peternakan di wilayah Kabupaten Pinrang berada di wilayah Kecamatan Patampanua terutama di Desa Malimpung dengan jenis ternak besar berupa Sapi sebagai komoditas unggulan. Wilayah ini dalam beberapa aspek sesuai dengan karakteristik budidaya kegiatan peternakan hewan besar dan tempat penggembalaan, dibanding dengan wilayah-wilayah lainnya. Sedangkan untuk pengembangan ternak kecil (ayam ras, ayam buras/kampung) cukup merata di masing-masing wilayah kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Pinrang Kawasan Peruntukan Pertambangan Sesuai dengan ketentuan pasal 8 UU/4/2009 tentang Pertambangan dan Batubara, disebutkan bahwa kewenangan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain : pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan izin pertambangan rakyat (IPR). Kewenangan pemerintah kabupaten ini sejalan UU/32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang tentunya akan berimplikasi pada efisiensi prosedur dalam pengelolaan potensi pertambangan di daerah, dan dapat memotivasi pemerintah Kabupaten Pinrang khususnya untuk mempromosikan potensi sektor pertambangan mineral di daerahnya kepada investor luar untuk mengelola bahan tambang mineral yang ada, terkait dengan pendapatan daerah dari kegiatan eksplorasi pertambangan tersebut (pasal 129 UU/4/2009). Kawasan peruntukan pertambangan memiliki fungsi utama antara lain : 1) menghasilkan barang hasil tambang yang meliputi bahan galian pertambangan secara umum, dan golongan bahan galian C, 2) mendukung upaya penyediaan lapangan kerja, 3) sumber pemasukan dana bagi pemerintah daerah (dana bagi hasil) Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 37

129 sebagaimana diatur dalam UU/33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengembangan kegiatan pertambangan di wilayah Kabupaten Pinrang untuk golongan bahan galian C terdapat dibeberapa lokasi yang dilintasi sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil dengan sebaran berada di wilayah Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Batulappa, Kecamatan Lembang, Kecamatan Suppa, Kecamatan Patampanua dan Kecamatan Duampanua Kawasan Peruntukan Industri Kawasan peruntukan industri memiliki fungsi utama antara lain : 1) memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien, 2) mendukung upaya penyediaan lapangan kerja, 3) meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB) di wilayah Kabupaten Pinrang, dan 4) mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang mungkin di timbulkan. Selanjutnya bahwa sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu disebut kawasan industri. Kawasan peruntukan industri merupakan tempat pemusatan kegiatan industri. Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri di wilayah Kabupaten Pinrang diarahkan di wilayah Kecamatan Suppa. Arahan ini berkaitan dengan aksesibilitas wilayah ini dengan beberapa prasarana dan sarana transportasi berskala regional dan nasional yang akan lebih mengefisienkan kegiatan pemasaran hasilhasil industri maupun pasokan bahan baku ke kawasan tersebut, seperti akses yang tinggi dengan pelabuhan laut Parepare, akses Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 38

130 yang tinggi dengan jalan arteri primer sebagai prasarana lalu lintas bahan baku industri, dan hasil olahan industri untuk di ekspor nantinya. Dalam memilih lokasi kawasan peruntukan industri, selain memenuhi kriteria dari sebuah kawasan peruntukan industri, juga penting memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Lokasi kawasan peruntukan industri harus mempunyai aksesibilitas kemudahan pencapaian yang cukup baik, baik terhadap akses bahan baku, bahan jadi (hasil produksi) maupun akses terhadap pemasok (vendor) industri tersebut. 2. Lokasi lahan yang paling baik adalah dekat dan mudahnya pencapaian dari/ dan ke pusat-pusat transportasi seperti pelabuhan laut, dan bandar udara. 3. Topografi/ kontur lahan sebaiknya datar, agar dalam pematangan lahan (land development) tidak banyak pekerjaan cut and fill (pemotongan dan pengurugan tanah) yang besar sehingga dapat menghemat biaya pematangan tanah. 4. Terlindung dari angin badai, banjir, dan bencana alam lainnya. Pengembangan kawasan peruntukan industri di wilayah Kabupaten Pinrang bertujuan untuk : 1) mempercepat pertumbuhan industri di daerah Pinrang, 2) memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, 3) mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan 4) meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan Kawasan Peruntukan Pariwisata Kawasan peruntukan pariwisata memiliki fungsi utama antara lain : 1) memperkenalkan, mendayagunakan, dan melestarikan nilai-nilai sejarah/budaya lokal dan keindahan alam, 2) mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 39

131 pendapatan masyarakat di wilayah dimana obyek wisata tersebut berada. Jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kawasan peruntukan pariwisata dapat berupa wisata alam ataupun wisata sejarah dan konservasi budaya. Dalam UU/9/1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni bangsa untuk dijadikan sasaran wisata. Pengembangan pariwisata di suatu daerah harus direncanakan dan dikembangkan secara ramah lingkungan dengan tidak menghabiskan atau merusak sumber daya alam dan sosial, namun dipertahankan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan berprinsip pada : a. Terjaminnya keberlanjutan sumber daya pendukung pembangunan pariwisata sebagai satu syarat penting bagi terciptanya manajemen pariwisata yang memadai dan handal. b. Pengembangan pariwisata harus berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dengan lingkungan alam, budaya, dan manusia. Kegiatan pariwisata harus menjamin perubahan yang dapat diterima sehubungan dengan pengaruhnya terhadap sumber daya alam, keanekaragaman hayati, dan kapasitas untuk asimilasi berbagai dampak yang ditimbulkan. c. Pemerintah dan otoritas yang berwenang dengan partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat setempat harus melakukan tindakan untuk memadukan perencanaan pariwisata sebagai kontribusi pada pembangunan berkelanjutan. d. Pemerintah harus mempromosikan dan berpartisipasi dalam penyebarluasan informasi dan pengetahuan tepat guna dalam pengembangan pariwisata dan berbagai teknologi pariwisata yang Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 40

132 berkelanjutan. Di wilayah Kabupaten Pinrang kegiatan kepariwisataan merupakan salah satu sektor yang perlu digenjot pertumbuhannya melalui pengembangan kawasan obyek wisata, mengingat sektor kepariwisataan akan mampu menumbuhkembangkan sektor-sektor terkait yang cukup luas (multiplier effect). Adapun rencana pengembangan sektor kepariwisataan di wilayah Kabupaten Pinrang terdiri atas pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan, yang meliputi : A. Pariwisata Budaya 1. Makam Pallipa Putee dengan Pesta adat Pallipa Pute di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe. 2. Masjid Tua Tondo Bunga Desa Letta 3. Makam Raja Raja Kaballangan Desa Kaballangan di Kecamatan Duampanua; 4. Masjid Tua At Taqwa Jampue, dan Istana Datu Lanrisang di Kecamatan Lanrisang. 5. Pengrajin Sarung Sutra Mandar, Masjid Tua Ujung Lero Desa Lero, Istana Datu Suppa dan Makam Besse Kajuara di Kelurahan Watang Suppa Kecamatan Suppa. 6. Makam Lasinrang di Kelurahan Laleng Bata. 7. Makam Petta Malae di Kelurahan Temmasarangnge. 8. Arajang Sawitto, Pusara (bekas Benteng Sawitto) di Kelurahan Sawitto. 9. Makam Addatuang Sawitto Matinro Langkara na di Kecamatan Paleteang. 10. Saoraja (Rumah Adat) Desa Liang Garessi. 11. Monumen Lasinrang, Istana Addatuang Sawitto, Kompleks Makam Raja-Raja Sawitto di Kecamatan Watang Sawitto. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 41

133 12. Pengasapan Ikan, dan Pembuatan Perahu Tradisional di Desa Lero Kecamatan Suppa. B. Pariwisata Alam 1. Pantai Ammani di Desa Mattirotasi. 2. Pantai Ujung Tape di Kelurahan Pallameang Kecamatan Mattiro Sompe. 3. Pantai Dewata di Desa Tadangpalie Kecamatan Cempa. 4. Pantai Kappe di Kelurahan Data Kecamatan Duampanua. 5. Pantai Kanipang di Desa Sabbangparu Kecamatan Lembang. 6. Pantai Wae Tuwoe Desa Wae Tuwoe Kecamatan Lanrisang. 7. Pulau Kamarrang Kecamatan Suppa. 8. Sungai Leu, dan Sumber Air Panas Rajang Balla Desa Benteng Paremba, Permandian Air Panas Lemo Susu, Air Terjun Kali Jodoh Kelurahan Betteng, Permandian Balaloang Permai Desa Pakeng di Kecamatan Lembang. 9. Permandian Air Panas Sulili, Air Terjung Lamoro Desa Kaballangan. 10. Goa Batulappa Desa Batulappa. 11. Goa Paniki Desa Binanga Karaeng. 12. Batu Moppangnge Desa Malimpung. 13. Perkebunan Kelapa Hibrida di Desa Lero Kecamatan Suppa. 14. Batu Mappangnge di Desa malimpung. C. Pariwisata Buatan 1. Danau Buatan PLTA Bakaru di Desa Ulusaddang Kecamatan Lembang. 2. Bendungan Benteng di Kelurahan Benteng. 3. Rumah makan terapung di Desa Malimpung Kecamatan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 42

134 Patampanua. 4. Pelabuhan Nelayan di Desa Lero Kecamatan Suppa. 5. Monumen Lasinrang di Kecamatan Watang Sawitto. 6. Pelabuhan Kajuanging di Desa Sabbangparu. 7. Patung Legendaris Letta dan Patung Artistik Pajalele di Kecamatan Duampanua. 8. Sumur Bidadari di Desa Alitta Kecamatan Mattiro Bulu Untuk mengoptimalkan pengembangan sektor kepariwisataan di wilayah Kabupaten Pinrang, maka diperlukan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut : 1) Branding Branding yang dimaksudkan adalah keterkenalan sebuah objek wisata pada daerah tertentu. Dalam hal ini untuk Kabupaten Pinrang adalah Pantai dan Budaya. Dengan adanya objek wisata yang nantinya menjadi di kenal secara luas tersebut sebagai daya tarik utama kawasan, maka objek-objek wisata lain yang potensial yang berada tidak jauh dari objek wisata tersebut secara bertahap juga dikembangkan guna diversifikasi objek dan tujuan wisata. 2) Differentiation Yang dimaksud dengan differentiation adalah keunikan tertentu sebuah objek wisata yang membedakan dengan objek wisata lainnya. Keunikan tersebut dapat berupa potensi alam, seni budaya atau berupa peninggalan benda bersejarah. 3) Intangible Asset Sebuah objek wisata yang memiliki potensi khusus yang secara kasat mata tidak telihat, maka objek wisata tersebut dapat dikatakan memiliki Intangible Asset. Sebuah objek wisata yang memiliki Intangible Asset sangat berpotensi untuk dikembangkan walaupun Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 43

135 secara fisik tidak menonjol. 4) Positioning Positioning yang dimaksud adalah letak atau posisi sebuah objek wisata terhadap objek-objek wisata lainnya. Dalam hal ini letak-letak dari objek wisata yang saling berdekatan dapat dikelompokkan atau diaglomerasikan sebagai sebuah zona wisata Kawasan Peruntukkan Pemukiman Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pasal 96 menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis. Selanjutnya dalam ayat (1) yang berbunyi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan: a. pemugaran; b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas permukiman meliputi upaya melalui pemugaran, peremajaan serta permukiman kembali yang berkelanjutan. Peremajaan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 44

136 kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut. Upaya yang dilakukan dalam rangka peremajaan : Secara bertahap dan seringkali mengakibatkan perubahan yang mendasar. Bersifat menyeluruh dalam suatu kawasan permukiman yang sangat tidak layak huni, yang secara fisik sering tidak sesuai lagi dengan fungsi kawasan semula. Difokuskan pada upaya penataan menyeluruh terhadap seluruh kawasan hunian kumuh, rehabilitasi dan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar, serta fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang menunjang fungsi kawasan ini sebagai daerah hunian yang layak. Memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh rangkaian kegiatannya. Program peremajaan kawasan permukiman didefinisikan sebagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpengahasilan rendah (MBR) yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang lebih menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh. Melalui kegiatan tersebut masyarakat difasilitasi dan distimulasi untuk secara bersama memperbaiki kehidupan dan penghidupannya. Untuk itu penataan kembali keseluruhan kawasan hunian kumuh tersebut diberikan sebagai kegiatan fasilitasi dan stimulasi yang dilaksanakan berazaskan : TRIBINA sebagai satu kesatuan upaya, artinya setiap paket bantuan program kegiatannya mencakup 3 (tiga) fokus garapan manusia dengan memperhatikan tatanan sosial kemasyarakatan, penataan lingkungan fisik dan kualitas hunian, serta Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 45

137 pengembangan kegiatan usaha ekonominya. PEMBERDAYAAN artinya setiap kegiatan yang dilakukan diarahkan pada suatu proses pemampuan, penggalian sumber daya lokal serta pemberian peran yang lebih besar kepada masyarakat untuk berperan sebagai pelaku utama (leading actors). Perhatian dan keberpihakan dengan menempatkan aspirasi, kepentingan serta keputusan masyarakat sebagai acuan penyusunan program dan kegiatan. Salah satu kunci dalam upaya meremajakan kawasan permukiman perkotaan ini adalah penyediaan lahan yang dapat menjamin keberadaan masyarakat untuk tetap dekat dengan lingkungannya/ sumber pendapatannya. Percepatan proses memukimkan masyarakat yang memerlukan rumah yang lebih layak dan lingkungan yang lebih tertata dan prospektif dengan cara yang berkelanjutan. Proses mana ditempuh melalui cara yang terjangkau dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat antara lain fasilitasi penyediaan rumah sewa, penyediaan bantuan dana bergulir untuk memugar rumah. Melalui KEPPRES No. 05 tahun 1992 Pemerintah memfasilitasi proses permukiman kembali masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh di atas tanah Negara. Sebaiknya dilaksanakan sebagai kegiatan multi years artinya kegiatan ini akan lebih sempurna apabila dilaksanakan secara sekuensi, diawali dengan persiapan sosial kemasyarakatan yang matang dipandu oleh adanya rencana tindak komunitas (community action plan/cap) berjangka menengah 5 tahun. A. Peruntukan Permukiman Perkotaan Dengan memperhatikan berbagai hal, seperti kondisi topografi, Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 46

138 ketersediaan sumber air bersih, daerah rawan bencana alam, sempadan sungai/pantai, penggunaan lahan perkotaan saat ini, daya dukung prasarana dan sarana dasar/utilitas lingkungan permukiman, serta tingkat kepadatan bangunan hunian yang dipersyaratkan, maka pengembangan permukiman perkotaan lebih diarahkan dengan pola memusat (concentric) untuk permukiman di kawasan perkotaan. Hal ini diupayakan guna mengoptimalkan dan mengefektifkan pemanfaatan lahan-lahan di kawasan perkotaan. Disamping itu, arahan pemusatan permukiman perkotaan akan lebih mengefisienkan investasi prasarana dan sarana dasar/utilitas lingkungan permukiman, dengan tetap optimal memberikan pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan demikian pula, kawasan perkotaan menjadi kawasan yang nyaman untuk dihuni, sehingga kualitas hidup masyarakatnya, terutama dari sisi ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana permukiman menjadi lebih meningkat. Kawasan yang diarahkan dengan tingkat intensitas permukiman tinggi yakni maksimum 50 unit rumah/ha (rumah tidak bersusun) berada di Kawasan Perkotaan Pinrang (PKL), juga semua Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang meliputi : Kawasan Perkotaan Lampa, Kawasan Perkotaan Tadokkong, Kawasan Perkotaan Kassa, Kawasan Perkotaan Teppo, Kawasan Perkotaan Alitta, dan Kawasan Perkotaan Suppa, serta semua Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). Pengembangan kawasan peruntukan permukiman perkotaan harus diikuti dengan ketersediaan prasarana dasar/utilitas lingkungan guna mencegah tumbuhnya kawasan permukiman kumuh yang tidak layak huni yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas kehidupan masyarakat perkotaan. Prasarana dasar/utilitas lingkungan tersebut meliputi : Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 47

139 1. Jaringan Air Minum 2. Prasarana sanitasi/ air limbah 3. Sistem pengelolaan persampahan 4. Jaringan drainase perkotaan 5. Prasarana permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan perkotaan. B. Rencana Peruntukan Kawasan Permukiman Perdesaan Permukiman perdesaan yang lebih cenderung berorientasi pada lokasi lahan usaha pertanian, diarahkan untuk tidak memanfaatkan lahan yang rawan terjadi bencana alam seperti ancaman banjir, terutama pada kawasan sempadan sungai. Karena memang wilayah Kabupaten Pinrang terdapat banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Disamping itu, pengembangan permukiman perdesaan ini harus mempertimbangkan aspek legalitas lokasi hunian, dengan tidak mengembangkan permukiman di areal kawasan hutan lindung, dan hutan produksi. Mengingat wilayah Kabupaten Pinrang status lahannya secara fungsional terdiri dari 36,49 % berupa kawasan hutan (hutan lindung 23,02 %, dan hutan produksi terbatas 13,48 %). Dimana areal hutan ini berada di kawasan perdesaan yang seringkali tanpa sepengetahuan atau tanpa seizin pihak terkait, masyarakat perdesaan menjadikannya sebagai tempat hunian. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka rencana pengembangan permukiman perdesaan lebih diarahkan dengan pola memanjang (linear) mengikuti pola jaringan jalan perdesaan. Dengan pola linear ini akan lebih memudahkan aksesibilitas dari/ dan ke pusat-pusat pelayanan perdesaan, ataupun pusat kegiatan yang lebih tinggi seperti ke pusat pelayanan kawasan/lingkungan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 48

140 (PPK/PPL) terdekat. Untuk mendukung pengembangan permukiman perdesaan tersebut, penting pula mengembangkan prasarana dasar/utilitas lingkungan berupa : sistem jaringan air minum, prasarana sanitasi, dan listrik perdesaan, serta dukungan ketersediaan sarana telekomunikasi, dan moda angkutan umum perdesaan. Disamping itu, dengan memanfaatkan jaringan jalan perdesaan sebagai orientasi permukiman akan memudahkan dilakukan evakuasi jika terjadi bencana alam, seperti banjir dan longsor Kriteria Kawasan Budidaya a. Kriteria Kawasan Pertanian Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan basah dan lahan kering adalah yang mempunyai sistem atau potensi pengembangan pengairan, meliputi : 1) ketinggian < m dpl, 2) kelerengan < 40%, 3) kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm, dan 4) curah hujan antara mm per tahun. b. Kriteria Kawasan Perkebunan Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : 1) ketinggian < m dpl, 2) kelerengan < 40 %, 3) kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm, 4) curah hujan > mm per tahun. c. Kriteria Kawasan Peternakan Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : 1) ketinggian < meter, 2) kelerengan < 15 %, 3) jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang rumput alamiah. d. Kriteria Kawasan Perikanan Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan dengan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 49

141 mempertimbangkan faktor-faktor : 1) kelerengan < 8 %, 2) persediaan air cukup. e. Kriteria Kawasan Pertambangan Kriteria lokasi untuk pertambangan golongan bahan galian A dan B sesuai dengan yang ditetapkan Departemen Pertambangan untuk daerah masing-masing yang mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi tersebut. Sementara untuk kawasan peruntukan pertambangan golongan bahan galian C kriterianya adalah : 1) bahan galian terletak di daerah dataran, perbukitan yang bergelombang atau landai (kemiringan lereng antara datar (0 o 17 o ), curam (17 o 36 o ), hingga sangat curam (> 36 o ), dan pada alur sungai, 2) lokasi tidak berada di kawasan hutan lindung, 3) lokasi tidak terletak pada bagian hulu dari alur-alur sungai (yang umumnya bergradien dasar sungai yang tinggi), 4) lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi, 5) jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi, dan 6) lokasi penggalian tidak terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah, jalur gempa, dan sebagainya. f. Kriteria Kawasan Perindustrian Kawasan peruntukan industri yang memusat adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor : 1) kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri, 2) tersedia sumber air baku yang cukup, 3) adanya sistem pembuangan limbah, 4) tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat, 5) tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi atau yang berpotensi untuk pengembangan irigasi, kawasan berfungsi lindung dan/atau kawasan hutan produksi tetap dan terbatas. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 50

142 g. Kriteria Kawasan Pariwisata Kawasan yang mempunyai : 1) keindahan alam dan keindahan panorama, 2) masyarakat dengan kebudayaan bernilai tinggi dan diminati oleh wisatawan, 3) bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah yang tinggi. h. Kriteria Kawasan Permukiman Kriteria kawasan peruntukan permukiman adalah sebagai berikut : 1) topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 25 %), 2) tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari 100 liter/org/hari, 3) tidak berada pada daerah rawan bencana (banjir, erosi, longsor), 4) drainase baik sampai sedang, 5) tidak berada pada wilayah sempadan sungai, 6) tidak berada pada kawasan lindung, 7) tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga, 8) menghindari sawah irigasi teknis. Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 51

143 GAMBAR 4. PETA RENCANA POLA RUANG KABUPATEN PINRANG Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun IV - 52

144 Kawasan strategis wilayah Kabupaten Pinrang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Pinrang yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan/atau memiliki nilai strategis lainnya sesuai kepentingan pembangunan wilayah kabupaten. Kawasan strategis wilayah Kabupaten Pinrang berfungsi : a. Mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah kabupaten; b. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten yang dinilai mempunyai pengaruh sangat penting terhadap wilayah Kabupaten Pinrang; c. Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi di dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; d. Sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pinrang; dan e. Sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten Pinrang. Nilai strategis dari sebuah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis adalah sebagai berikut : 1. Merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi; 2. Merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan social budaya; Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Pinrang Tahun V - 1

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik GAMBARAN UMUM WILAYAH 1 Bab - 2 Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Pinrang merupakan wilayah provinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik Geografis

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik Geografis GAMBARAN UMUM WILAYAH 1 Bab - 2 Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Pinrang merupakan wilayah provinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN POKJA AMPL KABUPATEN PINRANG. Disiapkan oleh:

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN POKJA AMPL KABUPATEN PINRANG. Disiapkan oleh: PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 0 KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN Disiapkan oleh: POKJA AMPL KABUPATEN PINRANG Kata Pengantar Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pinrang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pinrang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pinrang Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah merupakan salah satu dokumen perencanaan daerah untuk jangka jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan yang disusun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

B A B II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

B A B II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pinrang 2014-2019 B A B II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1 Aspek Geografi dan Demografi 2.1.1 Karakteristik Kab. Pinrang 2.1.1.1 Luas dan Batas Administrasi

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN - 3 PEMERINTAHAN KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN K A T A P E N G A N TA R Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Datar Tahun 3 K a t a P e n g a n

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci