KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA"

Transkripsi

1 Surabaya, Juli 202, ISSN KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA ARI FITRIANTO, ANAK AGUNG GDE KARTIKA 2 DAN PUTU GDE ARIASTITA 3 Mahasiswa Magister Manajemen Aset Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS Surabaya, ari_sst09@yahoo.co.id, 2 Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS Surabaya Abstrak Pembangunan jalan lingkar bertujuan untuk mengurai dan memecah arus lalulintas pusat kota, dalam perkembangannya keberadaan jalan lingkar memberikan pengaruh terhadap penggunaan lahan dikawasan sepanjang jalan lingkar yaitu terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Tujuan kajian ini merupakan rekomendasi pengendalian perubahan lahan akibat pengaruh pembangunan jalan lingkar Kota Salatiga. Tahapan dalam mencapai tujuan kajian ini yaitu : ) mengidentifikasi seberapa besar perubahan lahan pertanian; 2) mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian; 3) merumuskan tipologi perubahan lahan pertanian; 4) merumuskan rekomendasi penanganan perubahan penggunaan lahan pertanian di kawasan jalan lingkar. Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan panjang jalan lingkar mempengaruhi perubahan lahan pertanian sebesar 0,077 Ha. Faktor yang paling kuat mempengaruhi perubahan lahan yaitu tingkat urbanisasi. Tipologi perubahan lahan pertanian dikelompokan menjadi cluster dan cluster2. Rekomendasi pengendalian perubahan lahan pertanian ke non pertanian dikawasan jalan lingkar pada cluster yaitu dengan melakukan pengawasan, penertiban dan sosialisasi terhadap penduduk tentang Rencana Tata Ruang terkait dengan pengendalian perubahan lahan pertanian ke non pertanian; cluster 2 yaitu zonasi kawasan dengan membatasi pembangunan yang tidak sesuai RTRW, tidak memberikan fasilitas jaringan air bersih dan jaringan listrik terhadap kegiatan yang tidak sesuai dengan RTRW. Kata kunci Jalan, Lahan, Perubahan lahan I. PENDAHULUAN Pembangunan jalan yang semakin kompleks baik di dalam maupun di luar kota akan menimbulkan pusatpusat kegiatan dan fungsifungsi perkotaan baru yang menempati tempat sepanjang jalur jalan yang ada sehingga perluasan permukiman paling banyak terjadi kiri kanan jalur transportasi. Hal ini mengakibatkan kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman, perdagangan maupun industri di sekitar jalur transportasi. Kepadatan lalulintas di jalanjalan nasional Kota Salatiga menyebabkan kemacetan di pusat kota. Untuk mengantisipasi masalah tersebut Pemerintah Kota Salatiga membangun jalan lingkar selatan sepanjang ±,350 km, pembangunan dilaksanakan dari tahun 2005 hingga tahun 200. Dampak langsung yang di akibatkan pembangunan jalan lingkar dapat terlihat dan merupakan permasalahan yang kompleks adalah terjadinya konversi lahan pertanian menjadi kegiatan non pertanian. Masyarakat pemilik lahan pertanian di sepanjang jalan lingkar selatan melakukan alih fungsi lahan pertanian mereka menjadi bangunan berupa pemukiman maupun perdagangan dan jasa. Perubahan lahan pertanian dapat dilihat dari berkurangnya lahan pertanian dan meningkatnya lahan terbangun. Luas lahan Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H9

2 Surabaya, Juli 202, ISSN pertanian sebesar hektar pada tahun 2005, pada tahun 200 luas lahan pertanian berkurang menjadi.950 hektar (Bappeda Kota Salatiga, 200). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Salatiga bahwa bentang alam wilayah yang dilewati jalan lingkar selatan sebagai kawasan tanaman pangan lahan basah dan lahan kering dengan fungsi utama pertanian pangan holtikultura serta kawasan budidaya tanaman tahunan dan musiman. Dengan fenomena diatas kiranya sangat menarik untuk dilakukan kajian tentang pengaruh dari pembangunan jalan lingkar selatan terhadap :. Seberapa besar perubahan lahan pertanian ke non pertanian; 2. Faktorfaktor apa yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian; 3. Tipologi perubahan lahan pertanian ke non pertanian; 4. Penanganan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. lahan merupakan sumber daya alam yang terpenting dalam pembangunan wilayah, akan tetapi perlu dipahami bahwa lahan mempunyai karakteristik tertentu sifat khusus permanen (tidak dapat dihancurkan atau dibuat baru), lokasi yang pasti (tidak dapat dipindahkan), tidak ada satupun bidang tapak lahan yang mempunyai nilai lahan persis sama, lahan terbatas/langka dan merupakan tumpuan harapan dari berbagai kepentingan dan keinginan (baik yang dikuasai secara sah/legal, maupun tidak sah/ilegal menurut peraturan perundangan yang berlaku)[6]. Konversi lahan merupakan peralihan penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lainnya atau berubahnya fungsi lahan dari fungsi semula menjadi fungsi yang lain. Perubahan lahan yang diakibatkan pembangunan jaringan infrastruktur merupakan salah satu faktor penyebab, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota; peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu []. Faktorfaktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian seperti faktor kepadatan penduduk, II. faktor kebutuhan lahan (perumahan, industri, perdagangan dan jasa), faktor ekonomi, faktor sosial, faktor otonomi daerah dan lemahnya sistem perundangundangan dan penegakan hukum dari peraturanperaturan yang ada [4]. Pengendalian perubahan lahan pertanian ke non pertanian merupakan upaya pengendalian terhadap konversi lahan. tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui regulation (pengambil kebijakan perlu menetapkan aturan pemanfaatan lahan berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan melalui (zoning) terhadap lahan yang memungkinkan alih fungsi), Acquisition and Management (menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan guna mendukung upaya mempertahankan lahan pertanian) dan Incentive and Charges (pemberian subsidi kepada pemilik lahan yang mempertahankan lahan pertanian serta menerapkan sistem pajak yang tinggi terhadap pemilik lahan yang merubah lahan pertanian menjadi lahan non pertanian). Usaha pengendalian perubahan lahan pertanian ke non pertanian digunakan perangkat pengendalian pemanfaatan lahan melalui pendekatan pengambil kebijakan pewilayahan (zoning) atau kebijakan otoritas sentral, kebijakan insentif dan disinsentif serta mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan.[2;3;4] METODOLOGI Penelitian ini berlokasi di Kota Salatiga dengan objek penelitian Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang berada di wilayah Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kecandran, Kelurahan Pulutan dan Kelurahan Blotongan. Metoda penelitian ini menggunakan metode survei, penelitian dengan cara survei merupakan penelitian yang dilakukan secara instansional, dalam penelitian ini survei Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H0

3 Surabaya, Juli 202, ISSN instansional adalah alat pengumpul data yang pokok. Metoda penelitian dengan penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan serta menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang. Variabel variabel yang digunakan untuk mencapai sasaran penelitian yaitu : a. Identifikasi kawasan yang mengalami perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Variabel jenis perubahan lahan pertanian dan variabel laju perubahan lahan pertanian dengan definisi operasional jenis/macam peruntukan lahan non pertanian, ratarata perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian setiap tahunnya, menggunakan analisis deskriptif. b. Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian. Variabel kepadatan penduduk,variabel tingkat urbanisasi dan variabel tingkat pelayanan utilitas dengan definisi operasional angka kepadatan penduduk kelurahankelurahan dikawasan jalan lingkar selatan tahun 2005 hingga tahun 200, perbandingan antara luas daerah terbangun dengan luas wilayah per kelurahan yang dilewati jalan lingkar selatan, perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah pemenuhan pelayanan jaringan air bersih dan jaringan listrik, menggunakan analisis regresi. c. Merumuskan tipologi perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Variabel jenis dan laju perubahan lahan pertanian serta variabel faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian dengan definisi operasional pengelompokan wilayah kelurahan berdasarkan tingkat perubahan lahan dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian menggunakan analisis cluster. d. Rumusan rekomendasi penanganan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian sesuai tipologi perubahannya. Variabel tipologi perubahan lahan, variabel faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan dan variabel fungsi dan kelas jalan lingkar selatan dengan definisi operasional pengendalian perubahan lahan berdasar tipologi perubahan lahan dikawasan jalan lingkar selatan, pengendalian dari kelompokan (cluster) wilayah kelurahankelurahan dikawasan jalan lingkar selatan berdasarkan faktorfaktor yang mempengaruhi, serta pengendalian berdasarkan fungsi dan kelas jalan lingkar selatan dengan menggunakan analisis kualitatif (triangulasi). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil survey instansional yang dilakukan diperoleh data dari tahun 2005 hingga tahun 200 yaitu data pertumbuhan panjang jalan lingkar selatan tahun , data luas lahan pertanian tahun , data jenis lahan non pertanian, data luas wilayah kelurahan di kawasan jalan lingkar selatan, data jumlah penduduk dan data jumlah pelayanan utilitas (jaringan air bersih dan jaringan listrik). a. Perubahan lahan pertanian ke non pertanian di kawasan jalan lingkar selatan. Proses perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang diakibatkan adanya pembangunan jalan lingkar selatan Kota Salatiga dalam penelitian ini hanya mengacu pada periode tahun 2005 hingga tahun 200. Karateristik perubahan lahan pertanian di kawasan jalan lingkar selatan dilihat dari jenisjenis perubahan lahan pertanian. Dalam melakukan identifikasi jenis perubahan lahan pertanian di kawasan jalan lingkar selatan diperlukan data pertumbuhan panjang jalan lingkar dan luasan lahan pertanian di wilayah pada masingmasing Kelurahan. Gambar menunjukan pertumbuhan panjang jalan lingkar selatan dan gambar 2 merupakan data luas lahan pertanian tahun 2005 hingga tahun 200, dari kedua gambar tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pertambahan panjang jalan mempengaruhi penggunaan lahan pertanian sehingga menyebabkan perubahan lahan pertanian. Jenis perubahan lahan pertanian Perubahan lahan yang terjadi di wilayah sepanjang jalan lingkar selatan terbagi menjadi perubahan lahan perdagangan jasa Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H

4 Surabaya, Juli 202, ISSN dan perubahan lahan perumahan. Berdasarkan data sekunder kemudian dilakukan perhitungan diperoleh ratarata perubahan lahan perdagangan jasa sebesar 0,8 Ha per tahun sedangkan ratarata perubahan lahan perumahan sebesar 9,05 Ha per tahun. Tingkat perubahan lahan Tingkat perubahan lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di kawasan jalan lingkar selatan ditunjukan pada tabel Tingkat perubahan lahan pertanian ke non pertanian tahun Tabel menunjukan terjadi perubahan lahan tertinggi di wilayah Kelurahan Blotongan yang tingkat perubahan luasnya sebesar 0,95 Ha, kemudian diikuti wilayah Kelurahan Kecandran 0,3 Ha, Kelurahan Cebongan 0,089 Ha dan Kelurahan Dukuh 0,076 Ha, adapun wilayah Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Randuacir dan Kelurahan Pulutan memiliki tingkat perubahan lahan yaitu 0,05 Ha, 0,0 Ha dan 0,006 Ha. Secara keseluruhan tingkat perubahan lahan sebesar 0,077 Ha. b. Analisis faktor faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi akibat pembangunan jalan lingkar selatan dengan menggunakan analisis regresi. Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen. Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi karena ada variabel bebas [6]. Variabel dependen yaitu perubahan lahan pertanian ke non pertanian sedangkan variabel independen diantaranya kepadatan penduduk, tingkat urbanisasi, dan tingkat pelayanan utilitas (jaringan air bersih dan listrik). Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian di kawasan jalan lingkar selatan : Faktor kepadatan penduduk Pertumbuhan penduduk yang meningkat menyebabkan kepadatan penduduk di suatu wilayah, kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan perumahan dan perdagangan. Kepadatan penduduk yang terjadi di kawasan jalan lingkar selatan mencapai 8,69 jiwa/ha seperti pada tabel 2 Kepadatan penduduk di kawasan jalan lingkar selatan. Faktor tingkat urbanisasi Urbanisasi merupakan pertambahan penduduk suatu wilayah sebagai akibat migrasi penduduk dari daerah sekitarnya atau perpindahan penduduk dari wilayah lain (kamus istilah bidang PU, 2009). Tingkat urbanisasi diidentifikasikan dengan perbandingan antara luas lahan terbangun dengan luas wilayah. Tingkat urbanisasi yang terjadi di kawasan jalan lingkar selatan dapat dilihat pada tabel 3 Tingkat urbanisasi wilayah di kawasan jalan lingkar selatan. Faktor tingkat pelayanan jaringan utilitas Jaringan utilitas yang tersedia di kawasan jalan lingkar selatan terdiri dari jaringan perpipaan air bersih dan jaringan listrik. Tingkat pelayanan jaringan air bersih dan listrik seperi tabel 4 Tingkat pelayanan utilitas (jaringan air dan listrik). Berdasakan identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan di kawasan jalan lingkar selatan, kemudian dilakukan analisis dengan alat analisis regresi terhadap variabel dependen Y (tingkat perubahan lahan), dengan variabel independen X (tingkat urbanisasi), X 2 (tingkat pelayanan) dan X 3 (kepadatan penduduk) diperoleh nilai Rsquare sebesar 0,998, hal ini berarti 99,8% variabel dependen perubahan lahan dijelaskan oleh variabel independen dan faktor lain sebesar 0,2%. Persamaan yang di peroleh dari hasil regresi yaitu Y = 0,022 +,607X + 0,022X 2 + 0,00X 3, berdasarkan persamaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa variabel X (tingkat urbanisasi) merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi perubahan lahan pertanian. c. Tipologi perubahan lahan pertanian di kawasan jalan lingkar selatan. Analisis perumusan tipologi perubahan lahan pertanian ke non pertanian di kawasan Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H2

5 Surabaya, Juli 202, ISSN jalan lingkar selatan menggunakan analisis cluster dengan software IBM SPSS 9. Dengan menggunakan analisis cluster dapat diketahui tipologi perubahan lahan pertanian yang terjadi dimasing masing kelurahan berdasarkan ciri yang homogen dan faktor faktor yang mempengaruhi perubahan lahan. Input data dalam analisis cluter pada penelitian ini yaitu data kepadatan penduduk, tingkat urbanisasi dan data tingkat pelayanan utilitas. Analisis cluster ini menggunakan metode nonhirarkis, dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah cluster yang diinginkan (dua, tiga, atau yang lain). Setelah jumlah cluster ditentukan, maka proses cluster dilakukan dengan tanpa mengikuti proses hirarki, yaitu metode K Means Cluster. Tabel 5 merupakan hasil clustering : Pada tabel 5 ditunjukan bahwa cluster dipengaruhi oleh faktor tingkat urbanisasi dan pada cluster 2 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan tingkat pelayanan. berdasarkan nilai zscore kemudian dilakukan pengelompokan terhadap wilayah kelurahan, maka diperoleh hasil pada tabel 6 pengelompokan wilayah kelurahan. Berdasarkan hasil analisis cluster dengan alat bantu software SPSS 9 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tipologi perubahan lahan di kawasan jalan lingkar selatan terbagi menjadi 2 kelompok yaitu : Cluster wilayah yang dipengaruhi oleh faktor tingkat urbanisasi yaitu Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randiuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Kecandran dan Kelurahan Blotongan. Cluster 2 wilayah yang dipengaruhi oleh tingkat pelayanan (jaringan air bersih dan jaringan listrik) yaitu Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Pulutan. d. Analisis rumusan penanganan pengendalian perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Penelitian kualitatif merupakan metode yang berlandaskan pada filasafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana penelitian sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan). Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda yaitu penggabungan hasil observasi/analisis, kebijakan/teori dan dokumen [6]. Penanganan perubahan lahan pertanian ke non pertanian di kawasan jalan lingkar selatan dilakukan penanganan pada masingmasing cluster perubahan lahan adalah sebagai berikut : a. Penanganan terhadap cluster Cluster merupakan kelompok dengan cluster yang dipengaruhi oleh faktor tingkat urbanisasi. Wilayah yang termasuk dalam kelompok ini adalah Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randiuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Kecandran dan Kelurahan Blotongan. Pertumbuhan penduduk meyebabkan peningkatan kebutuhan perumahan, keterbatasan lahan di kota mengakibatkan perubahan lahan pertanian. Mengacu pendapat dari Efendi (2006) dan Iqbal (2007) terhadap pengendalian perubahan lahan, maka penanganan faktor urbanisasi ini dilakukan dengan: pengawasan dan penertiban terhadap penduduk pendatang yang memanfaatkan lahan di kawasan jalan lingkar untuk kegiatan ekonomi dengan melibatkan peran serta masyarakat sekitar. melarang warga yang datang di kawasan jalan lingkar untuk bertempat tinggal di kawasan lahan pertanian Berdasarkan Undangundang nomor 26 tahun 2007 tentang pengendalian ruang, pengendalian lahan dilakukan dengan penerapan pajak dan retribusi yang tinggi. Pengendalian terhadap nilai lahan dengan memberikan insentif kepada masyarakat yang masih mempertahankan lahan pertanian dan memberikan disinsentif kepada masyarakat yang melakukan perubahan lahan ke non pertanian. b. Penanganan terhadap cluster 2 Cluster 2 merupakan kelompok dengan cluster perubahan lahan yang dipengaruhi oleh tingkat pelayanan utilitas, yang Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H3

6 Surabaya, Juli 202, ISSN termasuk dalam kelompok ini adalah Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Pulutan. Sesuai teori yang dikemukakan oleh Efendi (2006) dan Iqbal (2007) penanganan perubahan lahan dilakukan dengan pendekatan pengambil kebijakan pewilayahan (zoning) atau kebijakan otoritas sentral, kebijakan insentif dan disinsentif serta mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Tingkat pelayanan jaringan air bersih dan jaringan listrik perlu adanya upaya disinsentif terhadap penyediaan pelayanan utilitas (air bersih dan listrik) pada kawasan jalan lingkar selatan. Upaya pengendalian yang diterapkan di wilayah lain yaitu dengan tidak melakukan penambahan fasilitas penunjang pengembangan kegiatan yang dapat meningkatkan perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Dalam Undangundang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dan Undangundang nomor 4 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan mekanisme disinsentif dengan melakukan pembatasan serta pencabutan peyediaan jaringan infrastruktur pada kawasan yang peruntukan lahannya tidak sesuai dengan peraturan/kebijakan pemerintah (RTRW). c. penanganan pengedalian lahan berdasar fungsi jalan lingkar Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 5 Tahun 996 tentang RUTRK dan Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 997 tentang RDTRK, jalan lingar selatan direncanakan dan difungsikan sebagai arteri primer. Upaya penanganannya yaitu dengan menjaga tujuan dan syaratsyarat fungsi lahan yang berada disepanjang jalan arteri primer dengan pengaturan zonasi terhadap kegiatankegiatan yang berkembang di jalan lingkar selatan. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari kajian ini yaitu : Pertumbuhan panjang jalan lingkar selatan mempengaruhi perubahan lahan pertanian dan mengakibatkan terjadinya perubahan lahan pertanian ke non pertanian pada wilayah Kelurahan Cebongan sebesar 0,089 Ha, Kelurahan Randuacir 0,0 Ha, Kelurahan Kumpulrejo 0,05 Ha, Kelurahan Dukuh 0,076 Ha, Kelurahan Kecandran 0,3 Ha, Kelurahan Pulutan 0,006 Ha dan Kelurahan Blotongan sebesar 0,95 Ha dengan total keseluruhan perubahan lahan sebesar 0,077 Ha. Faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian di kawasan jalan lingkar selatan berdasarkan analisis regresi yaitu faktor tingkat urbanisasi. Tipologi perubahan lahan pertanian dikawasan jalan lingkar selatan beradasarkan analisis cluster terbagi menjadi 2 kelompok, pada cluster yaitu wilayah Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randiuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Kecandran dan Kelurahan Blotongan yang dipengaruhi faktor tingkat urbanisasi. Cluster 2 terdiri dari wilayah Kelurahan Dukuh dan Kelurahan Pulutan dengan dipengaruhi faktor tingkat pelayanan utilitas (jaringan air bersih dan jaringan listrik). Penanganan pengendalian perubahan lahan pertanian di kawasan jalan lingkar selatan dirumuskan berdasarkan tipologi perubahan lahan dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan lahan pada tiap cluster. Penanganan Cluter, pengendalian perubahan lahan pertanian berdasarkan faktor tigkat urbanisasi yaitu dengan melakukan pengawasan dan penertiban terhadap penduduk pendatang yang memanfaatkan lahan pertanian dikawasan jalan lingkar untuk kegiatan ekonomi; dan Insentif berupa keringanan pajak bumi terhadap masyarakat pendatang maupun Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H4

7 Surabaya, Juli 202, ISSN sekitar yang penggunaan lahannya sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah dalam hal ini lahan pertanian. Penanganan Cluter 2, pengendalian perubahan lahan pertanian berdasar pada faktor tingkat pelayanan utilitas (jaringan air bersih dan jaringan listrik) yaitu dengan tidak memberikan fasilitas jaringan air bersih dan jaringan listrik terhadap kegiatan yang tidak sesuai dengan RTRW; Pencabutan instalasi air bersih dan instalasi jaringan listrik terhadap masyarakat pemilik lahan yang melakukan kegiatan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian; dan Membatasi fasilitas jaringan air bersih dan jaringan listrik terhadap peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah Kota Salatiga dikawasan jalan lingkar selatan. V. DAFTAR PUSTAKA [] Bourne, Larry S Internal Structure of the City, Readings on Urban form, Growth and Polic. New York: Oxford University Press. [2] Effendi Alternatif kebijakan pengendalian konversi lahan sawah beririgasi di indonesia jurnal Litbang pertanian, Bogor. [3] Iqbal, M dan Sumaryanto strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian bertumpu pada partisipasi masyarakat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. [4] Iwan, Isa.. Startegi pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Badan Pertanahan Nasional, Jakarta. [5] Sugiyono. 20. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. [6] Tamin O. Z. dan Russ Bona Frazilla Arah Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan Sistem Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi Jurusan Teknik Sipil, ITB. Bandung. Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H5

8 Surabaya, Juli 202, ISSN Tabel 2 Kepadatan penduduk di kawasan jalan lingkar selatan Gambar pertumbuhan panjang jalan lingkar tahun No Wilayah Jumlah penduduk (jiwa) Luas wilayah (Ha) Kepadatan (jiwa/ha) Cebongan ,0 3,98 Randuacir ,60 3,7 Kumpulrejo ,03,64 Dukuh ,5 29,39 Kecandran ,20 3,33 Pulutan ,0 3,70 Blotongan ,80 27,57 Jumlah ,69 Tabel 3 Tingkat urbanisasi wilayah di kawasan jalan lingkar selatan Gambar 2 luas perubahan lahan pertanian tahun Tabel Tingkat perubahan lahan pertanian ke non pertanian tahun Wilayah Luas lahan pertanian (Ha) Tahun Luas perub lahan (Ha) Tingk. Perb. lahan (Ha) (050) (050)/05 Cebongan 54,54 49,66 4,88 0,089 Randuacir 222,99 220,43 2,55 0,0 Kumpulrejo 209,94 206,7 3,22 0,05 Dukuh 6,88 49,56 2,3 0,076 Kecandran 25,77 9,45 24,3 0,3 Pulutan 36,4 35,56 0,84 0,006 Blotongan 244,80 97,7 47,62 0,95 jumlah 246,36 50,59 95,76 0,077 N o Wilayah luas terbang un (Ha) luas wilayah (Ha) Tingkat urbanisasi Cebongan 4,88 38,0 0,04 Randuacir 2, ,60 0,0 Kumpulrejo 3, ,03 0,0 Dukuh 2,38 377,5 0,03 Kecandran 24, ,20 0,06 Pulutan 0,93 237,0 0,004 Blotongan 47, ,80 0, Jumlah 96,6 2.58,98 0,04 Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H6

9 Surabaya, Juli 202, ISSN Tabel 4 Tingkat pelayanan utilitas (jaringan air dan listrik) Wilayah Cebongan Randuacir Kumpulrejo Dukuh Kecandran Pulutan Blotongan jumlah penduduk (jiwa) jumlah pelayanan air listrik tingkat pelayan an , , , , , , ,248 jumlah ,268 Tabel 5 hasil clistering Final Cluster Centers Cluster 2 Zscore(Kepadatan.pendud,0605,528 uk) Zscore(Tingkat.urbanisasi),22067,5566 Zscore(Tingkat.pelayanan),5097,27428 Tabel 6 Pengelompokan wilayah kelurahan Wilayah Cebongan Randuacir Kumpulrej o Dukuh Kecandran Pulutan Blotongan Z kep. penddk,3506 0, ,9534,0262 0, , ,82323 Z tingkat urbanis asi 0, , , , ,5935 0,8978 8,925 2 Z tingkat pelaya nan, ,237 0,9696 7, ,523,54 8 0,066 7 No cluster 2 2 Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H7

10 Surabaya, Juli 202, ISSN Teknologi dan Rekayasa Lingkungan H8

fungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II

fungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan yang terjadi di sekitar Jalan Lingkar Utara Kabupaten Pemalang berdasarkan hasil analisis likert antara lain adalah : fungsi

Lebih terperinci

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira dan

Lebih terperinci

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-255 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira

Lebih terperinci

JUDUL RUMUSAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN GIANYAR

JUDUL RUMUSAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN GIANYAR JUDUL RUMUSAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN GIANYAR OLEH : NGAKAN GEDE ANANDA PRAWIRA 3610100004 DOSEN PEMBIMBING : PUTU GDE ARIASTITA ST., MT. JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: C-52

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: C-52 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-52 Pengendalian Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Untuk Mendukung Program

Lebih terperinci

Tingkat Pendapatan Kelurahan Pendapatan Petambak

Tingkat Pendapatan Kelurahan Pendapatan Petambak Kelurahan Sememi, Kandangan dan Klakah Rejo memiliki fungsi jalan arteri sekunder. Dominasi kegiatan : Perdagangan, permukiman. Kelurahan Tambak Osowilangon memiliki fungsi jalan kolektor sekunder dan

Lebih terperinci

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani Pemilik Lahan

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani Pemilik Lahan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani Pemilik Lahan di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT

Lebih terperinci

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-186 Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di Kecamatan Wongsorejo,

Lebih terperinci

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Rizky Rangga Wijaksono 1 Ardy Maulidy Navastara 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN POSITIVISTIK Merupakan pendekatan penelitian yang bersumber pada fakta dan berlandaskan teori untuk menganalisis obyek spesifik di lapangan. KAUSAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1-1

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1-1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap sebagian fisik permukaan bumi. Daerah perkotaan mempunyai kondisi penggunaan lahan dinamis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) yaitu dengan. menggunakan metode empat tahap (four stage method).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) yaitu dengan. menggunakan metode empat tahap (four stage method). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan transportasi merupakan rangkaian kegiatan persiapan pengadaan atau penyediaan sistem transportasi agar sesuai dengan tingkat kebutuhan (demand) pada setiap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalur Pantai Utara (Pantura) merupakan urat nadi pergerakan transportasi di Pulau Jawa. Jalur Pantura memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, salah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP Tugas Akhir PW 09-1333 Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit dikabupaten Siak-Riau Ikhlas Saily NRP 3607 100 027 Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP PROGRAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Insentif dan Disinsentif Pada Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Instrumen Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Sidoarjo

Penentuan Nilai Insentif dan Disinsentif Pada Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Instrumen Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Sidoarjo JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (26) 2337-352 (23-928X Print) F-47 Penentuan Nilai Insentif dan Disinsentif Pada Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Instrumen Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN

EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2014 TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2030 PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil akhir dari kajian ini akan dibahas dalam bab ini yaitu mengenai kesimpulan yang secara umum berisi tentang pokok-pokok substansi kajian dari keseluruhan studi mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Pada latar belakang dipaparkan secara singkat mengenai

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

KAPASITAS KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR. Oleh: IMANDA JUNIFAR L2D005369

KAPASITAS KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR. Oleh: IMANDA JUNIFAR L2D005369 KAPASITAS KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: IMANDA JUNIFAR L2D005369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1992 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SALATIGA DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU Parada Afkiki Eko Saputra 1 dan Yohannes Lulie 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: Paradaafkiki@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai lahan pada kelurahan-kelurahan di Kecamatankecamatan

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pranata (TKP162P) Dikerjakan Oleh Nur Hilaliyah 21040111060045 DIPLOMA III PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (014) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) C-87 Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO James A. Timboeleng Staf Pengajar Jurusan Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2

KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO Juanita 1, Tito Pinandita 2* 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu kawasan yang berada di permukaan bumi yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial yang salah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup penggunaan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010

Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambaran Umum Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010 Kelurahan Tambak Osowilangon 1140,2 Sememi 458,4 Klakah Rejo 318,9 Kandangan 136,7

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota yang sangat pesat selama beberapa dekade terakhir, baik secara alamiah maupun akibat urbanisasi, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lokasi penelitian ini terletak di Klender, kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana kata kaum diambil

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BEKASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: ANALISA KARAKTERISTIK BANGKITAN PERGERAKAN DI PERUMAHAN SUKATANI - PALEMBANG

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: ANALISA KARAKTERISTIK BANGKITAN PERGERAKAN DI PERUMAHAN SUKATANI - PALEMBANG Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 355-3553 ANALISA KARAKTERISTIK BANGKITAN PERGERAKAN DI PERUMAHAN SUKATANI - PALEMBANG Ramadhani* *Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas IBA Email: enny.ramadhani@ymail.com

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE Tesis RA092389 KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE JOSÉ MANUEL MANIQUIN 3208205003 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Rima Dewi Suprihardjo, M.I.P Ir. Putu Rudy Satiawan, MSc PROGRAM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci