BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan"

Transkripsi

1 BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan IV.1 Umum Bab ini menyajikan hasil-hasil eksperimental dan pembahasan yang meliputi; komponen zat di dalam media, identifikasi dan analisis pertumbuhan serta produk metabolik mikroorganisme pada media, aspek kimiawi bubuk slag nikel, efek konsistensi dan waktu pengikatan (setting time), profil mikroorganisme di dalam material beton serta perilaku fisik dan mekanik beton nonintrusi dan terintrusi mikroorganisme. Pembahasan juga dilakukan terhadap analisis degradasi fisik dan mekanik beton, analisis mikrostruktur dan hubungan antar parameter. Analisis degradasi fisik dan mekanik meliputi; peningkatan porositas dan permeabilitas, kehilangan massa, dan penurunan kekuatan. Sedangkan analisis mikrostruktur beton mencakup; retak mikro, void, unsur-unsur kimia, profil kalsium hidroksida dan kalsium silikat hidrat serta senyawa-senyawa kimia lainnya seperti; ettringite, kalsium karbonat, kalsium magnesium aluminium silikon oksida, dan rankinite. IV.2 Komponen Zat di dalam Media Air Kelapa Seperti telah dikemukakan pada bab III bahwa media air kelapa dipilih karena mengandung sejumlah zat-zat yang dapat menjadi sumber pertumbuhan mikroorganisme, seperti terlihat pada tabel IV.1. Tabel IV.1. Kandungan zat-zat di dalam media No. Komponen Komposisi (%) 1 Air 95,50 2 Gula total 2,08 3 Kalium oksida 0,69 4 Mineral 0,62 5 Asam fosfat 0,56 6 Zat besi 0,50 7 Nitrogen 0,05 70

2 Zat-zat yang terkandung di dalam media tersebut umumnya merupakan sumber energi dan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Khusus untuk gas nitrogen, meskipun prosentasenya relatif kecil tetapi berpotensi sebagai pemacu daya susup mikroorganisme ke dalam pori-pori beton. Selain itu gas nitrogen juga merupakan salah satu unsur yang berperan di dalam proses pembusukan media, sehingga mempercepat pembentukan mikroorganisme. Dalam proses pembusukan tersebut, karbohidrat (gula) merupakan unsur utama di dalam pembentukan zat-zat organik. IV.3 Identifikasi dan Analisis Pertumbuhan Mikroorganisme Setelah melalui proses pembusukan (fermentasi), mikroorganisme yang tumbuh pada media teridentifikasi dominan sebagai golongan jamur (Aspergillus niger) dan ragi (Sacchromycodes ludwigi) dengan visualisasi seperti terlihat pada gambar IV.1. Golongan aspergillus niger atau jamur merupakan hal yang sering ditemukan di dalam dunia konstruksi, terutama pada kondisi lingkungan dengan kelembaban yang relatif tinggi. Kedua golongan ini tumbuh dan berkembang dengan ciri pertumbuhan berbentuk koloni dengan ukuran diameter antara 0,05 μm hingga 0,5 μm. Ragi (Sacchromycodes ludwigi) Jamur (Aspergillus niger) Gambar IV.1. Visualisasi hasil identifikasi golongan mikroorganisme 71

3 Kedua golongan mikroorganisme tersebut di atas dalam proses metaboliknya mengoksidasi karbohidrat (gula) menjadi alkohol sehingga berperan sebagai substrat baru. Selanjutnya melalui sistim pernafasan aerob, substrat tersebut dibongkar sedemikian sehingga menghasilkan sumber energi baru dan zat-zat organik. Melalui pengujian kromotografi dengan metode High Performance Liquid Chromotography (HPLC), kedua golongan mikroorganisme tersebut dalam proses metaboliknya memproduksi zat asam berupa asam asetat (CH 3 COOH). Zat asam ini apabila terintrusi ke dalam pori-pori beton, dapat bereaksi dengan senyawa kalsium hidroksida (CH) dan kalsium silikat hidrat (CSH), sehingga mengakibatkan kerusakan fisik maupun mekanik beton. Bentuk pengrusakannya bersumber dari pelarutan kalsium hidroksida (CH) dan ketidakstabilan kristal kalsium silikat hidrat (CSH) sebagai komponen utama kekuatan beton. Persamaan reaksi kimia yang menunjukkan proses pelarutan tersebut, telah dicontohkan sebelumnya seperti terlihat pada persamaan I.3. Sedangkan persamaan reaksi kimia yang menunjukkan ketidakstabilan kalsium silikat hidrat, terlihat seperti pada persamaan II.5. Reaksi antara asam asetat (CH 3 COOH) dengan kalsium hidroksida (CH) dan kalsium silikat hidrat (CSH) tersebut merupakan bagian dari proses metabolik mikroorganisme di dalam beton. Berdasarkan analisis tersebut di atas, dapat diduga bahwa mikroorganisme berpotensi hidup dan berkembang di dalam material beton karena ketersediaan nutrien yang sumber utamanya dari kalsium hidroksida (CH). Gambar IV.2 menunjukkan kurva pertumbuhan untuk kedua golongan mikroorganisme (jamur dan ragi), dimana pertumbuhannya terjadi dalam beberapa fase, mulai dari fase lag (penyesuaian diri) hingga fase nonaktif (kematian). Kedua golongan mikroorganisme ini memiliki kemampuan penyesuaian diri yang relatif cepat, meskipun substratnya dalam kondisi terisolasi. Hal ini ditunjukkan oleh terbentuknya total koloni pada enam jam pertama yang cukup signifikan yaitu sebesar 8x10 6-8,5x10 6 cfu/ml (coloni forming unit). 72

4 Pembelahan sel mulai terjadi setelah enam jam pertama hingga 12 jam berikutnya dengan total satuan bentukan koloni antara 8,5x10 6-1,0x10 7 cfu/ml (fase aktif). Setelah itu aktifitas sel mikroorganisme meningkat secara eksponensial hingga umur substrat mencapai 60 jam dengan total satuan bentukan koloni sebesar 6,7x10 7 cfu/ml (fase eksponensial). Fase deselerasi ditunjukkan dengan berkurangnya aktifitas sel pada umur substrat 60 hingga 72 jam dengan puncak pertumbuhan koloni mikroorganisme 7,8x10 7 cfu/ml. Pada fase ini terdapat sel-sel mikroorganisme yang mulai mengalami kematian. Fase stasioner berlangsung relatif sangat cepat dan seolah-olah cenderung langsung memasuki fase kematian, yaitu fase dimana jumlah sel yang mati lebih banyak daripada jumlah sel yang masih hidup. Pada fase kematian ini, ph substrat terlihat konstan dengan nilai ph rata-rata ± 3,5. Meskipun nilai ph tersebut masih dalam batas-batas yang disukai bagi pertumbuhan kedua golongan mikroorganisme tersebut, tetapi karena sumber nutrien dan sumber energi lainnya sudah tidak mencukupi lagi di dalam pertumbuhannya sehingga mikroorganisme tersebut mengalami kematian secara besar-besaran. 1.E+08 Koloni mikroba ph 7 6 Total koloni (cfu/ml) 1.E+07 1.E Waktu (jam) ph Gambar IV.2. Kurva pertumbuhan golongan mikoorganisme jamur dan ragi (Aspergillus niger and Sacchromycodes ludwigi) 73

5 IV.4 Aspek Kimiawi Bubuk Slag Nikel Bubuk slag nikel dengan tekstur butiran seperti diperlihatkan pada gambar IV.3, mengandungan berbagai senyawa kimia sebagaimana yang telah disajikan pada bab III (tabel III.1). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kriteria yang diatur dalam spesifikasi American Society for Testing and Materials (ASTM C618-93), bubuk slag nikel memenuhi syarat sebagai mineral tambahan di dalam campuran beton. Hal ini dapat diukur melalui parameter-parameter; jumlah senyawa kimia SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 lebih besar dari 70%, SO 3 lebih kecil dari 4%, LoI (loss on ignition) lebih kecil dari 10%, dan kadar air yang lebih kecil dari 3%. Selain itu dengan menggunakan persamaan II.9, diperoleh modulus kimia sebesar 0,54 sehingga bubuk slag nikel juga memenuhi kriteria modulus kimia tersebut sebagaimana yang diusulkan oleh Bijen, J. (1996). Gambar IV.3. Mikrostruktur bubuk slag nikel (perbesaran 500 kali) Bubuk slag nikel dengan kandungan senyawa kimia SiO 2 sebesar 42,45%, dapat memberikan efek pozzolanik melalui reaksi kimia sebagai berikut : ( OH) SiO 2 + Ca 2 CaO.SiO 2.H 2O (IV.1) CSH sekunder 74

6 Bubuk slag nikel juga mengandung senyawa Fe 2 O 3 sebesar 25,71%, dimana apabila bereaksi dengan air (H 2 O) akan membentuk senyawa besi hidroksida (2FeOOH). Senyawa ini merupakan lapisan pasif yang dapat melindungi baja tulangan terhadap kemungkinan terjadinya korosi. Disisi lain bubuk slag nikel juga mengandung senyawa MgO sebesar 12,68%, dimana apabila bereaksi dengan air (H 2 O) akan membentuk senyawa magnesium hidroksida (Mg(OH) 2 ) yang berpotensi menyebabkan ekspansi volume yang biasanya ditandai dengan reta-retak pada matriks setelah beton mengeras. Selain itu terdapat pula senyawa kimia Na 2 O dan K 2 O yang apabila bereaksi dengan air (H 2 O) akan membentuk senyawa natrium hidroksida (2NaOH) dan kalium hidoksida (2KOH) yang dapat menyebabkan naiknya ph larutan pori beton. Namun disisi lain apabila agregat yang digunakan dalam campuran beton bersifat reaktif, maka senyawa tersebut dapat menyebabkan disintegrasi beton yang pada akhirnya mempengaruhi kekuatan beton. IV.5 Efek Konsistensi dan Waktu Pengikatan Gambar IV.4. (a) sampai dengan (h) memperlihatkan hubungan antara kebutuhan air dan penetrasi pada berbagai proporsi campuran semen dan bubuk slag nikel. Melalui hubungan tersebut, konsistensi normal dapat ditentukan yaitu saat penetrasi jarum vicat menembus pasta pada kedalaman 10 ± 1 mm (ASTM C187-86). Kondisi ini merupakan acuan di dalam menentukan jumlah kebutuhan air optimum pada setiap proporsi campuran kedua bahan tersebut. Prosentase kebutuhan air optimum pada setiap 500 gram campuran semen dan bubuk slag nikel, diperlihatkan seperti pada gambar IV.5. Pada gambar tersebut terlihat bahwa prosentase kebutuhan air berkurang pada setiap pertambahan porsi bubuk slag nikel. Hal ini memberikan indikasi terhadap tingkat kelecakan dan kemudahan pengerjaan (workability) pencampuran beton. Indikasi ini juga akan mengarah kepada efek pengecilan pori, sehingga menyebabkan mikroorganisme terhalang untuk menyusup ke dalam pori-pori beton. 75

7 Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) Penetrasi (mm) (a). M100-0 (b). M90-10 Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) Kebutuhan air (ml) y = 1.194x R 2 = Penetrasi (mm) (c). M88-12 (d). M86-14 Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) (e). M84-16 (f). M82-18 Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) 15 Kebutuhan air (ml) y = x R 2 = Penetrasi (mm) (g). M80-20 (h). M50-50 Gambar IV.4. Kebutuhan air untuk mencapai kondisi konsistensi normal 76

8 Konsistensi normal (%) M100-0 M90-10 M88-12 M86-14 M84-16 M82-18 M80-20 M50-50 Gambar IV.5. Prosentase kebutuhan air pada berbagai campuran bahan semen dan bubuk slag nikel dalam kondisi konsistensi normal Efek lain yang diperlihatkan oleh penggunaan bubuk slag nikel adalah waktu pengikatan (setting time), dimana pada setiap penambahan porsi bubuk slag nikel, waktu yang dibutuhkan dalam proses pengikatan menjadi lebih panjang (lama), seperti terlihat pada gambar IV.6 dan IV.7. Efek ini terjadi karena perubahan komposisi senyawa kimia kapur (CaO) yang berkurang pada setiap penambahan porsi bubuk slag nikel tersebut, seperti terlihat dalam tabel A.6 (lampiran A). Penetrasi (mm) M100-0 M90-10 M88-12 M86-14 M84-16 M82-18 M80-20 M Waktu (menit) Gambar IV.6. Hubungan antara penetrasi versus waktu pengikatan 77

9 Waktu (menit) M100-0 M90-10 M88-12 M86-14 M84-16 M82-18 M80-20 M50-50 Initial setting time (menit) Final setting time (menit) Gambar IV.7. Waktu pengikatan (setting time) bahan campuran semen dan bubuk slag nikel IV.6 Profil Mikroorganisme di dalam Material Beton Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa ciri pertumbuhan mikroorganisme adalah berbentuk koloni sehingga pengukuran kuantitasnya dinyatakan sebagai satuan bentukan koloni dalam setiap berat beton yang diamati atau cfu/gr (coloni forming unit per gram). Secara bersamaan pengukuran juga dilakukan terhadap parameter-parameter yang terkait seperti; ph, suhu, dan kelembaban udara. Disamping itu untuk melihat bentuk profil dari jumlah koloni mikroorganisme yang menyusup ke dalam pori-pori beton, pengukuran dilakukan dengan tiga jenis kedalaman (D) yaitu 0-25 mm, mm, dan mm. Data lengkap hasil pngukuran disajikan dalam Lampiran C, Tabel C.7.a sampai dengan C.9.g dan grafik C.22 sampai C.42. Selama 300 hari masa intrusi, seluruh benda uji beton tanpa bubuk slag nikel pada ketiga kedalaman (D) tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme cenderung meningkat secara linier seperti ditunjukkan oleh kurva BI25-0, BI40-0, dan BI60-0 dalam gambar IV.8 sampai dengan gambar IV.16. Peningkatan ini dapat terjadi karena pengaruh porositas dan dukungan sumber nutrien, terutama 78

10 kalsium hidroksida sehingga memungkinkan mikroorganisme tersebut dapat menyusup dan bertahan hidup (survive) di dalam material beton. Sedangkan pada benda uji beton yang menggunakan bubuk slag nikel, kurva pertumbuhan mikroorganismenya memiliki puncak pertumbuhan dan pada saat tertentu mengalami penurunan secara signifikan bahkan cenderung mengarah kepada fase kematian, seperti yang ditunjukkan oleh seluruh kurva-kurva kecuali kurva BI25-0, BI40-0, dan BI60-0 di dalam gambar IV.8 sampai dengan gambar IV.16. Gejala penurunan pertumbuhan yang cenderung mengarah pada fase kematian tersebut merupakan dampak dari efek pengecilan pori dan efek pozzolanik bubuk slag nikel yang mengakibatkan kuantitas penyusupan dan ketersediaan sumber nutrien dapat berkurang, sehingga mikroorganisme tersebut tidak dapat bertahan hidup lebih lama (survive) di dalam beton. 1.0E+06 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI25-20 Total koloni mikroorganisme (cfu/gr) 1.0E E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.8. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,57 pada kedalaman D = 0-25 mm 79

11 1.0E+05 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI25-20 Total koloni mikroorganisme (cfu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.9. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,57 dengan kedalaman D = mm 1.0E+03 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI25-20 Total koloni mikroorganisme (cfu/gr) 1.0E E Lama intrusi (hari) Gambar IV.10. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,57 dengan kedalaman D = mm 80

12 1.0E+05 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI40-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.11. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,40 dengan kedalaman D = 0-25 mm 1.0E+05 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI40-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.12. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,40 dengan kedalaman D = mm 81

13 1.0E+05 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI40-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.13. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,40 dengan kedalaman D = mm 1.0E+05 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI60-18 BI60-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.14. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,30 dengan kedalaman D = 0-25 mm 82

14 1.0E+05 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI6-18 BI60-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.15. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,30 dengan kedalaman D = mm 1.0E+05 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI60-18 BI60-20 Total koloni mikroorganisme (fcu/gr) 1.0E E E E E+00 Lama intrusi (hari) Gambar IV.16. Grafik pertumbuhan mikroorganisme di dalam beton w/c = 0,30 dengan kedalaman D = mm 83

15 Gambar IV.17 memperlihatkan kontribusi bubuk slag nikel dan pengaruh mutu beton atau rasio air-semen (w/c) terhadap pertumbuhan mikroorganisme di dalam material beton. Secara umum terlihat bahwa mutu beton atau rasio air-semen (w/c) ikut berpengaruh terhadap total koloni mikroorganisme di dalam beton, dimana semakin tinggi mutu beton, total koloni mikroorganisme cenderung semakin berkurang. Secara khusus total koloni mikroorganisme tersebut semakin berkurang akibat penggunaan bubuk slag nikel. Pada kedalaman 0-25 mm, puncak pertumbuhan total koloni mikroorganisme terendah bertutur-turut adalah 2,4x10 4 cfu/gr untuk beton dengan w/c = 0,57 (gambar IV.17.a), 9,7x10 3 cfu/gr untuk w/c = 0,40 (gambar IV.17.b), dan 4,3x10 3 cfu/gr untuk w/c = 0,30 (gambar IV.17.c). Ketiga puncak pertumbuhan ini diperoleh dengan 16% bubuk slag nikel. Pada kedalaman mm, puncak pertumbuhannya berturut-turut adalah 1,9x10 3 cfu/gr untuk w/c = 0,57 dengan 14% bubuk slag nikel (gambar IV.17.a), 8,0 x 10 2 cfu/gr untuk w/c = 0,40 (gambar IV.17.b), dan 7,2 x 10 2 cfu/gr untuk w/c = 0,30 (gambar IV.17.c), masing-masing dengan 16% bubuk slag nikel. Sedangkan pada kedalaman mm adalah sebesar 60 cfu/gr untuk w/c = 0,57 dengan 14% bubuk slag nikel (gambar IV.17.a), 30 cfu/gr untuk w/c = 0,40 (gambar IV.17.b), dan 26 cfu/gr untuk w/c = 0,30 (gambar IV.17.c), masingmasing dengan 16% bubuk slag nikel. Apabila satuan puncak pertumbuhan total koloni mikroorganisme tersebut (cfu/gr) dikonversikan menjadi satuan cfu/m 3 beton, maka diperoleh faktor konversi sebesar 2,36 x 10 6 dengan berat isi rata-rata beton 2360 gr/m 3. Dengan faktor konversi tersebut, total satuan bentukan koloni mikroorganisme pada seluruh benda uji beton melebihi 10 6 fcu/m 3, sehingga profil kedua golongan mikroorganisme tersebut (jamur dan ragi) tergolong sebagai populasi yang aktif dan survive (Cookson, 1995). 84

16 1.0E+06 D = 0-25 mm D = mm D = mm Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E E E Slag nikel (%) (a). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,57) Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E E E+00 D = 0-25 mm D = mm D = mm Slag nikel (%) (b). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,40) Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E E E+00 D = 0-25 mm D = mm D = mm Slag nikel (%) (c). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,30) Gambar IV.17. Grafik hubungan antara total koloni mikroorganisme maksimum dengan prosentase bubuk slag nikel 85

17 Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E+00 0% 10% 12% 14% 16% 18% 20% Kedalam, D (mm) (a). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,57) Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E+00 0% 10% 12% 14% 16% 18% 20% Kedalam, D (mm) (b). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,40) Total koloni maksimum (cfu/gr) 1.0E E E E+00 0% 10% 12% 14% 16% 18% 20% Kedalam, D (mm) (c). Beton dengan rasio air-semen (w/c = 0,30) Gambar IV.18. Grafik hubungan antara total koloni mikroorganisme maksimum dengan kedalam intrusi 86

18 Karakteristik pertumbuhan mikroorganisme tersebut di atas, secara lengkap disajikan seperti pada tabel IV.2. Tabel IV.2. Karakteristik pertumbuhan mikroorganisme di dalam material beton Bubuk Puncak pertumbuhan mikroorganisme No. w/c slag nikel D = 0-25 mm D = mm D = mm ,57 0,40 0,30 (%) C (cfu/gr) t (hari) C (cfu/gr) t (hari) C (cfu/gr) t (hari) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E

19 Hasil scanning electron microscopy menunjukkan bahwa setelah terintrusi mikroorganisme selama 28 hari, benda uji BI25-0 mengalami pertumbuhan mikroorganisme yang relatif padat dengan ciri pertumbuhan berkelompok, struktur berbentuk tubular, dan ph 11,9 (gambar IV.19.a). Pada benda uji BI40-0, pertumbuhan mikroorganismenya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan benda uji BI25-0, dengan ciri tanpa spora atau non reproduksi dan ph 12,08 (gambar IV.19.b). Sedangkan benda uji BI60-0, pertumbuhan mikroorganisme berlangsung dengan area yang relatif kecil dibandingkan BI25-0 dan BI40-0 dengan ph 12,55 (gambar IV.19.c). Dengan menggunakan 16% bubuk slag nikel 16%, pertumbuhan mikroorganisme pada benda uji tersebut berkurang secara signifikan, seperti terlihat pada gambar IV.19.d, e, dan f. Mikroorganisme Mikroorganisme Mikroorganisme (a). BI25-0 (b). BI40-0 (c). BI60-0 (perbesaran kali) (perbesaran kali) (perbesaran kali) Mikroorganisme Mikroorganisme Mikroorganisme (d). BI25-16 (e). BI40-16 (f). BI60-16 (perbesaran kali) (perbesaran kali) (perbesaran kali) Gambar IV.19. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) pertumbuhan mikroorganisme pada beton setelah terintrusi selama 28 hari 88

20 Pada saat puncak pertumbuhan maksimum, produk metabolik mikroorganisme yaitu asam asetat (CH 3 COOH) membongkar senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur kalsium di dalam beton untuk digunakan sebagai sumber nutriennya. Senyawa kimia yang paling mudah dibongkar adalah kalsium hidroksida (CH) karena senyawa ini memiliki sifat kelarutan (solubility) yang lebih tinggi daripada senyawa kalsium silikat hidrat (CSH). Pembongkaran tersebut akan meningggalkan ruang kosong (pori), sehingga dapat mempengaruhi perilaku fisik dan mekanik beton. Gambar IV.20 memperlihatkan perbedaan mikrostruktur beton pada kondisi tersebut di atas, dimana beton dengan 16% bubuk slag nikel secara umum memiliki dampak yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan beton tanpa bubuk slag nikel. Void Void Void CH CH CH (a). BI25-0 (b). BI40-0 (c). BI60-0 (perbesaran 2000 kali) (perbesaran 1000 kali) (perbesaran 1000 kali) Void CH Void CH Void CH (d). BI25-16 (e). BI40-16 (f). BI60-16 (perbesaran 2000 kali) (perbesaran 1000 kali) (perbesaran 1000 kali) Gambar IV.20. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) pembentukan kristal kalsium pada beton saat puncak pertumbuhan mikroorganisme 89

21 Selain hal tersebut di atas, terjadi pula perubahan-perubahan terhadap nilai ph beton, seperti diperlihatkan pada gambar IV.21, IV.22, dan IV.23, dimana ph beton yang menggunakan bubuk slag nikel secara umum lebih tinggi daripada ph beton tanpa bubuk slag nikel. Keadaan ini menunjukkan bahwa reaksi pozzolanik antara SiO 2 bubuk slag nikel dengan kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi trikalsium silikat (C 3 S) dan dikalsium silikat (C 2 S) semen dengan air, tidak berpengaruh besar terhadap turunnya nilai ph beton. Hal ini dapat terjadi karena adanya kandungan senyawa alkali K 2 O dan Na 2 O di dalam bubuk slag nikel yang bereaksi dengan air (H 2 O), sehingga membentuk kalium hidroksida (2KOH) dan natrium hidroksida (2NaOH) yang secara kimiawi memiliki sifat kebasaan yang relatif tinggi. Setelah terintrusi mikroorganisme selama 300 hari, seluruh benda uji beton tanpa bubuk slag nikel (BI25-0, BI40-0, dan BI60-0) mengalami penurunan nilai ph yang cukup signifikan, yang semula rata-rata 12,5 hingga 13,0 berubah menjadi 9,6 hingga 12,0. Tingkat penurunan tersebut tergantung pada mutu beton, dimana semakin kecil rasio air-semen (w/c), penurunan nilai ph semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Pada kondisi yang sama, beton yang menggunakan bubuk slag nikel yang semula memiliki nilai ph rata-rata 12,8 hingga 13,6 berubah menjadi 10,6 hingga 12,7. Tingkat penurunannya juga tergantung pada mutu beton, seperti halnya dengan beton tanpa bubuk nikel. Diantara benda uji beton yang menggunakan bubuk slag nikel tersebut, beton dengan 16% bubuk slag nikel (BI25-16, BI40-16, dan BI60-16), memiliki penurunan nilai ph yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan benda uji lainnya. Meskipun penelitian ini membatasi aspek korosifitas (sub bab I.5), tetapi dengan melihat nilai ph setelah terintrusi mikroorganisme selama 300 hari, dapat diindikasikan bahwa nilai ph tersebut pada beton yang menggunakan bubuk slag nikel masih berada dalam batas-batas yang memungkinkan tidak terjadinya korosi (ph > 11). 90

22 14 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI ph beton Waktu (hari) (a). D = 0 25 mm 14 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI ph beton Waktu (hari) (b). D = mm 14 BI25-0 BI25-10 BI25-12 BI25-14 BI25-16 BI25-18 BI ph beton Waktu (hari) (c). D = mm Gambar IV.21. Perubahan-perubahan ph pada beton w/c = 0,57 setelah terintrusi mikroorganisme 91

23 14 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI ph beton Waktu (hari) (a). D = 0 25 mm 14 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI40-20 ph beton Waktu (hari) (b). D = mm 14 BI40-0 BI40-10 BI40-12 BI40-14 BI40-16 BI40-18 BI40-20 ph beton Waktu (hari) (c). D = mm Gambar IV.22. Perubahan-perubahan ph pada beton w/c = 0,40 setelah terintrusi mikroorganisme 92

24 14 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI25-18 BI60-20 ph beton Waktu (hari) (a). D = 0 25 mm 14 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI60-18 BI60-20 ph beton Waktu (hari) (b). D = mm 14 BI60-0 BI60-10 BI60-12 BI60-14 BI60-16 BI60-18 BI60-20 ph beton Waktu (hari) (c). D = mm Gambar IV.23. Perubahan-perubahan ph pada beton w/c = 0,30 setelah terintrusi mikroorganisme 93

25 IV.7 Perilaku Fisik dan Mekanik Beton IV.7.1 Porositas Gambar IV.24 memperlihatkan hubungan antara porositas dengan umur pada beton nonintrusi mikroorganisme, masing-masing dengan rasio air-semen (w/c) 0,57, 0,40, dan 0,30. Beton yang menggunakan bubuk slag nikel dengan prosentase 10 hingga 20%, meskipun membutuhkan waktu yang lebih panjang (lama) di dalam proses pengikatannya seperti pada gambar IV.7, tetapi secara umum memiliki porositas yang lebih kecil dibandingkan dengan beton tanpa bubuk slag nikel. Hal ini menunjukkan bahwa bubuk slag nikel tersebut dengan butirannya yang lebih halus daripada butiran semen, selain memiliki sifat pozzolanik juga dapat memberikan efek pengecilan pori sehingga akan berdampak pada berkurangnya kuantitas koloni mikroorganisme dan masa hidupnya di dalam material beton. Diantara seluruh kurva di dalam gambar IV.24, kurva yang menunjukkan nilai porositas terkecil adalah BNI25-16, BNI40-16, dan BNI60-16 atau beton dengan 16% bubuk slag nikel. Hal ini relatif sama dengan yang ditunjukkan pada gambar IV.17 dimana dengan prosentase tersebut, total koloni mikroorganisme pada saat puncak pertumbuhannya adalah yang terkecil diantara prosentase bubuk slag nikel lainnya. Kurva-kurva yang ditunjukkan tersebut, cenderung mengikuti bentuk persamaan garis eksponensial. Melalui analisis regresi linier, kurva hubungan antara porositas dan umur (waktu) pada beton nonintrusi mikroorganisme, baik tanpa maupun dengan bubuk slag nikel dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : e e a. t b ni = (IV.2) dimana : e ni = porositas beton nonintrusi mikroorganisme (%) t = waktu atau umur beton (hari) a, b = koefisien regresi 94

26 Koefisien regresi (a dan b) dalam persamaan IV.2 tersebut, disajikan seperti pada tabel IV.3. No. Tabel IV.3. Koefisien regresi persamaan porositas beton nonintrusi mikroorganisme w/c 1 0,57 2 0,40 3 0,30 Kode benda Koefisien regresi porositas beton nonintrusi mikroorganisme uji a b R 2 BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI BNI Efek pengecilan pori yang diberikan oleh bubuk slag nikel pada beton nonintrusi mikroorganisme meningkat seiring dengan pertambahan umur beton, seperti yang diperlihatkan pada gambar IV.25. Terlihat bahwa reduksi porositas terbesar diperoleh dengan penggunaan 16% bubuk slag nikel. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa bubuk slag nikel dalam proses pengikatannya (reaksi pozzolanik) membutuhkan waktu yang relatif panjang, sehingga kontribusinya terhadap reduksi porositas beton nonintrusi mikroorganisme, baru terlihat setelah beton berumur di atas 14 hari. 95

27 Porositas (%) BNI25-0 BNI25-10 BNI25-12 BNI25-14 BNI25-16 BNI25-18 BNI Umur (Hari) (a). Beton dengan w/c = 0,57 Porositas (%) BNI40-0 BNI40-10 BNI40-12 BNI40-14 BNI40-16 BNI40-18 BNI Umur (Hari) (b). Beton dengan w/c = 0,40 Porositas (%) BNI60-0 BNI60-10 BNI60-12 BNI60-14 BNI60-16 BNI60-18 BNI Umur (Hari) (c). Beton dengan w/c = 0,30 Gambar IV.24. Grafik hubungan antara porositas dan umur beton nonintrusi mikroorganisme 96

28 Reduksi porositas (%) 10% 12% 14% 16% 18% 20% Umur (Hari) (a). Beton dengan w/c = 0,57 Reduksi porositas (%) % 12% 14% 16% 18% 20% Umur (Hari) (b). Beton dengan w/c = 0,40 Reduksi porositas (%) % 12% 14% 16% 18% 20% Umur (Hari) (c). Beton dengan w/c = 0,30 Gambar IV.25. Reduksi porositas beton nonintrusi mikroorganisme pada berbagai prosentase bubuk slag nikel 97

29 Untuk beton terintrusi mikroorganisme, hubungan antara porositas dan lama intrusi diperlihatkan seperti pada gambar IV.26. Beton tanpa bubuk slag nikel dengan rasio air-semen (w/c) berturut-turut 0,57, 0,40, dan 0,30, sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme. Hal ini diperlihatkan oleh kurva BI25-0, BI40-0, dan BI60-0, dimana porositasnya meningkat seiring dengan pertambahan waktu (lama intrusi). Peningkatan porositas tersebut terjadi karena dampak aktifitas metabolik mikroorganisme, dimana senyawa kalsium hidroksida (CH) di dalam beton mengalami dekomposisi dalam bentuk pelarutan sehingga mengakibatkan terbentuknya ruang kosong (void), seperti yang diperlihatkan pada gambar IV.28. Mekanisme pelarutan tersebut terjadi secara bio-kimia, dimana mikroorganisme dalam proses metaboliknya menyusun, mengambil dan membongkar zat-zat makanan dari senyawa kalsium hidroksida melalui dua jalur sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya yaitu jalur anabolisme dan jalur katabolisme. Jalur anabolisme yaitu jalur dimana mikroorganisme di dalam menyusun sumber nutriennya berlangsung secara biosintesis sedemikian sehingga membentuk senyawa kompleks berupa garam elektrolit (Ca(COOH) 2 ), seperti yang digambarkan pada persamaan I.3. Sedangkan jalur katabolisme adalah jalur dimana senyawa kompleks tersebut dibongkar sedemikian rupa sehingga terurai menjadi produk yang lebih sederhana. Selanjutnya mikroorganisme tersebut mengambil unsur kalsium sebagai nutrien dan membuang sisa pembongkarannya sehingga akan terbentuk zat-zat organik baru, seperti yang digambarkan pada persamaan I.5. Senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) dapat pula mengalami hal yang sama, namun prosesnya tidak semudah seperti pada proses pelarutan kalsium hidroksida. Hal ini disebabkan karena gel silika pada CSH sangat sulit didekomposisikan oleh zat-zat organik termasuk asam asetat, kecuali pada kondisi dimana konsentrasi ion hidrogen dari zat asam tersebut cukup tinggi. 98

30 Pada kondisi terintrusi mikroorganisme, kurva porositas beton yang menggunakan bubuk slag nikel secara umum bentuknya mirip dengan kurva porositas pada beton nonintrusi mikroorganisme. Diantara kurva-kurva yang diperlihatkan pada gambar IV.26, kurva BI25-16, BI40-16, dan BI60-16 masing-masing memiliki porositas terkecil diantara kurva-kurva lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa beton dengan 16% bubuk slag nikel tersebut memiliki kontribusi tertinggi, baik dalam kondisi nonintrusi maupun terintrusi mikroorganisme. Reduksi porositas beton yang diberikan oleh penggunaan bubuk slag nikel dalam tersebut diperlihatkan pada gambar IV.27. Dengan analisis regresi linier, persamaan kurva-kurva porositas beton terintrusi mikroorganisme dapat dinyatakan seperti pada persamaan kurva porositas beton nonintrusi mikroorganisme (persamaan IV.2) dengan koefisien regresi seperti tercantum pada tabel IV.4. Tabel IV.4. Koefisien regresi persamaan porositas beton terintrusi mikroorganisme No. w/c Kode benda Koefisien regresi porositas beton terintrusi mikroorganisme uji a b R 2 BI BI BI ,57 BI BI BI BI BI BI BI ,40 BI BI BI BI BI BI BI ,30 BI BI BI BI

BAB VI Kesimpulan dan Saran

BAB VI Kesimpulan dan Saran BAB VI Kesimpulan dan Saran VII.1 Kesimpulan Studi eksperimental ketahanan material beton terhadap intrusi mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan media intrusi air kelapa. Media ini dipilih sebagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perkembangan riset dalam bidang teknologi material beton telah memasuki era baru yaitu era dimana komponen beton dapat diproduksi melalui utilisasi bahanbahan produk

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Gambar L.1 Uji Kuat Tekan Silinder Gambar L.2 Benda Uji Normal 7 hari Gambar L.3 Benda Uji Normal 14 hari Gambar L.4 Benda Uji Normal 28 hari Gambar L.5 Benda Uji Sukrosa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Beton berdasarkan SNI-03-2847-2007 didefinisikan sebagai campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan kontruksi. Hal ini dikarenakan beton memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan yang lain, diantaranya

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN DAMPAK INTRUSI MIKROORGANISME PADA MATERIAL BETON DENGAN BAHAN SUBSTITUSI LIMBAH NIKEL DISERTASI HANAFI ASHAD NIM :

PENANGGULANGAN DAMPAK INTRUSI MIKROORGANISME PADA MATERIAL BETON DENGAN BAHAN SUBSTITUSI LIMBAH NIKEL DISERTASI HANAFI ASHAD NIM : PENANGGULANGAN DAMPAK INTRUSI MIKROORGANISME PADA MATERIAL BETON DENGAN BAHAN SUBSTITUSI LIMBAH NIKEL DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Menurut Tjokrodimuljo (2007), beton adalah campuran antara semen portland, agregat kasar, agregat halus, air dan terkadang ditambahkan dengan menggunakan bahan tambah yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses Semen (Portland) Semen didefinisikan sebagai campuran antara batu kapur/gamping (bahan utama) dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium. II. TINJAUAN PUSTAKA II. a. Pozolan Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF DIMAS P. DIBIANTARA 3110.105.020 Dosen Konsultasi: Dr. Eng. Januarti Jaya Ekaputri, ST.,MT.

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8) KUAT TEKAN BETON YANG MENGGUNAKAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PORTLAND DAN AGREGAT KASAR BATU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Pembuatan Larutan Buffer Semua zat yang digunakan untuk membuat larutan buffer dapat larut dengan sempurna. Larutan yang diperoleh jernih, homogen, dan tidak berbau. Data

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Geopolimer Geopolimer adalah bentuk anorganik alumina-silika yang disintesa melalui material yang mengandung banyak Silika (Si) dan Alumina (Al) yang berasal dari alam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Seiring kemajuan infrastruktur bangunan. Beton mempunyai andil yang besar dalam

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT Rizal Syahyadi 1) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan agresif asam sulfat terhadap kuat

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR Julian Bagus Hariawan NPM. 10302047 Semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I I Made Alit Karyawan Salain 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO Permana Putra Prasetio 1, Gary Kartadinata 2, Djwantoro Hardjito 3, dan Antoni 4 ABSTRAK : Penelitian ini membahas pengaruh ukuran

Lebih terperinci

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen Sifat Kimiawi Menurut SK-SNI-T15-1991-03, Beton dibuat dengan mencampur (PC), Air dan Agregat, dengan atau tanpa bahan tambah (admixture) dalam perbandingan tertentu. Bahan tambah (admixture) dapat berupa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 Pilihlah jawaban yang paling benar LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 TATANAMA 1. Nama senyawa berikut ini sesuai dengan rumus kimianya, kecuali. A. NO = nitrogen oksida B. CO 2 = karbon dioksida C. PCl

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton merupakan material gabungan yang terdiri dari beberapa bahan penyusun yang dicampur menjadi satu. Bahan penyusun tersebut terdiri atas semen, agregat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Non Pasir Beton merupakan bahan bangunan yang amat populer di masyarakat karena bahan dasarnya mudah diperoleh. Salah satu kekurangan dari beton adalah berat jenisnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton sebagai salah satu bahan utama yang digunakan dalam bidang konstruksi mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Beton adalah campuran antara semen

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON. Abstrak

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON. Abstrak PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON Khairul Miswar 1) Rizal Syahyadi 2) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh admixture silica fume terhadap susut beton.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, salah satunya yaitu limbah kaca. Penggunaan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggalian dan penambangan menyebabkan berkurangnya sumber daya alam bahan penyusun beton terutama bahan agregat halus dan agregat kasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Karakteristik Tanah Lempung Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Kebanyakan problem tanah dalam keteknikan

Lebih terperinci

BAB III UJI MATERIAL

BAB III UJI MATERIAL BAB III UJI MATERIAL 3.1. Uraian Umum Eksperimen dalam analisa merupakan suatu langkah eksak dalam pembuktian suatu ketentuan maupun menentukan sesuatu yang baru. Dalam ilmu pengetahuan dibidang teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR Retno Anggraini, Ristinah, Siti Nurlina Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang BAB III LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan, materi penyusun beton, penghitungan kuat desak dan hipotesis. 3.1 Umum Menurut SK SNI T-l5-1991-03 (1991), beton (concrete)

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC) PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC) Bing Santosa 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. TR.Mataram

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. II. a. Pozolan

II. TINJAUAN PUSTAKA. II. a. Pozolan II. a. Pozolan II. TINJAUAN PUSTAKA Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air, dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kakarteristik Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dengan semakin pesatnya pertumbuhan pengetahuan dan teknologi di bidang konstruksi yang mendorong kita lebih memperhatikan standar mutu serta produktivitas

Lebih terperinci

Optimisasi Bubuk Slag Nikel dengan Sistem Ternary C-A-S

Optimisasi Bubuk Slag Nikel dengan Sistem Ternary C-A-S Ashad, dkk. ISSN 085-98 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Optimisasi Bubuk Slag Nikel dengan Sistem Ternary C-A-S Hanafi Ashad Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Pengetian Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus dan air. Jika diperlukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON Oleh : Soeparno dan Didiek Purwadi *) Abstrak : Dalam pembangunan fisik infrastruktur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan tertentu. Kelebihan beton yang lain adalah. adanya inovasi penggunaan material baru, misalnya bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan tertentu. Kelebihan beton yang lain adalah. adanya inovasi penggunaan material baru, misalnya bakteri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan digunaknan pada struktur bangunan. Beton sangat diminati karena bahan ini merupakan bahan konstruksi

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON ABSTRAK PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON NI KADEK ASTARIANI Staf Pengajar Universitas Ngurah Rai Denpasar GaneÇ Swara Vol. 6 No.1 Maret 2012 Beton merupakan material konstruksi yang mempunyai kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Abdul Halim, M. Cakrawala dan Naif Fuhaid Jurusan Teknik Sipil 1,2), Jurusan Teknik Mesin 3), Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture).

Lebih terperinci

halus butir, berat volume, dan logam berat yang terkandung, di laboratorium BKT

halus butir, berat volume, dan logam berat yang terkandung, di laboratorium BKT BAB I HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Setelah melakukan pemeriksaan bahan susun berupa berat jenis, modulus halus butir, berat volume, dan logam berat yang terkandung,

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bata Beton Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari bahan utama semen Portland, air dan agregat yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 59 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil perhitungan dan pengujian material uji akan ditampilkan pada Bab IV ini. Hasil perhitungan didiskusikan untuk mengetahui komposisi

Lebih terperinci

Sukolilo Surabaya, Telp , ABSTRAK

Sukolilo Surabaya, Telp ,   ABSTRAK LUMPUR SIDOARJO BAKAR, FLY ASH SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN DAN KAPUR (Ca(OH) 2 ) UNTUK CAMPURAN BETON RINGAN DENGAN MENGGUNAKAN BUBUK ALUMUNIUM SEBAGAI BAHAN PENGEMBANG Boby Dean Pahlevi 1, Triwulan 2, Januarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Opak Sungai Opak atau kali opak adalah nama sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DALAM CAMPURAN BETON DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK LENTUR DAN MODULUS ELASTISITAS

PENGARUH PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DALAM CAMPURAN BETON DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK LENTUR DAN MODULUS ELASTISITAS PENGARUH PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DALAM CAMPURAN BETON DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK LENTUR DAN MODULUS ELASTISITAS Gerry Phillip Rompas, J.D. Pangouw, R. Pandaleke, J.B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR ABSTRAK

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR ABSTRAK PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR Wahyu Kartini Dosen UPN Veteran Jawa Timur Boedi Wibowo Dosen Diploma Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci