BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk melindungi atau mempertahankan hak-hak pada suatu kelompok,
|
|
- Yuliana Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resistensi acap kali dipandang sebagai pro dan kontra, dimana sering dilakukan untuk melindungi atau mempertahankan hak-hak pada suatu kelompok, baik itu secara ekstremis maupun persuasif.namun sebenarnya resistensi dapat diaplikasikan kedalam berbagai kejadian lainnya seperti dalam hal mempertahankan budaya atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh suatu kelompok. Bentuk resistensi sering dilakukan dikala sudah adanya pengekangan ataupun peraturan yang dibuat guna menghancurkan eksistensi dari suatu bagian dari masyarakat ataupun kelompok. Resistensi merupakan salah satu bentuk semua tindakan yang digunakan atau dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang atau kelompok (Scott, 2012). Resistensi terhadap pemerintah artinya merupakan penentangan atau perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Resistensi juga memiliki musuh yang berbeda, baik itu pemerintah maupun non pemerintah, sebagai halnya contoh resistensi kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh terhadap pemerintah Republik Indonesia, dimana kelompok Gerakan Aceh Merdeka dipandang sebagai gerakan yang separatis dan dipandang menganggu keutuhan NKRI dengan ingin membentuk Negara Aceh dan lepas dari Indonesia, dimana gerakan ini melawan para tentara nasional Indonesia yang berjaga disana, dan mempertahankan daerahnya terlepas gerakan atau resistensi yang dilakukan dinilai benar atau salah 1
2 (Sivuun, 2015). Banyak faktor yang menyebabkan adanya resistensi diantaranya dikarenakan perbedaan pendirian dan pendapat, perbedaan persepsi dan keyakinan, dan adanya ketidakadilan serta diplomasi yang tidak menguntungkan kedua belah pihak. Faktor-faktor seperti ini sering sekali menjadi pemicu terjadinya resistensi, pembentukan pola pikir antar masyarakat yang akhirnya terbelah menjadi dua kelompok, pro resistensi dan kontra resistensi. Kepentingan yang berbeda pun dapat menyebabkan resistensi, seperti pada judul diatas mengenai adanya resistensi peternak babi terhadap keputusan Pemerintah Kota Medan tentang peraturan Walikota Medan Nomor 23 tahun Kota Medan merupakan salah satu dari beberapa kota besar di Indonesia. Penduduk kota Medan terdiri dari berbagai macam etnis, ras, dan agama. Kehidupan ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang dikenal plural, dengan keberagaman tersebut tentunya beragam pula mata pencaharian masyarakat di kota Medan, seperti pedagang, petani, maupun peternak. Apalagi pola geografis kota Medan yang semakin kian terisi kepadatannya. sehingga membuat pemerintahan kota Medan membuat berbagai peraturan untuk mengatasi hal tersebut. Peternakan merupakan salah satu sumber mata pencaharian yang sangat berkembang di Indonesia. Peternakan biasanya banyak dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kehidupan mereka. Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Masyarakat kota Medan terkhususnya masyarakat yang mata pencahariannya usaha ternak babi, produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional, sehingga usaha ini berperan cukup besar 2
3 dalam menunjang ekonomi keluarga, disamping itu pemeliharaannya relatif mudah dan perkembangbiakannya cepat (Firdaustkubh, 2012). Besarnya permintaan akan ternak babi disamping sebagai pemenuhan permintaan konsumsi rumah tangga, tetapi juga dikarenakan masyarakatnya, khususnya masyarakat suku Batak membutuhkan dalam segala kegiatannya, baik dibidang agama, sosial kemasyarakatan, adat budaya, maupun dalam relasi persahabatan, misalnya pada saat upacara adat pernikahan, adat orang meninggal, adat lahiran dan lain sebagainya (Sihombing, 2015). Selain beternak babi kerap kali masyarakat memanfaatkan situasi ketika mengambil makanan ternak mereka seperti mengambil barang-barang bekas yang ada dijalanan kota. Kegiatan usaha budidaya ternak babidi pemukiman penduduk yang semakin intensif, pada gilirannya menimbulkan permasalahan yang kompleks terhadap lingkungan hidup, misalnya pengandangan dan peningkatan populasi ternak babi yang menimbulkan masalah yaitu pencemaran lingkungan dan masalahkesehatan. Usaha beternak rumahan ini sudah digeluti di Indonesia terkhususnya di kota Medan, usaha beternak rumahan ini dinilai lebih praktis dan terjangkau apalagi mudah diawasi karena berada dekat dengan tempat tinggal masyarakat. Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi usaha peternakan babi seperti di Kecamatan Medan Belawan, Deli, Marelan, Petisah, Helvetia, Sunggal, Selayang, Tuntungan, Amplas, Johor, dan Medan Denai (Bitstream, 2016). Salah satu lokasi usaha ternak babi yang masih banyak digeluti oleh masyarakat kota Medan adalah lokasi Kecamatan Medan Denai. Di daerah ini pada umumnya masyarakat masih banyak yang memiliki usaha ternak babi, baik itu 3
4 memelihara dan mengembangkannya serta berdagang hasil dari daging babi itu sendiri, salah satunya di lokasi Kelurahan Tegal Sari Mandala II. Para pemilik ternak babi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II sudah digolongkan kedalam masyarakat yang bermatapencarian pokok pengusaha, dikarenakan biasanya selain memelihara babi masyarakat juga menjual dagingnya di depan rumah mereka, menjual babi mereka ke toke-toke babi baik dari luar maupun dari dalam lingkungan sendiri, dan menjualnya ke masyarakat yang bukan penduduk di Kelurahan Tegal Sari Mandala II. Disekitaran lingkungan Kelurahan Tegal Sari Mandala II ada beberapa rumah peribadatan seperti Mesjid, Musholla, dan Gereja. Musholla atau mesjid dibangun tidak tepat disebelah kandang babi tetapi lebih tepatnya disekitaran lingkungan rumah masyarakat. Disisi lain yang dapat dilihat, masyarakat yang tidak memelihara babi mengeluh bau yang menyengat dari kotoran babi dan sumbatan parit-parit disekitar yang diakibatkan banyaknya masyarakat pemilik ternak babi yang membuang kotoran ke aliran parit. Selain itu masyarakat peternak babi juga banyak yang memulung dan memungut plastik-plastik bekas untuk dijemur dan dijual, alhasil parit-parit menjadi ikut tersumbat dan menjadi sarang nyamuk. Namun disisi lain tidak pernah adanya konflik antara masyarakat dan masyarakat terkait adanya ternak babi di Kelurahan Mandala II, masyarakat hanya mengeluh tentang bau yang menyengat dari kotoran babi dan sumbatan parit-parit kepada lurah dan kepling, kepling dan lurah pun sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang memiliki ternak babi agar menampung kotoran ternak babinya di tempat khusus, namun masyarakat peternak babi menghiraukan hal tersebut. 4
5 Kelurahan Tegal Sari II biasanya disebut sebagai lokasi Mandala, yang merupakan salah satu daerah padat penduduk yang memiliki usaha peternakan babi rumahan. Selain memiliki usaha peternakan rumahan, masyarakat setempat melakukan usaha dagang hasil daging babi disekitaran daerah tersebut. Ternak babi yang ada di Kelurahan Tegal Sari Mandala II merupakan ternak rumahan sekaligus juga ternak produksi, dikarenakan selain memelihara dirumah banyak masyarakat yang menjual hasil daging babi tersebut di depan rumah mereka dan menjual babi mereka baik induk maupun anak kepada toke-toke babi dari luar maupun toke babi sekitar. Banyak juga masyarakat peternak babi yang tidak seutuhnya kalau mereka sendiri adalah pemilik dari babi tersebut, melainkan babi tersebut titipan orang lain tetapi hasil penjualannya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama, sehingga menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya para pemilik ternak babi mengambil makanan sisa untuk memberi makan ternak-ternak babinya dan biasanya mereka sudah punya tempat langganan khusus seperti restoran, rumah-rumah makan maupun pinggiran jalan raya. Jarak pengambilan makanan ternak babi biasanya bervariasi mulai dari jarak yang terdekat sampai yang terjauh misalnya di daerah rumah-rumah makan di Asia Mega Mas yang merupakan salah satu tempat yang biasanya para etnis Tionghoa makan dan minum. Mereka juga biasanya pergi ke daerah alun-alun kota seperti lapangan merdeka dan sekitarnya, dengan menggunakan becak barang mereka mengangkut sisa-sisa makanan bekas untuk dibawa pulang dan diberikan kepada ternak-ternak babinya. Pemerintah membuat peraturan untuk para peternak kaki empat di kota Medan, guna tercapainya kota Medan yang bersih, asri dan mengurangi daerah- 5
6 daerah kumuh sehingga pemerintah mengawasi para pengusaha peternak kaki empat termasuk usaha ternak babi di daerah pemukiman masyarakat. Sesuai peraturan walikota (Perwalkot) Medan No.23/2009 tanggal 16 Oktober 2009 tentang larangan ternak kaki empat di kota Medan, sehingga di seluruh wilayah kota Medan dilarang adanya usaha ternak kaki empat. Bila ada usaha peternakan yang di kota Medan diminta untuk dipindahkan sendiri. Sesuai Surat Keputusan Walikota Medan No.524/1256 K tanggal 27 September 2010 bahwa kepada masyarakat peternak babi diberikan bantuan biaya pengangkutan atau pemindahan babi keluar kota Medan sebesar Rp 76 ribu per ekor untuk babi berumur di atas empat bulan dan Rp 60 ribu untuk yang berumur kurang dari empat bulan. Sebelum penelitian ini, telah ada beberapa penelitian terdahulu ataupun referensi yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin yang berjudul Resistensi Paguyuban Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pembangunan Mall Dinoyo City (Studi di Paguyuban Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang), melalui penelitiannya, peneliti ingin mengetahui bentuk-bentuk resistensi paguyuban pedagang pasar tradisional terhadap pembangunan Mall Dinoyo. Penelitian terdahulu lainnya oleh Eduar Baene yang berjudul Resistensi Pedagang Kaki Lima Terhadap Kebijakan Pemerintah Kota (Studi Fenomenologi Tentang Resistensi Pedagang Kaki Lima Terhadap Tindakan Penertiban di Alun- Alun Kota Malang), penelitian ini membahas penyebab pedagang kaki lima (PKL) yang ada di Alun-Alun Kota Malang melakukan resistensi terhadap kebijakan pemerintah Kota Malang yang melakukan upaya penertiban. 6
7 Penelitian terdahulu oleh I Made Dian Saputra yang berjudul Resistensi Pedagang Acung Di Kawasan Kerta Gosa Klungkung Terhadap Perda No. 2 Tahun Penelitian ini membahas prilaku para pedagang acung di kawasan Kerta Gosa dalam menghadapi Perda No. 2 Tahun 1993, sehingga diperoleh gambaran bagaimana dampak dan makna dari resistensi yang dilakukan oleh para pedagang acung. Penelitian terdahulu oleh Muhammad Ilham Nurrochmaddani yang berjudul Resistensi Pedagang Atas Relokasi Pasar Dinoyo Ke Pasar Merjosari. Penelitian ini membahas tentang resistensi para pedagang pasar Dinoyo dan warga Merjosari terhadap relokasi pasar Dinoyo dan membahas dampak yang ditimbulkan dari relokasi Pasar Dinoyo. Penelitian terdahulu dari Mirdalina yang berjudul Resistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap Penertiban Satpol PP (Studi kasus di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung). Penelitian ini membahas tentang bentuk-bentuk perlawanan Pedagang Kaki Lima di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung terhadap penertiban Satpol PP, dan membahas tentang faktor penyebab perlawanan Pedagang Kaki Lima di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung. Penelitian terdahulu oleh Ridho Riyansyah. Muhammad (2015) yang berjudul Potensi Konflik Antara Peternak Babi Dengan Masyarakat Sekitar Daerah Simalingkar B Di Medan, ia mengatakan bahwa tidak hanya dengan peraturan semata Pemko Medan langsung bergerak dengan melakukan razia terhadap ternak babi yang ada di daerah kota Medan. Kegiatan razia tersebut kerap kali mendapatkan perlawanan dari para pemilik peternakan babi tersebut. Banyak dari kaum laki-laki 7
8 membawa senjata tajam untuk melawan petugas yang merazia sedangkan kaum ibuibunya melawan dengan melakukan aksi membuka pakaian mereka dihadapan petugas Satpol PP. Adanya perlawanan yang dilakukan masyarakat peternak babi. Pemko Medan seakan tidak memiliki ketegasan dalam merelokasi peternakan babi itu sendiri. Ketidaktegasan pemerintah membuat para peternak masih dapat memelihara hewan ternaknya sebagaimana biasanya. Hal ini membuat masyarakat mulai mendesak pemerintah agar lebih amanah dalam menjalankan peraturan yang di buat. Resistensi yang dilakukan masyarakat setempat terhadap keputusan pembuatan peraturan oleh Walikota Medan adalah kunci agar ternak babi mereka tidak ditangkap dan dipindahkan oleh pemerintah kota Medan. Perlawanan yang dilakukan masyarakat sebagai wujud nyata masyarakat dikarenakan masyarakat menolak keputusan pembuatan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan keberadaan peraturan walikota (Perwalkot) Medan No.23/2009 tanggal 16 Oktober 2009 tentang larangan ternak kaki empat di kota Medan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang Resistensi Peternak Babi Terhadap Keputusan Pemerintah Kota Medan Tentang Peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun 2009 (Studi Deskriptif Peternak Babi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan). 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan penulis diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini, diantaranya : 8
9 1. Mengapa terjadinya resistensi peternak babi di tengah keputusan peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun 2009di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai? 2. Bagaimana bentuk-bentuk resistensi para peternak babi tentang peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun 2009 di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai? 1.3 Tujuan Penelitian yaitu : Berdasarkan rumusan masalah yang ada, adapun tujuan dari proposal ini 1. Untuk meneliti dan mengetahui terjadinya resistensi peternak babi di tengah keputusan peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun 2009di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai. 2. Untuk meneliti dan mengetahui bentuk-bentuk resistensi para peternak babi tentang peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun 2009 di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis 1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu Sosiologi, khususnya dalam Perencanaan dan Sosiologi Pembangunan. 9
10 2. Diharapkan dapat memperkaya kajian dan referensi tentang resistensi peternak babi tentang larangan usaha ternak kaki empat di Kota Medan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa Sosiologi terkait judul diatas serta kepada masyarakat luas Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat luas mengenai pemeliharaan ternak kaki empat pada tempatnya guna menciptakan lingkungan yang bersih. Hasil penelitian ini juga memberikan manfaat kepada pemerintah khususnya pemerintah kota Medan dalam pembuatan peraturan wali kota dengan memikirkan sebagian masyarakat yang terkena dalam peraturan yang telah dibuat guna mengurangi terjadinya resistensi-resistensi akibat pembuatan peraturan serta undang-undang melalui relokasi tempat para pengusaha ternak babi. 1.5 Defenisi Operasional Variabel Konsep konsep sosial yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional, yakni variabel dan konstruk (construct), biasanya belum sepenuhnya siap untuk diukur. Hal ini demikian karena variabel dan konstrak sosial mempunyai beberapa dimensi yang dapat diukur secara berbeda. Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi oeprasional adalah suatu 10
11 informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Dari informasi tersebut dia akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dilakukan. Dengan demikian dia dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru (Effendi. 2012). Penelitian ini mengangkat topik tentang Resistensi Peternak Babi Terhadap Keputusan Pemerintah Kota Medan Tentang Peraturan Walikota Medan Nomor No.23 Tahun Maka operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Resistensi, secara sederhana bisa artikan sebagai semua tindakan yang digunakan atau dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang atau kelompok. b. Usaha Ternak adalah usaha pengembangbiakan hewan ternak yang biasanya dilakukan di sekitar rumah. c. Ternak Kaki Empat adalah hewan kaki empat yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan dan pendapatan ekonomi yang biasanya terletak di sekitar pemukiman. d. Peternakan babi adalah usaha membudidayakan babi untuk mendapatkan dagingnya. Babi bisa diternakkan secara jelajah bebas, dipelihara di sekitar ladang, di dalam kandang tradisional, hingga di dalam peternakan pabrik. 11
12 e. Keputusan Peraturan Walikota (Perwalkot) Medan No.23/2009 tanggal 16 Oktober yang berisi tentang larangan ternak kaki empat di kota Medan. f. Konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang (kelompok) atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. 1.6 Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel adalah batasan yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersepsikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Agar penelitian ini tetap pada fokus penelitian dan tidak menimbulkan penafsiran ganda pada kemudian hari maka proses penelitian ini perlu dan melibatkan variabel. Menurut Sugiyono, variabel independen (bebas) adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, dan anteseden. Variabel ini mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel dependen (terikat) sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Maka operasionalisasi dari penelitian ini adalah : 12
13 Indikator Resistensi Variabel X (Terikat)Resistensi mengomel 1. Resistensi Tertutup menggerutu gosip bersikap acuh tak acuh pertemuan yang diadakan antar peternak 2. Resistensi Semi Terbuka membuat spanduk pernyataan demonstras/protes melakukan negosiasi 13
14 menampar 3. Resistensi Terbuka Kekerasan memukul meludahi melempar membentak memaki menghina meneriaki mengucilkan memelototi mencibir mengancam 14
15 Variabel Y (Bebas) Keputusan Pemerintah Kota Medan Tentang Peraturan Wali Kota Medan Nomor 23 Tahun 2009 Indikator Keputusan Pemerintah Kota Medan Tentang Peraturan Wali Kota Medan Nomor 23 Tahun 2009 Diterapkan Tidak Diterapkan 15
BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah Ibukota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Inggris yaitu resist. Dalam hal ini yang dimaksud adalah semua
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Resistensi Secara harfiah resistensi adalah perlawanan atau menentang. Berasal dari bahasa Inggris yaitu resist. Dalam hal ini yang dimaksud adalah semua tindakan yang
Lebih terperinciWALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian. Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan yang
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011
BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga karena banyak sekali manfaatnya. Lingkungan yang bersih adalah suatu keadaan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan adanya keterbatasan lapangan kerja di sektor formal, Pedagang Kaki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 jo. UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka desentralisasi pemerintahan mulai berjalan dengan tujuan kemandirian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota di Indonesia pada umumnya memiliki persoalan dengan ruang publik, seperti persoalan parkir yang memakan tempat berlebihan ataupun memakan bahu jalan, masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan
Lebih terperinciKeseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada
BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan telah menjadi sumber pendapatan bagi banyak
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DESA PAUH JALAN JALA TERJUN MEDAN. dengan Dusun 1 Pauh jadi kebanyakan orang orang menyebut desa ini dengan
BAB II GAMBARAN UMUM DESA PAUH JALAN JALA TERJUN MEDAN 2.1 Sejarah Desa Pauh Desa Pauh ini terletak di Jalan Jala X Lingkungan 14 Terjun Medan. Nama asli dari desa ini sebenarnya adalah Desa Terjun Jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia karena agar dapat hidup sehat, manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam
Lebih terperinci`BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
68 `BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kota Medan. Zaman dahulu kota Medan dikenal dengan Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih 4 ha. Beberapa sungai melintasi
Lebih terperinciDaftar Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan
Daftar Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan 1. Kecamatan Medan Amplas : Kelurahan/Desa Harjosari I Kelurahan/Desa Harjosari II Kelurahan/Desa Timbang Deli Kelurahan/Desa Bangun Mulia Kelurahan/Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wakaf berasal dari kata waqfa yang mempunyai arti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Pengertian menahan atau berhenti atau diam ditempat dalam pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan.tidak meratanya distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBERSIHAN, KEINDAHAN, KETERTIBAN DAN KESEHATAN UMUM
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBERSIHAN, KEINDAHAN, KETERTIBAN DAN KESEHATAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG
1 PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN KEBERSIHAN DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BANK SAMPAH PADA DINAS KEBERSIHAN KOTA MEDAN WALIKOTA MEDAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN
4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang
Lebih terperinciSTRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
Lampiran 2 STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA 1. Bagaimanakah perencanaan oleh Dinas Pengelolaan Pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan menjadi kota terbesar ketiga di
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang berada di Pulau Sumatera, Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan menjadi kota terbesar ketiga di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan
12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia, banyak jenis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia, banyak jenis pekerjaan yang dilakukan. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya stratifikasi atau status sosial
Lebih terperinciIsilah daftar berikut pada tempat yang telah disediakan. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *) Lama memiliki sarana : Tahun
Lampiran 1. Kuesioner Berbicara masalah perapotekan tidak mungkin lepas dari peran Pemilik Modal Apotek (PMA), oleh karena memang mereka yang dengan susah payah mencari modal bagi pengadaan sarana sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan di Indonesia sudah lama sekali terjadi dan belum ada langkah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan di Indonesia sudah lama sekali terjadi dan belum ada langkah yang berhasil untuk menyelesaikannya. Upaya pembangunan dilakukan terus menerus
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI 2.1. Sejarah Kota Medan Kota Medan sebagai Ibukota dari propinsi Sumatera Utara memiliki berbagai keunikan yang berbeda dari ibu kota lainnya yang ada di Indonesia. Tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berekreasi, membuka lapangan pekerjaan dan berbelanja. Pada mulanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam pasar terjadi suatu aktivitas interaksi sosial dan transaksi jual beli antar penjual dan pembeli. Pasar mempunyai fungsi yang sangat penting bagi setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alur konflik yang terjadi dalam proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana
Lebih terperinciLampiran I Skematik Proses Perijinan. Universitas Sumatera Utara
61 Lampiran I Skematik Proses Perijinan 62 1. SISTEM PENGAGENDAAN PADA BUKU IJIN LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA MEDAN TANGGAL : 25 JANUARI 2010 No. Urut Tanggal Diterbitkan
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Medan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Medan Tahun 2013 sebanyak 10.912 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kota Medan Tahun 2013 sebanyak delapan Perusahaan Jumlah perusahaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Slamet (2002), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sementara didalam Naskah Akademis Rancangan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari komunitas lingkungan di sekitarnya. Manusia dikatakan makhluk sosial karena manusia hidup secara berkelompok
Lebih terperincikabel perusahaan telekomunikasi dan segala macam (Setiawan, 2014).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang sangat pesat menyebabkan kemajuan di segala bidang, dan sekaligus menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pasar memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Di pasar kita dapat berbelanja sayuran, daging, sembako, bumbu dapur, buahbuahan, pakaian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima dahulu dikenal dengan pedagang emperan jalan dan kemudian disebut pedagang kaki lima. Saat ini, istilah pedagang kaki lima digunakan untuk menyebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur sosial, ekonomi, kebudayaan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur sosial, ekonomi, kebudayaan, politis dan lain-lainnya, tempat pembeli dan penjual (penukar tipe lain) saling bertemu
Lebih terperinciBAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN
BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PROYEK
BAB II TINJAUAN PROYEK 2.1. Tinjauan Umum Bangunan Pet Station Medan merupakan bangunan yang mempunyai fungsi sebagai penjualan hewan-hewan peliharaan, pusat pelayanan kesehatan dan perawatan hewan-hewan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II. 1 Keadaan Geografi Kelurahan II. 1. 1 Situasi Kelurahan Mangga Kelurahan Mangga terletak atau termasuk dalam wilayah Kecamatan Tuntungan. Kelurahan ini adalah pemukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena kurangnya pengertian masyarakat terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh sampah. Faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu
Lebih terperinciINVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN ( K3 )
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN ( K3 ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa lingkungan yang
Lebih terperinciLAPORAN PEMANTAUAN KASUS PENGGUSURAN PEDAGANG BUKU BEKAS & BUKU MURAH DI LAPANGAN MERDEKA MEDAN
LAPORAN PEMANTAUAN KASUS PENGGUSURAN PEDAGANG BUKU BEKAS & BUKU MURAH DI LAPANGAN MERDEKA MEDAN Tim Pemantauan Komnas HAM pada 18 22 Maret 2013 Pemantauan atas penggusuran pedagang buku bekas / buku murah
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA
LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA NAMA : UMUR : JENIS KELAMIN : PEKERJAAN : TINGKAT PENDIDIKAN : AGAMA : HUBUNGAN DENGAN PENDERITA : Dengan menyatakan kesediaan untuk melakukan wawancara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai katup pengaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi magnet bagi penduduk perdesaan untuk berdatangan mencari pekerjaan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan, kawasan di perkotaan biasanya dibagi dalam beberapa zona: perumahan dan pemukiman; perdagangan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan daerah mengandung dua dimensi, yaitu tujuan dan proses. Tujuan pembangunan sudah pasti kondisi kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang diinginkan oleh
Lebih terperinciJURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENGAWASAN HEWAN TERNAK DI TEMPAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya negara kita adalah merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya negara kita adalah merupakan negara makmur, yang sedang merintis pertumbuhan ekonominya. Perekonomian di negara kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan
Lebih terperinciBAB V Simpulan dan Saran
BAB V Simpulan dan Saran Berdasarkan penjelasan mengenai migran PKL dan dampaknya terhadap ketertiban sosial pada bab-bab sebelumnya, bab ini akan menjelaskan mengenai simpulan dan saran berdasarkan pemaparan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerapan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi pada Negara Kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah merupakan perwujudan dari distribution of power antara pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia senantiasa melakukan pembangunan nasional untuk mensejahterakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia baik yang sudah maju maupun berkembang pasti menginginkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Salah satu untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam mewujudkan suatu tujuan bersama-sama diantara masyarakat. anggotanya, dibandingkan dengan penduduk diluar batas wilayahnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan suatu unit kelompok yang tinggal disuatu wilayah daerah, dan dimana masyarakat yang bertempat tinggal di dalam suatu wilayah daerah tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional. Sifat khas pasar tradisional memiliki fungsi penting yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian kota sangat ditentukan oleh lajunya arus sistem perdagangan di kota itu sendiri. Salah satu sarana perdagangan yang sampai saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi keluarga indonesia sebagian besar masih bergelut dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ekonomi keluarga indonesia sebagian besar masih bergelut dalam kemiskinan, baik di desa maupun di kota masyarakat sama-sama mengalami hidup dibawah garis kemiskinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar merupakan suatu tempat dimana penjual dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan transaksi jual beli barang. Penjual menawarkan barang dagangannya dengan harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peredaran minuman beralkohol di Indonesia pada saat ini sudah cukup luas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran minuman beralkohol di Indonesia pada saat ini sudah cukup luas karena hampir di setiap daerah di wilayah hukum Indonesia terdapat toko-toko kecil hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas merupakan salah satu masalah publik yang sulit diatasi. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kriminalitas merupakan salah satu masalah publik yang sulit diatasi. Salah satu contoh dari bentuk tindak kriminalitas adalah mengkonsumsi minuman beralkohol. Minuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Buah merupakan komoditi pertanian yang mudah rusak, tidak dapat disimpan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Buah merupakan komoditi pertanian yang mudah rusak, tidak dapat disimpan lama karena cepat membusuk dan mudah diserang hama maupun penyakit. Demikian pula halnya dengan
Lebih terperinci