BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalasemia Mayor Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merah jadi cepat rusak dan umurnya sangat pendek, hingga penderita memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya ( // Penderita thalasemia mayor tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulanmulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu muncul gejala seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.facies cooley merupakan ciri khas thalasemia mayor, yaitu batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin (// Penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, penderita hanya bertahan hidup sekitar 1-8 bulan. Transfusi darah yang dilakukan tergantung berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, semakin sering penderita harus menjalani transfusi darah (// 5

2 Thalasemia Minor Individu penderita thalasemia minor hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal dan tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan,seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak selalu memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya ( ; www. dokter82. wordpres.com/hematology/thalassemia) Thalasemia Alfa Thalasemia alfa terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts Thalasemia Beta Thalasemia beta disebabkan penurunan sintesis rantai beta, dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu thalasemia mayor, intermedia dan karier. Pada kasus

3 7 thalasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin pada awal kelahirannya, anak-anak thalasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan jika tidak di obati bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam( Gejala Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Umumnya penderita mengalami anemia ringan,bentuk lebih berat, misalnya pada beta-thalasemia mayor terjadi sakit kuning, luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak penderita thalasemia tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (// Diagnosis Memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan

4 8 nilai MCV (// // com/ hematology/thalassemia/) Pengobatan Thalasemia yang berat memerlukan transfusi darah yang rutin dan tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif misalnya sulfonamid, karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Bentuk thalasemia yang sangat beratmemerlukan pencangkokan sumsum tulang,untuk terapi genetik masih dalam tahap penelitian (// wiki/thalassemia;// hematology/thalassemia/) Pencegahan Keluarga dengan riwayat thalasemia perlu mendapat penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat melalui urin. Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan 25 persen menderita thalasemia( // wiki/talassemia ; //

5 9 2.2 Tranfusi Darah Transfusi darah adalah suatu cara pengobatan berupa penambahan darah atau bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resifien). Proses transfusi darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi penyumbang darah dan bersifat pengobatan bagi resifien.transfusi darah bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen komponennya agar tetap bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, tindakan terapi kasus tertentu. Transfusi darah bagi penderita thalasemi bertujuan mempertahankan nilai hemoglobin tetap pada level 9-9,5 gr/dl sepanjang waktu. Pemeriksaan pra transfusi tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis. Darah yang ditransfusikan harus rendah lekosit; ml/kg PRCdengan kecepatan 5 ml/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai hemoglobin yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi. Komplikasi utama transfusi berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun

6 10 lalu, 25% pasien yang menerima transfusi ter-ekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insiden tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi organisme opurtunistik menyebabkan demam dan enteritis pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Transfusi darah diberikan pada anak dengan kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dl.pemberian transfusi darah bertujuan untuk mengatasi kondisi anemia kronik dan mempertahankan kadar hemoglobin antara 9 sampai 10 g/dl. Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam jaringan tubuh akibat penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat menyebabkan kerusakan organorgan tubuh seperti: hati,limpa, ginjal, jantung,tulang, dan pankreas. Penyebab kematian tersering akibat penimbunan zat besi adalah gagal jantung yangdisebabkan IDG, oleh kardiomiopat i(permono et al, Hemoglobin Abnormal Thalassemia, Berhman Richard E et al, 2001 ) Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai transfusi darah adalah : 1. Pasien diberi penjelasan sejelas-jelasnya termasuk risiko transfusi apalagi pasien yang sering mendapatkan transfuse darah mungkin dapat terjadi reaksi transfusi. 2. Mencocokkan identitas pasien dan kantong darah. 3. Memonitor keadaan pasien.

7 11 4. Catatan lain seperti waktu mulai transfusi, selesai transfusi, volume dan macam produk yang ditransfusi, nomor donasi dan reaksi transfusi seperti dingin, demam, gatal-gatal, nyeri kepala (Julia Setyati, 2009). 2.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah: 1. Pemeriksaan Darah a. Darah rutin Pemeriksaan darah rutin terjadi penurunan kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit dan sel polimorfonuklear. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan jumlah trombosit. b. Hitung retikulosit Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. c. Gambaran darah tepi Anemia pada thalasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel. d. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi Serum Ironakan menurun, sedangkan TIBC meningkat.

8 12 e. Tes Fungsi Hepar Kadar unconjugated bilirubin meningkat 2-4 mg%. Bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikirkan adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat kerusakan ini akan berakibat terjadinya kelainan dalam faktor pembekuan darah (Yais Hassan M, 2010 ). 2. Elektroforesis Hb Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja namun juga pada orang tua dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA 2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1% (Yais Hassan M, 2010 ). 3. Pemeriksaan sumsum tulang Pemeriksaan sumsum tulang akan memperlihatkan suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. Pada keadaan normal nilai perbandingannya 10: 3 ( Yais Hassan, 2010 ).

9 Hemoglobin (Hb) Fisiologi Hemoglobin merupakan zat protein dalam sel darah merah yang memberi warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam sel sel dalam tubuh. Pembentukan hemoglobin memerlukan bahan-bahan penting, yaitu besi (Fe), vitamin B12 (siano-kobalamin) dan asam folat. Diperlukan 1 miligram besi untuk setiap milliliter eritrosit yang diproduksi. Setiap hari, miligram besi diperlukan untuk pembentukan eritrosit (eritropoiesis) ; sebanyak 95 % didaur ulang dari besi yang berasal dari perputaran eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Jika kekurangan besi (Fe), pembelahan sel akan menghasilkan sel-sel eritrosit yang berukuran lebih kecil dan penurunan jumlah hemoglobin. Vitamin B12 dan asam folat diperlukan untuk sintesis dan pertukaran molekul karbon. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan produksi DNA, kelainan perkembangan inti sel dan sitoplasma eritrosit, pembentukan sel megaloblastik yang besar dan kurang matang (Riswanto, 2013) Nilai Rujukan Nilai rujukan kadar hemoglobin pada bayi baru lahir 16 ± 3,0 g/dl ; bayi3 bulan 11,5 ± 2,0 g/ dl ; anak usia 1 tahun 12,0 ± 1,5 g/ dl dan anak usia tahun 13,0 ± 1,5 g/ dl (Riswanto, 2013).

10 Metode Pemeriksaan Hemoglobin 1. Metode CuSO4 (kupri sulfat) Cara ini bersifat kualitatif berdasarkan berat jenis darah dan biasanya digunakan sebagai tehnik penapisan untuk menentukan apakah seseorang dapat mendonorkan darahnya, sehingga tidak perlu diketahui kadar Hb dengan tepat. 2. Metode Sahli Metode ini membandingkan warna asam hematin yang dilarutkan dengan HCl 0,1 N dengan warna standar yang terdapat pada alat hemoglobinometer. Metode ini memiliki kesalahan yang besar (15-30%), alatnya tidak dapat distandarisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur seperti karboksihemoglobin, methhemoglobin, sulfhemoglobin. 3. Metode Fotometrik Sianmethemoglobin Metode sianmethemoglobin adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap standar yang stabil dan handal. Metode ini merupakan metode yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium oleh WHO. Metode fotometrik saat ini sudah diintegrasikan ke dalam alat pengukur hitung sel otomatik dengan menggunakan hematology analyzer (Riswanto, 2013).

11 Hematokrit (Ht) Fisiologi Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell Volume / PCV) adalah proporsi eritrosit dalam lengkap.untuk mengukur hematokrit, sel-sel eritrosit dalam darah dipadatkan dalam sebuah tabung dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Padatnya kolom eritrosit yang diperoleh dengan pemusingan darah ditentukan oleh radius sentrifus, kecepatan sentrifus dan lamanya pemusingan (Riswanto, 2013). Penetapan hematokrit merupakan salah satu cara pemeriksaan hematologi untuk mengetahui volume eritrosit dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen (%). Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya anemia dan digunakan juga untuk menghitung indek eritrosit (Widman FK, 2005). Peningkatan kadar hematokrit terjadi pada keadaan dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis, diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia, eklampsia, pembedahan, luka bakar. Penurunan kadar hematokrit terjadi pada anemia defisiensi besi hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit, leukemia, limfosarkoma, mieloma multipel, sirosis hati, malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), ulkus peptikum, gagal ginjal kronis, kehamilan, SLE. Juga terjadi karena pengaruh obat-obatan antineoplastik, antibiotika (khloramphenikol, penisilin), obat radioaktif.

12 Nilai Rujukan Nilai normal bayi baru lahir : % ; anak usia 1-3 tahun : % ; anak usia 4-5 tahun : % ; anak usia 6-10 tahun : 33-45% (Riswanto, 2013) Metoda Pemeriksaan Hematokrit Pengukuran kadar hematokrit dapat diukur pada darah vena atau kapiler dengan teknik makro atau mikro kapiler, atau dengan instrument otomatis (Riswanto, 2013). 2.6 Eritrosit Eritrosit merupakan discus bikonkaf dengan diameter 6,9-9,6 µm. Bentuk bikonkaf tersebut memungkinkan gerakan oksigen dengan cepat masuk keluar sel sebagaimana hal tersebut juga memperpendek jarak antara membran dan kandungan sel. Sel-sel darah merah tidak mempunyai nucleus. Sel-sel darah merah terdiri dari suatu membran bagian luar, hemoglobin (Hb), protein yang mengandung zat besi. Karbonik anhidrase, suatu enzim yang terikat dalam transport karbondioksida Pembentukan Eritrosit (Eritropoesis) Pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang merah, limpa, dan hati.perkembangannya di dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap, mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobinnya, kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya (Widman FK, 2005).

13 Penguraian Eritrosit Sel darah merah setelah dibentuk kemudian diedarkan di dalam tubuh. Umur sel darah merah rata-rata 120 hari, kemudian sel menjadi tua dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama di dalam limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringanjaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah baru. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan Fungsi Utama Eritrosit Eritrosit berfungsi mengangkut oksigen ke jaringan hingga produksi eritrosit sedikit banyak ditentukan juga oleh kadar oksigenisasi jaringan sedangkan produksi eritrosit diatur oleh eritopoetin yaitu suatu hormon yang secara langsung mempengaruhi aktivitas sumsum tulang sangat peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Underwood JCE, Saryadi Sarjadi Edisi 2,1999 ) Kelainan Jumlah Eritrosit 1. Eritrositopeni Eritrositopeni adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit menurun atau kurang dari normal. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel eritrosit (Buku Saku Hematologi, 2001).

14 18 2. Eritrositosis Eritrositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit meningkat atau lebih dari normal. Keadaan ini dapat dijumpai pada polisitemia, dimana volume sel eritrosit melebihi normal yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah (Buku Saku Hematologi,2001 ) Nilai Normal Jumlah Eritrosit Pria Wanita : 4,6 6,2 x 10 6 / μl : 4,2 5,4 x 10 6 / μl Saat lahir hitung jumlah eritrosit sedikit lebih tinggi, pada bulan ketiga nilainya turun sampai sekitar 4,5 juta (+ 0,7 / μl) dan secara perlahan-lahan meningkat setelah usia 4 tahun sampai pubertas (Gandasoebrata, 2013 ). 2.7 Spesimen Spesimen darah sebaiknya darah kapiler segar atau darah EDTA. Penderita tidak dibatasi asupan makanan atau minumannya. Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat hemodilusi. Spesimen darah tidak diambil dari lengan atau tangan yang sedang menerima cairan intra vena(riswanto, 2013).

15 Indek Eritrosit Indek Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit. Pemeriksaan index eritrosit digunakan sebagai pemeriksaan penyaring untuk mendiagnosis terjadinya anemia dan mengetahui anemia berdasarkan morfologinya. Nilai yang banyak dipakai ialah : Mean Corpuscular Volume (MCV) atau Volume Eritrosit Ratarata(VER) Yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan satuan femtoliter (fl). Rumus perhitungannya : Nilai Hematokrit MCV = x 10 Jumlah Eritrosit Nilai normal MCV = Fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik, defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C, keracunan timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia penyakit hati kronik, hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konfulsan dan anti metabolik (Gandasoebrata R, 2013).

16 MCH (Mean CorpuscularHemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) Yaitu jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan pikogram (pg).rumus perhitungannya : Nilai Hemoglobin MCH = x 10 Jumlah Eritrosit Nilai Normal MCH = pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013) MCHC (MeanCorpuscularHemoglobin Concentration) atau KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin yang didapat per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan gram per destiliter (gr/dl). Konsentrasi atau kadar hemoglobin yang didapat per-eritrosit, dinyatakan dalam persen (%). Meskipun dinyatakan dalam persen (%) satuannya lebih tepat gram hemoglobin per dl eritrosit. Rumus perhitungannya : Nilai Hemoglobin MCHC = x 10 Jumlah Hematokrit

17 21 Nilai normal MCHC= gram per desiliter (gr/dl). Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013) Indek Eritrosit Pada Thalasemia Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalassemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (complete blood count/ CBC), khususnya nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC dan RDW (red blood cell distribution width). Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Perlu juga dilakukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding capacity (TIBC). Komite International untuk Standardisasi Panel Ahli Thalassemia dan abnormal Hemoglobin pada tahun 1975 merekomendasikan uji preliminari meliputi pemeriksaan darah lengkap yang diikuti dengan elektroforesis pada ph 9.2, uji solubilitas dan sikling serta uji kuantitatif HbA2 dan HbF. Bila ditemukan hemoglobin yang abnormal, uji lanjutan untuk menentukan Hb varian dengan elektroforesis pada ph 6,0-6,2; pemisahan rantai globin dan isoelectric focusing (IEF) (HTA, 2010). Hasil skrining terhadap 795 orang menunjukkan bahwa pengidap thalassemia α, thalassemia β dan Hb lepore semuanya menunjukkan nilai MCV < 76 fl, dan MCH < 25 pg, yang mengindikasikan bahwa kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk uji saring awal thalassemia.

18 22 Pada skrining massal terhadap pelajar yang dilakukan Silvestroni dan Bianco (1983) menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi darah tepi dan uji fragilitas osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan indeks eritrosit dan analisis hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non-α sampai 99,65%. Penelitian Maheswari (1999) terhadap wanita yang melakukan pemeriksaan antenatal menyatakan bahwa angka sensitivitas dan spesivisitas dari nilai MCV dan MCH dalam identifikasi karier thalassemia berturutturut adalah 98 % dan 92%. MCV dan MCH harus dipakai bersamaan karena bila hanya salah satu yang digunakan hasil sensitivitas dan spesifisitasnya rendah. Demikian juga penelitian Rathod dkk (2007) menunjukkan penggunaan MCV dan MCH dengan cell counter dapat digunakan dalam deteksi karier β thalassemia. Galanello dkk (1979) menganjurkan nilai MCV < 79 fl dan MCH < 27 pg sebagai nilai ambang (cut-off) untuk uji saring awal thalassemia β (lihat tabel 1). Tabel 1. Nilai Indek Eritrosit Pada Thalasemia Normal Affected Carrier 1 Red Blood Cell Index Male Female β-thal Major β-thal Minor Mean corpuscular 89,1±5,01 87,6±5, < 79 volume (MCV fl) Mean corpuscular 30,9±1,9 30,2±2, < 27 hemoglobin (MCH pg) Hemoglobin (Hb g/dl) 15,9±1,0 14,,0±0,9 < 7 Males : 11,5-15,3 Females : 9, Data from Galanello et al (1979)

19 23 Sementara penelitian Rogers dkk (1995) menyebutkan nilai cut off untuk skrining antenatal thalassemia β wanita hamil adalah MCH < 27 pg dan MCV < 85 fl, dimana nilai MCH lebih superior daripada MCV. Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium thalassemia adalah nilai MCV kurang dari 80 fl dan MCH kurang dari 27 pg. Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fl, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai thalassemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis thalassemia. Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fl, MCH < 27 pg, dengan Hb rendah tanpa adanya tanda infeksi atau radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia defisiensi besi. Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dl maka dianggap anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi. Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan, namun Hb tetap rendah, maka dilakukan pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis untuk diagnosis thalassemia. Bila pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif, maka dilakukan analisis DNA.

20 Kerangka Teori Thalasemia Transfusi Darah Diagnosis Pemeriksaan Penunjang : 1. Darah 2. Elektroforesis 3. Pemeriksaan sum-sum tulang Pra Pasca Index eritrosit MCV MCH MCHC Ht x 10 eri Hb eri x10 Hb Ht X Kerangka konsep Penderita thalasemia Pra dan Pasca Transfusi Pemeriksaan indek eritrosit 2.11 Hipotesis Ada perbedaan nilai indek eritrosit pra dan pasca tranfusi darah pada penderita thalasemia.

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Eritrosit Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berbeda dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghadap ke tulang punggung.kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghadap ke tulang punggung.kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal 1. Struktur dan Anatomi Ginjal merupakan organ saluran kemih yang terletak di dinding posterior abdomen, di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang peritoneum.bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui vena atau arteri yang mengangkat oksigen dan bahan makanan ke seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di era globalisasi menuntut penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin,

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis suatu penyakit. Salah satu pelayanan laboratorium adalah pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang menderita penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM DARAH Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.

Lebih terperinci

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab : Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin 42 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kadar hemoglobin digunakan sebagai patokan dalam dunia medis untuk mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin seseorang sulit ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kelainan darah pada lupus Komponen darah Kelainan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup bidang ilmu yang diteliti adalah bidang ilmu Patologi Klinik sub bidang hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Thalassaemia Thalassaemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWARNA KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI WILAYAH BOJONEGARA BANDUNG Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr.,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1Tujuan A. Pungsi Darah Vena (Flebotomi) Untuk pemeriksaan hematologi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. B. Pemeriksaan Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan di PMI antara lain mencakup pengerahan donor, penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA i BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport tubuh. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan (Dep kes RI, 1989). Darah diproduksi dalam sumsum

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN Fakultas : Kedokteran Program Studi : Pendidikan Dokter Blok : Hematologi Bobot : 4 SKS Semester : II Standar Kompetensi : etiologi, patogenesis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan Resiko Tinggi 1. Definisi Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi komplikasi

Lebih terperinci

BAB 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan bagian padat. Bagian cair disebut plasma sedangkan bagian yang padat

BAB 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan bagian padat. Bagian cair disebut plasma sedangkan bagian yang padat BAB 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DARAH Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian cair dan bagian padat. Bagian cair disebut plasma sedangkan bagian yang padat disebut sel darah.

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER ABSTRAK UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER Aisyah Mulqiah, 2016 Pembimbing I Pembimbing II : dr. Penny

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trombosit. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % berat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trombosit. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % berat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM DARAH Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah.sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

Lebih terperinci