MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER"

Transkripsi

1 MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB C YPAC SEMARANG Wahyu Agus Setyani wahyu.styani@yahoo.com ABSTRAK Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah dengan menggunakan ice breaker. Ice breaker adalah pemecah kebekuan fikiran atau fisik siswa agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar pada anak tunagrahita ringan melalui model pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis ice breaker. Obyek penelitian ini adalah model pembelajaran dengan pendekatan saintifik di SLB C YPAC Semarang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian pengembangan. Metode penelitian yang digunakan pada tahap I adalah: 1) wawancara mendalam, 2) pengamatan terlibat, 3) analisis isi dokumen. Hasil yang sudah dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) identifikasi model pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang dijalankan oleh guru bagi anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang,2) Identifikasi gambaran motivasi belajar anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang, 3) susunan draft model pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis Ice Breaker yang efektif dapat meningkatkan motivasi belajar bagi anak tunagrahita ringan. Kata Kunci : pendekatan saintifik, ice breaker,motivasi Belajar Siswa. 56

2 PENDAHULUAN Kurikulum yang dipakai di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Kurikulum 2013 juga digunakan pada anak berkebutuhan khusus pada semua kategori ketunaan termasuk pada anak tunagrahita ringan. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 memiliki karakterisitik yang menjadi ciri khas pembeda dengan kurikulum-kurikulum yang telah ada selama ini salah satunya adalah pada pendekatan pembelajarannya. Pendekatan pembelajaran yang dipakai pada Kurikulum 2013 adalah mengggunakan pendekatan saintifik (pendekatan ilmiah). Berdasarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013 menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada pendekatan saintifik ini meliputi tiga ranah belajar, yaitu: Sikap (yang terdiri dari sikap spiritual dan sikap sosial), Pengetahuan (Produk), dan Keterampilan (Proses dan Psikomotorik). Peserta didik diharapkan mampu mengimplementasikan penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang saling terintegrasi satu sama lain. Hasil akhirnya diharapkan implementasi kurikulum ini dapat membantu siswa menjadi insan yang pandai bersyukur, berjiwa sosial tinggi, cerdas, mandiri, dan kreatif ( soft skill dan hard skill seimbang). Pada beberapa jurnal dan penelitian ilmiah, pengggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran di sekolah umum dengan peserta didik non tunagrahita telah terbukti berhasil untuk meningkatkan motivasi maupun hasil belajar anak. Menurut Deden (2015) Dengan pendekatan saintifik peserta didik akan lebih tertarik untuk belajar, dengan konsep menemukan sendiri maka mereka juga dapat lebih mengingat materi yang dibahas dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pendapat serupa juga diberikan oleh Sumayasa, Marhaeni dan Dantes (2015) yang mengatakan motivasi belajar dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran saintifik (kelompok eksperimen) hasilnya lebih baik daripada siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol). Namun, pada anak tunagrahita yang mengalami hambatan khususnya yang berkenaan dengan perhatian atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya, pendekatan saintifik yang menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif sepanjang kegiatan pembelajaran, mungkin akan 57

3 nampak rumit bagi anak tunagrahita. Oleh karena itu, kurikulum 2013 yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan khusus membutuhkan modifikasi yang disesuaikan dengan ragam hambatan yang dialami peserta didik yang bervariasi, sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didikterutama pada anak tunagrahita. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik dan dapat mengakomodir segala kebutuhan dan kekhasan yang ada pada setiap individu. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada seorang guru di SLB C YPAC Semarang menyebutkan bahwa motivasi belajar siswa masih rendah. Siswa juga kurang bersemangat untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Rendahnya motivasi belajar siswa tersebut mengakibatkan hasil belajar yang rendah pula pada anak. Motivasi belajar juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung memiliki hasil belajar yang baik. Begitu juga sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah cenderung memiliki hasil belajar yang kurang baik. Hasil belajar akan menjadi lebih optimal jika disertai dengan motivasi belajar yang baik. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa (Sardiman, 2012). Temuan pada observasi peneliti menunjukkan bahwa pola pembelajaran di kelas sebagian besar guru masih mengandalkan pada metode ceramah. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, hanya 5-10 menit anak dapat berkonsentrasi pada pelajaran yang disampaikan oleh guru, setelah ituanak mengalami kejenuhan dan tidak lagi memperhatikan pelajaran yang disampaikan. Mereka melampiaskannya dengan mengobrol, berbaring di lantai bahkan ada yang keluar dari kelas. Menanggapi masalah tersebut, pendekatan dapat dikembangkan melalui teknik pembelajaran kreatif, inovatif dan menyenangkan yang cocok untuk mengatasi kejenuhan anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah dengan menggunakan ice breaker. Icebreaker adalah pemecah kebekuan fikiran atau fisik siswa agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Penggunaan ice breaker dalam pembelajaran akan sangat membantu dalam menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis (Sunarto, 2012). 58

4 Ice breaker sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di kelas untuk menjaga stamina emosi dan kecerdasan berfikir siswa. Ice breaker diberikan untuk memberikan rasa gembira yang bisa menumbuhkan sikap positif siswa dalam proses pembelajaran. Suasana belajar yang menyenangkan dan penuh semangat tentu tidak terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dengan baik oleh guru. Untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan selain membuat skenario pembelajaran yang dapat melibatkan seluruh siswa aktif, tentu akan sangat membantu jika para guru bisa menggunakan ice breaker sebagai alat untuk menciptakan nuansa kegembiraan. Hasil penelitian ini diharapkan keakraban antar siswa, maupun antara guru dan siswa (Sunarto, 2012). Hasil penelitian pada model pembelajaran melalui pendekatan saintifik berbasis ice breaker diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar bagi anak tunagrahita ringan. Secara khusus penelitian ini bertujuan :1) Untuk mengetahui model pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang dijalankan oleh guru bagi anak tunagrahita ringan pada saat ini, 2) Untuk mengetahui gambaran motivasi belajar anak tunagrahita ringan pada saat ini, 3) Untuk mengetahui gambaran hasil belajar anak tunagrahita ringan pada saat ini, 4) Untuk mengetahui model pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis ice Breaker yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar bagi anak tunagrahita ringan, 5) Untuk mengetahui model pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan berbasis ice breaker efektif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar anak tunagrahita ringan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SLB C YPAC Semarang dengan pendekatan kualitatif. Kajiannya ditekankan pada aspek pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan memotivasi siswa untuk yang bisa menumbuhkan sikap positif siswa dalam proses pembelajaran. Teknik cuplikan yang digunakan didasarkan pada konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik dan lain-lainnyan (Sutopo, 2006). Beberapa sumber data yang dipilih sebagai sampling dalam penelitian meliputi informan, tempat/ peristiwa dan dokumen didasarkan dengan teknik purposive sampling. Adapun sampel penelitian adalah berupa orang (guru dan siswa) dan atau benda seperti silabus serta materi pembelajaran. Teknik untuk melangkapi data hasil pengamatan adalah wawancara mendalam. 59

5 Validitas dilakukan dengan tiga cara yaitu: (1) tringulasi sumber, (2) recheck, (3) peer debriefing. Tringulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data informasi terhadap berbagai sumber data berbeda mengenai masalah yang sama. Recheck dilakukan dengan cara meneliti ulang data informasi dari para informan agar diperoleh perbaikan atau kebenrana data terhadap berbagai sumber informasi yang salah dan tidak lengkap dari hasil informasi sebelumnya. Peer debriefing, yaitu mendiskusikan hasil penelitian dengan personal yang sebanding (setara pengetahuan) untuk memperoleh kritikan dan pertanyaan tajam yang menentang tingkat kepercayaan terhadap kebenaran penelitian, dengan demikian peneliti sebagai instrumen penelitian senantiasa melakukan koreksi secara terus menerus mengenai hasil penelitian yang telah dihimpun. (Nasution, 1988:116). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 1 bulan, yaitu pada bulan April 2016 di SLB C YPAC Semarang. Berdasarkan penelitian permasalahannya dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang dijalankan oleh guru bagi anak tunagrahita ringan pada saat ini. Model pembelajaran yang digunakan di SLB C YPAC Semarang adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Dalam pengembangan silabus kurikulum 2013, setiap satuan pendidikan diberikankebebasan dan keleluasaan dalam mengembangkanya disesuaikan dengan kebutuhan masing masing sekolah. Prinsip ini belum dilaksanakan oleh guru untuk anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang. Dalam pengembangan silabus guru masih mengadopsi silabus dari hasil rapat KKG/KKS. Selanjutnya model silabus tersebut ditelaah dan disesuaikan dengan kondisi sekolah. Apabila silabus tersebut tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa maka akan direvisi dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Untuk penyusunan rencana Pelaksanaan model pembelajaran (RPP) guru berpedoman pada silabus yang telah disediakan oleh KKG/KKS. Dalam silabus tersebut sudah disediakan pemetaan KI/KD setiap mata pelajaran 60

6 yang akan dalam hal ini media tersebut harus memilki kegunaan yang dapat dimanfaatkan olehberbagai bidang studi yang terkait dan terpadu. Penggunaan metode pembelajaran yang dipakai guru dalam pembelajaran saintifik bagi siswa tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang dapat dideskrisikan guru berorientasi pada metode ceramah dan pemberian tugas. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan kurang menarik perhatian siswa. Dalam penerapannya, kurikulum 2013 memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk dapat memperkaya pengetahuan dari berbagai sumber, seperti buku, internet, dan lingkungan sosial masyarakat. Peran guru dalam kurikulum 2013 hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, yang fungsinya mengarahkan peserta didik untuk mencapai target pembelajaran sesuai dengan yang ditetapkan. Hasil akhir yang diharapkan dari model pembelajaran yang aktif, kreatif, dan gembira ini adalah para peserta didik terpacu untuk meningkatkan kemampuannya di bidang sains, matematika, dan membaca. Namun, pada anak tunagrahita yang mengalami hambatan khususnya yang berkenaan dengan perhatian atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya, pendekatan saintifik yang menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif sepanjang kegiatan pembelajaran, mungkin akan nampak rumit bagi anak tunagrahita. Oleh karena itu, kurikulum 2013 yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan khusus membutuhkan modifikasi yang disesuaikan dengan ragam hambatan yang dialami peserta didik yang bervariasi, sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didikterutama pada anak tunagrahita. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik dan dapat mengakomodir segala kebutuhan dan kekhasan yang ada pada setiap individu. Menurut Mulyasa (2014) kunci sukses pembelajaran dengan pendekatan saintifik ada beberapa faktor yaitu: a) Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor penentu yang dapat menggerakkan semua sumber daya sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan terprogram. 61

7 b) Kreativitas guru Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang berbasis karakter dan kompetensi, antara lain ingin mengubah pola pendidikan sebagai sebuah proses yang dalam pembelajarannya harus sebanyak mungkin melibatkan melibatkan siswa agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi dan kebenaran ilmiah. Dalam kerangka inilah perlunya kreativitas guru, agar mereka mampu menjadi fasilitator dan mitra belajar bagi siswa. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi harus kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar kepada seluruh siswa agar mereka belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. c) Aktivitas peserta didik Dalam rangka mendorong dan mengembangkan aktivitas peserta didik, guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik, terutama disiplin diri. Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin dalam setiap aktivitasnya. Untuk mendisiplinkan diri perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut. dalam hal ini guru harus mampu memerankan diri sebagai pengemban ketertiban, yang patut ditiru dan diteladani serta tidak otoriter. d) Sosialisasi Kurikulum 2013 Sosialisasi sangat penting dilakukan, agar semua pihak yang terlibat dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, sehingga mereka memberikan dukungan terhadap perubahan kurikulum yang dilakukan. Dalam hal ini sebaiknya pemerintah memberikan grand 62

8 design yang jelas dan menyeluruh, agar konsep kurikulum yang diimplementasikan dapat dipahami oleh para pelaksana secara utuh, tidak ditangkap secara parsial, keliru atau salah paham. e) Fasilitas dan sumber ajar Dalam pengembangan fasilitas dan sumber ajar, guru di samping harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga juga harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber ajar yang lebih konkret. Pendayagunaan lingkungan sebagai sumber ajar misalnya memanfaatkan bebatuan, tanah, tumbu-tumbuhan, keadaan alam, pasar, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya kehidupan yang berkembang di masayarakat. f) Lingkungan yang kondusif akademik Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik merupakan iklim yang membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik sendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. 2. Gambaran motivasi belajar anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa motivasi belajar pada anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang cenderung rendah. Motivasi belajar yang rendah menyebabkan siswa menjadi kurang bersemangat dalam belajar terlebih dengan karakteristik anak tunagrahita yaitu keterlambatan dalam proses berfikir, maka karakteristik anak tunagrahita berdampak pada keseluruhan perilaku dan pribadinya, termasuk dalam pencapaian hasil belajarnya. Menurut pendapat Schunk, Pintrich, dan Meece (2012:6) Motivasi merupakan sebuah 63

9 proses diinisiasikannya dan dipertahankannya aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Ini berarti motivasi menyangkut berbagai tujuan yang memberikan daya penggerak dan arah bagi tindakan. Mengawali pencapaian sebuah tujuan merupakan sebuah proses penting dan sering kali sulit. Akan tetapi, proses-proses motivasi seperti pengharapan, persepsi penyebab, emosi, dan afek membantu invidu mengatasi kesulitan dan mempertahankan motivasi. Menurut Slameto (2003:2) Belajar adalah Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik (Uno, 2006). Slameto (2010: 54) berpendapat bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar, yakni faktor jasmani, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Beberapa hal yang harus dikuasai anak tunagrahita dalam motivasi belajar yaitu ketekunan belajar, keuletan dalam belajar, minat/perhatian dalam belajar, tidak bosan belajar, belajar dan senang belajar. Berdasarkan keterbatasan tersebut maka diperlukan pelayanan pendidikan khusus untuk mengembangkan motivasi anak. 3. Gambaran hasil belajar anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang Berdasarkan penelitian, menunjukan bahwa hasil belajar anak tunagrahita ringan di SLB C YPAC Semarang rendah. Hal ini ditunjukkan dari penilaian hasil belajar pada anak tunagrahita ringan yang hampir semua tidak mencapai Standar Kelulusan Batas Minimum (SKBM) yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sekolah tidak menentapkan SKBM (standar kelulusan batas minimum) kepada siswa dengan alasan memperhatikan kemampuan yang dimiliki 64

10 siswa.apabila SKBM ditetapkan sesuai aturan maka akan banyak siswa yang tidak naik kelas sedangkan usia mereka sudah besar. Ada keterkaitan langsung antara kemampuan intelektual dengan hasil belajar pada anak. Menurut Edgar dalam Efendi (2006) mengatakan bahwa sesorang dikatakan tunagrahita jika (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak normal sebayanya, (3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda dan (4) kematangannya terhambat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita adalah anak yang memiliki tingkat intelektual yang rendah yaitu dibawah 70, karena ketunagrahitaanya tersebut berdampak pula pada keterbatasan kecerdasannya, maupun keterlambatan dalam sosial, akademik dan tingkat kematangan dari seorang anak tunagrahita. Keterbatasan kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita menjadi kendala utama dalam belajar. Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus dirinci dan sedapat mungkin dimulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak. Materi yang bersifat akademik juga diberikan pada anak tunagrahita. Namun, hanya anak tunagrahita dengan kategori ringan yang masih mendapatkan pembelajaran akademik di sekolah. Walaupun begitu, mereka tetap memiliki kemampuan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat intelegensi normal atau diatas rata-rata. 4. Model pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis Ice Breaker yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar bagi anak tunagrahita ringan. Teknik pembelajaran Ice Breaker mengutamakan suasana belajarmengajar yang ceria, semangat, dan tidak membosankan yang dilakukan secara individual dan kelompok. Memang, ice breaker ini biasanya dipakai pada saat penataran atau diklat. Namun, ice breaker juga sangat baik diterapkan pada saat proses pembelajaran. Chlup and Collin (2009) berpendapat bahwa: Icebreaker activities, as the name implies help "break the ice" in various ways. They help group members get acquainted and begin conversations, relieve inhibitions or tension between people, allowing those involved to build trust with and feel more open to one another. Icebreakers encourage 65

11 participation by all, helping a sense of connection and shared focus to develop. Artinya adalah kegiatan Ice breaker, seperti namanya membantu "memecahkan es" dalam berbagai cara. Mereka membantu anggota kelompok berkenalan dan mulai percakapan, meredakan hambatan atau ketegangan antara orang-orang, yang memungkinkan mereka yang terlibat untuk membangun kepercayaan dengan dan merasa lebih terbuka satu sama lain. Ice breaker mendorong partisipasi dari semua, membantu rasa saling membutuhkan dan mengembangkan kefokusan. Penggunaan Ice breaker dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memecahkan kejenuhan dan kebosanan di saat pembelajaran tengah berlangsung. Hal ini sesuai dengan fungsi Ice Breaker dalam pembelajaran menurut Pramudyo (2007) yaitu: a) Membuat anak saling mengenal dan akan menghilangkan jarak mental sehingga suasana menjadi benar-benar rileks, cair dan mengalir, b) Mengarahkan atau memfokuskan peserta pada topik pembahasan atau pembicaraan, c) Dapat digunakan sebagai daya pembangkit (energizer), d) Menghidupkan anak. Hal ini terutama bila anak menunjukkan gejala bosan, jenuh, capai atau mengantuk, e) Memotivasi anak untuk melanjutkan pembelajaran berikutnya, f) Membantu memahami masalah, g) Mempercepat proses pembelajaran, h) Membantu memahami orang lain. 5. Model pembelajaran dengan pendekatan saintifik / berbasis ice breaker efektif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar anak tunagrahita ringan. Tujuan utama ice breaker dalam pembelajaran adalah untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Dengan dilakukannya ice breaker motivasi siswa menjadi tinggi, sehingga mempunyai rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, penggunaan ice breaker dalam pembelajaran perlu mempertimbangkan beberapa prinsip yaitu; efektivitas, motivate, sinkronized, 66

12 tidak berlebihan, tepat situasi, tidak mengandung unsur SARA, serta tidak mengandung unsur pornografi. Jenis ice breaker yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar anak menurut Sunarto (2012:110) adalah: a) Jenis Yel-yel b) Jenis tepuk c) Jenis lagu d) Jenis game e) Dan jenis cerita Ice breaker dalam pembelajaran dapat dilakukan secara spontan, pada awal pelajaran, inti proses pembelajaran, maupun pada akhir pembelajaran. a) Penerapan ice breaker secara spontan dalam proses pembelajaran Ice breaker dapat dilakukan secara spontan tanpa persiapan sebelumnya. Seorang guru yang tanggap terhadap kondisi siswa tentu akan segera mengambil tindakan terhadap kondisi dan situasi pembelajaran yang kurang kondusif selama proses pembelajaran berlangsung. Ice breaker diberikan spontan dalam pembelajaran dengan tujuan: (1) Memusatkan perhatian siswa kembali (2) Memberikan semangat baru pada saat siswa mencapai titik jenuh (3) Mengalihkan perhatian terhadap fokus materi pelajaran yang berbeda b) Ice breaker di awal kegiatan pembelajaran Pada saat mengawali proses pembelajaran seorang guru harus melaksanakan beberapa hal yang berkaitan dengan kesiapan mental anak didik dalam mengikuti proses pembelajaran yang akan berlangsung. Dalam rangka menyiapkan kondisi tersebutselain melakukan apersepsi, guru dapat memulai proses pembelajaran dengan ice breaker. Kelebihan-kelebihan ice breaker pada awal kegiatan pembelajaran adalah: (1) Ice breaker dapat terpilih secara lebih tepat, baik dalam menyesuaikan materi maupun ketepatan memilih prinsip penggunaan ice breaker 67

13 (2) Ada kesempatan bagi guru untuk belajar terhadap ice breaker yang akan disampaikannya (3) Ice breaker dapat dipersiapkan lebih sinkron dengan strategi pembelajaran yang dipilih guru saat itu (4) Ice breaker terasa lebih menyatu dengan proses pembelajaran c) Ice breaker pada inti kegiatan pembelajaran Pada kegiatan inti pembelajaran merupakan waktu yang krusial dimana siswa harus terus memusatkan perhatiannya selama pembelajaran berlangsung. Waktu yang begitu panjang untuk terus berkonsentrasi pada hal yang sama adalah hal yang sangat sulit, untuk itu dibutuhkan ice breaker untuk memceahkan kejenuhan tersebut. Penggunaan ice breaker pada inti pembelajaran dilakukan dengan ketentuan-ketentuan berikut: (1) Ice breaker digunakan pada saat pergantian sesi atau pergantian kegiatan, (2) Ice breaker digunakan pada saat anak mengalami kejenuhan atau kebosanan pada saat belajar, (3) Ice breaker digunakan untuk memberikan penguatan materi yang sedang diberikan. d) Ice breaker pada akhir kegiatan Walaupun pelajaran sudah selesai ice breaker masih dianggap perlu. Ice breaker diakhir pembelajaran berfungsi untuk : (1) Memberikan penguatan tentang pemahaman konsep pelajaran yang baru saja dilaksanakan, (2) Mengakhiri kegiatan dengan penuh kegembiraan, (3) Memotivasi siswa untuk selalu senang mengikuti pelajaran berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran selama di lapangan telah ditemukan masalah-masalah yaitu: 68

14 1. Perbedaan tunagrahita dengan anak normal dalam proses belajar adalah terletak pada hambatan dan amsalah atau karakteristik belajarnya. Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita dengan anak sebayanya, anak tunagrahita mengalami masalah pada tingkat kemahiran dalam memecahkan masalah, melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru, minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas. 2. Model pembelajaran yang diberlakukan saat ini menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik namun belum dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan khusus anak tunagrahita ringan. 3. Karakteristik yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan, berdampak pada rendahnya motivasi dan hasil belajar pada anak tunagrahita ringan. 4. Guru mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekaan saintifik ini disebabkan kurangya pemahaman guru dalam melaksanakan pembelajaran ini. 5. Teknik pembelajaran Ice Breaker dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada anak tunagrahita ringan. Ice breaker mengutamakan suasana belajar-mengajar yang ceria, semangat, dan tidak membosankan yang dilakukan secara individual dan kelompok. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat diperoleh suatu kesimpulan sebagaimana telah diuraikan diatas, untuk itu peneliti mengajukan beberapa saran yang mungkin bermanfaatkan bagi berbagai pihak. 1. Kepala Sekolah, dengan adanya penelitian ini hendaknya kepala sekolah dapat memotivasi dan memfasilitasi guru gurunya untuk mengikuti pelatihan -pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran 69

15 saintifik ini sendiri. Baik itu tentang perencanaanya, pelaksanaan, maupun penilaianya. 2. Guru hendaknya bisa lebih aktif dalam mencari informasi yang berkaitan dengan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Baik itu aktif dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan KKG, agar bisa membahas secara bersama-sama bagaimana bentuk pelaksanaan model pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita ringan di sekolahsekolah luar biasa yang ada. 3. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya maupun masyarakat. Dalam hal ini peserta didik semestinya menerima pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan. 4. Pelaksanaan pembelajaran memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik. Pembelajaran dilaksanakan dalam suasana hubungan yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembira, dan berbobot. DAFTAR PUSTAKA Chlup, Dominique; Tracy E. Collins. (2014).Breaking the Ice: Using Ice-Breakers and Re-Energizers with Adult Learners. Adult Learning. Hal. 35A- 39A. Deden. (2015). Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Pada Mata Pelajaran Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional 9 Mei Universitas Negeri Surabaya Effendi, Mukhlison. (2006). Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Nadi Ofset. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Implementasi Kurikulum Jakarta: Depdikbud. 70

16 Mulyasa. (2014). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Nasution Metode Research, Jakarta : PT. Bumi Aksara Sardiman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Schunk, Dale; Paul, R; Judith, L. (2012). Motivasi dalam Pendidikan. Jakarta: Indeks. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sumayasa, I Nyoman; A.A.I.N.Marhaeni; Nyoman Dantes. (2015). Pengaruh Implementasi Pendekatan Saintifik Terhadap Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas Vi Di Sekolah Dasar Se Gugus Vi Kecamatan Abang, Karangasem. e- Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar. Volume 5. hal Sunarto.(2012).Ice breaker Dalam Pembelajaran Aktif. Cakrawala Media: Surakarta. Sutopo Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS. Uno, H. B. (2006). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara. 71

PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER PADA PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DISLB C YPAC SEMARANG

PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER PADA PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DISLB C YPAC SEMARANG PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS ICE BREAKER PADA PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DISLB C YPAC SEMARANG Wahyu Agus Styani, Munawir Yusuf, Siti S. Fadhilah Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A PERILAKU BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK BAGASKARA SRAGEN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Perlu diketahui bahwa sebuah sistem pendidikan Islam

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Perlu diketahui bahwa sebuah sistem pendidikan Islam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sering kali di hadapkan dengan problematika yang berat. Perlu diketahui bahwa sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai kompenen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan menurut udang-undang No 20 tahun 2003 pasal 1 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan menurut udang-undang No 20 tahun 2003 pasal 1 tentang sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut udang-undang No 20 tahun 2003 pasal 1 tentang sistem pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kegiatan yang memiliki proses dan merupakan unsur yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kegiatan yang memiliki proses dan merupakan unsur yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan kegiatan yang memiliki proses dan merupakan unsur yang sangat penting dan fundamental dalam setiap penyelanggaraan jenis dan jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

Jurnal Swarnadwipa Volume 1, Nomor 2, Tahun 2017, E-ISSN PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO

Jurnal Swarnadwipa Volume 1, Nomor 2, Tahun 2017, E-ISSN PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO Deni Eko Setiawan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Email: Denny_r.madrid@yahoo.com Kian Amboro Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA oleh: Yopi Nisa Febianti, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan seseorang baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pendidikan anak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan seseorang baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pendidikan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan seseorang baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pendidikan anak

Lebih terperinci

JURNAL OLEH YENI FARIDA The Learning University

JURNAL OLEH YENI FARIDA The Learning University PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS SEJARAH KELAS VII SMP NEGERI 1 MALANG SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2011/2012 JURNAL OLEH YENI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan merupakan proses interaksi antar manusia yang ditandai dengan keseimbangan antara peserta didik dengan pendidik. Proses interaksi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga atau individu untuk mencapai tujuan tertentu. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga atau individu untuk mencapai tujuan tertentu. Pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh suatu lembaga atau individu untuk mencapai tujuan tertentu. Pendidikan merupakan kebutuhan vital bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia memerlukan suatu pendidikan. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG

PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG RINGKASAN TESIS Diajukan kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa dikembangkan sesuai dengan bakat dan kemampuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ialah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Untuk mewujudkannya pemerintah mengupayakan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penentu bagi kemajuan bangsa. Dengan pendidikan manusia dituntut untuk memproleh kepandaian dan ilmu, sehingga akan mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis dan Hipotesis Tindakan 1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN TEKNIK ICE BREAKER TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS III SEKOLAH DASAR

PENGARUH PENERAPAN TEKNIK ICE BREAKER TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS III SEKOLAH DASAR PENGARUH PENERAPAN TEKNIK ICE BREAKER TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS III SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN Oleh SUMARDANI NIM F37010064 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan alat utama untuk memberikan cara berpikir.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan alat utama untuk memberikan cara berpikir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan alat utama untuk memberikan cara berpikir. Matematika merupakan alat untuk menyusun pemikiran yang luas, tepat, teliti dan taat azas. Matematika

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. pembelajaran PKn yang dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Cimahi

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. pembelajaran PKn yang dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Cimahi 127 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, refleksi, diskusi balikan, serta rencana tindakan yang telah dilakukan pada setiap siklus, mulai dari siklus I sampai siklus III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau kualitas pendidikan yang masih rendah. Rendahnya kualitas

Lebih terperinci

PENERAPAN PAKEM DENGAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS I SEMESTER 1 SDN TANGGUL KULON 01 TAHUN PELAJARAN 2009/2010

PENERAPAN PAKEM DENGAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS I SEMESTER 1 SDN TANGGUL KULON 01 TAHUN PELAJARAN 2009/2010 PENERAPAN PAKEM DENGAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS I SEMESTER 1 SDN TANGGUL KULON 01 TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Tutik Yuliarni 7 Abstrak. Proses pembelajaran masih

Lebih terperinci

Alviyana, Baedhowi, Kristiani * *Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Sebelas Maret

Alviyana, Baedhowi, Kristiani * *Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Sebelas Maret ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KURIKULUM 2013, MINAT BELAJAR, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI PEMASARAN PADA MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK NEGERI 6 SURAKARTA Alviyana, Baedhowi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan bangsa ini akan cerdas dalam berpikir, dan bijak dalam bertindak. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

Erlisa Pertiwi, Syahril Bardin, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman

Erlisa Pertiwi, Syahril Bardin, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Learning Cycle Dan Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Kelas VII SMP Negeri 13 Samarinda Tahun Pembelajaran 2015/2016 Erlisa Pertiwi, Syahril

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dengan pendidikan. Pentingnya pendididkan itu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dengan pendidikan. Pentingnya pendididkan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menentukan peradaban suatu bangsa itu ditunjang oleh sumber daya manusia yang akan terus berkembang sesuai kebutuhan manusia dalam kehidupan masyarakat pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan niat melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipengaruhi oleh lingkungan dan instrumen pengajaran, komponen yang. pendidik dengan peserta didik yang didukung oleh proses.

BAB I PENDAHULUAN. yang dipengaruhi oleh lingkungan dan instrumen pengajaran, komponen yang. pendidik dengan peserta didik yang didukung oleh proses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa, karena dengan adanya pendidikan sebuah bangsa akan mencapai kemajuan, baik dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan terwujudnya pendidikan nasional yang berkualitas tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dalam lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran serta membantu siswa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subyek yaitu peserta didik dan pendidik. Dalam proses belajar peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan perubahan-perubahan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pendidikan diberikan kepada seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang berakar pada budaya bangsa demi membangun masa kini dan masa mendatang kehidupan bangsa. Sehingga Pendidikan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan, khususnya di Sekolah Dasar merupakan fokus perhatian dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sekolah dasar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam. saling melengkapi dan memperkaya pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. dan lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam. saling melengkapi dan memperkaya pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan topik yang tiada habisnya untuk dibahas, pendidikan berlangsung dalam berbagai bentuk kegiatan, berbagai bentuk tindakan, dan berbagai bentuk peristiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendasar untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE PEMBELAJARAN. SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs NURUL HUDA BANYUPUTIH BATANG

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE PEMBELAJARAN. SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs NURUL HUDA BANYUPUTIH BATANG BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs NURUL HUDA BANYUPUTIH BATANG A. Analisis Proses Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Nurul Huda Banyuputih Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, Diva Press, Yogyakarta, 2011, hlm.5 2. Ibid, hlm.5 3

BAB I PENDAHULUAN. Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, Diva Press, Yogyakarta, 2011, hlm.5 2. Ibid, hlm.5 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah aspek universal yang selalu dan harus ada dalam kehidupan manusia.1 Tanpa pendidikan, ia tidak akan pernah berkembang dan berkebudayaan. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada manusia yang disebabkan oleh perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap. Proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2014: 2) merupakan Kurikulum penyempurnaan KTSP yang tertera pada Peraturan Menteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2014: 2) merupakan Kurikulum penyempurnaan KTSP yang tertera pada Peraturan Menteri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2014: 2) merupakan Kurikulum penyempurnaan KTSP yang tertera pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 68,69 dan 70 Tahun 2013

Lebih terperinci

Universitas Syiah Kuala Vol. 3 No.4, Oktober 2016, hal ISSN:

Universitas Syiah Kuala Vol. 3 No.4, Oktober 2016, hal ISSN: PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES TERHADAP KETUNTASAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI TOKOH-TOKOH PERGERAKAN NASIONAL KELAS V SDN 70 BANDA ACEH Syarifah Habibah (Dosen Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran

BAB II. Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran BAB II Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran A. Kajian Teori 1. PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) Menurut buku panduan PPL FKIP UNPAS (2017, h. 1) PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) merupakan kegiatan akademik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga tumbuh kemandirian pada peserta Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipotesis penelitian; f) kegunaan penelitian; g) penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. hipotesis penelitian; f) kegunaan penelitian; g) penegasan istilah. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini memuat tentang: a) latar belakang masalah; b) identifikasi dan pembatasan masalah; c) rumusan masalah; d) tujuan penelitian; hipotesis penelitian; f) kegunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di antaranya adalah masalah belajar. Permasalahan belajar dapat dipengaruhi oleh dua faktor,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman ini berasal dari kata Faham yang memiliki tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 Disini ada pengertian tentang pemahamn yaitu kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT Mirna Herawati Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi sangat di perlukan dalam kegiatan pembelajaran, dengan kata lain hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Karena motivasi dapat berfungsi sebagai

Lebih terperinci

WIGATININGSIH NIM : A54C090028

WIGATININGSIH NIM : A54C090028 PENERAPAN METODE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 03 SIDOMULYO AMPEL BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Diajukan oleh: DESI KUSUMA NURDINI A

Diajukan oleh: DESI KUSUMA NURDINI A PENERAPAN STRATEGI PEMBELJARAN WORD SQUARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA TEMA 6 SUBTEMA 2 KELAS IV SD NEGERI 2 TRUCUK KLATEN TAHUN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS 4 SD N MUDAL KECAMATAN BOYOLALI KABUPATEN BOYOLALI SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI di susun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan potensi diri setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan potensi diri setiap orang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan potensi diri setiap orang. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini akan terwujud melalui proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif dengan harapan tujuan

BAB V PEMBAHASAN. guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif dengan harapan tujuan BAB V PEMBAHASAN Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pembelajaran secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama. Proses belajar mengajar juga merupakan suatu proses yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses interaksi yang memiliki tujuan. Interaksi terjadi antara guru dengan siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci