BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spiritual yang berdasarkan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia telah mempunyai arah dan tujuan yang jelas dan terarah, yaitu untuk mencapai suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Dalam UUD NRI 1945 telah dijelaskan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), yaitu Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), dan tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Penegakan hukum dalam negara hukum seperti Indonesia, merupakan hal yang penting untuk dapat menciptakan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak peristiwa yang menarik perhatian masyarakat akhir-akhir ini, yaitu banyaknya anak yang melakukan tindak pidana. Setiap tahunnya lebih dari (empat ribu) anak diajukan ke pengadilan atas kejahatan ringan. Maka tidaklah heran bila 9 (sembilan) dari 10 (sepuluh) anak ini akhirnya dijebloskan ke penjara. Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisian lebih dari anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002 ditemukan tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Lebih menyedihkan, sebagian besar (84.2 %) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan dan pemenjaraan untuk 1

2 2 orang-orang dewasa dan pemuda. 1 Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di BAPAS Kelas II Mataram diperoleh data dari periode Januari hingga Juli 2015 terdapat 117 orang anak yang berkonflik dengan hukum, sedangkan berdasarkan data yang terdapat di BAPAS Kelas I Denpasar terdapat 120 orang anak yang ditangani dari tahun 2011 sampai dengan Berdasarkan data tersebut penulis tertarik melakukan penelitian di BAPAS Kelas II Mataram melihat dari banyaknya jumlah anak yang berkonflik dengan hukum. Anak merupakan subyek dan obyek dalam pembangunan nasional Indonesia, yang juga merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Menurut Sri Widoyati Wiratmo Soekito menyatakan : Hak azasi anak jika dikembangkan dengan memberikan peluang leluasa pada anak dan pemuda untuk menemukan pendapat mereka sesungguhnya memberikan manfaat yang besar bagi generasi tua. 3 Permasalahan mengenai anak merupakan masalah yang menarik, hal ini disebabkan karena perilaku anak yang buruk mengancam setiap generasi muda suatu bangsa. Apabila berbicara tentang anak, seringkali timbul pertanyaan, umur 1 Diakses di url : pada hari kamis 13 November 2014, pukul Ida Bagus Bayu Ardana, 2015, Pelaksanaan Peran BAPAS Dalam Pembimbingan Dan Pengawasan Terhadap Terpidana Anak (Studi Kasus di BAPAS Kelas I Denpasar), Skirpsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.54 3 Sri Widoyati Wiratmo Soekito, 1983, Anak Dan Wanita dalam Hukum, LP3ES, Jakarta, h.11

3 3 berapakah seseorang dikatakan anak atau batasan usia berapakah seseorang dapat di katakan sebagai anak. Berdasarkan pada Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam ketenuan Pasal 1 ayat (1) berbunyi : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dan perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berubahnya gaya dan cara hidup orang tua yang berimbas pada kurangnya perhatian dan kasih sayang kepada anaknya. Selanjutnya, Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa : Perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya itu adalah semata-mata merupakan reaksi terhadap adanya tekanan/desakan dari dalam dan dari lingkungan si anak yang bersangkutan. Jadi pada dasarnya seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah anak yang tidak mendapatkan kebahagiaan. Bahwa benih kenakalan pada si anak pada mulanya timbul karena sikap atau perilaku yang salah dari pihak orang tua ank yang bersangkutan. Adapun kesalahan sikap atau perlakuan tersebut ialah, sikap sikap pendidikan dan perhatian orang tua yang sifatnya otoriter dan over protectia terhadap si anak. 4 Di Indonesia, permasalahan tentang anak yang berkonflik dengan hukum telah mencapai tingkat yang meresahkan masyarakat. Kondisi ini diharapkan mendorong pihak yang bertanggung jawab mengenai masalah ini, seperti kelompok edukatif disekolah, hakim dan jaksa, dan pihak pemerintah untuk dapat memberikan pembinaan dalam upaya untuk menciptakan dan memelihara 4 Romli Atmasasmita, 1985, Problem Kenakalan Anak-Anak/Remaja ( Yuridis Sosio- Kriminologis ), Armico, Bandung, h.80

4 4 keamanan serta ketertiban dalam masyarakat. Pihak lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga dalam menunjang hal tersebut. 5 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Perilaku anak yang menyimpang tersebut, dewasa ini telah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak diantaranya telah mulai mengenal narkoba, freesex, premanisme, dan terlibat banyak tindakan melanggar hukum. Meningkatnya pelaku pelanggaran hukum tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi kalangan anak-anak pun turut andil dalam hal ini. Tindakan yang dilakukan pun beraneka ragam dan bervariasi terlebih alasan untuk melakukan tindakan melanggar hukum tersebut terbilang sederhana, misalnya seorang anak yang memukuli teman nya hanya karena ingin menunjukan dominasi dirinya, atau dengan melakukan pencurian hanya untuk memenuhi hasratnya untuk memiliki benda tertentu. Akibatnya, para orang tua banyak yang mengeluhkan perilaku anaknya yang tidak dapat diatur, acuh, dan bahkan terkadang bertindak melawan orangtua mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi dan munculnya tindakan beresiko sangat umum terjadi pada masa anak-anak atau remaja, dibandingkan dengan 5 Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja, Jakarta, h.2

5 5 masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan. 6 Oleh karena itu pada masa anakanak atau remaja harus mendapat perhatian lebih dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar. Maka berdasarkan latar belakang seperti tersebut diatas, maka judul yang saya kemukakan adalah : Tinjauan Kriminologis Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ( Studi Kasus Di BAPAS Kelas II Mataram ) 1.2 Rumusan Masalah Didalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka timbul beberapa permasalahan yang dianggap perlu untuk mendapatkan penyelesaian dan pembahasan. Adapun permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Faktor apa yang menyebabkan anak berkonflik dengan hukum? 2. Bagaimana upaya penanggulangan yang dapat dilakukan agar kasuskasus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat di minimalisir? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka pokok pembahasan disini adalah mengenai sebab-sebab yang mengakibatkan anak berkonflik dengan hukum dan juga tentang bagaimana 6 Ibid. h

6 6 memperbaiki kondisi, pemeliharaan, dan perlindungan anak serta pencegahan pengulangan tindakannya. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, : a. Tujuan umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menambah ilmu dan pengetahuan tentang ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana yang berkaitan dengan anak berkonflik dengan hukum. b. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan hingga anak berkonflik dengan hukum, 2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan terhadap tindakan anak yang menyebabkan anak tersebut berkonflik dengan hukum. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat di klasifikasikan atas dua hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu : a. Manfaat Teoritis, penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin bidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana terutama mengenai bagaimana anak dapat dikatakan berkonflik dengan hukum serta upaya untuk menanggulanginya.

7 7 b. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian guna memperoleh data tentang perkembangan anak yang cenderung menuju kearah negatif, seiring dengan modernisasi yang terjadi dilingkungan sekitarnya. 1. Manfaat bagi penegak hukum, diharapkan dalam mengatasi masalah anak yang berkonflik dengan hukum penjatuhan sanksi yang diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku serta tetap mempertimbangkan hak-hak yang dimiliki anak. 2. Manfaat bagi masyarakat yaitu perlunya pemahaman bagi masyarakat tentang permasalahan yang dihadapi oleh anak, serta cara menanggulaninya sehingga anak yang bermasalah dapat diterima kembali oleh masyarakat tanpa adanya pandangan negatif dari masyarakat itu sendiri. 1.6 Landasan Teori Guna menunjang penulisan ini sesuai dengan permasalahannya sehingga dapat diwujudkan sebagai suatu karya tulis, maka landasan teoritis dari pembahasan permasalahan yang telah dirumuskan berpedoman pada literaturliteratur, teori hukum atau teori hukum khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma, dan juga pendapat para sarjana hukum yang berkaitan dengan permasalahan anak Teori Kriminologi Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan sebagai suatu gejala sosial. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard

8 8 ( ) seorang ahli antropologi Perancis, yang secara harfiah menjelaskan kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan atau jahat dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. 7 Kriminologi mengenal banyak teori-teori tentang kejahatan, akan tetapi dalam penulisan ini, akan memfokuskan pada beberapa teori yang dapat di bagi kedalam tiga perspektif, yaitu : teori kejahatan dari perspetif biologis dan psikologis, teori kejahatan dari perspektif sosiologis dan teori kejahatan dari perspektif lainnya. 1. Teori kejahatan dari perspektif biologis dan psikologis, teori ini menitikberatkan pada perbedaan-perbedaan kondisi fisik dan mental yang terdapat pada individu. Dengan mempertimbangkan suatu variasi kemungkinan, yaitu cacat kesadaran, ketidakmatangan emosi, perkembangan moral lemah, pengaruh hormon, ketidak normalan kromosom, kerusakan otak dan lai sebagainya yang mempengaruhi tinkah laku kriminal, 2. Teori kejahatan dari perspektif biologis, teori ini mencari alasan perbedaaan dalam rangka kejahatan di dalam suatu lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu strain, cultural deviance (penyimpangan budaya) dan social control (kontrol sosial). Berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi kejahatan merupakan bagian dari umat manusia, 7 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002, Kriminologi, PT Grafindo, Jakarta, h. 10

9 9 3. Teori kejahatan dari perspektif lainnya, teori ini merupakan suatu alternatif penjelasan terhadap kejahatan yang sangat berbeda dengan dua perspektif sebelumnya yang di anggap sebagai traditional expanations. Para kriminolog menjelaskan kejahatan dengan berusaha menunjukan bahwa orang menjadi kriminal bukan karena cacat atau kekurangan internal tetapi lebih karena apa yang dilakukan oleh orangorang yang berada dalam kekuasaan, khususnya mereka yang berada dalam sistem peradilan pidana Teori Kontrol Sosial Pada dasarnya teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat kepada hukum. Ditinjau dari akibatnya, permunculan teori kontrol disebabkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi. Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik yang kembali menyelidiki tingkah laku kriminal. Kedua, munculnya studi tentang criminal justice dimana sebagai suatu ilmu baru telah mempengaruhi kriminologi menjadi lebih pragtis dan berorientasi pada sistem. Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku anak atau remaja. 9 8 Ibid, h.12 9 Lilik Mulyadi, 2009, Kajian Kritis Dan Analisis Terhadap Dimensi Teori-Teori Kriminologi Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Modern, Artikel 2, Akses Online di

10 10 Pada tahun 1951, Albert J. Reiss, Jr menggabungkan konsep kepribadian dan sosialisasi dengan hasil penelitian dari aliran Chicago dan menghasilkan teori kontrol sosial. Menurut Reiss, terdapat tiga komponen kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja, yaitu a lack of proper internal contros developed during childhood, a breakdown of those internal controls, an absence of or conflict in social rules provide by important social group (family, close other, the school). Ketiga komponen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. A lack of proper internal controls developed during childhood, dalam komponen ini dijelaskan bahwa seseorang melakukan tindakan kejahatan dikarenakan kurangnya kontrol internal selama masa anakanak sehingga seorang pelaku kejahatan kurang mendapat pendidikan yang baik, 2. A breakdown of those internal control, hilangnya sebuah kontrol internal pada seseorang menyebabkan seorang pelaku kejahatan tidak mengerti apa yang dilakukan sehingga kurang pahamnya pada pola sebuah pendidikan sehingga dapat terjadinya sebuah penyelewengan pada tindakan yang menyebabkan pada sebuah tindakan criminal, 3. An absence of or conflict in social rules provide by important social group (family, close other, the school), dalam komponen ini ditegaskan hilangnya sebuah norma sosial atau aturan disebuah lingkungan dapat menyebabkan terjadinya sebuah tindakan kriminal Ibid.

11 11 Selanjutnya, Albert J. Reiss, Jr membedalan dua macam kontrol yaitu, personal control dan social control. Personal control adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif Kenakalan Anak Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak-anak disebut dengan kenakalan anak atau Juvenile Delinquency (dalam istilah asing). Juvenile sendiri artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquency artinya doing wrong, terabaikan atau mengabaikan, yang kemudian diperluas artiya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau. 12 Namun terlalu berlebihan apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anakanak disebut dengan kejahatan, karena pada dasarnya anak-anak memiliki kondisi kejiwaan yang labil, proses kemantapan psikis menghasilkan sikap kritis, agresif dan menunjukkan tingkah laku yang cenderung bertindak mengganggu ketertiban umum. Hal ini belum dapat dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan yang ditimbulkan akibat dari kondisi psikologis yang tidak seimbang dan si pelaku belum sadar dan mengerti atas tindakan yang telah dilakukannya. 13 Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan maupun tindakan-tindakan yang dapat diambil hakim dalam menangani perkara anak, terdapat suatu perlakuan 11 Romli Atmasasmita, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Tarsito, Bandung, h Wagiati Soetodjo, 2006,Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, h Ibid, h.12

12 12 khusus terhadap anak tersebut. Perlakuan khusus ini pada prinsipnya bertujuan memberi perlindungan terhadap anak, mengenai hal ini secara tegas dinyatakan oleh Suswantji Siswarahardjo yang menyatakan bahwa, pengkhususan dalam proses sidang anak adalah dalam rangka perlindungan anak. 14 Sejalan dengan itu, Erman Rajagukguk menyatakan, berdasarkan filosofi yang idealis bahwa pengadilan anak-anak lebih bertujuan untuk melindungi daripada menghukum si anak. Pandangan ini bertolak dari keyakinan bahwa sebagian besar dari anak mampu untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dimasa depan, jika kepada mereka diberikan pendidikan yang baik. 15 Sependapat dengan pandangan tersebut, Lele B. Costin berpendapat, tujuan proses peradilan bukanlah pada penghukuman tapi perbaikam kondisi, pemeliharaan, dan perlindungan anak serta pencegahan penngulangan tindakannya melalui tindakan pengadilan yang konstruktif. 16 Sementara itu Rosenhiem menyatakan, bahwa pengadilan anak-anak tidak hanya ekspresi dari hukuman tetapi juga membentuk image didalam pikiran anakanak yang akan datang menghadap tempat itu. Oleh karenanya prinsip dalam sidang pengadilan anak-anak sedikitnya, terdiri dari tiga hal, yaitu : 1. Tidak mendatangkan ketakutan pada anak 2. Bebas dari pengadilan oleh pers 3. Harus bertujuan melindungi daripada menghukum si anak Suswantji Siswarahardjo, 1986, Hak-Hak Anak Dalam Proses Peradilan Pidana, Disunting oleh Mulyanah W Kusumah, Hukum dan Hak Anak-Anak, Rajawali, Jakarta, h Erman Rajagukguk, 1985, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, h Ibid. 17 Erman Rajagukguk, loc.cit.

13 13 Adanya perlakuan khusus terhadap perkara-perkara yang dilakukan oleh anak, membuktikan bahwa anak tersebut perlu diberikan perhatian dan dilindungi. Terhadap hal ini menurut Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, pokok-pokok pikiran perlakuan khusus terhadap anak ini antara lain : 1. Usia muda, berkaitan dengan asas manfaat yaitu anak sebagai generasi penerus perlu diperhtikan masa depannya. 2. Demi kepentingan anak, sebagai asas kepentingan anak yaitu dalam menghadapkan anak ke sidang pengadilan harus diperhatikan akan kepentingan anak. 3. Untuk mewujudkan kesejahteraan anak, asas perlindungan yaitu anakanak (muda) karena kondisi fisik, mental dan social yang khusus perlu perlindungan dari perlakuan-perlakan dalam sidang anak. 18 Perlakuan khusus terhadap anak perlu didukung oleh pengetahuan yang memadai serta ketrampilan bagi mereka yang yang terlibat dalam penanganan anak khusus nya yang diajukan ke sidang pengadilan. Sehingga apa yang menjadi tujuan persidangan itu untuk memberikan perlindungan terhadap anak dapat tercapai. Suwantji Sisworaharjo menyatakan bahwa, dalam pemeriksaaan dipersidangan yang ditekankan bukan pembuktian terhadap kesalahannya dan penjatuhan hukuman terhadap anak, tetapi tindakan apakah yang sebaiknya diambil untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh anak tersebut Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, 1993, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h Suwantji Sisworaharjo,op.cit, h. 44

14 14 Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya normanorma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, faktor hukum atau peraturan perundangundangan. Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan social di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 20 Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek seharusnya atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun 20 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta, h.4-5

15 15 dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum Metode Penelitian Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam penelitian. Menurut Peter R. Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis. 22 Metode juga dapat diartikan sebagai teknik dan prosedur pengamatan dan percobaan yang menyelidiki alam yang digunakan oleh ilmuwan untuk mengolah fakta-fakta, data, dan penafsirannya sesuai dengan asas-asas dan aturan-aturan tertentu. Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. Penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan fondasi terhadap setiap tindakan dan pengambilan keputusan dalam segala aspek Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris. Yang dimaksud dengan penelitian hukum empiris adalah memandang hukum sebagai fenomena masyarakat dengan pendekatan struktual dan umumnya terkuantifikasi. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Dalam konteks ini hukum tidak semata-mata dikonsepkan 21 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, h Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 3

16 16 sebagai suatu gejala normatif yang otonom, sebagai ius constituendum (law as what ought to be), dan tidak pula semata-mata sebagai ius constitutum (law as what it is in the book), akan tetapi secara empiris sebagai ius operatum (law as what it is in society). Hukum sebagai law as what it is in society, hukum sebagai suatu gejala sosio empiric dapat dipelajari di satu sisi sebagai suatu independent variable yang menimbulkan efek-efek pada berbagai kehidupan sosial, dan di sisi lain sebagai suatu dependent variable yang muncul sebagai akibat berbagai ragam kekuatan dalam proses sosial Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan skripsi ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yang dimana bersumber dari informasi terkait untuk mendapatkan data yang konkrit. a. Data primer Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dilapangan yaitu dari informan. Lokasi penelitian akan dilakukan di Balai Pemasyarakatan Kelas II 23 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h Ibid, h. 69

17 17 Mataram, dan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu dalam bentuk bahan hukum, yang terdiri atas peraturan perundang-undangan maupun buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang ada. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah : a. Bahan hukum primer yang berupa Peraturan Perundang-Undangan yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum dan hasil karya ilmiah para sarjana yang berkaitan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara yaitu pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban relevan dari informan. b. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan bahanbahan hukum, buku-buku, literature, dan dokumen yang relevan dengan permasalahan penelitian.

18 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data-data primer dan sekunder dikumpulkan, kemudian data akan diolah dan di analisis untuk menghasilkan kesimpulan. Analisis data yang digunakan adalah analisis data yang berupaya memberikan gambaran secara jelas dan konkret terhadap masalah penelitian yang dibahas secara kualitatif, dan disajikan secara deskriptif Fakultas Hukum Unud, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Denpasar, h. 75