MISOGI UPAYA ORANG JEPANG MENHILANGKAN KEGARE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MISOGI UPAYA ORANG JEPANG MENHILANGKAN KEGARE"

Transkripsi

1 MISOGI UPAYA ORANG JEPANG MENHILANGKAN KEGARE Dira Rahimsyah Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok Abstrak Penelitian ini berujuan untuk menganalisis hubungan antara suci dan kotor dengan misogi sebagai sebuah purifikasi yang dapat menghilangkan kegare. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh dari buku referensi, jurnal penelitian, maupun informasi elekronik seperti internet yang berhubungan dengan misogi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara dilakukan dengan cara dikumpulkan, dibaca, dipahami, dianalisis, kemudian dinterpretasikan melalui kerangka teori. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada dasarnya misogi adalah suatu proses yang dilakukan orang Jepang untuk menghilangkan kegare dan mencapai kesucian. Kata kunci: Suci; Kotor; Purifikasi; Misogi; Kegare Misogi, Japanese Tradition of Purification Abstract The focus of this study is to analize the relation between holy and uncleanness with misogi as sub purification which can erase kegare. This study is qualitative research. Referance books, journal, or electronic information as internet that is linked with misogi are main resources of the data. Then, datas is collected, readed, understanded, analized, and interpreted by the theory. The result of analizing shows that fundamentaly misogi is Japanese s process to erase kegare and to aim the holy. Keyword: Holy; Uncleaness; Purification; Misogi; Kegare Pendahuluan Istilah holy dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi suci dalam bahasa Indonesia. Istilah holy atau suci merupakan istilah dalam dunia religi yang memiliki makna yang sangat luas. Nathan Soderblom ( ) seorang ahli 1

2 teologi telah mendeskripsikan srtuktur dari konsep suci mulai dari zaman primitif hingga zaman sekarang dalam tulisannya yang berjudul Holiness. Soderblom adalah seorang keturunan pendeta Kristen Swedia yang kemudian menjadi Uskup Agung di salah satu Gereja Kristen Swedia yaitu Gereja Uppsala. Dia juga meraih nobel perdamaian karena usahanya mengkampanyekan perdamaian dunia pada masa Perang Dunia I. Dalam tulisannya yang berjudul Holiness, Soderblom memulai argumennya dari konsep tentang holy. Makna yang terdapat dari istilah holy atau suci bahkan lebih dalam daripada gagasan atau konsep tentang ketuhanan (Soderblom: 1981). Soderblom mengatakan bahwa di dunia ini ada religi yang bisa bertahan tanpa adanya konsep ketuhanan, tetapi tidak ada religi di dunia ini yang bisa lepas dari konsep kesucian. Schleiermacher menjelaskan bahwa religi yang tidak memiliki konsep tentang kesucian maka religi tersebut tidak disebut sebagai religi, atau dengan kata lain bukan religi (dalam Soderblom, Hal ini karena Schleiermancer mendefinisikan bahwa bereligi adalah jalan manusia untuk mencapai sesuatu yang suci. Religi adalah proses yang harus dihadapi dan ditempuh manusia. Suci dapat dilihat sebagai sebuah kekuatan misterius yang mempunyai wujud dan berhubungan dengan segala hal seperti benda, acara, dan tindakan (Soderblom, 1980). Segala hal seperti benda, acara, tindakan dalam religi pasti memiliki kekuatan misterius. Akan tetapi, Soderblom mendefinisikannya lebih luas karena kekuatan misterius yang dimaksud oleh Soderblom adalah kekuatan misterius baik yang berada di dalam lingkup religi maupun berada di luar lingkup religi. Kekuatan misterius ini dikenal dengan istilah misterium tremendum et fascinans. Kekuatan misterius ini adalah sebuah kekuatan yang tidak bisa dipahami oleh manusia secara rasional. Kekuatan ini yang menjadi misteri karena tidak bisa dipecahkan oleh akal pikiran manusia. Kekuatan yang misterius tersebut menurut Soderblom, sekarang sudah disebut dengan istilah lain seperti istilah mana dan tabu. Meskipun banyak istilah lain yang merujuk kepada kekuatan misterius ini, tetapi Soderblom mengkategorikannya secara umum bahwa semua kekuatan misterius itu masuk ke dalam ruang lingkup kekuatan suci atau kesucian. 2

3 Soderblom menjelaskan ada dua bentuk tindakan religius yang merujuk kepada kekuatan suci, yakni tindakan religius dalam bentuk positif dan tindakan religius dalam bentuk negatif (1980). Kekuatan suci di satu sisi sangat erat nilainya sebagai sumber kesehatan, keselamatan, makanan, dan kesuksesan. Tetapi di sisi lain kekuatan suci juga mempunyai hubungan sebagai sumber bahaya. Konsep kekuatan suci yang memberikan kesehatan, keselamatan, kesuksesan, makanan, dan sebagainya, menghasilkan tindakan religius bentuk positif. Sekarang contohnya adalah ritual untuk memperbanyak hasil panen atau diadakannya ritual untuk keselamatan manusianya. Sedangkan sebaliknya konsep kekuatan suci yang mendatangkan marabahaya disebut sebagai tindakan religius negatif atau disebut juga dengan larangan. Tindakan religius dalam bentuk negatif berhubungan kekuatan suci yang menyebabkan bahaya. Bila ada manusia melanggar larangan itu, maka jiwa manusia yang melanggar tersebut akan berada dalam bahaya. Berada dalam bahaya ini tidak bisa dijelaskan oleh pengetahuan manusia. Oleh karena itu kejadian berada dalam bahaya ini menjadi misteri. Artinya ada kekuatan misterius atau kekuatan suci yang mendorong manusia untuk menjauhkan diri dari bahaya tersebut. Dari kejadian ini maka muncul rasa ketakuan manusia untuk tidak mendekatkan diri pada kekuatan suci. Larangan yang memunculkan ketakutan akan kekuatan misterius yang mengancam jiwa atau ruh manusia tersebut disebut Frazer dengan istilah tabu (dalam Soderblom, 1911). Frazer menjelaskan tabu berhubungan dengan ruh atau jiwa, sehingga untuk menyelamatkan ruh atau jiwa tersebut dari bahaya muncul larangan seperti jangan begini atau tidak boleh begitu agar ruh atau jiwa manusia tetap aman dan terhindar dari bahaya. Istilah tabu yang dimaksud oleh Frazer, disebut Soderblom dengan istilah kesucian primitif (1980). Soderblom menjelaskan bahwa manusia primitif belum mampu membedakan sesuatu yang suci dan sesuatu yang kotor karena keterbatasan ilmu pengetahuan mereka, sehingga pada tabu masih terdapat ketidakjelasan antara yang suci dan kotor. Soderblom menyebutkan ada tiga model bentuk hubungan antara suci, profan, bersih, dan kotor (1980). Ketiga model tersebut dijelaskan sebagai sebuah tahap evolusi. Artinya, model pertama adalah model awal konsep antara suci, profan, bersih, dan kotor pada masyarakat primitif. Model pertama ini kemudian berubah 3

4 menjadi model kedua. Lalu model kedua berevolusi lagi menjadi model ketiga sebagai tahap terakhir. Model pertama dijelaskan Soderblom bahwa yang suci adalah yang kotor, dan yang profan adalah yang bersih (1980). Dalam model pertama ini, segala hal yang kotor, tercemar, terkutuk, tidak bersih disebut sebagai sesuatu yang suci. Sedangkan lawannya, segala hal yang bersih disebut sebagai yang profan. Menurut Soderblom ini adalah model yang merujuk pada kesucian primitive. Suci Kotor Profan Bersih Model kedua yang dinyatakan Soderblom bahwa segala hal yang suci adalah sesuatu yang bersih, dan lawannya segala hal yang profan adalah sesuatu yang kotor (1980). Dalam model kedua, yang bersih berada di dalam ruang lingkup kesucian. Pada tahap model kedua ini manusia mulai berfikir bahwa kesucian tidak boleh dianggap sebagai larangan seperti yang ada pada model pertama. Suci Bersih Profan Kotor Pada tahap evolusi ketiga, Soderblom menjelaskan bahwa dalam model ini terdapat tiga struktur (1980). Pada struktur pertama sebagai struktur tertinggi adalah kesucian. Kedua adalah bersih dan biasa. Ketiga sebagai stuktur terendah adalah tidak bersih atau kotor. Pada struktur pertama, kesucian dianggap sebagai sesuatu kekuatan yang terlalu misterius, terlalu kuat, dan bersifat ketuhanan. Istilah suci ini berada paling tinggi derajatnya daripada tiga istilah lainnya. Kosep suci pada model ketiga ini mengacu kepada segala macam kekuatan misterius yang menakjubkan. Sodeblom sengaja memisahkan antara suci dengan tabu. Tabu yang mendatangkan bahaya tersebut kemudian digolongkan ke dalam segala hal yang kotor. Artinya, segala hal yang kotor akan mendatangkan ancaman atau bahaya. Suci Bersih Biasa Kotor 4

5 Soderblom menyebutkan bahwa segala hal dan benda di dunia ini harus disucikan agar berada dalam ruang lingkup bersih (1980). Yang dimaksud dengan disucikan oleh Soderblom adalah mengangkat status sesuatu yang profan dan berada dalam ruang lingkup kotor menjadi ada dalam ruang lingkup bersih dengan bantuan kekuatan suci. Segala hal dan benda tersebut harus dipertahankan atau dilindungi agar tidak masuk ke dalam wilayah yang kotor agar bisa digunakan oleh manusia sehari-hari secara bebas. Soderblom juga menyatakan bahwa ada berbagai macam objek yang mempunyai kekuatan kesucian sebagai wujud dari kesucian. Objekobjek tersebut dapat men-suci-kan segala macam hal dan benda agar berada di ruang lingkup bersih (1980). Objek-obek itu bisa bermacam-macam seperti binatang, elemen, tumbuhan, dan sebagainya. Adanya upaya manusia untuk mempertahankan atau melindungi segala macam hal dan benda agar berada dalam ruang lingkup yang bersih menggunakan objek-objek yang memiliki kekuatan suci ini disebut Soderblom dengan istilah purifikasi (1980). Soderblom menyebutkan bahwa salah satu istilah lain dari purification yang ada di dunia ini adalah misogi yang berasal dari religi Shinto (1980). D. C. Holtom, seorang ahli kebudayaan Jepang menjelaskan dalam bukunya The National Faith of Japan menuliskan bahwa istilah Misogi berasal dari kata kerja mi-sosogu atau misogu, yang berarti mencuci atau membilas dengan air (1937). Holtom juga menambahkan bahwa misogi merupakan upaya manusia untuk memperlancar peredaran darah, sebab menurutnya, peredaran darah yang tidak lancar merupakan sumber dari penyakit. Di pihak lain, sedikit berbeda dengan pernyataan dari Holtom, Williap K. Bunce seorang ahli religi Jepang yang menulis buku Religion in Japan menjelaskan dalam bukunya bahwa misogi memang buka sekedar memandikan badan dengan menggunakan air saja. Menurut Bunce, melakukan misogi dapat membantu memperlancar pernafasan manusia. Misogi harus terus dilakukan agar manusia dapat bernafas dengan baik. Sebab, bernafas secara kurang baik mampu mendatangkan bahaya seperti penyakit atau polusi. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa ada dua yang dapat dikategorikan sebagai tabu. Pertama adalah peredaran darah yang kurang lancar, seperti yang dikemukaan oleh Holtom, dan kedua adalah bernafas secara kurang baik, seperti yang dikemukaan oleh Bunce. Seperti yang sudah dijelaskan oleh 5

6 Frazer bahwa melanggar tabu dapat mendekatkan jiwa manusia dengan bahaya, sehingga dengan melanggar tabu dapat mendekatkan jiwa manusia dengan bahaya. Bahaya yang datang jika manusia melanggar tabu tersebut dicontohkan oleh Holtom dan Bunce seperti penyakit atau polusi. Oleh karena itu, segala sesuatu yang seperti tubuh manusia perlu dimuliakan agar objek tersebut tidak berada dalam ruang lingkup yang kotor, sehingga tidak dapat digunakan oleh manusia. Bila jiwa manusia berada dalam ruang lingkup kotor maka jiwa manusia tersebut akan terancam bahaya. Untuk mencegah agar tubuh manusia tersebut tidak berada dalam ruang lingkup kotor maka diperlukan misogi. Misogi menjadi proses atau tahapan yang harus dilalui untuk membuat sesuatu tetap berada dalam wilayah yang bersih. Untuk membuat jiwa manusia tetap berada dalam keadaan bersih, maka secara tidak langsung jiwa manusia harus terhinda dari kotor. Istilah kotor dalam religi Shinto disebut dengan kegare (Abe, 2001). Chikara Abe seorang ahli dalam istilah kegare dan shi e dari Universitas San Francisco mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Impurity and Death: A Japanese Perspective bahwa kegare merujuk kepada istilah impurity dan uncleaness. Menurut Abe, Kegare adalah kotor yang ada dalam kehidupan orang Jepang, kegare ini bisa hadir karena kelahiran, kematian, melanggar tabu, dan sebagainya. Kegare juga dapat menyebar ke orang lain apabila menjalin kontak dengan seseorang yang berada dalam status kegare. Melakukan tindakan yang mendatangkan kegare dapat membuat objek-objek menjadi terkena bahaya dan mengancam jiwa manusia, oleh karena itu kegare harus dihindari oleh manusia. Kegare harus dijauhi agar jiwa manusia tetap aman. Upaya yang dilakukan manusia untuk menjauhi kegare adalah dengan melelui proses misogi. Kegare yang selama ini dikemukakan oleh beberapa peneliti dari barat mengarah kepada ketidakstabilan kinerja organ manusia. Oleh karena itu, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kegare yang dihilangkan melalui proses misogi. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah pengumpulan materi-materi yang dianggap relevan dengan penelitian dalam 6

7 skripsi ini seperti buku, jurnal, ensiklopedia, dan internet. Materi-materi yang dianggap relevan tersebut yang kemudian ditelaah dan dikaji dengan cara mendidentifikasi materi secara sistematis. Lalu menganalisis data-data yang memuat informasi yang berkaitan dengan penelitian, untuk memperoleh informasi yang relevan. Informasi yang relevan tersebut kemudian disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Di samping itu, penulis juga menggunakan beberapa sumber pedoman yakni artikel karya Nathan Soderblom yang berjudul Holiness dalam Encyclopaedia Religion and Ethics jilid X hasil editor James Hastings, artikel karya Edwin Nicholas Collingford Fallaize yang berjudul Purification dalam Encyclopaedia Religion and Ethics jilid VI hasil editor James Hastings, dan buku Shinto Nyuumon jilid 1 dan 2 karya Motohisa Yamakage. Gambaran Purifikasi di Dunia Fallaize dalam tulisannya yang berjudul Purification dalam Encyclopaedia of Religion and Etics menjabarkan tentang konsep purifikasi yang ada di dunia. Sama halnya dengan pendapat Soderblom tentang konsep suci, Fallaize juga berpendapat bahwa konsep purifikasi yang ada pada kehidupan primitif memiliki cangkupan makna yang lebih luas (1980). Menurut Fallaize, manusia selalu mengganggap purifikasi sebagai sesuatu yang penting karena purifikasi mampu meperbaiki sesuatu yang sudah rusak. Yang dimaksud dengan rusak oleh Fallaize adalah kotor. Kotor dalam pengertian bukan secara harfiah seperti terkena debu. Kotor yang dimasud oleh Fallaize adalah kotor yang berarti dapat mengancam jiwa karena berada dalam bahaya. Fallaize melanjutkan bahwa purifikasi dianggap penting karena purifikasi selalu berhubungan dengan kesucian. Yang membedakan antara purifikasi pada salah satu religi dengan religi lainnya hanya gagasan tentang suci yang menjadi wujud purifikasi pada religi tersebut (1980). Pada dasarnya, purifikasi adalah tindakan religius untuk mensucikan sesuatu yang tidak bersih. Yang dimaksud dengan mensucikan adalah melepaskan jiwa manusia dari kekotoran atau menjauhkan jiwa manusia dari kekotoran. Dengan begitu purifikasi memiliki fungsi penting 7

8 dalam dunia religi karena mampu melindungi jiwa manusia dari bahaya akibat jiwa tersebut berada di ruang lingkup kotor. Fallaize mendefinisikan purifikasi sebagai tindakan untuk melepaskan jiwa manusia dari kotor, baik itu kotor yang disengaja atau tidak disengaja seperti penjelasannya dalam tulisan berikut ini. Menurut Fallaize, purifikasi sangat erat kaitannya dengan tabu (1980). Tabu adalah bentuk larangan untuk menjauhkan manusia dari bahaya. Melanggar tabu artinya mendekatkan diri dengan kotor, dan mendekat dengan kotor berarti mendekatkan diri pada bahaya. Bahaya tersebut dapat mengancam jiwa manusia. Menurut Fallaize, bukan hanya satu jiwa manusia saja yang akan terancam oleh bahaya, melainkan satu masyarakat juga dapat terancam oleh bahaya (1980). Artinya, jika ada seseorang yang melanggar tabu, maka bukan hanya orang yang melanggar tabu tersebut yang jiwanya akan terancam bahanya, tetapi bahaya dari melanggar tabu tersebut juga akan menggancam orang lain yang memiliki hubungan dengan orang yang melanggar tabu tersebut. Bahkan satu masyarakat tempat orang tersebut menetap juga berpotensi terancam bahaya. Oleh sebab itu, karena orang yang melanggar tabu dapat membahayakan satu masyarakat, maka masyarakat menggunakan purifikasi untuk melepaskan kotor yang melekat pada orang yang melanggar tabu tersebut, sehingga masyarakat dapat terlepas dari bahaya. Fallaize mengemukakan bahwa ada sembilan faktor yang dapat menyebabkan jiwa manusia menjadi kotor. Kesembilan faktor tersebut adalah; kematian, kelahiran, pernikahan, kedewasaan, hubungan seksual, berhubungan dengan orang yang kotor, mendekati sesuatu yang sakral, sesuatu yang baru atau aneh, dan penyakit Soderblom dan Fallaize sama-sama menjabarkan bahwa kotor dapat berpindah atau menyebar. Jika kotor sudah berpindah atau menyebar, maka bahaya yang akan datang juga pasti lebih besar. Oleh karena itu Purifikasi dilakukan bukan hanya untuk mebersihkan sebuah benda atau objek tertentu tapi juga untuk mencegah penyebaran dari kotor itu sendiri. Fallaize sendiri menyebutkan bahwa wujud kekuatan suci yang digunakan pada setiap purifikasi macam-macam. Wujud kekuatan suci tersebut dapat saja berupa benda fisik, dapat juga berupa 8

9 sebuah tindakan religius. Secara umum Fallaize menjabarkan bahwa wujud tindakan suci dapat berupa; menggunakan air, menggunakan media lainnya yang berfungsi seperti air, tindakan religius, mengakali kotor yang alami, mandi, pengusiran roh jahat, menggunakan darah, melakukan pengasingan atau kematian, subtitusi kotor melalui pengorbanan, menggunakan jasad dari pengorbanan, menggunakan api, dan mentransfer kotor. Menurut Fallaize wujud kekuatan suci yang digunakan pada purifikasi dapat lebih dari satu, wujud kekuatan suci tersebut dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan atau juga dapat dilakukan secara berurutan. Soderblom dan Fallaize setuju bahwa wujud kekuatan suci yang digunakan pada setiap religi berbeda-beda. Misogi Pada Religi Shinto Banyak literatur yang mengatakan bahwa latar belakang dari misogi berasal dari cerita Izanagi no mikoto, dewa Jepang yang dianggap sebagai dewa yang pertama yang menghuni negara Jepang (Yamakage, 1979). Yamakage Motomono seorang ahli religi Shinto sudah mendeskripsikan religi Shinto dalam bukunya yang berjudul Shinto Nyuumon dalam beberapa jilid. Pada buku ini juga Yamakage menjabarkan misogi yang ada dalam religi Shinto. Menurut Yamakage, misogi pertama kali dilakukan oleh Izanagi no Mikami (1979). Cerita ini bermula ketika Izanagi no mikoto bertemu dengan Izanami no Mikoto di dunia tempat Izanami no Mikoto tinggal. Izanami no Mikoto adalah pasangan dari Izanagi no Mikoto. Izanami no Mikoto hidup di dunia berbeda dengan Izanagi no Mikoto. Dunia tempat Izanami no Mikoto tinggal sering digambarkan sebagai dunia yang penuh dengan kekotoran. Setelah keluar dari dunia yang kotor tersebut, Izanagi no mikoto kemudian pergi ke sebuah sungai dan melakukan misogi. Misogi yang pertama kali dilakukan oleh Izanagi no mikoto ini kemudian menjadi cikal bakal orang Jepang melakukan misogi, khususnya pada religi Shinto. Meski misogi tidak memiliki keterbatasan waktu untuk dilakukan, sehingga dapat dilakukan kapan saja, tetapi ada beberapa rujukan yang mengarahkan orang Jepang untuk lebih sering menggunakan waktu tersebut. 9

10 Yamakage menjelaskan bahwa ada enam jenis tempat yang dilakukan orang Jepang untuk melakukan misogi (1979). Tempat-tempat tersebut adlaah misogi di laut, misogi di sungai, misogi di sumur, misogi di air yang mengalir, misogi di air terjun, dan misogi di tempat misogi buatan. Tata cara melakukan misogi dapat bermacam-macam. Hal ini tergantung dari faktor lokasi melakukan untuk melakukan misogi tersebut. Secara umum Yamakage menjabarkan bahwa ada enam langkah yang harus dilakukan untuk melaksanakan misogi (1979). Langkah pertama adalah membuka pakaian yang melekat pada tubuh. Kedua adalah mengenakan fundoshi untuk laki-laki dan hakui untuk perempuan. Berikutnya adalah masuk ke lokasi misogi. Kemudian, melakukan misogi adalah membasahi air yang digunakan untuk misogi. Dan terakhir adalah pembacaan norito. Meskipun keenam langkah tersebut merupakan langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam misogi, tetapi ada juga yang menambah olahraga terlebih dahulu untuk meningkatkan fisik jasmani para peserta misogi. Misogi selalu dilakukan berkelompok dan dipimpin oleh satu orang yang menjadi pemandu dalam melakukan misogi (Yamakage, 1979). Pemilihan pemimpin untuk melakukan misogi sangat penting karena pemimpin itu yang memandu kelompoknya dari mulai membuka pakaian, membasahi badan dengan air, hingga pembacaan norito. Menurut Yamakage, pemimpin yang ideal untuk memimpin sebuah kelompok yang hendak melakukan misogi adalah pemimpin yang kuat fisik dan mental (1979). Pemimpin tersebut harus menunjukan betapa kuat ia menghadapi udara dingin meskipun dalam keadaan telanjang. Pemimpin tersebut juga harus menunjukan betapa kuat ia menghadapi air yang suhunya dingin. Seorang pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang tidak menunjukan kelemahannya ketika melakukan misogi. Hal ini dianggap penting karena seorang pemimpin menjadi contoh untuk kelompok misogi yang dipimpinnya. Yamakage memaparkan bahwa dalam misogi terdapat pemikiran busshin ichinyo, shinshin ichinyo, dan naigai ichinyo (1979). Busshin ichinyo adalah penyatuan antara berbagai hal dan pikiran, shinshin ichinyo adalah penyatuan antara pikiran dan jiwa raga, sedangkan naigai ichinyo adalah penyatuan antara luar dan dalam. 10

11 Dalam melakukan misogi Izanagi no Mikoto menyatukan pikiran dan jiwa raganya menjadi satu. Proses ini merupakan proses ketika pikiran dan jiwa raga tidak lagi merasa terpisah. Ketika pikiran dan jiwa raga terpisah adalah saat dimana pikiran dan jiwa raga tidak terjadi konfik. Konfik terjadi karena perbedaan pendapat dan pandangan oleh pikiran dan jiwa raga tersebut. Perbedaan ini bukan hanya harus dihilangkan di dalam tubuh tetapi juga dengan yang ada di luar tubuh sehingga pikiran, tubuh, jiwa raga yang berada di dalam dan segala macam hal yang ada diluar menyatu. Penyatuan ini membuat perbedaan menjadi hilang. Hal ini kemudian memunculkan emosi yang stabil. Sehingga dapat berfikir jernih. Pemikiran tersebut harus ada ketika melakukan misogi, sehingga misogi bukan hanya sekedar tindakan religi yang menggunakan elemen air saja seperti yang dapat dilihat melalui mata fisik. Penyatuan dari perbedaan yang memunculkan konflik antara pikiran, hati, jiwa, tubuh, luar, dan dalam harus ada di saat melakukan misogi. Penyatuan dari perbedaan tersebut yang kemudian akan memunculkan emosi yang stabil. Yamakage menjelaskan bahwa melakukan penyatuan dapat diibaratkan seperti menuliskan kaligrafi hanya dengan menggunakan satu goresan saja. Izanagi no Mikoto melakukan misogi dan menerapkan pemikiran tersebut untuk memperoleh kesucian. Memperoleh kesucian berarti menghilangkan kotor yang menyelimuti tubuh Izanami no Mikoto no Mikami. Cara Izanagi no Mikoto menghilangkan kotor adalah dengan menghapuskan emosi yang tidak stabil yang dibawanya dari dunia yang kotor. Maka kesucian dalam konteks misogi yang dilakukan Izanami no Mikoto no Mikami adalah dengan memperoleh kestabilan emosi atau bisa juga disebut dengan ketenangan batin. Pada zaman sekarang orang Jepang melakukan misogi untuk memperoleh ketenangan batin untuk menghadapi dunia. Ketika melakukan misogi, orang Jepang akan mengucapkan terima kasih yang ditujukan kepada langit, bumi, dan seluruh alam semesta beserta semua penghuninya. Mereka akan mengucapkan kata terima-kasih berkali-kali seperti terima kasih langit, terima kasih bumi, terima kasih alam semesta dan sebagainya. Ucapan terima kasih ini merupakan ungkapan mereka kepada Kami-kami mereka yang menghuni seluruh alam 11

12 semesta ini. Yamakage mengunkapkan bahwa dengan mengucapkan terima kasih, maka perasaan mereka akan tenang. Ucapan terima kasih mampu membangun perasaan yang lega. Perasaan yang terhidar dari perdepabatan. Perasaan yang jauh dari konflik batin. Dengan mengucapkan terima kasih perasaan yang awalnya berkecamuk akan berubah menjadi perasaan syukur. Yamakage menulis dalam buku Shinto Nyuumon berbagai cerita yang menceritakan manfaat melakuan misogi bagi kehidupan manusia. Dari beberapa cerita tentang manfaat misogi itu, Penulis membaginya ke dalam dua Jenis. Pertama adalah manfaat secara fisik. Manfaat secara fisik bekaitan dengan kesehatan manusia. Serupa dengan yang dijelaskan oleh Woodart pada bahasan sebelumnya, Yamakage juga berpendapat bahwa misogi dapat menyehatkan tubuh. Menyehatkan tubuh menurut Woodart adalah karena misogi dapat dengan melatih pernafasan manusia. Dengan begitu pernafasan manusia jadi bisa lebih baik. Sementara Yamakage menjelaskan lebih luas dari itu. Menurutnya, misogi bukan hanya mampu meningkatkan pernafasan, tetapi juga dapat mendinginkan pikiran serta meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Karena air yang digunakan adalah air yang bersuhu rendah, maka dengan membasuh air tersebut ke kepala air tersebut mampu mendinginkan pikiran di kepala. Sedangkan dengan melihat cara berpakaian misogi yang telanjang serta masuk ke air dingin dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini harus dilakukan secara teratur dan dengan waktu yang cukup karena dengan melakukan misogi secara teratur saja daya tahan tubuh dapat meningkat. Daya tahan tubuh dapat mengingkat akibat tubuh terbiasa berada di suhu yang dingin karena telanjang dan air dingin. Oleh karena itu, tidak jarang orang Jepang melakukan misogi secara disiplin untuk meningkatkan kesehatan mereka. Sementara yang kedua adalah manfaat dari segi psikis. Menurut Yamakage, melakukan misogi dapat memberikan dorongan secara psikis bagi manusia. Yamakage menceritakan bahwa misogi mampu membuat orang menjadi kuat untuk menghadapi kerasnya kehidupan di dunia ini. Seorang remaja yang sedang tumbuh pasti sering dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang biasanya membingungkan karena harus menimbang pilihan hidup mana yang baik dan 12

13 pilihan hidup mana yang buruk. Yamakage mengatakan bahwa remaja seperti ini harus melakukan misogi agar remaja tersebut tidak salah memilih ke pilihan hidup yang buruk. Misogi berperan sebaga sebuah dorongan psikis untuk memilih pilihan hidup. Orang Jepang percaya bahwa dengan misogi mereka akan mendapatkan jawaban untuk memilih pilihan hidup mana yang terbaik bagi mereka. Sebagai dorongan psikis misogi bukan hanya sebagai dorongan untuk membantu memilih pilihan, tetapi Misogi juga memberikan dorongan psikis manusia untuk menjalani hidup di dunia. Seorang remaja akan pergi ke sebuah kuit mengikuti rangkaian acara misogi untuk melatih mental dirinya sendiri. Dalam kuil itu, remaja tersebut akan dilatih secara disiplin untuk hidup mandiri. Bentuk latihan biasanya dengan menyiapkan makanan, membersihkan ruangan, melakukan misogi, dan sebagainya. Misogi dilakukan selama beberapa hari secara berturut-turut. Misogi ini melatuh remaja tersebut harus melakukan semua pekerjaannya dengan disiplin. Tujuan dari acara misogi seperti ini biasanya ditujukan untuk meningkatkan mental hidup seseorang agar tidak mudah depresi menghadapi beratnya pekerjaan di dunia. Melakukan misogi memang bertujuan untuk memberikan dorongan psikis bagi manusia. Dengan melakukan misogi, emosi manusia akan stabil dan dapat berfikir secara jernih. Manusia juga diajarkan untuk tidak mudah menyerah menghadapi kehidupan di dunia yang berat. Oleh karena itu, orang Jepang sudah membiasakan mengajak anak-anak mereka untuk melakukan misogi sejak dini. Bagi orang Jepang mengajak anak-anak melakukan misogi juga berarti mengajarkan anakanak untuk kuat menghadapi kehidupan. Orang Jepang akan mengajarkan bahwa dengan telanjang dan air yang dingin harus dihadapi dengan kuat, ini adalah latihan untuk menhadapi kehidupan di dunia. Analisis 1.Kotor Di dalam uraiannya terkait dengan kegare, Yamakage menujukan bahwa ketidakstabilan emosi dapat menyebar ke orang lain dengan berkomunikasi seperti kasus seseorang yang sedang marah dapat memuat orang lain marah. 13

14 Ketidakstabilan emosi juga bisa terjadi akibat ketidaksesuaian segala hal dengan jiwa, sehingga berada dalam keadaan kegare atau kotor, seperti halnya penyakit batin. Penyakit dapat menular akibat menjalin kontak dengan orang yang terjangkit penyakit. Penyakit juga terjadi akibat ketidaksesuaian tubuh manusia dengan alam sekitar yang menyebabkan manusia tidak dapat beraktifitas dengan normal, sehingga manusia seperti itu dikatakan sakit. Sebagaimana yang dikemukakan Soderblom bahwa istilah kotor dapat merujuk pada beberapa hal. Dalam model pertama, kotor merujuk pada kesucian. Pada model kedua, kotor merujuk pada profane, dan pada model ketiga, kotor merujuk pada sesuatu yang derajatnya paling rendah. Dalam analisis terkait kotor disini, yang dimaksudkan adalah kotor dalam arti ketidakstabilan emosi. Maka jelas sekali kotor pada model pertama tidak relevan dengan kasus ini. Pada model pertama, kotor merujuk pada kesucian, sedangkan ketidakstabilan emosi bukan sesuatu yang suci. Ketidakstabilan emosi tidak dapat dikatakan suci karena suci merujuk pada kekuatan misterius yang tidak bisa dijelaskan oleh pikiran manusia. Sementara ketidakstabilan emosi dapat dijelaskan sebagai pertentangan antara pikiran dan hati manusia. Pada model kedua, kotor dijelaskan dalam pengertian profan. Profan adalah istilah yang merujuk pada makna sesuatu yang tidak suci. Ketidakstabilan emosi bukanlah sesuatu yang suci atau tidak merujuk pada kesucian. Ketidakstabilan emosi merujuk pada merujuk kepada makna sesuatu yang tidak suci. Oleh karena itu ketidakstabilan emosi berarti profan. Model kedua menunjukkan bahwa model ini relevan untuk dijadikan pisau analisis, karena kotor dalam konteks ketidakstabilan emosi adalah profan. Sementara, model ketiga, kotor dianggap sesuatu yang derajatnya lebih rendah lagi. Kotor bukan suci. Kotor juga bukan profan. Kotor menjadi istilah tersendiri yang merujuk pada tidak suci dan tidak profan. Tetapi kenyataan tentang ketidakstabilan emosi menunjukan bahwa kotor tidak bisa dikatakan lebih rendah dari profan. Hal ini karena ketidakstabilan emosi dapat datang dengan sendirinya. Istilah kotor pada model ketiga jelas menunjukan bahwa kotor tidak identik dengan profan, sesuatu yang biasa ada dalam kehidupan sehari-hari. Profan adalah 14

15 istilah yang merujuk pada kehidupan manusia sehari-hari. Sementara, ketidakstabilan emosi jelas sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, kotor tidak dapat dijajarkan bukan profan atau bahkan lebih rendah dari profan. Seseorang yang melakukan praktik misogi, tidak menunjukan ketidakstabilan emosinya. Peserta misogi tidak menunjukan ketidakstabilan emosinya. Mereka melakukan praktik misogi tersebut dengan tidak menunjukan emosi yang tidak stabil, seperti sedang sedih, sedang marah, juga sedang bingung. Hal ini menunjukan bahwa ketika menjalankan proses misogi, manusia terlepas dari ketidakstabilan emosi seperti kemarahan, kebingungan, kesedihan, atau emosi negatif lainnya. Proses misogi terlihat sangat tenang sekali. Mereka menunjukan keseriusan mereka untuk mendekatkan diri pada kesucian. Pada saat menjalankan proses misogi ini, manusia juga terlepas dari keprofanan hidup mereka di dunia, karena kesucian dan keprofanan atau ketidaksucian adalah dua hal yang berbeda. Itu sebabnya, manusia yang menjalankan proses misogi tidak memunculkan ketidakstabilan emosi mereka, karena pada saat menjalankan proses misogi, mereka melepaskan kehidupan profan mereka. 2.Purifikasi Soderblom mengemukakan bahwa untuk menjadi suci atau mencapai kesucian atau bersih, perlu menjalani proses yang disebut dengan istilah purifikasi. Sesuatu yang kotor harus menjalani proses purifikasi untuk menjadi bersih. Jadi, purifikasi dapat diandaikan sebagai jembatan penyebrangan yang harus dilewati antara kotor dan suci atau bersih. Untuk mencapai suci seseorang harus melewati jembatan purifikasi dari kotor ke suci. Purifikasi dapat dianggap sebagai suatu proses menuju bersih dari kotor dan misogi merupakan sebuah model purifikasi dalam religi Shinto. Kotor dalam kasus ini merujuk pada ketidakstabilan emosi. Ketidak stabilan emosi ada keadaan dimana terjadi perseturuan atau konflik antara jiwa manusia di dalam dirinya sendiri atau dengan sekitarnya. Ketidakstabilan emosi dikatakan sebagai kotor karena ketidakstabilan emosi mampu mendatangkan bahaya ata 15

16 mengancam jiwa manusia. Bahaya tersebut secara sosial dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti tertimpa musibah atau bencana. Sementara bersih, merujuk pada kestabilan emosi atau ketenangan batin. Ketenangan batin adalah tahap dimana jiwa manusia mencapai ketengangan. Tidak ada lagi perseteruan di dalam diri manusia. Tidak ada konflik antara pikiran dan hati, atau pun dengan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini manusia merasakan menjadi satu antara setiap bagian dalam dirinya bahkan dengan lingkungan yang ada diluar dirinya. Setiap jiwa manusia tentu ingin terbebas dari bahaya. Karena bahaya dapat terjadi jiwa manusia berada dalam kekotoran, yakni ketidakstabilan emosi, maka jiwa manusia berusaha mencapai status bersih, yakni pada tahap ketenangan batin. Untuk mencapai tahap ketenangan batin tersebut, maka jiwa manusia harus melalui sebuah proses yang disebut purifikasi. Pada proses purifikasi, misogi menjadi sebuah proses pencapain jiwa manusia dari ketidakstablan emosi hingga tahap ketenangan batin. Secara praktik, misogi terlihat seperti upacara purifikasi dengan cara mencuci badan dengan air. Tetapi proses purifikasi yang sebenarnya terjadi pada jiwa manusia adalah berusaha mengubah ketidakstabilan emosi menjadi ketenangan batin. Caranya adalah dengan menyatukan dan mendamaikan pertikaian yang terjadi antara pikiran dengan hati, jiwa dengan raga, luar dengan dalam Orang yang melakukan misogi menunjukan bahwa mereka berupaya tidak memperlihatkan ketidakstabilan emosi mereka. Dalam praktik purifikasi seperti misogi ini, selain sebagai proses usaha manusia menghilangkan kegare, yakni dengan cara tidak menunjukan ketidakstabilan emosi, seperti menujukan raut muka yang sedih, sedang gelisah, marah, atau emosi negatif lainnya, juga merupakan, manusia juga berusaha mencapai ketenangan batin dengan cara menunjukan betapa tenangnya ia ketika menjalankan proses misogi. Ketenangan batin para tersebut ditunjukan dengan betapa tenangnya mereka melakukan proses misogi. Oleh karena itu, misogi diupayakan sekali untuk dilakuakan dengan sangat tenang. Proses peralihan inilah yang dimaksud dengan purifikasi, yakni ketika 16

17 manusia berlaih berusaha memunculkan ketenangkan batin dengan cara melakukan praktik misogi secara tenang. 3.Kesucian Berdasarakan hubungan suci, profan, bersih, dan kotor pada model kedua Soderblom, dan teori tentang purifikasi sebagai proses dari kotor mencapai bersih, pada akhirnya dapat dijelaskan makna kesucian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama dimulai dari teori Soderblom tentang kesucian pada model kedua bahwa kesucian merujuk pada bersih dan profan merujuk pada kotor. Dari hubungan tersebut dilihat bahwa bersih merujuk pada kesucian. Ketenangan batin yang menjadi penanda jiwa manusia bersih adalah kondisi yang merujuk pada kesucian. Kemudian kotor merujuk pada profan. Kotor, yang ditandai dengan ketidastabilan emosi dan dapat mengundang bahaya yang mengancam jiwa, merujuk pada profan. Setelah itu, penjelasan misogi sebagai purifikasi sebagai proses peralihan dari kotor ke bersih menjelaskan bahwa misogi adalah proses peralihan dari ketidakstabilan emosi menjadi ketenagan batin. Kotornya adalah ketidakstabilan emosi, bersihnya adalah ketenangan batin, dan purifikasinya adalah misogi. Pada hubungan model kedua dijabarkan bahwa kotor adalah profan, bersih adalah suci. Maka jika dikaitkan dengan kasus yang sedang diteliti menjadi ketdakstabilan emosi adalah kotor dan juga adalah profan, kemudian, ketenangan batin adalah bersih dan juga adalah suci. Lalu, karena purifikasi menjadi proses peralihan dari kotor ke bersih, dan juga karena kotor merujuk pada profan lalu bersih merujuk pada suci, maka purifikasi juga menjadi proses peralihan antara profan ke bersih. Dengan demikian jiwa manusia yang mengalami ketidakstabilan emosi atau berada dalam status kotor atau juga berada dalam status profan, dapat beralih menjadi jiwa dengan kondisi ketenangan batin atau berada dalam status bersih atau berada dalam status suci, dengan melalukan misogi sebagai purifikasi. 17

18 Proses misogi menujukan betapa seriusnya diri mereka menjalakan misogi tersebut. Akan tetapi keseriusan itu bukan hanya muncul dalam praktinya saja. Keseriusan itu muncul karena pada jiwa mereka, mereka merasakan yang disebut dengan kesucian. Mereka merasakan getaran yang sangat misterius. Getaran itu terlihat dari raut wajah dan tubuh mereka ketika melakukan misogi. Getaran inilah yang disebut dengan misterium tremendum et fascinans atau istilah lain dari kesucian. Sebuah getaran misterius ketika manusia berdekatan dengan kesucian. Pada akhirnya, misogi tidak hanya menjadi proses peralihan dari kotor menjadi bersih, tetapi misogi juga menjadi proses peralihan untuk mencapai kesucian itu, sehingga penulis menarik kesimpulan bahwa dapat dikatakan secara singkat bahwa misogi adalah sebuah proses dari kotor untuk menjadi suci. Kesimpulan Pertama, misogi merupakan proses melepaskan diri dari kegare. Hal itu dibuktikan peserta misogi tidak menunjukan ketidakstabilan emosi yang dianggap sebagai kegare, seperti sedang marah, sedang sedih, sedang bingung. Kedua, misogi juga merupakan sebuah proses peralihan dari bersih ke kotor atau disebut dengan istilah purifikasi. Manusia yang menjalankan proses misogi selain tidak menunjukan ketidakstabilan emosi mereka, mereka juga melakukan proses misogi dengan tenang. Dan yang ketiga, misogi juga merupakan upaya manusia mencapai kesucian. Daftar Referensi Abe, Chikara Impurity and Death: A Japanese Perspective. USA: Disertation.com Akiyama, Aisaburo Shinto and Its Architecture. Tokyo: Tokyo News Service 18

19 Bellah, Robert N Religi Tokugawa, Akar-akar Budaya Jepang terj. Tokugawa Religion, The Values of Pre-industrial Japan. Jakarta: Gramedia Putaka Utama Brunce, William K Religions in Japan, Buddism, Shinto, Christiany. Tokyo: Charles E.Tuttle Company Fallaize, E.N Purification dalam Encyclopaedia Religion and Ethics jilid VI, editor James Hastings. New York: Charles Scibner s Son Holtom, D.C The National Faith of Japan. Japan: Kenkyusha Keene, Michael Agama-agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius Lawanda, Ike Iswary Matsuri dan Kebudayaan Korporasi Jepang. Depok: Iluni KWJ Press Ono, Sokyo Shinto The Kami Way. Tokyo: Charles E. Tuttle Company Picken, Stuart D.B Essential of Shinto. London: Greenwood Press Ross, Floyd Hiatt Shinto The Way of Japan. US: Greenwood Press Soderblom, Nathan Hollines dalam Encyclopaedia Religion and Ethics jilid X, editor James Hastings. New York: Charles Scibner s Son Suryohadiprojo, Sayidiman Belajar dari Jepang, Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjoangan Hidup. Jakarta: UI Press Yamakage, Motohisha Shinto Nyumon I. Japan Shinto Nyumon II. Japan 19

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E DAFTAR PUSTAKA Anesaki, Masaharu. 1963. History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E Tuttle Company Aoki, Eiichi. 1994. JAPAN, Profile of A Nation. Tokyo: Kodansha International Ltd Bellah, Robert N.

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan Bab 5 Ringkasan Skripsi Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan sendiri memiliki arti sebagai pedoman yang menyeluruh bagi kehidupan masyarakat yang memiliki budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Shitsurakuen karya Watanabe Jun ichi adalah sebuah karya yang relatif baru dalam dunia kesusastraan Jepang. Meskipun dianggap sebagai novel yang kontroversial,

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Tagata Jinja Hounen matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan di Tagata Jinja yang terletak di

Lebih terperinci

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Citra Ayu Pratiwi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, 60286 Email: citra-a-p-11@fib.unair.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul Gerakan Sosial Petani Jepang (Pemberontakan Shimabara 1637-1638). Dalam bab ini pengkajian dan penelahan terhadap

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu beradaftasi dan bersaing secara global serta dapat tercapainya tujuan pendidikan,

Lebih terperinci

Secara bahasa, kata AGAMA berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti TIDAK PERGI, tetap di tempat.

Secara bahasa, kata AGAMA berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti TIDAK PERGI, tetap di tempat. Secara bahasa, kata AGAMA berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti TIDAK PERGI, tetap di tempat. 1.Kedamain 2.kesejahteraan 3.keselamatan 4.ketaatan dan 5.kepatuhan Kedamaian itu adalah ketenangan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang)

Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang) Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang) Diterjemahkan oleh : Ani Anipah & Fauziah Maulida Ulfah DONGENG JEPANG Dongeng terdapat di berbagai Negara. Dongeng merupakan cerita dimulainya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan secara umum diawali dalam suatu keluarga, orangtua yang bertanggung jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang diterima

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau

Lebih terperinci

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis. Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis unsur Shinto Oharai dalam Sanja Matsuri Saya akan membagi analisis Sanja Matsuri melalui empat unsur Shinto, yaitu Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Modul ke: 14 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja 2. Peraturan keseelamatan dan kesehtan kerja 3. Resiko-resiko yang dihadapi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah Bab 5 Ringkasan Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang timur laut hingga

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus merupakan aspek yang harus dibina dalam olahraga. sampai sasaran perilaku. McClelland dan Burnham (2001), motivasi

BAB I PENDAHULUAN. menerus merupakan aspek yang harus dibina dalam olahraga. sampai sasaran perilaku. McClelland dan Burnham (2001), motivasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia olahraga, motivasi berprestasi, lebih populer dengan istilah competitiveness merupakan modal utama dalam mencapai keberhasilan penampilan. Tidak mengherankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS 21 BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS A. Profan dan Sakral 1. Pengertian Profan dan Sakral Profan adalah sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting. Sedangakan sakral adalah

Lebih terperinci

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan atau violence umumnya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6)

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) 13 Doa Pembuka Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama TAHAP KELOMPOK LANJUTAN

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama   TAHAP KELOMPOK LANJUTAN BK KELOMPOK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id TAHAP KELOMPOK LANJUTAN Ketika kelompok sudah bisa melewati tahap awal, maka tidak mungkin lagi untuk memisahkan langkah dari perkembangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki martabat yang berbeda beda dengan manusia yang lainnya karena Tuhan menciptakan manusia dengan sikap,perilaku dan fisik yang berbeda. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Transportasi telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, karena semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal ini terbukti dengan banyaknya sastrawan sastrawan yang terkenal di dunia

BAB I PENDAHULUAN. hal ini terbukti dengan banyaknya sastrawan sastrawan yang terkenal di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudera Fasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaannya yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap berpegang

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk yang memiliki akal pikiran untuk melakukan inovasiinovasi dalam mencapai tujuan tertentu sesuai yang diinginkannya. Di dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Bernadus Ardian Ricky M (105010100111087) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang sastra dan budaya. Selain itu, Jepang juga melahirkan banyak penulis berbakat. Salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S.

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana terjadinya gejolak yang sangat meningkat yang biasa dialami oleh setiap orang. Masa ini dikenal pula sebagai masa transisi, dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba.

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asa Nonami merupakan seorang novelis terkenal di Jepang, ia lahir pada 19 Agustus 1960 di Tokyo. Asa Nonami adalah penulis cerita fiksi kejahatan dan cerita horor,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan BAB IV ANALISA DATA Ritual Jumat Agung merupakan ritual yang dilaksanakan pada hari Jumat dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan mempunyai tujuan untuk memperingati hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan

Lebih terperinci

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB. Kasih Allah Untuk Orang Berdosa

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB. Kasih Allah Untuk Orang Berdosa MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB Kasih Allah Untuk Orang Berdosa Hari ini kita mau belajar tentang kasih Allah. Untuk menghargai kasih Allah kepada kita, kita harus pertama-tama

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

Tradisi Undhuh-undhuh GKJW : Fungsi dan Relevansi Nilai Budaya terhadap Pengembangan Pendidikan Karakter

Tradisi Undhuh-undhuh GKJW : Fungsi dan Relevansi Nilai Budaya terhadap Pengembangan Pendidikan Karakter Tradisi Undhuh-undhuh GKJW : Fungsi dan Relevansi Nilai Budaya terhadap Pengembangan Pendidikan Karakter Primita Yanuar Prastika Putri Prodi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

RENCANA ALLAH. Utz ANDA J. I. PACKER. Copyright momentum.or.id PENERBIT MOMENTUM 2004

RENCANA ALLAH. Utz ANDA J. I. PACKER. Copyright momentum.or.id PENERBIT MOMENTUM 2004 RENCANA ALLAH Utz ANDA J. I. PACKER PENERBIT MOMENTUM 2004 Rencana Allah bagi Anda (God s Plans for You) Oleh: J.I. Packer Penerjemah: Ina Elia Editor: Hendry Ongkowidjojo Tata Letak: Djeffry Desain Sampul:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

terlampau banyak dan entah mengapa aku bisa menjawab nya, sesuai kehendaknya, itu pun jika mereka ingin mendengarnya. Kadang aku bertemu dengan

terlampau banyak dan entah mengapa aku bisa menjawab nya, sesuai kehendaknya, itu pun jika mereka ingin mendengarnya. Kadang aku bertemu dengan ( RAHASIA ) Di kala aku merenungkan tentang arti debu, betapa debu itu begitu asik mengendarai udara, dan aku tidak tahu. Setiap aku melihat waktu, yang aku harap kan hanya angka 17:23, dan itu benar-benar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktifitas, tanpa ada yang menyuruh Slameto ( 2010:83). Minat pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktifitas, tanpa ada yang menyuruh Slameto ( 2010:83). Minat pada dasarnya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minat belajar Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh Slameto ( 2010:83). Minat pada dasarnya adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA Perkembangan Jiwa Agama Pada Usia Dewasa Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak Bab 5 Ringkasan Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai

Lebih terperinci

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA Obyek dan Metode Penelitian Psikologi Agama Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga manusia dalam bidang industri. Dengan diketemukannya mesin serta

BAB I PENDAHULUAN. tenaga manusia dalam bidang industri. Dengan diketemukannya mesin serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan dan mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Neonatus (lahir 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya :

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya : BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan memaparkan data yang penulis peroleh dari lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Adapun data yang penulis paparkan adalah data yang

Lebih terperinci

Seri Iman Kristen (4/10)

Seri Iman Kristen (4/10) Seri Iman Kristen (4/10) Nama Kursus : DASAR-DASAR IMAN KRISTEN Nama Pelajaran : Kejatuhan Manusia Kode Pelajaran : DIK-P04 Pelajaran 04 - KEJATUHAN MANUSIA DAFTAR ISI Ayat Alkitab Ayat Kunci 1. Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB

KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB Pdt. William Liem Matius 1:18-25 18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu- Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus,

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian Tidak Ada Ajahn Chan Kelahiran dan Kematian Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?" Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan mengemban tugas pembangunan pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci