BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain, dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. 1 Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor dan adanya gejala gejala dalam kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia seperti krisis ekonomi, keadaan situasi politik juga dapat mempengaruhi laju kriminalitas. Meningkatnya kebutuhan serta tiadanya lapangan pekerjaan juga dapat menjadi faktor pemicu tumbuhnya kriminalitas. Tindakan kriminal biasanya terjadi pada masyarakat yang tergolong sedang berubah, terutama pada masyarakat perkotaan yang lebih banyak mengalami perubahan. Di dalam diri manusia secara alamiah, sudah ada bakat kejahatan. Bakat kebaikan dan kejahatan akan muncul dan mendominasi kehidupan manusia, jika bakat jahat yang dominan serta tak dapat ditekan oleh perasaan maka seseorang akan tumbuh menjadi manusia yang jahat. Dari bakat jahat itu akan tumbuh kejahatan didunia ini. meningkatnya kriminalitas bukan hanya disebabkan oleh faktor tersebut diatas, tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya beberapa hal. 1 1 Topo Santoso, Eva Achjani zulfa, 2008, Kriminologi. RajaGrafindo Persada, Jakarta.. 1

2 2 diantaranya faktor sosial, Politik, ekonomi, budaya bahkan karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuann sistim informasi dan perkembangan komunikasi tanpa batas. Terjadinya tindak kejahatan atau kriminal sangat dipacu oleh kehidupan yang serba kurang dengan kata lain karena adanya kemiskinan yang telah menjalar sampai ke daerah perkotaan yang memang kehidupan masyarakat perkotaan sangat komplek, sedangkan lapangan pekerjaan yang terbatas dan kemampuan masyarakat sangat terbatas karena tingkat pendidikan pada masyarakat menengah kebawah masih rendah. Dilihat dari beberapa kasus yang muncul, faktor-faktor yang terungkap adalah karena berbagai tekanan ekonomi adalah pemicu yang paling banyak, pengaruh pergaulan dalam lingkungan dimana seseorang hidup, faktor pendidikan seseorang, dan lain-lain juga menjadi indikator munculnya tindakan kejahatan/kriminalitas. Penegakan hukum harus dilakukan secara terintegrasi mulai dari Penyidikan sampai dengan sistem pembinaan, karena tujuan hukum bukan hanya sebagai instrumen penjara tetapi secara lebih luas adalah pembinaan terhadap pelaku tindak pidana. Penegakan Hukum bertujuan menegakkan keadilan agar tercipta rasa keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dan bagi masyarakat luas. Sebagai aparat penegak hukum, Polri merupakan institusi terdepan, bagi Polri, penegakkan hukum adalah proses dilakukannya upaya demi

3 3 tegak atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata, sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 2 Kejahatan karena sifatnya sangat berimplikasi buruk terhadap pelakunya sendiri ataupun berimplikasi terhadap orang lain yang secara disengaja maupun tidak disengaja bersentuhan dengan kejahatan, sehingga orang lain yang tidak berbuat menjadi turut menerima akibat dari kejahatan orang lain. Juga akibat dari tindak kejahatan dapat berdampak secara luas terhadap masyarakat, pemerintahan, sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional. Perbuatan yang tidak bertentangan atau menghambat terlaksananya hubungan pergaulan masyarakat, tidak melanggar norma-norma atau kaidahkaidah kehidupan manusia, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini sudah barang tentu tidak akan menimbulkan masalah, tetapi masalah akan mulai timbul mengganggu kehidupan masyarakat mana kala perbuatan seseorang telah melanggar norma atau kaidah. Harus dipikirkan oleh masyarakat dimana ia tinggal, perbuatan tersebut berupa kejahatan, maka yang bersangkutan dipandang telah melanggar larangan yang terdapat dalam aturan hukum pidana yang pada hakekatnya akan memberikan sanksi yang tegas kepada siapa saja yang telah melanggar larangan yang terdapat dalam aturan hukum pidana. Perbuatan yang demikian ini, dikatakan sebagai perbuatan pidana, artinya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana. 2 Hermawan Sulistyo, 2010, Derap Langkah Polri. Pensil 324, Jakarta, hal. 67.

4 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia mencantumkan dalam Buku II mengatur tentang kejahatan, dan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tentang pelanggaran. Perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan dan melanggar hukum maka, satu diantara bentuk-bentuk kejahatan barang-barang yang terdapat Buku II KUHP adalah masalah pembeli atau menjual barang-barang yang berasal dari suatu kejahatan atau lebih dikenal dengan sebutan penadahan, dimana pada umumnya sering tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Bukan pembeli atau penjual barang-barang yang berasal dari kejahatan saja yang dapat dikatakan sebagai penadah, namun sesuai dengan Pasal 480 KUHP seseorang yang menyewa, menerima gadai, menerima hadiah, mengangkut, menukarkan, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari hasil kejahatan dapat dikatakan sebagai penadah, dari sekian banyak unsur tersebut diatas maka yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah seseorang yang telah membeli barang hasil kejahatan, untuk lebih mempersempit ruang lingkup penelitian pada skripsi ini. Adanya lalulintas barang hasil dari kejahatan seperti mencuri, penggelapan, penipuan dan sebagainya, hal tersebut sangat besar berimplikasi adanya perdagangan gelap barang hasil dari kejahatan. Dengan demikian sudah barang tentu dari segi harga barang-barang tersebut jelas lebih murah dari harga normal di pasaran. Perbuatan tersebut diatas, tidaklah serta merta seseorang yang melakukan perbuatan membeli barang hasil kejahatan dapat dipidana, masih diperlukan dibuktikan secara hukum dengan mempertimbangkan unsur-unsur

5 5 kesalahan pada diri pelakunya. Unsur kesalahan ini sangat penting dalam menentukan dapat tidaknya orang dipertanggung jawabkan secara hukum pidana. Beberapa unsur kesalahan seperti membuktikan barang yang dibeli oleh seseorang adalah barang hasil dari kejahatan, harga tak sesuai dengan harga normal pasaran atau barang yang dibelinya dengan harga yang jauh dibawah harga pasaran baik barang baru maupun barang bekas serta pembelian barang dari hasil kejahatan tersebut adalah sebagai mata pencaharian dari pelaku dan lain sebagainya. Maka seseorang dapat dilakukan penyidikan atas perkara penadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tidak semua orang yang menguasai sesuatu hasil kejahatan dengan jalan membeli dapat dipidanakan dengan Pasal 480 KUHP, karena ketidaktahuan dan ketidak mengertian dari seseorang sehingga dengan tidak sengaja menguasai barang hasil kejahatan. Bahkan karena profesi seseorang telah membeli barang hasil kejahatan, dengan harga normal sesuai dengan harga pasaran, sehingga unsur kesengajaan untuk mendapatkan keuntungan dapat diabaikan. Hal-hal seperti ini tidak dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan bersekongkol atau telah melakukan perbuatan tadah. Dari hal tersebut diatas maka bagaimana bentuk pertanggung jawaban hukum dari seseorang yang membeli barang hasil kejahatan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka tulisan yang berupa skripsi ini diberi judul Pertanggung jawaban Pidana Bagi Pembeli Barang Hasil Kejahatan Ditinjau Dari Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan

6 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan. Hal ini nantinya akan merupakan pokok pembahasan dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan tersebut adalah : 1. Bagaimanakah penerapan Pasal 480 KUHP oleh penegak hukum terhadap pembeli barang hasil kejahatan? 2. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menentukan pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku penadahan? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam tulisan skripsi ini penulis akan membatasi permasalahan yang akan dibahas adalah terutama yang menyangkut akibat hukum dari tindak pidana penadahan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1). Pertama yang akan dibahas adalah bagaimanakah penerapan Pasal 480 sebagai pertanggung jawaban yuridis terhadap seseorang yang membeli barang hasil kejahatan. 2). Dan pada rumusan masalah kedua yang akan dibahas adalah pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap unsur-unsur perbuatan dalam menentukan pertanggung jawaban pelaku

7 Tujuan Penelitian Tujuan Umum 1. mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang membeli barang hasil kejahatan. 2. mengetahui perkembangan hukum pidana khususnya pada tindak pidana penadahan. 3. mengetahui upaya-upaya hukum apa saja yang dilakukan dalam penerapan Pasal 480 KUHP Tujuan Khusus Penulisan skripsi ini nantinya dapat diharapkan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah yang timbul di masyarakat khususnya untuk: 1). Mengetahui bagaimanakah langkah-langkah penegak hukum dalam menerapkan Pasal 480 KUHP pada tindak pidana penadahan. 2). Mengetahui apa-apa saja yang menjadi bahan pertimbangan hakim dalam proses peradilan guna menentukan pertanggung jawaban pidana bagi pelaku penadahan Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Mengembangkan wawasan dalam penerapan ilmu hukum serta meningkatkan pengetahuan di bidang hukum pidana.

8 8 2. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan hukum khususnya yang berhubungan dengan tindak pidana penadahan di Indonesia Manfaat Praktis 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan tindak pidana penadahan. 2. Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi siapa saja yang ingin mengetahui mengenai tindak pidana penadahan Landasan Teori Tindak Pidana Penadahan yang dimaksud disini adalah tindak pidana sebagaimana Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam tindak pidana penadahan ada dua kejadian kejahatan secara berturut-turut dilakukan oleh dua orang berbeda. Misalnya ada kejahatan awal, dan ada kejahatan yang berhubungan dengan kejahatan awal misal ada pencurian barang. Pencurian sebagai kejahatan awal, dan hasil pencurian tersebut dijual kepada pihak lain. Bagaimana membuktikan bahwa telah terjadi tindak pidana Penadahan, yang meliputi pengertian Tindak Pidana Penadahan, unsur-unsur dari tindak pidana penadahan serta akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari tindak pidana Penadahan tersebut, dan kepada siapa saja Pasal 480 KUHP itu dapat diterapkan.

9 9 Tindak pidana Penadahan dapat terjadi karena penguasaan hasil kejahatan, hasil kejahatan ini yang di maksud adalah dapat berupa barang-barang. Menguasai dalam hal ini adalah memiliki karena membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan barang-barang hasil dari kejahatan. Tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUIHP dapat disidik dan dipidana, untuk membuktikan bahwa barang yang dikuasainya tersebut berasal dari kejahatan, atau didahului oleh tindak pidana. Tidak perduli jenis kejahatan apa yang terkait dengan barang tersebut. Tindak Pidana yang mendahului tindak pidana penadahan dapat berupa tindak pidana Pencurian, penipuan, penggelapan dan lain sebagainya, dan jika hasil kejahatan/tindak pidana tersebut dipindah tangankan oleh pelaku, kepada orang lain dengan jalan menjualnya maka tindak pidana susulan dari tindak pidana sebelumnya adalah tindak pidana penadahan. Didalam membahas permasalahan di atas, maka penulis akan mendasarkan atas teori-teori. Untuk jelasnya akan dikemukakan beberapa pandangan para sarjana, tentang pengertian tindak Pidana dan tindak pidana penadahan. Sebagai mana dimaksud dalam Pasal 480 KUHP. Andi Hamzah : Penadahan termasuk delik pemudahan, karena dengan adanya penadah memudahkan orang melakukan kejahatan misalnya pencurian. Jika ada yang menadah tentu memudahkan orang mencuri, karena ada tempat penyaluran hasil curian. Lebih-lebih jika pencurian itu terorganisasikan, jika ada orang yang menadah hasil pencurian mobil, maka komplotan pencuri mobil mudah melakukan pencurian mobil. 3 3 Andi Hamzah Delik delik tertentu di dalam KUHP. Cetakan ke empat. Sinar Grafika. Jakarta. (selanjutnya disingkat Andi Hamzah I) hal. 133.

10 10 R. Soesilo : Elemen penting dari Pasal 480 KUHP adalah : terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu hasil dari kejahatan. 4 Moeljatno : Pasal 480 disebutkan bahwa untuk adanya penadahan, benda yang dibeli, disewa dan sebagainya, oleh terdakwa, harus diketahuai atau sepatutnya harus diduga ( redelijkerwijs moeten vermoeden ) bahwa asal dari kejahatan. Jadi disini, hal bahwa benda berasal dari kejahatan, bukan saja diisyaratkan adanya kesengajaan, tetapi cukup juga ada kealpaan terhadapnya. 5 Skep/51/IX/1979 tanggal 2 Oktober 1979 disebutkan unsur-unsur penadahan yang dipersyaratkan antara lain : 1. Pelaku atau orang yang melakukan perbuatan penadahan. 2. Membeli, menyewa, menukarkan, menerima gadai, penerima sebagai hadiah atau menjual, menyewakan, menukar, menyimpan, atau menyembunyikan suatu benda atau barang. 3. Untuk mendapatkan untung atau mengambil keuntungan. 4. Sekongkol. 6 Elemen penting dari perbuatan seperti tersebut diatas adalah seseorang yang membeli, menguasai, menyimpan barang tersebut harus mengetahui atau 4 R.Soesilo, 1986, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea Bogor, hal Moeljatno Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, cetakan ke delapan. Rineka Cipta. Jakarta. (selanjutnya disingkat Moeljatno I) hal Departemen Pertahanan Keamanan Markas Besar Kepolisian RI, 1979, Buku Saku Pengetahuan Dasar Bagi Anggota Polri di Lapangan, Jakarta, hal. 7.

11 11 patut dapat menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan, seseorang tak harus tahu dengan pasti hasil dari kejahatan apa, tetapi sudah cukup jika ia patut menyangka bahwa barang itu barang gelap atau hasil kejahatan. Jika barang yang dikuasainya baik didapat dari membeli, menyewa, menerima gadai atau dengan usaha lainnya tidak pernah diduga sebagai hasil kejahatan, dan membelinya dengan harga normal sesuai dengan pasaran, dan tidak bermaksud untuk mencari keuntungan maka orang tersebut tidak dapat disangka sebagai penadah. Terjadinya tindak pidana Penadahan seperti yang di atur dalam Pasal 480 KUHP adalah karena akibat dari tindak pidana yang terjadi mendahului tindak pidana penadahan itu sendiri artinya sebelum terjadi tindak pidana penadahan tersebut terlebih dahulu terjadi tindak pidana lain tetapi antara tindak pidana yang terdahulu dengan tindak pidana penadahan tersebut masih ada kaitannya, misal terlebih dahulu terjadi tindak pidana pencurian, penipuan, penggelapan dan lain sebagainya, dan barang bukti hasil dari tindak pidana tersebut di alih tangankan kepada pihak ketiga (Orang lain) dengan status jual beli, dikuasakan, digadaikan atau yang lainnya maka tindak pidana yang muncul kemudian dan ada kaitannya dengan tindak pidana pertama adalah tindak pidana penadahan itu. Karena hubungan yang dibangun oleh para pihak dengan bertujuan untuk mencari untung dari tindak pidanan yang dilakukannya tersebut maka para pihak dapat dikatakan sebagai sekongkol. Atas perbuatan tersangka melakukan penadahan maka kepadanya dapat diancam dengan Pasal 480 KUHP. Namun tidak seluruh penguasaan barang hasil dari kejahatan dapat dituntut dengan Pasal 480 KUHP,

12 12 ada hal-hal pokok yang mengakibatkan seseorang lepas dari tuntutan atas tindakan penadahan, oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah pembuktian dalam membuktikan apakah seseorang tersebut dapat dikatakan sebagai penadah atau tidak. Pembuktian menurut pemahaman umum adalah menunjukkan ke hadapan tentang suatu keadaan yang bersesuaian dengan induk persoalan, atau dengan kata lain adalah mencari kesesuaian antara peristiwa induk dengan akarakar peristiwanya. 7 Hukum pidana memiliki beberapa teori pembuktian, yaitu: a. Teori Pembuktian Positif. Menurut teori ini, bahwa bersalah atau tidaknya terdakwa tergantung sepenuhnya kepada sejumlah alat bukti yang telah ditetapkan oleh undangundang terlebih dahulu. Keyakinan hakim menurut teori ini harus dikesampingkan. Teori ini berkembang pada abad pertengahan, dan kini jarang diterapkan dalam praktek di pengadilan. 8 b. Teori Pembuktian Negatif. Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana, apabila sedikitdikitnya alat-alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang ada, ditambah keyakinan hakim yang diperoleh dari adanya alat-alat bukti itu. Bahwa terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, apabila alat-alat bukti itu ada ditambah keyakinan hakim sendiri. KUHAP menganut teori ini. 9 c. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu. Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran, pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu, diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran itulah, maka teori berdasarkan keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan 59 7 Hartono, 2010, Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal. hal Darwan Prints, 1989, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta, 9 Ibid.

13 13 perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. System ini dianut oleh peradilan juri di Perancis. 10 d. Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijebewijstheorie) Metode Penelitian Istilah metodelogi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke. Dengan demikian yang dimaksud dengan metodelogi adalah merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang sistematis atau suatu jalan untuk sampai pada apa yang dituju. 12 Demikian pentingnya metode ini maka dalam penulisan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis yaitu mengkaji suatu permasalahan yang muncul berdasarkan hukum yang berlaku, sedangkan penelitian empiris yaitu penelitian dengan aspek hukum dari hasil penelitian lapangan serta karena data-data yang dikumpulkan 10 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Andi Hamzah II) hal Ibid. hal Soerjono soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press, Jakarta, hal. 5

14 14 melalui wawancara dan observasi. 13 Penelitian yuridis empiris memecahkan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam praktik penerapan Pasal 480 KUHP yang kemudian dihubungkan dengan peraturan serta teori yang ada sehingga masalah dapat diselesaikan Sifat penelitian Berdasarkan keterangan diatas, maka sifat penelitian yuridis empiris yang digunakan adalah penelitian yang sifatnya deskriptif yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 14 Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum Sumber data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitian lapangan dan kepustakaan, dengan data utama yaitu data primer yang berasal dari penelitian lapangan, sedangkan hasil dari data kepustakaan adalah 13 Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metode Penelitian hukum, cetakan I Ghalian Indonesia, Jakarta, hal Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 25

15 15 sebagai data penunjang dalam kepustakaan ini. Adapun sumber data tersebut dapat diperoleh melalui 2 (dua) sumber data, yaitu: 1. Penelitian lapangan (field research) Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh langsung dari sumber informan dan responden yang dijadikan sumber informasi yang berkaitan dengan penulisan dan pembahasan skripsi ini. 2. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian di perpustakaan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum tertulis yaitu berupa, literatur-literatur tentang hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, dan bahan yang diperoleh dari buku bacaan tentang ilmu hukum khususnya hukum pidana dan bacaan-bacaan serta membuat catatan dan kutipan para sarjana yang terkait dengan pembahasan skripsi ini Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data yang dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu. 1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dilapangan melalui teknik wawancara (interview), pada teknik ini dilakukan tanpa mengajukan daftar pertanyaan (quisioner) tetapi sebelum wawancara dilakukan sudah membuat catatan-catatan pertanyaan untuk menjadi pegangan dalam

16 16 menyampaikan pertanyaan-pertanyaan. 15 Teknik wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang telah memahami tentang perkara hukum pidana khususnya dalam tindak pidana penadahan 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari membaca literatur-literatur, menganalisa ketentuan dalam literatur serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab dan pelaksanaannya Lokasi penentuan sampel penelitian Lokasi dalam penetuan sampel penelitian adalah di Polresta Denpasar serta Pengadilan Negeri Denpasar Teknik penentuan sampel penelitian Teknik yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah menentukan informan yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan Teknik pengolahan dan analisis data Setelah data terkumpul, baik dari lapangan (data primer) maupun data sekunder, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dalam penelitian dengan teknik kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul akan diolah dan Jakarta, hal Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Cetakan IV, PT. Rineka Cipta,

17 17 dianalisis. Proses analisis dilakukan dengan cara menyusun data secara sistematis untuk menemukan tema-tema dan merumuskan hipotesa-hipotesa. 16 Digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan, dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi dengan merujuk pada landasan teoritis, konsep, pandangan-pandangan sarjana relevan untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data Ibid, hal Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 92

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I Gede Made Krisna Dwi Putra I Made Tjatrayasa I Wayan Suardana Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di daerah, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh bahan penulisan skripsi ini, maka penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, sehingga segala sesuatu permasalahan yang melanggar kepentingan warga negara indonesia (WNI) harus diselesaikan atas hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research) 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Berdasarkan klasifikasi penelitian hukum baik yang bersifat normatif maupun yang bersifat empiris serta ciri-cirinya, maka pendekatan masalah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode adalah suatu bentuk atau cara yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan dibahas berdasarkan data yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan serta pengaruh globalisasi di tengah masyarakat, ikut membuat perubahan yang pesat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK Zulfan kurnia Ainun Najib Dosen Pembimbing I : Dr. Pujiyono, SH., M.Hum Dosen Pembimbing II : Bambang Dwi Baskoro, SH.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan perbuatan jahat dalam arti

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai derajat Sarjana Hukum Dalam

Lebih terperinci