Tantangan Intervensi Perubahan Perilaku dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia
|
|
- Leony Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tantangan Intervensi Perubahan Perilaku dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia Oleh : Agus Aribowo i HIV/AIDS dan Respon Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir tampaknya masih dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. Pemerintah dan pihak terkait mengenai isu ini tidak tinggal diam, beberapa upaya dalam skala nasional maupun di tingkat yang lebih spesifik wilayah (provinsi ataupun kota/kabupaten) telah dan tengah dilakukan. Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia sebagai salah negara pemanfaat hutang lembaga-lembaga moneter internasional yang berkonsekuensi menjadi penerima dana bantuan Global Fund melalui proyek nasional yang kemudian dominan mewarnai program nasional sejak awal tahun Jauh sebelum itu pada tahun 1987 sejak epidemi ini pertama kali ditemukan di Indonesia beberapa respon telah dilakukan. Melalui Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, yang kemudian menjadi dasar sero surve surveilans sentinel pada kelompok risti saat itu yaitu perempuan pekerja seks menjadi salah satu produk kebijakan program yang hingga saat ini masih dilakukan. Peran serta kelompok masyarakat dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat (LSM) pun mulai menunjukkan kiprahnya. Beberapa LSM di Indonesia seperti di Jakarta, Bali, Surabaya dan Yogyakarta bisa dikatakan sebagai kekuatan pelopor di era tahun 90an awal dari masyakarat sipil dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS ini. Kemudian diikuti oleh beberapa daerah lain di Indonesia yang mulai menunjukkan adanya pergerakan temuan kasus HIV maupun AIDS. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1994 mengawali pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menunjukan masalah epidemi ini menjadi sesuatu yang serius ditanggulangi dan memerlukan koordinasi diantara pelaku program nasional. Sebagai salah satu dampak sosial dari pemberitaan perkembangan kasus HIV di masyarakat, adanya tuntutan beberapa kelompok masyakarat yang berkeinginan menutup lokalisasi ataupun tempat-tempat praktek prostitusi. ii Hal ini karena anggapan mereka tempat-tempat tersebut adalah sumber maksiat dan penularan HIV/AIDS. Hal ini menyadarkan semua pihak bahwa kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia membutuhkan pendekatan multi sektoral bukan hanya berhenti pada sektor kesehatan. Keterlibatan kementerian terkait hingga jajarannya di tingkat wilayah, tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa dan sektor swasta (perusahaan) sudah menjadi kebutuhan. Dalam ruang lingkup yang lebih spesifik yaitu wilayah perkotaan ataupun wilayah rural, perpaduan peran antar komponen ini diharapkan lebih konkret. Contohnya adalah bagaimana wajah penanggulangan lokalisasi prostitusi. Beberapa lokalisasi di Indonesia memiliki pengalaman penanggulangan IMS ataupun HIV/AIDS yang beraneka ragam. Pengalaman ini meliputi bagaimana melakukan kerja pengorganisasian mewujudkan lokalisasi yang berpenghuni pekerja seks yang sehat yaitu dengan angka IMS yang rendah dan HIV yang dapat dikontrol dengan baik serta penggunaan kondom konsisten yang tinggi di kalangan pelanggan. Demikian pula dengan kinerja kelompok kerja (pokja) dari komunitas yang terdiri dari pemilik tempat usaha / mucikari, pengurus paguyuban, pihak klinik IMS dan aparat pemerintahan setingkat wilayah kecamatan dan kelurahan. Page 1 of 6
2 Sedangkan terkait penanggulangan HIV pada kelompok pengguna narkotika suntik (penasun) pun mengalami situasi yang dinamis. Penerapan penindakan kasus narkotika yang gamang oleh pemerintah dengan memposisikan pengguna narkotika sebagai kriminal semakin memperburuk proses penanggulangan HIV di kalanganpenasun. Masih kuat di benak kita bahwa trend penularan tertinggi (prevalensi HIV hingga 52 %) sejak awal tahun 2000-an hingga 10 tahun terakhir berada di kelompok penasun dan pasangan seksualnya. Kesiapan respon pemerintah dengan didorong kekuatan masyarakat sipil (LSM) telah menjernihkan masalah tersebut. Sehingga berangsur membaik dengan adanya beberapa produk kebijakan pemerintah mengenai pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik yang dikenal dengan istilah harm reduction. Sebut saja Keputusan Menkes No 567/Menkes/VIII/ tahun 2006 mengenai Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza dan Permenkokesra No 02/PER/Menko/Kesra/tahun 2007 mengenai Kebijakan Nasional Penanggulangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik. Pengejawantahan dari komitmen tersebut adalah adanya peningkatan jumlah dan proses peningkatan kualitas layanan kesehatan oleh beberapa rumah sakit dan puskesmas di beberapa wilayah endemik HIV dengan latar belakang pengguna narkotika suntik. Kolaborasi LSM, organisasi komunitas dan pemerintah dalam melaksanakan program harm reduction merupakan kata kunci proses keberhasilan. Program sudah mengantarkan pada paradigma penasun untuk menggunakan jarum suntik steril setiap melakukan menggunakan narkotika suntik (heroin dan sejenisnya). Berdasarkan data IBBS 2011, prevalensi HIV di kalangan penasun mulai menurun dalam kurun 4 tahun terakhir dari 52 % menjadi 42%. Sedangkan prevalensi sifilis pada penasun laki-laki adalah 4 % dimana 70 % lebih penasun masih seksual aktif. Terdapat 24% diantaranya mengaku membeli seks dalam 1 tahun terakhir. Konsisten menggunakan kondom di kalangan penasun masih rendah yaitu 41%.Hal itu masih menjadikan pekerjaan rumah bersama bagi kita mengenai pola penularan HIVmelalui hubungan seks dari penasun kepada pasangan seksualnya. Intervensi Perubahan Perilaku dalam Pencegahan HIV/AIDS Secara umum, program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia menggunakan kolaborasi pendekatan intervensi biomedis dan intervensi perubahan perilaku. Intervensi biomedis yang dilakukan adalah dengan memberikan dukungan layanan kesehatan berupa fasilitas pemeriksaan HIV, pemeriksaan dan pengobatan IMS, layanan substitusi napza suntik (buprenorphine dan methadone), penyediaan kondom, pelicin dan layanan alat serta jarum suntik steril bagi penasun hingga pengobatan dilengkapi dengan fasilitas penunjang lainnya. Sedangkan intervensi perubahan perilaku dilakukan dengan melakukan penyampaian informasi dengan tujuan peningkatan pengetahuan dan kesadaran mengenai hak kesehatan seksual. Intervensi ini juga mendekatkan akses layanan kesehatan dan akses terhadap material pencegahan (alat/jarum suntik steril dan kondom). Sehingga diharapkan masyarakat penerima manfaat memiliki perilaku pencarian pengobatan yang benar dan perilaku aman saat melakuan perilaku berisiko HIV. Kolaborasi intervensi ini diperkuat dengan adanya kegiatan pendekatan advokasi kepada para pemangku kepentingan hingga pada tingkat lokasi. Sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaan program diharapkan mendapatkan dukungan positif dari pihak-pihak yang berkepentingan bukan justru menghambat atau pun kontraproduktif. Secara programatik, kolaborasi pendekatan ini yang dikemudian Page 2 of 6
3 hari oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) disebut Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Pengalaman Indonesia melakukan pemodelan PMTS ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun Pendekatan ini mengadopsi dari sebuah konsep implementasi program komprehensif yang disebut 100 % Condom Use Program (Program 100 % Penggunaan Kondom) yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO). WHO mengumpulkan beberapa pengalaman terbaik program nasional di beberapa negara seperti Thailand dan Kamboja yang telah berhasil menahan laju penularan epidemi IMS dan HIV melalui seksual (sexual transmission). Dalam 5 tahun, persentase seks komersial di Thailand sejak tahun 1989 dalam penerapan program ini, penggunaan kondom meningkat dari 15% menjadi lebih dari 90% dan jumlah prevalensi IMS di kalangan laki-laki menurun drastis. Penyebaran epidemi HIV sebagian besar dapat dikendalikandengan cepat. Pengalaman di Indonesia yaitu di Lokalisasi Batu 24 di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau misalnya. Bermula dari proses yang sangat sederhana, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat memiliki keprihatinan terhadap kasus IMS juga HIV yang semakin tinggi dan penggunaan kondom di kalangan pelanggan yang sangat rendah. Kemudian melakukan upaya membentuk kesepakatan / aturan lokal tentang pewajiban penggunaan kondom untuk setiap transaksi seksual dan ketentuan wajib pemeriksaan IMS minimal 1 bulan sekali dan test HIV minimal 3 bulan sekali bagi pekerja seks juga pemantauan ketersediaan kondom. Bahkan pemda setempat pun mendukung program ini dalam bentuk mengalokasikan anggaran pengadaan antibiotik terbaru yaitu azithromycin dan cefixime sebagai pengobatan gonorrhea dan chlamydia. Pembagian peran antar komponen di lokasi tersebut terencana dan berjalan sangat harmoni. Peran intervensi perubahan perilaku dilakukan oleh LSM dengan pelibatan pekerja seks dan mucikari sebagai Peer Educatoratau pendidik sebaya. Peran manajemen layanan IMS/HIV dilakukan oleh klinik IMS puskesmas setempat yang secara rutin melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Peran pengawasan pelaksanaan aturan local dilakukan oleh Pokja yang diketuai langsung oleh pimpinan paguyuban yang merupakan tokoh masyarakat yang berpengaruh di lokasi tersebut. Dengan tim kerjanya mereka memantau ketersediaan kondom, mengatur jadwal pemeriksaan IMS/HIV untuk pekerja seks dan mucikari dan mengingatkannya juga melakukan pencatatan serta pelaporan mengenai semua proses tersebut. Pelibatan masyarakat sekitar pun dalam upaya mendukung kegiatan ini pun dilakukan. Hal yang kurang lebih sama terjadi pula di Lokalisasi Suko Kabupaten Malang, yang dapat menekan angka prevensi IMS dari 90 % menjadi 15%. Pembelajaran dari program ini adalah pihak pemangku kepentingan di pemerintahan tidak tinggal diam terkait keberadaan bisnis prostitusi walaupun illegal, asalkan penularan tidak meluas ke masyarakat umum. Sedangkan bagi pekerja seks, mereka mendapatkan manfaat bahwa program ini melindungi mereka dari penularan HIV dan menjadikan mereka menolak risiko penularan dari pelanggan. Kegiatan pencegahan melalui intervensi perubahan perilaku dilakukan secara intensif dengan memberdayakan komunitas melalui pendidik sebaya. Model intervensi perubahan perilaku dilakukan dengan berbagai tingkat yaitu : 1) individual yaitu oleh petugas penjangkau lapangan (outreach) atau pendidik sebaya kepada kelompok kunci secara individual; 2) kelompok yaitu petugas outreach/ pendidik sebaya kepada kelompok kelompok kunci secara kelompok berbasis jumlah pekerja seks di wisma atau beberapa Page 3 of 6
4 wisma; dan 3) komunitas yaitu petugas outreach melakukan kegiatan advokasi kepada kelompok yang lebih besar dan beberapa tokoh kunci yang berpengaruh dalam komunitas tersebut. PMTS dan Peran Intervensi Perubahan Perilaku PMTS yang telah diadopsi oleh KPAN menetapkan 4 komponen utama di dalamnyayaitu : 1) komponen Peningkatan peran positif pemangku kepentingan; 2) komponen komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan populasi kunci; 3) komponen manajemen pasokan kondom dan pelicin; dan 4) komponen manajemen IMS. Jika mengacu pada pedoman PMTS KPAN (Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi seksual, KPAN 2010), maka intervensi perubahan perilaku lebih diartikan sebagai peran dalam komponen komunikasi perubahan perilaku (KPP). Perantersebut antara lain : memfasilitasi pemberian informasi kesehatan seksual (HIV dan IMS) dalam kegiatan penjangkauan kepada tiap individu di lokasi, melakukan diskusi Interaktif Kelompok (DIK) untuk perubahan perilaku kelompok, konseling penurunan risiko untuk perubahan perilaku seksual, rujukan ke tempat layanan kesehatan untuk pengobatan IMS dan tes HIV. Kegiatan lain adalah pengembangan pendidik sebaya, mengoptimalkan partisipasi populasi kunci, memfasilitasi pertemuan rutin monitoring dan koordinasi di setiap lokasi untuk mendiskusikan proses pelaksanaan, hambatan, capaian program terhadap indikator KPP, dan partisipasi populasi kunci serta melakukan pemberdayaan populasi kunci melalui peningkatan kesadaran melalui penguatan kapasitas. Dalam pedoman tersebut dijelaskan pula bahwa program PMTS dapat diketahui bahwa melalui komponen KPP tersebut ingin menghasilkan beberapa hal yaitu : 1) populasi kunci selalu menawarkan kondom kepada pelanggan; 2) populasi kunci menggunakan kondom secara konsisten; 3) Populasi kunci selalu mencari pengobatan IMS yang benar secara berkala dan 3) Populasi kunci mengakses layanan untuk konseling dan tes HIV sukarela (KTS/VCT). Jika Intervensi perubahan perilaku memang ditempatkan dalam komponen KPP, maka seharusnya sumber daya yang menjadi input program dalam komponen KPP antara lain : merekrut petugas penjangkau dan pendidik sebaya, pengadaan pelatihan bagi petugas penjangkau dan pendidik sebaya, penyediaan kondom dan pelicin sebagai promosi kesehatan, media KIE, pedoman juklak/juknis/panduan mengenai penjangkauan yang jelas, informasi akses layanan pemeriksaan IMS dan tes HIV di wilayah terdekat, dan sarana prasana pendukung lainnya. Sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain, penjangkauan secara intens baik secara individual, kelompok ataupun komunitas. Minimal kontak harus disesuaikan dengan keluaran yang diharapkan, misalkan 1 orang kelompok kunci dalam 1 bulan minimal mendapat 3 kali pertemuan dengan petugas dimana akan ada proses identifikasi (awal), penyampaian informasi IMS/HIV dan akses layanan kesehatan, kontak mendalam, akses rujukan kesehatan. Berulang kembali di bulan selanjutnya untuk kegiatan yang sama atau pemilihan akses layanan sesuai kondisi sebelumnya (misal : bulan lalu sudah tes IMS dan KTS, maka bulan depan melakukan kontrol IMS). JIka sasaran kontaknya adalah pengurus lokalisasi, maka melakukan beberapa pertemuan antara lain perkenalan / identifikasi (awal), merencanakan jadwal pemeriksaan klinik untuk populasi kunci, pertemuan selanjutnya untuk pendekatan yang lebih dalam. Petugas lapangan dari LSM hendaknya melibatkan secara aktif pendidik sebaya agar keberlangsungan dapat diteruskan oleh komunitas. Page 4 of 6
5 Namun berdasarkan pengalaman hampir 2 tahun terakhir ini, kenyataan di lapangan tidak berlangsung seperti itu. Para jumlah petugas lapangan yang disediakan terlalu minim sehingga tingkat kontak antara petugas lapangan dengan populasi kunci Wanita Pekerja Seks Langsung/ Tidak Langsung (WPSL/TL) sangat rendah yaitu : Sumber : IBBS, Kemkes 2011 Belum lagi dengan kondisi media KIE yang didistribusikan, yang sangat kurang bahkan sering tidak dijumpai di lokasi WPS bekerja. Demikian pula dengan akses kondom program (gratis) yang masih sangat rendah. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita bersama, karena pengadaan kondom dalam upaya PMTS sudah dilakukan oleh nasional dan telah didistribusikan ke daerah. Sumber : IBBS, Kemkes 2011 Sehingga berdasarkan data di atas sangat jauh dari kemungkinan upaya intervensi perubahan perilaku diharapkan berhasil mewujudkan tujuan PMTS yaitu menurunkan prevalensi IMS dan HIV dan peningkatan penggunaan kondom di kalangan pekerja seks dan pelanggannya. Berdasarkan pengalaman di Thailand, setelah 15 tahun sejak dimulainya program setelah sempat berhasil menaikkan penggunaan kondom dari 15% hingga 90%, para pengelola program lupa diri dan Page 5 of 6
6 tidak pernah menjadikan lagi topik kondom bagian dari diskusi publik. Sehingga hasilnya hari ini, sebagian besar kasus HIV baru pada wanita yang sudah menikah. iii Refleksi dan Arah Perbaikan Berdasarkan pengalaman tersebut, KPAN serta pelaku program nasional hendaknya perlu memastikan penguatan dalam pelaksanaan konsep yang telah disusun berdasarkan keberhasilan program sebelumnya. Hal ini menjadi penting dikarenakan intervensi perubahan perilaku tidak akan mampu berjalan sendiri jika dukungan intervensi yang lain belum maksimal dilakukan. Ketersediaan petugas penjangkau yang dilengkapi kapasitas dan dukungan media pencegahan serta ketersediaan dan akses kondom yang maksimal di lokasi ada penentu keberhasilan. Demikian pula dengan dukungan fasilitas kesehatan dan sistem monitoring yang terus menerus dilakukan. Mengenai fokus area, mengingat sebaran geografis Indonesia yang sangat luas maka hendaknya menggunakan data program mengenai estimasi maupun data penunjang lainnya untuk menentukan wilayah prioritas berbasis data epidemi. PMTS akan berfokus pada wilayah dimana situasi epidemi yaitu populasi transmisi seksual (WPS dan pelanggannya) dan prevalensi HIV dan IMS tinggi. Sehingga fokus pencapaian PMTS dapat dirasakan manfaatnya untuk program penanggulangan IMS, HIV/AIDS di Indonesia. YES WE CAN! i Penulis Adalah Sekjend Ikatan Praktisi Intervensi Perubahan Perilaku Indonesia/ IPIPPI ii Gelombang upaya penutupan lokalisasi di Indonesia semakin marak pasca era reformasi tahun 1998 hingga tahun 2000an. Beberapa lokalisasi besar maupun kecil di beberapa wilayah sempat menutup usaha mereka namun hanya dalam hitungan kurang dalam 1 tahun hampir semuanya pun kemudian muncul kembali secara diam-diam, ataupun eksis seperti sediakala. Akibat penutupan sebelumnya, prostitusi jalanan dan terselubung (panti pijat, tempat hiburan malam, karaoke, bar, dll) di beberapa kota semakin marak. Bahan bacaan : 1. Laporan Survei Terpadu HIV dan Perilaku, Kementerian Kesehatan Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi seksual, KPAN Thailand's 100% Condom Program - A Paradigm for Prevention By Elizabeth Boskey, Ph.D., About.com Guide, February 08, 2012 Page 6 of 6
Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL
Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap
Lebih terperinciKebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012
Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Priscillia Anastasia Koordinator PMTS 1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia
Lebih terperinciRevisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev
www.aidsindonesia.or.id MARET 2014 L ayanan komprehensif Berkesinambungan (LKB) merupakan strategi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun
Lebih terperinciInformasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan
Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang
Lebih terperincikomisi penanggulangan aids nasional
1 komisi penanggulangan aids nasional Pendahuluan: Isi strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014. Strategi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi
Lebih terperinciPenjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun
Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap
Lebih terperinciSurvei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya
Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait pengembangan
Lebih terperinciDr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan
Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi
Lebih terperinciSITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015
SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia
Lebih terperinciPedoman Program PMTS ii
hhh Pedoman Program PMTS ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa kita haturkan, atas terbitnya buku Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (Pedoman PMTS). Epidemi HIV telah
Lebih terperinciIsu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia
Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Budi Utomo HIV Cooperation Program for Indonesia Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang 4-7 September 2013 Topik bahasan Memahami kebijakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.
Lebih terperinciBAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA
BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA 2.1.Gambaran Umum Klinik PKBI-ASA 2.1.1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Klinik PKBI-ASA PKBI didirikan pada 23 desember 1957 oleh sekelompok indivdu dari kalangan
Lebih terperinciPESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL
POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)
Lebih terperinciSituasi HIV & AIDS di Indonesia
Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila
Lebih terperinciKPA Nasional. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Laporan Kegiatan Maret Kabar Menara Topas 9
KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Laporan Kegiatan Maret 2012 Kabar Menara Topas 9 Kilas laporan Rakor Menteri bidang Kesra Membahas Penanggulangan AIDS Pertemuan Kesepakatan K/L dalam Mendorong
Lebih terperinciDELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya
DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,
Lebih terperinciSatiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Satiti Retno Pudjiati Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Layanan HIV PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciGLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN
PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling
Lebih terperinciIntegrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,
Lebih terperinciSEKRETARIAT KPA NASIONAL
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SEKRETARIAT KPA NASIONAL S E PTE MBE R 2010 KPA Nasional pada bulan September ini melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tupoksi yang tertuang dalam Perpres No.75 Tahun
Lebih terperinciMODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM
MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan
Lebih terperinciMemperkuat Peran Daerah
Memperkuat Peran Daerah dalam Penanggulangan HIV/AIDS Dr. Kemal N. Siregar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional September 2016 Pokok bahasan Input utama: Kebijakan dan dukungan nasional Penguatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1238, 2015 KEMENKES. Pengguna Napza Suntik. Dampak. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara
Lebih terperinciESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007
ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 1800000 1600000 Proyeksi Kasus HIV/AIDS di Indonesia 1400000 1200000 Jumlah Infeksi 1000000 800000 600000 400000 200000
Lebih terperinciANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu
ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL dr Endang Sri Rahayu g. DIY berada pada level epidemi terkonsentrasi, dan berpotensi menjadi level
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kejadian HIV dan AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak 15.589 kasus untuk
Lebih terperinciLaporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Pembukaan
Laporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Hotel Inna Garuda Yogyakarta Kamis, 6 Oktober 2011 Pertemuan Nasional AIDS IV tanggal 3-6 Oktober
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Sedangkan AIDS adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang. Timur yang teridentifikasi menjadi wilayah terkonsentret HIV dan AIDS selain Malang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Kabupaten Banyuwangi merupakan Kabupaten yang terletak diujung timur pulau jawa yang mempunyai nilai potensial dan sangat strategis karena berdekatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
Lebih terperincig. Apakah saat ini ada mekanisme untuk memantau perkembangan kasus HIV dan AIDS di wilayah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa pemantauan ini dilakukan?
Panduan Kunjungan Lapangan Desk Review Riset Kebijakan dan Penyusunan Program HIV/AIDS Dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia PKMK FK UGM AusAID I. Panduan Wawancara Pertanyaan Umum: 1) Apakah
Lebih terperinciKOMISI PENANGGULANGAN AIDS
B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L B A K T I S H U A D A KOMISI PENANGGULANGAN AIDS L A P O R A N N A S I O N A L KEGIATAN ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua dasa warsa lebih sudah, sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Indonesia tahun 1987 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, respon reaktif
Lebih terperinciPeringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa
Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa Menkokesra selaku Ketua KPA Nasional menunjuk IBCA sebagai Sektor Utama Pelaksana Peringatan HAS 2013 Tahun
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan IMS seperti perubahan demografi,
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,
Lebih terperinciUntuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!
Policy Brief Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit! Pesan Pokok Perluasan cakupan perawatan HIV hingga saat ini masih terbatas karena adanya berbagai hambatan baik dari
Lebih terperinciLokakarya LSL dalam Pengembangan SRAN. Integrasi program LSL dalam SRAN
www.aidsindonesia.or.id APRIL 2014 K ebijakan penanggulangan HIV dan AIDS 2015-2019 harus memperhatikan Post 2015 Development Agenda yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang berakhir pada 2015 Dr. Hadiat
Lebih terperinciSURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU
SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan
Lebih terperinciTIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di dunia termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan adanya program penanggulangan IMS
Lebih terperinciPokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi WPS dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: Simpulan Rekomendasi
SCP WPS 2010 1 Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi WPS dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: 1. Karakteristik responden 2. Akses ke program 3. Perilaku penggunaan kondom Simpulan Rekomendasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.
Lebih terperinciSRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015
SRAN 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia Per 1 September 2015 Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Nasional Tahun 2015 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan HIV dan AIDS di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan
Lebih terperinciPertemuan Evaluasi Program GWL. Untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi pengembangan program
www.aidsindonesia.or.id AGUSTUS 2012 A gustus 2012 kali ini terasa special. Pertama karena pada tanggal 17 diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke 67. Kedua, yaitu bersamaan dengan
Lebih terperinciKebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang. Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012
Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012 Pokok bahasan Situasi epidemi: Tren kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan dan kebijakan
Lebih terperinciKebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia
Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang
Lebih terperinciPencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 1 Outline Paparan Bagaimana Transmisi HIV Terjadi Situasi HIV
Lebih terperinciCall for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS)
Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) A. LATAR BELAKANG Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan pada tahun 2012 di Indonesia
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PUSKESMAS LAYANAN SATU ATAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciOLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )
PROPOSAL PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT (PKM) TENTANG PENINGKATAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TABANAN II TAHUN 2012 OLEH A A ISTRI YULAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Lebih terperinciNapza Suntik, HIV, & Harm Reduction
Bab 1 Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction Kaitan HIV/AIDS dan napza suntik Pengertian Harm Reduction napza suntik Strategi Harm Reduction napza suntik Program Harm Reduction napza suntik Pro-kontra Harm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang
Lebih terperinciRENCANA AKSI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA
RENCANA AKSI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA 2007 2010 KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL 2 0 0 7 Ringkasan Eksekutif Dokumen ini berisi Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan AIDS
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota. Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Semarang. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL
KATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya buku Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual Paripurna (Pedoman PMTS Paripurna).
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan
Lebih terperinciKab.Tangerang & Resiko
Kamis, 30 Maret 2017 Kab.Tangerang & Resiko Pertumbuhan dan aktifitas industri yang sangat tinggi Migrasi dan urbanisasi Jalur transportasi yang sangat terbuka Multi etnis, budaya dan agama Terbatasnya
Lebih terperinciLokakarya HR petugas Puskesmas. Peningkatan kapasitas petugas. puskesmas untuk layanan HR. Pembentukan Kader Peduli AIDS Mappi Papua.
www.aidsindonesia.or.id FEBRUARI 2014 D engan pemetaan yang benar akan didapatkan estimasi populasi kunci yang tepat dan valid, sehingga program dapat efektif dan tepat sasaran. Sekretaris KPAN, Dr. Kemal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :
Lebih terperinci(1) JUDUL TIMES NEW ROMAN(12pt) KAPITAL, BOLD (MAKS 20 KATA) 2 spasi
Lampiran 1.Format Jurnal (1) JUDUL TIMES NEW ROMAN(12pt) KAPITAL, BOLD (MAKS 20 KATA) 2 spasi Penulis1,Penulis2,Penulis3Times New Roman(10pt)-Bold email: penulis @xxx.xxx Times New Roman(10pt) instansi
Lebih terperinciKOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA Disampaikan Pada Acara : LATAR BELKANG 1. Perkembangan kasus HIV/AIDS di Provinsi DKI Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2012,
Lebih terperinciLampiran 1. : Nanager Program. Lattar belakang LSM, program beserta kegiatannya
Lampiran 1 Nama nara sumber Jabatan : Ligik Triyoga : Nanager Program Lattar belakang LSM, program beserta kegiatannya 1. Apa pengertian LSM menurut mas Ligik? Jelaskan Jawaban : Lsm menurut saya adalah
Lebih terperinciPelatihan Pendidik Sebaya Remaja Peningkatan kapasitas pendidik. sebaya remaja Penasun dan PS. Pendampingan Populasi Kunci Sumsel.
www.aidsindonesia.or.id SEPTEMBER 2013 K ita bisa mencegah HIV, karena kita memiliki kemampuan dan strategi yang tepat dan berdayaguna untuk mendeteksi secara dini berkembangnya virus HIV HR. Agung Laksono
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS
1 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciPENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN MALANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak
Lebih terperinci