MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI - SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PERKERASAN JALAN BETON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI - SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PERKERASAN JALAN BETON"

Transkripsi

1 MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI - SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PERKERASAN JALAN BETON MELAKSANAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS KODE UNIT KOMPETENSI SPL.KS BUKU INFORMASI 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM B A D A N P E M B I N A A N K O N S T R U K S I PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi untuk jabatan kerja Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton ini dibuat sesuai dengan ketentuan dalam Surat Perjanjian Kerja Konsultansi No. 10/KONTRAK/PPK/Kt/2011, tanggal 14 Juni 2011 yang telah ditanda tangani oleh Pihak Kesatu Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pihak Kedua Direktur Utama PT Binatama Wirawredha Konsultan. Dalam penyusunan Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi jabatan kerja Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton ini adalah agar tercapai penyusunan materi latih di bidang perkerasan jalan beton dalam upaya mendukung kelancaran pelatihan berbasis kompetensi. Selain itu penyusunan Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi menuangkan hasil identifikasi silabus, strategi pencapaian tujuan pelatihan dan pembelajaran dalam formal Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi yang terdiri dari Buku Kerja, dan Buku Penilaian. Demikian Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi untuk Jabatan Kerja Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton kami susun sesuai dengan ketentuan Permen No. 14/PRT/M/2009 dan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tahapantahapan kegiatan yang telah dilaksanakan. Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Dr. Ir. Andreas Suhono, M.Sc. NIP :

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Pengakuan Kompetensi terkini (RCC) Pengertian-pengertian Istilah 3 BAB II STANDAR KOMPETENSI Peta Paket Pelatihan Pengertian Unit Standar Unit Kompetensi yang dipelajari Judul Unit Kode Unit Deskripsi Unit Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja Batasan Variabel Panduan Penilaian Kompetensi Kunci 8 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN Strategi Pelatihan Metode pelatihan 9 BAB IV PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS Pengertian Umum Cakupan Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton Cakupan Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi Cakupan di Lingkungan Kegiatan Konstruksi Cakupan Pembuatan Catatan Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton 13 Halaman: 1 dari 1

4 4.2.1 Penerapan Baku Tingkat Kebisingan Penerapan Baku Mutu Air Penerapan Baku Mutu Udara Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi Inventarisasi Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak Pemilihan Pendekatan Metodologi Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan Lingkungan di Lingkungan Kegiatan Konstruksi Pembuatan Jalan Alih Darurat (Detour) Penyiapan Petugas dan Perlengkapan Untuk Pengawasan Pelaksanaan Koordinasi Dengan Instansi Terkait Pembuatan Catatan Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pengaturan Lalu Lintas Pembuatan Catatan Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Pembuatan Catatan Pelaksanaan 62 BAB V SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI Sumber Daya Manusia Pelatih (Instruktur) Penilai Peserta Pelatihan Teman Kerja/Sesama Peserta Pelatihan Sumber-sumber Perpustakaan Daftar Peralatan/Mesin dan Bahan 69 LAMPIRAN 71 Halaman: 2 dari 2

5 BAB I PENGANTAR 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelatihan berbasis kompetensi Pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan yang memperhatikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan di tempat kerja agar dapat melakukan pekerjaan dengan kompeten Arti menjadi kompeten di tempat kerja Jika anda kompeten dalam pekerjaan tertentu, maka anda memiliki seluruh keterampilan, pengetahuan dan sikap yang perlu untuk ditampilkan secara efektif di tempat kerja, sesuai dengan standar yang telah disetujui. 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan Desain materi pelatihan Materi Pelatihan didesain untuk dapat digunakan pada Pelatihan Klasikal dan Pelatihan Individual/Mandiri : 1. Pelatihan klasikal adalah pelatihan yang disampaikan oleh seorang pelatih di kelas. 2. Pelatihan Individual/Mandiri adalah pelatihan yang dilaksanakan oleh peserta dengan bela jar sendiri menggunakan modul-modul yang diperlukan dengan bantuan pelatih (siswa aktif) Isi materi pelatihan 1. Buku informasi ini adalah sumber pelatihan untuk pelatih maupun peserta pelatihan. Materi pelatihan yang ditulis dalam ini telah disusun sesuai dengan cakupan 3 Elemen Kompetensi dan 11 Kriteria Unjuk Kerja untuk unit kompetensi dengan kode unit SPL.KS Elemen-elemen Kompetensi dan Kriteria-kriteria Unjuk Kerja tersebut diuraikan dalam 5 Sub Bab yaitu: 1) Pengertian Umum, 2) Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton, Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi, di Lingkungan Kegiatan Konstruksi dan 3) Pembuatan Catatan Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pengaturan Lalu Lintas. Selain itu, sebelum penulisan Bab IV, ini dilengkapi dengan 3 Bab yang mendahuluinya yaitu berturut-turut Kata Pengantar, Standar Kompetensi, dan Strategi dan Metode Pelatihan. Kemudian setelah penulisan Bab IV selesai, diselesaikan dengan Bab V Sumber-sumber Yang Diperlukan Untuk Mencapai Kompetensi, yang menguraikan Sumber Daya Manusia, Sumber-sumber Perpustakaan, dan Daftar Peralatan/Mesin dan Bahan. Dengan substansi-substansi yang dicakup dalam tersebut diharapkan pelatih maupun peserta pelatihan mendapatkan informasi yang cukup untuk mencapai maksud dan tujuan pelatihan.. Halaman: 1 dari 1

6 2. Buku kerja Buku Kerja ini harus digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencatat setiap pertanyaan dan kegiatan praktek baik dalam pelatihan klasikal maupun pelatihan individual /mandiri. Buku diberikan kepada peserta pelatihan dan berisi: 1) Kegiatan yang akan membantu peserta pelatihan untuk mempelajari dan memahami informasi. 2) Kegiatan pemeriksaan yang digunakan untuk memantau pencapaian keterampilan peserta pelatihan. 3) Kegiatan penilaian untuk menilai kemampuan peserta pelatihan dalam melaksanakan praktek kerja. 3. Buku penilaian Buku Penilaian ini digunakan oleh pelatih untuk menilai jawaban dan tanggapan peserta pelatihan pada Buku Kerja dan berisi: 1) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan sebagai pernyataan keterampilan. 2) Metode-metode yang disarankan adalah proses penilaian keterampilan peserta pelatihan. 3) Sumber-sumber yang digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencapai keterampilan. 4) Semua jawaban pada setiap pertanyaan yang diisikan pada Buku Kerja. 5) Petunjuk bagi pelatih untuk menilai setiap kegiatan praktek. 6) Catatan pencapaian keterampilan peserta pelatihan Pelaksanaan materi pelatihan 1. Pada pelatihan klasikal pelatih akan: 1) Menyediakan yang dapat digunakan peserta pelatihan sebagai sumber pelatihan. 2) Menyediakan salinan Buku Kerja kepada setiap peserta pelatihan. 3) Menggunakan sebagai sumber utama dalam penyelenggaraan pelatihan. 4) Memastikan setiap peserta pelatihan memberikan jawaban/tanggapan dan menuliskan hasil tugas prakteknya pada Buku Kerja. 2. Pada pelatihan individual/mandiri peserta pelatihan akan: 1) Menggunakan sebagai sumber utama pelatihan. 2) Menyelesaikan setiap kegiatan yang terdapat pada Buku Kerja. 3) Memberikan jawaban pada Buku Kerja. 4) Mengisikan hasil tugas praktek pada Buku Kerja. 5) Memiliki tanggapan-tanggapan dan hasil penilaian oleh pelatih. 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini / Recognition of Current Competency (RCC) Apakah yang dimaksud dengan Pengakuan Kompetensi Terkini (Recognition of Current Competency)? Jika anda telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk seluruh elemen kompetensi dari suatu unit kompetensi tertentu, anda dapat mengajukan pengakuan kompetensi Halaman: 2 dari 2

7 terkini (RCC). Berarti anda tidak akan dipersyaratkan untuk belajar kembali agar dapat diakui telah memiliki kompetensi pada unit kompetensi dimaksud. Anda mungkin telah memiliki pengetahuan dan keterampilan, karena anda telah: Bekerja dalam suatu pekerjaan yang memerlukan suatu pengetahuan dan keterampilan yang sama, Berpartisipasi dalam pelatihan yang mempelajari kompetensi yang sama, atau Mempunyai pengalaman lainnya yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang sama. 1.4 Pengertian-Pengertian Istilah Profesi Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut sikap, pengetahuan serta ketrampilan / keahlian kerja tertentu yang diperoleh dari proses pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja atau penguasaan sekumpulan kompetensi tertentu yang dituntut oleh suatu pekerjaan/jabatan. Standardisasi Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan serta menerapkan suatu standar tertentu. Penilaian / Uji Kompetensi Penilaian / Uji Kompetensi adalah proses pengumpulan bukti melalui perencanaan, pelaksanaan dan peninjauan ulang (review) serta keputusan mengenai apakah kompetensi sudah tercapai dengan membandingkan bukti-bukti yang dikumpulkan terhadap standar yang dipersyaratkan. Pelatihan Pelatihan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuik mencapai suatu kompetensi tertentu dimana materi, metode dan fasilitas pelatihan serta lingkungan belajar yang ada terfokus pada pencapaian unjuk kerja pada kompetensi yang dipelajari. Sertifikat Lulus Pelatihan Sertifikat Lulus Pelatihan adalah pengakuan tertulis kepada Peserta Pelatihan yang telah mengikuti Pelatihan Berbasis Kompetensi, yang dinilai memperoleh nilai hasil pelatihan sama atau melebihi standar batas lulus yang disyaratkan dalam pelatihan dimaksud. Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk menunukkan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari ketiga aspek tersebut di tempat kerja untuk mencapai unjuk kerja yang ditetapkan. Standar Kompetensi Standar Kompetensi adalah standar yang ditampilkan dalam istilah-istilahhasil serta memiliki format standar yang terdiri dari judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi, kriteria unjuk kerja, ruang lingkup serta pedoman bukti. Sertifikat Kompetensi Sertifikat Kompetensi adalah pengakuan tertulis atas penguasaan suatu kompetensi tertentu kepada seseorang yang dinyatakan kompeten, yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Halaman: 3 dari 3

8 Sertifikasi Kompetensi Sertifikasi Kompetensi adalah proses penerbitan sertifikat kompetensi melalui proses penilaian/uji kompetensi. Halaman: 4 dari 4

9 BAB II STANDAR KOMPETENSI 2.1 Peta Paket Pelatihan Untuk mempelajari materi latihan ini perlu membaca dan memahami ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang antara lain berkaitan dengan: 1. Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Pengaman Pantai untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan. 2. Keselamatan dan Keselamatan Kerja. 2.2 Pengertian Unit Standar Standar Kompetensi Standar Kompetensi menentukan: Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kompetensi. Standar yang diperlukan untuik mendemonstrasikan kompetensi. Kondisi dimana kompetensi dicapai. Yang akan anda pelajari dari Unit Kompetensi ini Anda akan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan dipersyaratkan untuk menerapkan prosedur-prosedur mutu. Lama unit kompetensi ini dapat diselesaikan Pada sistem pelatihan berdasarkan kompetensi, fokusnya ada pada pencapaian kompetensi, bukan pada lamanya waktu. Peserta yang berbeda mungkin membutuhkan waktu yang berbeda pula untuk menjadi kompeten dalam keterampilan tertentu. Banyak kesempatan yang anda miliki untuk mencapai kompetensi Jika anda belum mencapai kompetensi pada usaha/kesempatan pertama, Pelatih anda akan mengatur rencana pelatihan dengan anda. Rencana ini akan memberikan anda kesempatan kembali untuk meningkatkan level kompetensi anda sesuai dengan level yang diperlukan. Jumlah maksimum usaha/kesempatan yang disarankan adalah 3 kali. 2.3 Unit Kompetensi yang dipelajari Dalam sistem pelatihan, standar Kompetensi diharapkan menjadi panduan bagi peserta pelatihan untuk dapat: 1. Mengidentifikasikan apa yang harus dikerjakan oleh peserta pelatihan. 2. Mengidentifikasikan apa yang telah dikerjakan oleh peserta pelatihan. 3. Memeriksa kemajuan peserta pelatihan. 4. Meyakinkan bahwa semua elemen kompetensi dan kriteria unjuk kerja telah dimasukkan dalam pelatihan dan penilaian Judul unit Melaksanakan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dan Kode unit SPL.KS Halaman: 5 dari 5

10 2.3.3 Deskripsi unit Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk mampu melaksanakan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas Elemen kompetensi dan kriteria unjuk kerja ELEMEN KOMPETENSI 1. Mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton 2. Melakukan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi 3. Melakukan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi 4. Membuat catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas KRITERIA UNJUK KERJA 1.1. Baku mutu kebisingan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton diterapkan 1.2. Baku mutu air sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton diterapkan 1.3. Baku mutu udara sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton diterapkan 2.1 Inventarisasi komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak dilakukan 2.2 Pendekatan metodologi yang dipilih (teknologi, ekonomi atau institusi) dalam pengelolaan lingkungan ditetapkan 2.3 Pengelolaan lingkungan sesuai dengan pendekatan metodologi yang dipilih dilakukan Jalan alih darurat (detour) sebagai akibat kegiatan konstruksi diupayakan 3.2. Petugas yang dilengkapi dengan perlengkapan pengaturan lalu lintas sesuai kebutuhan lapangan disiapkan 3.3. Pengawasan atas pelaksanaan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi dilakukan 3.4. Koordinasi dengan instansi/dinas yang terkait dengan pengaturan lalu lintas dilakukan sesuai peraturan yang berlaku 4.1. Catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan sesuai dengan format dan SOP dibuat 4.2. Catatan pelaksanaan pengaturan lalu lintas sesuai dengan format dan SOP dibuat Batasan variabel 1. Konteks variabel: 1) Kompetensi ini diterapkan pada satuan kerja secara berkelompok Halaman: 6 dari 6

11 2) Unit kompetensi ini berlaku untuk pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton 2. Perlengkapan dan bahan yang diperlukan 1) Gambar Rencana. 2) Gambar Kerja. 3) Dokumen perencanaan teknis. 4) Dokumen Spesifikasi Teknis. 5) Jadwal pelaksanaan pekerjaan. 3. Tugas yang harus dilakukan 1) Mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton. 2) Melakukan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi. 3) Melakukan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi. 4) Membuat catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas 4. Peraturan-peraturan yang ada 1) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 2) Undang-Undang No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 3) Undang-Undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan. 4) Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan. 7) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan 8) Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. 9) Keputusan-keputusan Menteri terkait yang mengatur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan, Upaya Pemantauan Lingkungan, Kriteria Kerusakan Lingkungan, Baku Tingkat Kebisingan, Standar Pencemaran Udara, dan lain sebagainya. 10) Pedoman-pedoman dari Departemen Teknis terkait mengenai pengaturan lalu lintas Panduan penilaian 1. Kondisi Pengujian Unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen kompetensi dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau di luar tempat kerja secara simulasi dengan kondisi seperti tempat kerja normal dengan menggunakan kombinasi metode uji untuk mengungkap pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan tuntutan standar. Metode uji yang digunakan adalah: 1) Test Tertulis; dan atau 2) Test Lisan (Wawancara) 2. Pengetahuan yang diperlukan Halaman: 7 dari 7

12 1) Mampu memahami cara mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton. 2) Mampu memahami cara melakukan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi. 3) Mampu memahami cara melakukan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi. 4) Mampu memahami cakupan catatan yang harus dibuat dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas. 3. Keterampilan yang dibutuhkan 1) Mampu melaksanakan seluruh kegiatan yang diperlukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton. 2) Mampu melaksanakan seluruh kegiatan yang diperlukan untuk pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi. 3) Mampu melaksanakan seluruh kegiatan yang diperlukan untuk pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi. 4) Mampu melaksanakan seluruh kegiatan yang diperlukan untuk pembuatan catatan dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas. 4. Aspek kritis 1) Ketelitian dan kecermatan dalam mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton. 2) Ketelitian dan kecermatan dalam melaksanakan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi. 3) Ketelitian dan kecermatan dalam melaksanakan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi. 4) Ketelitian dan kecermatan dalam pemkbuatan catatan mengenai pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas Kompetensi kunci No. Kompetensi Tingkat 1. Mengumpulkan, menganalisa, dan mengorganisasikan informasi 3 2. Mengkomunikasikan informasi dan ide ide 3 3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan 3 4. Bekerja sama dengan orang lain dan kelompok 3 5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 3 6. Memecahkan masalah 3 7. Menggunakan teknologi 3 Halaman: 8 dari 8

13 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN 3.1 Strategi Pelatihan Belajar dalam suatu sistem Berdasarkan Kompetensi berbeda dengan yang sedang diajarkan di kelas oleh pelatih. Pada sistem ini anda akan bertanggung jawab terhadap belajar anda sendiri, artinya bahwa anda perlu merencanakan belajar anda dengan pelatih dan kemudian melaksanakannya dengan tekun sesuai dengan rencana yang telah dibuat Persiapan / perencanaan 1. Membaca bahan/materi yang telah diidentifikasi dalam setiap tahap belajar dengan tujuan mendapatkan tinjauan umum mengenai isi proses belajar anda. 2. Membuat catatan terhadap apa yang telah dibaca. 3. Memikirkan bagaimana pengetahuan baru yang diperoleh berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah anda miliki. 4. Merencanakan aplikasi praktek pengetahuan dan keterampilan anda Permulaan dari proses pembelajaran 1. Mencoba mengerjakan seluruh pertanyaan dan tugas praktek yang terdapat pada tahap belajar. 2. Merevisi dan meninjau materi belajar agar dapat menggabungkan pengetahuan anda Pengamatan terhadap tugas praktek 1. Mengamati keterampilan praktek yang didemonstrasikan oleh pelatih atau orang yang telah berpengalaman lainnya. 2. Mengajukan pertanyaan kepada pelatih tentang konsep sulit yang anda temukan Implementasi 1. Menerapkan pelatihan kerja yang aman. 2. Mengamati indikator kemajuan personal melalui kegiatan praktek. 3. Mempraktekkan keterampilan baru yang telah anda peroleh Penilaian Melaksanakan tugas penilaian untk penyelesaian belajar anda Metode pelatihan Terdapat 3 (tiga) prinsip metode belajar yang dapat digunakan. Dalam beberapa kasus kombinasi metode belajar mungkin dapat digunakan Belajar secara mandiri Belajar secara mandiri membolehkan anda untuk belajar secara individual, sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Meskipun proses belajar dilaksanakan secara bebas, anda disarankan untuk menemui pelatih setiap saat untuk mengkonfirmasikan kemajuan dan mengatasi kesulitan belajar. Halaman: 9 dari 9

14 3.2.2 Belajar berkelompok Belajar berkelompok memungkinkan peserta untuk datang bersama secara teratur dan berpartisipasi dalam sesi belajar berkelompok. Walaupun proses belajar memiliki prinsip sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, sesi kelompok memberikan interaksi antar peserta, pelatih dan pakar/ahli dari tempat kerja Belajar terstruktur Belajar terstruktur meliputi sesi pertemuan kelas secara formal yang dilaksanakan oleh pelatih atau ahli lainnya. Sesi belajar ini umumnya mencakup topik tertentu. Halaman: 10 dari 10

15 BAB IV PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS 4.1 Pengertian Umum Materi Pelatihan ini memberikan gambaran pengendalian pencemaran lingkungan, mencakup 4 (empat) elemen kompetensi yang telah ditentukan dalam SKKNI Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton, yaitu : 1. Mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton 2. Melakukan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi 3. Melakukan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi 4. Membuat catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas Sasaran yang ingin dicapai dari keempat Unit Kompetensi di atas adalah memperkecil dampak pembangunan jalan beton yang merugikan kesehatan penduduk dengan melakukan pengendalian pencemaran lingkungan untuk; pencemaran yang mungkin terjadi harus diupayakan agar tidak melampaui baku tingkat kebisingan, baku mutu air dan baku mutu udara di sepanjang dan sekitar trase jalan yang akan dibangun. Selain itu, selama masa konstruksi harus dilakukan pengaturan lalu lintas agar lalu lintas dan pejalan kaki tidak terlalu terganggu dengan kegiatan konstruksi. Berikut ini diuraikan ringkasan masing-masing elemen kompetensi tersebut di atas yang secara keseluruhan akan merupakan intisari dari Bab IV Cakupan pencemaran lingkungan akibat pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton Pencemaran lingkungan akibat pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton mencakup penerapan baku mutu kebisingan, baku mutu air dan baku mutu udara akibat dari pelaksanaan pekerjaan pekerasan jalan beton. Penerapan baku mutu ini dilakukan di lokasi-lokasi di lapangan (di sekitar trase jalan yang dicakup oleh proyek ), baik yang dekat dengan sumber dampak maupun jauh dari sumber dampak. Tugas pelaksana lapangan perkerasan jalan beton, selain memilih lokasi-lokasi di lapangan dimaksud, dalam penerapan baku mutu kebisingan, baku mutu air dan baku mutu udara adalah adalah memberikan masukan kepada Manajer Lapangan sebagai berikut: 1. Perlu melakukan pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan di lokasi-lokasi yang dipilih, baik pada tahap persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan untuk penerapan baku mutu kebisingan. 2. Perlu melakukan pendataan mutu air, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan untuk penerapan baku mutu air. 3. Perlu melakukan pendataan mutu udara, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan untuk penerapan baku mutu udara. 4. Pencemaran udara akibat pelaksanaan pekerjaan jalan beton juga dinilai kategorinya, mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. Halaman: 11 dari 11

16 4.1.2 Cakupan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi mencakup inventarisasi komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak, pemilihan pendekatan metodologi pengelolaan lingkungan, dan pengelolaan lingkungan. Hasil inventarisasi komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak ditindaklanjuti di lapangan dengan penetapan jadwal waktu pengumpulan data untuk keperluan penerapan baku mutu kebisingan, penerapan baku mutu air dan penerapan baku mutu udara. Dalam pendekatan metodologi pengelolaan lingkungan, ada 3 pilihan yang dapat dipertimbangkan untuk dipilih yaitu pendekatan teknologi dan/atau pendekatan sosial ekonomi dan atau pendekatan instritusi. Pada umumnya pendekatan yang diambil adalah mencakup ketiga-tiganya, karena memang pengelolaan lingkungan memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Untuk melakukan pengelolaan lingkungan, pertama-tama prinsip yang harus dijadikan acuan adalah prinsip-prinsip preventif, kuratif dan pemberian insentif. Kemudian perlu diikuti ketentuan-ketentuan mengenai penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) yaitu dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha atau kegiatan. Selain itu juga untuk kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya, dan atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) Cakupan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi di Lingkungan Kegiatan Konstruksi mencakup pembuatan jalan alih darurat (detour), penyiapan petugas dan perlengkapan untuk pengaturan lalu lintas, pengawasan pelaksanaan pengaturan lalu lintas dan koordinasi dengan instansi terkait. 1. Pembuatan jalan alih darurat (detour) dimaksudkan untuk memastikan bahwa selama pelaksanaan pekerjaan, semua jalan lama tetap terbuka untuk lalu lintas dan dijaga dalam kondisi aman dan dapat digunakan, dan pemukiman di sepanjang dan yang berdekatan dengan pekerjaan disediakan jalan masuk yang aman dan nyaman ke pemukiman mereka. 2. Kontraktor harus menyediakan dan menempatkan petugas bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan yang mengganggu arus lalu lintas, terutama pada pengaturan lalu lintas satu arah dilengkapi dengan pengaturan lalu lintas sesuai kebutuhan nlapangan. 3. Perencanaan perambuan sementara dimaksudkan sebagai suatu perencanaan pengaturan lalu lintas selama ada kegiatan pekerjaan jalan, yang di dalam layoutnya perlu dipastikan penempatan rambu, kerucut lalu lintas sebagai penghalang, barikade, bendera, lampu kedip dan lampu penerangan sementara serta pemenuhan terhadap persyaratan-persyaratan teknis yang ditentukan. 4. Koordinasi dengan instansi terkait merupakan koordinasi dengan instansi luar yaitu antara lain dengan Kantor Dinas Perhubungan, Kantor Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya, dan Kepolisian setempat dalam rangka pengaturan lalu lintas; yang mempunyai kewajiban melakukan koordinasi dengan instansi terkait adalah General Superintendant. Halaman: 12 dari 12

17 4.1.4 Cakupan pembuatan catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan alu lintas Pembuatan catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas mencakup catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan dan catatan pelaksanaan pengaturan lalu lintas sesuai dengan format SOP yang dibuat. Baik catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan maupun catatan pengaturan lalu lintas adalah merupakan catatan lapangan yang diperlukan sebagai bahan masukan untuk penyiapan laporan harian, mingguan, bulanan, triwulanan maupun laporan akhir pekerjaan. Catatan lapangan dibuat rangkumannya pada tahap persiapan konstruksi, tahap pelaksanaan konstruksi dan tahap pemeliharaan. 4.2 Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton Yang dimaksud dengan Lingkungan di sini adalah Lingkungan Hidup. Istilah lingkungan hidup berasal dari kata Environment (lingkungan sekitar), yang oleh Michael Allaby diartikan sebagai The physical, chemical, and biotic condition surrounding an organism, sedangkan Emil Salim mengemukakan bahwa secara umum lingkungan hidup dapat diartikan sebagai benda, kondisi dan keadaannya, serta pengaruh yang terdapat pada ruang yang kita tempati dan mempengaruhi makhluk hidup, termasuk kehidupan manusia. Jika merujuk pada Bab I Ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi tentang lingkungan hidup dan pencemaran lingkungan hidup adalah sebagai berikut: Pasal 1 Butir 1: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan, makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pasal 1 Butir 12: Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Lingkungan hidup pada dasarnya terdiri atas 4 unsur, yaitu materi, energi, ruang dan kondisi/situasi setempat, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Unsur Materi Materi adalah zat yang dapat berbentuk biotik (hewan, tumbuhan, manusia), atau abiotik (tanah, air, udara, dan sebagainya). Kedua unsur tersebut mempunyai hubungan timbal balik, dan saling pengaruh mempengaruhi secara ekologis. Unsur ini mengalami proses siklinal yaitu proses yang berulang kembali kepada keadaan semula, adapun dalam perjalanannya akan mengalami perubahan bentuk. Misalnya tumbuh-tumbuhan, untuk dapat hidup memerlukan energi dan mineral, kemudian melalui proses rantai makanan, tumbuhan ini dimakan oleh hewan konsumen tingkat I (Herbivora = pemakan tumbuhan), yang selanjutnya menjadi mangsa dari hewan konsumen tingkat II (Omnivora = pemakan segala).\ Pada saatnya, tumbuhan dan hewan tersebut mengalami proses kematian, dan jasadnya menjadi mangsa bakteri Saprodit (bakteri pembusuk) yang menguraikan jasad tadi menjadi unsur basa (C, N, O, S, P dsb) yang diperlukan untuk kehidupan makhluk hidup. Halaman: 13 dari 13

18 2. Unsur Energi Semua makhluk yang bergerak untuk dapat hidup memerlukan energi, demikian pula untuk dapat berinteraksi diperlukan adanya energi. Sumber energi yang berlimpah berasal dari cahaya matahari, energi ini dapat menyebabkan pohon dan tumbuhan yang berdaun hijau akan dapat melakukan proses photo sintesa untuk tumbuh menuju suatu proses kehidupan. Demikian pula dengan biji-biji dapat tumbuh dan berkembang karena adanya energi matahari ini. 3. Unsur Ruang Ruang adalah tempat atau wadah di mana lingkungan hidup berada, suatu ekosistem habitat tertentu akan berada pada suatu ruang tertentu, artinya mempunyai batas-batas tertentu yang dapat dilihat secara fisik. Dengan mengetahui ruang habitat suatu ekosistem maka pengelolaan lingkungan dapat lebih mudah ditangani secara spesifik. 4. Unsur Kondisi/Situasi Setempat Kondisi atau situasi tertentu dapat mempengaruhi lingkungan hidup, misalnya karena desakan ekonomi masyarakat pada suatu daerah tertentu, maka penduduk di wilayah tersebut terpaksa melakukan pembakaran hutan untuk usaha pertanian, yang dapat menimbulkan ancaman erosi lahan. Keempat unsur pembentuk lingkungan hidup dimaksud diatas perlu dijaga dari dampak akibat kegiatan manusia, agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pembangunan perkerasan jalan beton, tentu juga merupakan suatu kegiatan manusia yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Untuk mengetahui sejauh mana dampak dimaksud dapat terjadi, perlu dikenali terlebih dahulu baku mutu lingkungan hidup. Pasal 1 Butir 11 dari Bab I Ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan sebagai berikut: Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang harus ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Ada 3 aspek mutu lingkungan hidup sebagai akibat pembangunan jalan (termasuk pembangunan jalan beton) yang perlu dievaluasi, yaitu mencakup aspek kebisingan, aspek mutu air dan aspek mutu udara. Hasil evaluasi akan menunjukkan sebagai berikut: 1. Apakah aspek kebisingan akibat pembangunan perkerasan jalan beton masih memenuhi persyaratan baku tingkat kebisingan? 2. Apakah aspek mutu air akibat pembangunan perkerasan jalan beton masih memenuhi persyaratan baku mutu air? 3. Apakah aspek mutu udara akibat pembangunan perkerasan jalan beton masih memenuhi persyaratan baku mutu udara?. Dampak yang dapat terjadi, yaitu kemungkinan terjadinya penurunan kualitas kehidupan karena timbulnya masalah kebisingan, turunnya mutu air dan turunnya mutu udara, perlu diukur pada tahap pembangunan maupun pasca pembangunan. Dengan demikian dapat diketahui apa yang harus dilakukan untuk memperkecil dampak dimaksud Penerapan baku tingkat kebisingan Salah satu dampak dari usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan adalah akibat tingkat kebisingan yang dihasilkan. Halaman: 14 dari 14

19 Oleh karena itu, setiap usaha atau kegiatan perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau pencemaran lingkungan. Ketentuan yang secara rinci mengatur baku tingkat kebisingan adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : Kep- 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Dalam Keputusan Menteri tersebut dinyatakan bahwa: 1. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 2. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel, disingkat db. 3. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan, dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat kebisingan, metode pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan, dalam Keputusan Menteri tersebut di atas ditentukan sebagai berikut: 1. Baku Tingkat Kebisingan PERUNTUKAN KAWASAN / LINGKUNGAN KEGIATAN TINGKAT KEBISINGAN db (A) a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman Perdagangan dan Jasa Perkantoran dan Perdagangan Ruang Terbuka Hijau Industri Pemerintahan dan Fasilitas Umum Rekreasi Khusus Bandar Udara *) Stasiun Kereta Api *) Pelabuhan Laut 70 Cagar Budaya 60 b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya Sekolah atau sejenisnya Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Keterangan: *) disesuaikan dengan ketentuan dari Menteri Perhubungan. 2. Metode Pengukuran Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan 2 cara: Halaman: 15 dari 15

20 Sound Level Meter Gambar Alat Pengukur Tingkat Kebisingan Integrating Sound Level Meter a. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diuklur tekanan bunyi db (A) selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik. b. Cara Langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran L TM5 yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (L SM ) dengan cara pada siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi selama16 jam (L S ) pada selang waktu dan aktifitas malam hari selama 8 jam (L M ) pada selang Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan malam hari paling sedikit 3 aktu pengukuran, sebagai contoh: 1) L1 diambil pada jam mewakili jam ) L2 diambil pada jam mewakili jam ) L3 diambil pada jam mewakili jam ) L4 diambil pada jam mewakili jam ) L5 diambil pada jam mewakili jam ) L6 diambil pada jam mewakili jam ) L7 diambil pada jam mewakili jam Keterangan: Leq = Equivalent Continous Noise Level atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang steady pada selang waktu yang sama. L TM5 = Leq dengan waktu samping tiap 5 detik L S = Leq selama siang hari L M = Leq selama malam hari L SM = Leq selama siang dan malam hari 3. Metode Penghitungan (dari contoh) L S dihitung sebagai berikut: L S = 10 log 1/16 (TI T ) db(a) L M dihitung sebagai berikut: Halaman: 16 dari 16

21 L M = 10 log 1/8 (TS L T ) db(a) Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui baku tingkat kebisingan maka perlu dicari nilai LSM dihitung dari rumus: L SM = 10 log 1/24 ( L (Lm +5 ) db(a) 4. Metode Evaluasi Nilai L SM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 db (A) Tugas pelaksana lapangan perkerasan jalan beton dalam penerapan baku tingkat kebisingan adalah memberikan masukan kepada Manajer Lapangan tentang pemilihan lokasi-lokasi di lapangan (di sekitar trase jalan yang dicakup oleh proyek, baik yang dekat dengan sumber dampak maupun jauh dari sumber dampak) yang memerlukan pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. Pada tahap pelaksanaan kontrak, tingkat kebisingan merupakan fungsi dari beroperasinya alat-alat berat, baik yang mondar-mandir di sepanjang lokasi trase jalan maupun yang berada di base camp. Dalam memilih lokasi dimaksud perlu ditentukan lokasi-lokasi yang merupakan representasi dari peruntukannya (peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan) untuk kemudian dipastikan, apakah tingkat kebisingan yang terjadi melebihi baku tingkat kebisingan atau tidak. Untuk dapat melakukan pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan, Manajer Lapangan perlu melakukan konsultasi dengan Manajer lainnya di dalam jajaran organisasi penyelenggara pekerjaan jalan beton dimaksud, sehingga dapat dipastikan bahwa pelaku lapangan untuk kegiatan ini adalah memang petugas yang kompeten di bidang ini. Data pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan yang diperoleh akan menjadi bahan masukan untuk keperluan evaluasi lebih lanjut oleh Ahli Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak, atau setidak-tidaknya dapat meminimalkan akibat dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar trase jalan Penerapan baku mutu air Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Agar air dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, perlu dilakukan pengendalian pencemaran air. Pengendalian pencemaran air merupakan salah satu segi pengelolaan lingkungan hidup. Rujukan yang harus digunakan dalam melakukan pengendalian tersebut adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Pencemaran air mempunyai arti turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Hal ini berarti perlu ditetapkannya baku mutu air yang berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran, dan peruntukan air itu sendiri. Dalam pengertian pencemaran air, baku mutu air akan selalu terkait dengan peruntukan air. Baku mutu air Halaman: 17 dari 17

22 di satu pihak merupakan suatu tingkat mutu air yang dikehendaki bagi suatu peruntukan, dan di lain pihak merupakan pengendalian pencemaran air. Dengan ditetapkannya baku mutu air untuk setiap peruntukan dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima, sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya. Pengendalian pencemaran air merupakan kegiatan yang mencakup: 1. Inventarisasi kualitas dan kuantitas air pada sumber air menurut sistem wilayah tata pengairan. 2. Penetapan golongan air menurut peruntukannya, baku mutu air dan baku beban pencemaran untuk golongan air tersebut, serta baku mutu limbah cair untuk setiap jenis kegiatan. 3. Penetapan mutu limbah cair yang boleh ibuang oleh setiap kegiatan ke dalam air pada sumber air dan pemberian ijin pembuangannya 4. Pemantauan perubahan kualitas air pada sumber air dan mengevaluasi hasilnya. 5. Pengawasan terhadap penataan peraturan pengendalian pencemaran air, termasuk penataan mutu limbah cair, serta penegakan hukumnya. Pasal 1 Butir 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, memberikan batasan-batasan sebagai berikut: 1. Air adalah semua air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air di bawah permukaan tanah dan air laut. 2. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 3. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan. 4. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang harus ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. 5. Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah. 6. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air meneria beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitras air sehingga meleati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. 7. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas dapat diambil suatu upaya yaitu pelaksanaan perkerasan jalan beton tidak boleh berakibat kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumber air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Baik selama tahap pembangunan fisik maupun pasca pembangunan yaitu setelah jalan dioperasikan untuk lalu lintas, air sesuai dengan peruntukannya harus memenuhi persyaratan baku mutu air. Halaman: 18 dari 18

23 Menurut peruntukannya, dikenal penggolongan air sebagai berikut: Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air. Secara umum pengendalian pencemaran air di daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Pengendalian pencemaran air dan pada sumber air yang berada di atau mengalir melalui wilayah lebih dari satu Provinsi daerah Tingkat I dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Menteri. Pihak Proyek berkewajiban memberikan informasi tentang mutu air di sekitar lokasi pekerjaan jalan kepada Pemerintah Provinsi selama periode kontrak konsruksi, untuk keperluan memastikan kesesuaiannya dengan baku mutu air. Tulisan ini membatasi cakupannya terbatas pada kemungkinan terjadinya pencemaran air akibat dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton. Bisa saja bentuk pencemarannya adalah terdapatnya limbah cair akibat pelaksanaan pekerjaan, yang kadar dan jumlah unsur pencemarnya melebihi kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair tersebut. Perluasan pemanfaatan air di luar penggolongan air sebagaimana disebutkan di atas, ditetapkan dengan peraturan Pemerintah. Ketetapan tentang baku mutu air sesuai dengan penggolongan air sebagaimana disebutkan dalam peruntukan di atas, ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air sebagai berikut : Halaman: 19 dari 19

24 Halaman: 20 dari 20

25 Halaman: 21 dari 21

26 Tugas pelaksana lapangan perkerasan jalan beton dalam penerapan baku mutu air adalah memberikan masukan kepada Manajer Lapangan tentang pemilihan lokasi-lokasi di lapangan (di sekitar trase jalan yang dicakup oleh proyek ) yang memerlukan pendataan mutu air, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap Halaman: 22 dari 22

27 pemeliharaan. Dalam memilih lokasi dimaksud perlu ditentukan lokasi-lokasi yang merupakan representasi dari penggolongan air menurut peruntukannya untuk kemudian dipastikan, apakah mutu air yang terdapat di lokasi-lokasi dimaksud masih memenuhi persyaratan baku mutu air. Untuk dapat melakukan pendataan mutu air, Manajer Lapangan perlu melakukan konsultasi dengan Manajer lainnya di dalam jajaran organisasi penyelenggara pekerjaan jalan beton dimaksud, sehingga dapat dipastikan bahwa pelaku lapangan untuk kegiatan ini adalah memang petugas yang kompeten di bidang ini. Data pendataan mutu air yang diperoleh akan menjadi bahan masukan untuk keperluan evaluasi lebih lanjut oleh Ahli Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak, atau setidak-tidaknya dapat meminimalkan akibat dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar trase jalan Penerapan baku mutu udara Baku mutu udara dibedakan atas dua hal, yaitu : 1. Baku mutu udara ambien, yaitu kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda hidup lainnya, yang penentuannya dengan mempertimbangkan kondisi udara setempat. 2. Baku mutu udara emisi, yaitu batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, yang penentuannya didasarkan pada sumber bergerak atau sumber tidak bergerak serta dibedakan antara baku mutu berat, sedang dan ringan. 1. Baku mutu emisi Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak, perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara, mengacu pada Keputusan Menteri Negara Kingkungan Hidup Nomor KEP.13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Keputusan Menteri dimaksud memberikan definisi istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas maksimum emisi yang dipebolehkan dimasukkan ke dalam lingkungan 2) Emisi adalah makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau dimasukkan ke udara ambien. 3) Batas maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke udara ambien. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ditentukan untuk jenis-jenis kegiatan: 1) Industri besi dan baja. 2) Industri pulp dan kertas. 3) Pembangkit listrik tenaga uap. 4) Industri semen 5) Kegiatan lain. Untuk pekerjaan jalan, baku mutu emisi yang dijadikan acuan adalah baku mutu emisi sumber tidak bergerak untuk kegiatan lain sebagai berikut: Halaman: 23 dari 23

28 BAKU MUTU EMISI UNTUK JENIS KEGIATAN LAIN (BERLAKU EFEKTIF TAHUN 2000) PARAMETER BATAS MAKSIMUM (mg/m 3 ) Bukan Logam 1. Ammonia (NH 3 ) Gas chlorin (CL 2 ) Hidrogen Klorida (HCL) 5 4. Hidrogen Fluorida (HF) Nitrogen Oksida (NO 2 ) Opasitas 35% 7. Partikel Sulfur Dioksida (SO 2 ) Total Sulfur Tereduksi (H 2 S) 35 Logam 10. Air Raksa (Hg) Arsen (As) Antimon (Sb) Kadmium (Cd) Seng (Zn) Timah Hitam (Pb) 12 Catatan : Volume Gas dalam keadaan standar (25 0 C dan Tekanan 1 atm) Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber yang bergerak, perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara, mengacu pada Keputusan Menteri Negara Kingkungan Hidup Nomor KEP.35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Keputusan Menteri dimaksud memberikan definisi istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1) Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. 2) Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan peralatan teknik yang berada pada kendaraan dimaksud. Kandungan CO (karbon monoksida) dan HC (hidro karbon) dan ketebalan asap pada pancaran gas buang adalah sebagai berikut: 1) Sepeda motor 2 langkah dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktana 87 ditentukan maksimum 4.5% untuk CO dan 3000 ppm untuk HC. 2) Sepeda motor 4 langkah dengan bahan bakar bensin engan bilangan oktana 87 ditentukan maksimum 4.5% untuk CO dan 2400 ppm untuk HC. 3) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktana 87 ditentukan maksimum 4.5% untuk CO dan 1200 ppm untuk HC. 4) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar solar/diesel dengan bilangan etana 45 ditentukan maksimum ekivalen 50% Bosch pada diameter 102 mm atau 25% opasiti untuk ketebalan asap. Halaman: 24 dari 24

29 Kandungan CO dan HC sebagaimana dimaksud di atas huruf a, b dan c diukur pada kondisi percepatan bebas (idling). Ketebalan asap gas buang sebagaimana tersebut pada butir d, huruf diukur pada kondisi percepatan bebas. Tugas pelaksana lapangan perkerasan jalan beton dalam penerapan baku mutu udara adalah memberikan masukan kepada Manajer Lapangan tentang pemilihan lokasi-lokasi di lapangan (di sekitar trase jalan yang dicakup oleh proyek ) yang memerlukan pendataan mutu udara, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. Jenis data yang perlu dikumpulkan adalah pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak yang terdapat di base camp dan di lokasi pekerjaan pada saat kegiatan pekerjaan memerlukan operasi alat-alat berat. Untuk dapat melakukan pendataan mutu udara, Manajer Lapangan perlu melakukan konsultasi dengan Manajer lainnya di dalam jajaran organisasi penyelenggara pekerjaan jalan beton dimaksud, sehingga dapat dipastikan bahwa pelaku lapangan untuk kegiatan ini adalah memang petugas yang kompeten di bidang ini. Data yang diperoleh dari pendataan mutu udara akan menjadi bahan masukan untuk keperluan evaluasi lebih lanjut oleh Ahli Teknik Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak pencemaran udara, atau setidak-tidaknya dapat meminimalkan akibat dampak pencemaran udara terhadap lingkungan hidup di sekitar trase jalan. 2. Indeks Standar Pencemaran Udara Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. Untuk memberikan kemudahan dan keseragaman informasi kualitas udara ambien kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu, serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara, digunakan Indeks Standar Pencemaran Udara yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan, yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. ISPU ditetapkan dengan cara mengubah kadar pencemar udara yang terukur menjadi suatu angka yang tidak berdimensi. Data ISPU diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis, sedangkan parameter ISPU meliputi Particulat (PM 10 ), Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO 2 ), Nitrogen dioksida (NO 2 ) dan Ozon (O 3 ). Rentang Indeks Standar Pencemaran Udara ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara tersebut di bawah: Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara RENTANG INDEKS STANDAR PENCEMARAN UDARA Kategori Rentang Penjelasan Halaman: 25 dari 25

30 Baik Sedang Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Berbahaya Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbu-tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada keshatan manusia ataupun hewan, akan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan paa manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen-segmen populasi yang terpapar. Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang sungguh-sugguh pada populasi. 4.3 Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi Inventarisasi komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak Yang dimaksud dengan dampak adalah dampak lingkungan hidup, yaitu pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan atau kegiatan. Untuk mengetahui pengaruh perubahan pada lingkungan hidup dimaksud, diperlukan kajian yang disebut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurut Pasal 1 ayat 21 Bab I Ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, AMDAL didefinisikan sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Jadi AMDAL adalah suatu proses studi formal yang digunakan untuk mengetahui akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh suatu proyek pembangunan. Produk-produk AMDAL antara lain adalah sebagai berikut : 1. Untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan 1) Penyiapan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) 2) Pembuatan Studi ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) atas dasar kerangka acuan yang harus disetujui sebelumnya. 3) Pembuatan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) serta realisasi pemantauannya 2. Untuk proyek-proyek yang sudah diwujudkan 4) Penyiapan Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL). 5) Pembuatan Studi Evaluasi Lingkungan (SEL) 6) Pembuatan RKL (bila diperlukan) dan RPL serta realisasi pemantauannya. Catatan: 1) ANDAL adalah dokumen yang menelaah secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana atau kegiatan. Halaman: 26 dari 26

31 2) RKL adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan. 3) RPL adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting akibat rencana kegiatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP-11/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Lampiran I, pekerjaan jalan dan jembatan yang termasuk dalam jenis kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang wajib dilengkapi dengan AMDAL adalah sebagai berikut: Jenis Kegiatan Besaran (1) Pembangunan jalan tol dan jalan layang (2) Pembangunan jalan raya Panjang > 25 km (3) Pembangunan dan peningkatan jalan dengan Panjang > 5 km atau pelebaran di luar daerah milik jalan (baca: ruang milik 5 ha. jalan) kota besar dan metropolitan yang berfungsi sebagai arteri atau kolektor luas Berikut ini diberikan Bagan Alir yang menggambarkan bagaimana aspek lingkungan harus dipertimbangkan dan ditempatkan pada setiap tahap kegiatan pekerjaan jalan dan jembatan, yaitu pada tahap-tahap: 1. Perencanaan Umum, 2. Pra Studi Kelayakan, 3. Studi Kelayakan, 4. Perencanaan Teknis, 5. Pra Konstruksi (Pengadaan Tanah), 6. Konstruksi, 7. Pasca Konstruksi (Operasi dan Pemeliharaan) dan 8. Evaluasi Pasca Proyek. Halaman: 27 dari 27

32 Gambar Bagan Alir Integrasi Aspek Lingkungan Dalam Siklus Kegiatan Pekerjaan Jalan dan Jembatan Sumber : Permen PU No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis Amdal Proyek Bidang PU Halaman: 28 dari 28

33 Gambar Proses Pemenuhan Terhadap Ketentuan Amdal dalam Siklus Kegiatan Pekerjaan Jalan dan Jembatan TAHAP PERENCANAAN UMUM tidak ya ya tidak TAHAP EVALUASI PASCA PROYEK TAHAP PRA STUDI KELAYAKAN tidak ya ya tidak TAHAP PASCA KONSTRUKSI ( O & P ) TAHAP STUDI KELAYAKAN tidak ya ya tidak TAHAP KONSTRUKSI TAHAP PERENCANAAN TEKNIS tidak ya tidak ya TAHAP PRA KONSTRUKSI (PENGADAAN TANAH) Pada Gambar dan terlihat bahwa AMDAL harus dilakukan pada setiap tahap kegiatan. Sebelum melangkah pada tahap berikutnya, harus dipastikan bahwa AMDAL pada tahap tersebut sudah tuntas diselesaikan. 1. Kegiatan konstruksi mang menimbulkan dampak Pada umumnya komponen kegiatan/pekerjaan konstruksi yang dapat menimbulkan dampak antara lain adalah sebagai berikut: Halaman: 29 dari 29

34 1) Tahap Persiapan Konstruksi (1) Mobilitas alat-alat berat, terutama untuk jenis kegiatan konstruksi yang memerlukan banyak alat-alat berat, dan terletak atau melintas areal permukiman, serta kondisi prasarana jalan yang kurang memadai. (2) Pembuatan dan pengoperasian bengkel, base camp dan barak kerja yang besar dan terletak di areal pemukiman. (3) Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan yang cukup luas dan dekat areal pemukiman. 2) Tahap Pelaksanaan Konstruksi (1) Pekerjaan tanah, mencakup pekerjaan galian maupun timbunan tanah. (2) Pekerjaan pembuatan badan jalan (untuk jalan baru) (3) Pembuangan hasil pekerjaan galian tanah yang tidak terpakai. (4) Pengangkutan tanah. (5) Pengambilan dan pengangkutan material pekerjaan jalan dari sumber material (quarry). (6) Pengoperasian mesin pemecah batu. (7) Pengoperasian alat-alat berat untuk pembuatan bangunan drainase (pembuatan selokan samping dan pemasangan gorong-gorong). (8) Pengoperasian alat-alat berat untuk pembuatan perkerasan jalan beton. 3) Tahap Pemeliharaan (a) Pengoperasian alat-alat berat untuk pemeliharaan jalan. (b) Lewatnya lalu lintas karena jalan sudah dibuka untuk lalu lintas umum 2. Jenis pencemaran lingkungan akibat kegiatan konstruksi 1) Meningkatnya pencemaran udara (debu dan kebisingan) Dampak ini timbul karena pengoperasian alat-alat berat untuk pekerjaan konstruksi seperti saat pembersihan dan pematangan lahan pekerjaan tanah, pengangkutan tanah dan material bangunan, pekerjaan pondasi khususnya tiang pancang, pekerjaan badan jalan dan perkerasan jalan, serta pekerjaan struktur bangunan. Indikator dampak yang timbul dapat mengacu pada ketentuan baku mutu udara atau adanya tanggapan dan keluhan masyarakat akan timbulnya dampak tersebut. Upaya penanganan dampak dapat dilakukan langsung pada sumber dampak itu sendiri atau pengelolaan terhadap lingkungan yang terkena dampak seperti : (1) Pengaturan kegiatan pelaksanaan konstruksi yang sesuai dengan kondisi setempat, seperti penempatan base camp yang jauh dari lokasi pemukiman, pengangkutan material dan pelaksanaan pekerjaan pada siang hari. (2) Memakai metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan, seperti memakai pondasi bore pile untuk lokasi disekitar permukiman. (3) Penyiraman secara berkala untuk pekerjaan tanah yang banyak menimbulkan debu. 2) Percemaran kualitas air Dampak ini timbul akibat pekerjaan tanah yang dapat menyebabkan erosi tanah atau pekerjaan konstruksi lainnya, yang membuang atau mengalirkan limbah ke saluran drainase sehingga kadar pencemaran di air tesebut meningkat. Indikator dampak dapat dilihat dari warna dan bau air di bagian hilir kegiatan serta hasil analisis kegiatan air/mutu air serta adanya keluhan masyarakat. Upaya penanganan dampak ini dapat dilakukan antara lain : Halaman: 30 dari 30

35 (1) Pembuatan kolam pengendap sementara, sebelum air dari lokasi kegiatan dialirkan ke saluran drainase. (2) Metode pelaksanaan konstruksi yang memadai. (3) Mengelola limbah dari kegiatan base camp dan bengkel dengan baik. 3) Terjadinya erosi dan longsoran tanah serta genangan air Dampak ini dapat timbul akibat kegiatan pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan tanah termasuk pengelolaan quary, yang menyebabkan permukaan lapisan atas tanah terbuka dan rawan erosi, serta timbulnya longsoran tanah yang dapat mengganggu sistem drainase yang ada, serta mengganggu estetika lingkungan disekitar lokasi kegiatan. Indikator dampak dapat secara dilihat visual di lapangan, dan penanganannya dapat dilakukan antara lain : (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai sehingga tidak merusak atau menyumbat saluran-saluran yang ada. (2) Perkuat tebing yang timbul akibat perkerjaan konstruksi. (3) Pembuatan saluran drainase dengan dimensi yang memadai. 4) Kerusakan prasarana jalan dan fasilitas umum Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan yang melalui jalan umum, serta pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan tanah yang berada disekitar prasarana dan utilitas umum tersebut. Indikator dampak dapat dilihat dari kerusakan prasarana jalan dan utilitas umum yang dapat mengganggu berfungsinya utilitas umum tersebut, serta keluhan masyarakat disekitar lokasi kegiatan. Upaya penanganan dampak yang timbul tersebut antara lain dengan cara : (1) Memperbaiki dengan segera prasarana jalan dan utilitas umum yang rusak. (2) Memindahkan labih dahulu utilitas umum yang terdapat di lokasi kegiatan ketempat yang aman. 5) Gangguan Lalu Lintas Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan serta pelaksanaan pekerjaan yang terletak disekitar/berada di tepi prasarana jalan umum, yang lalu lintasnya tidak boleh terhenti oleh pekerjaan konstruksi. Indikator dampak dapat dilihat dari adanya kemacetan lalulintas di sekitar lokasi kegiatan dan tanggapan negatif dari masyarakat disekitarnya. Upaya penanganan dampak tersebut dapat dilakukan antara lain : (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik dengan memberi prioritas pada kelancaran arus lalulintas. (2) Pengaturan waktu pengangkutan tanah dan material bangunan pada saat tidak jam sibuk. (3) Pembuatan rambu lalulintas dan pengaturan lalulintas di sekitar lokasi kegiatan. (4) Menggunakan metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. 6) Berkurangnya keaneka-ragaman flora dan fauna Dampak ini timbul akibat pekerjaan pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan tanah terutama pada lokasi-lokasi yang mempunyai kondisi biologi yang masih alami, seperti hutan. Indikator dampak dapat dilihat dari jenis dan jumlah tanaman yang ditebang, khususnya jenis-jenis tanaman langka dan dilindungi serta adanya reaksi masyarakat. Halaman: 31 dari 31

36 Upaya penanganan dampak tersebut dapat dilakukan antara lain : (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai. (2) Penanaman kembali jenis-jenis pohon yang ditebang disekitar lokasi kegiatan. Selain dampak primer tersebut diatas masih dampak-dampak sekunder akibat pekerjaan konstruksi yang perlu mendapat perhatian bagi pelaksana proyek, seperti : (1) Terjadinya interaksi sosial (positif/ negatif) antara penduduk setempat dengan para pekerja pendatang dari luar daerah. (2) Dapat meningkatkan peluang kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat, serta meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Setelah mengetahui hasil inventarisasi komponen-komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak, tugas pelaksana lapangan perkerasan jalan beton adalah memberikan masukan kepada Manajer Lapangan mengenai: 1. Penetapan jadwal pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan di lapangan untuk keperluan penerapan baku tingkat kebisingan, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. 2. Penetapan jadwal pendataan mutu air di lapangan untuk keperluan penerapan baku mutu air, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. 3. Penetapan jadwal pendataan mutu udara di lapangan untuk keperluan penerapan baku mutu udara, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Sub/Sub-sub Bab sebelumnya, Manajer Lapangan perlu melakukan konsultasi dengan Manajer lainnya di dalam jajaran organisasi penyelenggara pekerjaan jalan beton, selanjutnya evaluasi atas data yang terkumpul harus dilakukan oleh Ahli Teknik Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak pencemaran. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan teknologi, sosial ekonomi dan institusi. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan Pemilihan pendekatan metodologi pengelolaan lingkungan 1. Prinsip pengelolaan lingkungan Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melakukan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup, sehingga pelestarian potensi sumber daya alam dapat tetap dipertahankan, dan pencemaran atau kerusakan lingkungan dapat dicegah. Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan menerapkan teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Untuk itu berbagai prinsip yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan antara lain: 1) Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk mencegah timbulnya dampak yang tidak diinginkan, dengan mengenali secara dini kemungkinan timbulnya dampak negative, sehingga rencana pencegahan dapat disiapkan sebelumnya. Beberapa contoh dalam penerapan prinsip ini adalah melaksanakan AMDAL secara baik dan benar, pemanfaatan sumber daya alam dengan efisien sesuai potensinya, serta mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan. Halaman: 32 dari 32

37 2) Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip menanggulangi dampak yang terjadi atau yang diperkirakan akan terjadi, namun karena keterbatasan teknologi, hal tesebut tidak dapat dihindari. Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen lingkungan yang terkena dampak seperti kualitas udara, kualitas air dan sebagainya. Apabila hasil pemantauan lingkungan mendeteksi adanya perubahan atau pencemaran lingkungan, maka perlu ditelusuri penyebab/sumber dampaknya, dikaji pengaruhnya, serta diupayakan menurunnya kadar pencemaran yang timbul. 3) Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan mempertemukan kepentingan 2 pihak yang terkait, disatu pihak pemrakarsa/pengelola kegiatan yang mendapat manfaat dari proyek tersebut harus memperhatikan pihak lain yang terkena dampak, sehingga tidak merasa dirugikan. Perangkat insentif ini dapat juga berupa pengaturan oleh pemerintah seperti peningkatan pajak atas buangan limbah, iuran pemakaian air, proses perizinan dan sebagainya. 2. Pendekatan pengelolaan lingkungan Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi dari studi ANDAL, dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan teknologi, yang kemudian harus dapat dipadukan dengan pendekatan sosial ekonomi, serta pendekatan institusi. Mengacu pada Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-14/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga pendekatan tersebut sebagai berikut: 1) Pendekatan teknologi Pendekatan ini merupakan cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan, antara lain: (1) Dalam rangka menangani limbah bahan berbahaya dan beracun, akan ditempuh cara: a. Membatasi atau mengisolasi limbah. b. Mendaur-ulangkan limbah, sehingga dapat memperkecil volume limbah. c. Menetralisasi limbah dengan menambahkan zat kimia tertentu sehingga tidak membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya. (2) Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki kerusakan sumber daya alam, akan ditempuh cara: a. Membangun terasering atau penanaman penutup tanah untuk mencegah erosi. b. Mereklamasi lahan bekas galian tambang dengan pengaturan tanah diatasnya dan penanaman tanah penutup tanah. c. Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga kadar pencemar yang dihasilkan berkurang. (3) Dalam rangka meningkatkan dampak positif berupa peningkatan nilai tambah dari dampak positif yang ada, misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari dampak positif tersebut. 2) Pendekatan Sosial Ekonomi Halaman: 33 dari 33

38 Pendekatan ini merupakan langkah yang perlu ditempuh pemrakarsa dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan sosial dan ekonomi, antara lain: (1) Melibatkan masyarakat di sekitar rencana usaha atau kegiatan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. (2) Permintaan bantuan kepada Pemerintah untuk turut menanggulangi dampak penting lingkungan karena keterbatasan kemampuan pemrakarsa. (3) Permohonan keringanan bea masuk peralatan pengendalian pencemaran. (4) Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. (5) Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milik penduduk untuk keperluan rencana usaha dan kegiatan dengan prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak. (6) Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar rencana usaha atau kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pemrakarsa. (7) Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial. 3) Pendekatan Institusi Pendekatan ini merupakan mekanisme kelembagaan yang ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak penting lingkungan, antara lain: (1) Kerjasama dengan instansi-instansi yang berkepentingan dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pegelolaan lingkungan oleh instansi yang berwenang. (3) Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala kepada pihak-pihak yang berkepentingan Pengelolaan lingkungan 1. Mekanisme pengelolaan lingkungan 1) Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan menjadi tugas dan tanggung jawab pemrakarsa/pengelola kegiatan, dilaksanakan selama pelaksanaan dampak negatif, maupun pengembangan dampak positif. 2) Kegiatan pengelolan lingkungan terkait dengan berbagai instansi, dan masyarakat setempat, sehingga perlu dijabarkan keterkaitan antar instansi dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan tersebut. Penentuan instansi terkait, disesuaikan dengan fungsi, wewenang dan bidang tugas serta tanggung jawab instansi tersebut. 3) Mengingat bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan selama proyek berlangsung, maka perlu ditetapkan unit kerja yang bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan lingkungan, serta tata cara kerjanya. Unit kerja tersebut dapat berupa pembentukan unit baru atau pengembangan dari unit kerja yang sudah ada. Pemrakarsa/pengelola kegiatan harus mengambil inisiatif dalam melakukan pengelolaan lingkungan, sedangkan instansi terkait diarahkan untuk menyempurnakan dan memantapkannya. 4) Pembiayaan merupakan faktor yang penting atas terlaksananya pengelolaan lingkungan, untuk itu sumber dan besarnya biaya harus dijabarkan dalam RKL. Halaman: 34 dari 34

39 Pada prinsipnya pemrakarsa/pengelola kegiatan harus bertanggung jawab atas penyediaan dana untuk pengelolaan lingkungan yang diperlukan. 2. Lingkup rencana pengelolaan lingkungan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha atau kegiatan. Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan mencakup 4 kelompok aktivitas: 1) Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan melalui pemilihan atas alternatif, tata letak (tata ruang mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek. 2) Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimalisasi, atau mengendalikan dampak negatif yang timbul di saat usaha atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha atau kegiatan berakhir (misalnya rehabilitasi lokasi proyek). 3) Pengelolaan lingkungan yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positif tersebut. 4) Pengelolaan lingkungan yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber daya yang tidak dapat pulih, hilang atau rusak baik dalam arti sosial ekonomi dan atau ekologis (hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan hidupnya, baik biotis maupun abiotis) sebagai akibat usaha atau kegiatan. 3. Penyusunan dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) Berikut ini adalah pedoman yang digunakan untuk menyusun dokumen RKL: 1) Latar Belakang Pengelolaan Lingkungan (1) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan pengelolaan lingkungan baik ditinjau dari kepentingan pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan maupun untuk kepentingan yang lebih luas dalam rangka menunjang program pembangunan. (2) Uraikan secara sistematis, singkat, dan jelas tentang tujuan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan pemrakarsa sehubungan dengan rencana usaha atau kegiatan. (3) Uraikan tentang kegunaan dilaksanakannya pengelolaan lingkungan baik bagi pemrakarsa usaha atau kegiatan, pihak-pihak yang berkepentingan, maupun bagi masyarakat luas. (4) Uraikan secara singkat wilayah, kelompok masyarakat, atau ekosistem di sekitar rencana usaha atau kegiatan yang sensitif terhadap perubahan akibat adanya rencana usaha atau kegiatan tersebut berdasarkan ANDAL. (5) Kemukakan secra jelas dalam peta dengan skala yang memadai (peta administratif, peta lokasi, peta topografi, dan lain-lain), yang mencakup informasi tentang: a. Letak geografis rencana usaha atau kegiatan. b. Aliran sungai, danau, rawa. Halaman: 35 dari 35

40 c. Jaringan jalan dan permukiman penduduk. d. Batas administratif pemerintahan daerah. e. Wilayah, kelompok masyarakat, atau ekosistem di sekitar rencana usaha atau kegiatanyang sensitif terhadap perubahan. Peta yang disajikan merujuk pada hasil studi ANDAL. 2) Rencana pengelolaan lingkungan Uraikan secara singkat dan jelas jenis masing-masing dampak yang ditimbulkan baik oleh satu kegiatan atau lebih dengan urutan pembahasan sebagai berikut: (1) Dampak penting dan sumber dampak penting a. Uraikan secara singkat dan jelas komponen atau parameter yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar menurut hasil ANDAL. Perlu ditegaskan baha yang diungkapkan hanyalah komponen atau parameter lingkungan yang terkena dampak penting saja. Uraikan pula sejauh mana taraf perkembangan rencana usaha atau kegiatan disaat RKL sedang disusun (studi kelayakan, rancangan rinci rekayasa, atau tahap konstruksi). Komponen atau parameter lingkungan yang berubah mendasar menurut ANDAL perlu ditetapkan beberapa hal yang dianggap strategis untuk dikelola berdasarkan pertimbangan: a) Dampak penting yang dikelola terutama ditujukan pada komponen lingkungan yang menurut hasil proses pelingkupan (dalam rangka penyusunan Kerangka Acuan ANDAL) merupakan isi utama rencana usaha atau kegiatan. b) Dampak pentig yang dikelola adalah dampak yang tergolong banyak menimbulkan dampak penting turunan (dampak sekunder, tersier dan selanjutnya) c) Dampak pentig yang dikelola adalah dampak yang apabila dicegah/ditanggulangi akan membawa pengaruh lanjutan pada dampak penting turunannya. Selain itu diuraikan juga dampak penting turunannya yang akan urut terpengaruh akibat dikelolanya dampak penting strategis tersebut. b. Sumber dampak Uraikan secara singkat sumber penyebab timbulnya dampak penting: a) Apabila dampak penting timbul sebagai akibat langsung dari rencana usaha atau kegiatan, maka uraikan secara singkat jenis usaha atau kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya dampak penting. b) Apabila dampak penting timbul sebagai akibat berubahnya komponen lingkungan yang lain, maka jelaskan secara singkat komponenlingkungan yang merupakan penyebab timbulnya dampak penting tersebut. (2) Tolok ukur dampak Jelaskan tolok ukur dampak yang akan digunakan untuk mengukur komponen lingkungan yang akan terkena dampak akibat rencana usaha atau kegiatan berdasarkan baku mutu standar (ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan); keputusan para ahli yang dapat diterima secara ilmiah, lazim digunakan, dan atau telah ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan. Tolok ukur yang dijelaskan adalah yang digunakan dalam ANDAL. Halaman: 36 dari 36

41 (3) Tujuan rencana pengelolaan lingkungan Uraikan secara spesifik tujuan dikelolanya dampak penting yang bersifat strategis berikut dengan dampak turunannya yang otomatis akan turut tercegah/tertanggulangi/terkendali. (4) Pengelolaan lingkungan Jelaskan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan melalui pendekatan teknologi, dan atau sosial ekonomi, dan atau institusi sebagaimana telah dijelaskan pada butir Upaya pengelolaan lingkungan yang dijelaskan juga mencakup upaya pengoperasian unit atau sarana pengendalian dampak (misal unit pengolahan limbah), apabila unit atau sarana dimaksud di dalam dokumen ANDAL dinyatakan sebagai aktivitas dari rencana usaha atau kegiatan. (5) Lokasi pengelolaan lingkungan Jelaskan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan sifat persebaran dampak penting yang dikelola. Sedapat mungkin lengkap pula dengan peta /skema/gambar. (6) Periode pengelolaan lingkungan Uraikan secara singkat tentang kapan dan berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak penting yang dikelola (lama berlangsung, sifat kumulatif, dan berbalik tidaknya dampak), serta kemampuan pemrakarsa (tenaga, dana). (7) Pembiayaan pengelolaan lingkungan Pembiayaan untuk melaksanakan RKL merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemrakarsa rencana usaha atau kegiatan yang bersangkutan. Pembiayaan tersebut antara lain mencakup: a. Biaya investasi, misalnya pembelian peralatan pengelolaan lingkungan serta biaya untuk kegiatan teknis lainnya. b. Biaya personil dan biaya operasional. c. Biaya pendidikan serta pelatihan keterampilan operasional. (8) Institusi Pengelolaan Lingkungan Pada setiap rencana pengelolaan nlingkungan, cantumkan institusi atau kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di tingkat nasional maupun daerah, yang meliputi: a. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. b. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. c. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh sektor terkait. d. Keputusan Gubernur, Bupati/Walikotamadya. e. Peraturan-peraturan lain yang terkait dengan pembentukan institusi pengelolaan lingkungan. Institusi pengelolaan lingkungan dimaksud adalah yang berkaitan dengan: a. Pelaksanan pengelolaan lingkungan Cantumkan institusi pelaksana yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang dana kegiatan pengelolaan lingkungan. Apabila dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Halaman: 37 dari 37

42 lingkungan pemrakarsa menugaskan atau bekerjasama dengan pihak lain, mencantumkanpula institusi dimaksud. b. Pengawasan pengelolaan lingkungan Cantumkan instansi yang akan berperan sebagai pengawas bagi terlaksananya RKL. Instansi yang terlibat dalam pengawasan mungkin lebih dari satu instansi sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawab, erta peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan Cantumkan instansi yang akan diberi laporan hasil kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkala, sesuai lingkup tugas instansi yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) 1) Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-12/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan dan Upaya Pemantauan Lingkungan, rencana usaha atau kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya, dan atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan yang ditetapkan didalam syarat-syarat perizinannya menurut peraturan yang berlaku. 2) UKL bukan merupakan bagian dari AMDAL, oleh sebab itu UKL tidak diniliai oleh Komisi AMDAL, melainkan diarahkan langsung oleh instansi teknis yang membidangi dan bertanggungjawab atas pembinaan usaha atau kegiatan tersebut melalui suatu petunjuk teknis sesuai jenis usaha atau kegiatannya. 3) UKL bersifat spesifik bagi masing-masing jenis usaha kegiatan yang dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkannya. Oleh karena itu pedoman teknis UKL ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab (sektoral) untuk setiap jenis usaha atau kegiatan dan dikaitkan langsung dengan aktifitas teknisusaha atau kegiatan yang bersangkutan. 4) Pemrakarsa usaha atau kegiatan terikat pada dokumen yang telah diisi dan ditandatanganinya dan menjadi syarat-syarat pemberian ijin isaha atau kegiatan dimaksud. 5) Fungsi dan Tujuan (1) Sebagai acuan dalam penyusunan pedoman teknis UKL bagi instansi terkait. (2) Sebagai acuan penyusunan UKL bagi pemrakarsa bilamana pedoman teknis UKL dari sektoral belum diterbitkan. (3) Sebagai instrumen pengikat bagi pemrakarsa untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan. 6) Ruang Lingkup UKL perlu disusun sedemikian sehingga dapat: (a) Langsung mengemukakan informasi penting setiap jenis rencana usaha atau kegiatan yang merupakan sifat khas poyek itu sendiri dan dapat menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungannya. (b) Informasi komponen lingkungan yang terkena dampak. (c) Upaya pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilakukan oleh pemrakarsa pada tahap pra konstruksi, konstruksi maupun pasca konstruksi. 7) Sistematika UKL mencakup: (1) Rencana Usaha atau Kegiatan Halaman: 38 dari 38

43 Uraian secara singkat rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa mencakup antara lain: a. Jenis rencana usaha atau kegiatan b. Rencana lokasi yang tepat dari rencana usaha atau kegiatan, dan apakah telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau tidak (jelaskan). c. Jarak rencana usha atau kegiatan tersebut dengan sumber daya dan kegiatan lain di sekitarnya, seperti hutan, sungai, prmukiman, industri dan sebagainya atau hubungan keterkaitannya. d. Sarana/fasilitas yang direncanakan, mencakup antara lain: a) Luas areal yang digunakan untuk usaha atau kegiatan yang meliputi antara lain bangunan utama, pemukiman tenaga kerja, panjang jalan dan tata letak. b) Peralatan yang digunakan termasuk jenis dan kapasitasnya. c) Jenis bahan baku serta bahan tambahan maupun bahan lain yang dipergunakan yang meliputi antara lain jumlah, volume, sifat, asal pengambilan, sistem pengangkutan, cara penyimpanan, dan sistem pembuangan akhir bahan buangan. d) Sumber air dan penggunaannya. e) Sumber energi. f) Tenaga kerja yang digunakan. e. Proses produksi atau kegiatan yang digunakan/dilaksanakan. (2) Komponen lingkungan Uraian secara singkat mengenai sumber-sumber alam/komponen lingkungan yang diperkirakan terkena dampak, seperti antara lain sungai, udara, flora dan fauna dan lain-lain. (3) Dampak-dampak yang akan terjadi Dampak-dampak yang akan muncul baik berupa limbah / polusi maupun bentuk lainnya mencakup: (1) Sumber dampak. (2) Jenis dampak dan ukurannya. (3) Sifat dan tolok ukur dampak. (4) Upaya pengelolaan lingkungan Uraian secara singkat mengenai sumber-sumber alam/komponen lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa. (5) Pelaporan Uraian secara rinci mengenai mekanisme laporan dari pelaksanaan UKL pada saat rencana usaha atau kegiatan dilaksanakan (Instansi pembina, Bapedal, Pemda Tk I dan Tk II setempat). (6) Pernyataan pelaksanaan Pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan UKL atas rencana usaha atau kegiatannya dilengkapi dengan tanda tangan pemrakarsa. 4.4 di Lingkungan Kegiatan Konstruksi Pembuatan jalan alih darurat (detour) 1. Tujuan pengaturan lalu lintas ini adalah untuk menjamin bahwa selama pelaksanaan pekerjaan, semua jalan lama tetap terbuka untuk lalu lintas dan dijaga dalam kondisi aman dan dapat digunakan, dan pemukiman di sepanjang dan yang berdekatan Halaman: 39 dari 39

44 dengan pekerjaan disediakan jalan masuk yang aman dan nyaman ke pemukiman mereka. 2. Dalam keadaan khusus Kontraktor dapat mengalihkan lalu lintas ke jalan alih darurat (detour) atau sering disebut sebagai jalan alih sementara. Pengalihan ini harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan memenuhi ketentuan di bawah ini: (5) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut terlindungi dari kerusakan akibat lalu lintas umum maupun proyek. (6) Pengendalian lalu lintas dan pengalihan lalu lintas harus dilaksanakan sebagaimana diperlukan untuk melindungi pekerjaan. (7) Pengendalian lalu lintas harus mendapat perhatian khusus, pada saat kondisi cuaca yang buruk, pada saat lalu lintas padat, dan selama periode dimana pekerjaan yang sedang dilaksanakan sangat peka terhadap kerusakan. (8) Yang dimaksudkan dengan lalu lintas disini adalah semua kendaraan dan pejalan kaki. 3. Pekerjaan jalan atau jembatan sementara 1) Umum (1) Kontraktor perlu menyediakan, memelihara, dan membongkar semua jalan, jembatan, jalan masuk dan sejenisnya yang diperlukan oleh Kontraktor untuk menghubungkan Kontraktor dengan jalan umum pada saat Penyelesaian Pekerjaan. (2) Jalan sementara ini perlu dibangun sampai diterima Direksi Pekerjaan, meskipun demikian Kontraktor tetap harus bertanggungjawab terhadap setiap kerusakan yang terjadi atau disebabkan oleh jalan sementara ini. 2) Lahan Yang Diperlukan (1) Sebelum membuat jalan atau jembatan sementara, Kontraktor perlu melakukan semua pengaturan yang diperlukan, termasuk pembayaran kepada pemilik tanah yang bersangkutan atas pemakaian tanah itu dan harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang dan Direksi Pekerjaan. (2) Setelah pekerjaan selesai, Kontraktor perlu membersihkan dan mengembalikan kondisi tanah itu ke kondisi semula sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan dan pemilik tanah yang bersangkutan. 3) Peralatan Kontraktor Lain Yang Lewat (1) Kontraktor perlu melakukan semua pengaturan agar Pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat dilewati dengan aman oleh Peralatan Konstruksi, bahan dan karyawan Kontraktor lain yang melaksanakan pekerjaan di dekat proyek. Untuk keperluan ini, Kontraktor dan Kontraktor lain yang melaksanakan pekerjaan di dekat proyek, harus menyerahkan suatu jadwal transportasi yang demikian kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuannya, paling sedikit misalnya 15 (limabelas) hari sebelumnya. 4) Jalan Alih Sementara atau Detour (1) Jalan alih sementara atau detour perlu dibangun sebagaimana yang diperlukan untuk kondisi lalu lintas yang ada, dengan memperhatikan ketentuan keselamatan dan kekuatan struktur. Semua jalan alih yang demikian tidak boleh dibuka untuk lalu lintas umum sampai alinyemen, pelaksanaan, drainase dan pemasangan rambu lalu lintas sementara telah disetujui Direksi Pekerjaan. Selama digunakan untuk lalu lintas umum Halaman: 40 dari 40

45 Kontraktor harus memelihara pekerjaan yang telah dilaksanakan, drainase dan rambu lalu lintas sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan. 5) Jalan Samping (ramp) Sementara untuk Lalu Lintas (1) Kontraktor perlu membangun dan memelihara jembatan dan jalan samping sementara untuk jalan masuk umum dari dan ke jalan raya pada semua tempat bilamana jalan masuk tersebut sudah ada sebelum Pekerjaan dimulai dan pada tempat lainnya yang diperlukan atau diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan Penyiapan petugas dan perlengkapan untuk pengaturan lalu lintas 1. Petugas bendera untuk pengaturan lalu lintas 1) Petugas dari Kontraktor yang ditugasi untuk melakukan pengaturan lalu lintas disebut petugas bendera. 2) Jumlah petugas bendera disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, 3) Kontraktor harus menyediakan dan menempatkan petugas bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan yang mengganggu arus lalu lintas, terutama pada pengaturan lalu lintas satu arah. Tugas utama petugas bendera adalah mengarahkan dan mengatur arus lalu lintas yang melewati dan di sekitar Pekerjaan tersebut. 2. Perlengkapan untuk pengaturan lalu lintas 1) Penyedia Jasa harus menyediakan perlengkapan dan pelayanan lalu lintas untuk mengendalikan dan melindungi karyawan Penyedia Jasa, Direksi Pekerjaan, dan pengguna jalan yang melalui daerah konstruksi, termasuk lokasi sumber bahan dan rute pengangkutan. 2) Perlengkapan yang lazim digunakan untuk pengaturan lalu lintas adalah rambu, kerucut lalu lintas sebagai penghalang, barikade, bendera, lampu kedip dan lampu penerangan sementara. 3) Agar dapat melindungi Pekerjaan, dan menjaga keselamatan umum dan kelancaran arus lalu lintas yang melalui atau di sekitar pekerjaan, Kontraktor harus memasang dan memelihara rambu lalu lintas, penghalang dan fasilitas lainnya yang sejenis pada setiap tempat dimana kegiatan pelaksanaan akan mengganggu lalu lintas umum. Semua rambu lalu lintas dan penghalang harus diberi garis-garis yang reflektif dan atau terlihat dengan jelas pada malam hari. 4) Manajemen lalu lintas harus dilakukan sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku. 5) Sebelum Jalan dibuka untuk lalulintas umum, Penyedia Jasa harus membuat marka sementara setelah pekerjaan penghamparan perkerasan beton selesai. 6) Semua pengaturan lalu lintas yang disediakan dan dipasang oleh Penyedia Jasa harus dikaji oleh Direksi Pekerjaan agar sesuai dengan ukuran, lokasi, reflektifitas (daya pantul), visibilitas (daya penglihatan), kecocokan, dan penggunaan yang sebagaimana mestinya sesuai dengan kondisi kerja yang sifatnya khusus Pengawasan pelaksanaan pengaturan lalu lintas 1. Pengaturan lalu lintas menurut spesifikasi 1) Yang dimaksud dengan adalah pengaturan semua lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki sehingga selama pelaksanaan pekerjaan, semua jalan lama tetap terbuka untuk lalu lintas dan dijaga dalam kondisi aman dan dapat digunakan; dan untuk permukiman di sepanjang dan yang berdekatan Halaman: 41 dari 41

46 dengan pekerjaan disediakan jalan masuk yang aman dan nyaman ke permukiman tersebut; sedangkan yang dimaksud dengan Lalu Lintas harus adalah semua lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. 2) Pekerjaan yang diatur dalam pengaturan lalu lintas ini harus mencakup perlindungan pekerjaan terhadap kerusakan akibat lalu lintas, pekerjaan jalan atau jembatan sementara, pengaturan sementara untuk lalu lintas dan pemeliharaan untuk keselamatan lalu lintas. 3) Pengaturan sementara untuk Lalu Lintas (1) Agar dapat melindungi pekerjaan, dan menjaga keselamatan umum dan kelancaran arus lalu lintas yang melalui atau di sekitar pekerjaan, Penyedia Jasa harus memasang dan memelihara rambu lalu lintas, penghalang dan fasilitas lainnya yang sejenis pada setiap tempat di mana kegiatan pelaksanaan akan mengganggu lalu lintas umum. Semua rambu lalu lintas dan penghalang harus diberi garis-garis (strips) yang reflektif dan atau terlihat dengan jelas pada malam hari. (2) Penyedia Jasa harus menyediakan dan menempatkan petugas bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan yang mengganggu arus lalu lintas, terutama pada pengaturan lalu lintas satu arah. Tugas utama petugas bendera adalah mengarahkan dan mengatur arus lalu lintas yang melalui dan di sekitar Pekerjaan tersebut. (3) Pengaturan sementara lalu lintas mengacu kepada Pedoman Perambuan Sementara untuk Pekerjaan Jalan sesuai Pd. T ) Pemeliharaan untuk Keselamatan Lalu Lintas (1) Semua jalan alih sementara dan pemasangan pengendali lalu lintas yang disiapkan oleh Penyedia Jasa selama pelaksanaan Pekerjaan harus dipelihara agar tetap aman dan dalam kondisi pelayanan yang memenuhi ketentuan sesuai manual 015/T/BM/1999 dan dapat diterima Direksi Pekerjaaan sehingga menjamin keselamatan lalu lintas dan bagi pemakai jalan umum. (2) Selama pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Jasa harus menjamin bahwa perkerasan, bahu jalan dan lokasi selokan samping yang berdekatan dengan Rumija harus dijaga agar bebas dari bahan pelaksanaan, kotoran dan bahan yang tidak terpakai lainnya yang dapat mengganggu atau membahayakan lalu lintas yang lewat dan pengaliran air. Pekerjaan juga harus dijaga agar bebas dari setiap parkir liar atau kegiatan perdagangan kaki lima (jika ada) kecuali untuk daerah-daerah yang digunakan untuk maksud tersebut. 2. Perencanaan perambuan sementara Yang dimaksud dengan Perambuan Sementara pada pekerjaan jalan adalah pemasangan rambu-rambu sementara untuk mengatur lalu lintas sehubungan dengan adanya pekerjaan jalan/jembatan atau gangguan pada jalan. Jadi Perambuan Sementara adalah pemasangan rambu yang sifatnya sementara, bisa dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan rambu adalah salah satu Halaman: 42 dari 42

47 dari perlengkapan jalan, berupa huruf, lambang, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya, sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. 1) Ketentuan umum (1) Jenis Konstruksi Jenis penanganan pekerjaan jalan yang perlu menggunakan perambuan sementara adalah: a. Galian dan timbunan b. Pekerjaan permukaan c. Pemasangan instalasi d. Jembatan / gorong-gorong e. Pekerjaan bangunan atas f. Survei lalu lintas g. Bencana alam / kerusakan jalan (2) Penempatan rambu Penempatan rambu perlu mempertimbangkan: a. Kecepatan operasional kendaraan b. Kondisi geometrik jalan c. Lingkungan sisi jalan d. Jarak pandang operasional pengemudi e. Manuver kendaraan f. Efisiensi jumlah rambu (jumlah berlebihan akan cenderung mengurangi daya guna dari rambu). (3) Pesan rambu a. Mudah dilihat b. Adanya kebutuhan c. Menarik perhatian d. Mempunyai arti yang jelas dan sederhana e. Dipatuhi oleh setiap pemakai jalan f. Menyediakan cukup waktu untuk ditanggapi secara benar g. Memenuhi keselamatan, kelancaran, efisien dan nyaman (4) Perubahan arus lalu lintas a. Sosialisasi tentang adanya perubahan arus kepada pemakai jalan b. Apabila berdampak lebih luas pada arus lalu lintas perlu analisa lebih lanjut. (5) Jalur pejalan kaki a. Menjaga kesinambungan jalur pejalan kaki b. Kemudahan bagi penyandang cacat. 2) Ketentuan Rambu (1) Arti dari pesan rambu a. Rambu peringatan, digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya pada bagian jalan di depannya b. Rambu larangan, digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan c. Rambu perintah, digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan d. Rambu petunjuk, digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan dan lain-lain. Halaman: 43 dari 43

48 (2) Rambu harus memenuhi a. Mudah dipasang b. Mudah dipindahkan c. Mudah diangkut d. Tidak mudah rusak e. Memenuhi kestabilan konstruksi (6) Tidak membahayakan pengguna jalan (3) Faktor bentuk, bahan, warna, ukuran, lambang, penempatan, keterangan, tulisan dan arti dari rambu diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan. (4) Ketentuan ukuran rambu yang dipasang disesuaikan dengan kecepatan ratarata operasional kendaraan, ketentuan ukuran rambu tersebut tercantum pada Tabel 4.4 (1). Tabel 4.4 (1) Ukuran Rambu Kecepatan Rata-rata Opersional Ukuran rambu Ukuran luar (A) No (millimeter) (Kilometer per jam) 1 < 40 Kecil Sedang > 60 Besar 900 Referensi : (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan (2) Pedoman Perencanaan Fasilitas Pengendalian Kecepatan Lalu Lintas No. 009/PW/2004 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah. 3) Layout Perambuan Sementara Perambuan sementara diperuntukan bagi pengaturan lalu lintas selama ada kegiatan pekerjaan jalan, yang secara umum bentuk layout pengaturannya dan bagian-bagiannya adalah sebagai berikut : Halaman: 44 dari 44

49 Daerah Pendekat Daerah Taper Awal Daerah Menjauh Rambu akhir pekerjaan Rambu awal pekerjaan Daerah Taper Akhir Gambar Layout Perambuan Sementara (1) Tinggi posisi rambu Tabel 4.4 (2) Tinggi Posisi Rambu Kecepatan rata-rata opersional Tinggi minimum dari No perkerasan (t) Ukuran rambu (Kilometer per jam) (Centimeter) 1 < 40 Kecil Sedang 35 3 > 60 Besar 40 Referensi : (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan (2) Pedoman Perencanaan Fasilitas Pengendalian Kecepatan Lalu Lintas No. 009/PW/2004 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah. (2) Penempatan rambu sementara Rambu sementara pada umumnya harus ditempatkan pada bahu jalan, sebelah kiri arah lalu lintas (3) Arah rambu Posisi rambu harus mengarah (berorientasi) tegak lurus terhadap arah perjalanan (sumbu jalan). (4) Pemasangan rambu Rambu sementara dipasang pada trotoar atau bahu minimal jarak d = 0,60 Meter dari tepi perkerasan jalan, dan jika dipasang pada pemisah arah minimal jarak d = 0,30 Meter (5) Pemasangan di tempat lain Pemasangan rambu selain di tempat trotoar, bahu dan pemisah arah, dapat dipasang dengan pertimbangan : Halaman: 45 dari 45

50 a. Keterbatasan bagian-bagian jalan b. Bahu jalan digunakan untuk lajur lalu lintas sementara. (6) Daerah pendekat ( C ) Panjang daerah pendekat dan jumlah rambu berdasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat tabel 4.4 (3). Tabel 4.4 (3) Penetapan Jumlah Rambu Pada Daerah Pendekat Kecepatan ratarata (Km/ jam) Daerah pendekat (C) (Meter) Ukuran rambu Minimum jumlah rambu (Buah) < s/d 120 Kecil 2 atau 3 40 s/d s/d 300 Sedang 3 atau 4 > s/d 500 Besar 4 Referensi : a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan. b. Pedoman Perencanaan Fasilitas Pengendalian Kecepatan Lalu Lintas No. 009/PW/2004 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah. Ketentuan lain yang mengatur pada daerah pendekat adalah : a. Jenis rambu yang digunakan disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan pengaturan lalu lintas yang akan terjadi di depan. b. Jenis rambu yang biasa digunakan adalah : a) Rambu peringatan yang menunjukan akan adanya pekerjaan jalan, penyempitan jumlah lajur Gambar Contoh Rambu Peringatan b) Rambu perintah akan adanya lajur yang harus diikuti, pengurangan kecepatan dan batas kecepatan: Halaman: 46 dari 46

51 Gambar Contoh Rambu Perintah c) Rambu peringatan hati-hati Gambar Contoh Rambu d) Daerah Menjauh (B) Panjang daerah menjauh ditentukan berdasarkan atas kecepatan operasional, lihat tabel 4.4 (5). Tabel 4.4 (5) Panjang Daerah Menjauh ( B ) Kecepatan rata-rata Kilometer per jam Panjang daerah menjauh ( B ) Meter < s/d > Referensi : (a) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan. (b) Pedoman Perencanaan Fasilitas Pengendalian Kecepatan Lalu Lintas No. 009/PW/2004 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah. Halaman: 47 dari 47

52 Di ujung daerah menjauh dipasang rambu yang menunjukan adanya pekerjaan jalan yang dibarengi dengan rambu kata-kata Ahir Pekerjaan. Gambar Akhir e) Daerah taper awal ( A ) Panjang daerah taper awal didasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat tabel 4.4 (6), ketentuan lain yang mengatur pada daerah taper seperti jumlah cone dan lampu penerang didasarkan atas kecepatan operasional kendaraan juga lihat tabel 4.4 (6). Tabel 4.4 (6) Penetapan Panjang Taper Awal (Daerah A) dan Perlengkapan Bantu Kecepatan rata-rata Operasional (Km/jam) < s/d 60 > 60 Aspek pada taper awal (A) Taper Cones Lampu Taper Cones Lampu Taper Cones Lampu Panjang dan jumlah Satuan Meter Buah Buah Meter Buah Buah Meter Buah Buah f) Daerah taper akhir ( D ) Panjang daerah taper akhir minimal 5 meter dan maksimal 30 meter, ketentuan lain yang mengatur pada daerah taper akhir adalah : (a) Garis taper dimulai dari ujung daerah pekerjaan ke jalur jalan normal lagi (b) Garis taper diberi traffic cones dengan jarak antara cone 5 meter. Halaman: 48 dari 48

53 3. Pengawasan pengaturan lalu lintas pada lokasi pekerjaan Guna menjamin keselamatan pada lokasi pekerjaan jalan, alat pengendali dan pengaman lalu lintas serta teknik penempatannya harus mempertimbangkan faktor pengaruh keselamatan lalu lintas termasuk pejalan kaki. Selain itu, agar pengaturan lalu lintas menjadi lebih efektif, pengawasan terhadap pengaturan lalu lintas yang dilakukan juga harus memperhitungkan kondisi lalu lintas sehingga tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu perhitungan volume lalu lintas dan kapasitas jalan harus dilakukan agar pengawasan yang dilakukan dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya kemacetan selama pelaksanaan pekerjaan dan dapat dicarikan jalan keluarnya. 1) Pengawasan terhadap pekerjaan yang tidak memerlukan penutupan jalan Pekerjaan yang tidak memerlukan penutupan jalan antara lain adalah pekerjaan di pinggir jalan, pekerjaan pada trotoar atau bahu jalan. Pengaturan lalu lintas pada pekerjaan seperti ini perlu mempertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut: (1) Keselamatan pejalan kaki. (2) Fasilitas pejalan kaki. (3) Pengalihan lajur pejalan kaki (jika diperbolehkan) dari trotoar/bahu jalan yang aman dari lalu lintas kendaraan dan aktifitas pekerjaan. Lihat Sketsa tersebut di bawah: Gambar Pekerjaan Pada Pinggir Jalan Tanpa Fasilitas Pejalan Kaki Halaman: 49 dari 49

54 Gambar Pekerjaan Pada Pinggir Jalan Dengan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Bahu Jalan 2) Pengawasan Terhadap Penutupan Sebagian Lajur Lalu Lintas Pekerjaan jalan yang harus menutup sebagian lajur jalan merupakan pekerjaan yang menghabiskan sebagian badan jalan. Pengaturan lalu lintas pada lokasi pekerjaan seperti ini harus mempertimbangkan : (11) Volume lalu lintas. (12) Kapasitas jalan yang tersisa. (13) Keselamatan pejalan kaki. (14) Pengalihan lajur pejalan kaki (jika diperlukan) yang aman dari lalu lintas pekerjaan dan lalu lintas kendaraan. Gambar Penutupan Sebagian Lajur Lalu Lintas Halaman: 50 dari 50

55 3) Pengawasan Terhadap Penutupan Lajur Jalan Gambar Penutupan Lajur Jalan Pekerjaan yang memerlukan penutupan satu atau lebih lajur jalan secara penuh membutuhkan beberapa pertimbangan keselamatan dan kelancaran lalu lintas, antara lain: (8) Volume lalu lintas. (9) Kapasitas jalan (lajur) yang tersisa sehingga pengalihan lalu lintas ke lajur lain tidak menimbulkan kemacetan. (10) Keselamatan pejalan kaki. 4) Pengawasan Terhadap Pekerjaan di Tengah Jalan Gambar Pekerjaan tengah Jalan Halaman: 51 dari 51

56 Pekerjaan di tengah jalan sangat rawan dan harus benar-benar terlindung dari aktivitas lalu lintas dan harus mendapatkan perhatian besar untuk menjamin keelamatan para pekerja jalan. Beberapa pertimbangan yang diperlukan dalam pengaturan lalu lintas antara lain: (1) Volume lalu lintas. (2) Kapasitas jalan (lajur) yang tersisa sehingga pengalihan lalu lintas ke lajur lain tidak menimbulkan kemacetan. (3) Lokasi pekerjaan harus terjaga dari aktivitas lalu lintas berkecepatan tinggi. 5) Pengawasan Terhadap Pengalihan Arus Lalu Lintas Pada pekerjaan yang menutup lebar jalan atau lebar jalur secara penuh, lalu lintasnya harus dialihkan pada jalur lain atau dengan membuat jalur tambahan. Gambar Pengalihan Arus Pengaturan lalu lintas pada lokasi pekerjaan seperti ini memerlukan pertimbangan antara lain: (1) Volume lalu lintas. (2) Tersedianya jalur lain untuk mengalihkan arus lalu lintas. (3) Kapasitas jalan untuk pengalihan lalu lintas ini minimal sama dengan kapasitas jalur yang ditutup, sehingga tidak terjadi kemacetan lalu lintas. (4) Untuk Lajur jalan dengan pengalihan yang dibuat sementara, harus mampu mengalirkan lalu lintas secara normal (5) Untuk lajur jalan dengan pengalihan yang dibuat bersifat sementara, harus mampu mengalirkan lalu lintas secara normal. (6) Pengalihan arus lalu lintas haruslah diarahkan untuk melalui lebar jalan yang cukup, dalam arti dapat dialui kendaraan-kendaraan berat dalam dua arah yang bersimpangan. (7) Lajur jalan bersifat sementara ini harus awet, hingga pekerjaan jalan selesai, dan diperlukan beberapa orang petugas untuk menjaga dan membantu pengalihan arus lalu lintas tersebut. Halaman: 52 dari 52

57 6) Pengawasan terhadap pekerjaan pada tikungan jalan Pengaturan lalu lintas pada pekerjaan di tikungan jalan, pada prinsipnya mdemiliki pola pengaturan lalu lintas yang sama dengan ruas jalan lainnya. Pertimbangan lainnya yang perlu dimasukkan adalah: Jarak pandang serta ruang bebas pandang harus terpenuhi. Petugas pengatur lalu lintas harus ditempatkan pada kedua ujung tikungan jalan Gambar Pekerjaan Pada Tikungan Jalan 7) Pengawasan terhadap pekerjaan pada persimpangan jalan Pengaturan lalu lintas pada pekerjaan di persimpangan jalan, selain pertimbangan seperti diberikan pada butir a s/d g, informasi adanya pekerjaan jalan pada persimpangan (perambuan) harus diberikan pada semua kaki persimpangan. Informasi ini dimaksudkan sebagai bahan masukan untuk memastikan upaya menjaga keselamatan pada lokasi pekerjaan jalan, berupa penempatan alat pengendali dan pengaman lalu lintas serta teknik penempatannya. 8) Pengaturan pejalan kaki Pejalan kaki yang biasa menggunakan lokasi pekerjaan dalam menjalankan aktivitasnya harus terhindar dari pengaruh yang diakibatkan oleh aktivitas pekerjaan jalan serta lalu lintas di sekitarnya. Lalu lintas pejalan kaki ini harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat terpisah dari aktivitas pekerjaan jalan dan lalu lintas, yaitu dengan cara memberi fasilitas berupa lajur khusus bagi pejalan kaki. Pengaturan lalu lintas pejalan kaki diatur dengan cara sebagai berikut: (1) Barikade atau penghalang harus ditempatkan di sepanjang lokasi pekerjaan untuk menutup lokasi pekerjaan jalan tersebut. (2) Lebar lajur untuk pejalan kaki berkisar antara 1 m s/d 1.5 m. (3) Pada bagian luar dari lajur pejalan kaki yang berdampingan dengan arus lalu lintas harus ditempatkan kerucut lalu lintas di sepanjang lajur pejalan kaki di lokasi pekerjaan tersebut. Sebelum pengawasan terhadap pengaturan lalu lintas dilakukan, pelaksana lapangan perlu memastikan bahwa pemasangan rambu-rambu sebagaimana Halaman: 53 dari 53

58 dicontohkan dalam sketsa-sketsa tersebut di atas telah dilaksanakan. Secara fisik, yang melakukan pengawasan atas pengaturan lalu lintas di lapangan adalah petugas-petugas lapangan di bawah kendali pelaksana lapangan perkerasan jalan beton Koordinasi dengan instansi terkait 1. Pengertian koordinasi 1) Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk mencapai tujuannya. 2) Untuk membantu tercapainya koordinasi diperlukan adanya komunikasi administrasi yang disebut sebagai hubungan kerja. 3) Dengan demikian koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua pengertian yang saling kait mengait, karena koordinasi hanya dapat dicapai dengan sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. 2. Ciri-ciri koordinasi 1) Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik. 2) Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak untuk terselenggarakannya koordinasi dengan sebaikbaiknya. 3) Koordinasi adalah proses yang terus menerus. Artinya suatu proses yang bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. 4) Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. 5) Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan dari setiap tindakan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama. 6) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok di mana mereka bekerja. 3. Hakikat Koordinasi 1) Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan. 2) Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, di mana setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi. 3) Koordinasi juga akibat adanya span of control, di mana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Halaman: 54 dari 54

59 4) Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompeks di mana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan. 5) Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan atas prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini adalah masalah koordinasi. 6) Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik.oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. 7) Pada hakekatnya koordinasi adalah perwujudan dari kerjasama, saling bantumembantu dan menghargai atau menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap setiap satuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya tergantung atas bantuan satuan kerja yang lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interdependensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama. 4. Fungsi Koordinasi 1) Koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik dari pimpinan, koordinasi memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi, pengawasan dan sebagainya. 2) Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antar sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama diantara komponen-komponen tersebut. 3) Koordinasi adalah merupakan usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari satuan kerja organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuannya. Jelasnya koordinasi mengandung makna adanya integrasi, dan dilakukan secara serasi dan simultan dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan prinsip : koordinasi, integrasi dan koordinasi. 5. Metode dan Teknik Koordinasi Metode dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan kegiatan koordinasi dapat dibagi atas : 1) Koordinasi melalui kewenangan 2) Koordinasi melalui konsensus 3) Koordinasi melalui pedoman kerja 4) Koordinasi melalui suatu forum 5) Koordinasi melalui konferensi 1) Koordinasi melalui kewenangan Beberapa pendapat mengatakan bahwa penggunaan wewenang merupakan salah satu cara untuk menjamin terlaksananya koordinasi dengan baik. Hal ini mungkin benar apabila organisasi tersebut bersifat seragam atau yang disebut integrated type. Dalam organisasi yang demikian itu koordinasi melalui kewenangan dapat Halaman: 55 dari 55

60 dijalankan secara efektif. Akan tetapi dalam kenyataannya organisasi yang betulbetul seragam jarang ditemukan. Adapun yang banyak ditemukan adalah organisasi yang bersifat heterogen atau disebut holding company type, yaitu suatu organisasi yang mempunyai keanekaragaman jenis dan fungsi, yang dapat diidentifikasikan pada struktur organisasinya. Dalam organisasi yang demikian itu perlu dilakukan adanya integrasi dari seluruh jenis dan fungsi-fungsi yang ada, karena setiap jenis dan fungsi hanyalah merupakan sub sistem dari seluruh sistem pelaksanaan tugas pokok organisasi secara keseluruhan. 2) Koordinasi melalui konsensus Ada 3 (tiga) pilihan yang ada pada koordinasi melalui konsensus, yaitu konsensus melalui motivasi, konsensus melalui sistem timbal balik dan konsensus melalui ide. Para ahli berpendapat bahwa motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan usaha-usaha koordinasi, terutama dalamm organisasi besar dan kompleks yang mempunyai jenis dan fungsi yang beraneka ragam. Pada konsensus melalui sistem timbal balik, terdapat ciri-ciri keseimbangan antara tuntutan organisasi (tercapainya koordinasi) dan tuntutan individual baik yang bersifat material maupun yang bersifat non material. Sedangkan pada konsensus melalui ide, setiap orang yang bekerja dalam organisasi berusaha mengidentifikasikan dirinya dalam keanekaragaman tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. 3) Koordinasi melalui pedoman kerja Pada metode ini pedoman kerja dijadikan landasan berpijak dan bertindak bagi setiap kegiatan, sehingga dapat diharapkan terselenggarakannya koordinasi dengan cara yang sebaik-baiknya. Pedoman kerja dalam hal ini merupakan sarana pengikat dan pengarah berbagai kegiatan yang saling berkaitan, sehingga koordinasi dapat diharapkan berjalan dengan sebaik-baiknya. 4) Koordinasi melalui suatu forum Pada metode ini koordinasi dilakukan dengan menggunakan suatu wadah tertentu (wahana) yang dapat dipergunakan sebagai cara mengadakan tukar-menukar informasi, mengadakan konsultasi, mengadakan kerjasama dalam pemecahan suatu masalah dan pengambilan keputusan bersama dalam pelaksanaan tugas bersama. Contoh wahana dimaksud adalah : Tim Kerja, panitia, Satuan Tugas, dapat bersifat internal organisasi ataupun bersifat eksternal organisasi. 5) Koordinasi melalui konferensi Pada meode ini koordinasi diartikan dengan rapat-rapat atau sidang-sidang yang dilakukan baik pada tingkat pimpinan maupun tingkat pelaksana. Rapat-rapat atau sidang-sidang tersebut dapat digunakan sebagai sarana dalam pengintegrasian seluruh fungsi yang ada dalam organisasi. Pertanyaannya sekarang ialah, siapa yang harus memprakarsai konferensi yng demikian itu? Tentunya pimpinan yang bertanggungjawab dalam penyelesaian pelaksanaan tugas-tugas organisasi. 6. Jenis-jenis Koordinasi Berdasarkan hubungan kerja antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan, ada 2 (dua) jenis koordinasi yaitu koordinasi intern dan koordinasi ekstern. 1) Koordinasi intern Halaman: 56 dari 56

61 Koordinasi internal terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan koordinasi diagonal (a) Koordinasi vertikal atau koordinasi struktural Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan terdapat hubungan hirarkhis, karena satu dengan yang lainnya berada pada satu garis komando. (b) Koordinasi horizontal (merupakan koordinasi fungsional) Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat. Menurut tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya sehingga perlu dikoordinasi. (c) Koordinasi diagonal (merupakan koordinasi fungsional) Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu garis komando. 2) Koordinasi ekstern Koordinasi ekstern termasuk koordinasi fungsional, bisa bersifat horizontal dan diagonal. (a) Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat, akan tetapi satu sama lain tidak berada pada satu unit organisasi yang sama. (b) Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu unit organisasi yang sama. 7. Koordinasi Untuk Untuk dapat menjelaskan bagaimana koordinasi antara Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton dengan tenaga-tenaga ahli di sekitarnya perlu dikenali terlebih dahulu tipikal organisasi pelaksanaan pekerjaan (referensi: SKKNI Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton), agar diketahui siapa-siapa saja yang berada di jabatanjabatan setingkat, siapa yang berada diatasnya, dan siapa-siapa yang berada di bawahnya. Lihat struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan jalan/jembatan tersebut di bawah: Halaman: 57 dari 57

62 General Superintendant Manajer Peralatan/ Logistik Manajer Lapangan Pek Jalan Manajer Lapangan Pek Jembatan Manajer Administrasi dan Keuangan Manajer Teknik Manajer K3, Pengelolaan Lingkungan dan Pengaturan Lalu Lintas Pelaksana Jalan Beton Pelaksana Jbt Rangka Baja Planning Engineer Quality Controller Eng Quality Surveyor Engineer Geodetic Engineer Juru Gambar Teknisi Laboratorium Quality Surveyor Technician Assisten Pelaksana Mekanik Assisten Pelaksana Gambar Tipikal Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan Jalan/Jembatan Kemudian untuk melakukan koordinasi dengan instansi luar yaitu antara lain Kantor Dinas Perhubungan, Kantor Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya, dan Kepolisian setempat dalam rangka pengaturan lalu lintas, kewajiban melakukan koordinasi menjadi tanggung jawab General Superintendant. Selanjutnya lihat tabel 4.4 (7) tersebut di bawah: Tabel 4.4 (7) Koordinasi Extern dan Intern YANG MENGKOORDINASIKAN YANG DIKOORDINASIKAN JENIS KOORDINASI General Superintendant Dinas Perhub setempat Koordinasi extern - horizontal General Superintendant Dinas LLAJR setempat Koordinasi extern - horizontal General Superintendant Kepolisian setempat Koordinasi extern - horizontal General Superintendant Pelaksana Lap Jln Beton Koordinasi intern - vertikal Manajer Lapangan Pek Jln Pelaksana Lap Jln Beton Koordinasi intern - vertikal Manajer Adm & Keuangan Pelaksana Lap Jln Beton Koordinasi intern - diagonal Pelaksana Lap Jln Beton Quality Controller Engineer Koordinasi intern - horizontal Pelaksana Lap Jln Beton Quality Surveyor Engineer Koordinasi intern - horizontal Pelaksana Lap Jln Beton Teknisi Laboratorium Koordinasi intern - diagonal Pelaksana Lap Jln Beton Juru Gambar Koordinasi intern - diagonal Pelaksana Lap Jln Beton Mekanik Koordinasi intern - vertikal Pelaksana Lap Jln Beton Assisten Pelaksana Koordinasi intern - vertikal Halaman: 58 dari 58

63 4.5 Pembuatan Catatan Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas adalah catatan lapangan yang diperlukan sebagai bahan masukan untuk penyiapan laporan harian, mingguan, bulanan, triwulanan maupun laporan akhir pekerjaan. Catatan lapangan dibuat rangkumannya pada tahap persiapan konstruksi, tahap pelaksanaan konstruksi dan tahap pemeliharaan, terdiri dari: 1. Catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan, mencakup pencemaran lingkungan yang mempengaruhi tingkat kebisingan, mutu air dan mutu udara akibat pelaksanaan pekerjaan jalan beton, serta pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi, tahap pelaksanaan konstruksi dan tahap pemeliharaan 2. Catatan pelaksanaan pengaturan lalu lintas, mencakup pembuatan jalan alih darurat, penyiapan petugas dan perlengkapan untuk pengaturan lalu lintas, pengawasan pelaksanaan pengaturan lalu lintas dan mekanisme koordinasi dengan instansi terkait Pembuatan catatan pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan 1. Catatan penerapan baku mutu kebisingan Catatan perlu mencakup: 1) Pemilihan lokasi pengambilan data kebisingan akibat pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton pada tahap persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pemeliharan. 2) Peruntukan lokasi pengambilan data kebisingan, dibedakan atas kelompok peruntukan kawasan dan kelompok lingkungan kegiatan. 3) Penetapan peralatan yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat kebisingan di lapangan, yaitu apakah tipe sound level meter ataukah tipe integrating sound level meter. 4) Pengukuran, penghitungan dan evaluasi tingkat kebisingan, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. 5) Jenis dan waktu beroperasinya alat-alat berat yang menimbulkan kebisingan baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. 6) Tingkat kebisingan yang terjadi diperbandingkan dengan baku mutu kebisingan yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. 7) Informasi mengenai evaluasi lebih lanjut oleh Ahli Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak, atau setidak-tidaknya dapat meminimalkan akibat dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar trase jalan. 2. Catatan penerapan baku mutu air Catatan perlu mencakup: 1) Pemilihan lokasi pengambilan data mutu air akibat pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton pada tahap persiapan konstruksi, pelaksanaan konsruksi maupun pemeliharan. 2) Jadwal waktu pengambilan data mutu air di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan. 3) Penggolongan peruntukan air di lokasi-lokasi pengambilan data mutu air, yaitu apakah golongan A, golongan B, golongan C ataukah golongan D. 4) Jenis kegiatan pelaksanaan pekerjaan yang diindikasikan akan menurunkan mutu air. Halaman: 59 dari 59

64 5) Mutu air di tiap-tiap lokasi pengambilan data diperbandingkan dengan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 6) Informasi mengenai evaluasi lebih lanjut oleh Ahli Lingkungan dalam menindaklanjuti pencegahan dampak, atau setidak-tidaknya dapat meminimalkan akibat dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar trase jalan. 3. Catatan penerapan baku mutu udara Catatan perlu mencakup: 1) Pemilihan lokasi-lokasi di lapangan (di sekitar trase jalan yang dicakup oleh proyek ) yang memerlukan pendataan mutu udara, baik pada tahap pelaksanaan persiapan konstruksi, pelaksanaan konstruksi maupun pada tahap pemeliharaan. 2) Data pencemaran udara sebagai akibat dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak yang terdapat di base camp dan di lokasi pekerjaan pada saat kegiatan pekerjaan memerlukan operasi alat-alat berat. 3) Tingkat mutu udara di tiap-tiap lokasi pengambilan data diperbandingkan dengan dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak untuk kegiatan lain mengacu pada Keputusan Menteri Negara Kingkungan Hidup Nomor KEP.13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. 4) Tingkat pencemaran udara sebagai akibat dari jenis-jenis kegiatan sumber bergerak dibandingkan dengan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor, mengacu pada Keputusan Menteri Negara Kingkungan Hidup No. KEP. 35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. 5) Kategori kondisi udara di taip-tiap lokasi pengambilan data diperhitungkan terhadap rentang indeks pencemaran udara mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. 4. Catatan inventarisasi komponen pekerjaan konstruksi yang menimbulkan dampak 1) Catatan jadwal dan jenis kegiatan yang menimbulkan dampak pada tahap persiapan konstruksi, yaitu untuk kegiatan-kegiatan: (a) Mobilitas alat-alat berat (b) Pembuatan dan pengoperasian bengkel, base camp dan barak kerja (c) Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan. 2) Catatan jadwal dan jenis kegiatan yang menimbulkan dampak pada tahap pelaksanaan konstruksi, yaitu untuk kegiatan-kegiatan: (a) Pekerjaan tanah, mencakup pekerjaan galian maupun timbunan tanah. (b) Pekerjaan pembuatan badan jalan (untuk jalan baru) (c) Pembuangan hasil pekerjaan galian tanah yang tidak terpakai. (d) Pengangkutan tanah. (e) Pengambilan dan pengangkutan material pekerjaan jalan dari sumber material (quarry). (f) Pengoperasian mesin pemecah batu. (g) Pengoperasian alat-alat berat untuk pembuatan bangunan drainase (pembuatan selokan samping dan pemasangan gorong-gorong). (h) Pengoperasian alat-alat berat untuk pembuatan perkerasan jalan beton. 3) Catatan jadwal dan jenis kegiatan yang menimbulkan dampak pada tahap pemeliharaan, yaitu untuk kegiatan-kegiatan: Halaman: 60 dari 60

65 (a) Pengoperasian alat-alat berat untuk pemeliharaan jalan. (b) Lewatnya lalu lintas karena jalan sudah dibuka untuk lalu lintas umum. 5. Catatan pemilihan pendekatan metodologi pengelolaan lingkungan Catatan perlu mencakup: 1) Upaya-upaya preventif, kuratif dan pemberian insentif yang dilakukan dalam rangka mencegah timbulnya dampak lingkungan yang tidak diinginkan. 2) Catatan mengenai pendekatan metodologi yang dipilih (teknologi, sosial ekonomi, institusi) untuk pengelolaan lingkungan mencacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-14/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). 3) Catatan jika memilih pendekatan teknologi: (1) Penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (jika ada) (2) Upaya untuk mencegah, mengurangi, atau memperbaiki kerusakan sumber daya alam (jika ada). (3) Upaya untuk meningkatkan dampak positif, misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari dampak positif tersebut. 4) Catatan jika memilih pendekatan sosial ekonomi: (1) Keterlibatan masyarakat di sekitar rencana kegiatan pengelolaan lingkungan. (2) Bantuan kepada Pemerintah untuk turut menanggulangi dampak penting lingkungan karena keterbatasan kemampuan pemrakarsa. (3) Keringanan bea masuk peralatan pengendalian pencemaran. (4) Penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. (5) Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milik penduduk untuk keperluan rencana kegiatan dengan prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak. (6) Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar rencana kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pemrakarsa. (7) Interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial. 5) Catatan jika memilih pendekatan institusi: (1) Cakupan kerjasama dengan instansi-instansi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Hasil unjuk kerja pegelolaan lingkungan oleh instansi yang berwenang. (3) Pengiriman pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 6. Catatan pengelolaan lingkungan Catatan perlu mencakup: 1) Upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan melalui pendekatan teknologi, dan atau sosial ekonomi, dan atau institusi 2) Upaya pengoperasian unit atau sarana pengendalian dampak (misal unit pengolahan limbah), apabila unit atau sarana dimaksud di dalam dokumen ANDAL dinyatakan sebagai aktivitas dari rencana kegiatan. 3) Penjelasan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan sifat persebaran dampak penting yang dikelola. 4) Lama kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak penting yang dikelola (lama berlangsung, sifat kumulatif, dan berbalik tidaknya dampak), serta kemampuan pemrakarsa (tenaga, dana). Halaman: 61 dari 61

66 5) Besarnya pembiayaan pengelolaan lingkungan. 6) Nama dan alamat institusi atau kelembagaan yang berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan. 7) Nama institusi pelaksana yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang dana kegiatan pengelolaan lingkungan. 8) Nama instansi-instansi yang berperan sebagai pengawas bagi terlaksananya RKL. 9) Nama instansi yang akan diberi laporan hasil kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkala 10) Pelaksanan upaya pengelolaan lingkungan untuk kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya, dan atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP- 12/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembuatan catatan pelaksanaan pengaturan lalu lintas 3. Pembuatan jalan alih darurat Catatan perlu mencakup: 1) Pembuatan jalan alih darurat mencakup lokasi, panjang, lebar jalur, bahan untuk perkerasan, volume lalu lintas yang diperkirakan akan melewatinya dan sebagainya. 2) Persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum jalan alih darurat dibangun. 3) Persetujuan Direksi Pekerjaan mengenai alinyemen, pelaksanaan, drainase dan pemasangan rambu lalu lintas sementara sebelum jalan alih darurat digunakan. 4) Jenis dan jadwal peralatan konstruksi yang telah melewati jalan alih darurat. 5) Pembersihan dan pengembalian kondisi tanah yang digunakan untuk jalan alih darurat ke kondisi semula sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan dan pemilik tanah yang bersangkutan. 4. Penyiapan petugas dan perlengkapan untuk pengaturan lalu lintas Catatan perlu mencakup: 1) Nama-nama Petugas dari Kontraktor dan identitas mereka yang ditugasi untuk melakukan pengaturan lalu lintas sebagai petugas bendera. 2) Lokasi penugasan para petugas bendera dan waktunya. 3) Daftar perlengkapan yang digunakan untuk pengaturan lalu lintas (rambu, kerucut lalu lintas sebagai penghalang, barikade, bendera, lampu kedip dan lampu penerangan sementara) dan di lokasi-lokasi mana perlengkapan tersebut digunakan. 4) Pendapat Direksi Pekerjaan mengenai semua pengaturan lalu lintas yang disediakan dan dipasang oleh Penyedia Jasa mencakup ukuran, lokasi, reflektifitas (daya pantul), visibilitas (daya penglihatan), kecocokan, dan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. 5. Perencanaan perambuan sementara Catatan perlu mencakup: 1) Layout perambuan sementara. 2) Panjang daerah taper awal maupun taper akhir yang terdapat dalam layout perambuan sementara. 3) Perencanaan pemasangan rambu-rambu sementara untuk mengatur lalu lintas sesuai dengan kebutuhan, dan memenuhi persyaratan-persyaratan teknis Halaman: 62 dari 62

67 (ukuran rambu, tinggi posisi rambu dan jumlah rambu pada daerah mendekat dan daerah menjauh). 6. Pengawasan pengaturan lalu lintas pada lokasi pekerjaan Catatan tergantung pada cakupan pengawasan pengaturan lalu lintas terhadap antara lain: 1) Pekerjaan Yang Tidak Memerlukan Penutupan Jalan, dan/atau 2) Penutupan Sebagian Lajur Lalu Lintas, dan/atau 3) Penutupan Lajur Jalan, dan atau 4) Pekerjaan di Tengah Jalan, dan atau 5) Pengalihan Arus Lalu Lintas, dan atau 6) Pekerjaan Pada Tikungan Jalan, dan atau 7) Pekerjaan Pada Persimpangan Jalan, dan atau 8) Pengaturan untuk pejalan kaki. 7. Koordinasi dengan instansi terkait 1) Catatan terkait dengan koordinasi internal maupun external, baik yang bersifat koordinasi vertikal, koordinasi horizontal maupun koordinasi diagonal. 2) Implementasi kewenangan pelaksana lapangan perkerasan jalan beton dalam melakukan koordinasi horizontal maupun vertikal, kapan dilakukan, apa substansi yang dikoordinasikan dan apa hasil koordinasi yang dilakukan. Halaman: 63 dari 63

68 BAB V SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI 5.1 Sumber Daya Manusia Yang dimaksud dengan Sumber Daya Manusia di dalam pelatihan ini adalah Pelatih (Instruktur), Penilai, dan Teman Kerja / Sesama Peserta Pelatihan. Interaksi dari Pelatih, Penilai, Teman Kerja / Sesama Peserta Pelatihan dimaksud diharapkan dapat menjadi pendorong suksesnya penyelenggaraan pelatihan, dalam arti hasil akhir dari pelatihan adalah peserta pelatihan dapat menyerap secara maksimal seluruh materi yang disampaikan oleh Pelatih, yang dibuktikan dengan hasil penilaian (ujian) yang dapat dicapai oleh masing-masing peserta menunjukkan predikat baik atau bahkan amat baik. Bagi peserta pelatihan yang nilai ujiannya mencapai passing grade kelulusan, ia akan mendapatkan Sertifikat Lulus Pelatihan, dan selanjutnya ia mempunyai hak untuk mengikuti ujian kompetensi yang penyelenggaraannya di luar pelatihan ini. Sedangkan bagi peserta pelatihan yang nilai ujiannya di bawah passing grade, ia tidak akan mendapatkan Sertifikat Lulus Pelatihan, akan tetapi ia akan mendapatkan sertifikat keikutsertaan dalam pelatihan. Konsekwensi dari tidak lulus adalah bahwa ia harus ikut ujian lagi yang waktunya akan ditentukan oleh Penyelenggara Pelatihan, dan sebelum memiliki Sertifikat Lulus Pelatihan ia belum boleh mengikuti Ujian Kompetensi. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang Sumber Daya Manusia : Pelatih (Instruktur) 1. Kualifikasi Pelatih 1) Pelatih (Instruktur) minimal berijazah S1 Teknik Sipil dengan pengalaman kerja di bidang Perencanaan Jalan minimum 5 tahun, atau S2 Bidang Jalan Raya dengan pengalaman kerja di bidang Perencanaan Jalan minimum 3 tahun. 2) Harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau pengalaman mengajar di pelatihan-pelatihan bidang jalan. 3) Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam. 4) Konsisten mengacu pada SKKNI Jabatan Kerja Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton. 5) Pembelajaran materi pelatihan untuk pencapaian unit kompetensi disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat. 2. Peran Pelatih Pelatih (instruktur) dipilih karena dia telah berpengalaman. Peran pelatih adalah untuk : 1) Membantu peserta untuk merencanakan proses belajar. 2) Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap belajar. 3) Membantu peserta untuk memahami konsep dan praktik baru dan untuk menjawab pertanyaan peserta mengenai proses belajar. 4) Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain yang diperlukan untuk belajar. 5) Mengorganisir kegiatan belajar kelompok jika diperlukan. Halaman: 64 dari 64

69 6) Merencanakan seorang ahli dari tempat kerja untuk membantu jika diperlukan. 3. Kurikulum Pelatihan Kode Unit : SPL.KS Judul Unit : Melaksanakan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dan Deskripsi Unit : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk mampu melaksanakan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas. No. Unit / Elemen Jam Pelajaran (JPL) Kurikulum / Silabus Kompetensi Teori Praktek Jumlah 1. Melaksanakan Judul Materi Pelatihan: Pengendalian Pencemaran Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dan Lingkungan dan Mengatasi pencemaran lingkungan sebagai akibat Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan dari pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton Melakukan pengamanan Pengamanan Lingkungan lingkungan pada tahap konstruksi Pada Tahap Konstruksi Melakukan pengaturan di lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi Lingkungan Kegiatan Konstruksi Membuat catatan Pembuatan Catatan pengendalian pencemaran Pengendalian Pencemaran lingkungan dan Lingkungan dan pengaturan lalu lintas Jumlah Jam Pelajaran Proses Pembelajaran Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembukaan : Menjelaskan Tujuan Pelatihan sesuai dengan KPBK. Merangsang motivasi peserta dengan memberi kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan selama proses pembelajaran. Waktu : 5 menit. 2. Penjelasan : Bab 1 Kata Pengantar, Bab 2 Standar Kompetensi dan Bab 3 Mengikuti penjelasan Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas. Mengikuti penjelasan HO 1 atau OHT -1 HO 2 atau OHT - 2 Halaman: 65 dari 65

70 Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung Strategi dan Metode Pelatihan Materi Pelatihan ini merepresentasikan unit kompetensi. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetnsi Penjelasan Materi Pelatihan (Buku Informasi, Buku Kerja dan Buku Penilaian) Pengakuan Kompetensi Terkini Pengertia-pengertian istilah Pengertian Unit Standar Unit Kompetensi yang dipelajari Panduan Penilaian Kompetensi Kunci Strategi pelatihan Metode pelatihan Waktu : 5 menit. 3. Penjelasan Sub Bab 4.1. Pengertian Umum mengenai: Cakupan pencemaran lingkungan akibat pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton Cakupan pengamanan lingkungan pada tahap konstruksi Cakupan pengaturan lalu lintas di lingkungan kegiatan konstruksi Cakupan catatan pengendalian pencemaran lingkungan dan pengaturan lalu lintas. Waktu : 5 menit. 4. Penjelasan Sub Bab 4.2 Pencemaran Lingkungan Akibat Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton Penerapan Baku Mutu Kebisingan Penerapan Baku Mutu Air Penerapan Baku Mutu Udara Waktu : 30 menit. instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. HO 3 atau OHT - 3 HO 4 atau OHT Penjelasan Sub Bab 4.3 Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi Inventarisasi Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak Pemilihan Pendekatan Metodolo- Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan HO 5 atau OHT - 5 Halaman: 66 dari 66

71 Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung gi Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan Lingkungan Waktu : 30 menit. 6. Penjelasan Sub Bab 4.4 Pengaturan Lalu Lintas di Lingkungan Kegiatan Konstruksi Pembuatan Jalan Alih Darurat (Detour) Penyiapan Petugas Pengaturan Lalu Lintas Pengawasan Pelaksanaan Koordinasi Dengan Instansi Terkait Waktu : 45 menit. 7. Penjelasan Sub Bab 4.5 Pembuatan Catatan Pengendalian Pencemaran Lingkungan dan Pembuatan Catatan Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Pembuatan Catatan Pelaksanaan Waktu : 15 menit 8. Penjelasan Bab 5 Sumber-sumber Yang Diperlukan Untuk Pencapaian Kompetensi Sumber Daya Manusia Sumber-sumber Perpustakaan Daftar Peralatan/Mesin dan Bahan Waktu : 5 menit. Jumlah Waktu Pelatihan : 1). Teori = 135 menit (= 3 JPL) 2). Praktek = --- pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. HO 6 atau OHT - 6 HO 7 atau OHT - 7 HO 8 atau OHT Penilai Penilai melaksanakan program pelatihan terstruktur untuk penilaian di tempat kerja. Penilai akan : 1. Melaksanakan penilaian apabila peserta telah siap dan merencanakan proses belajar dan penilaian selanjutnya dengan peserta. 2. Menjelaskan kepada peserta mengenai bagian yang perlu untuk diperbaiki dan merundingkan rencana pelatihan selanjutnya dengan peserta. 3. Mencatat pencapaian / perolehan peserta dalam memahami substansi Buku Informasi. Halaman: 67 dari 67

72 5.1.3 Peserta Pelatihan Persyaratan untuk dapat diterima sebagai Peserta Pelatihan adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Minimal : D3 Teknik Sipil 2. Pengalaman Kerja : D-3 Teknik Sipil, minimal 3 (tiga) tahun berpengalaman di bidang pelaksanaan pekerjaan konstruksi beton 3. Persyaratan Lain Memiliki sertifikat kompetensi kerja di bidang keahlian pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan beton Teman kerja/sesama peserta pelatihan Teman kerja/sesama peserta pelatihan juga merupakan sumber dukungan dan bantuan. Peserta juga dapat mendiskusikan proses belajar dengan mereka. Pendekatan ini akan menjadi suatu yang berharga dalam membangun semangat tim dalam lingkungan belajar/kerja dan dapat meningkatkan pengalaman belajar peserta. 5.2 Sumber-Sumber Perpustakaan Sumber-sumber bacaan yang dapat dipergunakan adalah Peraturan Perundang-undangan terkait dengan substansi-substansi Unit Kompetensi dan beberapa judul buku yang diharapkan dapat menambah wawasan baik Pelatih maupun Peserta Pelatihan, sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 3. Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. 5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan c Jenis Lepas di Dataran. 6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/II/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-11/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-12/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. 9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-14/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Analisis mengenai Dampak Lingkungan. 10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan No. KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. 11. Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 12. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Republik Indonesia No. KEP- 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting. 13. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 08/BM/2005. Halaman: 68 dari 68

73 14. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Pedoman Perencanaan Putaran Balik (U Turn) No. 06/BM/ Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah - Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang jalan No. 013/PW/ Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah - Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang jalan No. 012/PW/ Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah - Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Perencanaan Fasilitas Pengendali Kecepatan Lalu Lintas No. 009/PW/ Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Untuk Keselamatan Selama Pemeliharaan Jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Teknis Selama Pekerjaan Pemeliharaan Jalan, Pedoman Teknik No. 015/T/BM/ Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Tatacara Menyusun RPL dan RKL Amdal Jalan Perkotaan No. 07/T/BNKT/ Daftar peralatan / mesin dan bahan 1. Untuk menayangkan hand out materi pelatihan agar bisa diikuti oleh Peserta Pelatihan, Pelatih (Instruktur) memerlukan OHP (Overhead Proyektor) dan layar, jika hand out tersebut berupa OHT (overhead transparency). Namun apabila Pelatih menyiapkan bahannya dalam bentuk file komputer yang disimpan di flash disk atau CD/DVD, maka yang diperlukan adalah laptop (yang telah diisi dengan sistem operasi misalnya Windows dan sejumlah software yang dapat digunakan untuk membuka dan menayangkan bahan hand out), proyektor LCD dan layar. Mungkin Pelatih menganggap perlu menayangkan film-film dokumentasi yang berkaitan dengan materi pelatihan, maka lap top tersebut perlu dilengkapi dengan peralatan audio berupa speaker yang bisa dihubungkan ke laptop agar suara tayangan film dokumentasi tersebut dapat didengar oleh peserta pelatihan. Selain itu, ada kemungkinan penayangan hand out perlu dibantu dengan menambahkan white board untuk memudahkan pelatih menggambarkan/menuliskan rincian penjelasan materi pelatihan. Fungsi white board dapat juga digantikan dengan papan tulis atau blackboard sesuai dengan pertimbangan, bahan yang mana yang mudah didapatkan di lokasi pelatihan. 2. Untuk menyelenggarakan pengujian yang akan dilakukan oleh asesor, peralatan/bahan yang diperlukan tergantung jenis uji kompetensi yang akan dilakukan. Jika ujian kompetensi dilakukan secara tertulis, bahan yang diperlukan adalah materi uji kompetensi yang digandakan sebanyak peserta uji kompetensi dan format penilaian beberapa rangkap sesuai kebutuhan untuk pertanggungjawaban administrasi penyelenggaraan uji kompetensi. Untuk materi pelatihan Penerapan Ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi untuk Perencanaan Umum Jalan tidak diperlukan ujian praktek, sehingga tidak diperlukan peralatan/bahan yang diperlukan untuk keperluan ujian praktek. 3. Untuk Peserta Pelatihan, yang diperlukan adalah ruang kelas, meja dan kursi yang layak untuk keperluan pelatihan dilengkapi dengan OHP atau LCD jika Pelatih akan menayangkan materi pelatihan, dan Buku Kerja, bahan-bahan hand out dan lain-lain sesuai dengan kondisi di tempat pelatihan. 4. Kesimpulan Untuk dapat menyelenggarakan pelatihan ini, peralatan dan bahan yang diperlukan adalah : 1) Ruang kelas, pendingin ruangan (AC), saklar listrik, rol kabel listrik, microphone, meja tulis dan kursi sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pelatihan. Halaman: 69 dari 69

74 2) OHP (Overhead Proyektor) dan layar, jika hand out tersebut berupa OHT (overhead transparency), atau laptop, LCD dan layar sesuai dengan yang dikehendaki oleh pelatih. 3) White board dilengkapi dengan alat tulis dan penghapus tulisan di white board atau, 4) Black board dilengkapi dengan alat tulis dan penghapus tulisan di black board. 5) Hand out,, Buku Kerja dan Materi Uji Kompetensi. Jumlah dan jadwal penggunaan peralatan dan bahan tersebut di atas disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pelatihan dan uji kompetensi. Halaman: 70 dari 70

75 LAMPIRAN Halaman: 71 dari 71

76 Halaman: 72 dari 72

77 Halaman: 73 dari 73

78 Halaman: 74 dari 74

79 Halaman: 75 dari 75

80 Halaman: 76 dari 76

81 Halaman: 77 dari 77

82 Halaman: 78 dari 78

83 Halaman: 79 dari 79

84 Halaman: 80 dari 80

85 Halaman: 81 dari 81

86 Halaman: 82 dari 82

87 Halaman: 83 dari 83

88 Halaman: 84 dari 84

89 Halaman: 85 dari 85

90 Halaman: 86 dari 86

91 Halaman: 87 dari 87

92 Halaman: 88 dari 88

93 Halaman: 89 dari 89

94 Halaman: 90 dari 90

95 Halaman: 91 dari 91

96 Halaman: 92 dari 92

97 Halaman: 93 dari 93

98 Halaman: 94 dari 94

99 Halaman: 95 dari 95

100 Halaman: 96 dari 96

101 Halaman: 97 dari 97

102 Halaman: 98 dari 98

103 Halaman: 99 dari 99

104 100 Halaman: 100 dari

105 101 Halaman: 101 dari

106 102 Halaman: 102 dari

107 103 Halaman: 103 dari

108 104 Halaman: 104 dari

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.226.00. Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA Dampak pencemaran udara debu dan lainnya Keluhan-keluhan tentang pencemaran di Jepang (Sumber: Komisi Koordinasi Sengketa Lingkungan) Sumber pencemaran udara Stasiun

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003 KEPUTUSAN PROPINSI NOMOR : 169 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI PROPINSI Menimbang Mengingat : a. Bahwa Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.222.00 Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PEMBINAAN KOMPETENSI KELOMPOK KERJA NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan Menimbang : MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 1. bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MENERAPKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI (UUJK), KESELAMATAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA SERABUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dicantumkan dalam izin Ortodonansi Gangguan.

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dicantumkan dalam izin Ortodonansi Gangguan. 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :KEP.13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG KEPGUB DKI JAKARTA No. 551 TAHUN 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta KEPUTUSAN NOMOR 551/2001

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 Lampiran I Nomor : 07 tahun 2007 YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA SERABUT DAN/ATAU CANGKANG 1. Partikulat 300 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 600 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 800 mg/m

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK KEPUTUSAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

KODE UNIT KOMPETENSI INA

KODE UNIT KOMPETENSI INA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR AIR MINUM JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN PERPIPAAN MEMBUAT RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN KODE UNIT KOMPETENSI INA.52.00.204.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i BAB I PENGANTAR 1 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi 1 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan 1 1.2.1. Desain Materi Pelatihan 1 1.2.2. Isi Modul 2 1.2.3. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT)

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER MENTERI, Menimbang : 1. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak perlu dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMELIHARAAN HARIAN MESIN PENGGELAR ASPAL NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang ISSN 1410-9840 KAJIAN DAMPAK PENINGKATAN KEBISINGAN AKIBAT OPERASINALISASI JALUR GANDA KERETA API (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN KA PARTIAL DOUBLE TRACK BREBES LOSARI CIREBON) Evi Setiawati Jurusan Teknik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 3 2009 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI

BAB I STANDAR KOMPETENSI BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Judul Unit Kompetensi Menyediakan Data Untuk Pembuatan Gambar Kerja. 1.2 Kode Unit. 1.3 Deskripsi Unit Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

G U B E R N U R JAMB I

G U B E R N U R JAMB I -1- G U B E R N U R JAMB I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan.

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan. 1 A. PENGERTIAN BAKU MUTU LINGKUNGAN 1. Fungsi Baku Mutu Lingkungan Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan. Kemampuan lingkungan sering diistilahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

AMDAL dan Dampak Lingkungan Proyek

AMDAL dan Dampak Lingkungan Proyek AMDAL dan Dampak Lingkungan Proyek Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta Manajemen Proyek (TKE 3101) oleh: Indah Susilawati, S.T., M.Eng. 1 Daya

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa beberapa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA Masmulki Daniro J. NRP. 3307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. M. Razif, MM Semakin pesatnya

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

Lebih terperinci

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia. 2.1 Pengertian Baku Mutu Lingkungan Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup,

Lebih terperinci

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SURAT KEPUTUSAN NO. 670/2000 TANGGAL 28 MARET 2000 TENTANG PENETAPAN BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI PROPINSI DKI GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA Menimbang : a. bahwa kehidupan dan kelestarian

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota

Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI SUB SEKTOR TATA LINGKUNGAN JABATAN KERJA AHLI MADYA PERENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA TUGAS AKHIR PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA Dosen Pembimbing 1 : Ir.Wiratno A.Asmoro,M.Sc Dosen Pembimbing 2

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

KODE UNIT KOMPETENSI INA

KODE UNIT KOMPETENSI INA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR AIR MINUM JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN PERPIPAAN MENGHITUNG DAN PEMBUATAN DAFTAR KEBUTUHAN BAHAN, ALAT, PERLENGKAPAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI PENANGGUNG JAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA UMUM Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 10 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PENGATURAN PELAKSANAAN PRODUKSI NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci