KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN MUH. YUSUF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN MUH. YUSUF"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN MUH. YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI DESERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi ma na pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, 22 Agustus 2007 Muh. Yusuf P

3 ABSTRAK MUH. YUSUF. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, dan FREDINAN YULIANDA. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan wisata bahari kategori selam, wisata bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove (2) menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat serta diintegrasikan dengan kesesuaian lahan (lingkungan), (3) menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. Data sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan dikumpulkan secara partisipatoris dengan pendekatan PCRA dengan cara FGD melalui teknik wawancara; sedangkan data biogeofisik dikumpulkan melalui survei lapang, dilengkapi data sekunder dari penelitian yang telah ada. Metoda analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan alat SIG, analisis kesesuaian lahan (lingkungan), analisis zonasi dengan menggunakan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan), dan usulan masyarakat. Selanjutnya, dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan A WOT yaitu integrasi antara AHP dan SWOT. Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan) bagi peruntukan wisata bahari, wisata pantai, budidaya ikan kerapu, dan budidaya rumput laut, memperlihatkan bahwa ternyata kelas S2 memiliki luasan kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan N. Sedangkan kesesuaian lokasi bagi peruntukan budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove, ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang terbesar. Sedangkan hasil overlay berbagai kesesuaian lahan menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk ternyata sesuai untuk semua penggunaan di atas, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya penggunaan yang sesuai sebagian besar adalah untuk wisata selam, wisata snoirkling, dan budidaya rumput laut. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi ke dalam 4 zona, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi. Zona inti memiliki 4 pulau/lokasi dengan luas wilayah sebesar 943,50 ha (18,99 %), zona perikanan berkelanjutan memiliki lokasi 5 lokasi dengan luas sebesar 865,46 ha (17,42 %), zona pemanfaatan memiliki 6lokasi dengan luas wilayah sebesar 971,17 ha (19,54%), dan zona rehabilitasi mempunyai lokasi terbanyak yaitu 11 lokasi dan luasan terbesar yaitu 2.188,98 ha (44,05 %). Hasil analisis kebijakan terhadap komponen SWOT menunjukkan bahwa komponen S (kekuatan) menempati prioritas pertama, kemudian diikuti komponen T (ancaman), O (peluang) dan W (kelemahan) sebagai prioritas ke dua, ke tiga, dan ke empat. Berdasarkan analisis prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Karimunjawa diperoleh 3 strategi kebijakan yang menempati prioritas tinggi yaitu : (1) pengelolaan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai prioritas pertama atau utama, (2) pengelolaan Karimunjawa melalui penetapan zonasi sebagai prioritas ke dua, dan (3) pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui keterpaduan, pelibatan para stakeholders, dan kerjasama dengan lembaga internasional sebagai prioritas ke tiga. Kata kunci: kebijakan pengelolaan, sumberdaya pesisir, Karimunjawa

4 ABSTRACT MUH. YUSUF. Policy of Sustainable Management of Marine and Coastal Resources of Karimunjawa National Park. Under Academic Supervision of DANIEL R. MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, and FREDINAN YULIANDA. This research aimed at : (1) determining the suitability of the land (environment) of the Karimunjawa National Park zonation for marine tourism on diving category, snorkling category, recreation category, grouper conservation, sea cucumber conservation and mangrove forest conservation, (2) arranging the new zonation alternative (rezonation) of Karimunjawa National P:ark zonation based on ecology, economy, social, as well as by involving an active participation of the Karimunjazwa society and those are integrated inrto the the suitability of the land (environment), (3) determining the stategic priority for the policy of Karimunjawa National Park management. Data on social, economy, policy and cultural aspects were collected participatively with PCRA approach and FGD through interviewing technique. On the other hand, biogeophysical data were collected by field survey, complemented with secondary data from existing previous researches. Method of data analysis comprises spatial analysis using GIS, analysis of land (environment) suitability, zonation analysis using ecological, economic, and social criteria, integrated with land (environment) suitability, community proposal and present land uses. Afterwards, policy analysis was conducted using A WOT approach which was integration between AHP and SWOT. Analysis results of the location suitability for marine tourism, coastal tourism, grouper fish culture, and seaweed culture, showed that S2 class, occupied the largest area, as compared with those of classes S1 and N. On the other hand, in the analysis of location suitability for sea cucumber culture, and mangrove forest conservation, it appeared that class N possessed the largest area size. On the other hand, the overlay result of many suitabilities of the land showed that the large size islands as Karimunjawa island, Kemujan island, Parang island and Nyamuk island are suitable for all above, whereas other majority small island are suitable for diving tourism, snorkling tourism and seeaweeds conservation. Analysis result for zonation determination revealed that zonation was divided into 4 zones, namely Core Zone, Sustainable Fishery Zone, Utilization Zone and Rehabilitation Zone. Core Zone possessed 4 islands/locations with 943,50 ha (18,99 %) area size. Sustainable Fishery Zone possessd 5 locations with 865,46 ha (17,42 %) area size, Utilization Zone possessed 6 locations with 971,17 ha (19,54 %), and Rehabilitation Zone possessed the greatest number of locations with 11 locations and the largest width of 2.188,98 ha (44,05 %).Results of policy analysis on SWOT components showed that component S (strength) occupied the first priority, followed by component T (threat), O (opportunity), and W (weakness), as the second, third and fourth priority respectively. Based on priority analysis on alternatives (strategy) of Karimunjawa management policy, 3 policy strategies were obtained, which occupied high priority, namely : (1) Karimunjawa management through enhancement of community awareness and participation as first or main priority, (2) Karimunjawa management thorough zonation establishment as second priority, and (3) Karimunjawa management through integration, stakeholders involvement, and cooperation with international institution as third priority. Key words: management policy, coastal resources, Karimunjawa

5 @ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN MUH. YUSUF Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Penguji luar komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc 2. Dr. Ir. Budi Wiryawan, M.Sc Penguji luar komisi pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Johannes Hutabarat, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Ono Kurnaen Sumadhiharga, M.Sc

8 Judul Disertasi Nama : Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. : Muh. Yusuf NIM : P Disetujui, Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota Dr. Ir. Sugeng Budiharsono Anggota Diketahui, Ketua Departemen Managemen Sumberdaya Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah dengan tema Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan ini berhasil diselesaikan. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Sugeng Budiharsono, dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Universitas Diponegoro dan Pimpinan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas waktu yang diberikan kepada penulis untuk berkesempatan melaksanakan tugas belajar jenjang S3 di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pimpinan BPPS DIKTI yang telah mensponsori saya untuk memberikan beasiswa, dan tidak ketinggalan pula rekanrekan program studi SPL serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang dalam juga penulis sampaikan kepada istri saya tercinta Kismartini dan anak tunggal saya yang tersayang Irfan atas semua dukungan moril dan materiil, serta pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya yang diberikan kepada saya terutama selama waktu saya menjalankan tugas belajar ini. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran, dan masukan terutama dari para penguji dan pembimbing sangat saya harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terutama bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa ke depan secara berkelanjutan. Bogor, Agustus 2007 Muh. Yusuf

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 13 Nopember 1958 dari pasangan ayah H. Mansyur (alm) dan ibu Fatimah (alm). Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan UNDIP, lulus tahun Selanjutnya, pada tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB, lulus pada bulan Pebruari Kesempatan untuk melanjutkan studi S3 penulis dapatkan pada tahun 2001 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada perguruan tinggi yang sama hingga kini. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang, sejak 1987 hingga kini, dengan jabatan fungsional terakhir adalah Lektor Kepala, Golongan IV A. Selama studi program S3, penulis juga telah mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan khususnya di dalam negeri. Studi banding juga pernah penulis lakukan ke Pukyong National University, Korea Selatan pada tahun 1996 dan 1997 khususnya dalam menjalin kerjasama untuk penjajakan studi lanjut program S2 dan S3 bidang perikanan, kelautan dan teknik lingkungan. Sekitar tahun 1996 penulis juga berkesempatan untuk melihat langsung teknologi pembenihan udang windu (Penaeus monodon Fab.) di Wilayah Ilo-ilo, Philipina. Sebuah artikel sebagai bagian dari disertasi ini rencananya akan diterbitkan pada edisi Juli atau Desember tahun 2007 dalam Jurnal Ilmu Kelautan Undip dengan judul Sistem Zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Ekologi dan Partisipasi Masyarakat.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xxi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan Penerapan kerangka pikir dalam penelitian Kebaharuan (Novelty) TINJAUAN PUSTAKA Definisi, Batasan, Karakteristik, Fungsi Pulau Kecil Definisi dan batasan pulau kecil Karakteristik biofisik pulau kecil Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil Jasa-jasa lingkungan Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya Definisi kawasan konservasi laut Tipe kawasan konservasi Fungsi kawasan konservasi Sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi Permasalahan Kawasan Konservasi Laut Kebijakan Konservasi Laut Di Indonesia Analisis Kebijakan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Penataan Ruang (Zonasi) xi

12 2.8.1 Isu pengelolaan dan zonasi Pendekatan dalam zonasi Proses penataan ruang (zonasi) Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian Fungsi dan kegunaan SIG METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Tahapan Penelitian Metode Pengumpulan Data Data primer Data sekunder Metode pemilihan responden Analisis Data Analisis kondisi ekologis Analisis sosial, ekonomi dan budaya Analisis Zonasi Analisis kebijakan pengelolaan taman nasional HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kepulauan Karimunjawa Letak geografis dan luas wilayah Iklim Hidrologi Potensi sumberdaya alam Analisis Biogeofisik Penggunaan lahan dan tutupan wilayah Keadaan geomorfologi dan geologi Hidro oseanografi Kualitas perairan laut Potensi sumberdaya hayati laut Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya Demografi dan tingkat pendidikan Sarana sosial xii

13 4.3.3 Kelompok nelayan dan pembudidaya rumput laut Sarana perikanan tangkap dan budidaya Produksi ikan Aksesibilitas Kondisi kepariwisataan Sosial budaya Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Analisis kependudukan Analisis sosial ekonomi masyarakat Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan aktual Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata pantai kategori rekreasi Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang Kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan bakau Kesesuaian lahan potensial Analisis Zonasi Analisis Kebijakan Identifikasi faktor-faktor SWOT dan penentuan prioritas Perumusan dan penentuan prioritas alternatif kebijakan Arahan strategi implementasi kebijakan (1) Arahan kesesuaian pemanfaatan lahan (2) Arahan perlindungan sumberdaya hayati laut (3) Arahan rehabilitasi hutan mangrove dan padang lamun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung Klasifikasi Kawasan Konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129 Tahun Klasifikasi kawasan konservasi menurut Badan Konservasi Dunia IUCN Jenis, sumber dan metode analisis data Profesi dan jumlah responden yang diambil dari masing-masing desa Kriteria baku kerusakan terumbu karang menurut Kep. Men. LH No.04 tahun Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori snorkling Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA Kriteria kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan bakau Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang Pembobotan tiap unsur SWOT Matriks SWOT Ranking alternatif kebijakan Skala angka Saaty Luas Masing-masing pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas penutupan wilayah daratan di Kepulauan Karimunjawa Luas penutupan substrat dasar wilayah perairan di Kepulauan Karimunjawa Hasil pengamatan kualitas perairan laut di Kepulauan Karimunjawa Kelimpahan rata-rata genus karang hidup di Kepulauan Karimunjawa Genus (genera) karang yang diketemukan di daerah penelitian xiv

15 25. Jumlah jenis ikan karang pada masing-masing familia yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa Spesies lamun yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Potensi sumberdaya lamun di Kepulauan Karimunjawa Jenis-jenis rumput laut (seaweeds) yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, (Balitbang, 2004) Jenis mangrove yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Nilai Penting (NP = %) mangrove pada tingkat pohon dan anakan Data kependudukan Kecamatan Karimunjawa Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Karimunjawa Kelompok nelayan penangkap ikan dan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Karimunjawa Inventarisasi sarana prasarana infrastruktur kegiatan perikanan Produksi ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa Jumlah penduduk Kepulauan Karimunjawa Komposisi dan ketergantungan penduduk Kepulauan Karimunjawa Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Karimunjawa Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa Pendapatan per kapita rata-rata penduduk di Kepulauan Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual ekowisata bahari kategori selam di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual wisata pantai kategori rekreasi (wilayah perairan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi (wilayah daratan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem Keramba Jaring Apung (KJA) xv

16 48. Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk klasifikasi kelas S1 di Taman Nasional Karimunjawa Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk klasifikasi kelas S2 di Taman Nasional Karimunjawa Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luasan area kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori selam Luasan kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk klasifikasi kelas S1 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk klasifikasi kelas S2 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Analisis Penentuan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Hasil akhir analisis penentuan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa Perbandingan antara zonasi hasil penelitian dan zonasi Ketetapan Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA) tahun Luasan masing-masing zona di Taman Nasional Karimunjawa Faktor SWOT dalam penyusunan alternatif strategi pengelolaan Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk Komponen SWOT xvi

17 65. Hasil analisis penentuan prioritas masing-masing faktor dalam komponen SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan prioritas strategi pengelolaan xvii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa Proses penyusunan tata ruang wilayah pulau-pulau kecil Tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah Proses penyusunan peta kesesuaian kawasan untuk Zona Pemanfaatan di Taman Nasional Karimunjawa Proses penyusunan zonasi di Taman Nasional Karimunjawa Hirarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa dengan Metoda A WOT Penggunaan lahan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Tutupan substrat dasar perairan di daerah penelitian, kawasan Taman Nasional Karimujawa Tingkat kelerengan tanah (%) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Geologi jenis tanah di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta arus musim barat (Desember - Maret) Kepulauan Karimunjawa Peta arus pancaroba I (April - Juni) Kepulauan Karimunjawa Peta arus musim timur (Juni - Agustus) Kepulauan Karimunjawa Peta arus pancaroba II (September - Nopember) Kepulauan Karimunjawa Peta kontur kedalaman perairan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Jumlah genus dan keanekaragaman genus (H ) karang hidup yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Persentase cover (persentase tutupan) karang hidup yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Peta sebaran lokasi dan kondisi karang hidup di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Histogram jumlah jenis ikan karang yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa xviii

19 21 Histogram persentase masing - masing famili ikan karang yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Peta sebaran lokasi dan potensi ikan karang di Taman Nasional Karimunjawa Sebaran Khlorofil a (mg m -3 ) di Taman Nasional Karimunjawa Peta sebaran lokasi padang lamun dan rumput laut di Taman Nasional Karimunjawa Peta sebaran lokasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya kerapu dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang Peta kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove Peta overlay berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta overlay berbagai kesesuaian lahan potensial di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta kawasan dan hasil penentuan zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK Dirjen PHKA No.79/IV/Set-3/2005) Peta overlay penentuan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perbandingan antara hasil penelitian dan Ketetapan Dirjen PHKA tahun xix

20 40 Peta arahan pemanfaatan lahan/perairan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Peta arahan perlindungan sumberdaya hayati laut Taman Nasional Karimunjawa Peta arahan rehabilitasi hutan mangrove dan lamun Taman Nasional Karimunjawa xx

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Jenis-jenis ikan karang yang teridentifikasi di perairan kepulauan Karimunjawa Kondisi geologi, biologi, fisika, dan kimia lingkungan Taman Nasional Karimunjawa Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk komponen SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan faktor-faktor S dalam SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan faktor-faktor W dalam SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan faktor-faktor O dalam SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan faktor-faktor T dalam SWOT Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan Prioritas Strategi Kebijakan Hasil penilaian pembobotan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial dalam penentuan zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dari masing-masing pakar (ahli) xxi

22 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari pulau dan garis pantai sepanjang km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada, Amerika, dan Rusia), (World Resources Institute, 2001), serta wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km 2 (63 % dari total wilayah teritorial Indonesia), ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km 2, sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beranekaragam. Berdasarkan data dari Departemen Dalam Negeri (2004), jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak buah, buah diantaranya telah mempunyai nama dan sisanya belum memiliki nama. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang jumlahnya lebih dari buah (Dishidros, 1997 yang diacu dalam Ello dan Subandi, 1998). Dalam pembangunan berkelanjutan, keberadaan pulau-pulau kecil sangat strategis sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam mengatasi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia saat kini. Di samping memiliki jumlah yang banyak, pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam daratan (terestrial) yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potesi perikanan di pulau-pulau kecil didukung oleh adanya beragam ekosistem seperti terumbu karang (coral reefs), padang lamun (seagrass) dan vegetasi bakau (mangrove). Pulau-pulau kecil juga memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan nyaman untuk wisata seperti pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Selain itu terdapat pula jasa-jasa lingkungan laut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan transportasi laut. Sumberdaya kelautan tersebut kesemuanya merupakan potensi yang memiliki nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan daerah. Salah satu contoh gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki tipe-tipe ekosistem dan sumberdaya sebagaimana tersebut di atas adalah Kepulauan Karimunjawa. Secara administratif Kepulauan Karimunjawa berada di wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.

23 2 Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau tercakup ke dalam 3 desa yaitu desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Data statistik menunjukkan, dari ke tiga desa ini jumlah penduduk kepulauan Karimunjawa sebanyak orang. Jumlah penduduk sebesar ini, sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani/pembudidaya laut sebanyak orang (42,90 %), buruh dan penggali 294 orang (3,33 %), pedagang dan konstruksi 319 orang (3,61 %), PNS dan ABRI 242 orang (2,75 %), sisanya bekerja di angkutan dan jasa lainnya (BPS Kabupaten Jepara, 2005). Potensi sumberdaya Kepulauan Karimunjawa adalah: keanekaragaman jenis biota laut seperti biota karang (90 jenis), ikan karang (242 jenis), beberapa jenis udang dan lobster, penyu (2 jenis), rumput laut (10 genus), padang lamun (10 genus), vegetasi mangrove (11 jenis), dan berbagai biota laut lainnya serta didukung oleh kondisi airnya yang jernih, dikelilingi pulau-pulau besar dan kecil memberikan nilai tersendiri bagi keindahan alam Karimunjawa yang mempesona (Martoyo, 1998). Menurut laporan BPS Jawa Tengah (2000), penghasilan utama di Kepulauan Karimunjawa adalah ikan laut terutama jenis tongkol dan berbagai jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon dan lobster yang dihasilkan melalui pengoperasian unit, dari berbagai unit alat tangkap dengan jumlah armada mencapai 304 buah. Upaya untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas, Pemerintah melalui Departemen Kehutanan pada tahun 1988 melakukan kebijakan dengan menetapkan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut yang dituangkan ke dalam SK. Menteri Kehutanan. No. 161/Menhut-II/1988. Sebagai Taman Nasional, maka bentuk pengelolaannya (pengaturan ruang) didasarkan pada sistem Zonasi, hal ini sesuai dengan UU. No. 5 tahun Sedangkan peraturan perundangan yang terbaru menggunakan UU. No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang di dalamnya juga mengatur pengelolaan kawasan konservasi ekosistem. Sejak ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional tahun 1988 hingga kini bentuk pengelolaannya yang berupa sistem zonasi masih mengacu pada Dokumen Rencana Induk Taman Nasional Laut Kepulauan

24 3 Karimunjawa yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah tahun 1988, dan hingga kini masih belum mengalami revisi. Penetapan zonasi yang telah diberlakukan selama kurang lebih 18 tahun yang lalu ternyata hingga kini masih menyisakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kondisi biofisik sumberdaya dan ekosistem yang tidak semakin membaik, dan berbagai kerusakan masih saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut (marine protected area) hingga kini masih belum bisa sepenuhnya memenuhi fungsi dan tujuan yang diharapkan sebagai suatu kawasan konservasi. Sebetulnya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara saat ini telah mengarah kepada pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang berkelanjutan, seperti yang tertuang dalam APBD tahun 2006 mencantumkan bahwa beberapa hal yang menjadi fokus perhatian adalah penataan zonasi, konservasi alam, pengembangan wisata bahari dan budidaya laut, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Demikian pula kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yakni Kepulauan Karimunjawa dijadikan sebagai salah satu andalan atau sektor utama untuk pembangunan Jawa Tengah lima tahun ke depan ( ) sebagai salah satu daerah tujuan untuk pengembangan wisata bahari yang mampu meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat setempat di satu sisi, dan dapat memelihara kelestarian lingkungan (ekosistem) di sisi lain, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan daerah No.11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis Daerah Jawa Tengah tahun Namun implementasi keterpaduan pengelolaan dalam hal ini pengaturan terpadu pemanfaatan sumberdaya kawasan, dan bagaimana pengaturan/penetapan jenis-jenis kegiatan untuk berbagai kepentingan pemanfatan belum terlihat formulasinya. Di samping itu, penentuan prioritas dari beberapa alternatif (strategi) kebijakan yang mengakomodasi dari berbagai sektor kepentingan juga belum ditentukan. Implementasi kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang sedang berjalan saat ini terlihat masih bersifat sektoral, belum adanya keterpaduan sektor, belum mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders, dan belum terlihat dilibatkannya masyarakat secara penuh yang dapat mewakili semua unsur lapisan masyarakat yang ada baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai contoh, sejauh pengamatan peneliti di lapang masih belum terwakilinya/tersalurkannya aspirasi kelompok masyarakat tertentu dari

25 4 perwakilan masing-masing desa, dan para stakeholders lain dalam proses penyusunan zonasi baru, dan belum terpadunya program kegiatan antar sektor pelaku pembangunan (instansi/dinas terkait) dalam satu paket kegiatan dan pengelolaan terpadu, hal ini bisa terlihat karena dalam kenyataannya masingmasing sektor membuat program kegiatan sendiri-sendiri, belum terlihat keterpaduan program kegiatan secara sinergis baik di lingkup Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintah Propinsi maupun dengan Pemerintah Pusat (Departemen Kelautan dan Perikanan), sehingga berimplikasi timb ulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan konflik pemanfatan dan kerusakan sumberdaya dan ekosistem seperti yang terjadi sekarang ini. Indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara kuantitatif sangat jelas terlihat, dan dari tahun ke tahun kondisinya sangat mengkhawatirkan. Data kerusakan atas ekosistem dan sumberdaya dapat ditunjukkan dalam laporan hasil penelitian di bawah ini. Laporan Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah (1988), dan laporan hasil penelitian Supriharyono, et al., (1992; 1999) yang menyebutkan adanya perubahan persentase karang hidup dari tahun 1988, 1992 dan 1999 di beberapa pulau yaitu pulau Menjangan Besar (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 33 % dan 32,5 %; pulau Menjangan Kecil (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 37 % dan 35,7 %; dan pulau Cemara Kecil (zona perlindungan) dari 55 % menjadi 56 % dan 43,9 %. Menurut Manoppo (2002), persentase penutupan karang hidup mengalami perubahan dari tahun 1997, 1999 dan 2000 di pulau Menjangan Kecil berturut-turut dari 39,42 % menjadi 37,80 % dan 37,66 %; pulau Cemara Kecil dari 62,02 % menjadi 63,09 % dan 63,12 %. Sedangkan menurut laporan penelitian Balitbang tahun 2003, bahwa persentase tutupan karang hidup di beberapa pulau adalah relatif kecil, seperti di P. Menjangan Besar sebesar 27 %, P. Cemara Kecil sebesar 30 %, dan P. Menjangan Kecil sebesar 35 %. Penutupan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan yang menyusut dari tahun 1997 ke tahun 1999 yaitu 587,88 ha menjadi 576,81 ha, dan penambahan luasan areal tambak dari 11,61 ha (1997) menjadi 23,40 ha (1999). Produksi ikan yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa juga mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar kg menjadi kg (BPS Jawa Tengah, 2001).

26 5 Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan tersebut, kiranya untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terjadi dan sebagai acuan untuk memandu rencana pengelolaan jangka panjang ke depan, sudah saatnya segera dilakukan penentuan zonasi baru atau melakukan zonasi ulang. Zonasi yang akan ditentukan dalam penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yakni menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya, mengintegrasikan hasil penentuan zonasi tersebut dengan aspirasi/usulan masyarakat dan kesesuaian lahan (lokasi) serta pemanfaatan lahan/ perairan saat ini (present landuse), dan selanjutnya diperoleh penentuan akhir zonasi. Kemudian, sebagai arahan pengelolaan jangka panjang ke depan, dilakukan analisis kebijakan untuk menentukan alternatif (strategi) kebijakan mana yang perlu diprioritaskan untuk dilaksanakan terutama bagi penentu kebijakan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan. Hingga saat ini penentuan zonasi untuk kawasan konservasi dengan pendekatan seperti dalam penelitian ini belum ada. Umumnya, penentuan zonasi hanya dilakukan berdasarkan atas kriteria ekologi atau ekologi dan sosial. Penelitian yang dilakukan Suryanto (2000) di Kepulauan Karimunjawa bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas pendekatan Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) yang menekankan pada nilai-nilai ekologis atau ekosistem; sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soselisa (2006) di gugusan pulau-pulau Padaido (Kabupaten Biak) bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, tapi tidak mengintegrasikannya dengan aspirasi masyarakat dan kesesuaian lahan (lingkungan). Oleh karena itu, diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh suatu hasil yang lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan ke lapangan, yaitu di satu sisi hasil penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang ada dapat terpelihara kelestariannya. 1.2 Perumusan Masalah Pengembangan Kepulauan Karimunjawa yang saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, berdampak terhadap beragamnya

27 6 kepentingan yang ingin memanfaatkan sumberdaya dan ruang di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa oleh berbagai individu, kelompok masyarakat, dan pengguna lainnya. Akibat pertambahan penduduk, perluasan permukiman, perkembangan kegiatan perikanan, perkembangan wisata bahari, dan semakin meningkatnya kegiatan transportasi laut, maka kawasan Taman Nasional Karimunjawa mendapat tekanan ekologi yang berat akibat eksploitasi sumberdaya yang terus menerus dari para pengguna (users) untuk beragam kepentingan dan penggunaan. Akibatnya, terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) dalam penggunaan ruang dan sumberdaya, terutama konflik yang terjadi antara Balai Taman Nasional Karimunjawa sebagai pengelola dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya yang melakukan aktifitasnya dalam kegiatan penangkapan ikan dan budidaya laut, serta benturan kepentingan antara kepemilikan pulau secara pribadi oleh beberapa orang investor/pengusaha dengan Balai Taman Nasional terutama peruntukan suatu pulau untuk pendirian cottage/resort dan kegiatan wisata lainnya, bersamaan dengan program pengembangan wisata bahari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut, secara nyata telah berakibat terhadap meningkatnya degradasi ekosistem dan sumberdaya di Kepulauan Karimunjawa. Beragamnya penggunaan oleh para stakeholders tersebut, mengharuskan bahwa dalam pengaturan ruang (zonasi) dan pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif yaitu pengelolaan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologi tapi juga aspek ekonomi, sosial dan budaya. Penerapan aspek-aspek tersebut sejalan dengan prinsip atau kaidah pembangunan berkelanjutan yaitu menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagai pilar utamanya, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam penentuan zonasi. Sebagai kawasan konservasi, penentuan batas-batas zonasi Taman Nasional Karimunjawa hingga kini masih mengacu pada zonasi yang diusulkan pada tahun 1990 dan belum pernah mengalami revisi. Berdasarkan atas dinamika sosial ekonomi masyarakat seperti pertambahan penduduk, perluasan permukiman, meningkatnya kegiatan perikanan laut, berkembangnya kegiatan wisata, transportasi laut, dan atas dasar kondisi ekosistem dan sumberdaya seperti laju kerusakan terumbu karang, hutan mangrove, potensi perikanan, maka zonasi yang telah ada perlu untuk direvisi kembali dengan menetapkan zonasi baru yang

28 7 didasarkan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat serta perlunya mempertimbangkan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai arahan dalam alokasi pemanfaatan lahan/perairan. Dalam penetapan zonasi ulang (rezonasi), masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan dan pelaksanaannya, karena tidak dilibatkannya masyarakat atau stakeholders terutama dalam penentuan zonasi dan proses perencanaan awal dapat berimplikasi terhadap tidak efektifnya dalam mencapai sasaran dan tujuan suatu pengelolaan (keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan konservasi). Menurut Post dan Lundin (1996) dan UNEP (1999), keterlibatan masyarakat atau stakeholders pada setiap tahapan yang mungkin di dalam pengembangan dari suatu rencana zonasi pesisir dan laut adalah sangat penting dalam pengakuan dan keberhasilan implementasinya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Penentuan zonasi yang berjalan selama ini sudah tidak efektif lagi dalam mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Hal ini terlihat dari indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya. (2) Strategi kebijakan pengelolaan yang sedang berjalan belum mengakomodasi kepentingan para stakeholders termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini terlihat dari masih terjadinya konflik pemanfaatan dan belum adanya penentuan prioritas pengelolaan. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyediakan alternatif kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa secara lebih komprehensif, yaitu pengelolaan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders khususnya kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan konservasi, perikanan, dan wisata didasarkan atas prinsip keberlanjutan. Untuk dapat mencapai tujuan umum tersebut, ditetapkan tujuan khusus yaitu : (1) Menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan ekowisata bahari kategori selam, ekowisata

29 8 bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, konservasi hutan mangrove. (2) Menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan mempertimbangkan kesesuaian lahan (lingkungan). (3) Menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengambil keputusan terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Jepara dan pihak pengelola Taman Nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa Jepara) dalam menentukan pengembangan kawasan kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi, khususnya dalam penataan ruang (penetapan zonasi) dan penentuan prioritas strategi pengelolaan. Manfaat lain adalah sebagai arahan bagi para penentu/pengambil kebijakan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya terutama dalam usaha di bidang perikanan tangkap, budidaya laut dan wisata laut di Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan. 1.5 Kerangka Pemikiran Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan Pembentukan Taman Nasional Laut Karimunjawa dituangkan ke dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.161/Men.hut-II/1988 yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsi: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan ekosistemnya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekkreasi. Keputusan ini sejalan dengan UU. No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

30 9 Taman Nasional sebagaimana disebutkan di atas pada hakekatnya merupakan salah satu cara pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Pengelolaan yang berkelanjutan ini harus memenuhi berbagai persyaratan agar manfaat dan fungsi dari pengelolaan tersebut dapat diperoleh secara optimal tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungannya. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pengelolaan atau pembangunan berkelanjutan harus juga dipahami di dalam membentuk/mengelola suatu kawasan taman nasional laut (kawasan konservasi). Konsepsi pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk meme nuhi kebutuhan mereka sendiri. Konsep di atas mengandung maksud bahwa kegiatan pembangunan (ekonomi) bisa terlanjutkan asalkan dimensi lingkungan atau keutuhan fungsi lingkungan dipertimbangkan. Menurut Serageldin (1996) yang diacu dalam Bengen (2003) pembangunan yang berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial. Pilar ekonomi, menekankan pada perolehan pendapatan (kesejahteraan masyarakat) yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien. Pilar ekologi, menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia; dan Pilar sosial, menekankan pada pemeliharaan (terjaganya) kestabilan sistem sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat termasuk penghindaran konflik keadilan baik antar generasi maupun dalam suatu generasi. Menurut Salm dan Clark (1982), pemilihan Marine Protected Area bergantung pada tujuan pembentukannya, yaitu: (1) tujuan sosial, pengembangannya untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian serta adanya peninggalan sejarah dan situs budaya. Kriterianya akan ditekankan pada faktor keselamatan; (2) tujuan ekonomi, perhatian utama pada perlindungan wilayah pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai. Kriteria akan ditekankan pada intensitas eksploitasi sumberdaya, ada potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap sumberdaya yang ada; dan (3) tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman genetik, proses ekologis, pemulihan kembali spesies. Kriteria akan ditekankan pada keunikan, keragaman dan sifat alamiah lokasi.

31 10 Keterpaduan ke tiga aspek pengelolaan sumberdaya kawasan perlindungan dicerminkan oleh keseimbangan antara masing-masing aspek (aspek ekologi, ekonomi, sosial) sebagai tolok ukur dalam pembangunan yang berkelanjutan Penerapan kerangka pikir dalam penelitian Kawasan Taman Nasional Karimunjawa memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan, baik sumberdaya perikanan seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, maupun keanekaragaman ekositem seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove yang terdapat di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat Karimunjawa terhadap potensi sumberdaya yang ada, saat ini kawasan Taman Nasional Karimunjawa mengalami konflik atau benturan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang disebabkan oleh berbagai kegiatan pemanfaatan di satu sisi, dan kendala pengelolaan sumberdaya di sisi lain. Konflik kepentingan yang timb ul, disebabkan oleh berbagai pemanfaatan yang saling berbenturan antara kegiatan untuk kepentingan pelestarian, ekowisata, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya karena belum adanya penataan ruang dalam penentuan kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan). Sementara, kendala pengelolaan yang berupa kondisi sumberdaya biofisik seperti banyaknya pulaupulau kecil yang saling terpisah satu dengan lainnya, kondisi tutupan terumbu karang dan sumberdaya ikan yang menurun, maupun kondisi sumberdaya sosial, ekonomi, budaya seperti rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, terbatasnya kualitas SDM, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi permasalahan bagi pengelolaan Karimunjawa ke depan. Berpijak dari pemikiran kaidah pembangunan berkelanjutan, yaitu bagaimana memadukan antara aspek lingkungan dan kepentingan ekonomi, maka penetapan kebijakan pengelolaan yang dilakukan melalui penyusunan zonasi ulang kawasan berdasarkan atas kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan) dan menggunakan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial serta partisipasi aktif`dari masyarakat, diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul, sehingga tujuan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya kawasan Taman Nasional

32 11 Karimunjawa secara berkelanjutan dapat tercapai. Secara diagramatis, kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar Kebaharuan (Novelty) Kebaharuan disertasi ini terletak pada pendekatan proses penyusunan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial dengan mempertimbangkan bobot akademik dan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Proses penyusunan zonasi selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai dasar arahan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara berkelanjutan.

33 12 Konflik Kepentingan Pelestarian Ekowisata Perikanan Tangkap Kebijakan Pengelolaan Ekologi (parameter terbatas) Zonasi Kehutanan Tahun 2005 Partisipasi Masyarakat (terbatas) Sumberdaya Taman Nasional Karimunjawa Perikanan Budidaya Kesesuaian Lahan (Daya Dukung) Zonasi Baru Rekomendasi Zonasi dalam Pengelolaan Kawasan Sumberdaya Biofisik Potensi & Kendala Pengelolaan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, Budaya Partisipasi Aktif Masyarakat Kriteria Zonasi Ekologi, Ekonomi, Sosial Kaidah Pembangunan Berkelanjutan Gambar 1 Kerangka pikir penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Taman Nasional Karimunjawa

34 13 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Batasan, Karakteristik dan Fungsi Pulau Kecil Definisi dan batasan pulau kecil Meskipun belum ada kesepakatan tentang definisi pulau kecil baik di tingkat nasional maupun dunia, namun terdapat kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil di sini adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland), memiliki batas yang pasti, dan terisolasi dari habitat lain. Batasan pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas arealnya kurang dari km 2 dan mempunyai penduduknya berjumlah kurang dari orang (Bell, et al., 1990). Menurut Purwanto (1995), batasan pulau kecil berdasarkan luas adalah km2, atau berdasarkan batasan jumlah penduduk adalah kurang dari orang. Sedangkan menurut Kep.Men. Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulaupulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat menyebutkan bahwa definisi pulau kecil adalah pulau yang ukuran luasnya kurang dari km2 dengan jumlah penduduk kurang dari jiwa. Definisi pulau kecil yang terbaru adalah menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar menyebutkan bahwa pulau kecil terluar adalah pulau dengan dengan luas area kurang atau sama dengan km 2 yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Menurut Dahuri (1998), pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Selain itu, pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi species endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen, dan pulau kecil juga mempunyai tangkapan air (catchment) yang relatif kecil sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Dari segi budaya, masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Adanya masukan sosial, ekonomi dan teknologi ke pulau ini akan mengganggu kebudayaan mereka. Menurut Purwanto (1995), sistim kepulauan kecil ditentukan/dicirikan oleh

35 14 tingkat isolasi geografis dan keterbatasan ukuran dan bentuk pulau. Isolasi geografis ini menggambarkan keunikan habitat (endemisme), sedangkan ukuran dan bentuk juga menggambarkan keanekaragaman habitat (biodiversitas). Profil sumberdaya lingkungan kepulauan kecil dicirikan oleh keterbatasan lingkungan seperti lahan, sumberdaya dan keanekaragaman bahan organik, kecenderungan klimaks yang seragam, sangat rentan akan perubahan atau pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, dan timbulnya kecenderungan percepatan entropy (kerusakan) bila terjadi perubahan ekosistem. Dari uraian di atas, terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan suatu pulau kecil: yaitu (1) batasan fisik (luas pulau); (2) batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi), dan (3) keunikan budaya Karakteristik biofisik pulau kecil Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu: (1) tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat rendah dan terbatas; (2) peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan gelombang besar serta pencemaran; (3) mempunyai sejumlah besar jenis-jenis (organisme) endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; (4) beberapa pulau kecil yang berada jauh dari jangkauan pusat pertumbuhan ekonomi, pembangunannya tersendat akibat sulitnya transportasi laut dan terbatasnya ketrampilan masyarakat setempat (Bengen, 2000; Ongkosongo, 1998; Sugandhy, 1998) Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau-pulau kecil Menurut Dahuri (1998), ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: (1) pengatur iklim global; (2) siklus hidrologi dan biogeokimia; (3) penyerap limbah; (4) sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput

36 15 laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang kesemuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. 2.2 Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil Potensi sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources); (2) sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources); dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services). Sumberdaya yang dapat pulih, antara lain: sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweeds, padang lamun atau seagrass, hutan mangrove, dan terumbu karang. Sumberdaya ikan di kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi, hal ini karena didukung oleh ekosistem yang kompleks dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun. Sedangkan, sumberdaya tak dapat pulih, antara lain: minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya. (1) Sumberdaya dapat pulih a) Hutan mangrove Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pulau-pulau kecil yang sangat berperan sekali baik bagi sumberdaya ikan di kawasan tersebut maupun bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya, selain bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Menurut (Dahuri, et al., 1996), hutan mangrove memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Fungsi ekologi hutan mangrove adalah sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah instrusi air laut, dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi ekonominya adalah penyedia kayu (sebagai kayu bakar, arang, bahan baku kertas), daundaunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain.

37 16 Indonesia memiliki lebih banyak hutan mangrove dibandingkan dengan negara lain, dan diperkirakan luasnya tercatat ,16 ha (1982), kemudian menurun menjadi sekitar ha (1993). Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total species sebanyak 89 (terdiri 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 species epifit, dan 2 spesies parasitik (Nontji, 1987). Tingginya keanekaragaman hayati hutan mangrove merupakan aset yang sangat berharga tidak saja dilihat dari fungsi ekologinya tetapi juga dari fungsi ekonomi. b) Terumbu karang Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang subur, dan mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar (Nybakken, 1988). Perairan ekosistem terumbu karang juga kaya akan keragaman species penghuninya. Salah satu penyebab tingginya keragaman species ini adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu, dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak yang dapat ditemui (Dahuri, et al., 1996). Lebih lanjut dikatakan, selain mempunyai fungsi ekologis yakni sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Menurut laporan Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1991, bahwa potensi lestari sumberdaya ikan di daerah terumbu karang di perairan Indonesia diperkirakan sebesar ton/km2/tahun, dengan luas total terumbu karang kurang lebih km 2 (Moosa, et al., 1996). Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lain. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi wisata bahari seperti selam, layar maupun snorkling.

38 17 c) Padang lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang dangkal dan masih terjangkau oleh cahaya matahari. Di wilayah Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 spesies lamun, antara lain marga Hydrocharitaceae dengan spesiesnya Enhalus acoroides. Padang lamun (seagrass) merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga tinggi. Pada ekosistem ini hidup beranekaragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata dan cacing. Menurut Bengen (2000), secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; (4) sebagai tudung berlindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. c) Rumput laut Sumberdaya rumput laut (seaweeds) banyak dijumpai di pulau-pulau kecil, hal ini karena kebanyakan wilayah pesisir perairannya dangkal, gelombangnya kecil, subur dan kaya bahan organik terutama wilayah dekat pantai dan muara sungai. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai nilai komersial yang tinggi, di samping sumberdaya perikanan. Sumberdaya rumput laut ini banyak dibudidayakan oleh penduduk sekitar sebagai mata pencaharian mereka. Sementara itu, potensi rumput laut atau alga di perairan Indonesia dapat diamati dari potensi lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 27 propinsi. Menurut Dahuri, et al., (1996), potensi usaha rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas ha dengan produksi sebesar ton/tahun. Sampai saat ini, rumput laut hanya dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat pesisir

39 18 terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan, kue. Selain itu, alga juga dimanfaatkan oleh industri untuk bahan obat-obatan dan bahan kosmetika. Pemanfaatan untuk kepentingan obat-obatan dan industri kosmetika ini disebabkan alga memiliki senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya karagenan, agar dan algin (Nontji, 1987). Karagenan merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea; sedangkan algin adalah bahan yang terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum. Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka sudah saatnya diupayakan untuk dikembangkan usaha budidaya ke arah yang lebih baik. d) Sumberdaya perikanan laut Pengertian sumberdaya perikanan laut sebagai sumberdaya yang dapat pulih sering disalah tafsirkan sebagai sumberdaya yang dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Potensi sumberdaya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumberdaya perikanan pelagis besar ( ton/th) dan pelagis kecil ( ton/tahun), sumberdaya perikanan demersal ( ton/th), udang ( ton/tahun), ikan karang ( ton/tahun) dan cumi-cumi ( ton/th) (Ditjen Perikanan, 1995 yang diacu dalam Dahuri, et al., 1996). Dengan demikian, secara nasional potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/th dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48 %. (2) Sumberdaya tidak dapat pulih Potensi sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) yang terdapat di pulau-pulau kecil meliputi seluruh mineral, yang terdiri dari tiga kelas: kelas A (mineral strategis: minyak, gas, dan batu bara); kelas B (mineral vital: emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan chromit); dan kelas C (mineral industri: termasuk bahan bangunan dan galian, seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir). Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) dan energi kelautan, juga masih belum optimal dan masih terbatas pada sumberdaya migas, timah, bauksit, dan bijih besi. Jenis bahan tambang dan mineral lain termasuk pasir kwarsa, fosfat, mangan, nikel, chromium dan lainnya praktis belum

40 19 tersentuh. Demikian juga halnya dengan potensi energi kelautan, yang sesungguhnya bersifat non-exhaustive (tak pernah habis), seperti energi angin, gelombang, pasang surut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) Jasa-jasa lingkungan Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil, seperti pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi yang mempunyai nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun pendapatan nasional. Dengan keanekaragaman dan keindahan yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut, merupakan daya tarik tersendiri dalam pengembangan pariwisata. Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem pulaupulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja bagi kesinambungan ekonomi tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia. Faktor paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global (termasuk dinamika La-Nina), siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dibarengi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan. 2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya Definisi kawasan konservasi laut Kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu areal baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungnan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau upaya-upaya efektif lainnya IUCN (1994). Definisi Kawasan Konservasi di Indonesia tertuang di dalam UU. Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya adalah mengadopsi dari World Conservation Strategy (IUCN, 1980), yakni konservasi didefinisikan sebagai manajemen biosphere secara

41 20 berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Marine protected area didefinisikan pada World Wilderness Congress ke 4 dan diadopsi oleh IUCN dalam General Assembly pada tahun 1988, adalah: daerah intertidal atau subtidal beserta flora dan fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perundangan (Gubbay, 1995). National Research Council (1999) juga mendefinisikan marine protected area sebagai suatu daerah di laut yang ditetapkan untuk melestarikan sumberdaya laut. Di daerah tersebut ditetapkan zona-zona untuk mengatur kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan penambangan minyak dan gas bumi, perlindungan ikan, biota laut lain, dan ekologinya untuk menjamin perlindungan yang lebih baik. Menurut Bengen (2000), kawasan lindung didefinisikan sebagai suatu kawasan di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya Tipe kawasan konservasi (1) Kawasan konservasi berdasarkan Undang-Undang (Kehutanan) Kawasan konservasi di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan konservasi menurut undang-undang ini masih bersifat umum, dan lebih berorientasi pada terrestrial based (berbasis daratan) dan kehutanan. Menurut undang-undang tersebut kawasan konservasi adalah kawasan perlindungan dan pelestarian yang terbagi menjadi beberapa tipe kawasan, yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. a) Kawasan Suaka Alam (KSA) Kawasan Suaka Alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan biota dan ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Kawasan suaka

42 21 alam dapat pula dijadikan kawasan biosfer yaitu kawasan yang mempunyai ekosistem asli, unik dan/atau yang terdegradasi yang dilindungi untuk keperluan penelitian dan pendidikan. Kawasan Suaka Alam mencakup: (1) Cagar Alam yang mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. (2) Suaka Margasatwa yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. b) Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan yang hampir sama dengan kawasan suaka alam, hanya saja mempunyai fungsi lebih, yaitu sumber daya hayati dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan secara lestari. Tipe-tipe Kawasan Pelestarian Alam ialah: (1) Taman Wisata Alam adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi. (2) Taman Nasional yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Secara ringkas ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 disajikan pada Tabel 1, sedangkan klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disajikan pada Tabel 2. Kawasan lindung menurut Keppres tersebut dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (a) kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya; (b) kawasan perlindungan setempat; (c) kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan (d) kawasan rawan bencana alam. Terminologi kawasan konservasi pada Keppres tersebut diganti menjadi kawasan lindung. Permasalahannya apakah terminologi kawasan konservasi sama dengan kawasan lindung. Berbeda dengan Keppres. No.32 Tahun 1990, SK Dirjen PHPA No 129/1996 Departemen Kehutanan menetapkan kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung.

43 22 Secara ringkas tentang kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129/1996 disajikan pada Tabel 3. Tabel 1 Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun 1990 No. Kategori Kawasan Ciri dan Fungsi 1 Kawasan Suaka Alam - memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan - memiliki fungsi pokok sebagai pengawetan Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai Wilayah sistem penyengga kehidupan. 2 Kawasan Pelestarian Alam (KPA) - memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan - memiliki fungsi perlindungan sistem Penyangga kehidupan, pengawetan Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Tabel 2 Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres. No.32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung Kawasan Lindung 1. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya a. Kawasan hutan lindung b. Kawasan bergambut c. Kawasan resapan air 2. Kawasan perlindungan setempat a. Sempadan pantai b. Sempadan sungai c. Sempadan sekitar danau/ waduk d. Kawasan sekitar mata air 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya 4. Kawasan rawan bencana alam a. Kawasan suaka alam b. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya c. Kawasan pantai berhutan bakau d. Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

44 23 Tabel 3 Klasifikasi kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No.129 tahun 1996 Kawasan Konservasi 1. Kawasan suaka alam (KSA) a. Cagar alam b. Suaka margasatwa 2. Kawasan pelestarian alam (KPA) a. Taman nasional b. Taman hutan raya c. Taman wisata alam 3. Taman buru 4. Hutan lindung (b) Kawasan Konservasi versi IUCN Tipe kawasan konservasi lain dikembangkan oleh Badan Konservasi Dunia (IUCN) dengan mengembangkan sistem klasifikasi kawasan perlindungan yang mencakup berbagai intensitas penggunaan habitat manusia, mulai dari skala kecil sampai besar. Klasifikasi kawasan konservasi tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi kawasan konservasi menurut Badan Konservasi Dunia IUCN Kategori Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV Keterangan : Kawasan suaka alam murni beserta kehidupan liar yang dilindungi secara ketat dan dipelihara untuk tujuan penelitian ilmiah, pendidikan, dan pemantauan lingkungan. Kawasan ini akan mendukung pelestarian populasi berbagai spesies serta memungkinkan proses ekosistem berlangsung dengan hambatan sesedikit mungkin. Cagar Alam: Kawasan lindung yang berfungsi terutama untuk ilmu pengetahuan. Suaka Alam: Kawasan lindung yang berfungsi untuk kehidupan liar. : Taman nasional yang merupakan wilayah luas dengan keindahan alam dan pemandangan yang dikelola untuk melindungi satu atau lebih ekosistem serta untuk tujuan ilmiah, pendidikan, dan rekreasi. Kawasan ini tidak digunakan untuk tujuan eksploitasi sumber daya secara komersial. : Monumen nasional dan bentukan-bentukan alam yang merupakan kawasan berukuran relatif kecil, serta bertujuan untuk melestarikan suatu keutuhan biologi, geologi, atau kebudayaan yang menarik dan unik. : Pengelolaan daerah habitat suatu jenis tertentu, bersifat mirip dengan Kategori I namun pada kawasan ini masih diperbolehkan adanya manipulasi oleh manusia, untuk mempertahankan ciri komunitas yang khas. Pemanenan terkendali masih dapat diperbolehkan.

45 24 Lanjutan Tabel 4. Kategori Kategori V Kategori VI Keterangan : Perlindungan bentangan alam dan rekreasi yang masih dapat memungkinkan penggunaan lingkungan secara tradisional oleh masyarakat setempat, terutama bila pemanfaatan ini dapat membentuk wilayah yang memiliki ciri khas dari segi budaya, keindahan maupun ekonomi. Kawasan ini akan membuka kesempatan khusus untuk kegiatan wisata dan rekreasi. : Pemanfaatan lestari sumber daya ekosistem untuk masa depan dengan sistem penggunaan sumber daya yang dibatasi oleh cara-cara yang sesuai dengan kebijakan nasional Fungsi kawasan konservasi Kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil memiliki peran/fungsi utama sebagai berikut (Agardy, 1997; Barr et al., 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002) : (1) Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; kawasan lindung dapat berkonstribusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trophik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem. (2) Meningkatkan hasil perikanan; Kawasan lindung dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan; meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan. (3) Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata; Kawasan lindung dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap tempat-tempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan dermaga perahu/kapal, tempat berjangkar dan jalur pelayaran) akan membantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir. (4) Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; Kawasan lindung dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; menyediakan tempat

46 25 yang relatif tidak terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati. (5) Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir; Kawasan lindung dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. WWF-International (1998), umumnya pengalokasian kawasan untuk MPA (Marine Protected Area) bertujuan sebagai konservasi keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya melindungi dan memulihkan populasi yang menurun, species yang terancam kepunahan serta kerusakan habitat. Akan tetapi MPA juga memiliki peran lain, seperti di Australia s Great Barrier Reef Marine Park untuk mengurangi konflik kepentingan pemanfaatan lingkungan laut. Sedangkan Galapagos Marine Reserves and Banc d Arguin National Park memiliki peran penting dalam pengaturan pemanfaatan sumberdaya. Di sektor perikanan, MPA merupakan inovasi baru model pengelolaan perikanan dengan perlindungan ekosistem dan keanekaragaman biotanya. Pelaksanaan MPA sering diadvokasikan oleh banyak pengelola dan ahli-ahli biologi perikanan. Ada juga yang merekomendasikan MPA terutama untuk mengatasi sifat ketidakpastian dalam bidang perikanan dan pengelolaan stok ikan Sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya hayati, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankannya produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan (Agardy, 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002). Untuk dapat mencapai sasaran tersebut di atas, maka penetapan kawasan konservasi di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil harus ditujukan untuk (Kelleher dan Kenchington, 1992; Jones, 1994; Barr et al., 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002), dan Salm, et al., (2000):

47 26 1) Melindungi habitat-habitat kritis; 2) Mempertahankan keanekaragaman hayati; 3) Mengkonservasi sumberdaya ikan; 4) Melindungi garis pantai; 5) Melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya; 6) Menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam; 7) Merelokasi daerah-daerah yang tereksploitasi; 8) Mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan. Menurut Salm dan Clark (1982), pemilihan Marine Protected Area bergantung pada tujuan pembentukannya, yaitu: (1) tujuan sosial, pengembangannya untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian serta adanya peninggalan sejarah dan situs budaya. Kriterianya akan ditekankan pada faktor keselamatan; (2) tujuan ekonomi, perhatian utama pada perlindungan wilayah pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai. Kriteria akan ditekankan pada intensitas eksploitasi sumberdaya, ada potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap sumberdaya yang ada; dan (3) tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman genetik, proses ekologis, pemulihan kembali species. Kriteria akan ditekankan pada keunikan, keragaman dan sifat alamiah lokasi. Pada prinsipnya menurut Budiharsono, et al. (2003), Marine Protected Area berperan memenuhi tujuan dari World Conservation Strategy, yaitu memadukan aktivitas konservasi dengan non-konservasi secara simultan, sehingga dapat meningkatkan manfaat dari pengguna atau stakeholders. Aktivitas konservasi bertujuan untuk : (1) memelihara proses-proses ekologis dan melindungi sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis beserta ekosistemnya,; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Aktifitas non-konservasi digunakan sebagai obyek penelitian, sarana pendidikan tentang flora-fauna dan ekosistemnya, sarana dan prasarana wisata alam. Tujuan utama dari pengembangan MPA adalah melakukan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut secara berkelanjutan, terutama yang terkait dengan keberlanjutan sumberdaya perikanan dan mengurangi dampak perubahan iklim global.

48 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi Dalam pengembangan kawasan konservasi, dituntut adanya proses perencanaan khusus yang terkait dengan tahapan pengelolaan dari suatu kerangka pengelolaan kawasan konservasi. Hasil dari perencanaan lokasi adalah rencana pengelolaan lokasi kawasan konservasi. Sebagai tahapan awal dari perencanaan lokasi, diperlukan suatu rencana pendahuluan dari pemilihan lokasi yang berisi kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk diimplementasikan, sasaran program, dan kerangka strategi dasar untuk mencapai sasaran program (Salm, et al., 2000). Proses perencanaan lokasi kawasan konservasi harus didasarkan pada sasaran dan tujuan kawasan konservasi secara jelas. Untuk mencapai sasaran dan tujuan dimaksud, informasi dasar tentang lokasi sangat dibutuhkan, khususnya menyangkut karakteristik ekosistem dan sumberdaya, tingkat pemanfaatan sumberdaya dan ancaman terhadap sumberdaya. Rancangan lokasi yang didasarkan pada informasi dasar tersebut di atas, dapat dilanjutkan dengan informasi lainnya tentang elemen-elemen dasar yang diperlukan untuk mengalokasikan suatu kawasan konservasi dan persiapan rencana pengelolaan lokasi. Dalam rencana pengalokasian kawasan konservasi, diperlukan sedikitnya 4 (empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi (Agardy, 1997 yang diacu dalam Bengen, 2002): (1) Identifikasi habitat atau lingkungan kritis; distribusi sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting, dan bila memungkinkan lokasi proses-proses ekologis kritis, dan dilanjutkan dengan memetakan informasi-informasi tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi. (2) Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (misalnya, over eksploitasi) dan tidak langsung (misalnya, pencemaran) terhadap ekosistem dan sumberdaya. (3) Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi (misalnya lokasi yang diidentifikasi oleh pengambil kebijakan menjadi prioritas untuk dilindungi).

49 28 (4) Kaji kelayakan suatu kawasan prioritas yang dapat dijadikan kawasan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi Batas dan zonasi lokasi kawasan konservasi Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi, karena selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan (batas daratan dan laut), batas administratif, atau faktor biaya (lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya yang lebih kecil pula dalam melindungi atau mempertahankan keberadaannya). Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil), dan kategori agregasi (suatu kawasan konservasi yang berukuran besar). Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif guna mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi. Pengelolaan zona dalam kawasan konservasi didasarkan pada luasnya berbagai pemanfaatan sumberdaya kawasan. Aktivitas di dalam setiap zona ditentukan oleh tujuan kawasan konservasi, sebagaimana ditetapkan dalam rencana pengelolaan/pengembangan. Zona-zona tertentu menuntut pengelolaan yang intensif, sementara zona lainnya tidak perlu. Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu: (1) Zona inti Habitat di dalam zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia. Zona inti harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi.

50 29 (2) Zona penyangga; Zona penyangga adalah zona transisi antara zona inti (zona konservasi) dengan zona pemanfaatan. Penyangga di sekeliling zona inti ditujukan untuk menjaga zona inti dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan melindungi zona inti dari pengaruh eksternal, bersifat lebih terbuka, tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. (3) Zona pemanfaatan; Lokasi di zona pemanfaatan masih memiliki nilai konsaervasi tertentu, tapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi. Penzonasian tersebut ditujukan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi, sebagaimana sasaran kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Kriteria pemilihan lokasi kawasan konservasi Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk pengembangan kawasan konservasi di pesisir dan laut menuntut penerapan kriteria. Kriteria berfungsi untuk mengkaji kelayakan suatu lokasi bagi kawasan konservasi. Kebijakan pengembangan kawasan konservasi di pesisir dan laut harus mempunyai implikasi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan (ekosistem) sebagai pilihan utama, walapun modifikasi lingkungan untuk meningkatkan penyediaan barang dan jasa berharga bagi manusia tidak dapat dihindari. Penerapan kriteria sangat membantu dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi untuk suatu peruntukan secara obyektif, sekaligus bermanfaat di dalam mengkaji kelayakan suatu lokasi atau kawasan khususnya bagi peruntukan kawasan perlindungan (konservasi), dimana secara mendasar terdiri atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial budaya (Salm, et al., 2000). (1) Kriteria ekologi Nilai suatu komponen biofisik (ekosistem) dan jenis biota di pulau-pulau kecil dapat dipelajari melalui kriteria sebagai berikut:

51 30 1) Keanekaragaman hayati: didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota. Lokasi yang sangat beragam, harus memperoleh nilai paling tinggi. 2) Kealamian: didasarkan pada tingkat degradasi. Lokasi yang terdegradasi mempunyai nilai yang rendah, misalnya bagi perikanan atau pariwisata, dan sedikit berkontribusi dalam proses-proses biologis. 3) Ketergantungan: didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung di lokasi. 4) Keterwakilan: didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya. 5) Keunikan: didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah. 6) Integritas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologi. 7) Produktivitas: didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia. 8) Kerentanan: didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia. 9) Vulnerabilitas: didasarkan fungsi area untuk perlindungan atau konservasi dari berbagai ancaman bencana. (2) Kriteria ekonomi Manfaat ekonomi pulau-pulau kecil yang dapat dipelajari dari kriteria adalah: 1) Spesies penting: didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi. 2) Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan. 3) Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.

52 31 4) Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang. 5) Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata. (3) Kriteria sosial-budaya Manfaat sosial-budaya pesisir dan laut dapat dipelajari dari kriteria berikut: 1) Penerimaan sosial: didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat lokal 2) Kesehatan masyarakat: didasarkan pada tingkat dimana penetapan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat. 3) Rekreasi: didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekitar. 4) Budaya: didasarkan pada nilai sejarah, agama, dan seni atau nilai budaya lain dari lokasi. 5) Estetika: didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi 6) Konflik kepentingan: didasarkan pada tingkat dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal. 7) Keamanan: didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar, dan hambatan lainnya. 8) Aksesibilitas: didasarkan pada kemudahan dalam mencapai lokasi baik dari darat maupun laut. 9) Kepedulian masyarakat: didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam lokasi dapat berkonstribusi pada pengetahuan, apresiasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi. 10) Konflik dan Kompatibilitas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat membantu menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktivitas manusia, atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat dicapai.

53 Permasalahan Kawasan Konservasi Laut Meningkatnya kebutuhan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir bagi berbagai peruntukan seperti pemukiman, perikanan, pelabuhan, maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut, dan pulaupulau kecil semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya yang ada, baik secara langsung (misalnya, kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya, pencemaran oleh limbah yang berasal dari berbagai kegiatan pembangunan). Menurut Budiharsono, et al (2003) beberapa permasalahan yang menjadi kendala bagi pengembangan konservasi laut di Indonesia, antara lain: (1) Tumpang tindih pemanfaatan ruang dan benturan kepentingan antara berbagai pihak khususnya yang menyangkut pemanfaatan kawasan dan potensinya. (2) Kurangnya aspirasi dan pengakuan masyarakat (khususnya masyarakat di sekitar kawasan) sebagai akibat kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses penetapan kawasan konservasi laut. Pengelolaan yang dilakukan juga masih bersifat top-down, sehingga kurang ada unsur motivasi yang dapat mendorong partisipasi masyarakat. (3) Meningkatnya gangguan keamanan terhadap fisik kawasan, antara lain berupa penangkapan ikan dengan bahan peledak dan potassium cyanida, penambangan karang secara liar, pembuangan limbah, membuang jangkar perahu dan kapal motor secara sembarangan. (4) Berkaitan dengan institusi baik kelembagaan, ketersediaan tenaga kerja, sarana dan prasarana serta penagakan hukum (law inforcement) di laut yang saat ini belum berfungsi secara optimal. (5) Peredaran biota laut (yang dilindungi) secara ilegal (6) Penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang tidak selektif (pukat harimau dan lainnya). Di samping itu, kerusakan sumberdaya perikanan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Menurut Dahuri (2000), dan Dahuri, et al. (1996), bahwa permasalahan yang dapat menghambat pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil adalah: (1) kerusakan fisik habitat; (2) pencemaran; (3) over

54 33 eksploitasi sumberdaya hayati laut; (4) konflik penggunaan ruang; (5) abrasi pantai; (6) konversi kawasan lindung menjadi peruntukan kawasan pembangunan lainnya. Apabila dalam jangka pendek tidak dilakukan usaha-usaha pengelolaan yang terintegrasi terhadap pengembangan pulau-pulau kecil, maka akan terjadi beberapa masalah lanjutan, yaitu: (1) Sumberdaya alam semakin menipis (2) Kondisi lingkungan akan bertambah merosot (3) Degradasi fisik habitat (lingkungan) akan terus meningkat (4) Pencemaran akan meningkat (5) Pola hunian tak mampu dikendalikan Apabila degradasi lingkungan berlangsung terus, maka daerah habitat flora dan fauna pulau-pulau kecil, pesisir dan laut akan menurun dan selanjutnya mengurangi keanekaragaman hayati, sehingga pada suatu saat tak mungkin dihuni lagi. Oleh karena itu, jika pulau-pulau kecil dapat dikendalikan dalam perencanaan yang berkelanjutan maka hal ini akan menjadi aset nasional yang penting sebagai penyedia sumberdaya alam maupun terjaminnya kesejahteraan bangsa dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. 2.5 Kebijakan Konservasi Laut Di Indonesia Kebijakan yang ditempuh dalam konservasi sumberdaya laut dan ekosistemnya pada dasarnya mengacu pada pasal 33 UUD 1945 dan GBHN serta UU. Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Oleh karena itu berhasilnya upaya konservasi sumberdaya alam laut dan ekosistemnya di Indonesia berkaitan erat dengan pencapaian tiga sasaran pokok sebagai berikut: (1) Menjamin terpeliharanya proses ekologi yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan). (2) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya, sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang

55 34 menggunakan sumberdaya alam laut bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah). (3) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam laut sehingga terjamin kelestariannya. Tercapainya ke tiga sasaran konservasi sumberdaya alam laut tersebut dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan semua pihak terkait serta diperlukan koordinasi, sinkronisasi serta integrasi oleh stakeholders (pengguna) mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, sehingga tercipta suatu kesatuan gerak dan langkah dalam operasionalnya. Kebijakan kawasan konservasi laut di Indonesia merupakan bagian dari kebijakan pembangunan wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. Oleh karena itu arah kebijakan yang ditempuh yaitu untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Untuk mencapai pembangunan sumberdaya wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil secara optimal dan berkelanjutan, maka diperlukan arahan kebijakan pengelolaan secara terpadu. Menurut Ditjen. Pembangunan Daerah, Depdagri (1998), bahwa pada dasarnya arahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir, dan lautan (termasuk pulau-pulau kecil) meliputi empat aspek utama, yaitu: (1) aspek teknis dan ekologis; (2) aspek sosial, ekonomi dan budaya; (3) aspek politik; dan (4) aspek hukum dan kelembagaan (termasuk pertahanan dan keamanan). Uraian secara lebih jelas dari ke empat aspek tersebut adalah sebagai berikut: Aspek teknis dan ekologis Aspek teknis dan ekologis dari setiap kegiatan pembangunan dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan harus memperhatikan tiga persyaratan, yaitu: (1) keharmonisan spasial; (2) kapasitas asimilasi (daya dukung lingkungan); dan (3) pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. (1) Keharmonisan spasial Keharmonisan spasial (ruang) menuntut perlunya penyusunan tata ruang pembangunan di wilayah pesisir dan lautan secara tepat dan akurat berdasarkan potensi sumberdaya yang ada. Penyusunan tata ruang ini meliputi tiga jenis, yaitu: Penyusunan tata ruang yang menggambarkan keterkaitan kegiatan pembangunan

56 35 dan pemanfaatan sumberdaya alam yang dilaksanakan di lahan atas, dan wilayah pesisir dan lautan (termasuk pulau-pulau kecil). 1) Penyusunan tata ruang berdasarkan peruntukan lahan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan (termasuk pulau-pulau kecil) yang meliputi wilayah preservasi, konservasi dan wilayah untuk kegiatan pembangunan secara intensif. 2) Penyusunan tata ruang wilayah pembangunan intensif di wilayah pesisir dan lautan untuk setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan. Menurut Husni (1998), rencana tata ruang pada hakikatnya merupakan hasil dari suatu proses yang mengalokasikan obyek-obyek fisik dan aktifitas ke suatu kawasan di suatu wilayah. Proses tersebut terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan, yaitu: 1) Proses mengalokasikan aktifitas-aktifitas pada suatu kawasan sesuai dengan hubungan fungsional tertentu. 2) Proses pengadaan atau penyediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan ruang bagi suatu aktifitas, seperti tempat tinggal (pemukiman), tempat bekerja, tempat wisata, transportasi dan komunikasi. Dalam hal ini proses pengalokasian aktifitas ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya alam, buatan dan kondisi fisik pulau. 3) Proses pengalokasian tatanan ruang, kaitan antara bagian-bagian permukaan bumi, tempat berbagai aktifitas dilakukan dengan bagian atas ruang (udara) serta ke bagian dalam yang mengandung sumberdaya perlu dilihat dalam wawasan yang integratif. Menurut Husni (1998), prosedur penyusunan rencana tata ruang pulaupulau kecil diawali dengan menyusun peta kesesuaian lahan (land suitability) yang mencakup lahan dan perairan pesisir yang mengelilingi pulau tersebut. Peta kesesuaian lahan di overlaykan dengan peta penggunaan lahan. Hasil dari proses overlay inilah yang dijadikan sebagai dasar penentuan rencana tata ruang pulaupulau kecil (Gambar 2).

57 36 PENGGUNAAN PULAU SAAT INI PETA KESESUAIAN WILAYAH PEMBANGUNAN OVERLAY KEBIJAKAN PEMERINTAH TATA RUANG PESISIR ASPIRASI MASYARAKAT DAN POTENSI PENILAIAN (PERTIMBANGAN) SOSIAL Sumber: Husni (1998) TATA RUANG PULAU-PULAU KECIL Gambar 2 Proses penyusunan tata ruang wilayah pulau-pulau kecil (2) Kapasitas asimilasi (daya dukung lingkungan) Pendayagunaan potensi wilayah pesisir dan lautan sesuai dengan daya dukung lingkungan adalah bahwa setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan harus mampu ditolerir oleh kemampuan dan daya dukung wilayah pesisir dan lautan (termasuk pulau-pulau kecil). Oleh karena itu, kebijakan yang harus ditetapkan adalah: 1) Peningkatan produksi perikanan budidaya melalui ekstensifikasi harus memperhatikan kelestarian lingkungan khususnya sempadan pantai. 2) Kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat pulih, tidak boleh merusak atau mematikan kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang dapat pulih. 3) Seluruh akumulasi limbah yang dibuang ke perairan harus sesuai dengan kapasitas asimilasi perairan. 4) Setiap kegiatan pembangunan yang akan dilakukan (industri, pertanian, pertambakan, dan lainnya) harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai berdasarkan prasyarat yang dibutuhkan oleh kegiatan tersebut. 5) Setiap kegiatan yang akan mengubah kondisi fisik perairan (proses-proses ekologis atau oseanografis) seperti reklamasi, pembuatan dermaga (jetty), dan lain-lain, harus mengikuti karakteristik dan pola hidrodinamika perairan pesisir dan lautan.

58 37 (3) Pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan Pemanfaatan sumberdaya optimal dan berkelanjutan memiliki arti bahwa pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan pulihnya untuk memenuhi kebutuhan saat kini tanpa mengabaikan kepentingan generasi mendatang (Dahuri, et al., 1996). Lebih lajut dikatakan, agar pemanfatan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan (termasuk pulau-pulau kecil) dilakukan secara optimal dan berkelanjutan diperlukan arahan kebijakan pengelolaan yang mampu menjamin pengelolaan secara optimal dan berkelanjutan. Kebijakan pengelolaan yang dapat diterapkan adalah: 1) Pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap tidak boleh melebihi potensi lestari (Maxsimum Sustainable Yield = MSY). 2) Dalam kegiatan penangkapan tidak boleh menggunakan teknik dan cara ilegal yang dapat memusnahkan sumberdaya dan ekosistem sekitarnya. 3) Pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan harus didukung oleh penggunaan alat tangkap yang selektif, khususnya perikanan pantai. 4) Pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat pulih harus dilakukan secara cermat dan bijaksana Aspek sosial ekonomi dan budaya Aspek sosial ekonomi dan budaya mensyaratkan bahwa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut, dan bukan sebaliknya yang mendapatkan manfaat besar justru masyarakat di luar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil hendaknya di arahkan kepada: (1) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulaupulau kecil dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan di wilayahnya. (2) Meningkatkan peran serta masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayahnya. (3) Memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang berwawasan lingkungan dan diikuti oleh peningkatan pendapatan.

59 Aspek sosial politik Suatu kegiatan pembangunan berkelanjutan khususnya di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil hanya dapat dicapai apabila didukung oleh politik yang demokratis dan transparan. Untuk mewujudkan kondisi ini, maka kebijakan yang ditempuh adalah sebagai berikut: (1) Dalam menyusun setiap perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil hendaknya harus independen tanpa mendapat tekanan dari pihak lain. (2) Dalam menyusun perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil hendaknya dilakukan secara bijaksana dengan mempertimbangkan aspek ekologis dan ekonomis. (3) Dalam menyusun perencanaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil agar dilakukan dalam dua arah, yaitu perencanaan yang bersifat top down dan bottom up sesuai kebutuhan masyarakat, dan bukannya sesuai keinginan pemerintah atau pejabat Aspek hukum dan kelembagaan Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan harus ditopang oleh kepastian hukum yang jelas dan sistem kelembagaan yang akomodatif. Aspek ini mensyaratkan bahwa segala kebijakan yang telah ditetapkan harus ada jaminan hukum yang jelas, sehingga setiap pihak yang menyalahi akan mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan. Kebijakan yang harus diterapkan dalam aspek hukum dan kelembagaan dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil adalah: (1) Melengkapi peraturan perundangan untuk mengatur dan memantau penerapan kebijakan yang telah ditetapkan. (2) Melengkapi peraturan yang mengatur alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. (3) Untuk menjamin terlaksananya peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan dalam mendukung pengelolaan sumberdaya pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil, maka diperlukan penegakan hukum yang berwibawa dan konsisten.

60 39 Dalam bidang kelembagaan, sekarang ini terdapat berbagai pihak yang memanfaatkan daerah pesisir dan pantai untuk berbagai kepentingan, seperti perindustrian dan perdagangan, pariwisata, pertambangan dan energi, pemukiman penduduk, perikanan dan budidaya laut, kehutanan, perhubungan dan sebagainya, yang seringkali menimbulkan permasalahan konflik pemanfaatan ruang dan masalah tumpang tindih wewenang antar sektor. Konflik yang timbul ini akibat dari pelaksanaan peraturan perundangan yang pendekatannya cenderung bersifat sektoral. Selama ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dilakukan secara sektoral yang secara nyata telah menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan dan juga menghilangkan peluang pembangunan sektor lain. Upaya menanggulanginya perlu adanya kriteria-kriteria obyektif, sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Kriteria-kriteria obyektif yang perlu segera dikembangkan harus didasarkan pada asas-asas pengelolaan secara terpadu yang meliputi pertimbangan sebagai berikut: (1) kelestarian sumberdaya; (2) prioritas pemanfaatan; (3) keseimbangan ekologis; dan manfaat bersama. Menurut Dahuri, et al., (2001), bahwa pengelolaan secara terpadu adalah mencakup: (1) Keterpaduan wilayah/ekologi: secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan dengan lahan atas (daratan) dan laut lepas. Oleh karena itu, pengelolaannya harus diintegrasikan atau dipadukan dengan wilayah daratan dan lautan serta sistem air (DAS) menjadi satu kesatuan dan keterpaduan dalam pengelolaan. (2) Keterpaduan sektor: di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil, banyak pihak, instansi atau sektor-sektor pelaku pembangunan yang ikut memanfaatkan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut, sehingga akibatnya terjadi tumpang tindih pemanfaatan antar satu sektor dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir, lautan dan pulaupulau kecil dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus memadukan semua kepentingan sektor. Oleh karena itu, penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan pembangunan lainnya atau dengan kata lain kegiatan

61 40 suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu apalagi mematikan kegiatan di sektor lain. (3) Keterpaduan disiplin ilmu: wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil memiliki sifat dan karakteristik yang unik dan dinamis, termasuk sifat dan karakteristik sosial budaya masyarakatnya, sehingga dibutuhkan keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaanya seperti ekologi, oseanografi, ketektikan, ekonomi, hukum dan sosiologi. (4) Keterpaduan stakeholders: Segenap keterpaduan di atas akan berhasil diterapkan apabila ditunjang oleh keterpaduan dari para pelaku dan pengelola pembangunan (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, swasta/investor, dan juga LSM yang masing-masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. Penyusunan perencanaan pengelolaan terpadu harus mampu mengkoordinir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumberdaya wilayah pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harus mampu menggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan top down dan pendekatan bottom up. 2.6 Analisis Kebijakan Analisis kebijakan sebagai disiplin ilmu sosial terapan yang menerapkan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn, 1998). Menurut Nugroho (2003) analisis kebijakan adalah sebuah bentuk kajian terapan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dari isu-isu sosial untuk dapat dikedapankan sebuah solusi yang lebih baik. Menurut Badjuri dan Yuwono (2002), analisis kebijakan adalah sebuah seni di dalam memahami rencana kebijakan publik yang akan diterapkan oleh sebuah otoritas publik. Analisis kebijakan memerlukan sebuah uraian tentang data, informasi dan berbagai alternatif yang mungkin ditempuh untuk menentukan sebuah kebijakan publik. Analisis kebijakan bukanlah sebuah keputusan, tapi lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuatan kebijakan publik yang berisi tentang

62 41 masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif dan kemungkinan rencana kebijakan yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan yang legitimate (Badjuri dan Yuwono, 2002). Ruang lingkup dan metode-metode analisis kebijakan bersifat deskriptif dan informasi yang nyata (faktual) mengenai sebab dan akibat-akibat kebijakan sangat penting untuk memahami masalah-masalah kebijakan. Menurut Patton dan Sawicky yang diacu dalam Nugroho (2003) jenis-jenis analisis kebijakan dibagi menjadi dua, yaitu analisis deskriptif yakni hanya memberikan gambaran dan analisis preskriptif, yang menekankan kepada rekomendasi-rekomendasi. Disebutkan juga bahwa analisis kebijakan tidak hanya membatasi diri pada pengujian-pengujian teori deskriptif umum maupun teori-teori ekonomi karena masalah-masalah kebijakan yang kompleks, dimana teori-teori semacam itu seringkali gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil kebijakan mengontrol dan memanipulasi proses-proses kebijakan; tapi analisis kebijakan juga menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah, juga menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Quandun yang diacu dalam Dunn (1998) menyebutkan bahwa analisis kebijakan adalah setiap jenis analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata analisa digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap komponen-komponen tapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif alternatif baru. Aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang sudah selesai. Ada 3 (tiga) pendekatan dalam analisis kebijakan, yaitu: (1) pendekatan empiris; (2) pendekatan evaluatif; dan (3) pendekatan normatif. (1) Pendekatan empiris, adalah pendekatan yang menjelaskan sebab aikbat dari kebijakan publik. Pertanyaan pokoknya adalah berapa nilai sesuatu?

63 42 (2) Pendekatan evaluatif, adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Pertanyaan pokoknya adalah berapa nilai sesuatu? (3) Pendekatan normatif, adalah pendekatan yang terutama berkaitan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan. Pertanyaan pokoknya adalah tindakan apa yang harus dilakukan? Beberapa teknik analisis yang sering dipakai dalam kebijakan publik yang pada akhirnya menyediakan rekomendasi kebijakan, yaitu analisis SWOT analisis AHP, CBA (Cost Benefit Analysis) dan variasi dari pendekatan CBA yaitu CEA (Cost Effective Analysis), OCA (Opportunity Cost Analysis), analisis PETS (politik, ekonomi, teknologi, dan sosial), dan sekarang cukup mutakhir adalah Balanced Scorecard Analysis. Ke empat analisis ini memang bukan murni dari studi kebijakan publik, tetapi dipengaruhi oleh keberhasilan manajemen sektor privat (Badjuri dan Yuwono, 2002). 2.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan Menurut WCED (1987), bahwa pembangunan berkelanjutan identik dengan pembangunan yang berkesinambungan. Mengingat pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia adalah tujuan utama pembangunan, maka pembangunan berkesinambungan mensyaratkan pertumbuhan ekonomi di tempat-tempat yang kebutuhan esensialnya belum terpenuhi. Di tempat lainnya, pembangunan berkesinambungan bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi asalkan pertumbuhannya mencermi nkan prinsip-prinsip yang luas mengenai keberlanjutan dan non-eksploitasi kepada sesama. Dengan demikian tersirat tujuan pokok dalam pembangunan berkelanjutan yaitu bagaimana memadukan aspek lingkungan dan kepentingan ekonomi dalam pengambilan keputusan. Menurut Serageldin (1996) yang diacu dalam Bengen (2003) pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial yang membentuk sebuah bangunan segetiga (Gambar 3). Pilar ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien. Pendekatan ekologi menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada

64 43 pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya meliputi penghindaran konflik keadilan baik antar generasi maupun dalam suatu generasi. Ekonomi - Distribusi Pendapatan - Penyerapan Tenaga Kerja - Penilaian Lingkungan - Valuasi Internalisasi. Sosial Partisipasi, Konsultasi dan Pluralisme Ekologi Sumber: Munasinghe (1993) yang diacu dalam Bengen (2003) Gambar 3 Tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan Menurut Serageldin (1993), keberlanjutan aspek ekonomi, meliputi pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan modal (capital maintenance) dan efisiensi penggunaan sumberdaya dan modal. Keberlanjutan ekologi meliputi kesatuan (integrity) ekosistem, daya dukung lingkungan, perlindungan keanekaragaman jenis dan sumberdaya alam. Keberlanjutan aspek sosial adalah adanya keadilan (equity), pemberdayaan (empowerment), partisipasi dan kelembagaan. Kegagalan aplikasi keberlanjutan selama ini diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap aspek sosial. Serageldin (1993) mengemukakan bahwa implementasi pembangunan berkelanjutan yang pertama kali harus diperhatikan adalah aspek sosial karena manusia dengan aspek sosial berperan sebagai sentral dari pembangunan itu sendiri. Aspek sosial yang paling penting adalah kesejahteraan dan pemberdayaan. Kelompok masyarakat yang harus diutamakan adalah masyarakat marginal dan kelompok masyarakat miskin karena ke dua masyarakat tersebut bisa merupakan pemicu rusaknya keamanan dalam berusaha. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan membuka akses pada kelompok

65 44 masyarakat kepada sumber modal, penyuluhan, training, kesempatan berusaha dan kerja (Sumodiningrat, 1990). Untuk membumikan atau mengoperasionalkan konsep atau rumusan Pembangunan Berkelanjutan, Bank Dunia telah melakukan beberapa prakarsa. Sebagai langkah pertama, Bank Dunia telah menjabarkan konsep pembangunan berkelanjutan, bahwa suatu kegiatan pembangunan (termasuk pengelolaan SDA dengan berbagai dimensinya) dinyatakan berkelanjutan, jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis, dan sosial bersifat keberkelanjutan (Serageldin, 1996 yang diacu dalam Bengen, 2003). Keberkelanjutan secara ekonomis berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya, serta investasi secara efisien. Keberkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan termaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Sedangkan keberkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. Dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi, strategi yang perlu ditempuh adalah partisipasi masyarakat dan swasta (stakeholders), dan konsultasi dalam setiap program pembangunan. Koordinasi dan keterpaduan antara pihak yang terlibat dan terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan pembangunan serta masyarakat juga harus ditingkatkan. Dengan cara ini, rakyat (masyarakat) akan merasa memiliki terhadap setiap kegiatan pembangunan dan konsekuensinya mereka akan berupaya semaksimal mungkin untuk mensukseskan kegiatan pembangunan. Konsepsi keberlanjutan baik secara ekonomis, ekologis dan sosial ternyata juga sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Dahuri, et al. (2001), bahwa secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki 4 (empat) dimensi, yaitu: (1) ekologis; (2) sosial, ekonomi dan budaya; (3) sosial politik; dan (4) hukum kelembagaan.

66 45 Dimensi ekologis, dimensi ini mengandung pengertian bahwa pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Dimensi sosial, ekonomi dan budaya, dimensi ini mengandung arti bahwa manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar kegiatan (proyek) tersebut, terutama mereka yang ekonomi termasuk lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Dimensi sosial politik, pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Dimensi hukum dan kelembagaan, pembangunan berkelanjutan dapat tercapai apabila memiliki komitmen pengendalian diri dari setiap warga untuk tidak merusak lingkungan. Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi melalui penerapan sistem peraturan dan perundangan-undangan yang berwibawa dan konsisten. Menurut Monintja dan Yusfiandayani (2001), penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam kaitannya dengan sektor perikanan tercermin dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO, 1995) pada point Artikel 10: Integrasi Perikanan ke dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir, isinya memuat: (1) Kerangka kerja kelembagaan: 1) Negara harus menjamin pemberlakuan suatu kebijakan, hukum dan kerangka kelembagaan yang tepat, guna mencapai pemanfaatan sumberdaya secara terpadu dan lestari, dengan memperhatikan kerawanan dari ekosistem pantai dan sifat sumberdaya alamnya yang terbatas, dan kebutuhan dari masyarakat pesisir. 2) Mengingat penggunaan ganda dari wilayah pesisir, negara harus menjamin bahwa wakil dari sektor perikanan dan masyarakat penangkap ikan harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta kegiatan lainnya

67 46 yang terkait dalam perencanaan pengelolaan dan pembangunan wilayah pantai. 3) Negara harus membentuk sebagaimana layaknya, kelembagaan dan kerangka hukum untuk menentukan kemungkinan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan untuk mengatur akses terhadapnya, dengan memperhatikan hak-hak masyarakat nelayan pesisir dan praktek-praktek kebiasaan mereka untuk keselarasan terhadap pembangunan berkelanjutan. 4) Negara harus memfasilitasi pemberlakuan praktek-praktek perikanan yang dapat menghindarkan konflik antar pengguna sumberdaya perikanan dan antara mereka dengan pengguna wilayah pesisir lainnya. 5) Negara harus mengusahakan penetapan prosedur dan mekanisme pada tingkat administrasi yang sesuai, guna menyelesaikan konflik di dalam sektor perikanan dan antara pengguna sumberdaya perikanan dengan para pengguna wilayah pesisir lainnya. (2) Ukuran kebijakan: 1) Negara harus mengusahakan kesadaran publik dari kebutuhan untuk perlindungan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengelolaan yang dipengaruh olehnya. 2) Membantu dalam hal pengambilan keputusan terhadap alokasi dan penggunaan sumberdaya pesisir, negara harus mengusahakan penilaian dari masing-masing nilai tersebut ke dalam perhitungan faktor-faktor ekonomi, sosial dan budaya. 3) Dalam membantu kebijakan pengelolaan wilayah pesisir, negara harus memperhatikan resiko dan ketidakpastian yang ada. 4) Negara, dalam kaitannya dengan kapasitasnya, harus membangun sistem untuk memantau lingkungan pesisir sebagai bagian dari proses pengelolaan pesisir dengan menggunakan parameter fisika, kimia, biologi dan sosial. 5) Negara harus mengusahakan penelitian multi disipliner untuk mendukung pengelolaan wilayah pesisir khususnya aspek lingkungannya, fisika, ekonomi, sosial, hukum dan kelembagaan.

68 47 (3) Kerjasama regional: 1) Negara dengan wilayah pesisir negara tetangganya harus bekerjasama antara satu dengan yang lain untuk memfasilitasi pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan dan konservasi lingkungan. 2) Dalam kasus kegiatan yang memiliki pengaruh lingkungan pada lintas batas (negara yang berbatasan), maka negara sebaiknya: a. Memberikan informasi, jika mungkin memberitahukan kepada negara (tetangga) yang dipengaruhinya secara potensial. b. Konsultasi dengan negara-negara tetangga seawal mungkin 3) Negara harus bekerjasama pada tingkat sub-regional dan regional untuk memperbaiki pengelolaan wilayah pesisir. (4) Implementasi: 1) Negara harus menetapkan mekanisme kerjasama dan koordinasi diantara penguasa nasional yang meliputi perencanaan, pembangunan, konservasi dan pengelolaan wilayah pesisir. 2) Negara harus menjamin penguasa tersebut atau yang mewakili sektor perikanan dalam proses pengelolaan pesisir yang memiliki kapasistas teknis dan sumberdaya finansial yang sesuai. 2.8 Penataan Ruang (Zonasi) Zonasi adalah suatu sistem pembentukan wilayah-wilayah daratan atau perairan untuk dialokasikan kepada penggunaan-penggunaan yang khusus (spesifik); pembagian suatu wilayah khusus ke dalam beberapa kawasan (zona) dimana tiap zona direncanakan untuk suatu penggunaan atau kumpulan penggunaan khusus (Clark, 1996). Menurut Sains dan Knecht (1998) penataan ruang (zonasi) merupakan suatu proses pengaturan yang membagi suatu wilayah secara geografis ke dalam subwilayah-sub wilayah, dimana setiap subwilayah dirancang untuk suatu penggunaan khusus. Departemen Dalam Negeri (1998) secara lebih detail menerangkan bahwa suatu zona adalah suatu daerah yang memiliki kesamaan karakteristik fisik, biologi, ekologi dan ekonomi dan ditentukan oleh kriteria terpilih, kriteria tersebut merupakan dasar untuk mengidentifikasi zona. Kriteria terpilih mencerminkan informasi yang ada saat ini yang berasal dari organisasi nasional, propinsi atau regional. Mengingat keadaan

69 48 daerah di masing-masing propinsi bervariasi maka kemungkinan ada kriteria atau pertimbangan kebijakan lain yang dapat ditambahkan untuk mengidentifikasi lebih baik daerah tersebut yang dialokasikan pada suatu zona tertentu. Karakter kriteria tambahan akan muncul pada tahapan aplikasi model zonasi. Tetapi, penambahan kriteria ini tidak merubah karakter penting dari model ini tetapi memberikan rincian yang lebih besar untuk tujuan pemilihan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah saat ini, skema zonasi meliputi konservasi dan pengembangan zona. Sehubungan dengan zona terpilih, pengawasan kegiatan pemanfaatan yang diijinkan melalui pelaksanaan zona merupakan suatu aspek penting dalam strategi zonasi. Menurut Departemen Dalam Negeri (1998), maksud yang melatarbelakangi zona konservasi yaitu untuk mengidentifikasi dan mengguguskan daerah tersebut yang lingkungannya peka, mempunyai nilai rekreasi atau menunjukkan keragaman hayati yang tinggi. Sedangkan maksud yang mendasari zona pengembangan adalah untuk menjamin bahwa terdapat daerah yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan ekonomis atau kegiatan pengembangan lain yang terkait Isu pengelolaan dan zonasi Tujuan pengembangan skema zonasi pesisir adalah berusaha untuk mengendalikan pemanfaatan pesisir dan masalah pengelolaannya untuk menjamin bahwa penggunaan sumberdaya telah dilakukan dengan semestinya. Sebagai contoh : 1) Pemanfaatan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil saat ini termasuk perubahan bakau menjadi tambak udang/ikan. 2) Kebutuhan pemukiman, pembangunan kawasan industri, atau pengambilan kayu untuk bahan bangunan dan potongan kayu untuk produksi pulp dan kertas. Sumberdaya lain yang membutuhkan penglolaan yang baik, antara lain terumbu karang: 1) Kerusakan terumbu karang bertambah terutama disebabkan oleh penambangan karang atau penggunaan bahan peledak dan racun untuk penangkapan ikan karang.

70 49 2) Pencemaran air permukaan yang berasal dari perkotaan atau pemukiman penduduk yang menjadi salah satu sebab rusaknya terumbu karang. 3) Sedimentasi berasal dari daratan seperti erosi tanah merupakan faktor tambahan, tetapi tidaklah kritis seperti aktifitas yang langsung mempunyai dampak. 4) Penurunan stock ikan terjadi disebabkan oleh penangkapan secara berlebihan di kawasan pesisir dan meningkatnya polusi di perairan pesisir yang berdekatan dengan daerah perkotaan, industri atau daerah yang berpenduduk padat juga ikut ambil bagian dalam kelangsungan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkesinambungan. Dalam rangka menciptakan proteksi lingkungan dan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, maka zonasi perlu diperkenalkan untuk menjamin eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara sehat Pendekatan dalam zonasi Pendekatan yang diambil dalam pengembangan skema zonasi memperhatikan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tujuan pembangunan yang ada dan kebutuhan konservasi dan proteksi lingkungan yang semakin penting yang apabila dilaksanakan secara bersamaan akan dapat menjamin kesinambungan sumberdaya dalam jangka panjang. Khususnya zona usulan mempertimbangkan tujuan tersebut yang memenuhi kebijakan pembangunan pesisir dan laut nasional termasuk perikanan (mariculture), pertambangan (lepas pantai/pesisir), minyak dan gas (laut), industri maritim (perkapalan) dan pariwisata. Selain itu, zonasi berusaha untuk menjamin bahwa proteksi lingkungan terjaga dengan baik, konflik dapat diselesaikan atau dikurangi, peningkatan sumberdaya diperhatikan, dan konservasi dan proteksi habitat laut dan pesisir diperlukan dengan prioritas yang sama melalui suatu pendekatan yang rasional untuk pemanfaatan dan alokasi sumberdaya Proses penataan ruang (zonasi) Proses penataan ruang wilayah pesisir dan laut menurut Dahuri, et al., (2001) terbagi ke dalam 6 (enam) tahapan, yaitu:

71 50 (1) Pada suatu kawasan pesisir-laut, berdasarkan batas-batas secara administratif atau ekologis dan sesuai peruntukannya dibagi atas 3 (tiga) zona, yaitu: zona preservasi (inti), zona konservasi (penyangga), dan zona pemanfaatan intensif. 1) Zona preservasi, adalah zona yang tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan kecuali kegiatan penelitian dan pendidikan. Zona ini mengandung atribut ekologis, seperti spesies endemik, spesies langka, keystone species, dan lain-lain, dan proses ekologis seperti daerah pemijahan, daerah asuhan, alur migrasi biota, dan lain-lain. 2) Zona Konservasi, adalah zona yang diperbolehkan ada kegiatan pembangunan tetapi terbatas atau tidak intensif. Zona ini berfungsi juga sebagai zona penyangga (buffer zone) antara zona preservasi dengan zona pemanfaatan intensif. 3) Zona Pemanfaatan Intensif, adalah zona yang diperbolehkan ada kegiatan pembangunan secara intensif. Menurut Kelleher dan Konchington (1992) yang diacu dalam Clark (1996) mengusulkan lima langkah dalam pengembangan rencana penataan ruang (zonasi): 1) Pengumpulan informasi awal dan persiapan: badan perencanaan, mungkin dengan bantuan pembantu konsultan merancang dan meninjau informasi tentang sifat dan kegunaan area dan mengembangkan materi-materi bagi partisipasi publik dan perwakilan-perwakilan tertentu. 2) Partisipasi publik atau konsultasi: prioritas kepada persiapan suatu perencanaan dimana badan mencari atau meminta komentar publik mengenai keakurasian dan kecukupan dari materi-materi yang review dan usulan-usulan bagi kandungan (isian) dari rencana zonasi yang diajukan. 3) Persiapan rencana draft: persiapan suatu draft rencana zonasi dan materimateri yang menerangkan rencana bagi publik atau perwakilan-perwakilan yang tepat. Tujuan-tujuan khusus didefinisikan bagi setiap zona. 4) Partisipasi publik atau konsultasi: meninjau ulang (review) draft rencana: badan meminta komentar tentang draft rencana yang dipublikasikan dan materi-materi penjelasannya. 5) Finalisasi rencana: pemerintah atau badan mengadopsi suatu rencana yang telah diperbaiki, yang memperhatikan komentar-komentar dan informasiinformasi yang diterima sebagai respon terhadap draft rencana yang dipublikasikan.

72 51 (2) Menentukan sektor unggulan yang terdapat di zoana konservasi dan zona pemanfaatan inti. Ciri-ciri sektor unggulan adalah dapat menghasilkan devisa, menyerap tenaga kerja yang banyak, memiliki forward and backward linkages, yang ditentukan berdasarkan konsensus antar stakeholders. (3) Struktur wilayah (susunan penggunaan ruang fisik wilayah) pesisir-laut untuk kegiatan pembangunan lainnya harus bersifat kondusif terhadap sektor unggulan yang telah ditetapkan. (4) Penataan ruang (tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang) di wilayah hulu terutama untuk kawasan yang dipengaruhi oleh Daerah Aliran Sungai harus mengikuti persyaratan lingkungan yang dikehendaki oleh sektor unggulan dan zona preservasi di kawasan pesisir. (5) Penyusunan tata ruang harus menggunakan pendekatan partisipatif berbasis masyarakat. Penataan ruang harus melibatkan segenap stakeholders seperti instansi pemerintah, swasta, masyarakat, LSM, kalangan universitas, dan lainlain. Penataan ruang menggunakan musyawarah, public hearing, dan media partisipatif lainnya. Di samping itu, hak adat atau kearifan tradisional yang hidup dalam masyarakat pesisir dapat diadopsi dalam tata ruang. (6) Jarak antara zona preservasi dengan kegiatan pembangunan yang menghasilkan eksternalitas negatif (pencemaran, sedimentasi, dan lain-lain) ditentukan berdasarkan pada daya sebar eksternalitas negatif tersebut dari sumbernya. St = Vt x t dimana, St : jarak tempuh pencemar dari sumbernya Vt : kecepatan sebar pencemar t : waktu tempuh, tergantung pada tipe pasang-surut 2.9 Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG), sebenarnya merupakan terjemahan dari Geographical Information System atau GIS, yang pada saat sekarang sudah merupakan topik yang biasa pada kalangan perencana atau kegiatan lain yang bergerak di bidang Pemetaan. Menurut Barus dan Wiradisastra (1996), Berdasarkan pengertian geografi, dan sistem informasi, maka sistem informasi geografis (SIG) dapat diartikan sebagai sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang

73 52 bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Sedangkan menurut Dahuri (1995), bahwa sistem informasi geografi adalah sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, dan personal (manusia) yang dirancang utuk secara efisien, menyimpan, memperbaharui data, memanipulasi, menganalisis, dan menyajikan semua informasi yang memiliki referensi kebumian Fungsi dan kegunaan SIG Kegunaan SIG sangat banyak, salah satunya adalah untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Star dan Ester (1990), bahwa pengembangan SIG atau GIS dilandasi oleh dua faktor penting, yaitu: (1) Keinginan untuk pengelolaan lingkungan perkotaan terutama dalam kaitannya dengan perencanaan peremajaan. (2) Keinginan untuk mengembangkan kompetisi peggunaan sumberdaya lingkungan Teknologi SIG menjadi pilihan untuk menjawab berbagai permasalahan dalam perencanaan dan pengelolaan suatu sumberdaya dalam suatu wilayah mengingat kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan SIG adalah menyimpan, retrieving, mengtransformasi, menampilkan dan menganalisis data spatial dari suatu wilayah (real world) untuk tujuan tertentu, di samping diperlukannya teknologi penginderaan jauh sebagai alternatif dalam menyediakan dan mengolah data yang mempunyai cakupan yang sinoptik dan temporal. SIG juga mempunyai kemampuan untuk melaksanakan analisis spasial yang kompleks secara cepat, mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario perencanaan, model-model keputusan, deteksi perubahan dan analisis serta tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan-perbaikan secara terus menerus secara mudah. Operasi yang interaktif menjadi praktis karena setiap komputer dioperasikan cepat, dilakukan cepat, dan biaya yang relatif murah (Barus dan Wiradisastra, 1997). Oleh karena itu, SIG sangat membantu di dalam meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan dalam perencanaan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir.

74 53 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dengan mengambil lokasi di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa, yang terdiri 22 pulau. Kawasan Taman Nasional ini secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah, dan berjarak sekitar 45 mil laut di sebelah barat laut Jepara. Secara geografis Kepulauan Karimunjawa berada pada posisi lintang 5 o 40-5 o 57 LS, dan 110 o o 40 BT (Gambar 4). Penelitian ini telah dilaksanakan selama kurang lebih 1 tahun, dimulai pada bulan Juni 2005 sampai dengan Juli Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pulau-pulau kecil yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa, sumberdaya pesisir dan lautan (terumbu karang, ikan karang, hutan mangrove, padang lamun, rumput laut), dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan PCRA (Parsipatory Coastal Resource Assessment). Permasalahan utama yang terjadi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa adalah: degradasi habitat dan sumberdaya hayati terutama terumbu karang, eksploitasi sumberdaya perikanan, konflik pemanfaatan ruang, lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya hayati laut. 3.3 Tahapan Penelitian Tahap penelitian terbagi 3, yaitu: inventarisasi, analisis dan sintesis data. Adapun tujuan dari masing-masing tahapan ini, dapat diuraikan sebagai berikut: Tahap inventarisasi data; data yang dikumpulkan baik berupa data primer maupun sekunder. Tahap ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi kondisi dan potensi biogeofisik sumberdaya, (2) identifikasi kondisi sosial, ekonomi dan budaya, (3) identifikasi kondisi pemanfaatan sumberdaya hayati laut pada saat kini, dan (4) identifikasi kebijakan pengelolaan saat ini.

75 54 Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian 2007 Gambar 4 Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah

76 55 (2) Tahap analisis data; data yang diperoleh dari tahap inventarisasi data, dianalisis kesesuaian lahan (lingkungan), kemudian dilanjutkan dengan analisis ekologi, ekonomi dan sosial. Berikutnya adalah mengintegrasikan ke duanya, dan menyerap aspirasi masyarakat, kemudian dipakai dasar untuk meninjau kembali zonasi/menentukan zonasi baru sesuai yang diinginkan. (3) Tahap sintesis data bertujuan untuk memperoleh penentuan akhir dalam zonasi dengan menggunakan data dari tahap analisis data. Sintesis juga dipakai untuk membuat konsep kebijakan pengelolaan TN Karimunjawa secara terpadu dan berkelanjutan. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data akan dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan metode survei lapang (visual recall) terhadap kondisi sumberdaya (biogeofisik dan lingkungan), dan posisi sumberdaya tersebut dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) serta melakukan wawancara langsung dengan penduduk (responden) setempat untuk mengumpulkan data sosial, ekonomi dan budaya melalui metode PCRA (Partisipatory Coastal Rural Appraisal) dengan cara FGD (Focus Group Discussion). Sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari instansi terkait sesuai atribut yang akan dikaji Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi data biogeofisik dan data sosial ekonomi, budaya dan kelembagaan, masing-masing diuraikan sebagai berikut : (1) Data biogeofisik : 1) Hidro-oseanografi: survei hidrooseanografi meliputi pengkajian data karakteristik pasang surut, pasang-surut, pola arus laut dekat pantai, gelombang, bathimetri (kedalaman). 2) Kualitas air: meliputi fisik dan kimia air. Fisik air meliputi suhu, kecerahan, kekeruhan, warna, kedalaman. Adapun parameter kimia air meliputi ph, salinitas, oksigen terlarut, asam sulfida (H 2 S), amonia, nitrit, nitrat dan fosfat.

77 56 3) Jenis ekosistem: terumbu karang, padang lamun, bakau (mangrove), dan rumput laut. (2) Data sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan : 1) Kependudukan: jumlah penduduk, komposisi penduduk dan ratio ketergantungan dan kepadatan penduduk. 2) Perekonomian: mata pencaharian, pendapatan per kapita 3) Sosial dan budaya: kehidupan suku-suku yang terdapat di kepulauan Karimunjawa, nilai-nilai sosial dan budaya yang masih berlaku. Pengumpulan data sosial ekonomi masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan penentuan zonasi diperoleh melalui PCRA (Participatory Coastal Resource Assessment) dengan cara FGD (Focus Group Discussion) dan pengamatan langsung di lapangan serta wawancara terhadap responden yang meliputi masyarakat, pejabat dari instansi terkait. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling (disengaja) berdasarkan kemampuan responden untuk memberikan informasi yang luas. Responden yang dipilih adalah yang memiliki pekerjaan yang berkaitan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya laut seperti nelayan tangkap, pembudidaya laut, pelaku bisnis wisata, juragan perahu dan usaha budidaya laut serta tokoh masyarakat setempat. Masing-masing diwakili oleh 1-2 orang yang dianggap kelompoknya sebagai orang yang dapat mewakili aspirasi dan permasalahan mereka serta dapat memahami lingkup pekerjaannya secara baik. Jumlah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan FGD dibatasi orang, hal ini dimaksudkan agar bisa fokus dalam diskusi kelompok. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam FGD adalah dibagi 5 tahapan, yaitu : - Tahap 1, identifikasi dan pemetaan stakeholders. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui orang-orang yang terkait dengan masalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut.

78 57 - Tahap 2, mobilisasi undangan. Tahap ini dilakukan untuk mobilisasi undangan FGD yang ditujukan kepada stakeholders strategis. Peneliti dibantu oleh fasilitator dari perangkat kecamatan dan desa serta dinas terkait menyediakan tempat dan fasilitas yang diperlukan untuk pelaksanaan FGD, seperti papan meta plan, kertas meta plan, peta administrasi dan sumberdaya, spidol, selotip. - Tahap 3, pelaksanaan FGD. Tahap ini dimoderatori oleh fasilitator, selanjutnya langsung dipandu dan dipimpin oleh peneliti dibantu para mahasiswa. Tahap ini telah memasuki langkah-langkah materi FGD yang difasilitasi oleh Peneliti dan dibantu oleh fasilitator. Adapun langkah-langkah materi FGD meliputi : a) Penyampaian maksud dan tujuan FGD b) Penyampaian potensi dan kondisi sumberdaya laut hasil penelitian c) Identifikasi potensi dan kondisi sumberdaya laut untuk maksud silang antara hasil penelitian dengan pengetahuan dan penilaian dari masyarakat dengan alat bantu Peta yang ditempel dalam papan. d) Identifikasi isu dan masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut termasuk dalam hal zonasi. e) Tabulasi isu dan masalah serta melakukan ploting ke dalam peta yang ditempel pada papan. f) Keinginan dan harapan masyarakat terhadap aspek pemanfatan dan pengelolaan sumberdaya Karimunjawa termasuk dalam hal zonasi. g) Merancang rencana penyelesaian masalah dan penyamaan persepsi h) Analisis dan rencana aksi strategi - Tahap 4, tabulasi hasil FGD. Hasil selama pelaksanaan FGD kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik tabulasi dan dilakukan ploting ke dalam peta wilayah studi. - Tahap 5, Sosialisasi Hasil FGD. Hasil FGD setelah dilakukan analisis, kemudian disosialisasikan dan di diskusikan kembali kepada masyarakat kembali melalui beberapa tokoh kunci (key person).

79 58 - Tahap 6, Dokumentasi Hasil Final FGD dalam bentuk dokumen/buku, dalam hal ini adalah hasil penelitian ini (disertasi). Hasil analisis ini selanjutnya dijadikan sebagai input bagi dilakukannya analisis kebijakan (AHP). 4) Profesi masyarakat/responden yang diundang meliputi : nelayan jaring, nelayan pancing, nelayan bubu/ikan hias, pembudidaya kerapu, pembudidaya rumput laut, juragan kapal, bakul ikan, pengolah ikan, pelaku bisnis pariwisata (pemilik hotel/home stay dan pemandu wisata), tokoh masyarakat, LSM/KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), serta wakil dari instansi terkait yaitu dinas kelautan dan perikanan, dinas pariwisata dan pengelola Taman Nasional dalam hal ini pihak Balai Taman Nasional Karimunjawa. (3) Data peruntukan lahan/perairan saat ini : 1) Untuk wilayah daratan misalnya pertambakan, permukiman, hutan mangrove, dan wisata pantai. 2) Untuk wilayah perairan misalnya budidaya ikan kerapu dalam keramba, budidaya rumput laut, penangkapan ikan Data sekunder Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada, dan berbagai laporan yang diperoleh dari berbagai instansi dan institusi terkait sesuai atribut yang akan dikaji. Data sekunder ini terdiri dari dua bentuk yaitu data geofisik (iklim, fisiografi, topografi tanah dan geologi), data tabular dan data keruangan (dalam bentuk peta). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan hasil survei dan publikasi lainnya serta peta-peta yang tersedia. Selengkapnya mengenai jenis data, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data disajikan pada Tabel 5.

80 59 Tabel 5 Jenis, sumber dan metode analisis data No. Komponen Lingkungan Sumber Data A. GEOFISIK 1. Iklim BMG dan stasiun iklim terdekat 2. Fisiografi, Topografi Tanah dan Geologi Data primer dan data sekunder instansi terkait 4. Kualitas Air Data primer dan sekunder B. BIOLOGI 5. Ekosistem Perairan meliputi : - Terumbu karang - Ikan - Mangrove - Padang lamun - Rumput laut C. SOSEKBUD 6. Kependudukan a. Jumlah dan kepadatan penduduk b. Rasio jenis kelamin c. Rasio ketergantrungan d. Keragaman etnis dan budaya. 7. Sosial Ekonomi a. Mata Pencaharian b. Pendapatan perkapita. c. Sarana-prasarana perekonomian Data primer dan sekunder Data primer dan data sekunder dari instansi terkait. Metode Pengumpulan Data Data sekunder Pengumpulan data sekunder berupa peta, citra, tabel, grafik dan peta-peta hasil analisis dari instansi terkait. Data primer terutama data kualitas air yang diambil secara insitu pada titik-titik pengambilan sampel dan data sekunder yang diperoleh dari hasilhasil penelitian. Data primer diambil pada lokasi-lokasi yang potensial untuk dikembangkan, data sekunder hutan mangrove diambil dari citra landuse. Data primer melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder yang terkait dengan kegiatan penelitian dari intansi terkait. Data primer Data primer melalui dan sekunder. wawancara dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder yang terkait dengan kegiatan penelitian dari intansi terkait. D. KEBIJAKAN 8. Strategi Kebijakan Data primer Wawancara dengan alat bantu kuesioner. Metode Analisis Data Analisis Klasifikasi Iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson. Analisis kesesuaian lahan (land suitability). Cara penentuan kualitas perairan dengan menggunakan pembandingan Baku Mutu Air Laut dan acuan dari referensi. - Analisis komposisi dan kelimpahan jenis. - Analisis keragaman dan dan keseragaman jenis biota perairan. Analisis kualitatif dan kuantitatif kependudukan. Analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis A WOT

81 60 Lanjutan Tabel 5 No. Komponen Lingkungan/ Parameter Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data E. TATA RUANG 9. RUTR Data sekunder berupa peta RTRKW F KELEMBAGAAN 10. Peraturan Perundangan (Daerah, Pusat) Data sekunder dari Pusat dan PEMDA Data sekunder dari instansi terkait Data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait Overlay Analisis Deskriptif Metode pemilihan responden Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat yang mempengaruhi pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang baik langsung maupun tidak langsung. Pemilihan responden diperoleh dengan melakukan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pendekatan PCRA (Parsipatory Coastal Resources Assessment) yang dilakukan terhadap responden dari pejabat/staf dari instansi-instansi dan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait atau responden yang memiliki keahlian khusus (pakar) dan responden yang merupakan tokoh kunci (key person) dan dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pemanfaatan ruang wilayah Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Responden tersebut antara lain: Bappeda Tingkat II Jepara, Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat II Jepara, Dinas Pariwisata Kabupaten Tingkat II Jepara, Perguruan Tinggi, pengusaha/pelaku bisnis, KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta instansi dan lembaga lain yang terkait. Sedangkan responden yang dipilih untuk mewakili rumah tangga nelayan dan petani ikan akan diambil dari 3 desa (Karimunjawa, Kemujan, dan Parang) pada 2 pulau yang berpenghuni. Jumlah rumah tangga nelayan dan petani ikan di kecamatan Karimunjawa Tahun 2005 sebanyak sekitar KK dari jiwa penduduk.

82 61 Penentuan jumlah responden (sampel) dari populasi rumah tangga nelayan dan petani ikan ditentukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh Slovin (1960) yang diacu dalam Sevilla et al., (1993) dengan kesalahan penelitian deskriptif sebesar 10 %, Gay (1976) yang diacu dalam Sevilla et al., (1993), yakni sebagai berikut: n = N / 1 + N. ( e 2 ) dimana, n : ukuran sampel N : ukuran populasi rumah tangga nelayan e : persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh Berdasarkan persamaan di atas, maka dari rumah tangga (KK) yang terdapat di 3 desa di kepulauan Karimunjawa, akan diambil sebanyak 96 responden yang akan dijadikan target wawancara. Sedangkan untuk kepentingan penentuan prioritas kebijakan diambil beeberapa responden yang dapat mewakili Pemerintah Daerah, dinas-dinas terkait (perikanan dan pariwisata), Perguruan Tinggi, LSM/KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para pengusaha atau pelaku bisnis. Responden masyarakat yang dipilih dalam penelitian ini meliputi berbagai pekerjaan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pemanfaatan sumberdaya laut terdiri dari : nelayan jaring, nelayan pancing dan bubu, pembudidaya ikan kerapu, pembudidaya rumput laut, nelayan juragan (pemilik kapal dan usaha budidaya), pelaku bisnis pariwisata, dan tokoh masyarakat. Secara rinci jumlah responden yang diambil dari masing-masing profesi tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Profesi dan jumlah responden yang diambil dari masing-masing desa No Profesi Responden Desa Karimunjawa Kemujan Parang 1 Nelayan Jaring Nelayan Pancing/Bubu Pembudidaya Kerapu Pembudidaya Rumput Laut Nelayan/Juragan Pelaku Bisnis (Wisata) Tokoh Masyarakat/Pemuda Jumlah

83 Analisis Data Analisis Data meliputi (1) analisis kondisi ekologi meliputi : persentase penutupan karang, analisis struktur komunitas biologi (spesies karang dan ikan karang), analisis karakteristik fisika-kimia perairan, analisis potensi sumberdaya perikanan pelagis dan potensi sumberdaya perikanan karang,, analisis kesesuaian lahan (kawasan); (2) analisis sosial, ekonomi dan budaya; (3) analisis zonasi; dan (4) analisis kebijakan pengelolaan Analisis kondisi ekologis (1) Analisis persentase penutupan karang (life form) Data persentase penutupan karang hidup yang diperoleh berdasarkan metode line intercept transeck (LIT), dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: N i = I i / L x 100 % dimana, Ni : persen penutupan karang hidup Ii : panjang intersep life form jenis ke-i L : panjang tali transek (50 m) Data kondisi persentase penutupan karang yang hidup diacu dari Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang menurut Kep.Men. LH No. 04 Tahun 2001 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kriteria baku kerusakan terumbu karang menurut Kep. Men. LH. No. 04 tahun Parameter Kriteria baku kerusakan terumbu Persen life form Persen luas tutupan terumbu karang hidup (life form). Rusak Buruk 0 24,9 % Sedang 25 49,9 % Baik Baik 50 74,9 % Baik sekali % (2) Luasan terumbu karang Analisis luasan terumbu karang dilakukan berdasarkan pada peta citra landsat TM kepulauan Karimunjawa tahun Data yang ingin diidentifikasi adalah luasan terumbu di masing-masing pulau yang masuk ke dalam kawasan taman nasional Karimun Jawa. Data ini amat berguna untuk membandingkan antara luasan karang yang hidup dan yang mati dalam satu kawasan (gugusan terumbu).

84 63 (3) Analisis struktur komunitas biologis Data biologis yang akan dianalisis yaitu menghitung kelimpahan/ kepadatan individu jenis dan nilai indeks keanekaragaman jenis biota meliputi : genus karang hidup dan spesies ikan karang, yang diamati pada masing-masing stasiun penelitian. Mencari nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) berdasarkan persentase penutupan karang menggunakan indeks dari Shannon - Wiener dengan formulasi sebagai berikut: n H = - S pi ln pi i:1 dimana, pi : proporsi penutupan jenis ke-i terhadap total penutupan (ni/n) H : indeks keanekaragaman jenis Nilai indeks H semakin tinggi (antara 4,0 6,9) dikatakan semakin baik dan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. (4) Analisis fisika-kimia perairan Analisis fisika-kimia perairan hasil pengukuran secara in-situ dibandingkan dengan Baku Mutu Air Laut yang berlaku, khususnya untuk kepentingan biota laut/budidaya perikanan. (5) Potensi sumberdaya perikanan karang Analisis untuk estimasi potensi sumberdaya perikanan karang dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, penghitungan ikan karang pada tali transek sepanjang 2 x 50 meter, dengan lebar ke kiri-kanan 2,5 meter (English, et al., 1994); ke dua, penghitungan data kepadatan ikan dengan metode Misra (1978): D = c x / A (ekor/ha) dimana, D : kepadatan; c : jumlah ikan yang terhitung dalam pengamatan A : luas daerah pengamatan. Tahap ke tiga, penghitungan kelimpahan stok, digunakan persamaan : Bo = D x L dimana, Bo : kelimpahan stok ikan (ekor) D : kepadatan L : luas daerah penelitian (pengamatan)

85 64 Kemudian tahap ke empat, penghitungan potential yield, digunakan rumus (Gulland, 1975) yaitu: Py = Bo x M x c dimana, Py : potential yield (ekor/tahun) M : koefisien kematian alami c : konstanta Selanjutnya untuk menghitung MSY optimal digunakan formulasi MSY = (0,5 x Py) x 0,8. Angka 0,8 ini adalah konstanta precautionary approach dari MSY. (6) Analisis kesesuaian lingkungan untuk zona pemanfaatan Penyusunan matriks kesesuaian lingkungan meliputi peruntukan pariwisata bahari, pariwisata pantai, budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung, budidaya rumput laut, konservasi hutan bakau, dan budidaya teripang, dilakukan berdasarkan kondisi fisik sumberdaya alam di Kawasan TNL Karimun Jawa dan studi pustaka serta diskusi dengan pakar yang ahli di bidang tsb. Matriks ini sangat penting, mengingat dari matriks tersebut dapat diketahui parameter yang menjadi indikator kesesuaian melalui pembobotan dan skoring pada setiap parameter. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh: kemiringan/kelerengan mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk budidaya tambak dibandingkan dengan permukiman. Pemberian nilai (harkat) ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter/kriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Kelas-kelas kesesuaian pada matriks yaitu menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Hasil analisis kesesuaian adalah dalam bentuk peta-peta dengan menggunakan alat bantu berupa pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) program Arc.View versi 3,3. Di dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi ke dalam 3 (tiga) kelas, yang didefinisikan sebagai berikut:

86 65 Kelas S 1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable) Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberilan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. Kelas S 2 : Sesuai (Moderately Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatam perlakuan yang diperlukan. Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Hasil perkalian antara bobot dan nilai/harkat masing-masing parameter dalam suatu peruntukan merupakan skor dari parameter tertentu dalam suatu peruntukan. Penjumlahan seluruh skor dari tiap-tiap parameter dalam suatu peruntukan disebut dengan total skor suatu peruntukan tertentu. Total skor tersebut diformulasikan sebagai berikut: n Total Skor ß = S ( bobot a x skor/harkat a ) a = 1 dimana, Total Skor ß : jumlah skor tiap-tiap parameter dalam peruntukan ß a : parameter/kriteria ke a peruntukan ß n : adalah jumlah parameter/kriteria peruntukan ß Total skor tersebut, selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan untuk suatu peruntukan mempunyai rentang/interval kelas tergantung dari jumlah kelas kesesuaian, total skor maksimum dan total skor minimum dalam peruntukan tersebut. Interval kelas kesesuaian lahan untuk suatu peruntukan ini dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: RK ß = Total Skor Max ß Total Skor Min ß Jumlah Kelas ß dimana, RK ß : Rentang/interval Kelas dalam peruntukan ß Total Skor Max ß : Total skor tertinggi/maksimum dalam peruntukan ß Total Skor Min ß : Total skor terendah/minimum dalam peruntukan ß Jumlah Kelas ß : Banyaknya kelas kesesuaian dalam peruntukan ß

87 66 Rentang/interval kelas tersebut berfungsi untuk menetapkan klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor dalam suatu peruntukan tertentu. Adapun kriteria dan matriks kesesuaian lahan (lokasi) yang dapat digunakan sebagai acuan pada setiap peruntukan beserta klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor untuk masing-masing peruntukan adalah sebagai berikut: (a) Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori wisata selam Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah perairan untuk ekowisata bahari kategori selam mengacu modifikasi dari Yulianda (2007) adalah: kecerahan perairan (%), tutupan komunitas karang (%), jumlah genus karang hidup, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Kriteria kesesuaian lokasi pada tiap parameter secara rinci disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam No Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor/harkat 1. Kecerahan perairan (%) S 1 : > 80 S 2 : N : < Tutupan komunitas karang (%) 3. Jumlah genus karang hidup S 1 : > 75 S 2 : N : < 37 S 1 : > 30 S 2 : N : < Jenis ikan karang S 1 : 100 S 2 : N : < Kecepatan arus (m/d) S 1 : 0-0,15 S 2 : > 0,15-0,40 N : > 0,4 6. Kedalaman terumbu karang (m) Sumber: Dimodifikasi dari Yulianda (2007) S 1 : 6-15 S 2 : >15-25; 3 - < 6 N : > 25; <

88 67 Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor untuk kesesuaian lokasi ekowisata bahari kategori wisata selam dari perhitungan matriks di atas adalah: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1) (b) Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata bahari kategori wisata snorkling Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah perairan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling mengacu modifikasi dari Yulianda (2007) adalah: kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jumlah gebus karang hidup, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang. Kriteria kesesuaian lokasi pada setiap parameter untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori snorkling No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor/harkat 1. Kecerahan perairan (%) S 1 : > S 2 : N : < Tutupan komunitas karang (%) 3. Jumlah genus karang hidup S 1 : > 75 S 2 : N : < 37 S 1 : > 30 S 2 : N : < Jenis ikan karang S 1 : > 50 S 2 : N : < Kecepatan arus (m/d) S 1 : 0-0,15 S 2 : > 0,15-0,40 N : > 0,4 6. Kedalaman terumbu karang (m) 7. Lebar hamparan datar karang (m) Sumber: Dimodifikasi dari Yulianda (2007) S 1 : 1-3 S 2 : > 3-6 N : > 6; < 1 S 1 : > 500 S 2 : > N : <

89 68 Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling dari perhitungan matriks di atas yaitu: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1) (c) Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi mengacu modifikasi dari Yulianda (2007) adalah: kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, substrat dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Kriteria kesesuaian lokasi pada setiap parameter untuk wisata pantai kategori rekreasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi No Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor/harkat 1. Kedalaman perairan (m) S 1 : 0-3 S 2 : > 3-8 N : > Tipe pantai S 1 : pasir putih S 2 : pasir putih Sedikit karang N : lumpur, berbatu, Terjal 3. Lebar pantai (m) S 1 : > 15 S 2 : 6-15 N : < Substrat dasar perairan S 1 : pasir S 2 : karang berpasir N : pasir berlumpur, lumpur. 5. Kecepatan arus (m/d) S 1 : 0-0,2 S 2 : > 0,2-0,4 N : > 0,

90 69 Lanjutan Tabel 10. No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor/harkat 6. Kemiringan pantai ( ) S 1 : < 10 S 2 : N : > Kecerahan perairan (m) S 1 : > 10 S 2 : > 5 10 N : < Penutupan lahan pantai S 1 : kelapa, lahan Terbuka S 2 : semak, belukar, rendah, savana N : hutan bakau, Pemukiman, pelabuhan 9. Biota berbahaya S 1 : tidak ada S 2 : bulu babi N : bulu babi, ikan Pari, lepu, hiu 10. Ketersediaan air tawar (jarak dalam km) S 1 : < 0,5 S 2 : > 0,5 1 N : > Sumber: Dimodifikasi dari Yulianda (2007) Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi dari perhitungan matriks di atas yaitu: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1) (d) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah perairan untuk budidaya rumput laut mengacu modifikasi dari Pratomo (1999) adalah kedalaman, keterlindungan dari arus kuat dan gelombang, suhu, salinitas, substrat dasar perairan, kecerahan perairan, kecepatan arus, ph, dan oksigen terlarut. Kriteria kesesuaian lokasi setiap parameter secara rinci disajikan pada Tabel 11.

91 70 Tabel 11 Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor 1. Kedalaman (m) S1 : > 2,5 5,0 S2 : Keterlindungan dari arus Kuat dan Gelombang. 3. Suhu ( o C) S1 : > S2 : N : < 2,5 ; > 10 S1 : sangat terlindung S2 : terlindung N : kurang, tidak terlindung N : < 25; > Salinitas ( o / oo ) S1 : > S2 : N : < 28; > Substrat dasar perairan S1 : pasir S2 : karang N : pasir berlumpur, berlumpur 6. Kecerahan air (m) S1 : > 5 ( > 75 % ) S2 : 3,0 5 ( % ) N : < 3,0 ( < 50 % ) 7. Kecepatan arus (m/dt) S1 : > 0,2 0,3 S2 : 0,1 0,2; > 0,3 0,4 N : < 0,1; > 0,4 8. ph S1 : > 7,0 8,5 S2 : 6 7; > 8,5 9,5 N : < 6,0; > 9,5 9. Oksigen terlarut (O 2 ) S1 : > 4 S2 : 2-4 N : < 2,0 Sumber: Dimodifikasi dari Pratomo (1999) Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut dari perhitungan matriks di atas adalah sebagai berikut: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1)

92 71 (e) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya kerapu Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah perairan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA mengacu modifikasi dari Bakosurtanal (1996) adalah: kedalaman, keterlindungan, suhu, salinitas, material dasar, kecerahan perairan, kecepatan arus, ph, oksigen terlarut. Kriteria kesesuaian lokasi pada setiap parameter secara rinci disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor 1. Kedalaman (m) S1 : > S2 : Keterlindungan dari Arus kuat dan gelombang. N : < 5; > 20 S1 : sangat terlindung S2 : terlindung N : kurang terlindung, terbuka. 3. Suhu perairan ( o C) S1 : S2 : 26-28; N : < 26; > Salinitas ( o / oo ) S1 : S2 : 27 29; N : < 27; > Material dasar perairan S1 : pasir berlumpur S2 : lumpur berpasir N : karang berpasir, karang 6. Kecerahan perairan (m) S1 : > 5 ( > 75 %) S2 : 3 5 ( % ) N : < 3 ( < 50 % ) 7. Kecepatan arus (m/dt) S1 : > 0,2 0,4 S2 : 0,1 0,2 N : < 0,1; > 0,4 8. ph S1 : > 7,0 8,5 S2 : 6 7; > 8,5 9,5 N : < 6,0; > 9,5 9. Oksigen terlarut (O 2 ) S1 : > 5,0 S2 : 3 5 N : < 3,0 Sumber: Dimodifikasi dari Bakosurtanal (1996)

93 72 Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dari perhitungan matriks di atas adalah: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1) (f) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan bakau Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah konservasi hutan mangrove mengacu modifikasi dari Syafi i (2000) adalah kemiringan lahan, jenis tanah, jarak dari pantai, ketinggian, dan drainase. Selengkapnya mengenai kriteria kesesuaian lokasi pada setiap parameter untuk konservasi hutan bakau (mangrove) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kriteria kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan bakau (Mangrove) No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor 1. Kemiringan lahan (%) S1 : 0 2 S2 : > 2 15 N : > Jenis tanah S1 : Alluvial pantai S2 : Alluvial, hidrolof kelabu N : Gleihumus, regosol 3. Jarak dari pantai (m) S1 : < 200 S2 : N : > Ketinggian (m) S1 : 0 5 S2 : 5-10 N : > Drainase S1 : Tergenang periodik S2 : Tergenang periodik N : Tidak tergenang Sumber : Dimodifikasi dari Sjafi i (2000)

94 73 Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan mangrove dari perhitungan matriks di atas yaitu: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1) (g) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang Parameter yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wilayah untuk budidaya teripang mengacu modifikasi dari Winanto, dkk. (1991) adalah keterlindungan, pencemaran, keamanan, sarana penunjang, dasar perairan, kondisi gelombang, ketersediaan sumber benih, kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, ph, dan DO. Selengkapnya mengenai kriteria kesesuaian tersebut disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor 1. Faktor Penunjang 1) Keterlindungan S1 : Baik 3 3 S2 : Sedang 2 N : Kurang 1 2) Pencemaran S1 : Tidak ada 1 3 S2 : Sedikit 2 N : Ada 1 3) Keamanan S1 : Baik 1 3 S2 : Sedang 2 N : Kurang 1 4) Sarana penunjang S1 : Baik 1 3 S2 : Sedang 2 N : Kurang 1 2. Faktor Utama 1) Dasar perairan S1 : Pasir dan patahan 2 3 karang S2 : Pasir sedikit lumpur 2 N : Lumpur/karang 1 2) Kondisi gelombang S1 : Tenang 3 3 S2 : Sedang 2 N : Kurang 1

95 74 Lanjutan Tabel 14. No. Kriteria/parameter Kelas kesesuaian Bobot Skor 3) Ketersediaan sumber S1 : Dekat (Mudah) 2 3 benih S2 : Jauh (Cukup) 2 N : Sangat Jauh (Sulit) 1 4) Kedalaman (m) S1 : S2 : > N : <5; > ) Kecerahan (m) S1 : 4,5 6,5 2 3 S2 : 3,5 4,4; 6,6 7,7 2 N : < 3,5; > 7,7 1 6) Kecepatan arus (m/dt) S1 : 0,15 0, S2 : 0,1 0,15 2 N : < 0,1; > 0,3 1 7) Suhu ( C) S1 : S2 : N : ) Salinitas ( ) S1 : S2 : N : < ) ph S1 : 8,1 8,5 1 3 S2 : 7,5-8 2 N : < 7,5 1 10) DO (mg/l) S1 : S2 : N : < 4 1 Sumber: Dimodifikasi dari Winanto, et al. (1991) Klasifikasi kelas kesesuaian dari total skor kesesuaian lokasi budidaya teripang dari perhitungan matriks di atas sebagai berikut: = Tidak Sesuai (N) = Sesuai (S2) = Sangat Sesuai (S1)

96 75 Proses penyusunan peta kesesuaian kawasan untuk zona pemanfaatan di Taman Nasional Karimunjawa tersebut di atas diilustrasikan pada Gambar 5. Data Primer Data Sekunder Basis Data Peta Tematik I Peta Tematik II Peta Tematik ke n Overlay Kriteria Kesesuaian Suatu Lahan (pengharkatan & pembobotan) Peta Tentatif Kesesuaian Lahan I Peta Tentatif Kesesuaian Lahan II Peta Tentatif Kesesuaian Lahan ke n Peta Penggunaan / Pemanfaatan Lahan saat ini Peta Kesesuaian Lahan I Peta Kesesuaian Lahan II Peta Kesesuaian Lahan ke n Overlay Usulan Masyarakat Peta Kesesuaian Kawasan untuk Zona Pemanfaatan Taman Nasional Karimunjawa Gambar 5 Proses penyusunan peta kesesuaian kawasan untuk Zona Pemanfaatan di Taman Nasional Karimunjawa

97 Analisis sosial, ekonomi dan budaya Dalam pengelolaan taman nasional laut, selain kondisi biogeofisik (ekologis) analisis terhadap kondisi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat juga harus tetap diperhatikan agar tidak mengakibatkan degradasi nilainilai kultural, dan secara sosial ekonomi dapat memberdayakan masyarakat dan meningkatkan partisipasi. Analisis sosial ekonomi mencakup kependudukan, mata pencaharian dan pendapatan per kapita. Analisis terhadap aspek sosial budaya mencakup tata nilai budaya, struktur sosial dan persepsi masyarakat Analisis zonasi Analisis spasial (keruangan) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan zonasi atas sumberdaya yang terdapat di kawasan konservasi Taman Nasional Laut Karimunjawa dalam mendukung kegiatan konservasi, pariwisata dan rekreasi serta pengembangan perikanan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan sesuai dengan UU. N0. 31/2004. Prosedur penyusunan zonasi kawasan TNL Karimunjawa dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan soft ware Arc.View versi 3,3. Pertama, diawali dengan menyusun peta kesesuaian lahan (land suitability) yang mencakup lahan dan perairan pesisir yang mengelilingi pulau tersebut. Kemudian peta kesesuaian lahan tersebut di tumpang susun/penampalan (overlay) dengan peta penggunaan lahan (peta land use). Selanjutnya hasil analisis kesesuaian lahan dikonsultasikan dengan masyarakat untuk memperoleh masukan/saran atau usulan sebagai pemberat dalam penentuan akhir kesesuaian lahan dan ditindaklanjuti dengan pengecekan lapangan atas kondisi sumberdaya dan penggunaan sumberdaya yang bersangkutan. Dalam penentuan zonasi, konsultasi dan penyerapan aspirasi/usulan masyarakat sangat penting agar dapat diterima masyarakat dan dapat diaplikasikan secara efektif. Kemudian, setelah melalui berbagai pendekatan untuk konsultasi dan sekaligus sosialisasi hasil, selanjutnya dapat ditetapkan zonasi akhir kawasan konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Dari hasil penentuan zonasi secara spasial tersebut, akan dapat diketahui:

98 77 (1) Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan pembangunan atau konservasi, atau kawasan mana saja yang dijadikan sebagai kawasan lindung (zona inti). (2) Kegiatan penggunaan kawasan apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan. (3) Konflik yang terjadi antara kesesuaian kawasan dengan peruntukannya, penggunaan lahan dengan peruntukannya dan keharmonisan spasial dengan kawasan-kawasan lain di sekitarnya. Secara skematis, proses penyusunan zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa disajikan pada Gambar 6. Untuk mengkaji kesesuaian lokasi untuk suatu peruntukan (zona) dalam sistem zonasi, maka dibutuhkan penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan dikelompokkan ke dalam kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Salm et al., yang diacu dalam Bengen, 2000). Kelompok kriteria ekologi terdiri dari: keanekaragaman hayati, kealamian, keterwakilan, keunikan/kelangkaan jenis, integritas, produktivitas, dan kerentanan. Kelompok kriteria ekonomi terdiri dari: spesies penting, kepentingan perikanan, bentuk ancaman, manfaat ekonomi, kepentingan pariwisata, jasa lingkungan dari sumberdaya yang dapat terjual, potensi lapangan pekerjaan. Kelompok kriteria sosial terdiri dari: tingkat dukungan masyarak, tempat rekreasi, budaya, estetika, konflik kepentingan, keamanan, aksesibilitas, dan kepedulian masyarakat. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk memadukan komponen kriteria ekologi, ekonomi dan sosial adalah metode skoring. Nilai-nilai skoring berkisar antara 1 hingga 3. Nilai 1 (satu) diberikan jika kondisi ekosistem/ sumberdaya adalah rendah (buruk), nilai 2 (dua) diberikan untuk kondisi sedang, dan nilai 3 (tiga) diberikan untuk kondisi tinggi (baik). Nilai-nilai hasil skoring kemudian diberi bobot berdasarkan penilaian para pakar terkait (ahli konservasi, ahli ekologi-ekosistem, ahli pengelolaan wilayah pesisir, ahli sosial dan kebijakan publik, dan ahli sosial ekonomi). Hasil skoring yang didapat berkisar antara 18, 31 hingga 30,96. Hasil skoring kemudian dibagi ke dalam 4 (empat) klasifikasi zonasi. Skor < 22,0 diklasifikasikan sebagai zona rehabilitasi, skor antara 22,0 24,90 diklasifikasikan sebagai zona pemanfaatan, skor antara > 24,90 27,80 diklasifikasikan sebagai zona perikanan berkelanjutan, dan skor > 27,80 diklasifikasikan sebagai zona inti. Penjabaran kriteria ekologi, ekonomi dan sosial serta masing-masing skornya dijelaskan berikut ini:

99 78 KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DATA PRIMER DATA SEKUNDER SURVEI LAPANGAN BASIS DATA PETA DASAR KRITERIA: - EKOLOGI - SOSIAL - EKONOMI ANALISIS PENENTUAN ZONASI PETA TENTATIF ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PLOTTING ZONASI - KESESUAIAN LAHAN - USULAN / ASPIRASI MASYARAKAT - KONDISI/PEMANFAATAN SAAT INI PETA ZONASI KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Gambar Dalam 6 Proses penelitian penyusunan ini, metode zonasi yang di digunakan Taman Nasional untuk Karimunjawa memadukan (1) Kriteria ekologi 1) Keanekaragaman hayati : (1) Keanekaragaman ekosistem : 1) Terumbu karang 2) Padang lamun 3) Rumput laut 4) Hutan bakau (mangrove) Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat 3 4 ekosistem Sedang (2) : bila terdapat 2 ekosistem Rendah (1) : bila terdapat 1 ekosistem

100 79 (2) Keragaman habitat 1) Terumbu karang penghalang (barrier reefs) 2) Terumbu karang pantai (fringing reefs) 3) Terumbu karang lagoon (lagoon reefs) 4) Padang lamun 5) Rumput laut 6) Hutan bakau (mangrove) Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat 4 6 habitat Sedang (2) : bila terdapat 2 3 habitat Rendah (3) : bila terdapat 1 habitat (3) Keragaman komunitas hayati, meliputi : 1) Karang 2) Ikan karang 3) Ikan pelagis 4) Krustasea 5) Moluska (bivalvia dan gastropoda) 6) Padang lamun 7) Rumput laut 8) Mangrove Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat 6 8 komunitas Sedang (2) : bila terdapat 3 5 komunitas Rendah (1) : bila terdapat 1 2 komunitas (4) Jumlah spesies karang, meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat 31 jenis Sedang (2) : bila terdapat jenis Rendah (1) : bila terdapat = 20 jenis (5) Jumlah spesies ikan karang, meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat = 41 jenis Sedang (2) : bila terdapat jenis Rendah (1) : bila terdapat = 20 jenis

101 80 (6) Jumlah spesies ikan pelagis, meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat = 21 jenis Sedang (2) : bila terdapat jenis Rendah (1) : bila terdapat = 10 jenis (7) Jumlah spesies padang lamun, meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat = 11 jenis Sedang (2) : bila terdapat 6 10 jenis Rendah (1) : bila terdapat 1 5 jenis (8) Jumlah spesies rumput laut, meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat = 11 jenis Sedang (2) : bila terdapat 6 10 jenis Rendah (1) : bila terdapat 1 5 jenis (9) Jumlah spesies bakau (mangrove), meliputi : Tinggi (3) : bila terdapat = 11 jenis Sedang (2) : bila terdapat 6-10 jenis Rendah (1) : bila terdapat 5 jenis 2) Kealamian, meliputi : (1) Persen penutupan karang : Tinggi (3) : % Sedang (2) : % Rendah (1) : < 25 % (2) Keanekaragaman (lihat point 1) 3) Keterwakilan : (1) Habitat terumbu karang (2) Habitat padang lamun (3) Habitat rumput laut (4) Habitat mangrove (5) Goba (6) Daerah upwelling Keterangan : Tinggi (3) : bila lokasi penelitian terdapat di 5 6 habitat Sedang (2) : bila lokasi penelitian terdapat di 3 4 habitat Rendah (1) : bila lokasi penelitian terdapat di 1-2 habitat

102 81 4) Keunikan/kelangkaan jenis (1) Karang (2) Ikan karang (3) Ikan pelagis (4) Krustasea (udang, lobster) (5) Moluska (bivalvia dan gastropoda) Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat 4 5 komponen keunikan Sedang (2) : bila terdapat 2 3 komponen keunikan Rendah (1) : bila terdapat 1 2 komponen keunikan 5) Integritas (1) Terumbu karang (2) Padang lamun (3) Rumput laut (4) Mangrove Keterangan: Tinggi (3) : bila lokasi memiliki 3-4 komponen integritas Sedang (2) : bila lokasi memiliki 2 komponen integritas Rendah (1) : bila lokasi memiliki 1 komponen integritas 6) Produktivitas Tinggi (3): bila lokasi penelitian merupakan daerah yang memiliki potensi ikan karang tinggi. Sedang (2): bila lokasi penelitian merupakan daerah yang memiliki potensi ikan karang sedang. Rendah (1): bila lokasi penelitian memiliki potensi ikan karang rendah. 7) Kerentanan Tinggi (3) : bila jarak dari desa > 2 km Sedang (2) : bila jarak dari desa 1-2 km Rendah (1) : bila jarak dari desa < 1 km

103 82 (2) Kriteria ekonomi 1) Spesies penting (1) Spesies ikan target/konsumsi Keterangan : Tinggi (3) : bila jumlah keanekaragaman spesies target tinggi (H 4,0-6,9). Sedang (2) : bila jumlah keanekaragaman spesies sedang (H 2,0-4,0). Rendah (1) : bila jumlah keanekaragaman spesies rendah (H < 2,0). 2) Kepentingan perikanan (1) Hasil tangkapan ikan pelagis Keterangan : Tinggi (3) : bila hasil tangkapan ikan banyak ( > 100 kg) Sedang (2) : bila hasil tangkapan ikan sedang ( kg) Rendah (1) : bila hasil tangkapan ikan sedikit (< 50 kg) 3) Bentuk ancaman Tinggi (3) : skornya tinggi, bila pemanfaatan sumberdaya ikan menggunakan alat tangkap tradisional (pancing, bubu). Sedang (2) : skornya sedang, bila wilayah perairannya hanya digunakan untuk lalu lintas kapal motor dan jangkar perahu/kapal motor. Rendah (1) : skornya rendah, bila dalam pemanfaatan sumberdaya menggunakan cara pengeboman, bahan kimia potassium sianida, dan cara-cara lain yang tidak ramah lingkungan. 4) Manfaat ekonomi (1) Spesies penting tinggi (2) Kepentingan untuk kegiatan perikanan tinggi (3) Kepentingan untuk pariwisata tinggi (4) Kepentingan dalam ekonomi usaha tersedia dan terbuka (5) Aksesibilitas tinggi Keterangan : Tinggi (3) : bila semua komponen terpenuhi Sedang (2) : bila tiga sampai empat komponen terpenuhi Rendah (1) : bila satu sampai dua komponen terpenuhi

104 83 5) Kepentingan pariwisata (1) Keanekaragaman hayati tinggi (2) Kealamian tinggi (3) Keunikan tinggi (4) Keamanan tinggi (5) Aksesibilitas tinggi Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat ke lima komponen pariwisata Sedang (2) : bila terdapat tiga sampai empat komponen Rendah (1) : bila terdapat satu sampai dua komponen 6) Jasa lingkungan dari sumberdaya yang dapat terjual : (1) Ekowisata atau jasa wisata (2) Hasil perikanan/hasil kebun atau pekarangan (3) Hasil kerajinan (4) Keindahan alam Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat semua komponen di atas Sedang (2) : bila terdapat dua sampai tiga komponen di atas Rendah (1) : bila terdapat satu komponen di atas 7) Potensi Lapangan Pekerjaan : (1) Dapat menyerap atau membuka lapangan kerja di bidang perikanan bagi masyarakat desa setempat. (2) Dapat menyerap atau membuka lapangan kerja di bidang pariwisata (3) Dapat menyerap atau membuka lapangan kerja di bidang usaha-usaha ekonomi rumah tangga. Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat tiga komponen di atas Sedang (2) : bila terdapat dua komponen di atas Rendah (1) : bila terdapat satu komponen di atas (3) Kriteria sosial 1) Tingkat dukungan masyarakat (1) Pemerintah daerah (2) Pemerintah desa (3) Tokoh adat

105 84 (4) Tokoh agama (5) LSM (6) Masyarakat Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat semua komponen dukungan masyarakat. Sedang (2) : bila terdapat tiga sampai empat komponen dukungan. Rendah (1) : bila terdapat satu sampai dua komponen dukungan. 2) Tempat rekreasi (1) Tempat yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk digunakan. (2) Tempat yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dinikmati (3) Tempat belajar tentang lingkungan alam (4) Memiliki keindahan alam dan kenyamanan untuk menikmati pemandangan. (5) Ketertiban dan kebersihan tempat rekreasi terpelihara (6) Tempat yang dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi seperti snorkling, menyelam, mandi dan berjemur di pantai, memancing dan tidak membahayakan. Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat lima sampai enam komponen Sedang (2) : bila terdapat tiga sampa empat komponen Rendah (1) : bila terdapat satu sampai dua komponen rekreasi 3) Budaya (1) Memiliki nilai keagamaan (religius) (2) Memiliki nilai sejarah (3) Memiliki nilai seni (4) Memiliki nilai budaya Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat ke empat komponen budaya di atas Sedang (2) : bila terdapat dua sampai tiga komponen budaya Rendah (1) : bila terdapat satu komponen budaya

106 85 4) Estetika (1) Persen penutupan karang hidup tinggi (2) Kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang tinggi (3) Terdapat keutuhan koloni karang (4) Terdapat keragaman profil karang (5) Kejernihan air Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat empat sampai lima komponen estetika Sedang (2) : bila terdapat dua sampai tiga komponen estetika Rendah (1) : bila terdapat satu komponen estetika 5) Konflik kepentingan Tinggi (3) : bila lokasi tidak mempengaruhi kegiatan masyarakat Sedang (2) : bila lokasi cukup mempengaruhi kegiatan masyarakat Rendah (1) : bila lokasi sangat mempengaruhi kegiatan masyarakat 6) Keamanan (1) Sedikit atau tidak ada gelombang besar dan arus kuat (2) Gelombang dan arus tidak kuat (3) Tidak ada longsoran tanah Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat ke tiga komponn keamanan Sedang (2) : bila terdapat dua komponen keamanan Rendah (1) : bila terdapat satu komponen keamanan 7) Aksesibilitas Tinggi (3) : bila jarak dekat (perjalanan kapal < 2 jam), dan tersedia alat transportasi laut. Sedang (2) : bila jarak sedang (perjalanan > 2-3 jam) dan tersedia alat transportasi laut. Rendah (1) : bila jarak jauh dan tidak tersedia alat transportasi laut 8) Kepedulian masyarakat (1) Kegiatan masyarakat (1) Pemberdayaan ekonomi yang diselenggarakan oleh Pemda dan Masyarakat. (2) Pelatihan yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan lingkungan hidup. (3) Pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup

107 86 (4) Penelitian dan kerjasama yang berkaitan dengan sosekbud dan lingkungan. Keterangan : Tinggi (3) : bila terdapat 3 4 komponen kegiatan Sedang (2) : bila terdapat 2 3 komponen kegiatan Rendah (1) : bila terdapat 1 komponen kegiatan atau Tidak terdapat kegiatan dari komponen di atas. (2) Keterlibatan masyarakat Tinggi (3) : bila keterlibatan masyarakat di dalam pengawasan dan pemeliharaan sumberdaya termasuk sering (>4 kali/bulan). Sedang (2) : bila keterlibatan masyarakat di dalam pengawasan dan pemeliharaan sumberdaya termasuk kadang-kadang (2-4 kali/bulan). Rendah (1) : bila keterlibatan masyarakat di dalam pengawasan dan pemeliharaan sumberdaya jarang (< 2 kali/bulan) atau tidak ada keterlibatan dari masyarakat Analisis kebijakan pengelolaan taman nasional Analisis kebijakan pengelolaan Taman Nasional Karimunujawa dilakukan dengan pendekatan A WOT (SWOT yang diintegrasikan ke dalam AHP). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportnunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness), dan ancaman (Threats), (Rangkuti, 2000). Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pembobotan yang berkisar antara 0 1,0. Nilai 0 berarti tidak penting, dan nilai 1,0 berarti sangat penting. Di samping itu, diperhitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala dari 4 sampai dengan1. Selanjutnya antara bobot dan rating dikalikan untuk mendapatkan nilai skor, seperti pada Tabel 15. Setelah masing-masing unsur SWOT diperhitungkan skornya, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi pengelolaan. Secara rinci matrik SWOT disajikan pada Tabel 16.

108 87 Tabel 15 Pembobotan tiap unsur SWOT Faktor strategi Bobot Rating Skor Ranking Kekuatan : K 1 K 2 K 3 K... Kelemahan : L 1 L 2 L 3 L... Faktor strategi Bobot Rating Skor Ranking Peluang : P 1 P 2 P 3 P... Ancaman : A 1 A 2 A 3 A... Tabel 16 Matrik SWOT Kekuatan (Strengths) Peluang (Opportunities) Strategi kekuatan peluang KP 1 KP 2 KP 3 Ancaman (Threats) Strategi kekuatan ancaman KA 1 KA 2 KA 3 Kelemahan (Weaknesses) Strategi kelemahan peluang LP 1 LP 2 LP 3 Strategi kelemahan ancaman LA 1 LA 2 LA 3 Kebijakan yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif. Untuk menentukan prioritas kebijakan yang harus dilakukan, maka dilakukan penjumlahan skor yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif kebijakan. Jumlah skor akan menentukan ranking prioritas alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya laut di kawasan Taman Nasional Karimunjawa (Tabel 17).

109 88 Tabel 17 Ranking alternatif kebijakan No. Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah skor Ranking Kebijakan KP 1. KP 1 K1, K2... P1, P KP 2 K1, K2... P1, P2... Kebijakan LP 3. LP 1 L1, L2... P1, P LP 2 L1, L2... P1, P2... Kebijakan KA 5. KA 1 K1, K2.. A1, A KA 2 K1, K2.. A1, A2... Kebijakan LA 7. LA 1 L1, L2... A1, A LA 2 L1, L2.. A1, A2... Sedangkan Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang perlu mendapat perhatian bagi penentu kebijakan terutama dalam pengelolaan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa. AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel. Metode ini berdasarkan pada pengalaman dan penilaian dari pelaku/pengambil keputusan. Metode yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dua puluh tahun yang lalu, terutama sekali membantu pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. AHP pada dasarnya di desain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang di desain untuk sampai kepada suatu skala preferensi di antara berbagai alternatif. Metode ini menyusun masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif. Kekuatan AHP terletak pada rancangannya yang bersifat holistik, menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuantitatif dan preferensi kualitatif (Saaty, 1993). Untuk menggunakan alat analisis ini, suatu masalah yang rumit dan tak berstruktur perlu terlebih dahulu dipecah ke dalam berbagai komponennya. Setelah menyusun komponen-komponen ini ke dalam sebuah urutan hierarki, maka diberikan nilai dalam bentuk angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian terhadap relatif pentingnya setiap bagian itu. Untuk sampai kepada hasil

110 89 akhir, penilaian tersebut disintesiskan (melalui penggunaan eigen vector) guna menentukan variabel mana mempunyai prioritas tertinggi (Budiharsono, 2001). Asumsi yang digunakan oleh AHP adalah sebagai berikut: Pertama, harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni: 1, 2,,n yang adalah tindakan positif, n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka terbatas untuk memberi tingkat urutan/skala pentingnya atribut-atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan, walaupun demikian mengikuti pendekatan AHP dipergunakan metode skala angka Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu atribut terhadap atribut lainnya sama penting dan untuk atribut yang sama selalu bernilai satu, sampai dengan 9 yang menggambarkan satu atribut ekstrim penting terhadap atribut lainnya. Penjelasan tentang angka skala Saaty disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Skala angka Saaty Intensitas/ pentingnya 1 Sama penting 3 Definisi Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain. 5 Sifat lebih pentingnya kuat 7 Menunjukkan sifat sangat penting. 9 Ekstrim penting 2, 4, 6, 8 Resiprokal Rasional Nilai tengah diantara dua penilaian. Jika aktivitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mem punyai nilai kebalikannya. Rasio yang timbul dari skala Keterangan Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain. Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dlm kenyataan. Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi) Asumsi yang masuk akal Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matrik Skema proses analisis kebijakan untuk arahan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa disajikan pada Gambar 7.

111 90 LEVEL 1 Fokus PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN LEVEL 2 Komponen SWOT S W O T LEVEL 3 Faktor SWOT a b c d a b c d a b c d a b c d LEVEL 4 Strategi Kebijakan Gambar 7 Hirarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa dengan Metoda A WOT

112 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kepulauan Karimunjawa Letak geografis dan luas wilayah Kepulauan Karimunjawa secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kepulauan Karimunjawa terletak di sebelah barat laut kota Jepara dengan jarak sekitar ± 45 mil laut (83 km). Secara geografis wilayah ini terletak pada koordinat 5 o 40 5 o 57 LS dan 110 o o 40 BT. Kepulauan Karimunjawa memiliki luas ha, yang terdiri dari lautan seluas ha, dan daratan seluas ha yang tersebar di 27 pulau. Dari 27 pulau tersebut, 5 diantaranya telah berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk dan Pulau Genting (Martoyo, 1998). Terdapat 3 desa di wilayah Kepulauan Karimunjawa yang dibagi menjadi beberapa dukuh, yaitu : (1) Desa Karimunjawa meliputi P. Karimunjawa dan Pulau Genting, terdiri dari: - Dukuh Karimunjawa - Dukuh Alang-alang - Dukuh Kapuran - Dukuh Cikmas - Dukuh Legon Lele - Dukuh Kemloko - Dukuh Jatikerep - Dukuh Genting (2) Desa Kemujan meliputi Pulau Kemujan, terdiri dari : - Dukuh Kemujan - Dukuh Batu Lawang - Dukuh Mrican - Dukuh Legon Gede - Dukuh Telaga - Dukuh Legon Tengah (3) Desa Parang meliputi Pulau Parang dan Pulau Nyamuk, terdiri dari : - Dukuh Parang - Dukuh Nyamuk Pulau-pulau yang berada di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan ukuran luas dapat dibagi ke dalam 4 ukuran, yakni ukuran besar terdiri dari pulau Karimunjawa seluas 4.302,5 ha; pulau Kemujan seluas 1.501,5 ha. Pulau yang berukuran sedang meliputi pulau parang Parang seluas 690 ha; pulau Nyamuk seluas 125 ha; dan pulau Genting seluas 135 ha. Pulau yang termasuk pulau kecil diantaranya pulau Menjangan Besar 56 ha; Menjangan Kecil sebesar 46 ha;

113 92 Geleang seluas 24 ha; Cemara Besar 3,5 ha. Sedangkan pulau yang termasuk sangat kecil adalah pulau Cilik (Kecil) seluas 2,0 ha; Cemara Kecil seluas 1,5 ha; pulau Mrico seluas 1 ha; pulau Burung seluas 1,0 ha dan pulau batu seluas 0,5 ha. Secara rinci luasan pada masing-masing pulau menurut Balitbang (2004) disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Luas masing-masing pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No. Nama pulau Luas (ha) Posisi koordinat 1. Karimunjawa 4.302,5 5 o o LS; 110 o o BT 2. Kemujan 1.501,5 5 o o LS; 110 o o BT 3. Parang 690,0 5 o o LS; 110 o o BT 4. Nyamuk 125,0 5 o o LS; 110 o o BT 5. Bengkoang 79,0 5 o o LS; 110 o o BT 6. Menjangan Besar 56,0 5 o o LS; 110 o o BT 7. Menjangan Kecil 46,0 5 o o LS; 110 o o BT 8. Geleang 24,0 5 o o LS; 110 o o BT 9. Menyawakan 21,0 5 o o LS; 110 o o BT 10. Sintok 21,0 5 o o LS; 110 o o BT 11. Kembar 15,0 5 o o LS; 110 o o BT 12. Kumbang 12,0 5 o o LS; 110 o o BT 13. Krakal Besar 10,0 5 o o LS; 110 o o BT 14. Krakal kecil 10,0 5 o o LS; 110 o o BT 15. Katang 7,5 5 o o LS; 110 o o BT 16. Tengah 4,0 5 o o LS; 110 o o BT 17. Cemara Besar 3,5 5 o o LS; 110 o o BT 18. Cemara Kecil 1,5 5 o o LS; 110 o o BT 19. Cilik 2,0 5 o o LS; 110 o o BT 20. Mrico (Mrica) 1,0 5 o o LS; 110 o o BT 21. Burung 1,0 5 o o LS; 110 o o BT 22. Batu 0,5 5 o o LS; 110 o o BT Sumber : Balitbang (2004) Pulau-pulau yang termasuk ke dalam wilayah kawasan Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari 22 pulau; sedangkan 5 pulau lainnya tidak termasuk ke

114 93 dalam kawasan tersebut adalah pulau Genting, pulau Sambangan, pulau Seruni, pulau Cendikian, dan pulau Gundul Iklim Wilayah kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan pulau-pulau di daerah tropis yang dikelilingi laut, sehingga keadaan ikimnya adalah iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut yang bertiup sepanjang hari dengan suhu ratarata antara o C, suhu maksimum 34 ºC dan suhu minimum 22 o C. Kelembaban nisbi antara % dan tekanan udara berkisar antara 1012 mb. Keadaan ini sangat bervariasi tergantung pada tempat dan waktu pengukuran (Dishidros, 1989 yang diacu dalam Tim UPM Inset LP Undip, 2000). Dalam satu tahun terdapat dua pergantian musim yaitu musim kemarau dan penghujan dengan musim pancaroba diantaranya. Musim kemarau (timuran) terjadi antara bulan Juni-Agustus. Pada musim ini cuaca sepanjang hari cerah dengan curah hujan rata-rata < 200 mm/bulan. Rata-rata penyiaran matahari setiap harinya antara %. Bulan kering terjadi sekitar Maret-Agustus dengan curah hujan sekitar 60 mm/bulan. Arah angin datang dari timur sampai tenggara dengan kecepatan antara 7-10 knot, kadang-kadang dapat mencapai 16 knot atau lebih (Dishidros, 1989 yang diacu dalam Tim UPM Inset LP Undip, 2000). Setelah musim kemarau selesai dilanjutkan dengan musim pancaroba I yaitu antara bulan September-Oktober. Pada periode ini angin didominasi dari arah barat ke barat laut dan kadang-kadang dari arah timur dan utara dengan kecepatan yang bervariasi. Musim penghujan (baratan) brlangsung antara bulan Nopmber- Maret dengan curah hujan > 200 mm/bulan serta adanya angin kuat yang diikuti gelombang laut yang besar. Rata-rata penyinaran matahari sekitar % setiap harinya. Bulan Januari merupakan bulan terbasah dengan curah hujan sekitar 400 mm/bulan. Pada bulan Januari gelombang laut relatif besar berkisar antara 0,4-1,25 m bahkan pada saat cuaca buruk tinggi gelombang bisa mencapai > 1,7 m. Angin bertiup cukup kencang dengan arah bervariasi dari barat ke barat laut, kecepatan rata-rata antara 7-16 knot dan kadang-kadang dapat mencapai 21 knot (Dishidros, 1989 yang diacu dalam Tim UPM Inset LP Undip, 2000). Setelah musim penghujan dilanjutkan dengan musim pancaroba II yaitu antara bulan

115 94 April-Mei dan arah angin lebih bervariasi dari barat dan timur silih berganti dengan kecepatan rata-rata 4-10 knot Hidrologi Di wilayah Kepulauan Karimunjawa tidak dijumpai sungai besar yang aliran airnya permanen. Sungai-sungai kecil dijumpai di P. Karimunjawa yang bermuara di laut sekitar pulau. Sumber mata air (pancuran) diktemukan di dukuh Kapuran, Nyamplungan, Legon Goprak, Cikmas, dan Legon Lele. Pada musim penghujan sumber air tersebut melimpah mengalir deras di sungai-sungai di daerah Kapuran, Jatikerep dan Legon Lele; sedang pada musim kemarau debit air tawar yang dihasilkan berkurang banyak sehingga sungai-sungai tersebut kering. Untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari penduduk membuat sumur galian terutama di daerah yang tidak memiliki sumber mata air (pancuran) seperti di daerah Kemujan, Parang dan pulau-pulau kecil lainnya. Kedalaman sumur berkisar 3-5 m dari permukaan tanah, kecuali di beberapa tempat seperti P. Parang, P. Nyamuk dan P. Kemujan kedalaman sumur bisa mencapai m. Beberapa pulau kecil meskipun tidak berpenghuni ditemukan sumber air tawar dengan kedalaman 1-3 m dan itupun dalam jumlah yang terbatas. Namun di beberapa pulau seperti P. Cemara Kecil dan P. Katang sumber air tersebut sudah terintrusi oleh air laut sehingga tidak memenuhi syarat sebagai air minum (Tim UPM Inset LP Undip, 2000) Potensi sumberdaya alam Berbagai potensi sumberdaya perairan yang dimiliki kepulauan Karimunjawa, adalah ekosistem terumbu karang, ekosistem rumput laut dan padang lamun, ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai, sumberdaya perikanan, dan potensi wisata bahari. Ekosistem terumbu karang menyebar hampir di seluruh gugusan pulau yang ada, terdiri dari tiga tipe yaitu: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan goba. Sumberdaya rumput laut di Karimun Jawa dapat dikelompokkan ke dalam 3 divisi, yaitu Chlorophyta (2 genera), Phaeophyta (3 genera), dan Rhodophyta (5 genera). Komunitas rumput laut terbesar hampir di seluruh perairan, sampai

116 95 dengan kedalaman 20 meter. Sedangkan, padang lamun terebar di seluruh peraran sampai dengan kedalaman 25 meter. Terdapat 10 genera lamun yang termasuk ke dalam famili Pomagetonaceae dan Hyfrocharitaceae, serta dari genera Enhalus dan Thallasia yang mendominasi komunitas lamun di Karimunjawa (Martoyo, 1998). Sumberdaya mangrove terutama terdapat di P. Karimunjawa dan P. Kemujan, terdiri dari 9 genera dan tidak kurang dari 11 jenis, meliputi genera Bruguiera, Rhyzophora, Ceriop, Aegiceras, Xylocarpus, Excoecaria, Lumnitzera, Sonneratia, dan Heritiera (Martoyo, 1998). Sumberdaya hutan pantai tersebar pada beberapa pulau seperti Cemara Besar, Cemara Kecil, Burung, Geleang. Hutan pantai dicirikan oleh adanya jenis ketapang (Terminalia catapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), setigi (Strebus asper), waru laut (Hibiscus tiliaceus), dan kelapa (Cocos nucifera), (Martoyo, 1998). Sumberdaya ikan yang merupakan penghasil utama di kepulauan Karimun- jawa adalah berbagai jenis ikan pelagis yaitu tongkol, teri dan kembung, serta berbagai jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon, dan lobster. Di samping ikan laut hasil tangkapan, sejak tahun 1994 telah mulai berkembang usaha budidaya udang windu (Penaeus monodon Fab.) di tambak. Potensi perikanan P. Karimunjawa dapat dilihat dari produksi ikan pelagik seperti tongkol, jack, mackerel, anchivies, dan sardin sebesar 150 ton/tahun, dan sekitar dua sampai dengan tiga kali lipat jumlah tersebut langsung dikirim ke pelabuhan ikan di Jawa (Rao, 1998 yang diacu dalam Martoyo, 1998). Karimunjawa juga penghasil ikan konsumsi hidup seperti kerapu, kakap, napoleon, lobster, dan lain-lain ke Hongkong, melalui Jakarta. Karimunjawa mengekspor ikan konsumsi hidup ke Hongkong sebanyak 2 ton/bulan atau 24 ton/tahun (Rao, 1998 yang diacu dalam Martoyo, 1998). Potensi perikanan ini, dapat menjadi pendukung dalam pengembangan wisata karena seafood merupakan menu pilihan utama pada sentra wisata bahari.

117 96 Dari usaha budidaya tambak seluas sekitar 51,9 hektar dari 113 petak tambak milik 96 petani tambak yang tersebar dan terkonsentrasi di P. Karimunjawa dapat dihasilkan produksi udang windu antara 1 2 ton/hektar, merupakan potensi yang mendukung bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi petani/penduduk setempat juga berarti bagi peningkatan pendapatan daerah setempat. Potensi wisata bahari kepulauan Karimunjawa sangat besar, karena didukung oleh adanya terumbu karang yang berwarna warni dengan ikan karang dan biota laut yang masih utuh dan alami, serta pantai dengan pasirnya yang putih dan laut yang jernih hingga ke dasar perairan. Potensi wisata bahari juga didukung oleh tersedianya berbagai sarana penginapan (losmen, motel/hotel, home stay, wisma,, cottage) dengan jumlah yang cukup memadai, selain sarana jalan beraspal, transportasi angkutan laut dan darat milik penduduk setempat yang memadai walau dalam jumlah terbatas. 4.2 Analisis Biogeofisik Penggunaan lahan dan tutupan wilayah Berdasarkan hasil analisis interpretasi citra satelit ETM-7, penggunaan lahan yang terdapat di kepulauan Karimunjawa dapat dikelompokkan ke dalam 8 macam penggunaan, meliputi hutan tropis, kebun campuran, kebun kelapa, vegetasi mangrove, pemukiman penduduk, sawah, tambak dan tegalan atau ladang. Tiap jenis penggunaan lahan memiliki luas yang berbada-beda, dimana hutan tropis memiliki luasan yang paling besar yaitu 1.781,126 ha, sedangkan luasan yang terkecil adalah pertambakan yaitu 39,504 ha. Secara rinci jenis dan luasan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 20, dan secara diskriptif pada Gambar 8. Berdasarkan penggunaan lahan di wilayah Kepulauan Karimunjawa, hutan tropis memiliki luas yang besar mencapai 1.735,29 ha dari total luas daratan 4.476,39 ha. Hutan ini luasnya menutupi hampir seluruh pulau Karimunjawa dengan puncaknya Bendera berketinggian 506 meter dpl. Hutan ini bagi penduduk memiliki peranan yang santa penting dalam menjaga keseimbangan alam terutama

118 97 dalam me njaga persediaan air tanah. Pemanfaatan kayu hutan oleh penduduk untuk kepentingan ekonomi tidak diperbolehkan, karena keberadaan hutan sangat dilindungi sebagai kawasan konservasi., namun masih ada sebagian penduduk yang menebang kayu dalam skala terbatas untuk kepentingan perladangan dan bangunan yang umumnya berada di dekat jalan utama. Sampai sekarang juga masih terdapat penebangan kayu jabon, labon atau kayu dewandaru oleh sebagian kecil penduduk untuk pemanfaatan terbatas dalam pembuatan cendera mata yang dijual ke turis-turis. Namun umumnya penebangan kayu tersebut berada di lahan kepemilikannya sendiri atau di hutan negara dengan cara sembunyi-sembunyi. Penggunaan lahan untuk pemukiman umumnya berkembang dekat ibukota Kecamatan dan di sepanjang pantai terutama yang berdekatan dengan jalan utama beraspal yang mengelilingi pulau Karimunjawa, jalur menuju ke Bandara dan pulau Kemujan. Keadaan perumahan penduduk terbagi menjadi dua, yaitu rumah permanen, semi permanen dan non permanen. Jumlah perbandingan antar jenis rumah tersebut cukup berimbang antara 31 % sampai dengan 33 %. Rumah-rumah non permanen umumnya dijumpai di dekat pantai yang dimiliki oleh nelayan terutama untuk persinggahan dalam melakukan penangkapan ikan, sedangkan rumah permanen dan semi permanen sudah banyak yang berdinding bata dan sebagian dari bahan batu karang massive. Suku Bugis Makassar umumnya lebih menyukai rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu, sedangkan suku Madura terutama Jawa lebih banyak membangun rumah dari dinding batu bata atau batu karang. Areal persawahan yang relatif terbatas luasnya (46,68 ha) berada di dekat perbatasan antara P. Karimunjawa dengan P. Kemujan di sisi Barat dari jalan raya beraspal. Tipe sawah yang ada adalah tadah hujan, dan sebagian lagi memperoleh aliran air dari mata air yang ditampung dalam suatu bendung (cekdam) sederhana, yang berada di dukuh Legon Lele. Saat ini telah dikembangkan areal persawahan baru seluas ± 52 ha di dukuh Legon Cikmas dengan tipe tadah hujan. Jika kemarau tiba, areal persawahan di dukuh ini dijadikan areal penanaman palawija. Areal persawahan tersebut oleh pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi kebutuhan pangan beras di P. Kemujan, P. Genting, P. Parang dan P. Nyamuk.

119 98 Tabel 20 Luas penutupan wilayah daratan di Kepulauan Karimunjawa Hutan tropis Kebun campuran Kebun kelapa Mangrove Pemukiman Sawah Tambak Tegalan Total No Pulau Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas % % % % % % % % (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) % 1 Bkg 89,17 85, ,32 14,66 104,49 2,33 2 Brg - - 2,23 100, ,23 0,05 3 CB - - 5,45 100, ,45 0,12 4 CK - - 1,75 100, ,75 0,04 5 Glg ,66 100, ,66 0,62 6 Krjw 1.428,72 62,64 129,36 5,67 165,03 7,24 208,99 9,16 80,48 3,53 46,68 2,05 13,93 0,61 207,65 9, ,84 50,95 7 Ktg - - 3,12 100, ,12 0,07 8 Kcl - - 1,86 100, ,86 0,04 9 Kbr - - 9,70 86, ,46 13, ,16 0,25 10 Kmj 144,01 11,41 182,15 14,43 381,93 30,25 262,10 20,76 82,75 6, ,57 2,03 183,96 14, ,47 28,20 11 KB - - 3,12 100, ,12 0,07 12 KK - - 2,62 100, ,62 0,06 13 Kbg ,32 100, ,32 0,25 14 MB 20,80 29, ,97 40,02 11,16 15,97 0,00 0, ,96 14,25 69,88 1,56 15 MK ,69 51,65 22,17 48, ,86 1,02 16 Myk ,93 100, ,93 0,56 17 Nyk 4,50 3,63 26,76 21,55 31,38 25,27 33,22 26,75 18,50 14, ,81 7,90 124,18 2,77 18 Prg 48,09 10,27 185,97 39,73 74,04 15,82 17,72 3,78 33,81 7, ,51 23,18 468,12 10,46 19 Stk ,30 100, ,30 0,48 20 Tgh - - 4,03 100, ,03 0,09 Total 1.735,29 38,77 655,69 14,65 713,84 16,52 534,65 11,94 215,54 4,81 46,68 1,04 39,50 0,88 535,20 11, ,39 100,00 Keterangan : Bkg : Bengkoang Glg : Geleang Kbr : Kembar Kbg : Kumbang Nyk : Nyamuk Brg : Burung Krjw : Karimunjawa Kmj : Kemujan MB : Menjangan Besar Prg : Parang CB : Cemara Besar Ktg : Katang KB : Krakal Besar MK : Menjangan Kecil Stk : Sintok CK : Cemara Kecil Kcl : Kecil KK : Krakal Kecil Myk : Menyawakan Tgh : Tengah

120 Gambar 8 Penggunaan lahan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 99

121 100 Lahan pertambakan terkonsentrasi di sisi Barat pulau Karimunjawa dan berada di sepanjang pantai dekat jalan utama beraspal jalur Karimunjawa ke Bandara dan Kemujan. Kondisi lahan pertambakan saat kini sudah terbengkelai tidak terurus dan sudah sejak tahun 2002 hingga kini tidak beroperasi lagi akibat gagal panen atau produksi udang windu tidak memadai. Gagalnya panen udang menurut pembudidaya tambak disebabkan oleh tidak memadainya antara modal produksi dengan hasil panenan udang. Jika dilihat dari substrat tanah tambak bertekstur pasir kasar/kuarsa dan pasir berbatu, menyebabkan tanah bersifat porous atau mudah bocor dan pemberian pakan menjadi boros, unsur-unsur hara tidak terserap dengan baik oleh jenis tanah tersebut, akhirnya berakibat biaya produksi menjadi tinggi. Tingginya pemberian pakan tambahan (pelet) juga menyebabkan kualitas air menjadi buruk, terjadi eutriofikasi, dan kualitas udang menurun. Saat tambak masih beroperasi terutama di awal awal tambak beroperasi, menurut sejumlah pembudidaya di desa Karimunjawa, tambak dapat menghasilkan udang windu sekitar 2-4 ton/ha/panen. Namun kondisi ini hanya berlangsung selama sekitar 2 tahun, dan setelah itu memasuki tahun ke tiga produksi mulai turun dan akhirnya gagal panen. Kondisi tersebut lebih diperparah selain oleh sifat tanahnya yang porous, juga dalam waktu yang hampir bersamaan pembukaan lahan pertambakan dari hutan mangrove yang dikonversi ke tambak banyak dilakukan oleh penduduk setempat maupun pemodal dari luar pulau Karimunjawa karena tergiur oleh harga yang tinggi terutama bersamaan dengan waktu terjadinya krisis moneter tahun 1997/1998. Di wilayah Karimunjawa juga terdapat perkebunan yang diusahakan oleh penduduk berupa kebun kelapa, cengkeh, kopi, kapuk randu, jambu mete. Pohon kelapa terhampar luas sepanjang pinggir-pinggir pantai yang berpenduduk. Pohon kelapa di wilayah Karimunjawa termasuk komoditas penting dalam membantu perekonomian penduduk, karena tanahnya cocok untuk tanaman pohon tersebut dan buahnya cukup banyak. Buah kelapa ini umumnya dipasarkan ke luar daerah seperti Jepara dan Kudus menggunakan angkutan feri dan sebagian menggunakan angkutan perahu milik penduduk sendiri. Selain pohon kelapa, pohon jambu mete ternyata juga sangat cocok di daerah Karimunjawa, dan hampir semua dukuh

122 101 terdapat tanaman ini. Sayangnya, pohon jambu mete ini hanya diambil metenya setiap kali panen, sedangkan buahnya (dagingnya) tidak banyak dimanfaatkan bahkan sering dibuang begitu saja. Padahal, kalau ada investor yang dapat mengelola daging jambu mete dan sekaligus metenya maka akan sangat menguntungkan ke dua belah pihak. Tanaman pangan juga terdapat di di daerah ini walau tidak banyak, seprti jagung, ketela pohon, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan wijen. Selain itu penduduk juga telah mengembangkan tanaman sayuran dan buah-buahan. Di pulau Parang dan pulau Nyamuk, buah kedondong, mangga, sirsat dan sirkaya hasilnya sangat baik dan ukurannya relatif besar-besar. Saat ini, kegiatan pertanian yang diusahakan penduduk telah berkembang ke arah laut atau pantai melalui diversifikasi pembudidayaan rumput laut dengan sistem tali. Walau hasilnya tidak besar (rata-rata per panenan dengan ukuran luas 25 x 50 m atau 25 line dengan panjang 25 m dapat dihasilkan sebanyak 3 4 kw), namun sangat membantu ekonomi keluarga apalagi kalau pembudidaya setelah melakukan pemanenan dilanjutkan dengan pengeringan, pencucian dengan air tawar dan terakhir dikemas dengan baik menggunakan plastik bening, maka akan meningkatkan harga jual di pasaran. Biasanya rumput laut tersebut diusahakan dengan sistem keluarga, yaitu mengerahkan anggota keluarganya dalam mengusahakan budidaya rumput laut. Pengerahan tenaga dari anggota keluarga atau kerabatnya hanya dilakukan terutama pada saat penebaran benih dan pemanenan yang memerlukan waktu secepat mungkin. Penutupan dasar perairan atau substrat di Kepulauan Karimunjawa dapat dikelompokkan menjadi 6 jenis, meliputi karang hidup, karang mati, pasir, lamun, lumpur dan pecahan karang. Luasan tiap jenis substrat dasar perairan secara rinci disajikan pada Tabel 21, dan secara diskriptif disajikan pada Gambar 9. Tutupan substrat dasar perairan oleh karang hidup dan karang mati relatif lebih luas dibandingkan dengan tutupan dari jenis substrat yang lain. Kondisi yang demikian sangat menguntungkan bagi kehidupan ikan, karena terumbu karang terutama karang yang masih hidup (baik) merupakan tempat hidup/habitat yang nyaman bagi berbagai jenis ikan karang untuk kepentingan mencari makan, berlindung dan berkembang biak hingga dewasa.

123 102 Tabel 21 Luas penutupan substrat dasar wilayah perairan di Kepulauan Karimunjawa Karang hidup Karang mati Pecahan karang Lamun Pasir Lumpur Total No Pulau Luas Luas Luas Luas Luas % % % % Luas (ha) % (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) % Luas (ha) % 1 Bkg 41,11 17,34 23,99 10,12 22,26 9,39 12,09 5,10 137,69 58,06-0,00 237,15 4,19 2 Brg 5,74 34,72 1,52 9,23 2,31 13,97 1,54 9,34 5,41 32,74-0,00 16,52 0,29 3 CB 42,98 31,72 10,15 7,49 8,28 6,11 3,37 2,49 70,73 52,20-0,00 135,50 2,39 4 CK 18,07 36,20 5,31 10,63 2,81 5,62 0,90 1,80 22,83 45,74-0,00 49,91 0,88 5 Glg 23,22 23,53 14,16 14,35 12,05 12,21 2,72 2,76 46,53 47,15-0,00 98,68 1,74 6 Krjw 506,87 51,75 172,54 17,61 121,48 12,40 53,19 5,43 92,56 9,45 32,90 3,36 979,53 17,30 7 Ktg 13,39 34,01 4,61 11,71 2,69 6,83 0,90 2,29 17,78 45,16-0,00 39,37 0,70 8 Kcl 17,14 75,03 2,16 9,48 1,40 6,11 0,64 2,80 1,51 6,59-0,00 22,85 0,40 9 Kbr 107,39 29,68 23,60 6,52 17,58 4,86 8,64 2,39 204,58 56,55-0,00 361,78 6,39 10 Kmj 604,86 39,86 221,99 14,63 190,58 12,56 87,33 5,75 264,91 17,46 147,93 9, ,61 26,80 11 KB 8,07 31,62 4,95 19,41 3,94 15,46 1,60 6,28 6,95 27,23-0,00 25,51 0,45 12 KK 10,15 21,94 4,97 10,73 6,33 13,68 1,69 3,64 23,14 50,01-0,00 46,27 0,82 13 Kbg 45,49 21,51 17,04 8,05 10,96 5,18 4,87 2,30 133,16 62,95-0,00 211,53 3,74 14 MB 67,11 21,78 32,40 10,52 20,72 6,72 15,45 5,02 172,42 55,96-0,00 308,10 5,44 15 MK 40,07 24,36 12,19 7,41 9,71 5,90 5,40 3,28 97,10 59,04-0,00 164,48 2,90 16 Myk 10,11 19,60 6,22 12,04 8,67 16,80 5,68 11,01 20,93 40,55-0,00 51,61 0,91 17 Nyk 206,52 25,57 78,67 9,74 57,11 7,07 25,99 3,22 435,97 53,99 3,31 0,41 807,56 14,26 18 Prg 185,46 38,81 78,90 16,51 63,21 13,23 32,26 6,75 109,88 23,00 8,11 1,70 477,83 8,44 19 Stk 18,09 20,87 12,81 14,78 14,37 16,59 6,06 6,99 35,32 40,76-0,00 86,65 1,53 20 Tgh 16,85 67,69 2,97 11,93 2,25 9,02 0,68 2,73 2,15 8,63-0,00 24,89 0,44 Jumlah 1.988,68 35,12 731,14 12,91 578,70 10,22 271,01 4, ,53 33,58 192,26 3, ,32 100,00 Keterangan : Bkg : Bengkoang Glg : Geleang Kbr : Kembar Kbg : Kumbang Nyk : Nyamuk Brg : Burung Krjw : Karimunjawa Kmj : Kemujan MB : Menjangan Besar Prg : Parang CB : Cemara Besar Ktg : Katang KB : Krakal Besar MK : Menjangan Kecil Stk : Sintok CK : Cemara Kecil Kcl : Kecil KK : Krakal Kecil Myk : Menyawakan Tgh : Tengah

124 Gambar 9 Tutupan substrat dasar perairan di daerah penelitian, kawasan Taman Nasional Karimunjawa 103

125 Keadaan geomorfologi dan geologi Mengenai keadaan Geomorfologi dan Geologi disitir dari Sidarto, et al. (1993) yang diacu dalam Pemda Propinsi Jawa Tengah dan Tim UPM- Inset LP- Undip (2000). Morfologi Kepulauan Karimunjawa dapat dibedakan menjadi tiga satuan yaitu perbukitan, perbukitan bergelombang dan dataran rendah. Perbukitan hanya terdapat di Pulau Karimunjawa, terbentang luas dengan ketinggian antara m dpl. Bertimbulan (topografi) kasar, berlereng terjal dan dibentuk oleh batuan sedimen pra-tersier. Puncak tertinggi adalah gunung Bendera (506 m dpl). Pola aliran sungai memencar atau agak sejajar, setempat, bersebelahan, sempit dengan tebing curam. Alirannya bersifat berkala dan umumnya beralur pendek. Perbukitan bergelombang terbentang di Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang dan Genting dengan ketinggian antara m dpl, bertimbulan halus hingga agak kasar, berlereng landai dan dibentuk oleh batuan sedimen dan batuan gunung api. gunung Walang dan beberapa gumuk (bukit kecil) merupakan tonjolan topografi pada satuan ini. Dataran rendah terbentang di P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang, P. Genting, P. Menjangan, P. Cemara, P. Bengkoang, P. Geleang, P. Sintok dengan ketinggian antara 0-25 m dpl (Suryanto, 2000), (Gambar 10). Dataran rendah terbentang di P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Genting, P. Menjangan, P. Bengkoang, P. Geleang dan P. Sintok. Ketinggian antara 0 25 m dpl, dataran rendah ini ditempati oleh tanah jenis alluvium (aluvial) dan sedikit batuan gunung api atau batuan sedimen. Pulau Karimunjawa memiliki topografi lahan berupa perbukitan curam dengan ketinggian mencapai 500 m dpl. Penyusun substrat daratan rendah ini antara lain aluvium sedikit batuan gunung api atau bahkan batuan sedimen. Lereng Barat dan Timur pegunungan di P. Karimunjawa tersusun atas endapan tanah liat dan batuan assosiasi mediteran coklat kemerahan. Di daerah Legon substrat dasar tanahnya bertingkat-tingkat mulai dari kwarsa kecil/gravel kwarsa pasir dan kwarsa tanah liat. Di samping juga mengandung tanah liat dan lumpur berasal dari humus yang membusuk. Substrat dasar tanah Kepulauan Karimunjawa rata-rata terdiri dari batu karang dan di beberapa pulau terbentuk dari endapan-endapan, dimana butir-butir tanah dan pasir terbawa oleh air laut dan mengendap di atas karang. Endapan permukaan terdiri batuan alluvium dan batuan sedimen. Batuan alluvium tersebar di P. Menjangan; P. Cemara, P. Bengkoang, P. Geleang; juga P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang, P. Genting dan di beberapa pulau kecil lainnya (Balitbang, 2004). Ketebalannya diduga dari puluhan sentimeter hingga puluhan meter. Sebaran batuan sedimen terdapat di P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Gundul, P. Bengkoang, P. Menjangan Besar dan di Pulau sebelah Barat Daya P. Menjangan Kecil. Ketebalan seluruh batuan ini diperkirakan antara beberapa ratus meter dan seribu dua ratus meter.

126 105 Peta Tingkat Kelerengan Tanah (%) Di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Gambar 10 Tingkat kelerengan tanah (%) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa (Suryanto, 2000)

127 106 Pulau Karimunjawa memiliki keadaan geologi yang berbeda, umumnya berupa tekstur pasir (pasir putih), dan sampai kedalaman 20 m belum ditemukan batu karang tetapi berupa tanah berbutir kasar (granular soil) yang padat dan porous, sehingga air tanah ditemukan pada kedalaman yang cukup dalam. P. Parang dan P. Nyamuk lapisan tanah teratas tersusun atas lempung yang berwarna coklat dan lapisan di bawahnya berupa endapan tanah liat dan batuan assosiasi mediteran coklat kemerahan dan berongga. Batuan granit dijumpai di P. Genting dan P. Gundul. Batu granit di P. Genting seluas ± 5 ha berupa gugusan yang ditumbuhi tanaman perdu; sedangkan di P. Gundul batuan granit ditemukan hampir di seluruh daratan (4,5 ha). Berdasarkan data dari Departemen Pertambangan dan Energi (1993) yang diacu dalam Suryanto (2000), bahwa batuan yang tersingkap di wilayah kepulauan Karimunjawa diduga berumur pra tersier dan dikenal sebagai formasi Karimunjawa (ptk), terdiri dari batu pasir kuarsa, batu pasir mikaan, konglomerat kuarsa, batu lanau kuarsa atau serpih kuarsa dan urat kuarsa. Batuan yang terbentuk terbentuk mengandung kuarsa, feldspar, silika, mika, pecahan atau batuan beku dan batuan sedimen. Formasi ini sebagian terbentuk dari derajat pembentukan batuan yang lemah terutama pada batu pasir yang termampatkan tak selaras oleh batuan gunung api dan alluvium. Batuan gunung api di daerah ini dapat dikelompokkan menjadi formasi dan anggota lava Genting yang diduga berumur Miosen akhir sampai Pliosen. Formasi Parang (Tmpv) disusun oleh breksi gunung api, tuv dan lava yang umumnya terdiri dari batuan basal sampai andesit dan sebagian limonit. Satuan batuan setempat menjemari dengan anggota Genting (Tmpg) yang terdiri dari lava basal olivin, lava andesit dan retas basal andesit seperti tersajikan pada Gambar 11. Satuan batuan muda berupa alluvium terdiri dari endapan pantai dan endapan rawa. Alluvium ini sebagian besar terdapat di pulau-pulau kecil dan hanya sebagian kecil terdapat di pulau-pulau besar. Struktur yang ada di kepulauan Karimunjawa berupa lipatan (fold) dan sesar duga. Lipatan yang terbentuk berupa antiklin dan sinklin yang sangat mempengaruhi pembentukan batuan di pulau Karimunjawa. Struktur ini melewatu gunung Bendera dengan sumbunya rata-rata ke arah Barat laut Tenggara, terletak diantara P. Kemujan dan P. Gundul dan memotong P. Sambangan dan P. Genting. Sesar juga terdapat di diantara P. Karimunjawa dan P. Kemujan dan antara P. Karimunjawa dan P. Menjangan Besar dengan arah Barat Laut Tenggara (Nayoan, 1997) yang diacu dalam Suryanto (2000).

128 107 Peta Geologi Jenis Tanah Di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa, Kab. Jepara. Gambar 11 Geologi jenis tanah di kawasan Taman Nasional Karimunjawa (Suryanto, 2000)

129 108 Pulau Menjangan Besar dan Menjangan Kecil terdiri dari daratan alluvial pantai dan sedikit batuan sedimen. Alluvium pantai ini tersusun dari kerakal, kerikil, pasir, lumpur, pecahan karang dan humus. Selain itu, tanah di kedua pulau ini juga ditemukan adanya kombinasi pasir lumpuran dan pasir humusan. Tanah gambut dijumpai di P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil dan P. Geleang Tekstur tanah di sepanjang pantai P. Karimunjawa, P. Menjangan Besar dan P. Menjangan Kecil juga dijumpai endapan liat, endapan ini terutama dijumpai di daerah Legon (seperti Legon Boyo, Legon Lele) yang di sekilingnya dipadati oleh tumbuhan mangrove yang cukup lebat. Pemerian tanah di pulau Karimunjawa dapat dibagi menjadi lima satuan pemerian, yaitu daerah perkebunan kelapa, pantai dan dataran sawah, perkebunan palawija dan daerah pegunungan. Umumnya kondisi tanah di daerah perkebunan kelapa bertekstur pasir dengan warna hitam sampai kedalaman 20 cm, pada bagian bawahnya ditemukan pasir putih yang merupakan hasil deposisi dari proses erosi yang berasal dari daerah pegunungan. Sedangkan pemerian tanah di P. Menjangan Besar dan P. Menjangan Kecil berupa perkebunan kelapa dan pantai. Daerah pantai merupakan hamparan pasir putih yang berasal dari pecahan material karang (Suryanto, 2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa kondisi tanah di pulau-pulau besar yang berpenghuni dijelaskan sebagai berikut: Kondisi tanah di dataran sawah di P. Karimunjawa nampak sudah berkembang. Solum tanahnya antara 0,5 1 meter, bertekstur pasir bergeluh, struktur remah, konsistensi tanah gembur, bahan organik berkadar rendah (7,64 %), ph 5,5, warna tanah 7,5 YR 4/4 w dan DHL 171,5 µmhos/cm. Tanah sawah bagian bawah dijumpai lapisan pasir yang tebalnya hingga beberapa cm tidak berbeda, tanah ini hanya terdapat di P. Karimunjawa yang berdekatan dengan P. Kemujan. Pemerian tanah di P. Kemujan dapat dibedakan menjadi tiga tanah, yaitu daerah pantai, perkebunan kelapa dan tegalan yang kondisi fisiknya sama seperti di P. Karimunjawa. Substrat dasar di daerah Legon dijumpai bertingkat-tingkat (wellgraded) mulai dari kuarsa kerikil kecil (gravel), kuarsa pasir dan kuarsa

130 109 tanah liat. Tanah di daerah ini berlainan dengan daerah-daerah lain, karena di samping terdapat pasir juga mengandung tanah liat dan lumpur yang berasal dari humus yang membusuk, kekhususan lain dari daerah legon ini adalah merupakan teluk-teluk yang menjari. Kondisi tanah di P. Parang dan P. Nyamuk berbeda dengan kondisi tanah di P. Karimunjawa dan P. Kemujan, karena di ke dua pulau ini terdapat tiga pemerian tanah yaitu dataran rendah dekat pantai, tegalan dan perbukitan. Tanah dataran rendah bertekstur geluh berlempung, geluh berpasir remah, konsistensi tanah sangat gembur, kadar bahan organiknya termasuk rendah (P. Parang 8,25 % dan P. Nyamuk 6,31 %), tetapi masih lebih tinggi dibandingkan P. Karimunjawa maupun P. Kemujan; ph 5,5, warna tanah 2,4 YR 4/6 d. Tanah di daerah pantainya sama dengan tanah-tanah di pulau-pulau lainnya Hidro oseanografi Pengamatan faktor oseanografi di Kepulauan Karimunjawa menunjukkan bahwa kepulauan tersebut termasuk ke dalam Monsun Timur dan Barat. Seperti perairan Indonesia pada umumnya yang beriklim tropis, perairan kepulauan Karimunjawa sangat dipengaruhi oleh musim, yakni musim Barat dan musim Timur serta dua musim Pancaroba atau Peralihan yakni musim Pancaroba I dan Pancaroba II. Musim-musim tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat perairan seperti arus laut yang mengalir dari Barat ke Timur (dikenal sebagai musim barat), dicirikan oleh kondisi angin kencang, gelombang laut besar, curah hujan tinggi dan kadar garam relatif menurun atau rendah; sedangkan sebaliknya terjadi arus laut yang mengalir dari Timur ke Barat (dikenal sebagai musim Timur), dicirikan oleh kondisi angin dan gelombang laut relatif tidak besar, curah hujan rendah dan kadar garam relatif tinggi. Gerakan arus laut dapat dapat dibentuk oleh fenomena angin yang berhembus di atas permukaan lautan. Arus laut di Kepulauan Karimunjawa relatif sama dengan gerakan arus laut di wilayah Laut Jawa, yakni dipengaruhi oleh perubahan musim Barat dan Timur. Hasil analisis terhadap dinamika pola arus di perairan Karimunjawa yang telah diamati dari beberapa hasil penelitian selama

131 110 periode 12 bulan telah menggambarkan hubungan antara arah angin dan arus laut sebagaimana tersaji pada Gambar 12 sampai dengan Gambar 15 (Balitbang, 2003). Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa kecepatan arus laut dari Timur ke Barat berkisar antara 0,18 0,34 m/detik dengan rata-rata 0,25 m/detik, sedangkan kecepatan arus laut dari Barat ke Timur berkisar antara 0,22 0,45 m/detik dengan rata-rata 0,38 m/detik. Kecepatan arus permukaan relatif kecil, yaitu berkisar antara 0,01-0,04 m/detik. Arus yang cukup kuat dijunpai antara pulau Karimunjawa dengan pulau Menjangan Besar, sekitar pulau Kembar, sekitar pulau Krakal Besar dan pulau Krakal Kecil, bagian Timur pulau Menyawakan dan sekitar pulau Bengkoang. Sedangkan hasil pengukuran peneliti di lapang yang dilakukan di 15 titik pengamatan menunjukkan bahwa kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,2 0,3 m/detik yang berlangsung pada bulan Juni (awal musim Timur). Kecapatan arus yang terjadi di perairan Karimunjawa ini termasuk relatif rendah sampai sedang karena belum melebihi angka 0,5 m/d yang dikatakan kuat. Diduga keberadaan rataan terumbu karang yang umumnya mengelilingi pulaupulau di kepulauan Karimunjawa berperan terhadap arah pembelokan arus dan meredam kekuatan arus dan gelombang yang terjadi terutama pada sisi pulau yang terlindung pada saat berlangsungnya musim barat. Tinggi gelombang laut di sekitar perairan pulau-pulau besar di Kepulauan Karimunjawa sejauh meter dari garis pantai adalah antara 1,5-1,8 cm, diikuti oleh angin yang berkecepatan relatif tinggi yaitu berkisar antara 0,5-0,7 km/jam (Balitbang, 2004). Kedalaman perairan dari hasil interpolasi titik-titik kedalaman yang terdapat dalam peta bathimetri Dihidros TNI AL Tahun 2003 di Kepulauan Karimunjawa berkisar 0-52 meter (Gambar 16). Pulau-pulau yang secara yang secara keseluruhan dikelilingi oleh terumbu karang (coral reefs) umumnya berupa rataan terumbu terletak pada kedalaman 0 20 meter. Lokasi seperti Karang Kapal, Karang Katang dan Karang Besi dijumpai rataan terumbu yang luas dan tumbuh baik di kedalaman sekitar 14 meter.

132 Gambar 12 Peta arus musim barat (Desember Maret) di Kepulauan Karimunjawa (Balitbang, 2003) 111

133 Gambar 13 Peta arus pancaroba I (April Juni) di Kepulauan Karimunjawa (Balitbang, 2003) 112

134 Gambar 14 Peta arus musim timur (Juni Agustus) di Kepulauan Karimunjawa (Balitbang, 2003) 113

135 Gambar 15 Peta arus pancaroba II (September Nopember) di Kepulauan Karimunjawa (Balitbang, 2003) 114

136 Gambar 16 Peta kontur kedalaman perairan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 115

137 116 Berdasarkan sebaran jenis pasang-surut di Indonesia dan perhitungan data pasang-surut, di wilayah Kepulauan Karimunjawa memiliki tipe pasang-surut Semi Diurnal Tide yaitu dalam satu hari (24 jam) terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut. Tipe pasang ini memiliki kesamaan dengan tipe pasang yang terjadi di perairan Jepara dan Semarang. Menurut laporan Balitbang (2004), pasang naik di perairan Karimunjawa terjadi pada pukul WIB, dan pukul WIB dengan interval antara pasang naik dan air surut berkisar antara cm atau ratarata fluktuasi pasut sebesar 90 cm Kualitas perairan laut Kualitas air secara luas diartikan sebagai faktor fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Kualitas air laut memegang peranan penting dalam penyelesaian siklus kehidupan bagi berbagai jenis biota laut dalam suatu ekosistem lautan. Kualitas air yang baik adalah kondisi air yang dapat menopang bagi penyelasaian setiap siklus dalam kehidupan biota serta mendukung bagi kehidupan organisme makanan ikan yang diperlukan pada setiap stadia daur hidup ikan. Kualitas perairan yang diteliti mencakup parameter fisika dan kimia air, meliputi variabel kecerahan, suhu, salinitas, ph, oksigen terlarut, BOD5, COD, nitrat dan fosfat.. Parameter yang diteliti ini sangat berkaitan dengan jenis limbah atau buangan (waste) yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas masyarakat di kepulauan Karimunjawa yang umumnya berupa limbah organik dan unsur hara (nutrient) dari kegiatan budidaya laut. Variabel-variabel yang diukur di atas merupakan parameter utama yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota laut termasuk keberlangsungan hidup bagi terumbu karang. Secara keseluruhan nilai kualitas air yang terukur di daerah penelitian masih berada di bawah Baku Mutu Air Laut. Hasil pengukuran kualitas perairan di daerah penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 22.

138 117 Tabel 22 Hasil pengamatan kualitas perairan laut di Kepulauan Karimunjawa No Pulau Kedalaman (m) Kecerahan (%) Arus (m/dt) Suhu ( C) Salinitas ( ) 1 P. Karimunjawa P. Menjangan Bsr P. Menjangan Kcl P. Burung P. Geleang P. Cemara Kecil P. Cemara Besar P. Menyawakan P. Kemujan P. Bengkoang P. Sintok P Tengah P. Kecil P. Parang P. Kembar P. Nyamuk P. Katang P. Krakal Besar P. Krakal Kecil P. Kumbang Baku Mutu Air Laut (Biota Laut) - > 5 m - alami 10 % alami ph DO (mg/l) COD (mg/l) BOD 5 (mg/l) NO 3 (mg/l) PO 4 (mg/l) 6-9 > 4 < 80 <

139 118 Suhu rata-rata perairan di Kepulauan Karimunjawa berkisar antara 28,37-29,63 C. Kisaran suhu ini relatif cukup tinggi karena terjadi pada musim kemarau dimana intensitas cahayanya sangat kuat sepanjang hari. Kisaran suhu yang terukur ini sangat mendukung bagi kehidupan karang secara optimal, hal ini sesuai dengan pendapat Wells (1954) yang diacu oleh Supriharyono (2002) bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara o C. Sedangkan batas minimum dan maksimumnya adalah o C dan sekitar 36 o C. Sesungguhnya faktor yang mengurangi pertumbuhan karang dan bahkan mematikan binatang tersebut bukan pada kisaran minimum dan maksimum suhu, akan tetapi terjadinya perubahan suhu yang ekstrim hingga 4-6 o C (Coles dan Jokiel, 1978) yang diacu oleh Supriharyono (2000). Kisaran suhu yang terukur tersebut juga mendukung bagi terlaksananya budidaya pembesaran ikan kerapu yang memerlukan kisaran suhu optimal antara o C (Sunyoto, 2000), sedangkan menurut baku mutu air laut, kisaran suhu yang diperlukan untuk kehidupan biota (budidaya perikanan) masih bersifat alami untuk perairan laut tropis. Nilai ph di daerah penelitian bersifat alkalis (basa) yakni berkisar antara 7,6-8,2, sehingga sangat mendukung bagi kehidupan biota laut dan kegiatan budidaya laut. Kisaran nilai ph yang terukur tersebut masih mencerminkan sifatsifat alami air laut berkaitan dengan kelarutan garam-garam, dan mengindikasikan bahwa perairannya belum mengalami pencemaran, di samping itu air laut memiliki peran sebagai penyangga (buffer) yang besar terhadap perubahan keasaman (ph). Menurut Sunyoto (2000), nilai ph yang optimal untuk pembesaran ikan kerapu berkisar antara 7,6-8,7, sedangkan untuk kehidupan biota laut menurut baku mutu air laut kisaran ph yang diinginkan berkisar antara 6,5-8,5. Salinitas yang terukur berkisar antara 31,0 33,0. Salinitas diketahui merupakan faktor pembatas bagi kehidupan karang. Kisaran salinitas ini mendekati salinitas alami air laut sebesar 33 35, sebagaimana yang terjadi pada musim timur dimana intensitas cahaya kuat dan suhu udara bisa mencapai maksimum. Nilai kisaran salinitas yang terukur tidak fluktuatif dan masih dalam kisaran konstan untuk perairan laut (daerah tropis) yang tidak dipengaruhi oleh aliran sungai besar, sehingga sangat mendukung bagi kehidupan biota laut dan binatang karang. Menurut Kinsman (1964) yang diacu oleh Supriharyono (2002) binatang karang akan hidup subur pada kisaran salinitas sekitar 34 36,

140 119 sedangkan menurut Bengen (2002) kisaran salinitas yang mendukung bagi perkembangan terumbu karang adalah antara Namun demikian, binatang karang masih bisa bertahan hidup pada kisaran salinitas antara 17,5 52,5 karena pengaruh alam seperti run-off (limpahan air sungai), badai, hujan, air surut (Wells, 1932) yang diacu oleh Supriharyono (2002). Sedangkan menurut ketetapan baku mutu air laut, kisaran salinitas masih ditolerir sebesar 10 % dari salinitas alami air laut. Kecerahan air di perairan Karimunjawa masih sangat jernih, belum mengalami pencemaran. Hal ini tampak dari hasil pengukuran di masing-masing stasiun yang diteliti tingkat kejernihan air berkisar antara %, dan sebagian besar berada pada kisaran = 80 %. Dilihat dari parameter TSS yang terukur masih relatif rendah yaitu berkisar antara mg/l jauh dari baku mutu air laut yang ditentukan sebesar = 80 mg/l. Perairan yang jernih akan sangat mendukung bagi kehidupan biota laut, kegiatan usaha budidaya laut dan pengembangan pariwisata bahari yang masih virgin. Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut di daerah penelitian masih relatif tinggi yakni berkisar antara 3,9 6,96 mg/l. Dilihat dari ketentuan baku mutu air laut sebesar = 4,0 mg/l, menunjukkan bahwa kondisi perairan di Karimunjawa sangat mendukung bagi keberlangsungan hidup berbagai biota laut baik secara ekologis maupun secara fisologis. Hal ini didukung oleh pendapat NTAC (1968) yang diacu oleh Yusuf (1994) bahwa suatu perairan yang baik bagi kehidupan organisme terutama ikan mempunyai kandungan oksigen tidak kurang dari 4,0 mg/l. Hal ini juga didukung oleh pendapat Sunyoto (2000), bahwa untuk kepentingan budidaya pembesaran ikan kerapu diperlukan oksigen terlarut paling sedikit 4,0 ppm. Kandungan oksigen yang relatif tinggi di daerah penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan masih relatif stabil, dekomposisi bahan organik baik secara biokimia maupun kimiawi berlangsung dengan baik, respirasi hewan air tidak mengalami gangguan dan fotosintesis oleh tumbuhan air berjalan normal, sehingga mencerminkan perairan yang stabil tidak mengalami tekanan ekologis maupun gangguan dari luar (pencemaran air). Kondisi ini didukung oleh hasil pengukuran parameter BOD5 yakni berkisar antara 10, 51 49,05 mg/l di bawah baku mutu air laut yang ditetapkan sebesar = 45 mg/l; dan kandungan COD yang

141 120 terukur berkisar antara 24,33 55,19 mg/l di bawah baku mutu yang ditentukan sebesar = 80,0 mg/l. Kandungan nutrien dalam bentuk nitrat (N-NO 3 ) dan fosfat (P-PO 4 ) yang terukur di daerah penelitian umumnya relatif rendah, yakni berkisar antara 0,02 0,67 mg/l (N-NO 3 ) dan sebesar 0,004 0,036 mg/l (P-PO 4 ). Walaupun ketentuan dari baku mutu air laut yang mensyaratkan kandungan ke dua variabel di atas tidak tercantum, namun kandungan yang terukur tersebut masih dalam kisaran normal (alami) untuk perairan laut yang dikelilingi oleh ekosistem terumbu karang. Kandungan nutrien yang terukur juga tidak menyebabkan kondisi perairan menjadi blooming plankton, sehingga tidak membahayakan biota laut. Masih sedikitnya kegiatan budidaya laut seperti ikan kerapu dan sudah tidak beroperasinya kegiatan pertambakan udang sejak tahun 2002 menyebabkan perairan Karimunjawa terhindar dari pengkayaan unsur hara (nutrient) yang membahayakan bagi keberlangsungan ekosistem terumbu karang Potensi sumberdaya hayati laut Berbagai potensi sumberdaya hayati yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa, antara lain ekosistem terumbu karang (coral reefs), ekosistem padang lamun (sea grass), ekosistem bakau (mangrove), sumberdaya rumput laut (sea weeds), sumberdaya ikan karang, dan sumberdaya hutan pantai (daratan). (1) Terumbu karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang khas yang hanya terdapat di perairan tropis. Terumbu ini terbentuk dari endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai ragam biota laut seperti avertebrata, krustasea, moluska, ekinodermata, berbagai jenis ikan, ganggang dan rumput laut. Terumbu karang juga memiliki peran dan fungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, tempat mencari makanan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis biota yang hidup di terumbu dan sekitarnya. Perkembangan terumbu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik lingkungan seperti suhu, kedalaman, salinitas dan kecerahan. Salinitas yang rendah (< 30 ) dan perairan yang keruh (tidak jernih) dapat menyebabkan

142 121 terumbu karang tidak dapat tumbuh dan berkembang. Di samping itu, keanekareagaman biota dan keseimbangan ekosistem terumbu karang tergantung pada jala makanan, pengambilan jenis biota tertentu secara berlebihan dapat mengakibatkan peledakan populasi biota yang menjadi mangsanya, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, faktor-faktor lingkungan dan kegiatan manusia yang dapat merusak terumbu karang karang harus dapat dihindari sedini mungkin. Ekosistem terumbu karang menyebar hampir di seluruh gugusan pulau yang ada, terdiri dari tiga tipe yaitu: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan goba. Analisis terumbu karang yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebaran jenis, jumlah jenis, persentase penutupan dan nilai indeks keanekaragaman jenis. Dalam penentuan zonasi bagi suatu kawasan konservasi seperti taman nasional laut, beberapa faktor ekologi yang menjadi bahan salah satu bahan pertimbangan adalah kondisi terumbu karang. Faktor-faktor seperti keaslian terumbu karang, berbagai jenis biota penghuni terumbu, keanekaragaman jenis, keindahan dan kekhasan tipe terumbu penyusun serta luas dan letak terumbu karang merupakan bahan pertimbangan dan kriteria bagi penentuan zonasi suatu kawasan konservasi laut. Jumlah spesies karang yang ditemukan di perairan laut Karimunjawa berkisar antara genus. Jumlah genus yang tertinggi ditemukan di P. Tengah, P. Kecil, P. Krakal Kecil dan P. Kumbang, sedangkan yang terendah ditemukan di P. Kemujan, dan P. Menyawakan (Tabel 23). Secara lebih rinci genus-genus karang yang ditemukan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 24, dan secara deskriptif disajikan pada Gambar 17. Kondisi terumbu karang di perairan Karimunjawa sebagian besar telah rusak dengan kategori sedang karena nilai persentase cover (tutupan) berada pada kisaran sebesar 25 49,9 % (Men. LH No. 4 / 2001), dan hanya beberapa pulau yang kondisinya masih dikatakan baik yaitu P. Cemara Kecil, P. Bengkoang dan P. Krakal Besar dengan persentase cover karangnya berada pada kisaran antara 50 74,9 % (Gambar 18). Sedangkan secara ilustratif sebaran keberadaan lokasi dan kondisi karang hidup di Karimunjawa disajikan pada gambar 19. Nilai indeks keanekaragaman karang di daerah penelitian perairan laut Karimunjawa berkisar dari rendah sampai dengan sedang, yaitu antara 1,611-2,590). Nilai indeks kategori sedang (H > 2,0 4,0) berada di P. Menjangan

143 122 Besar, P. Sintok, P. Nyamuk, P. Katang, P. Krakal Kecil, dan P. Kumbang; sedangkan pulau-pulai lainnya termasuk kategori rendah (H < 2,0), (Gambar 17). Nilai indeks keanekaragaman (H ) karang kategori sedang ternyata tidak diikuti oleh kondisi terumbu karang yang baik (% tutupan karang = 50 %). Persentase tutupan karang di daerah penelitian yang berkisar antara 25 49,9 % termasuk kategori sedang, ternyata nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) juga termasuk kategori sedang (H > 2,0 3,93), sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah genus karang yang ditemukan yaitu antara genus tersebut termasuk kategori sedang. Rusaknya terumbu karang yang ditandai dengan persentase tutupan karang yang tidak tinggi dapat berakibat berkurangnya jenisjenis karang yang ada di perairan Karimunjawa. Namun demikian, umumnya jumlah genus karang yang relatif banyak diketemukan di pulau-pulau yang berukuran kecil seperti yang ditemukan di P. Tengah, P. Kecil, P. Krakal Kecil, dan P. Kumbang, demikian pula pulau-pulau tersebut memiliki persen tutupan karang yang relatif lebih tinggi (= 40 %) dibandingkan pulau-pulau lainnya (Tabel 23). Tabel 23 Kelimpahan rata-rata genus karang hidup di Kepulauan Karimunjawa No Pulau Desa Jml Genus % Cover H' Karang Karang Karang 1 P Karimunjawa Karimunjawa P Menjangan Besar Karimunjawa P Menjangan Kecil Karimunjawa P Burung Karimunjawa P Geleang Karimunjawa P Cemara Kecil Karimunjawa P Cemara Besar Karimunjawa P Menyawakan Karimunjawa P Kemujan Kemujan P Bengkoang Kemujan P Sintok Kemujan P Tengah Kemujan P Kecil Kemujan P Parang Parang P Kembar Parang P Nyamuk Parang P Katang Parang P Krakal Besar Parang P Krakal Kecil Parang P Kumbang Parang

144 123 Tabel 24 Genus (genera) karang yang diketemukan di daerah penelitian Kepulauan Karimunjawa No Genus Krjw Kmj Prg Nyk MB MK Kbr Ktg Kbg KB KK Bkg Myk CB CK Glg Brg Stk Tgh Kcl 1 Acropora Achrelia Alveopora Anacropora Astreopora Caulastrea Ctenactis Cycloseris Cyphastrea Diploastrea Echinophyllia Echinopora Euphyllia Favia Favites Fungia Galaxea Gardineroseris Goniastrea Goniopora Heliofungia Heliopora Herpholitha Hydnopora Leptastrea Leptoria Leptoseris Lobophyllia Merullina Millepora Montastrea

145 124 Lanjutan Tabel 24 No Genus Krjw Kmj Prg Nyk MB MK Kbr Ktg Kbg KB KK Bkg Myk CB CK Glg Brg Stk Tgh Kcl 32 Montipora Mycedium Oxypora Pachyseris Pavona Porites Pectinia Physogyra Plerogyra Platygyra Pocillopora Podabacia Psammocora Pseudosiderastrea Sandalolitha Seriatopora Siderastrea Stylophora Symphastrea Symphyllia Turbinaria Jumlah Keterangan : + = diketemukan (ada) - = tidak diketemukan (tidak ada) Bkg : Bengkoang Glg : Geleang Kbr : Kembar Kbg : Kumbang Nyk : Nyamuk Brg : Burung Krjw : Karimunjawa Kmj : Kemujan MB : Menjangan Besar Prg : Parang CB : Cemara Besar Ktg : Katang KB : Krakal Besar MK : Menjangan Kecil Stk : Sintok CK : Cemara Kecil Kcl : Kecil KK : Krakal Kecil Myk : Menyawakan Tgh : Tengah

146 Jumlah Genus P Karimunjawa P Menjangan Besar P Menjangan Kecil P Burung P Geleang P Cemara Kecil P Cemara Besar P Menyawakan P Kemujan P Bengkoang P Sintok P Tengah P Kecil P Parang P Kembar P Nyamuk P Katang P Krakal Besar P Krakal Kecil P Kumbang Keanekaragaman Jml Genus Karang H' Karang Gambar 17 Jumlah genus dan keanekaragaman genus (H ) karang hidup yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Penutupan Karang (%) P Karimunjawa P Menjangan Besar P Menjangan Kecil P Burung P Geleang P Cemara Kecil P Cemara Besar P Menyawakan P Kemujan P Bengkoang P Sintok P Tengah P Kecil P Parang P Kembar P Nyamuk P Katang P Krakal Besar P Krakal Kecil P Kumbang Gambar 18 Persentase cover (penutupan) karang hidup yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa

147 Gambar 19 Peta sebaran lokasi dan kondisi karang hidup di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 126

148 127 (2) Ikan karang (a) Kelimpahan jenis dan keanekaragaman ikan Sumberdaya ikan karang di perairan Kepulauan Karimunjawa dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok ikan hias (ornamental fish) dan kelompok ikan pangan. Kelompok ikan hias dan ikan pangan ini kehidupannya sangat bergantung substrat dasar terumbu karang atau karang hidup sebagai habitatnya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, jenis ikan-ikan karang yang berhasil teridentikasi di wilayah perairan Karimunjawa sebanyak 140 jenis, teridiri dari 29 familia (Lampiran 1). Pulau yang memiliki jumlah jenis ikan yang banyak adalah Kemujan dan Karimunjawa, kemudian terendah adalah pulau Tengah. Familia Pomacenthridae memiliki spesies ikan terbanyak, kemudian berturut-turut adalah familia Labridae, Chaetodontidae, Axanthuridae, Siganidae dan Caesionidae (Tabel 25). Familia Pomacenthridae paling banyak ditemukan di pulau Kemujan dan pulau Karimunjawa, sedangkan familia lainnya yang disebutkan di atas ditemukan hampir di setiap pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa, khususnya wilayah perairan yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Kisaran indeks keanekaragaman jenis (H ) ikan sebesar 1,95 4,70. Sebagian besar nilai indeks di atas 3,0 kecuali Gosong Tengah sebesar 1,95. Nilai indeks H ikan ini termasuk kategori sedang atau berada pada kisaran antara > 2,0 4,0. Secara diskriptif jumlah jenis ikan karang, ideks keanekaragaman, dan persentase masing-masing familia ikan karang disajikan pada Gambar 20 dan Gambar 21, sedangkan sebaran ikan karang dan potensi di masing-masing pulau disajikan pada Gambar 22. Dari Gambar 20 tampak bahwa ikan-ikan karang yang berhasil ditemukan di Kepulauan Karimunjawa didominasi oleh jenis-jenis ikan yang masuk ke dalam famili Pomacentridae, kemudian disusul Labridae dan Chaetodontidae. Menurut Balai Riset Perikanan Laut (2003), ikan-ikan karang familia Pomacentridae sebagian besar hidupnya di batu-batuan dan karang serta banyak tersebar di perairan Aceh, Lampung, Pelabuhan Ratu, Teluk Jakarta, Kepulauan Seribu, perairan Jepara, Bawean, Bali dan Maluku. Familia Labridae sebagaian besar hidupnya di pantai berkarang dan tengah-tengah rumput laut sedangkan familia Chaetodontidae habitat utmanya adalah perairan pantai karang dan banyak yang hidup soliter.

149 128 Tabel 25 Jumlah jenis ikan karang pada masing-masing familia yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa No Famili Krjw Kmj Prg Nyk MB MK Kbr Ktg Kbg KB KK Bkg Myk CB CK Glg Brg Stk Tgh Kcl 1 ACANTHURIDAE APOGONIDAE BALISTIDAE CABRIDAE CAESIONIDAE CARANGIDAE CENTRISTIDAE CHAETODONTIDAE DIODONTIDAE EPHIPPEDAE HOLOCENTRIDAE KYPOSIDAE LABRIDAE LETHRINIDAE LUTJANIDAE MONACANTHIDAE MULLIDAE MURAENIDAE NEMIPTERIDAE PLESIOPIDAE POMACANTHIDAE POMACENTHRIDAE SERRANIDAE SCARIDAE SCORPAENIDAE SIGANIDAE SYNODONTIDAE TETRAODONTIDAE TOXOTIDAE TOTAL

150 ,000 5,000 Jumlah Jenis 140, , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 Keanekaragaman 0,000 P Karimunjawa P Menjangan Besar P Menjangan Kecil P Burung P Geleang P Cemara Kecil P Cemara Besar P Menyawakan P Kemujan P Bengkoang P Sintok P Tengah P Kecil P Parang P Kembar P Nyamuk P Katang P Krakal Besar P Krakal Kecil P Kumbang 0,000 Jumlah Jenis H' Ikan Gambar 20 Histogram jumlah jenis ikan karang yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa 100% NO NAME FAMILY TETRAODONTIDAE SYNODONTIDAE SIGANIDAE 80% SCORPAENIDAE SCARIDAE SERRANIDAE POMACENTHRIDAE POMACANTHIDAE PLESIOPIDAE Persentase 60% NEMIPTERIDAE MURAENIDAE MULLIDAE MONACANTHIDAE LUTJANIDAE 40% LETHRINIDAE LABRIDAE KYPOSIDAE HOLOCENTRIDAE EPHIPPEDAE DIODONTIDAE 20% CHAETODONTIDAE CENTRISTIDAE CARANGIDAE CAESIONIDAE 0% Krjw Kmj Prg Nyk MB MK Kbr Ktg Kbg KB KK Pulau Bkg Myk CB CK Glg Brg Stk Tng Kcl CABRIDAE BALISTIDAE APOGONIDAE ACANTHURIDAE Gambar 21 Histogram persentase masing-masing famili ikan karang yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa.

151 Gambar 22 Peta sebaran lokasi dan potensi ikan karang di Taman Nasional Karimunjawa 130

152 131 Menurut Kvalvagnaes (1980) yang diacu oleh Suryanto (2000), perairan laut Indonesia memiliki sumberdaya ikan hias yang paling beragam, keseluruhannya bisa mencapai tidak kurang 253 jenis, sedangkan negara-negara lain umumnya memiliki tidak lebih dari 165 jenis. Hasil penelitian Hutomo dan Adrim (1985) di kepulauan Seribu menemukan 198 jenis ikan hias, sedangkan hasil penelitian di kepulauan Karimunjawa ini menemukan 140 jenis ikan hias. Bila dibandingkan dengan angka-angka tersebut, maka sumberdaya ikan karang di kepulauan Karimunjawa masih cukup tinggi, sehingga bisa didayagunakan untuk kegiatan pariwisata, penelitian, dan lainnya. (b) Potensi dan pemanfaatan optimal Sumberdaya ikan karang (reef fish) yang diamati dikelompokkan ke dalam ikan hias (ornamental fish) dan ikan pangan yang habitat hidupnya di dalam ekosistem terumbu karang, dan diantaranya merupakan kelompok ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti berbagai jenis ikan kerapu. Potensi sumberdaya perikanan yang diamati adalah densitas, kelimpahan, potensi dan MSY (Maximum Sustainable Yield), dan hasilnya secara rinci disajikan pada Tabel 26. Kepadatan ikan-ikan karang yang didapatkan di perairan Karimunjawa berkisar antara ekor/100m2 atau rata-rata sebesar 114 ekor/100m2. Kepadatan terendah ditemukan di pulau Menjangan Kecil dan tertinggi di Gosong Tengah dan pulau Sintok. Umumnya kepadatan ikan karang yang berhasil ditemukan masih relatif rendah yaitu kurang dari 100 ekor/100m2, dan hanya di beberapa pulau kepadatannya dikatakan tinggi yaitu P. Menjangan Besar, P. Geleang, P. Sintok, dan Gosong Tengah (Tabel 26). Sedangkan kelimpahan ikan yang relatif tinggi terdapat di pulau-pulau yang memiliki ukuran yang luas dan berpenduduk yaitu : P. Karimunjawa sebesar ton/th (MSY = ,7), P. Kemujan sebesar ton/th (MSY = ,8), P. Menjangan Besar sebesar ,9 ton/th (MSY = ,7), P. Parang sebesar ,3 ton/th (MSY = ,1), dan P. Nyamuk sebesar ,6 ton/th ((MSY = ,8). Jumlah total potensi sumberdaya ikan karang yang terdapat di kepulauan Karimunjawa sebesar 653,1 ton/th.

153 132 Tabel 26 Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa No. Nama Lolasi Densitas Densitas Kelimpahan Kelimpahan Potensi MSY ekor/1500 m 2 ekor/100m 2 (ekor) (ton) (ton/th) (ton/th) 1. P. Karimunjawa , , ,7 2. P. Kemujan , , ,8 3. P. Menjangan B , , ,7 4. P.Menjangan K , , P. Nyamuk , , ,8 6. P. Parang , , ,1 7. P. Kumbang , , ,6 8. P. Kembar , , ,8 9. P. Menyawakan , ,2 10. P. Bengkoang , ,6 11. P. Cemara Kcl , , ,8 12. P. Cemara Bsr , , ,5 13. P. Geleang , , ,5 14. P. Burung , P. Krakal Besar , , P. Krakal Kecil , ,9 5, ,6 17. P. Sintok , , ,6 18. P. Tengah , , Gosong Tengah , , ,1 20. P. Kecil , , ,4 TOTAL , ,9 653, RATA-RATA , ,945 32, ,9 Sumber : Hasil Perhitungan dari Penelitian Lapang Keterangan: Berat Rata-rata ikan sebesar 100 gram Pulau-pulau tersebut telah lama menjadi tempat tinggal penduduk dan ukurannya relatif luas dibandingkan pulau lainnya yang relatif kecil dan tidak berpunghuni. Pulau Karimunjawa yang memiliki ukuran luasan terbesar ternyata juga memiliki luasan terumbu karang yang terbesar pula, sehingga memiliki potensi sumberdaya ikan karang tertinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Agar keberadaan ikan-ikan karang tidak habis dan dapat dimanfaatkan terus menerus, maka seyogyanya pemanfaatan maksimal yang boleh dilakukan atau ditangkap haruslah mengikuti hasil perhitungan MSY sebagaimana tersajikan pada Tabel 26. Ikan-ikan karang jenis ekor kuning (Caesio erythrogaster), pisang-pisang (Caesio chrysozona), kerapu (Epinephelus sp), kakap (Lutjanus sp), lencam (Lethrinus sp), kakatua (Callydon sp), beronang (Siganus sp) merupakan

154 133 penyumbang hasil perikanan karang di kepulauan Karimunjawa yang banyak tertangkap oleh alat Muro-ami pada daerah yang agak jauh dari paparan padat karang. Ikan-ikan jenis tersebut termasuk ikan demersal yang peka terhadap usaha penangkapan, sehingga penangkapan yang intensif akan berakibat terhadap menurunnya hasil tangkapan pada waktu-waktu mendatang, dan berakibat pula rusaknya habitat terumbu karang sebagai fishing ground. Pendapat ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Odum & Odum (1955) dan Johanes et al (1972) yang diacu oleh Suryanto (2000), meskipun perairan terumbu karang memiliki produktivitas tinggi tetapi merupakan ekosistem yang tertutup, sehingga kepadatan ikan yang tinggi tidak bisa terus menerus dipertahankan terhadap takanan penangkapan yang intensif. Secara alami sesungguhnya alam telah membatasi usaha perikanan di perairan tersebut, antara lain topografi dasar perairan yang tidak rata, terdapatnya terumbu karang sebagai penghalang (barrier), rumput laut, padang lamun dan kondisi arus yang sulit diprediksi arah dan kecepatannya. Namun karena manusia diberi akal, segala cara dan teknik digunakan untuk memperoleh hasil tangkapan yang sebesar-besarnya walau mungkin harus menggunakan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, ketegasan aturan terutama dalam pengendalian penangkapan ikan dengan alat tangkap Muroami harus dapat dilakukan agar sumberdaya perikanan karang dapat dimanfaatkan secara lestari dalam jangka panjang. Salah satu solusi yang perlu yang bisa dijadikan rujukan adalah dengan mengacu pada hasil perhitungan MSY sebagaimana tersebut pada tabel 26. (3) Sebaran Khlorofil a Berdasarkan hasil pengamatan dari satelit Modis Aqua Ocean Color gsfc nasa resolusi 1 km menunjukkan bahwa sebaran kandungan khlorofil a di perairan kepulauan Karimunjawa Jepara berkisar 0,5 5 mg/m3. Kandungan khlorofil a yang sangat tinggi, yaitu di atas 4,0 mg/m3 ditemukan di beberapa lokasi, yaitu sebelah utara P. Kembar, sebelah selatan P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat Daya P. Nyamuk, dan di dekat Karang Katang (Gambar 23). Kandungan khlorofil a yang tinggi tersebut merupakan tempat spawning ground bagi ikan-ikan pelagis tongkol yang sering melimpah di perairan Karimunjawa.

155 Gambar 23 Sebaran Khlorofil a (mg/m 3 ) di Taman Nasional Karimunjawa 134

156 135 (4) Padang lamun (seagrass) Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih terjangkau oleh sinar matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman 2-10 meter dengan sirkulasi air yang baik. Tipe substrat dasar tempat tumbuhnya lamun lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan mangrove dan terumbu karang. Menurut PKSPL-IPB (2002), di seluruh Dunia diperkirakan terdapat 55 jenis lamun, dan di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis yang dominan yang termasuk ke dalam dua familia, yaitu: (1) Hydro-charitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Pengamatan terhadap sumberdaya lamun di daerah penelitian meliputi jumlah jenis, kepadatan jenis, dan persentase penutupan substrat oleh lamun. Hasil analisis lamun yang ditemukan di kepulauan Karimunjawa terdiri dari 9 jenis, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila minor, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendron ciliatum (Tabel 27). Tabel 27 Spesies lamun yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa No Spesies EA TH HO HM HU HP CR CS TC S Jumlah 1 Parang Menyawakan Cemara Kecil Bengkoang Mrican Cikmas Legon Boyo Karimunjawa Kemujan Nyamuk Menjangan Besar 12 Menjangan Kecil 13 Katang Kumbang

157 136 Lanjutan Tabel 27. No Spesies EA TH HO HM HU HP CR CS TC S Jumlah 15 Krakal Besar Krakal Kecil Cemara Besar Gelang Burung Sintok Tengah Cilik Keterangan : EA : Enhalus acoroides HP : Halodule pinifolia TH : Thalassia hemprichii CR : Cymodocea rotundata HO : Halophila ovalis CS : Cymodocea serrulata HM : Halophila minor TC : Thalassodendron ciliatum HU : Halodule uninervis S : Syringodium sp. Jenis-jenis yang ditemukan tersebut termasuk ke dalam familia Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae. Jumlah jenis lamun yang ditemukan di daerah penelitian ini termasuk cukup tinggi dan beragam, mengingat jenis-jenis lamun di Indonesia hanya berjumlah 12 spesies. Oleh karena itu, keberadaanya perlu dijaga dengan baik mengingat ekosistem lamun bukan merupakan entitas yang terisolasi, tetapi berinteraksi dengan ekosistem lain di sekitarnya (mangrove dan terumbu karang). Di samping itu, padang lamun secara ekologis mempunyai fungsi penting bagi wilayah pesisir dan laut, antara lain sebagai produsen detritus dan zat hara, mengikat sedimen dan menstabilkan susbtrat lunak dengan sistem perakarannya, sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh dan besar serta memijah bagi beberapa jenis biota laut terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Jumlah jenis lamun yang terbanyak ditemukan di P. Mrican (9 jenis) dan P. Parang (5 jenis), sedangkan di pulau-pulau lainnya relatif sedikit (2 jenis). Secara lebih rinci data mengenai jumlah jenis, nilai kepadatan jenis, persentase penutupan dan nilai penting secara rinci disajikan pada Tabel 28, sedangkan sebaran padang lamun yang terdapat di Karimunjawa disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan pada Tabel 28, terlihat kepadatan lamun yang tinggi ditemukan di pulau Parang sebesar 783 ind/m 2. Walau demikian, dilihat dari persentase tingkat penutupan substrat oleh lamun umumnya di masing-masing lokasi masih relaif rendah. Padang lamun memang tidak banyak dijumpai di

158 137 perairan pantai Karimunjawa, hal ini menunjukkan bahwa tutupan wilayah perairan lebih didominasi oleh pasir dan karang. Tidak melimpahnya padang lamun di Karimunjawa dapat dimengerti, mengingat substrat dasar perairannya adalah pasir dan karang, dan bukan substrat yang berfraksi lunak atau halus (lumpur dan lumpur berpasir) yang banyak mengandung bahan organik yang umumnya banyak ditemukan lamun. Tiadanya sungai di kepulauan Karimunjawa, dan proses terbentuknya daratan Karimunjawa dari aktivitas vulkanik yang dicirikan oleh jenis tanah alluvium menyebabkan konsisi substrat dasar perairan kurang mendukung bagi tumbuhnya vegetasi lamun secara baik. Dari hasil pengamatan di lapang juga menunjukkan bahwa lamun yang ditemukan terdapat di pulau atau lokasi yang berdekatan dengan pulau yang berpenghuni (pemukiman) dan diperkirakan memperoleh konstribusi bahan organik dari aktivitas rumah tangga (domestik) seperti di P. Mrican, P. Parang, pantai Cikmas dan Legon Boyo. Tabel 28 Potensi sumberdaya lamun di Kepulauan Karimunjawa No Lokasi Jumlah Jenis Kepadatan Penutupan (indv/m²) (%) 1 Parang Menyawakan Cemara Kecil Bengkoang Mrican Cikmas Legon Boyo Karimunjawa Kemujan Nyamuk Menjangan Besar Menjangan Kecil Katang Kumbang Krakal Besar Krakal Kecil Cemara Besar Gelang Burung Sintok Tengah Cilik 3 - -

159 138 (5) Rumput laut Berdasarkan hasil penelitian Balitbang (2004), di Kepulauan Karimunjawa ditemukan 26 genus rumput laut atau makroalga (sea weeds) yang tersebar di hampir semua pulau ( Tabel 29, dan Gambar 24). Umumnya Jumlah genus rumput cukup besar yaitu berkisar antara genus, dan hanya beberapa pulau saja yang jumlah genusnya lebih sedikit berkisar genus, yaitu P. Katang, P. Krakal Kecil, P. Cemara Kecil dan P. Tengah, P. Cemara Besar dan P. Menyawakan. Rumput laut yang berhasil ditemukan ini hidup pada perairan yang dangkal mulai dari daerah intertidal (pasang surut sampai dengan kedalaman 10 meter). Rumput laut di Kepulauan Karimunjawa dapat dikelompokkan ke dalam tiga divisi, yaitu : a. Chlorophyta, genusnya : Caulerpa, Halimeda, Achanthopora, Amansia, Amphiroa, Boodlea, Bryopsis, Codium, Dictyota. b. Phaeophyta, genusnya : Padina, Sargassum, Turbinaria, Udotea, Ulva, Valonia c. Rhodophyta, genusnya : Euchema, Gracillaria, Gelidium, Hypnea, Acanthopora, Galaxura, Gelidiopsis, Gigartina. Komunitas rumput laut yang hidup pada suatu perairan dipengaruhi oleh parameter suhu, intensitas cahaya dan kesuburan dari suatu perairan. Di samping itu, pertumbuhan laut juga dipengaruhi oleh substrat dasar perairan. Substrat dasar yang keras, karang, berpasir merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan rumput laut, sebaliknya substrat dasar yang lunak, berlumpur dan perairannya tidak jernih rumput laut akan sulit tumbuh. Pada dasarnya ekosistem rumput laut merupakan bagian dari ekosistem bahari yang cukup produktif karena sangat berperan dalam mendukung kehidupan bagi beranekaragam ikan hervivora terutama sebagai tempat untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Secara ekologis rumput laut memiliki peran yang penting bagi kehidupan biota laut, antara lain : (1) sebagai tempat atau habitat penempelan fauna dan flora yang bersifat epifit dan sesil; (2) sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu; serta (3) sebagai habitat alami bagi ikan-ikan herbivora (jenis tertentu). Oleh karena itu, sangat penting pemanfaatan dan keberlanjutan sumberdaya rumput laut dapat dipelihara baik untuk kepentingan ekologis maupun pemanfaatannya bagi kepentingan ekonomi penduduk.

160 139 Tabel 29 Jenis-jenis rumput laut (seaweeds) yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, (Balitbang, 2004) No Genus Krjw Kmj Prg Nyk MB MK Kbr Ktg Kbg KB KK Bkg Myk CB CK Glg Brg Stk Tgh Kcl 1 Achanthophora Amansia Amphiroa Boodlea Bryopsis Caulerpa Codium Dictyota Enteromorpha Euchema Galaxaura Gelidiopsis Gelidium Gigartina Gracilaria Halimeda Halymenia Hydroclanthus Hypnea Laurencia Padina Sargassum Turbinaria Udotea Ulva Valonia Jumlah Keterangan: + = ditemukan (ada) - = tidak ditemukan (tidak ada) Bkg = Bengkoang; Brg = Burung; CB = Cemara Besar; CK = Cemara Kecil; Glg = Geleang; Krjw = Karimunjawa; Ktg = Katang; Kcl = Kecil; Kbr = Kembar; Kmj = Kemujan; KB = Krakal Besar; KK = Krakal Kecil; Kbg = Kumbang; MB = Menjangan Besar; MK = Menjangan Kecil;

161 Gambar 24 Peta sebaran lokasi padang lamun dan rumput laut di Taman Nasional Karimunjawa 140

162 141 (6) Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang dapat tumbuh dan berkembang pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gempuran gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Oleh karena itu, hutan mangrove banyak ditemukan pada daerah teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove sangat besar artinya bagi stabilitas lingkungan pantai. Ekosistem ini dapat bermanfaat bagi perlindungan pantai dari gempuran ombak. Ekosistem mangrove juga merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis biota perairan (ikan, udang, kerang-kerangan) untuk berlindung, mencari makan, tempat tumbuh dan berkembang biak, daerah asuhan (nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground) baik bagi biota yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai. Keberadaan mangrove secara ekologis juga menciptakan hubungan funsional antara tiga ekosistem yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang, terutama dalam hal pertukaran energi dan hubungan fungsional lainnya (fisik, bahan organik, migrasi) antar biota yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengamatan di lapang, ditemukan sebanyak 15 jenis vegetasi mangrove atau bakau. Dari Jenis yang ditemukan, ternyata didominasi oleh Rhizophora sp dan Avicennia sp. Jenis ini selalu ditemukan di P. Nyamuk, P. Parang, P. Karimunjawa dan P. Kemujan yang merupakan tempat-tempat dimana vegetasi mangrove bisa diketemukan di kepulauan Karimunjawa (Tabel 30), sedangkan di pulau-pulau yang lain hampir tidak dijumpai habitat mangrove. Sebaran lokasi vegetasi mangrove yang terdapat di kepulauan Karimunjawa disajikan pada Gambar 25. Mangrove di kepulauan Karimunjawa hanya dijumpai di pulau-pulau besar dan berpenghuni dekat dengan pemukiman penduduk, dan di tempat ini ditemukan susbtrat halus/lunak yang mengandung lanau (lumpur). Jenis Rhizopora sp, adalah jenis mangrove yang mudah tumbuh pada tanah bertrekstur halus/lunak dan tekstur pasir berlumpur (sandy loam) karena dari sistem perakarannya (akar tongkat/ penyangga) akan mudah dalam menyerap makanan dari tanah sekitarnya, menyerap oksigen dari udara dan merupakan jenis yang

163 142 kuat terhadap terjangan ombak, sehingga jenis Rhizophora merupakan jenis mangrove yang paling bisa survive dan berkembang dari pada jenis mangrove yang lain. Menurut PKSPL-IPB (2002), daerah yang dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia. Sonneratia biasa tumbuh pada substrat lumpur dalam yang kaya bahan organik. Rhizopora ternyata dapat tumbuh pada daerah yang terendam air laut mulai dari 9 kali/bulan sampai dengan sekali atau dua kali sehari selama 20 hari/bulan, dengan salinitas antara Lebih ke arah darat, hutan mangrove biasanya didominasi oleh Rhizophora spp. Secara rinci jenis mangrove yang ditemukan serta nilai NP masing-masing jenis dapat dilihat pada Tabel 30 dan 31. Tabel 30 Jenis mangrove yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa No Spesies Nyamuk Parang Karimunjawa Kemujan Daerah tambak 1 Rhizophora mucronata Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Bruguiera gymnoriza Lumnitzera sp Avicennia sp Sonneratia alba Excoecaria sp Ceriops tagal Xylocarpus mollucensis Xylocarpus granatum Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Bruguiera cylindrica Aegiceras corniculatum Jumlah

164 Gambar 25 Peta sebaran lokasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Karimunjawa 143

165 144 Tabel 31 Nilai penting (NP = %) mangrove pada tingkat pohon dan anakan pohon yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Daerah *) Nyamuk Parang Karimunjawa Kemujan No Spesies Tambak P AP P AP P AP P AP P AP 1 Rhizophora mucronata 110,8 111,8 142,7 130,8 50,0-34,1-68,1 31,3 2 Rhizophora apiculata 71,7 73,7 97,2 71,3 193,8 131, ,6 6,9 3 Rhizophora stylosa 54,6 57,6 60,1 47,8-106,5 68,3 102, Bruguiera gymnoriza 63, ,8 5 Lumnitzera sp ,3 42,0 62,7 40, Avicennia sp , Sonneratia alba ,1-50,4 105,9 117, Excoecaria sp ,4 40,0 114,4 77,5 9 Ceriops tagal ,3-10 Xylocarpus mollucensis ,3 6,2 11 Xylocarpus granatum ,3 13,0 12 Lumnitzera littorea ,0 20,6 13 Lumnitzera racemosa ,2 14 Bruguiera cylindrica ,8 8,1 15 Aegiceras corniculatum ,3 92,8 Keterangan: P = Tingkat pohon; AP = Tingkat anakan pohon Sumber : - Data primer yang diolah - *) Data sekunder (DKP Propinsi Jawa Tengah, 2006) (7) Hutan pantai Hutan pantai tumbuh di sepanjang pantai yang timbul, dimana pasir terus menerus terkumpul. Sifat tanahnya kering dan tidak tergenang baik air laut maupun air tawar. Topografi tanah dan hempasan ombak mempengaruhi formasi jenis-jenis yang menduduki hutan pantai ini, dan komposisi jenis tergantung pada tingkat suksesinya Pada tingkat pemula yaitu formasi pescaprae yang anggotanya kebanyakan terdiri dari tumbuhan ternak, merayap dengan stolon-stolon panjang dan berakar serta menghasilkan runner. Jenis yang tampak dominan adalah Ipomoea pescapreae. Pantai yang selalu mendapat pukulan-pukulan ombak menyebabkan garis pantai mundur, pasir hilang atau berpindah. Pengaruh abrasi menjadikan formasi pascaprae digantikan oleh formasi Barringtonia. Formasi ini bersifat hutan campur yang terdiri dari banyak jenis diantaranya adalah Causarina equisetifolia, Terminalia tiliaceus, Hibiscus tiliaceus, dan Scaefota frustasceus (Suryanto, 2000).

166 145 Vegetasi hutan pantai dicirikan oleh adanya Ketapang (Terminalia cattapa), Cemara (Causuarina equisetifolia), Kelapa (Cocos nucifera), Jati Pasir (Scaerota fnistescens), Setigi (Pemphis acidula) dan Waru Laut (Hisbiscus uliaceus). Pohon-pohon hutan pantai juga sering dijumpai penuh dengan epifit seperti paku-pakuan dan anggrek. Vegetasi seperti jenis ketapang, cemara laut, kelapa, jati pasir, waru, beringin dapat ditemukan di P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Burung dan P. Geleang. 4.3 Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya Demografi dan tingkat pendidikan Berdasarkan data dari monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2006, jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa sebanyak jiwa terdiri dari KK (Kepala Keluarga) yang tersebar di 3 desa (Karimunjawa, Kemujan, dan Parang). Penduduk laki-laki sebanyak jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Distribusi penduduk masing-masing desa di wilayah Kecamatan Karimunjawa disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Data kependudukan Kecamatan Karimunjawa Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah No. Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Keluarga (KK) 1. Karimunjawa Kemujan Parang Jumlah Sumber Data: Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2005 Dari jumlah penduduk di desa Karimunjawa (4.254 jiwa), tingkat pendidikan penduduk mayoritas berpendidikan SD (tamat dan belum tamat SD) dengan persentase sebesar 78,70 %; pendidikan SLTP sebesar 4,07 %; pendidikan SLTA sebesar 2,70 %; dan yang berpendidian Perguruan Tinggi (PT) sebesar 0,68 %. Di desa Kemujan (2.911 jiwa) penduduk yang berpendidikan SD sebesar 72,35 %; SLTP sebesar 3,57 %; SLTA sebesar 2,34 %; dan PT sebesar 0,48 %.

167 146 Sedangkan di desa Parang (1.542 jiwa) penduduk yang berpendidikan SD sebesar 97,15 %; SLTP sebesar 4,54 %; SLTA sebesar 2,98 %; dan PT sebesar 0,45 % (Tabel 33). Tabel 33 Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Karimunjawa No. Nama Desa Tidak/belum tamat SD*) Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA PT 1. Karimunjawa Kemujan Parang Jumlah Sumber Data: Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun Sarana sosial Infrastruktur yang terdapat di wilayah Kecamatan Karimunjawa meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perlistrikan/ penerangan dan telekomunikasi, sarana pelabuhan dan sarana perekonomian. Sarana pendidikan terdiri dari SD/MI sebanyak 14 buah tersebar di masing-masing desa, SLTP/MTs sebanyak 2 buah dan SLTA/SMK/MA sebanyak 2 buah ke dua sekolahan tersebut terdapat di desa Karimunjawa dan desa Kemujan. Sarana kesehatan terdapat 3 buah Puskesmas (2 buah Puskesmas Induk, dan 2 buah Puskesmas Pembantu) dengan 1 orang dokter. Sarana peribadatan terdiri dari masjid sebanyak 12 buah, musholla 32 buah, dan gereja 2 buah. Sarana perlistrikan dan telekomonikasi yaitu terdapat 3 buah gardu listrik yang terdapat di masing-masing desa, dan 1 buah kantor telkom (Telkomsel) lengkap dengan pemancarnya yang terdapat di Ibu Kota Kecamatan. Sarana pelabuhan berupa dermaga kapal ferry penyeberangan (ASDP) 1 buah, dan terdapat dermaga rakyat/perikanan yang terdapat di masing-masing desa. Sarana perekonomian berupa kios-kios souvenir/ cindera mata bagi turis-

168 147 turis sebanyak 8 buah terdapat di desa Karimunjawa yang dipusatkan pada satu tempat, dan beberapa kios souvenir lain yang diusahakan sendiri oleh penduduk setempat. Selain itu, juga terdapat 4 6 buah kios yang menjual kebutuhan material melaut bagi nelayan penangkap ikan, dan banyak kios-kios kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari, dan pasar pagi yang terdapat di Ibu Kota Kecamatan. Prasarana jalan berupa aspal dengan lebar ± 6 meter dan sejauh ± 17 km dimulai dari Ibu Kota Kecamatan Karimunjawa, yakni desa Karimunjawa hingga desa Kemujan. Sarana lain yang tersedia yaitu 1 buah bandar udara (bandara) untuk pendaratan pesawat-pesawat kecil kapasitas penumpang 6-7 orang Kelompok nelayan dan pembudidaya rumput laut Jumlah kelompok nelayan binaan Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Karimunjawa sebanyak 28 kelompok, terdiri dari 16 kelompok penangkap ikan, dan 12 kelompok pembudidaya rumput laut (Tabel 34). Tabel 34 Kelompok nelayan penangkap ikan dan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Karimunjawa No. Nama kelompok Alamat (desa) Tanggal berdiri Jumlah anggota A. Penangkapan ikan: 1. Bintang Timur Karimunjawa 03/10/ Sinar Bahari Karimunjawa 10/07/ Mina Lestari Karimunjawa 17/05/ Lego Jaya Karimunjawa 11/03/ Sambang Laut Karimunjawa 22/01/ Alga Jaya Kemujan 26/03/ Kakap Merah Kemujan 10/08/ Udang Topeng Kemujan 13/05/ Baruna Jaya Kemujan 04/11/ Sunuk Kemujan 17/10/ Dzulfikar Kemujan 05/10/ Kerapu Kemujan 14/06/ Kompok Setigi Kemujan 15/03/ Operba Kemujan 05/05/ Jala Mina Kemujan 05/10/ Makmur Jaya Parang 13/06/

169 148 Lanjutan Tabel 34. No. Nama kelompok Alamat (desa) Tanggal berdiri Jumlah anggota B. Budidaya rumput laut: 1. Mina Sejati Karimunjawa 15/05/ Baronang Karimunjawa 20/05/ Tanjung Seloka Karimunjawa 23/10/ Mutiara Indah Karimunjawa 02/11/ Lody Merah Karimunjawa 02/11/ Sinar Bahari Kemujan 15/05/ Batu Putih Kemujan 15/05/ Sunuk Parang 05/07/ Kerapu Parang 15/09/ Nelayan Jaya Parang 15/05/ Tongkol Parang 04/05/ Bintang Laut Karimunjawa 06/03/ Sarana perikanan tangkap dan budidaya Potensi sarana perikanan tangkap dan budidaya terdiri dari: armada perikanan tangkap, alat tangkap, dan budidaya keramba jaring apung. Berdasarkan jenis armada penangkapan ikan, kapal motor Jonson memiliki jumlah yang paling banyak yakni mencapai 795 buah, sedangkan berdasarkan jenis alat tangkap, bubu merupakan alat tangkap yang banyak dipasang oleh nelayan Karimunjawa hingga mencapai jumlah unit. Umumnya alat ini dipasang diantara batu karang yang cukup terlindung dan seringkali dalam pengoperasiannya memindahkan/membongkar terumbu karang, sehingga berpotensi merusak terumbu. Budidaya keramba jaring apung yang sangat diminati oleh pembudidaya/nelayan Karimunjawa adalah keramba penampungan sementara untuk ikan-ikan hias yang tertangkap (selama 2-3 minggu) yang mencapai jumlah 40 unit keramba skala kecil (Tabel 35).

170 149 Tabel 35 Inventarisasi sarana prasarana infrastruktur kegiatan perikanan No. Jenis infrastruktur Jumlah (buah/unit) Keterangan A. Armada perikanan tangkap 1. Kapal motor / Jonson 795 buah - 2. Perahu motor / Branjangan 83 buah - 3. Perahu tempel / Sopek kecil 55 buah - B. Alat tangkap berdasarkan jenis 1. Jaring / waring 227 unit - 2. Branjang 96 unit - 3. Pancing tonda 650 unit - 4. Pancing edo / rewet 200 unit - 5. Bubu unit - 6. Muroami 18 unit - C. Jenis ikan dan musim penangkapan 1. Ikan tongkol - Juni a/d Oktober 2. Ikan teri - Juni s/d Sept. 3. Ikan gurita / cumi-cumi besar - Nop. s/d Des. D. Budidaya Keramba Jaring Apung 1. Keramba pengumpul/penampungan ikan-ikan hias karang. 2. Keramba untuk pembudidayaan ikan kerapu dan sunuk. 40 unit skala kecil 3 unit -skala besar 2 unit -skala kecil 1 unit Produksi ikan Produksi ikan laut yang tertangkap di perairan Karimunjawa dikelompokkan ke dalam 9 jenis ikan, yaitu: tongkol, tenggiri, cumi-cumi, badong, kakap merah atau ikan lodi, ekor kuning, manyung, teri putih, teri hitam dan jenis lainnya. Produksi ikan di perairan Karimunjawa tersebut dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan yang signifikan hingga mencapai 38,75 % pada tahun 2005 (Tabel 36). Penurunan yang terjadi ini ternyata merata pada semua jenis ikan, baik ikan pelagis maupun ikan demersal yang tertangkap dengan berbagai alat tangkap seperti jaring (cumi-cumi, manyung, badong), branjang (ikan teri), pancing (tongkol, tenggiri), bubu (kakap) maupun Muroami (ekor kuning).

171 150 Tabel 36 Produksi ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa, Kabupaten Jepara Tahun Nama ikan dan produksi ikan (kg) Jumlah Sumber: Pelabuhan Perikanan Perintis Karimunjawa Tahun 2006 Keterangan: (1) tongkol, (2) tenggiri, (3) cumi-cumi, (4) badong, (5) kakap merah (lodi), (6) ekor kuning, (7) manyung, (8) teri putih, (9) teri hitam, (10) lain-lain Aksesibilitas Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, saat ini penerbangan hanya dilakukan oleh PT. Wisata Laut Nusa Permai (Kura-kura Resort). Transportasi laut dapat ditempuh menggunakan kapal KMP-Muria (jenis Ferry) dan kapal cepat Kartini I (kapasitas 200 orang). Kapal KMP-Muria berlayar 2 kali seminggu dari pelabuhan Kartini di Jepara, dengan waktu tempuh sekitar 6 jam, jadwal KMP-Muria adalah: Jepara - Karimunjawa, setiap hari Rabu dan Sabtu Karimunjawa - Jepara, setiap hari Senin dan Kamis Kapal cepat Kartini I melayani rute Semarang-Karimunjawa dengan waktu tempuh 3,5 jam dan Jepara-Karimunjawa selama 2,5 jam. Jadwal pelayaran kapal cepat Kartini I adalah: Jepara - Karimunjawa, setiap hari Senin Semarang - Karimunjawa, setiap hari Sabtu Karimunjawa - Jepara, setiap hari Selasa Karimunjawa - Semarang, setiap hari Minggu Selain menggunakan KMP-Muria perjalanan dapat dilakukan sewaktuwaktu menggunakan kapal nelayan, namun membutuhkan waktu yang lebih lama dan tarif yang relatif lebih mahal tergantung kesepakatan dengan pemilik kapal.

172 Kondisi kepariwisataan Kunjungan wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri dari tahun ke tahun terus meningkat untuk berbagai keperluan seperti penelitian, rekreasi maupun berkemah (Tabel 37). Jika dihitung sejak tahun 1998 maka kunjungan wisatawan telah meningkat sebesar 23,54 %. Kunjungan wisatawan terus meningkat tajam seiring dengan telah dioperasikannya kapal cepat Kartini I sejak bulan Juni 2004 yang melayani rute Semarang-Karimunjawa dan Jepara-Karimunjawa. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kabupaten Jepara Dalam Angka tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan di Taman Nasional Karimunjawa tahun 2004 mencapai orang, dan tahun 2005 sebesar orang. Tabel 37 Jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa Penelitian Rekreasi Berkemah Lain-lain No. Th Total DN LN Jml DN LN Jml DN LN Jml DN LN Jml Jumlah Sumber: Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2004 Keterangan: - Th : tahun - DN : dalam negeri - LN : luar negeri - Jml : jumlah Sosial budaya Penduduk Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 3 suku bangsa, yaitu Jawa, Madura dan Bugis-Makasar (Bajo, Bugis, Muna, Luwu, Buton dan Mandar). Ke tiga suku bangsa tersebut mempunyai latar belakang sosial budaya dan falsafah yang berbeda. Perkampungan (rumah adat) Bugis-Makasar menempati Pulau Kemujan (Dukuh Batulawang dan Tlogo) termasuk wilayah desa Kemujan. Perkampungan suku Madura menempati Dukuh Nyamuk termasuk wilayah desa Parang, dan perkampungan suku Jawa menempati pulau-pulau sisanya, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Genting, Pulau Kemujan (Dukuh Mrican dan Kemujan) dan Pulau Parang.

173 152 Mayoritas penduduk Karimunjawa berasal dari Jawa, namun sebagian besar etnis telah berbaur dan berinteraksi dengan etnis lain. Oleh karena itu masyarakat Karimunjawa terdiri dari berbagai daerah yang tidak dapat di justifikasi sebagai masyarakat pesisir/pantai murni. Kebudayaan yang dibentukpun hasil asimilasi dan akulturasi dari beragam budaya yang ada yang kemudian membentuk identitas, budaya dan ideologi yang mempunyai spesifikasi tersendiri. Hingga kini, beberapa nilai budaya dari berbagai suku masih dapat dilihat seperti kesenian rakyat Jawa bernama reog barongan dan pencak silat, kuda lumping, kesenian islam rebana, perkawinan suku Bugis yang dimulai dengan acara Mappuce-puce, Massuro, Maddupa, Mappaenre belanja dan pesta Anggaukeng, dan upacara peluncuran perahu dengan cara perahu didorong ke pinggir pantai kemudian dilepas sampai perahu berhenti dengan sendirinya. 4.4 Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Analisis kependudukan masyarakat Kepulauan Karimunjawa meliputi aspek jumlah penduduk, komposisi penduduk, rasio jenis kelamin, kelompok umur, rasio ketergantungan, kepadatan penduduk dan tingkat pendidikan. Sedangkan analisis sosial ekonomi meliputi aspek mata pencaharian, pendapatan per kapita, dan pengeluaran per kapita. Secara lebih rinci penjelasan mengenai kondisi sosial ekonomi dijelaskan di bawah ini Analisis kependudukan (1) Jumlah penduduk Jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa berdasarkan laporan BPS Kabupaten Jepara (2006) sebesar jiwa mencakup wilayah 3 desa, 16 dukuh dan tersebar di 27 pulau (Tabel 38). Desa Karimunjawa memiliki jumlah penduduk yang terbesar yakni sebesar jiwa atau 50,40 % dari pada 2 desa lainnya. Desa Karimunjawa selain merupakan Ibu Kota Kecamatan juga memiliki luas pulau yang paling besar dari pada 2 desa lainnya, Kemujan dan Parang.

174 153 Tabel 38 Jumlah penduduk Kecamatan Karimunjawa No. Nama desa Nama dukuh 1. Karimunjawa - Karimunjawa - Kapuran - Legon Lele - Jatikerep - Alang-alang - Cikmas - Kemloko - Genting 2. Kemujan - Kemujan - Mrican - Telaga - Batu Lawang - Legon Gede Luas desa (ha) Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah keluarga (KK) Legon Tengah 3. Parang - Parang - Nyamuk TOTAL Sumber Data: Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2005 (2) Komposisi penduduk dan ratio ketergantungan Secara umum penduduk Kepulauan Karimunjawa berjumlah jiwa, terdiri dari laki-laki sebesar jiwa (50,72 %), dan perempuan 4.291jiwa (49,28 %) dan angka sex ratio sebesar 103 % (Tabel 39). Hal ini menunjukkan bahwa setiap populasi perempuan sebesar 100 jiwa terdapat 103 jiwa laki-laki. Angka sex ratio ini dikatakan relatif berimbang atau tidak timpang jika dilihat dari aspek sosial kependudukan, tetapi cukup penting ditinjau dari proses regenerasi penduduk ke depan. Tabel 39 Komposisi dan ketergantungan penduduk Kecamatan Karimunjawa No. Nama Desa Jml penduduk (Jiwa) Kelompok umur Sex Laki Perempuan ratio > 65 Rasio ketergan tungan. 1. Karimunjawa ,61 % 2. Kemujan ,60 % 3. Parang ,99 % TOTAL ,93 % Sumber Data: Monografi Kecamatan Karimunjawa (2006) dan hasil perhitungan.

175 154 Berdasarkan ratio ketergantungan, penduduk Kepulauan Karimunjawa sangat tergantung pada penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan nilai ratio ketergantungan sebesar 95,93 %. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap penduduk usia produktif harus menanggung beban orang usia non produktif. Berarti beban tanggungan keluarga yang harus dipikul oleh suatu keluarga di wilayah kecamatan Karimunjawa sangat tinggi. Besarnya beban tanggungan keluarga lebih banyak disebabkan oleh banyaknya penduduk non produktif usia anak-anak (0-14 tahun) yang mencapai 39,91 % dari total jumlah penduduk kecamatan Karimunjawa. (3) Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk di masing-masing desa yang berada di wilayah Kecamatan Karimunjawa masih relatif rendah atau kurang dari 200 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk di desa Karimunjawa adalah yang terendah (92 jiwa/km 2 ) dibandingkan dengan 2 desa lainnya, Kemujan dan Parang. Tingkat kepadatan penduduk di desa Kemujan dan Parang terlihat hampir berimbang, yakni masingmasing 179,03 jiwa/km 2 dan 177,24 jiwa/km 2. Secara rinci kepadatan penduduk disajikan pada Tabel 40. Tabel 40 Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Karimunjawa No. Nama Desa Jml penduduk menurut jenis kelamin (jiwa) Laki Perempuan Jumlah Luas Desa (ha) Kepadatan penduduk (jiwa/km 2 ) 1. Karimunjawa Rendah 2. Kemujan ,03 Rendah 3. Parang ,24 Rendah TOTAL ,29 Rendah Sumber Data: Monografi Kecamatan Karimunjawa (2006) dan hasil perhitungan Ket.

176 Analisis sosial ekonomi masyarakat (1) Mata pencaharian Masyarakat Karimunjawa pada umumnya mata pencahariannya sebagai nelayan/buruh pembudidaya/tani yaitu dengan persentase sebesar 61 %. Hal ini mengindikasikan adanya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan masih tinggi. Mata pencaharian sebagai petani menempati urutan kedua yaitu sebesar 19 %, profesi buruh industri, PNS dan ABRI sebesar 5 %, sedangkan profesi pedagang dan konstruksi sebesar 3 %, dan sisanya berprofesi dibidang angkutan, jasa, penggalian dan pensiunan. Data mata pencaharian penduduk berdasarkan monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2006 tersaji pada Tabel 41. Tabel 41 Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa No Jumlah penduduk (jiwa) tiap desa Mata pencaharian Karimunjawa Kemujan Parang Total 1. Petani Nelayan Penggalian Buruh Pedagang Konstruksi Angkutan PNS dan ABRI Pensiunan Lainnya (jasa) JUMLAH Sumber Data : Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2006 (2) Pendapatan per-kapita Tingkat kesejahteraan penduduk di samping dapat dilihat dari tingkat pengeluaran juga dapat didekati dari tingkat pendapatan. Pendapatan penduduk per kapita per tahun dihitung dari pendapatan keluarga dibagi dengan banyaknya jumlah anggota keluarga.

177 156 Dalam penelitian ini, banyaknya sampel (responden) yang diambil untuk kepentingan analisis pendapatan keluarga sebanyak 96 responden dari jumlah total keluarga KK atau sebesar 3,63 %. Pendapatan utama responden (penduduk setempat) berasal dari sub sektor kegiatan perikanan tangkap dan budidaya rumput laut. Sedangkan pendapatan sampingan atau tambahan berasal dari hasil kebun (kelapa, jambu, mangga), jasa lingkungan seperti buruh (jasa tenaga kasar), pertukangan, penyewaan perahu, dan lainnya. Hasil analisis pendapatan per kapita rata-rata penduduk di kepulauan Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa disajikan pada Tabel 42. Berdasarkan acuan dari BPPS (1999), maka pendapatan per kapita ratarata keluarga di kepulauan Karimunjawa adalah termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Penduduk berpendapatan tinggi berada di wilayah desa Kemujan yaitu sebesar Rp ,- dan terendah terdapat di desa Parang yaitu sebesar Rp ,-. Desa Karimunjawa sebagai ibu kota Kecamatan ternyata pendapatan penduduknya sebesar Rp ,- atau sedikit di bawah pendapatan penduduk di desa Kemujan. Tabel 42 Pendapatan per kapita rata-rata penduduk di Kecamatan Karimunjawa No. Desa Jumlah keluarga (KK) Jumlah responden (jiwa) Pendapatan per kapita Kategori 1. Karimunjawa Rp ,- Sedang 2. Kemujan Rp ,- Sedang 3. Parang Rp ,- Sedang Sumber: Hasil analisis

178 Kesesuaian Lahan Setiap jenis penggunaan lahan/lokasi di daerah penelitian yaitu Kepulauan Karimunjawa dianalisis kesesuaiannya berdasarkan pada kriteria/parameter dan persyaratan. Penggunaan lahan yang dianalisis dengan pendekatan SIG dibantu perangkat lunak Arc View 3.3 dalam penelitian ini, meliputi: (i) ekowisata bahari kategori wisata selam, (ii) ekowisata bahari kategori wisata snorkling, (iii) ekowisata pantai kategori rekreasi, (iv) budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung (KJA), (v) budidaya rumput laut, (vi) budidaya teripang, dan (vii) konservasi hutan mangrove. Masing-masing penggunaan lahan diidentifikasi secara terpisah dengan mempertimbangkan parameter kesesuaian. Berdasarkan kriteria/parameter yang telah ditentukan pada setiap penggunanan lahan, kemudian disusun klasifikasi (pengkelasan) dan dihasilkan 3 (tiga) kelas kesesuaian, yaitu: sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan tidak sesuai (N). Kelas sesuai bersyarat (S3) tidak diberikan karena penelitiannya di perairan laut, sehingga tidak efektif bila diterapkan kelas S3 ini. Setiap kelas kesesuaian diberikan bobot dan skor dalam sebuah matriks. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan. Setiap parameter dalam analisis kesesuaian lahan ini diberikan besaran bobot antara 2 hingga 5. Pemberian nilai atau skoring ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Pemberian skor 3 diberikan untuk kelas S1 (sangat sesuai), skor 2 diberikan untuk kelas S2 (sesuai), skor 1 diberikan untuk kelas N (tidak sesuai). Kelas-kelas kesesuaian pada matriks menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu Kesesuaian lahan aktual Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan analisis spasial dengan menggunakan SIG, diperoleh hasil kesesuaian aktual untuk ekowisata bahari kategori selam di perairan Karimunjawa yaitu : S1 seluas 813,91 ha (12,29 %), S2 seluas 3.210,80 ha (48,46 %), dan N seluas 2.600,34 ha (39,25 %). Secara lebih rinci kesesuaian lokasi untuk kegiatan wisata selam pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 43, sedangkan secara diskriptif disajikan pada Gambar 26.

179 158 Tabel 43 Luas area kesesuaian lokasi aktual ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Desa Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa Karimunjawa 106,94 404,39 468,32 979,65 2 P Menjangan Besar Karimunjawa 28,02 198,14 82,05 308,21 3 P Menjangan Kecil Karimunjawa 22,07 104,95 37,58 164,60 4 P Burung Karimunjawa 4,86 7,52 4,26 16,64 5 P Geleang Karimunjawa 55,02 4,85 38,93 98,80 6 P Cemara Kecil Karimunjawa 5,36 30,20 14,48 50,04 7 P Cemara Besar Karimunjawa 6,78 109,16 19,68 135,62 8 P Menyawakan Karimunjawa 8,14 22,37 21,21 51,72 9 Taka Menyawakan Karimunjawa 0,15 1,52-1,67 10 P Kemujan Kemujan 289,41 313,37 914, ,73 11 P Bengkoang Kemujan 42,81 100,45 94,01 237,27 12 P Sintok Kemujan 25,77 36,56 24,44 86,77 13 Gosong Tengah Kemujan - 14,47 2,41 16,88 14 P Tengah Kemujan 0,47 15,72 8,83 25,02 15 P Kecil Kemujan 4,56 0,62 17,79 22,97 16 P Parang Parang 49,49 158,87 269,58 477,94 17 P Kembar Parang 14,56 266,47 80,87 361,90 18 Gosong Selikur Parang - 20,88-20,88 19 P Nyamuk Parang 15,11 518,66 273,91 807,68 20 P Katang Parang 0,86 17,63 21,00 39,49 21 Karang Katang Parang 11,57 409,12 57,02 477,71 22 P Krakal Besar Parang 10,63 4,63 10,38 25,64 23 P Krakal Kecil Parang - 29,76 16,63 46,39 24 Karang Kapal Parang 78,05 308,12 5,32 391,49 25 P Kumbang Parang 33,28 78,01 111,24 222,53 26 Karang Besi Parang - 34,32 5,45 39,77 Total 813, , , ,05 Tabel 43 menunjukkan bahwa lokasi yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai) terdapat pada hampir semua pulau, kecuali pada lokasi yang berupa gosong seperti Gosong Tengah, Gosong Selikur, Karang Besi

180 159 dan satu pulau yaitu P. Krakal Kecil. Kelas kesesuaian S2 ternyata terdapat di semua pulau, sedangkan kelas kesesuaian N juga terdapat hampir semua pulau/lokasi, kecuali Taka Menyawakan dan Gosong Selikur (Tabel 43). Kelas kesesuaian S1 luasan yang besar terdapat di pulau Kemujan dan P. Karimunjawa, sedangkan di beberapa pulau lainnya seperti P. Geleang, P. Bengkoang, P. Parang, dan Karang Kapal memiliki luasan yang cukup besar pula. Kelas kesesuaian S2 luasan yang besar banyak didapatkan di beberapa pulau seperti P. Nyamuk, P. Karimunjawa, P. Kemujan, Karang Kapal, P. Kembar, P. Menjangan Besar, dan P. Parang. Luasan yang cukup besar juga didapatkan di beberapa pulau/lokasi lainnya seperti P. Cemara Besar, P. Menjangan Kecil, P. Bengkoang dan P. Kumbang. Kelas kesesuaian N luasan yang besar terdapat di pulau-pulau yang berukuran besar dan berpenghuni seperti P. Kemujan, P. Karimunjawa, P. Nyamuk, dan P. Parang, sedangkan di pulau-pulau lainnya yang memiliki luasan yang yang cukup besar didapatkan di P. Kumbang, P. Bengkoang, P. Menjangan Besar, P. Kembar, Karang Katang, P. Geleang dan Menjangan Kecil (Tabel 43). Luasan kelas kesesuaian S2 persentasenya cukup besar mencapai 48,46 % dan lebih besar dibandingkan kelas kesesuaian S1 sebesar 12,29 %, dan kelas N yang sebesar 39,25 % (Tabel 43). Kondisi ini menunjukkan bahwa sesungguhnya semua pulau-pulau yang terdapat di kawasan Taman Nasional Karimunjawa masih dianggap cukup baik dan sesuai untuk dimanfaatkan sebagai tempat ekowisata bahari kategori selam, karena faktor-faktor pembatas yang ada untuk kegiatan ini relatif kecil, sehingga dapat dilakukan pengembangan wisata selam pada waktu-waktu mendatang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa lokasi-lokasi yang sesuai untuk wisata selam memiliki perairan yang jernih ( > 80 %), kecepatan arus relatif rendah ( 0,24-0,29 m/d), kondisi terumbu karang masih cukup baik (tutupan karang 41,67-50,30 %), dan kelimpahan jenis ikan karang yang ditemukan masih cukup banyak (> jenis). Parameter yang menjadi penciri dari kelas kesesuaian S2 ini adalah: kecerahan perairan %, tutupan komunitas karang %, jumlah genus karang hidup mencapai 20-30, jumlah, jenis ikan karang mencapai jenis, kecepatan arus relatif lemah (> 0,15-0,4 m/d), kedalaman terumbu karang > 5-25 m, dan antara 3 - < 6 m.

181 Gambar 26 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 160

182 Kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling Hasil analisis spasial dengan menggunakan SIG terhadap kesesuaian lokasi aktual untuk kepentingan ekowisata bahari kategori snorkling diperoleh hasil yaitu kelas kesesuaian S1 seluas 546,08 ha (8,24 %), kelas S2 seluas 2.911,32 ha (43,95 %), dan kelas N seluas 3.167,65 ha (47,81 %). Secara lebih rinci kesesuaian lokasi untuk kegiatan wisata snorkling pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 44, sedangkan secara diskriptif disajikan pada Gambar 27. Tabel 44 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Desa Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa Karimunjawa 41,17 657,42 281,09 979,68 2 P Menjangan Besar Karimunjawa 2,76 129,36 176,12 308,24 3 P Menjangan Kecil Karimunjawa 0,26 66,11 98,25 164,62 4 P Burung Karimunjawa 2,92 9,70 4,04 16,66 5 P Geleang Karimunjawa 9,25 52,62 36,91 98,78 6 P Cemara Kecil Karimunjawa 3,98 21,05 25,02 50,05 7 P Cemara Besar Karimunjawa 0,19 36,99 98,52 135,70 8 P Menyawakan Karimunjawa 5,66 30,28 15,80 51,74 9 Taka Menyawakan Karimunjawa 1,39 0,23 0,06 1,68 10 P Kemujan Kemujan 214,61 952,65 350, ,75 11 P Bengkoang Kemujan 26,19 114,61 96,49 237,29 12 P Sintok Kemujan 6,28 37,40 43,10 86,78 13 Gosong Tengah Kemujan 3,29 9,85 3,77 16,91 14 P Tengah Kemujan 0,01 16,82 8,20 25,03 15 P Kecil Kemujan 2,52 15,18 5,28 22,98 16 P Parang Parang 88,55 269,53 119,88 477,96 17 P Kembar Parang 27,25 116,31 218,37 361,93 18 Gosong Selikur Parang - 3,47 17,42 20,89 19 P Nyamuk Parang 53,07 195,00 559,63 807,70 20 P Katang Parang 1,31 12,25 25,94 39,50 21 Karang Katang Parang ,59 477,59 22 P Krakal Besar Parang 2,70 13,91 9,04 25,65 23 P Krakal Kecil Parang 2,56 20,77 22,88 46,21 24 Karang Kapal Parang 12,61 17,34 361,55 391,50 25 P Kumbang Parang 37,54 112,49 72,55 222,58 26 Karang Besi Parang ,64 39,64 Total 546, , , ,05

183 162 Tabel 44 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian S1 hampir terdapat di semua pulau, kecuali Gosong Selikur, Karang Katang, dan Karang Besi. Lokasilokasi kelas kesesuaian S1 yang memiliki luasan yang besar umumnya berada di pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Kemujan, P. Parang, P. Nyamuk, P. Karimunjawa, P. Karimunjawa dan satu di pulau berukuran kecil yaitu P. Kumbang. Kelas kesesuaian S2 dari hasil analisis ternyata didapatkan di hampir semua pulau, kecuali Karang Katang dan Karang Besi. Luasan kelas kesesuaian S2 yang relatif besar umumnya juga didapatkan di pulau-pulau yang berukuran besar, dan sebagian lagi berada di pulau-pulau yang berukuran sedang seperti P. Menjangan Besar, P. Kembar, P. Bengkoang, dan P. Kumbang, P. Menjangan Kecil, P. Geleang, P. Sintok, P. Cemara Besar, dan P. Menyawakan. Sebagian besar dari pulau-pulau yang berukuran sedang tersebut terdapat tidak jauh dari Pulau besar yang berpenghuni, sehingga sangat strategis untuk dikembangkan bagi ekowisata snorkling di masa depan. Kelas kesesuaian N ditemukan di semua pulau, dan di banyak lokasi luasan kesesuaian N relatif besar. Berdasarkan luasan yang didapatkan pada masing-masing kelas kesesuaian, ternyata kelas kesesuaian S2 memiliki luasan yang cukup besar mencapai 43,95 % dan berada sedikit di bawah kelas keseseuaian N (Tabel 44). Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya wilayah perairan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa masih cukup baik dan layak untuk pemanfaatan ekowisata bahari kategori snorkling di semua pulau yang ada, walau kelas kesesuaian N juga memiliki luasan yang cukup besar pula. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang menjadi persyaratan untuk pemanfaatan ekowisata snorkling masih cukup baik, seperti perairannya relatif jernih (> 80 %), kedalaman perairan < 10 m, tutupan karang hidup > 40 %, jumlah jenis ikan karang > 35 hingga 140 jenis, kecepatan arus relatif lemah (< 0,4 m/d), kedalaman terumbu karang < 10 m, dan lebar hamparan datar karang cukup luas yakni mencapai 500 m. Parameter yang menjadi penciri dari kelas kesesuaian S2 ini adalah: kecerahan perairan %, tutupan komunitas karang %, jumlah genus karang hidup mencapai 20-30, jumlah jenis ikan karang jenis, kecepatan arus > 0,15-0,4 m/d, kedalaman terumbu karang > 3 6 m, dan lebar hamparan datar karang > m.

184 Gambar 27 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 163

185 Kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi Hasil analisis terhadap kesesuaian lokasi aktual untuk kepentingan wisata pantai kategori rekreasi di wilayah studi kawasan Taman Nasional Karimunjawa untuk wilayah perairan (laut) diperoleh hasil kelas kesesuaian S1 seluas 431,73 ha (6,52 %), kelas kesesuaian S2 sebesar 4.680,17 ha (70,64 %), dan kelas N sebesar 1.513,15 ha (22,84 %). Secara lebih rinci luasan kesesuaian pada masingmasing pulau (wilayah perairan) disajikan pada Tabel 45, dan secara diskriptif disajikan pada Gambar 28. Tabel 45 Luas area kesesuaian lokasi aktual wisata pantai kategori rekreasi (wilayah perairan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Desa Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa Karimunjawa 40,86 773,10 165,57 979,53 2 P Menjangan Besar Karimunjawa 0,18 228,60 79,32 308,10 3 P Menjangan Kecil Karimunjawa 7,43 121,41 35,64 164,48 4 P Burung Karimunjawa - 8,36 8,16 16,52 5 P Geleang Karimunjawa 1,11 84,24 13,33 98,68 6 P Cemara Kecil Karimunjawa 6,47 35,51 7,93 49,91 7 P Cemara Besar Karimunjawa 12,91 94,46 28,13 135,50 8 P Menyawakan Karimunjawa - 35,93 15,68 51,61 9 Taka Menyawakan Karimunjawa - 0,19 1,36 1,55 10 P Kemujan Kemujan 177, ,23 139, ,61 11 P Bengkoang Kemujan - 175,59 61,57 237,15 12 P Sintok Kemujan - 64,72 21,93 86,65 13 Gosong Tengah Kemujan - 14,39 2,36 16,76 14 P Tengah Kemujan - 23,59 1,30 24,89 15 P Kecil Kemujan - 21,27 1,58 22,85 16 P Parang Parang 24,12 376,68 77,03 477,83 17 P Kembar Parang 29,56 203,33 128,89 361,78 18 Gosong Selikur Parang - 15,67 5,08 20,75 19 P Nyamuk Parang 77,22 426,27 304,07 807,56 20 P Katang Parang 3,88 29,64 5,84 39,37 21 Karang Katang Parang - 288,77 188,93 477,70 22 P Krakal Besar Parang - 16,43 9,08 25,51 23 P Krakal Kecil Parang 3,34 28,57 14,36 46,27 24 Karang Kapal Parang 1,77 260,60 132,06 394,43 25 P Kumbang Parang 45,29 129,11 48,01 222,42 26 Karang Besi Parang - 23,51 16,14 39,64 Total 431, , , ,05

186 165 Dari Tabel 45 terlihat bahwa lokasi yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian S1 ternyata tidak terdapat di semua pulau. Ada banyak pulau-pulau yang tidak termasuk kelas S1 hingga mencapai 12 lokasi seperti P. Burung, P. Menyawakan, Taka Menyawakan, P. Bengkoang, P. Sintok, Gosong tengah, P. Tengah, P. Kecil, Gosong Selikur, Karang Katang, Krakal besar dan Karang Besi. Sedangkan pulau-pulau yang termasuk kelas S1 ada sebanyak 14 buah, dan luasan yang relatif besar hanya berada di P. Kemujan yaitu mencapai 177,58 ha. Kelas kesesuaian S2 ditemukan di wilayah perairan pada semua pulau, dengan luasan yang relatif besar umumnya terdapat di beberapa pulau yang berpenduduk yang ukurannya relatif luas seperti P. Karimunjawa, P. P. Kemujan, P. Parang, dan P. Nyamuk. Kelas kesesuaian N ternyata juga didapatkan di semua pulau walau luasannya tidak besar, kecuali di beberapa lokasi seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Kembar, P. Nyamuk, Karang Katang, dan Karang Kapal. Berdasarkan luasan yang didapatkan pada pada masing-masing kelas kesesuaian, ternyata kelas kesesuaian S2 memiliki luasan terbesar yaitu mencapai 70,64 % dibandingkan dengan kelas S1 sebesar 6,52 %, dan kelas N sebesar 22,84 %. Kelas kesesuaian N ternyata juga memiliki luasan yang relatif sedang dan bahkan lebih besar dibandingkan kelas kesesuaian S1. Hal ini menunjukkan bahwa walau wilayah perairan yang berada di semua pulau masih cukup baik dan masih sesuai untuk dipergunakan bagi kepentingan pemanfaatan wisata pantai kategori rekreasi, namun juga banyak bagian dari sisi setiap pulau tidak sesuai untuk pemanfatan wisata pantai kategori rekreasi karena memiliki faktor pembatas yang berat. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang menjadi persyaratan untuk pemanfaatan wisata pantai kategori rekreasi masih cukup baik, seperti kedalaman perairan = 8 m, tipe pantai pasir putih dan sedikit karang, substrat dasar karang berpasir, kecepatan arus relatif rendah (0,2-0,4 m/d), kecerahan perairan > 5-10 m, dan tidak ada biota berbahaya seperti bulu babi, ikan pari. Hasil analisis kesesuaian lokasi aktual untuk pemanfaatan wisata pantai kategori rekreasi untuk wilayah daratannya diperoleh hasil kelas kesesuaian S1 seluas 862,13 ha (19,26 %), kelas kesesuaian S2 seluas 1.860,74 ha (41,57 %),

187 166 dan kelas kesesuaian N seluas 1.753,52 ha (39,17 %). Secara rinci luasan kelas kesesuaian pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 46. Tabel 46 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi (wilayah daratan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Desa Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa Karimunjawa 204,39 519, , ,84 2 P Menjangan Besar Karimunjawa 36,54 21,07 12,27 69,88 3 P Menjangan Kecil Karimunjawa 21,39 23,74 0,73 45,86 4 P Burung Karimunjawa - 2,14 0,09 2,23 5 P Geleang Karimunjawa - 27,07 0,59 27,66 6 P Cemara Kecil Karimunjawa - 1,55 0,20 1,75 7 P Cemara Besar Karimunjawa - 4,99 0,46 5,45 8 P Menyawakan Karimunjawa - 24,16 0,77 24,93 9 Taka Menyawakan Karimunjawa P Kemujan Kemujan 461,99 742,39 58, ,47 11 P Bengkoang Kemujan - 103,10 1,39 104,49 12 P Sintok Kemujan - 20,32 0,98 21,30 13 Gosong Tengah Kemujan P Tengah Kemujan - 3,91 0,12 4,03 15 P Kecil Kemujan - 1,49 0,37 1,86 16 P Parang Parang 92,55 277,88 97,69 468,12 17 P Kembar Parang - 9,13 2,03 11,16 18 Gosong Selikur Parang P Nyamuk Parang 45,27 66,97 11,94 124,18 20 P Katang Parang - 2,96 0,16 3,12 21 Karang Katang Parang P Krakal Besar Parang - 2,97 0,15 3,12 23 P Krakal Kecil Parang - 2,33 0,29 2,62 24 Karang Kapal Parang P Kumbang Parang - 2,96 8,36 11,32 26 Karang Besi Parang Total 862, , , ,39

188 167 Tabel 46 menunjukkan bahwa lokasi-lokasi yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian S1 hanya terdapat di beberapa pulau, dan sebagian besar tidak sesuai untuk kelas S1. Luasan S1 yang relatif besar hanya berada di dua tempat yaitu P. Karimunjawa dan P. Kemujan. Kelas kesesuaian S2 untuk wilayah daratannya terdapat di semua pulau, dan luasan kelas kesesuaian S2 yang relatif besar berada di pulau pulau besar dan berpenghuni seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, dan P. Parang, kecuali P. Nyamuk. Kelas kesesuaian N ternyata juga di dapatkan di semua pulau dari wilayah daratannya, dan luasan yang besar hanya berada di P. Karimunjawa (1.556,84 ha). Berdasarkan luasan yang didapatkan pada pada masing-masing kelas kesesuaian, ternyata persentase luasan antara kelas kesesuaian S2 dan kelas N hampir berimbang, sedangkan kelas kesesuaian S1 masih lebih rendah dari ke dua kelas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi wisata pantai kategori rekreasi untuk wilayah daratannya masih ada kesesuaiannya untuk masing-masing pulau walau luasannya tidak besar. Sebaliknya, kelas kesesusian N didapatkan di setiap pulau dengan persentase luasan yang cukup besar, sehingga mengurangi luasan bagi kelas kesesuaian baik S1 maupun S2. Parameter yang menjadi penciri dari kelas kesesuaian S2 untuk wilayah daratan ini adalah lebar pantai antara 6-15 m, kemiringan pantai 10-25, penutupan lahan pantai berupa semak, belukar atau savana, dan ketersediaan sumber air tawar berjarak antara 0,5-1 km. Sedangkan parameter penciri untuk kelas kesesuaian N adalah lebar pantai < 6 m, kemiringan pantai > 25, penutupan lahan pantai berupa hutan bakau, pemukiman atau pelabuhan, dan ketersediaan sumber air tawar berjarak lebih dari 1 km. Secara diskriptif kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi di masingmasing pulau disajikan pada Gambar 28.

189 Gambar 28 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 168

190 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan analisis spasial dengan menggunakan SIG, diperoleh hasil kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yaitu : S1 seluas 1.608,82 ha (24,28 %), S2 seluas 5.016,24 ha (75,72 %), dan kelas N tidak didapatkan. Secara lebih rinci kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan kerapu sistem Keramba Jaring Apung (KJA) pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 47. Tabel 47 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya ikan kerapu sistem Keramba Jaring Apung di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Kode Nama Pulau Desa Luas (Ha) S1 S2 N Jumlah 1 A P Karimunjawa Karimunjawa 277,30 678,17-955,47 2 B P Menjangan Besar Karimunjawa 90,27 222,07-312,34 3 C P Menjangan Kecil Karimunjawa 105,30 65,47-170,77 4 D P Burung Karimunjawa 0,45 22,72-23,17 5 E P Geleang Karimunjawa 1,89 103,81-105,70 6 F P Cemara Kecil Karimunjawa 9,99 45,76-55,75 7 G P Cemara Besar Karimunjawa 33,30 108,13-141,43 8 H P Menyawakan Karimunjawa 7,92 50,53-58,45 9 I Taka Menyawakan Karimunjawa - 8,05-8,05 10 J P Kemujan Kemujan 511,08 952, ,46 11 K P Bengkoang Kemujan 32,31 211,45-243,76 12 L P Sintok Kemujan 18,81 73,21-92,02 13 M Gosong Tengah Kemujan 10,62 12,46-23,08 14 N P Tengah Kemujan 8,10 22,99-31,09 15 O P Kecil Kemujan 8,64 20,56-29,20 16 P P Parang Parang 152,55 324,12-476,67 17 Q P Kembar Parang 35,10 284,80-319,90 18 R Gosong Selikur Parang 0,81 26,68-27,49 19 S P Nyamuk Parang 95,85 715,81-811,66 20 T P Katang Parang 2,88 42,52-45,40 21 U Karang Katang Parang 49,50 433,39-482,89 22 V P Krakal Besar Parang 2,61 29,38-31,99 23 W P Krakal Kecil Parang 5,40 47,65-53,05 24 X Karang Kapal Parang 50,31 346,00-396,31 25 Y P Kumbang Parang 97,83 122,00-219,83 26 Z Karang Besi Parang - 46,12-46,12 Total 1.608, ,24 0, ,05 Kelas kesesuaian S1 hampir terdapat di semua pulau, dan hanya di 2 tempat tidak didapatkan kelas ini, yaitu Taka Menyawakan dan P. Kumbang.

191 170 Tempat atau pulau yang memiliki luasan S1 yang relatif luas adalah P. Kemujan (511,08 ha), P. Karimunjawa (277,30 ha), P. Parang (152,55 ha), P. Menjangan Kecil (105,30 ha), P. Kumbang (97,83 ha), P. Nyamuk (95,85 ha), dan P. Menjangan Besar ( 90,27 ha). Parameter penciri dari kelas S1 adalah : kedalaman ( m), keterlindungan dari arus dan gelombang (sangat terlindung), suhu perairan (28 29 C), salinitas (29 31 ), material dasar perairan (pasir berlumpur), kecerahan air (> 5 m atau > 75 %), kecepatan arus (0,2 0,4 m/d), ph (7 8,5), dan oksigen terlarut ( = 5 mg/l). Secara diskriptif, sebaran kelas kesesuaian S1 untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA di masing-masing pulau disajikan pada Gambar 29. Hasil anailsis kesesuaian untuk kelas S2 pada budidaya ikan kerapu di daerah penelitian, diperoleh hasil bahwa kelas ini cocok atau sesuai untuk semua tempat/pulau-pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa. Pulau yang memiliki luasan S2 yang relatif besar adalah : P. Kemujan (952,38 ha), P. Nyamuk (715,81 ha), P. Karimunjawa (678,17 ha), Karang Katang (433,39 ha), Karang Kapal (346 ha), P. Parang (324,12 ha), P. Kembar (284,80 ha), P. Menjangan Besar (222,07 ha), P. Kumbang (122 ha), dan P. Cemara Besar (108,13 ha). Parameter penciri dari kelas S2 adalah : kedalaman (5-10 m), keterlindungan dari arus dan gelombang (terlindung), suhu perairan (26-28 C dan C ), salinitas (27-29 dan ), material dasar perairan (lumpur berpasir), kecerahan air (3 5 m atau %), kecepatan arus (0,1 0,2 m/d), ph (6 7 dan 8.5 9,5), dan oksigen terlarut ( 3-5 mg/l). Berdasarkan Gambar 29, tampak bahwa kelas S1 terdapat menyebar di hampir semua pulau dengan jarak dari garis pantai umumnya relatif dekat ( m) dengan kedalaman antara m, perairannya jernih, substrat pasir campur lumpur, perairannya relatif jernih, kecepatan arus tidak terlalu kuat (sedang) dan berada pada daerah yang cukup terlindung terutama dari gelombang besar saat musim barat tiba. Sedangkan kelas kesesuaian S2 terdapat pada sepanjang perairan pantai mengelilingi pulau-pulau yang ada di Kepulauan Karimunjawa dengan luasan yang lebih luas dari pada kelas kesesuaian S1.

192 Gambar 29 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya kerapu dengan sistem KJA di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 171

193 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut Hasil analisis kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut di daerah penelitian yaitu hanya didapatkan kelas kesesuaian S1 dan S2. Luasan total untuk kelas S1 sebesar 2.783,78 ha (42,02 %), dan S2 sebesar 3.841,27 ha (57,98 %), (Tabel 48). Tabel 48 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Kode Nama Pulau Desa Luas (Ha) S1 S2 N Jumlah 1 A P Karimunjawa Karimunjawa 589,32 366,16-955,48 2 B P Menjangan Besar Karimunjawa 200,61 111,73-312,34 3 C P Menjangan Kecil Karimunjawa 138,96 31,81-170,77 4 D P Burung Karimunjawa 4,86 18,31-23,17 5 E P Geleang Karimunjawa 24,93 80,77-105,70 6 F P Cemara Kecil Karimunjawa 29,61 26,14-55,75 7 G P Cemara Besar Karimunjawa 27,54 113,89-141,43 8 H P Menyawakan Karimunjawa 13,41 45,04-58,45 9 I Taka Menyawakan Karimunjawa 0,81 7,24-8,05 10 J P Kemujan Kemujan 699,74 763, ,46 11 K P Bengkoang Kemujan 23,13 220,63-243,76 12 L P Sintok Kemujan 29,07 62,95-92,02 13 M Gosong Tengah Kemujan 15,30 7,78-23,08 14 N P Tengah Kemujan 17,73 13,36-31,09 15 O P Kecil Kemujan 16,56 12,64-29,20 16 P P Parang Parang 210,11 266,56-476,67 17 Q P Kembar Parang 121,05 198,85-319,90 18 R Gosong Selikur Parang 7,83 19,66-27,49 19 S P Nyamuk Parang 232,47 579,19-811,66 20 T P Katang Parang 15,75 29,65-45,40 21 U Karang Katang Parang 0,54 482,35-482,89 22 V P Krakal Besar Parang 11,43 20,56-31,99 23 W P Krakal Kecil Parang 19,80 33,25-53,05 24 X Karang Kapal Parang 216,63 179,68-396,31 25 Y P Kumbang Parang 112,36 107,46-219,82 26 Z Karang Besi Parang 4,23 41,89-46,12 Total 2.783, ,27 0, ,05 Lokasi yang memiliki luasan kelas S1 yang relatif luas adalah : P. Kemujan (699,74 ha), P. Karimunjawa (589,32 ha), P. Nyamuk (232,47 ha), Karang Kapal (216,63 ha), P. Parang (210,11 ha), P. Menjangan Besar (200,61 ha), P. Menjangan Kecil (138,96 ha), P. Kembar (121,05 ha), dan P. Kumbang (112,36 ha). Parameter yang menjadi penciri kelas S1 adalah: kedalaman perairan (2,5 5,0 m), keterlindungan dari arus dan gelombang (sangat terlindung), suhu

194 173 air (27 30 ºC), salinitas (30 33 ), substrat dasar perairan (pasir), kecerahan perairan ( > 5 m atau > 75 %), kecepatan arus (0,2 0,3 m/d), ph (> 7,0 8,5), dan oksigen terlarut (> 4,0 mg/l). Lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut pada kategori kelas S1 hampir semuanya berada di bagian luar dari tiap pulau (ke arah laut) setelah kelas S2. namun demikian, jarak lokasi S1 dari garis pantai relatif dekat yaitu berkisar antara m), berada pada daerah bersubstrat pasir dan karang, daerahnya terlindung dan perairannya jernih, kecerahannya 5 m (> 75 %). Secara diskriptif, sebaran kelas kesesuaian S1 untuk budidaya rumput laut di masing-masing pulau disajikan pada Gambar 30. Kelas kesesuaian S2 untuk budidaya rumput laut di daerah penelitian ternyata semua pulau atau tempat didapatkan kesesuaian kelas ini. Lokasi yang memiliki luasan S2 yang relatif besar adalah : P.Kemujan (763,72 ha), P. Nyamuk (579,19ha), Karang Katang (482,35 ha), P. Karimunjawa (366,16 ha), P. Parang (266,56 ha), P. Kembar (198,85 ha), Karang Kapal (179,68 ha), P. Cemara Besar (113,89 ha), P. Menjangan Besar (111,73 ha), dan P. Kumbang (107,46 ha). Parameter/kriteria yang menjadi penciri untuk kesesuaian budidaya rumput laut kelas S2 ini adalah : kedalaman perairan (5-10 m), keterlindungan dari arus dan gelombang (terlindung), suhu air (25-27 ºC), salinitas (28-30 ), substrat dasar perairan (karang), kecerahan perairan ( 3 5 m atau %), kecepatan arus (0,1 0,2 m/d dan 0,3 0,4 m/d), ph 6 7 dan 8,5 9,5), dan oksigen terlarut (2-4,0 mg/l). Lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut kelas kesesuaian S2 ini terdapat di semua pulau yang ada di Kepulauan Karimunjawa terutama berada di perairan pantai yang berjarak dari garis pantai ke arah laut antara m, perairannya jernih, daerahnya cukup terlindung dan berada pada daerah rataan terumbu karang atau substrat dasarnya karang, dan umumnya dilakukan oleh masyarakat pada kedalaman antara 5 10 m. Berdasarkan kondisi di atas, maka upaya pengembangan budidaya rumput laut pada waktu mendatang perlu dilakukan mengingat kondisi dan lingkungan alamnya sangat mendukung untuk kegiatan dimaksud.

195 Gambar 30 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 174

196 Kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan pendekatan SIG, maka diperoleh kelas kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang adalah S1, S2, dan N. Total luasan kelas kesesuaian S1 di daerah penelitian sebesar 39,53 ha (0,60 %), S2 seluas 2.978,38 ha (44,96 %), dan N seluas 3.607,14 ha (54,45 %), (Tabel 49). Tabel 49 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Kode Nama Pulau Desa Luas (Ha) S1 S2 N Jumlah 1 A P Karimunjawa Karimunjawa 6,15 723,29 237,94 967,38 2 B P Menjangan Besar Karimunjawa 26,67 267,22 19,57 313,46 3 C P Menjangan Kecil Karimunjawa 6,61 162,26 0,00 168,87 4 D P Burung Karimunjawa 0,00 0,00 21,82 21,82 5 E P Geleang Karimunjawa 0,00 0,00 103,98 103,98 6 F P Cemara Kecil Karimunjawa 0,00 0,00 55,21 55,21 7 G P Cemara Besar Karimunjawa 0,00 0,00 140,80 140,80 8 H P Menyawakan Karimunjawa 0,00 0,00 56,91 56,91 9 I Taka Menyawakan Karimunjawa 0,00 0,00 6,85 6,85 10 J P Kemujan Kemujan 0,00 909,31 504, ,29 11 K P Bengkoang Kemujan 0,00 1,32 241,13 242,45 12 L P Sintok Kemujan 0,00 42,86 49,09 91,95 13 M Gosong Tengah Kemujan 0,00 12,82 9,24 22,06 14 N P Tengah Kemujan 0,00 10,46 19,73 30,19 15 O P Kecil Kemujan 0,00 1,86 26,29 28,15 16 P P Parang Parang 0,00 376,22 106,91 483,13 17 Q P Kembar Parang 0,00 0,00 367,08 367,08 18 R Gosong Selikur Parang 0,00 0,00 26,05 26,05 19 S P Nyamuk Parang 0,00 259,71 553,15 812,86 20 T P Katang Parang 0,00 2,52 42,15 44,67 21 U Karang Katang Parang 0,00 0,00 483,00 483,00 22 V P Krakal Besar Parang 0,00 0,00 30,81 30,81 23 W P Krakal Kecil Parang 0,00 0,00 51,57 51,57 24 X Karang Kapal Parang 0,00 0,00 399,73 399,73 25 Y P Kumbang Parang 0,10 208,53 8,21 216,84 26 Z Karang Besi Parang 0,00 0,00 44,94 44,94 Total 39, , , ,05 Kelas kesesuaian S1 untuk budidaya teripang hanya cocok di P. Menjangan Besar (seluas 26,67 ha), P. Menjangan Kecil (seluas 6,61 ha), dan P. Karimunjawa (seluas 6,15 ha). Parameter atau kriteria yang menjadi pembatas dari kondisi lingkungan untuk kesesuaian buidaya teripang kelas S1 terdiri dari faktor penunjang meliputi : keterlindungan (baik), pencemaran (tidak ada),

197 176 keamanan (baik), sarana penunjang (baik), dan faktor utama meliputi : dasar perairan (pasir dan patahan karang), kondisi gelombang (tenang), ketersediaan sumber benih (dekat/mudah), kedalaman perairan (5 10 m), kecerahan air (4,5 6,5 m), kecepatan arus (0,15 0,25 m/d), suhu perairan (22 25 C), salinitas (31 34 ), ph (8,1 8,5), dan oksigen terlarut (6-9 mg/l). Secara diskriptif, sebaran kelas kesesuaian S1 untuk budidaya teripang di masing-masing pulau disajikan pada Gambar 31. Kelas kesesuaian S2 untuk budidaya teripang ternyata lokasi yang cocok untuk kegiatan ini hanya terdapat pada sejumlah pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa, yaitu : P. Kemujan ( ha), P. Karimunjawa (723,29 ha), P. Parang (376,22 ha), P. Menjangan Besar (267,22 ha), P. Nyamuk (259,71 ha), P. Menjangan Kecil (162,26 ha), P. Sintok (42,86 ha), Gosong Tengah (12,82 ha), P. Tengah (10,46 ha), P. Katang (2,52 ha), P. Kecil (1,86 ha), dan P. Bengkoang (1,32 ha). Parameter atau kriteria yang menjadi penciri dari kondisi lingkungan untuk kesesuaian buidaya teripang kelas S2 terdiri dari faktor penunjang meliputi : keterlindungan (sedang), pencemaran (sedikit), keamanan (sedang), sarana penunjang (sedang), dan faktor utama meliputi : dasar perairan (pasir sedikit lumpur), kondisi gelombang (sedang), ketersediaan sumber benih (jauh/cukup), kedalaman perairan (10-25 m), kecerahan air (3,5-4,4 m dan 6,6 7,7 m), kecepatan arus (0,25 0,40 m/d), suhu perairan (26 29 C), salinitas (27 30 ), ph (7,5 8,0), dan oksigen terlarut (4-6 mg/l). Kelas kesesuaian N untuk budidaya teripang di daerah penelitian ternyata didapatkan di hampir semua pulau yang ada di kawasan Taman Nasional Karimunjawa kecuali hanya di P. Menjangan Kecil yang tidak didapatkan kelas N ini. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kegiatan budidaya teripang di perairan Karimunjawa sebagian besar pulau-pulau yang ada tidak sesuai untuk kegiatan dimaksud, kecuali hanya di beberapa pulau sebagaimana tersenut di atas. Faktor penghambat yang berupa kondisi lingkungan ternyata lebih besar untuk penanganannya, terutama terletak pada faktor penghambat yang berupa penunjang. Sedangkan beberapa lokasi yang cocok untuk kegiatan budidaya teripang terutama untuk kelas kesesuaian S2 perlu mendapatkan penanganan khusus, mengingat lokasi yang sesuai untuk kegiatan tersebut hanya sedikit.

198 177 Gambar 30. Peta budidaya teripang Gambar 31 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa

199 Kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan bakau Berdasarkan hasil analisis spasial dengan pendekatan SIG, kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove diperoleh kelas kesesuaian S1, S2, dan N. Kelas S1 memiliki luasan yang paling sedikit, yaitu 862,13 ha (19,26 %), S2 memiliki luasan lebih besar, yaitu 1.860,74 ha (41,57 %), dan kelas N memiliki luasan 1753,52 ha (39,17%), (Tabel 50). Tabel 50 Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Kode Nama Pulau Desa Luas (Ha) S1 S2 N Jumlah 1 A P Karimunjawa Karimunjawa 204,39 519, , ,84 2 B P Menjangan Besar Karimunjawa 36,54 21,07 12,27 69,88 3 C P Menjangan Kecil Karimunjawa 21,39 23,74 0,73 45,86 4 D P Burung Karimunjawa - 2,14 0,09 2,23 5 E P Geleang Karimunjawa - 27,07 0,59 27,66 6 F P Cemara Besar Karimunjawa - 1,55 0,20 1,75 7 G P Cemara Kecil Karimunjawa - 4,99 0,46 5,45 8 H P Menyawakan Karimunjawa - 24,16 0,77 24,93 9 J P Kemujan Kemujan 461,99 742,39 58, ,47 10 K P Bengkoang Kemujan - 103,10 1,39 104,49 11 L P Sintok Kemujan - 20,32 0,98 21,30 12 N P Tengah Kemujan - 3,91 0,12 4,03 13 O P Kecil Kemujan - 1,49 0,37 1,86 14 P P Parang Parang 92,55 277,88 97,69 468,12 15 Q P Kembar Parang - 9,13 2,03 11,16 16 S P Nyamuk Parang 45,27 66,97 11,94 124,18 17 T P Katang Parang - 2,96 0,16 3,12 18 V P Krakal Besar Parang - 2,97 0,15 3,12 19 W P Krakal Kecil Parang - 2,33 0,29 2,62 20 Y P Kumbang Parang - 2,96 8,36 11,32 TOTAL 862, , , ,39 Kelas kesesuaian S1 ternyata hanya terdapat beberapa pulau saja. Luasan yang terbesar terletak di P. Kemujan hingga mencapai 461,99 ha, dan sebagian yang besar lagi terletak di P. Karimunjawa seluas 204,39 ha, sedangkan di 4 pulau lainnya relatif tidak luas. Hal ini menunjukkan bahwa hutan mangrove hanya cocok hidup di beberapa tempat saja, terutama di pulau ukuran besar dan umumnya ada penduduknya. Sebagai parameter atau kriteria penciri dari kelas

200 179 kesesuaian S1 adalah : kemiringan lahan (0 2 %), jenis tanah (alluvial), jarak dari pantai (< 200 m), ketinggian (0 5 m), dan drainase (tergenang secara periodik). Kelas kesesuaian S2 ternyata juga terdapat di beberapa pulau saja yang umumnya berada di pulau yang berpenduduk seperti P. Kemujan, P. Karimunjawa, P. Parang dan P. Nyamuk. Lokasi-lokasi yang disebutkan ini, ternyata juga sesuai untuk konservasi hutan mangrove untuk kelas kesesuaian S1. Faktor yang menjadi parameter penciri dari kelas S2 adalah : kemiringan lahan ( 2 15 %), jenis tanah (alluvial, hidrolof kelabu), jarak dari pantai ( m), ketinggian (5 10 m), dan drainase (tergenang secara periodik). Secara diskriptif tempat-tempat yang sesuai untuk konservasi hutan mangrove disajikan pada Gambar 32. Dari tabel di atas dapat diterangkan bahwa lahan atau lokasi yang lebih sesuai dan cocok untuk alokasi tempat bagi upaya konservasi hutan mangrove ternyata berada pada daerah yang berpenduduk, dan lahan yang dapat dialokasikan untuk kegiatan tersebut memiliki luasan hektar yang relatif besar. Pulau-pulau yang berpenghuni umumnya memiliki tanah alluvial, di bagian tertentu dari pulau tersebut tanah dasarnya berupa pasir dan lumpur, kemiringan lahan dan ketinggian tanah relatif rendah, sehingga secara periodik terutama di bagian pantainya terkena genangan pasang. Kondisi yang demikian sangat sesuai dan cocok untuk areal konservasi hutan mangrove sebagaimana vegetasi hutan mangrove yang sudah ada di pulau-pulau yang berpenghuni tersebut di atas. Hasil analisis kesesuaian lahan (lokasi) untuk masing-masing peruntukan, kemudian dilakukan overlay sehingga dihasilkan satu peta kesesuaian kawasan yang di dalamnya memuat berbagai peruntukan yang menjadi prioritas pemanfaatan ke depan (Gambar 33), sedangkan luasan masing-masing kesesuaian disajikan pada Tabel 51 dan 52. Berdasarkan peta hasil overlay dari berbagai kesesuaian ini, maka suatu kawasan atau lokasi tidak mengalami dobel atau ganda peruntukan karena sebelumnya telah memasukkan aspirasi/usulan masyarakat, penilaian para praktisi, dan kategori kelas kesesuaian yang ada. Peta hasil overlay ini juga dapat digunakan sebagai acuan atau arahan untuk pemanfaatan lahan.

201 Gambar 32 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 180

202 Gambar 33 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 181

203 Tabel 51 Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk klasifikasi kelas S1 di Taman Nasional Karimunjawa 182 No Nama Pulau Desa Kode Budidaya Kerapu Luas Kesesuaian Peruntukan Kelas Sangat Sesuai (S1) dalam satuan hektar (ha) Budidaya Pariwisata Pariwisata Budidaya Konservasi Rekreasi Rumput Laut Selam Snorkling Teripang Mangrove 1 P Kumbang Parang Y 39,26 35,08 58,69 17,77 15,51 0,10-2 P Menjangan Kcl Karimunjawa C 38,03 6,72 82,45 12,35 0,86 6,55-3 P Sintok Kemujan L 6,98-12,16 25,56 2, P Mrican Kemujan - 8,59 16,58 2,11 7, P Kecil Kemujan O - 18,09 10,78 2,14 3, P Tengah Kemujan N 1,32-15,54 0,33 1, P Batu Karimunjawa - - 1,81 14,81 0, P Geleang Karimunjawa E - 1,11 3,07 54,91 8, P Burung Karimunjawa D - - 1,87 4,93 0, P Cemara Besar Karimunjawa G 22,65 12,91 19,32 6, P Menyawakan Karimunjawa H 1,83-8,93 8,34 6, P Cemara Kecil Karimunjawa F 4,96 6,47 18,06 4,20 2, P Krakal Kecil Parang W 0,09 3,34 15,03-2, P Krakal Besar Parang V 1,23-3,63 10,10 3, P Katang Parang T 2,80 3,68 10,30 0,86 1, P Kembar Karimunjawa Q 0,18 22,46 92,45 14,56 41, P Menjangan Bsr Karimunjawa B 9,09 0,18 155,68 26,49 7,21 25,77 11,10 18 P Bengkoang Kemujan K 15,52-15,02 51,03 16, P Karimunjawa Karimunjawa A 60,49 128,03 428,35 57,94 44,29 6,09 94,83 20 P Nyamuk Parang S 40,49 62,02 162,18 14,64 42,73-8,73 21 P Parang Parang P 131,11 10,42 132,24 46,97 55,14-44,44 22 P Kemujan Kemujan J 271,38 275,58 321,77 166,75 184,83-108,43 23 Gosong Selikur Parang R - - 7, Karang Besi Parang Z - - 4, Taka Menyawakan Karimunjawa I - - 0,40 0,01 0, Gosong Tengah Kemujan M - - 7,90-7, Gosong Seloka Karimunjawa Karang Kapal Parang X - 1,77 170,70 0,01 102, Karang Katang Parang U 48,54-0,18 11,57 0, Total 695,96 596, ,94 555,15 561,72 38,51 267,53

204 Tabel 52 Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk klasifikasi kelas S2 di Taman Nasional Karimunjawa 183 No Nama Pulau Desa Kode Budidaya Kerapu Kesesuaian Peruntukan Kelas Sesuai (S2) dal.am satuan hektar (ha) Budidaya Pariwisata Pariwisata Rekreasi Rumput Laut Selam Snorkling Budidaya Teripang Konservasi Mangrove Kelas Tidak Sesuai (N) 1 P Kumbang Parang Y 1,29 17,30 5,33 0,12 21,69 1,07 10,73 1,60 2 P Menjangan Kcl Karimunjawa C 1,39 33,81-0,00 0,78 5,70 21,33 5,80 3 P Sintok Kemujan L 0,23 46,75-1,28 8,20 3,08-1,14 4 P Mrican Kemujan - 4,21 9,83-1,97 0, P Kecil Kemujan O - 2,69-0,15-0,03-0,42 6 P Tengah Kemujan N - 9,01-0,65-0,13-0,11 7 P Batu Karimunjawa - 0, , P Geleang Karimunjawa E - 57, , ,68 9 P Burung Karimunjawa D - 7,19-0,27 3, ,15 10 P Cemara Besar Karimunjawa G - 51,60 0,01 27,35 0, ,52 11 P Menyawakan Karimunjawa H - 42,28-7,85 0, ,77 12 P Cemara Kecil Karimunjawa F - 6,06 0,11 9,63 0, ,35 13 P Krakal Kecil Parang W - 4,93 0,01 0,08 22, ,43 14 P Krakal Besar Parang V - 2, , ,15 15 P Katang Parang T 10,80 8,26 0,52 3,53 0,03 0,18-0,54 16 P Kembar Karimunjawa Q - 76,21 41,03 83, ,04 17 P Menjangan Bsr Karimunjawa B 3,72 31, ,22 82,06 36,54 3,65 18 P Bengkoang Kemujan K - 129,41 0,29 33,87 66, ,45 19 P Karimunjawa Karimunjawa A 4,20 433,09 42,33 0,35 44,81 119,72 216, ,22 20 P Nyamuk Parang S 69,26 102,40 23,48 2,47 289,51 41,38 45,30 12,66 21 P Parang Parang P 15,31 293,60 28,02 0,22 32,36 4,87 92,55 64,82 22 P Kemujan Kemujan J 124,79 714,13 27,52 0,27 57,70 11,54 460,36 9,74 23 Gosong Selikur Parang R - 0,05-12, Karang Besi Parang Z - 3,17 0,15 30,02 2, ,55 25 Taka Menyawakan Karimunjawa I , Gosong Tengah Kemujan M ,67 0,17 0, Gosong Seloka Karimunjawa Karang Kapal Parang X - 0,00-0,10 116, ,91 29 Karang Katang Parang U - 24,28 0,09 7,21 385, ,88 Total 230, ,45 178,71 222, ,40 270,58 883, ,58

205 Kesesuaian lahan potensial Analisis kesesuaian lahan potensial dilakukan terhadap kesesuaian lahan aktual yang kelas kesesuaiannya dapat dinaikkan kelasnya melalui input atau introduksi teknologi pada parameter tertentu dari suatu peruntukan. Dari ke tujuh peruntukan dalam kesesesuaian lahan aktual yang telah di bahas sebelum bagian ini, ada dua peruntukan yang bisa dinaikkan kelas kesesuaiannya yaitu ekowisata bahari kategori selam dan ekowisata bahari kategori snorkling. Berdasarkan data eksisting pada setiap parameter dari ke dua peruntukan tersebut di atas, kemudian ditentukan kondisi aktual dan potensial sebagaimana disajikan pada Tabel 53, 54. Tabel 53 Kesesuaian lahan potensial ekowisata selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Kondisi Persen Cover Karang Jumlah Genus Karang Jumlah Jenis Ikan Kedalaman Terumbu (m) Kecerahan Perairan (%) Kecepatan Arus (m/dt) 1 Eksisting 46,29 25,33 122,00 6,83 87,81 0,24 Aktual S2 S2 S1 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S1 S1 S1 S2 2 Eksisting 42,00 26,00 36,00 5,45 92,50 0,24 Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 3 Eksisting 37,27 23,67 84,00 6,00 90,00 0,22 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 4 Eksisting 26,18 25,00 105,00 8,17 93,33 0,26 Aktual N S2 S1 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S1 S1 S1 S2 5 Eksisting 43,80 25,00 47,00 8,40 97,00 0,27 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 6 Eksisting 53,14 22,50 38,00 9,50 84,00 0,27 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 7 Eksisting 48,64 28,33 79,00 9,67 82,33 0,29 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 8 Eksisting 36,06 21,00 38,00 10,15 77,50 0,24 Aktual N S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S2 S2 9 Eksisting 30,65 20,57 140,00 9,00 82,90 0,27 Aktual N S2 S1 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S1 S1 S1 S2 10 Eksisting 50,30 24,20 36,00 10,00 80,00 0,24 Aktual S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S2 S2

206 185 Lanjutan Tabel 53. No Kondisi Persen Cover Karang Jumlah Genus Karang Jumlah Jenis Ikan Kedalaman Terumbu (m) Kecerahan Perairan (%) Kecepatan Arus (m/dt) 11 Eksisting 46,18 21,50 37,00 9,63 73,00 0,30 Aktual S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S2 S2 12 Eksisting 46,83 33,00 21,00 10,00 70,00 0,27 Aktual S2 S1 N S1 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S1 S2 S2 13 Eksisting 39,98 32,00 46,00 10,00 80,00 0,27 Aktual S2 S1 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S1 S2 S2 14 Eksisting 44,07 27,00 38,00 9,04 86,29 0,26 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 15 Eksisting 37,16 24,33 98,00 8,93 90,00 0,27 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 16 Eksisting 42,21 27,83 38,00 9,67 79,83 0,28 Aktual S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S2 S2 17 Eksisting 41,67 25,67 30,00 9,67 85,00 0,30 Aktual S2 S2 N S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 18 Eksisting 50,28 27,33 78,00 9,40 80,67 0,30 Aktual S2 S2 S2 S1 S1 S2 Potensial S2 S2 S2 S1 S1 S2 19 Eksisting 48,62 32,00 75,00 9,00 76,00 0,30 Aktual S2 S1 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S1 S2 S2 20 Eksisting 44,27 32,50 77,00 5,90 95,00 0,27 Aktual S2 S1 S2 S2 S1 S2 Potensial S2 S1 S2 S2 S1 S2 Keterangan : 1 P Karimunjawa 6 P Cemara Kecil 11 P Sintok 16 P Nyamuk 2 P Menjangan Besar 7 P Cemara Besar 12 P Tengah 17 P Katang 3 P Menjangan Kecil 8 P Menyawakan 13 P Kecil 18 P Krakal Besar 4 P Burung 9 P Kemujan 14 P Parang 19 P Krakal Kecil 5 P Geleang 10 P Bengkoang 15 P Kembar 20 P Kumbang Dari Tabel 53, tampak dua parameter dari kesesuaian lahan yang dapat dinaikkan kelas kesesuaiannya dari N ke S2 yaitu persen (tutupan) karang dan jumlah jenis ikan. Melalui input teknologi dengan melakukan upaya transplantasi karang hidup yang kondisinya masih baik dan dilekatkan pada lokasi - lokasi dimana kondisi terumbu karangnya telah rusak, maka diharapkan dalam waktu yang tidak lama (< 5 tahun) kondisinya akan segera pulih kembali, sehingga diharapkan kelimpahan dan keragaman jenis ikan juga akan meningkat.

207 186 Tabel 54 Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling No Kondisi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa Persen Cover Karang Jumlah Genus Karang Jumlah Jenis Ikan Kedalaman Terumbu (m) Kecerahan Perairan (%) Kec. Arus (m/dt) Lebar Hamparan Datar Karang (m) 1 Eksisting 46,29 25,33 122,00 6,83 87,81 0,24 > 500 m Aktual S2 S2 S1 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S1 S2 S1 S2 S1 2 Eksisting 42,00 26,00 36,00 5,45 92,50 0,24 > 500 m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 3 Eksisting 37,27 23,67 84,00 6,00 90,00 0,22 > 500 m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 4 Eksisting 26,18 25,00 105,00 8,17 93,33 0, m Aktual N S2 S1 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S1 S2 S1 S2 S2 5 Eksisting 43,80 25,00 47,00 8,40 97,00 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 6 Eksisting 53,14 22,50 38,00 9,50 84,00 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 7 Eksisting 48,64 28,33 79,00 9,67 82,33 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 8 Eksisting 36,06 21,00 38,00 10,15 77,50 0, m Aktual N S2 S2 N S2 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 N S2 S2 S2 9 Eksisting 30,65 20,57 140,00 9,00 82,90 0,27 > 500 m Aktual N S2 S1 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S1 S2 S1 S2 S1 10 Eksisting 50,30 24,20 36,00 10,00 80,00 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 11 Eksisting 46,18 21,50 37,00 9,63 73,00 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 12 Eksisting 46,83 33,00 21,00 10,00 70,00 0, m Aktual S2 S1 N S2 S2 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 13 Eksisting 39,98 32,00 46,00 10,00 80,00 0, m Aktual S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 14 Eksisting 44,07 27,00 38,00 9,04 86,29 0,26 > 500 m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 15 Eksisting 37,16 24,33 98,00 8,93 90,00 0,27 > 500 m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1

208 187 Lanjutan Tabel 54. No Kondisi Persen Cover Karang Jumlah Genus Karang Jumlah Jenis Ikan Kedalaman Terumbu (m) Kecerahan Perairan (%) Kec. Arus (m/dt) Lebar hamparan datar karang 16 Eksisting 42,21 27,83 38,00 9,67 79,83 0,28 > 500 m Aktual S2 S2 S2 S2 S2 S2 S1 Potensial S2 S2 S2 S2 S2 S2 S1 17 Eksisting 41,67 25,67 30,00 9,67 85,00 0, m Aktual S2 S2 N S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 18 Eksisting 50,28 27,33 78,00 9,40 80,67 0, m Aktual S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S2 S2 S2 S1 S2 S2 19 Eksisting 48,62 32,00 75,00 9,00 76,00 0, m Aktual S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 20 Eksisting 44,27 32,50 77,00 5,90 95,00 0, m Aktual S2 S1 S2 S2 S1 S2 S2 Potensial S2 S1 S2 S2 S1 S2 S2 Keterangan : 1 P Karimunjawa 6 P Cemara Kecil 11 P Sintok 16 P Nyamuk 2 P Menjangan Besar 7 P Cemara Besar 12 P Tengah 17 P Katang 3 P Menjangan Kecil 8 P Menyawakan 13 P Kecil 18 P Krakal Besar 4 P Burung 9 P Kemujan 14 P Parang 19 P Krakal Kecil 5 P Geleang 10 P Bengkoang 15 P Kembar 20 P Kumbang Dari tiga parameter yang bisa dinaikkan kelasnya melalui input teknologi yaitu persen cover (tutupan) karang, jumlah genus karang, dan jumlah jenis ikan, ternyata hanya dua parameter dari kesesuaian peruntukan ekowisata bahari kategori snorkling yang dapat dinaikkan kelas kesesuaiannya dari N menjadi S2 yaitu persen (tutupan) karang dan jumlah jenis ikan (Tabel 54). Melalui input atau introduksi teknologi dengan melakukan upaya transplantasi karang hidup yang kondisinya masih baik, kemudian dilekatkan pada terumbu karang yang telah rusak dengan semen atau dengan cara diikat, maka diharapkan dalam waktu yang tidak lama (< 5 tahun) kondisinya akan segera pulih kembali, sehingga kelimpahan dan keragaman jenis ikan juga akan meningkat. Luasan area kesesuaian lahan potensial peruntukan ekowisata selam dan ekowisata snorkling disajikan pada Tabel 55 dan 56, dan secara spasial disajikan pada Gambar 34 dan 35. Selanjutnya ke dua peruntukan kesesuaian tersebut di overlaykan dengan lima peruntukan kesesuaian yang lain, dan hasilnya seperti yang disajikan pada Tabel 57, 58, dan Gambar 36.

209 188 Tabel 55 Luasan area kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori selam No Pulau Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa 274,84 236,64 468,18 979,66 2 P Menjangan Besar 90,91 136,77 80,54 308,23 3 P Menjangan Kecil 66,74 60,83 37,03 164,61 4 P Burung 4,75 7,64 4,26 16,65 5 P Geleang 56,06 3,81 38,93 98,80 6 P Cemara Kecil 6,54 29,02 14,48 50,04 7 P Cemara Besar 10,88 105,60 19,14 135,63 8 P Menyawakan 14,39 16,20 21,15 51,74 9 Taka Menyawakan 1, ,55 10 P Kemujan 497,87 104,91 914, ,73 11 P Bengkoang 53,55 92,39 91,34 237,28 12 P Sintok 35,98 26,36 24,44 86,77 13 Gosong Tengah 2,95 11,53 2,41 16,89 14 P Tengah 0,71 15,48 8,83 25,02 15 P Kecil 4,87 0,32 17,79 22,97 16 P Parang 64,23 145,76 267,96 477,95 17 P Kembar 35,35 245,69 80,87 361,91 18 Gosong Selikur - 20,88-20,88 19 P Nyamuk 18,76 608,48 180,44 807,69 20 P Katang 1,78 27,52 10,19 39,49 21 Karang Katang 11,66 466,06-477,72 22 P Krakal Besar 10,92 4,34 10,38 25,64 23 P Krakal Kecil - 34,08 12,31 46,40 24 Karang Kapal 173,07 213,10 5,32 391,49 25 P Kumbang 93,21 18,09 111,24 222,54 26 Karang Besi - 39,77-39,77 Jumlah 1.531, , , ,05 Tabel 55 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian S1 sebesar 1.531,57 ha (23,12 %), kelas S2 sebesar 2.671,29 (40,32 %), dan kelas N sebesar 2.422,19 ha (36,56 %). Kelas kesesuaian S2 memiliki luasan kesesuian yang paling besar, dan jika ditambahkan dengan kelas keseuaian S1 maka persentasenya cukup besar mencapai 63,44 %. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya wilayah perairan Karimunjawa khususnya kawasan Taman Nasional di hampir semua pulau / lokasi kondisinya masih sangat sesuai dan layak untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekowisata selam dengan luasan yang cukup besar dan lebih besar daripada kelas kesesusian N, sehingga dapat dikembangkan di masa-masa mendatang. Secara spasial kesesuaian lahan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata selam disajikan pada Gambar 34.

210 Gambar 34 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 189

211 190 Tabel 56 Luasan kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling No Pulau Luas (ha) S1 S2 N Jumlah 1 P Karimunjawa 451,12 247,49 281,09 979,70 2 P Menjangan Besar 68,78 66,56 172,92 308,26 3 P Menjangan Kecil 32,98 33,41 98,25 164,64 4 P Burung 8,46 4,18 4,04 16,68 5 P Geleang 53,26 8,36 36,91 98,53 6 P Cemara Kecil 21,72 3,71 24,63 50,06 7 P Cemara Besar 26,78 10,35 98,52 135,65 8 P Menyawakan 19,82 16,15 15,80 51,77 9 Taka Menyawakan 1,48-0,06 1,54 10 P Kemujan 934,16 233,13 350, ,78 11 P Bengkoang 107,43 36,21 93,67 237,31 12 P Sintok 40,91 2,80 43,10 86,81 13 Gosong Tengah 12,49 0,66 3,77 16,92 14 P Tengah 9,99 6,86 8,20 25,05 15 P Kecil 13,00 4,72 5,28 23,00 16 P Parang 329,47 28,76 119,88 478,11 17 P Kembar 131,39 12,18 218,37 361,94 18 Gosong Selikur 3,33-17,42 20,75 19 P Nyamuk 217,80 44,05 545,88 807,73 20 P Katang 8,75 11,18 19,60 39,53 21 Karang Katang ,59 477,59 22 P Krakal Besar 16,47-9,04 25,51 23 P Krakal Kecil 19,88 3,67 22,88 46,43 24 Karang Kapal 29,82 0,16 361,55 391,53 25 P Kumbang 129,68 20,35 72,55 222,58 26 Karang Besi - 39,64 39,64 Jumlah 2.688,97 794, , ,06 Tabel 56 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian S1 sebesar 2.688,97 ha (40,59 %), kelas S2 sebesar 794,94 ha (12 %), dan kelas N sebesar 3.141,15 ha (47,41%). Kelas kesesuaian S1 memiliki luasan kesesuaian yang cukup besar, sedikit di bawah kelas N. Jika kelas S1 ditambahkan dengan kelas S2, maka luas lahan/perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata snorkling cukup besar mencapai 52,59 %. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya potensi kawasan Taman Nasional Karimunjawa masih cukup besar dan sangat sesuai untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekowisata snorkling, sehingga dapat dikembangkan di masa mendatang. Secara spasial kesesuaian lahan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata selam disajikan pada Gambar 35. Selanjutnya dari ke dua peruntukan kesesuaian potensial tersebut dioverlaykan dengan lima peruntukan lain, dan hasilnya disajikan pada Gambar 36. Peta hasil overlay ini dapat dipakai sebagai acuan untuk pemanfaatan lahan.

212 Gambar 35 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 191

213 Gambar 36 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan potensial di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 192

214 193 Tabel 57 Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk klasifikasi kelas S1 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Budidaya Kerapu Luas Kesesuaian Peruntukan Kelas Sangat Sesuai (S1) dal am satuan hektar (ha) Budidaya Rumput Pariwisata Pariwisata Budidaya Rekreasi Laut Selam Snorkling Teripang Konservasi Mangrove 1 Gosong Kumbang , Gosong Selikur - - 7,70-12, Gosong Tengah - - 7,52 0,12 8, Karang Besi - - 4,11-33, Karang Kapal - 1,77 170,46 36,85 179, Karang Katang 48,53-0,18 11,35 415, P Batu - - 1,65 14,20 0, P Bengkoang 15,47-14,67 60,08 113, P Burung - - 1,78 4,70 9, P Cemara Besar 22,51 13,31 18,87 10,48 66, P Cemara Kecil 4,46 6,91 17,68 4,66 17, P Geleang - 1,30 2,98 57,74 34, P Karimunjawa 70,87 301,32 434,96 102,92 260,11 5,99 98,26 14 P Katang 2,76 4,00 10,25 0,94 15, P Kecil - 4,54 10,53 1,56 5, P Kembar 0,18 23,15 92,01 25,75 213, P Kemujan 261,37 588,35 320,35 220,48 518,39-110,39 18 P Krakal Besar 1,21 0,01 3,55 9,88 10, P Krakal Kecil 0,09 3,42 14,96-26, P Kumbang 38,49 46,93 58,52 41,63 35,60 0,10-21 P Menjangan Besar 9,04 57,50 154,29 44,19 76,93 25,71 15,64 22 P Menjangan Kecil 37,53 26,63 81,32 17,42 15,33 6,21-23 P Menyawakan 1,75-8,74 11,29 28, P Mrican - 8,96 16,54 2,00 22, P Nyamuk 40,32 93,80 173,27 14,98 522,34-12,53 26 P Parang 107,41 113,80 142,34 59,88 152,13-48,20 27 P Sintok 6,72 0,02 12,01 32,25 33, P Tengah 1,28-15,24 0,26 7, Taka Menyawakan - - 0,40 0,34 0, Total 670, , ,88 785, ,19 38,02 285,01

215 194 Tabel 58 Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk klasifikasi kelas S2 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Budidaya Kerapu Kesesuaian Peruntukan Kelas Sesuai (S2) dal.am satuan hektar (ha) Budidaya Rumput Pariwisata Pariwisata Rekreasi Laut Selam Snorkling Budidaya Teripang Konservasi Mangrove Kelas Tidak Sesuai (N) 1 Gosong Kumbang Gosong Selikur Gosong Tengah Karang Besi Karang Kapal Karang Katang P Batu P Bengkoang - 107,69 0,26 6,63 18, P Burung - 2,14-0,04 0, P Cemara Besar - 4, P Cemara Kecil - 1,63-0, P Geleang - 27, P Karimunjawa - 659,78 14,80 0,00 3,29 11,33 98, ,45 14 P Katang 3,32 3,63 0,23-0,16 0, P Kecil - 1, P Kembar - 10,78 1,11 0, ,94 17 P Kemujan 6,98 530,50 0,00-0,57-153,18-18 P Krakal Besar - 2, P Krakal Kecil - 2, , P Kumbang P Menjangan Besar 0,70 2, , P Menjangan Kecil - 23, P Menyawakan - 24,51-0, P Mrican P Nyamuk 4,94 60,81 1,08-11,94 0,53 22,99 1,46 26 P Parang - 279, ,08-16,64 27,32 27 P Sintok 0,00 20,79-0,00-0, P Tengah - 3, Taka Menyawakan Total 15, ,96 17,48 6,92 34,62 14,67 291, ,17

216 Analisis Zonasi Untuk mengkaji kesesuaian suatu lokasi untuk suatu peruntukan atau zona, maka dibutuhkan penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan dikelompokkan ke dalam kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Setiap kriteria terdiri dari sub-sub kriteria yang berisi sejumlah variabel yang dipakai sebagai penilai terhadap suatu lokasi. Penetapan zonasi atas suatu lokasi dilakukan dengan metode memadukan antara kriteria ekologi, ekonomi dan sosial setelah sebelumnya masing-masing variabel diberikan nilai atau skor. Sub kriteria ekologi terdiri dari: keanekaragaman hayati, kealamian, keterwakilan, keunikan/kelangkaan jenis, integritas, produktivitas ikan, kerentanan sumberdaya alam. Sub kriteria ekonomi terdiri dari: spesies penting, kepentingan perikanan, bentuk ancaman, manfaat ekonomi sumberdaya, kepentingan pariwisata, jasa lingkungan dan sumberdaya yang dapat terjual, dan potensi lapangan pekerjaan. Sub kriteria sosial terdiri dari: tingkat dukungan masyarakat, tempat rekreasi, budaya masyarakat, estetika, konflik kepentingan, keamanan, aksesibilitas, dan kepedulian masyarakat. Nilai total skor yang didapatkan pada setiap sub kriteria di tiap pulau dalam penentuan zonasi ini, disajikan pada Tabel 59. Pembagian zonasi ditentukan sebagai berikut: Zona Inti (ZI) sebesar > 65 %, Zona Perikanan Berkelanjutan (ZPB) > %, Zona Pemanfaatan (ZP) %, dan Zona Rehabilitasi sebesar < 40 %. Berdasarkan penetapan ini, selanjutnya dihitung skor maksimal dan minimal dari semua sub kriteria yang menjadi variabel penilaian, sehingga diperoleh interval nilai pada penentuan setiap zona sebagai berikut : ZI (> 27,8), ZPB (> 24,9 27,8), ZP (22,0 24,9) dan ZR (< 22,0). Usulan dan aspirasi masyarakat juga dipertimbangkan dalam penetapan zonasi akhir, setelah sebelumnya diperoleh nilai skor total dari dari penerapan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial tersebut di atas. Hasil akhir dalam penentuan zonasi dalam penelitian ini adalah integrasi antara hasil penerapan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, serta pertimbangan aspirasi atau usulan masyarakat setempat, dan hasil analisis kesesuaian lahan. Secara lebih detail hasil akhir penentuan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa disajikan pada Tabel 60, dan secara diskriptif disajikan pada Gambar 37.

217 196 Tabel 59 Analisis penentuan zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kiteria Sub kriteria Nilai skor pada masing-masing pulau / lokasi A B C D E F G H I Ekologi 1. Keanekaragaman Hayati 1) Keragaman ekosistem 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 1,35 1,35 1,35 0,45 2) Keragaman habitat 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 1,35 1,35 0,45 3) Keragaman komunitas 1,35 0,90 0,90 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 0,90 4) Jumlah spesies karang 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 0,90 5) Jumlah spesies ikan karang 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 6) Jumlah spesies Ikan Pelagis 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 0,90 0,90 7) Jml spesies padang lamun 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 45 % 8) Jumlah spesies rumput laut 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 9) Jumlah spesies bakau 0,90 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,90 0,45 2. Kealamian 1) Persen penutupan karang 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 1,35 0,90 0,90 0,90 2) Keragaman Komunitas hayati 0,90 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,90 0,45 3) Keragaman ekosistem 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,45 3. Keterwakilan 1,35 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,90 1,35 0,45 4 Kelangkaan/keunikan jenis & SD 0,90 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 5. Integritas 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 0,90 0,45 6. Produktivitas (H ikan karang) 0,90 0,90 1,35 1,35 0,90 0,90 1,35 0,90 0,45 7. Kerentanan SDA 0,90 0,45 0,45 0,90 0,90 0,45 0,90 0,90 0,90 Sub Total = 18,90 12,60 13,05 14,40 15,30 16,65 17,55 17,10 11,25 Ekonomi 1. Spesies penting 0,64 0,64 0,96 0,96 0,64 0,64 0,64 0,64 0,96 2. Kepentingan perikanan 0,96 0,64 0,64 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,96 32 % 3. Bentuk ancaman 0,64 0,64 0,32 0,64 0,32 0,64 0,64 0,64 0,64 4. Manfaat ekonomi sumberdaya 0,96 0,32 0,32 0,32 0,64 0,64 0,32 0,32 0,32 5. Kepentingan pariwisata 0,96 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 6. Jasa lingk. & SD yg dapat terjual 0,96 0,64 0,64 0,96 0,96 0,96 0,64 0,64 0,32 7. Potensi lapangan pekerjaan 0,96 0,64 0,64 0,96 0,96 0,96 0,64 0,64 0,32 Sub Total = 6,08 3,84 3,84 4,48 4,16 4,48 3,52 3,52 3,84 Sosial 1. Dukungan masyarakat 0,69 0,23 0,23 0,46 0,46 0,46 0,46 0,23 0,46 2. Tempat rekreasi 0,69 0,46 0,69 0,46 0,46 0,69 0,69 0,69 0,23 3. Budaya 0,69 0,23 0,23 0,46 0,23 0,23 0,23 0,46 0,23 23 % 4. Estetika 0,69 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,69 0,46 0,46 5. Konflik kepentingan 0,46 0,46 0,46 0,69 0,69 0,69 0,69 0,46 0,69 6. Keamanan dan kenyamanan 0,69 0,46 0,46 0,23 0,23 0,46 0,46 0,46 0,23 7. Aksesibilitas ke lokasi 0,69 0,69 0,69 0,46 0,46 0,69 0,46 0,46 0,46 8. Kepedulian Masyarakat 1) Kegiatan masyarakat 0,46 0,46 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 2) Keterlibatan masyarakat 0,46 0,23 0,23 0,23 0,23 0,46 0,46 0,46 0,23 Sub Total = 5,52 3,68 3,68 3,68 3,45 4,37 4,37 3,91 3,22 TOTAL =30,50 20,12 20,57 22,56 22,91 25,50 25,44 24,53 18,31 Kesesuaian Zona = ZI ZR ZR ZP ZP ZPB ZPB ZP ZR Keterangan : P : Pulau F : P Cemara Kecil L : P Sintok R : Gosong Selikur X : Karang Kapal A : P Karimunjawa G : P Cemara Besar B : P Menjangan Bsr H : P Menyawakan M : Gosong Tgh S : P Nyamuk N : P Tengah T : P Katang Y : P Kumbang Z : Karang Besi C : P Menjangan Kcl I : Taka Menyawakan D : P Burung J : P Kemujan O : P Kecil P : P Parang U : Karang Katang V : P Krakal Besar E : P Geleang K : P Bengkoang Q : P Kembar W : P Krakal Kecil Skor : > 27,8 : Zona Inti (ZI) > 24,9 27,8 : Zona Pemanfaatan Berkelanjutan (ZPB) 22,0 24,9 : Zona Pemanfaatan (ZP) < 22,0 : Zona Rehabilitasi (ZR)

218 197 Lanjutan Tabel 59 Kiteria Sub kriteria Nilai skor pada masing-masing pulau / lokasi J K L M N O P Q R Ekologi 1. Keanekaragaman Hayati 1) Keragaman ekosistem 1,35 1,35 1,35 0,45 1,35 0,90 1,35 0,45 0,45 2) Keragaman habitat 1,35 1,35 1,35 0,45 1,35 0,45 1,35 0,90 0,90 3) Keragaman komunitas 1,35 1,35 1,35 0,90 1,35 0,90 1,35 0,90 0,90 4) Jumlah spesies karang 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 5) Jumlah spesies ikan karang 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 6) Jumlah spesies Ikan Pelagis 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 7) Jml spesies padang lamun 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,45 0,45 45 % 8) Jumlah spesies rumput laut 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 9) Jumlah spesies bakau 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,45 0,45 2. Kealamian 1) Persen penutupan karang 0,90 1,35 0,90 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 2) Keragaman Komunitas hayati 0,90 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,45 0,45 3) Keragaman ekosistem 1,35 0,90 0,90 0,45 0,90 0,45 1,35 0,45 0,45 3. Keterwakilan 1,35 0,90 0,90 0,45 0,90 0,45 1,35 0,90 0,90 4 Kelangkaan/keunikan jenis & SD 0,90 0,90 1,35 0,45 0,90 0,45 1,35 0,90 0,90 5. Integritas 1,35 0,90 0,90 0,45 0,90 0,45 0,90 0,45 0,45 6. Produktivitas (H ikan karang) 0,90 0,90 0,90 0,45 1,35 1,35 0,90 1,35 1,35 7. Kerentanan SDA 0,90 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 0,45 0,90 0,45 Sub Total = 18,90 17,55 16,65 12,15 16,65 13,05 18,45 13,95 13,50 Ekonomi 1. Spesies penting 0,64 0,64 0,64 0,32 0,96 0,96 0,64 0,96 0,96 2. Kepentingan perikanan 0,96 0,96 0,64 0,64 0,64 0,32 0,96 0,96 0,96 3. Bentuk ancaman 0,64 0,32 0,64 0,64 0,64 0,64 0,32 0,32 0,32 32 % 4. Manfaat ekonomi sumberdaya 0,96 0,64 0,64 0,32 0,32 0,32 0,96 0,32 0,64 5. Kepentingan pariwisata 0,96 0,32 0,64 0,32 0,32 0,32 0,96 0,32 0,32 6. Jasa lingk. & SD yg dapat terjual 0,96 0,64 0,64 0,32 0,64 0,64 0,96 0,96 0,96 7. Potensi lapangan pekerjaan 0,96 0,32 0,64 0,64 0,96 0,32 0,96 0,96 0,96 Sub Total = 6,08 3,84 4,48 3,20 4,48 3,52 5,76 4,80 5,12 Sosial 1. Dukungan masyarakat 0,69 0,23 0,69 0,23 0,23 0,23 0,69 0,23 0,69 2. Tempat rekreasi 0,69 0,69 0,69 0,46 0,69 0,46 0,69 0,46 0,46 3. Budaya 0,69 0,46 0,46 0,23 0,23 0,23 0,69 0,23 0,23 23 % 4. Estetika 0,69 0,46 0,46 0,46 0,69 0,46 0,46 0,69 0,23 5. Konflik kepentingan 0,46 0,69 0,69 0,69 0,69 0,69 0,69 0,69 0,69 6. Keamanan dan kenyamanan 0,69 0,46 0,69 0,46 0,69 0,23 0,69 0,23 0,23 7. Aksesibilitas ke lokasi 0,69 0,46 0,69 0,46 0,46 0,23 0,69 0,46 0,46 8. Kepedulian Masyarakat 1) Kegiatan masyarakat 0,69 0,23 0,69 0,23 0,23 0,23 0,69 0,23 0,23 2) Keterlibatan masyarakat 0,69 0,46 0,69 0,23 0,46 0,23 0,69 0,23 0,69 Sub Total = 5,98 4,14 5,75 3,45 4,37 2,99 5,98 3,45 3,91 TOTAL = 30,96 25,53 26,88 18,80 25,50 19,56 30,19 22,20 22,53 Kesesuaian Zona = ZI ZPB ZPB ZR ZPB ZR ZI ZP ZP Keterangan : P : Pulau A : P Karimunjawa F : P Cemara Kecil G : P Cemara Besar L : P Sintok R : Gosong Selikur X : Karang Kapal M : Gosong Tgh S : P Nyamuk Y : P Kumbang B : P Menjangan Bsr H : P Menyawakan C : P Menjangan Kcl I : Taka Menyawakan N : P Tengah O : P Kecil T : P Katang U : Karang Katang Z : Karang Besi D : P Burung J : P Kemujan P : P Parang V : P Krakal Besar E : P Geleang K : P Bengkoang Q : P Kembar W : P Krakal Kecil Skor : > 27,8 : Zona Inti (ZI) > 24,9 27,8 : Zona Pemanfaatan Berkelanjutan (ZPB) 22,0 24,9 : Zona Pemanfaatan (ZP) < 22,0 : Zona Rehabilitasi (ZR)

219 198 Lanjutan Tabel 59 Kiteria Sub kriteria Nilai skor pada masing-masing pulau / lokasi S T U V W X Y Z Ekologi 45 % 1. Keanekaragaman Hayati 1) Keragaman ekosistem 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,45 2) Keragaman habitat 1,35 0,90 0,90 0,45 0,45 0,45 0,90 0,90 3) Keragaman komunitas 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 1,35 0,90 4) Jumlah spesies karang 1,35 0,90 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 5) Jumlah spesies ikan karang 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 6) Jumlah spesies Ikan Pelagis 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 7) Jml spesies padang lamun 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 8) Jumlah spesies rumput laut 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 9) Jumlah spesies bakau 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 2. Kealamian 1) Persen penutupan karang 0,90 0,90 0,90 1,35 0,90 0,90 0,90 0,90 2) Keragaman Komunitas hayati 0,90 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 3) Keragaman ekosistem 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 3. Keterwakilan 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,90 0,45 4 Kelangkaan/keunikan jenis & SD 1,35 0,90 0,90 0,90 0,45 0,45 0,90 0,90 5. Integritas 1,35 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 6. Produktivitas (H ikan karang) 0,90 0,90 1,35 1,35 1,35 0,45 0,90 0,45 7. Kerentanan SDA 1,35 0,45 0,90 0,90 0,90 1,35 0,45 0,90 Sub Total = 19,35 12,15 13,50 13,50 12,60 12,15 13,95 12,60 Ekonomi 1. Spesies penting 0,64 0,64 0,96 0,96 0,96 0,96 0,64 0,96 2. Kepentingan perikanan 0,96 0,96 0,96 0,64 0,64 0,64 0,64 0,96 3. Bentuk ancaman 0,32 0,32 0,32 0,64 0,64 0,32 0,64 0,32 32 % 4. Manfaat ekonomi sumberdaya 0,64 0,32 0,32 0,32 0,32 0,64 0,32 0,32 5. Kepentingan pariwisata 0,96 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 6. Jasa lingk. & SD yg dapat terjual 0,96 0,64 0,32 0,64 0,64 0,64 0,64 0,32 7. Potensi lapangan pekerjaan 0,96 0,64 0,64 0,32 0,32 0,32 0,64 0,32 Sub Total = 4,80 3,84 3,84 3,84 3,84 3,84 3,84 3,52 Sosial 1. Dukungan masyarakat 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,69 0,23 2. Tempat rekreasi 0,69 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,69 0,23 3. Budaya 0,46 0,23 0,23 0,23 0,23 0,46 0,23 0,23 23 % 4. Estetika 0,46 0,46 0,46 0,69 0,69 0,23 0,69 0,23 5. Konflik kepentingan 0,46 0,46 0,46 0,69 0,69 0,69 0,69 0,69 6. Keamanan dan kenyamanan 0,69 0,46 0,69 0,23 0,23 0,23 0,46 0,23 7. Aksesibilitas ke lokasi 0,69 0,69 0,46 0,46 0,46 0,23 0,69 0,46 8. Kepedulian Masyarakat 1) Kegiatan masyarakat 0,46 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 2) Keterlibatan masyarakat 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,69 0,23 Sub Total = 4,37 3,45 3,45 3,45 3,45 2,99 5,06 2,76 TOTAL = 28,52 19,44 20,79 20,79 19,89 18,98 22,85 18,88 Kesesuaian Zona = ZI ZR ZR ZR ZR ZR ZP ZR Keterangan : P : Pulau F : P Cemara Kecil L : P Sintok R : Gosong Selikur X : Karang Kapal A : P Karimunjawa G : P Cemara Besar M : Gosong Tgh S : P Nyamuk Y : P Kumbang B : P Menjangan Bsr H : P Menyawakan N : P Tengah T : P Katang Z : Karang Besi C : P Menjangan Kcl I : Taka Menyawakan O : P Kecil U : Karang Katang D : P Burung J : P Kemujan P : P Parang V : P Krakal Besar E : P Geleang K : P Bengkoang Q : P Kembar W : P Krakal Kecil Skor : > 27,8 : Zona Inti (ZI) > 24,9 27,8 : Zona Pemanfaatan Berkelanjutan (ZPB) 22,0 24,9 : Zona Pemanfaatan (ZP) < 22,0 : Zona Rehabilitasi (ZR)

220 199 Tabel 60 Hasil akhir analisis penentuan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa No. Hasil analisis dengan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Usulan masyarakat Karimunjawa Hasil akhir setelah diintegrasikan dengan usulan masyarakat dan kesesuaian lahan (lokasi). Zona Inti : 1. P. Karimunjawa P. Karimunjawa (Tanjung Boma dan Tanjung Seloka). 2. P. Kemujan Tanjung Bandeang/Taka P. Karimunjawa (Tanjung Boma & Tanjung Seloka). Tanjung Bandeang/Taka Solusi Solusi 3. P. Parang P. Parang (sisi utara) P. Parang (sisi utara) 4. P. Nyamuk P. Nyamuk (sisi selatan) P. Nyamuk (sisi selatan dan barat daya) Gosong Selikur Gosong Tengah - Zona Perikanan Berkelanjutan : 1. P. Cemara Kecil P. Cemara Kecil P. Cemara Kecil 2. P. Cemara Besar P. Cemara Besar P. Cemara Besar 3. P. Bengkoang P. Bengkoang P. Bengkoang 4. P. Tengah P. Tengah P. Tengah 5. P Sintok P. Sintok P. Sintok 6. - Taka Menyawakan P. Menyawakan - Zona Pemanfaatan : 1. P. Burung P. Burung P. Burung 2. P. Geleang P. Geleang P. Geleang 3. P. Menyawakan P Krakal Besar P. Menyawakan 4. Gosong Selikur Gosong Selikur Gosong Selikur 5. P. Kembar P. Kembar P. Kembar 6. P. Kumbang P. Kumbang P. Kumbang 7. - P. Katang Karang Kapal Karang Katang P. Menjangan Besar P. Menjangan Kecil - Zona Rehabilitasi : 1. P. Menjangan Besar - P. Menjangan Besar (sisi selatan) 2. P. Menjangan Kecil - P. Menjangan Kecil (sisi selatan) 3. Taka Menyawakan - Taka Menyawakan 4. Gosong Tengah - Gosong Tengah 5. P. Kecil P. Kecil P. Kecil 6. P. Katang - P. Katang 7. P. Krakal Besar - P. Krakal Besar 8. Karang Kapal - Karang Kapal 9. Karang Besi Karang Besi Karang Besi 10. Karang Katang - Karang Katang 11. P. Krakal Kecil P. Krakal Kecil P. Krakal Kecil

221 Gambar 37 Peta kawasan dan hasil penentuan zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 200

222 201 Peta zonasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (Dirjen. PHKA) pada tanggal 24 Juni 2005 disajikan pada Gambar 38, sedangkan perbedaan penentuan zonasi antara hasil penelitian ini dengan hasil zonasi yang ditetapkan oleh Dirjen. PHKA tanggal 24 Juni tahun 2005 disajikan pada Tabel 61 dan Gambar 39. Hasil penentuan zonasi antara ke duanya terdapat perbedaan, baik pada zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona rehabilitasi. Sebagai contoh perbedaan yang terjadi yaitu pada Zona Pemanfaatan dimana dari hasil penelitian ini terdapat 6 pulau/lokasi yaitu: P. Burung dan P. Geleang, P. Menyawakan, Gosong Selikur, P. Kembar, dan P. Kumbang, sedangkan dari Keputusan Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA tahun 2005) terdapat lebih dari 15 pulau masuk ke dalam Zona Pemanfaatan. Dari 15 pulau tersebut, hanya ada 2 pulau yang sama-sama masuk ke dalam zona tersebut, yaitu P. Menyawakan dan P. Kembar. Demikian pula pada Zona Rehabilitasi, dari hasil penelitian ini terdapat 11 pulau/lokasi yang masuk ke dalam zona ini, sedangkan dari Keputusan Menteri Kehutanan hanya terdapat 5 pulau/lokasi, dan tidak ada satupun lokasi ke duanya sama. Secara rinci perbedaan ke duanya dapat dilihat pada Tabel 61. Jika dilihat secara geografis, P. Menjangan Besar dan Menjangan Kecil letaknya sangat dekat dengan P. Karimunjawa yang berukuran besar dan sebagai pusat ibukota Kecamatan, saat ini digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan, wisata laut, dan pantai. Dari Keputusan Menteri Kehutanan ke dua pulau tersebut hampir semua luasan kawasan dipergunakan untuk zona pemanfaatan, padahal dilihat dari evaluasi kondisi biogeofisik dan lingkungannya sudah memburuk. Namun hasil dalam penelitian ini, ke dua pulau tersebut masuk ke dalam zona rehabilitasi, dan penempatannya tidak berada pada semua luasan pulau. Hal ini dimaksudkan agar dengan pertimbangan bahwa ekosistem perairan laut di kedua pulau tersebut deapat mengalami kepulihan dan regenerasi biota di kemudian hari, namun di samping itu penempatan zona rehabilitasi juga tidak merubah/ mengganggu kegiatan pemanfatan yang ada saat ini (budidaya dan wisata).

223 202 Pada prinsipnya penentuan zonasi yang dilakukan oleh Menteri Kehutanan tahun 2005 dan penentuan zonasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sama-sama untuk melakukan rezonasi (zonasi ulang) sebagai respon atau tindak lanjut dari evaluasi kondisi sumberdaya Karimunjawa saat ini. Hasil zonasi dalam penelitian ini didasarkan atas penilaian aspek (kriteria) ekologi, ekonomi dan sosial, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis kesesuaian lahan dan diintegrasikan dengan pemanfaatan lahan saat ini (present landuse), sedangkan hasil zonasi dari Ketetapan Menteri Kehutanan tahun 2005 lebih mendasarkan pada aspek sosial ekonomi (usulan masyarakat, pola pemanfaatan, jarak lokasi dari pelabuhan dan pemukiman), dan aspek ekologi (kondisi terumbu karang, ikan karang, padang lamun, mangrove, dan keterwakilan ekosisitem). Namun aspek ekologi tidak mempertimbangkan faktor kesesuaian lahan dan pemanfaatan lahan saat ini (present landuse). Hasil penelitian ini dikatakan lebih representatif dalam penempatan ruang zonasi karena didasarkan atas pendekatan yang lebih komprehensif (ekologi, ekonomi, dan sosial). Adanya sebagian aspirasi masyarakat yang tidak terakomodir dalam penempatan ruang zonasi dalam penelitian ini ternyata bisa dilakukan langkah-langkah solusi antara lain pemberian pemahaman atas alasan penempatan zonasi, perlunya penyuluhan dalam rangka peningkatan kesadadaran masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, perlunya pelatihan, peningkatan ketrampilan dan kualitas sumberdaya, pelibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan, perlunya Pemerintah melakukan pengalihan/pembelian pulau-pulau tertentu yang kepemilikannya telah dimiliki secara pribadi terutama pulau yang belum terbangun infrastruktur, pemberian modal kerja terutama dalam melakukan ektensifikasi pekerjaan di luar perikanan di saat musim paceklik ikan (musim barat), dan pemberdayaan ibu-ibu nelayan khususnya dalam pengolahan ikan dan pemanfaatan tanaman hasil pekarangan atau kebun.

224 203 Tabel 61 Perbandingan antara zonasi hasil penelitian dan zonasi Ketetapan Menteri Kehutanan (Dirjen PHIKA) Tahun 2005 No. Hasil Penelitian Ketetapan Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA) Tahun 2005 Zona Inti : 1. P. Karimunjawa (Tanjung Boma & Tanjung Seloka). P. Karimunjawa (Tanjung Boma dan Tanjung Seloka). 2. Tanjung Bandeang/Taka Solusi Tanjung Bandeang (P.Kemujan) 3. P. Parang (sisi utara) - 4. P. Nyamuk (sisi selatan dan barat daya) Taka Menyawakan 6. - P. Kumbang (sisi selatan) Zona Perlindungan (Keputusan Menteri Kehutanan) : 1. - P. Burung 2. - P. Geleang 3. - P. Cemara Kecil 4. - Gosong Selikur 5. - P. Katang 6. - P. Sintok 7. - Gosong Tengah Zona Perikanan Berkelanjutan (Rancangan Peraturan Pemerintah Tahun 2007) : 1. P. Cemara Kecil - 2. P. Cemara Besar - 3. P. Bengkoang - 4. P. Tengah - 5. P. Sintok - Zona Pemanfaatan : 1. P. Burung - 2. P. Geleang - 3. P. Menyawakan P. Menyawakan 1a) 4. Gosong Selikur - 5. P. Kembar P. Kembar 1a) 6. P. Kumbang P. Kumbang (di sebelah timur Pulau) 1a )

225 204 Lanjtan Tabel 61. No. Hasil Penelitian Ketetapan Menteri Kehutanan Tahun Karang Kapal (sisi timur) 1a) 8. - P. Menjangan Besar 1a) 9. - P. Menjangan Kecil 1a) P. Tengah 1a) P. Bengkoang (sisi timur) 1a) Karang Kapal (sisi timur) 1a) Legon Boyo 3a) Sepanjang Pantai P. Kemujan 3a) Sepanjang Pantai P. Parang 3a) Sepanjang Pantai P. Nyamuk 3a) Perairan Kawasan Taman Nasional 4) Legon Boyo, Gosong Kumbang, Batu Zona Rehabilitasi : 1. P. Menjangan Besar (sisi selatan) - 2. P. Menjangan Kecil (sisi selatan) - 3. Taka Menyawakan - 4. Gosong Tengah - 5. P. Kecil - 6. P. Katang - 7. P. Krakal Besar - 8. Karang Kapal - 9. Karang Besi Karang Katang P. Krakal Kecil - Lawang (sisi timur Pulau Kemujan), sebelah timur Pulau Nyamuk 5) Gosong Kumbang P. Karimunjawa sisi barat (Legon Boyo) P. Kemujan ujung utara (Batu Lawang) 15. P. Nyamuk (sisi timur/terpisah dari daratan) P. Parang (sisi timur laut) Keterangan : 1) Pariwisata Bahari; 2) Pariwisata Pantai; 3) Budidaya Rumput Laut; 1a) Pariwisata; 3a) Budidaya (Laut); 4) Perikanan Tradisional; 5) Zona Rehabilitasi.

226 Gambar 38 Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK Dirjen PHKA No.79/IV/Set-3/2005) 205

227 Gambar 39 Peta overlay penentuan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perbandingan antara Hasil Penelitian dan Ketetapan Dirjen PHKA tahun

228 207 Hasil analisis penentuan zonasi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 61 menunjukkan bahwa di dalam zona inti terdapat 4 pulau/lokasi, yaitu P. Karimunjawa (Tanjung Boma-Tanjung Seloka), P. Kemujan (Tanjung Bandeang), P. Parang (sisi Utara), dan P. Nyamuk (sisi Barat Daya). Sedangkan hasil zonasi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan tahun 2005 juga terdapat 4 pulau/lokasi yang dijadikan sebagai zona inti, yaitu P. Karimunjawa (Tanjung Boma-Tanjung Seloka), Tanjung Bandeang/Taka Solusi, Taka Menyawakan dan P. Kumbang (sisi Selatan). Pulau Parang dan Pulau Nyamuk tidak termasuk ke dalam zona inti dalam SK Menteri tersebut, akan tetapi Taka Menyawakan dan P. Kumbang (sisi Selatan) dimasukkan ke dalam zona inti, sehingga memang terjadi perbedaan lokasi penempatan zona inti. Sedangkan kawasan perlindungan lain (selain zona inti) adalah zona perlindungan, dan hasil penentuan zonasi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan tahun 2005 terdapat 7 pulau/lokasi yang dijadikan sebagai Zona Perlindungan, yaitu P. Burung, P. Geleang, P. Cemara Kecil, Gosong Selikur, P. Katang, P. Sintok, dan Gosong Tengah (Tabel 61). Dari hasil penelitian ini, pulau-pulau yang termasuk ke dalam zona inti seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, Tanjung Bandeang, P. Parang, dan P. Nyamuk memiliki keragaman ekosistem yang tinggi dan sumberdaya perikanan yang potensial bagi kepentingan perikanan. Mengacu dari data ekologis yang terkumpul juga menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang (jumlah genus, persen tutupan dan keragaman) yang terdapat di pulau-pulau ini masih cukup baik. Luas perairan yang termasuk ke dalam zona inti sebesar 943,50 ha atau sebesar 18,99 % dari total wilayah perairan yang ditentukan sebagai zonasi yakni 4.969,11 ha sesuai luasan sebaran terumbu karang yang terdapat di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Secara rinci luasan zona inti pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 62. Pulau-pulau yang termasuk ke dalam Zona Perikanan Berkelanjutan dari hasil penelitian ini terdapat 5 pulau/lokasi, yaitu : P. Cemara Kecil, P. Cemara Besar, P. Bengkoang, P. Tengah, dan P. Sintok. Pulau-pulau yang termasuk ke dalam Zona Perikanan Berkelanjutan dalam penelitian ini sebagian besar dekat dengan P. Besar yang berpenduduk, kecuali P. Bengkoang yang jaraknya cukup jauh. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi para nelayan dan pembudidaya laut dalam untuk menuju daerah pemanfaatan, karena jaraknya yang relatif dekat.

229 208 Tabel 62 Luasan masing-masing zona di Taman Nasional Karimunjawa No Kode Pulau Desa Zonasi Luas (m²) Luas (ha) 1 A P Karimunjawa Karimunjawa ZI ,35 205,68 2 B P Menjangan Besar Karimunjawa ZR ,99 245,54 3 C P Menjangan Kecil Karimunjawa ZR ,43 271,06 4 D P Burung Karimunjawa ZP ,92 34,19 5 E P Geleang Karimunjawa ZP ,74 179,03 6 F P Cemara Kecil Karimunjawa ZPB ,04 22,63 7 G P Cemara Besar Karimunjawa ZPB ,26 470,28 8 H P Menyawakan Karimunjawa ZP ,57 85,12 9 I Taka Menyawakan Karimunjawa ZR ,95 5,64 10 J P Kemujan Kemujan ZI ,81 64,31 11 K P Bengkoang Kemujan ZPB ,50 157,03 12 L P Sintok Kemujan ZPB ,84 176,07 13 M Gosong Tengah Kemujan ZR ,13 23,10 14 N P Tengah Kemujan ZPB ,56 39,46 15 O P Kecil Kemujan ZR ,44 33,40 16 P P Parang Parang ZI ,35 277,03 17 Q P Kembar Parang ZP ,72 554,16 18 R Gosong Selikur Parang ZP ,14 46,68 19 S P Nyamuk Parang ZI ,22 396,48 20 T P Katang Parang ZR ,25 34,64 21 U Karang Katang Parang ZR ,67 744,56 22 V P Krakal Besar Parang ZR ,19 44,83 23 W P Krakal Kecil Parang ZR ,74 84,71 24 X Karang Kapal Parang ZR ,90 614,15 25 Y P Kumbang Parang ZP ,18 71,98 26 Z Karang Besi Parang ZR ,16 87,35 Total 49,691, , Total luasan masing-masing kategori zona No Zonasi Luas(m²) Luas(ha) 1 ZI ,73 943,50 2 ZPB ,20 865,46 3 ZP ,27 971,17 4 ZR , ,98 Total , ,11 Keterangan: ZI = Zona Inti ZPB = Zona Perikanan Berkelanjutan ZP = Zona Pemanfaatan ZR = Zona Rehabilitasi

230 209 Luas perairan yang termasuk ke dalam zona perikanan berkelanjutan sebesar 865,46 ha (17,42 %) sedikit di bawah luasan zona inti, dari total wilayah perairan yang ditentukan sebagai zonasi yakni 4.969,11 ha sesuai luasan sebaran terumbu karang yang terdapat di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Secara rinci luasan zona perikanan berkelanjutan pada masing-masing pulau disajikan pada Tabel 62. Pulau-pulau yang termasuk ke dalam Zona Pemanfaatan jumlahnya sedikit lebih banyak daripada zona perikanan berkelanjutan maupun zona inti yaitu 6 pulau/lokasi meliputi: P. Burung, P. Geleang, P. Menyawakan, Gosong Selikur, P. Kembar, dan P. Kumbang, sedangkan hasil zonasi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan tahun 2005 terdapat dalam jumlah lebih dari 15 lokasi (Tabel 61). Pulau-pulau termasuk ke dalam zona pemanfaatan dalam penelitian ini umumnya memiliki luasan yang relatif kecil dan sebagian berupa gosong. Walaupun ukuran pulau relatif kecil, tetapi umumnya kondisi terumbu karangnya (jumlah genus, persentase tutupan karang, indeks keragaman) masih baik, demikian pula kelimpahan jenis ikan juga cukup tinggi dan beragam. Kondisi terumbu karang dan sumberdaya perikanan yang masih baik di kawasan ini diduga selama ini pulau-pulau yang termasuk ke dalam zona pemanfaatan ukuran luasannya relatif kecil dan kedalamannya relatif dangkal, sehingga tidak dijadikan sebagai daerah fishing ground bagi para nelayan. Kondisi lingkungan dan ekosistem yang masih baik, sangat cocok untuk kegiatan di luar perikanan terutama untuk wisata bahari, wisata pantai, dan budidaya laut. Luas perairan yang termasuk ke dalam zona pemanfaatan sebesar 971,17 ha atau sebesar 19,54 % dari total wilayah perairan yang ditentukan sebagai zonasi yakni 4.969,11 ha (Tabel 62). Luasan wilayah perairan yang dialokasikan untuk zona pemanfaatan ini jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan alokasi untuk zona inti (18,99 %) dan zona perikanan berkelanjutan (17,42 %). Luasan kawasan zona pemanfaatan yang relatif besar ini, diharapkan akan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang ada, baik untuk kepentingan nelayan maupun bagi perkembangan dunia wisata yang saat ini sedang berkembang pesat. Melalui pengelolaan yang baik dan aturan yang ketat, diharapkan dengan berkembangnya pariwisata bahari saat ini, di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan di sisi lain kelestarian sumberdaya tetap harus terjaga.

231 210 Pulau-pulau yang termasuk ke dalam Zona Rehabilitasi jumlahnya ada 11 buah, meliputi P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, Taka Menyawakan, Gosong Tengah, P. Kecil, P. Katang, P. Krakal Besar, Karang Kapal, Karang Besi, Karang Katang, dan P. Krakal Kecil (Tabel 61). Pulau-pulau yang termasuk ke dalam zona rehabilitasi sebagian besar ukuran luasan relatif kecil dan sebagian berupa gosong. Pulau-pulau yang ini letaknya sangat dekat dengan pulau besar yang berpenduduk (P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Nyamuk). Pulau-pulau besar yang berpenduduk tersebut di dalamnya terdapat berbagai kegiatan pelabuhan seperti pelabuhan penyeberangan, pusat pendaratan ikan, dan kawasan pemukiman penduduk dan sebagai tujuan utama bagi ekowisata bahari bagi pelaku bisnis. Kondisi yang demikian menyebabkan degradasi habitat dan ekosistem terumbu karang serta mengganggu kehidupan biota laut yang hisup di dalamnya. Oleh karena itu, perlu disisihkan sebagian untuk dijadikan zona rehabilitasi agar nantinya terjadi pemulihan ekosistem dan regenasi biota. Luas perairan yang termasuk ke dalam zona rehabilitasi sebesar 2.188,98 ha atau sebesar 44,05 % dari total wilayah perairan yang ditentukan sebagai zonasi yakni 4.969,11 ha (Tabel 62). Luasan wilayah perairan yang dialokasikan untuk zona rehabilitasi ini luasannya cukup besar dan lebih besar dibandingkan dengan alokasi untuk zona inti (18,99 %) dan zona perikanan berkelanjutan (17,42 %), zona pemanfaatan (19,54 %). Melihat luasan zona rehabilitasi tersebut, menunjukkan bahwa ditemukan banyak tempat yang kondisi ekosistemnya telah mengalami degradasi habitat yang cukup parah, terutama dekat dengan pulau-pulau besar yang berpenduduk, sehingga harus dilakukan rehabilitasi. Diharapkan dengan alokasi zona rehabilitasi di sejumlah pulau tersebut dapat memulihkan kondisi ekosistem dan sumberdaya terumbu karang yang telah rusak dan sumberdaya perikanan karang yang mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penentuan zonasi yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan dibandingkan dengan hasil penentuan zonasi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan tahun 2005, yaitu : 1) Luas wilayah perairan yang ditentukan sebagai zona inti atau kawasan perlindungan adalah cukup representatif, yakni mencapai 943,50 ha atau 18,99 % dari total luasan lokasi yang dizonasi, dan jumlah lokasi yang ditentukan ke dalam zona inti tidak banyak, sehingga lebih bisa diterima oleh masyarakat setempat terutama para nelayan dan pembudidaya.

232 211 3) Pulau-pulau yang relatif besar ukurannya, sebagian ada yang dialokasikan sebagai zona inti dan tidak semuanya dimanfaatkan, sehingga ada kesempatan ekosistemnya dapat memulihkan diri. 4) Pulau-pulau/lokasi yang ditentukan sebagai zona inti letaknya relatif tidak terlalu jauh dengan pulau besar yang berpenghuni, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan dan pengawasan, baik yang dilakukan oleh pihak pengelola (Balai Taman Nasional) maupun nelayan setempat, terutama karena seringnya ada gangguan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dari nelayan di luar Karimunjawa. 5) Pulau-pulau yang ditentukan sebagai zona perikanan berkelanjutan letak lokasinya sebagian besar berada tidak terlalu jauh dengan pulau besar yang perpenduduk, sehingga memudahkan bagi nelayan untuk mencapai tempat tersebut dalam menangkap ikan dan kegiatan budidaya laut. 6) Tempat-tempat yang ditentukan sebagai zona pemanfaatan (wisata dan rekreasi) terletak di daerah yang bukan merupakan fishing ground atau lokasi sasaran dimana para nelayan menangkap ikan, sehingga tidak berpotensi timbulnya benturan kepentingan atau gangguan, dan menjamin kenyamanan dan keamanan bagi kegiatan wisata dan budidaya laut. 7) Pembagian zona pemanfaatan spesifik yaitu untuk pemanfaatan wisata dan rekreasi di luar kegiatan perikanan tangkap dan budidaya, sehingga memudahkan bagi para pengguna dalam pengaturan dan pengawasan. 8) Penentuan batas kawasan dan zonasi memiliki dasar yang jelas yaitu berdasarkan kondisi dan sebaran sumberdaya laut seperti sebaran terumbu karang, sebaran hutan mangrove, lamun, rumput laut, sehingga memudahkan dalam penandaan kawasan secara ekologi (ecological boundary), penentuan letak koordinat, dan secara umum mudah dipahami oleh nelayan setempat. 9) Luas Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan batas yang diusulkan adalah ,67 ha lebih rendah dari pada luas yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan ( ha), sehingga lebih bisa diterima oleh masyarakat setempat. 10) Penunjukan/penentuan lokasi zona-zona mencerminkan kondisi ekosistem dan sumberdaya yang sesungguhnya di lapangan (existing condition) sesuai hasil penelitian, sehingga akan memudahkan dalam melakukan evaluasi ekosistem dan sumberdaya serta bagi kepentingan pengaturan pengelolaan jangka panjang ke depan.

233 Analisis Kebijakan Identifikasi faktor-faktor SWOT dan penentuan prioritas Hasil identifikasi terhadap komponen dan faktor-faktor SWOT dalam pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa disajikan pada Tabel 63. Tabel 63 Faktor SWOT dalam penyusunan alternatif strategi pengelolaan Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah S (STRENGTHS) a. Potensi sumberdaya laut dan perikanan, serta keindahan alam bawah laut. b. Tempat migrasi dan spawning ground (tempat bertelur) bagi beberapa jenis (spesies) ikan. c. Dukungan yang kuat dari Pemerintah Daerah & Propinsi dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. d. Potensi nilai-nilai sosial, budaya dan ketaatan masyarakat dalam menjalankan agama. O (OPPORTUNITIES) a. Potensi peningkatan kunjungan wisata-wan dan pengembangan wisata wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta (Joglose-mar). b. Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat. c. Peningkatan dukungan dan kerjasama dengan instansi/lembaga/lsm baik dalam maupun luar negeri dalam pengelolaan Karimunjawa berkelanjutan. d. Peningkatan investasi (modal) terutama dari pengusaha luar daerah & pemodal asing dalam pemanfaatan sumberdaya alam Karimunjawa. W (WEAKNESSES) a. Kurangnya keterpaduan koordinasi dan implementasi antar sektoral dalam pemanfaatan dan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. b. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan & pemeliharaan kelestarian sumberdaya alam Taman Nasional Karimunjawa. c. Rendahnya kualitas SDM masyarakat d. Tingginya ketergantungan masyarakat setempat terhadap sumberdaya laut/perikanan tangkap T (THREATS) a. Konflik pemanfaatan ruang & sumberdaya laut/perikanan antar stakeholders atau pengguna. b. Potensi terjadinya over fishing (tangkap lebih) dari kegiatan penangkapan ikan. c. Potensi kerusakan habitat, sumber - daya alam & ekosistem, terutama terumbu karang. d. Potensi terjadinya penguasaan / per - pindahan kepemilikan lahan / pulau oleh pengusaha luar daerah dan orang asing. Sumber : Hasil kajian

234 213 Hasil analisis A WOT terhadap komponen dan faktor-faktor SWOT disajikan pada Tabel 64. Berdasarkan Tabel 64 menunjukkan bahwa prioritas komponen SWOT dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa berturutturut adalah : (1) kekuatan, menempati prioritas ke I (utama) dengan bobot 0,4649; (2) ancaman, menempati prioritas ke II dengan bobot 0,2189; (3) peluang, menempati prioritas ke III dengan bobot 0,2139, dan (4) kelemahan, menempati prioritas ke IV dengan bobot 0,1023. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa unsur kekuatan menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan, sekaligus harus terus menerus dipelihara eksistensi faktor-faktor yang terdapat di dalamnya. Potensi sumberdaya alam, dukungan yang kuat dari pemerintah daerah dan propinsi serta potensi nilai-nilai sosial budaya dan agama menjadi dasar bagi pengelolaan dan pengembangan kepulauan Karimunjawa dalam peningkatan kesejahteraan penduduknya. Dalam waktu yang bersamaan unsur ancaman juga harus diperhatikan, mengingat unsur ini menempati prioritas ke II. Faktor-faktor ancaman yang terdapat di dalamnya seperti potensi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang serta perpindahan kepemilikan atau penguasaan tanah/pulau oleh pengusaha-pengusaha besar dan sejumlah orang asing sangat berpotensi menjadi ancaman yang serius dalam pengembangan kepulauan Karimunjawa ke depan. Fokus strategi kebijakan dalam SWOT disini adalah bagaimana memaksimalkan unsur kekuatan yang ada untuk menangkap peluang dan mengatasi ancaman. Tabel 64 Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk komponen SWOT. Komponen SWOT Bobot rata-rata Prioritas Relatif S (strength/kekuatan) 0,4649 P-1 W (weakness/kelemahan) 0,1023 P-4 O (opportunity/peluang) 0,2139 P-3 T (threat/ancaman) 0,2189 P-2 Sumber: Hasil analisis A WOT

235 214 Hasil analisis A WOT pada masing-masing faktor yang terdapat di dalam komponen SWOT disajikan pada Tabel 65. Komponen kekuatan (strength), dari hasil analisis A WOT menunjukkan bahwa faktor potensi sumberdaya laut dan perikanan serta keindahan bawah laut merupakan faktor kekuatan yang menjadi prioritas pertama (utama) dengan bobot 0,2483. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh tempat migrasi dan spawning ground bagi beberapa spesies ikan dengan bobot 0,1188, dukungan yang kuat dari pemerintah daerah dan propinsi dengan bobot 0,0650, dan potensi nilai-nilai sosial budaya dan agama dengan bobot 0,0329. Komponen ancaman (threat), dari hasil analisis menunjukkan bahwa faktor potensi kerusakan habitat, sumberdaya alam dan ekosistem merupakan faktor ancaman yang menjadi prioritas pertama atau utama dengan bobot 0,0993. Selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh faktor konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya laut/perikanan antar stakeholders atau pengguna dengan bobot 0,0620, potensi terjadinya over fishing (tangkap lebih) dari kegiatan penangkapan ikan dengan bobot 0,0458, dan terakhir potensi terjadinya penguasaan lahan lahan/pulau oleh pengusaha termasuk orang asing dengan bobot 0,0118. Komponen peluang (opportunity), dari hasil analisis menunjukkan bahwa faktor potensi peningkatan kunjungan wisatawan dan pengembangan wisata wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta (Joglosemar) merupakan faktor utama dengan bobot 0,0939. Selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh faktor potensi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat dengan bobot 0,0648, peningkatan investasi modal terutama dari pengusaha luar daerah dan pemodal asing dengan bobot 0,0313, dan terakhir faktor peningkatan dukungan dan kerjasama dengan instansi/lembaga/lsm baik dalam maupun luar negeri dengan bobot 0,0240. Komponen kelemahan (weakness), dari hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kurangnya keterpaduan dalam koordinasi dan implementasi antar sektor dalam pengelolaan taman nasional Karimunjawa merupakan faktor kelemahan yang menjadi prioritas pertama atau utama dengan bobot 0,0418. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh rendahnya partisipasi masyarakat dengan bobot 0,0318, tingginya ketergantungan masyarakat setempat terhadap sumberdaya laut/perikanan tangkap dengan bobot 0,0240, dan terakhir rendahnya SDM masyarakat dengan bobot 0,0047.

236 215 Tabel 65 Hasil analisis penentuan prioritas masing-masing faktor dalam komponen SWOT Faktor-faktor komponen SWOT Bobot Prioritas relatif S (Kekuatan) Potensi sumberdaya laut dan perikanan serta keindahan 0,2483 P-1 alam bawah laut. Tempat migrasi dan spawning ground bagi beberapa 0,1188 P-2 jenis ikan. Dukungan yang kuat dari pemerintah daerah & propinsi 0,0650 P-3 dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa Potensi nilai-nilai sosial budaya dan ketaatan 0,0329 P-4 masyarakat dalam menjalankan agama. W (Kelemahan) Kurangnya keterpaduan koordinasi dan implementasi 0,0418 P-1 antar sektoral dalam pemanfaatan dan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan 0,0318 P-2 dan pemeliharaan kelestarian sumberdaya alam Taman Nasional Karimunjawa. Rendahnya kualitas SDM masyarakat 0,0047 P-4 Tingginya ketergantungan masyarakat setempat 0,0240 P-3 terhadap sumberdaya laut dan perikanan tangkap. O (Peluang) Potensi peningkatan kunjungan wisatawan dan 0,0939 P-1 pengembangan wisata wilayah jawa Tengah dan Yogyakarta (Joglosemar). Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan 0,0648 P-2 pendapatan masyarakat. Peningkatan dukungan dan kerjasama dengan instansi/ 0,0240 P-4 lembaga/lsm baik dalam maupun luar negeri. Peningkatan investasi (modal) terutama dari pengusaha 0,0313 P-3 luar daerah dan pemodal asing. T (Ancaman) Potensi konflik dalam pemanfaatan ruang dan 0,0620 P-2 sumberdaya laut/perikanan antar stakeholders/pengguna Potensi terjadinya over fishing (tangkap lebih) dari 0,0458 P-3 kegiatan penagkapan ikan. Potensi kerusakan habitat, sumberdaya dan ekosistem 0,0993 P-1 terutama terumbu karang. Potensi terjadinya penguasaan/perpindahan kepemilikan lahan/pulau oleh pengusaha luar daerah dan orang asing. 0,0118 P-4 Sumber: Hasil Analisis A WOT

237 Perumusan dan penentuan prioritas alternatif kebijakan Perumusan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa menggunakan pendekatan strategi strength-opportunity (SO), weaknessopportunity (WO), strength-threat (ST), dan weakness-threat (WT). Prinsip dari pendekatan strategi ini adalah: memaksimalkan kekuatan untuk dapat memperbesar peluang dan mengatasi/mencegah ancaman, dan meminimalkan kelemahan yang ada sehingga dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman (Rangkuti, 2000). Berdasarkan pendekatan tersebut, diperoleh STRATEGI kebijakan pengelolaan sebagai berikut: (1) Pengelolaan Taman Nasional (TN) Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat setempat. (2) Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut (SDAL) Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan sesuai dengan tata ruang/zonasi. (3) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa secara terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan para stakeholders/pengguna, serta menjalin kerja sama dengan lembaga internasional terkait. (4) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan melalui penegakan hukum (law enforcement) yang memadai. (5) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan melalui peningkatan ketrampilan, keahlian, peningkatan pengetahuan dan kualitas SDM masyarakat dan pengelola kawasan. (6) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan melalui pengembangan wisata bahari yang ramah lingkungan (berkelanjutan). (7) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan melalui penetapan pengaturan kegiatan perikanan laut dan pengembangannya. (8) Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan dengan tetap menjaga dan memelihara nilai-nilai sosial, budaya dan agama yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan hasil analisis A WOT diperoleh prioritas alternatif (strategi) kebijakan pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa sebagaimana disajikan pada Tabel 66, tampak bahwa strategi kebijakan pengelolaan Karimunjawa yang menjadi prioritas pertama (utama) adalah pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui pendekatan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat setempat dengan

238 217 bobot 0,2714. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui pendekatan penataan ruang/zonasi dengan bobot 0,2017, pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui pengembangan wisata bahari yang ramah lingkungan (berkelanjutan) dengan bobot 0,1289, pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui pemeliharaan nilai-nilai sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat dengan bobot 0,1006, pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui pendekatan keterpaduan dengan melibatkan para stakeholders/pengguna dan menjalin kerjasama dengan lembaga internasional terkait dengan bobot 0,0987, pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui penegakan hukum yang memadai dengan bobot 0,0709, pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui peningkatan ketrampilan, keahlian, pengetahuan dan kualitas SDM baik masyarakat maupun pengelola kawasan dengan bobot 0,0656, dan pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui penetapan pengaturan kegiatan perikanan laut dan pengembangannya dengan bobot 0,0625. Tabel 66 Hasil analisis A WOT dari masing-masing responden (key person) untuk penentuan prioritas strategi pengelolaan Alternatif strategi pengelolaan Rerata bobot Prioritas relatif Pengelolaan melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi 0,2714 P-1 masyarakat. Pengelolaan melalui pendekatan penetapan zonasi 0,2017 P-2 Pengelolaan melalui keterpaduan, melibatkan para stakeholders 0,0987 P-5 dan kerjasama lembaga internasional. Pengelolaan melalui penegakan hukum 0,0709 P-6 Pengelolaan melalui peningkatan ketrampilan, kualitas SDM 0,0656 P-7 masyarakat dan pengelola kawasan. Pengelolaan melalui pengembangan wisata ramah lingkungan 0,1289 P-3 Pengelolaan melalui penetapan pengaturan kegiatan perikanan 0,0625 P-8 dan pengembangannya. Pengelolaan melalui pemeliharaan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang berlaku di masyarakat. 0,1006 P-4 Berdasarkan hasil analisis ini, maka strategi kebijakan pengelolaan sumberdaya kepulauan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat setempat haruslah menjadi perhatian dan prioritas utama oleh pengambil kebijakan. Berdasarkan pengamatan ke lapangan dan hasil wawancara dengan para stakeholders tersebut di atas, bahwa konsep menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan

239 218 partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pengembangan kepulauan Karimunjawa dirasa sangat penting, karena walaupun tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat tapi jika kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya tidak ditumbuhkan dengan baik, maka masyarakat akan tetap melakukan berbagai cara untuk terus melakukan eksploitasi sumberdaya walaupun harus dengan cara yang tidak ramah lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan pendapatan mereka. Demikian pula peningkatan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pengelolaan dan pembangunan perlu ditingkatkan keterlibatannya, agar keinginan dan aspirasi mereka dapat terakomodasi dan terwadahi serta mereka merasa dihargai, diperhatikan dan dilibatkan karena berkaitan langsung dengan kepetingan mereka dalam hal mencari nafkah. Keterlibatan mereka seperti dalam hal perencanaan tata ruang dan zonasi, pengembangan wisata bahari, pengembangan perikanan perlu diperhatikan agar di kemudian hari tidak menimbulkan konflik dan masalah Arahan strategi implementasi kebijakan (1) Pengelolaan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat Prioritas utama untuk mencapai pengelolaan Karimunjawa secara berkelanjutan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia. Dengan kesadaran tinggi yang dimiliki masyarakat setempat, maka eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukannya akan lebih terkendali berorientasi pada pemanfaatan jangka panjang yang berkelanjutan. Demikian pula dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya tersebut sangat penting artinya, karena masyarakat akan merasa memiliki terhadap sumberdaya alam di daerahnya, dan dihargai pendapat dan aspirasinya. Keterlibatan partisipasi masyarakat tidak hanya pada proses atau tahap perencanaan, tapi juga sampai pada tahap pelaksanaan dan pengawasan. Dengan demikian, masyarakat akan sangat berperan dalam mengevaluasi pelaksanaan suatu kegiatan. Tindakan yang bisa direkomendasikan dalam arahan strategi ini adalah program program kegiatan yang meliputi:

240 219 (a) Peningkatan kesadaran kepada masyarakat melalui penyuluhan, peningkatan pengetahuan, peningkatan kualitas SDM baik formal (bangku sekolah) maupun non formal (sistem paket kejar A, B, C). (b) Pemasangan papan-papan peringatan di tempat-tempat strategis berisikan larangan pengeboman, penangkapan binatang yang dilindungi atau berupa himbauan mengenai pentingnya melestarikan laut beserta isinya. Keterlibatan mahasiswa yang notabene bersifat netral dalam suatu kegiatan KKN di wilayah Karimunjawa sangat efektif dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan. (c) Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan penetapan tata ruang termasuk zonasi, pengembangan usaha-usaha ekonomi masyarakat, pengembangan wisata bahari, pengembangan perikanan laut dan pengembangan wilayah Karimunjawa lainnya yang bisa diagendakan oleh pemerintah daerah setempat. (d) Proses partisipasi masyarakat yang dinilai efektif adalah dimulai dari pertemuan melalui FGD yang melibatkan unsur masyarakat, instansi pemerintah terkait dan pengguna atau stakeholders yang lain dalam setiap rencana pengembangan Karimunjawa terutama jika berkaitan dengan kepentingan mereka secara langsung. (2) Pengelolaan Karimunjawa melalui pengaturan zonasi Pengelolaan Karimunjawa melalui kebijakan penetapan zonasi lebih diarahkan kepada penataan ruang (zonasi) yang dapat mengakomodasi dari berbagai kepentingan para stakeholders termasuk di dalamnya kelompok nelayan. Di samping itu, partisipasi masyarakat di dalam proses penataan ruang/zonasi perlu dilibatkan karena sebagai pengguna yang utama, sehingga diharapkan tidak terjadi benturan kepentingan antar pengguna atau stakeholders baik dalam pemanfaatan ruang dan tempat maupun pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia. Musyawarah dan mufakat serta bentukbentuk pertemuan melalui metode FGD (focus group discussion) sangat efektif untuk menyatukan pendapat dan menampung aspirasi dalam mengakomodasi berbagai kepentingan, jika pemandu acara atau moderator dan fasilitator pandai dan cerdas dalam membawakannya dan mengemas acara tersebut dengan baik sesuai dengan karakter masyarakat setempat beserta kelebihan, kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya.

241 220 Beberapa program yang dapat disetting untuk diagendakan dalam penataan ruang /zonasi pada waktu mendatang adalah: (a) Mengundang para tokoh dan perwakilan kelompok masyarakat dan aparat desa, LSM, perguruan tinggi dan instansi terkait dalam suatu forum pertemuan. (b) Agar bisa menampung aspirasi masyarakat semaksimal mungkin, pertemuan/ rapat hendaknya sering dilakukan di ibukota kecamatan, bahkan akan lebih baik didahului pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh aparat kecamatan dan perwakilan dari pemerintah daerah. (c) Sosialisasikan program/rencana penataan ruang kepada masyarakat dan para stakeholder lainnya, sebelum rencana tersebut dilaksanakan. (d) Sosialisasi tidak hanya dilakukan pada saat program dibuat tapi juga setelah adanya hasil dari penataan ruang/zonasi. Sosialisasi hasil penataan ruang hendaknya sampai ke wilayah kecamatan dan jika memungkinkan sampai ke tingkat desa-desa yang ada di wilayah kecamatan Karimunjawa. (e) Pemberian pemahaman dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam baik melalui penyuluhan maupun pendidikan formal dan non formal yang dirintis sebelumnya, akan sangat membantu keberhasilan dalam pelaksanaan sosialisasi program penataan ruang. (f) Program penataan ruang yang substansinya menyangkut/membatasi kepentingan nelayan dalam menangkap ikan/budidaya laut, sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaannya, bisa melalui metode FGD atau pertemuan dengan perwakilan dari kelompok nelayan/pembudidaya. Koordiniasi dan keterpaduan antar instansi terkait khususnya dan para stakeholders umumnya akan sangat membantu didalam mencapai keberhasilan dalam penaataan ruang. (g) Program penataan ruang sebaiknya direncakan untuk jangka panjang (20 25 tahun ke depan), oleh karena itu perencanaan yang dibuat hendaknya didasarkan pada 3 aspek, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Pemetaan terhadap potensi ke 3 aspek tersebut perlu dibuat dan disosialisasikan agar pemanfaatannya nanti bisa berkelanjutan. (h) Jika penetapan zonasi telah ada, maka sebaiknya dapat dilakukan peninjauan ulang (revisi) untuk evaluasi 5 tahun pertama atau tepatnya tahun 2009/2110 sebagaimana ketentuan yang ada, didasarkan pada kondisi sumberdaya setelah 5 tahun berjalan,

242 221 dan dapat mengacu dari hasil penelitian-penelitian terbaru yang berkaitan dengan penentuan zonasi sebagai bahan kelengkapan dan penyempurnaan dalam penentuan zonasi yang lebih baik, diantaranya hasil penentuan zonasi dalam penelitian ini. (i) Tindak lanjut dari hasil penelitian ini agar bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah daerah, pengelola kawasan atau penentu kebijakan adalah melakukan sosialisasi melalui kegiatan semacam workshop, dan diharapkan Pemerindah Daerah Kabupaten Jepara atau Bappeda Propinsi Jawa Tengah dapat memfasilitasinya. Agar diperoleh hasil kesepakatan/rumusan yang terpadu, sebaiknya para stakeholders yang diundang terdiri dari berbagai komponen masyarakat Karimunjawa baik tokoh masyarakat maupun perwakilan kelompok masyarakat dari berbagai profesi, kemudian pelaku bisnis wisata, perikanan, perguruan tinggi, LSM dan instansi terkait termasuk Balai Taman Nasional sebagai pengelola kawasan, sehingga didapatkan satu formulasi yang tepat bagi penetapan zonasi yang lebih komprehensif`dan mengakomodasi berbagai kepentingan yang ada. (j) Penyusunan data dasar mengenai potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia perlu dibuat sebelumnya, karena dengan menggunakan data-data tersebut akan sangat membantu di dalam penyusunan penataan ruang dengan akurasi data yang lebih baik, sehingga dapat mendekati realita di dalam penyusunannya. (3) Pengelolaan Karimunjawa melalui pengembangan wisata Pengelolaan Karimunjawa melaui kebijakan pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan bisa diarahkan tidak hanya wisata laut atau bahari tapi juga wisata alam perbukitan dan wisata budaya. Agar kegiatan pariwisata dapat berkembang, maka seyogyanya dari pihak Pemerindah Daerah menyiapkan paket wisata di kepulauan Karimunjawa meliputi ke tiga jenis wisata tersebut, sehingga wisatawan diharapkan bisa lebih lama tinggal/menginap di Karimunjawa. Obyek-obyek wisata yang potensial juga perlu disiapkan dan dikelola dengan baik termasuk prasarana-sarana menuju ke obyek wisata harus memadai, sehingga menarik para wisatawan yang datang. Obyek-obyek wisata juga seharusnya tidak terfokus pada satu tempat/desa, tapi bisa menjangkau dan berkembang ke pulau atau desa-desa lain yang berpenduduk agar terjadi pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Beberapa program yang dapat diagendakan untuk pengembangan kegiatan di sektor pariwisata, antara lain:

243 222 (a) Mengalokasikan satu atau beberapa pulau yang memiliki keindahan yang khas, misalnya pulau dimana dapat ditemukan Penyu bertelur, burung camar atau burung pelikan bersarang, tempat hidup lobster, tempat dimana ikan lumba-lumba bisa ditemukan atau tempat dimana terdapat kapal belanda karam/tenggelam. (b) Perlu membuat rencana penataan tempat/wilayah perairan, dimana antara tempat budidaya rumput laut, budidaya ikan kerapu dan ikan hias, kegiatan penangkapan ikan, dan wisata pantai dapat dilakukan tanpa saling berbenturan tempat, dan kepentingan, sehingga nyaman dipandang karena tertata dengan baik dan teratur. (c) Untuk mengakomodasi wisatawan lokal dan nasional, maka perlu diadakan kapal penyeberangan antar pulau-pulau yang berpenghuni di wilayah Karimunjawa dengan jadwal setiap hari ada keberangkatan PP. (d) Wisata alam perbukitan perlu dibuat dengan salahsatu caranya adalah membuat jalur atau track baru model melingkar dengan menembus alam perbukitan dengan jarak relatif pendek antara 5 6 km yang cukup dapat dilewati bagi pejalan kaki atau sepeda gunung, termasuk mungkin dibuatnya jalan baru yang dapat menyusuri pantai. (e) Perlu dibuatkan tempat khusus yang nyaman, aman berupa tanah lapang berumput yang bisa untuk kegiatan berkemah, dekat sumber air tawar, dekat dengan pantai, dan tidak jauh dari pemukiman penduduk. (f) Potensi nilai-nilai sosial budaya yang ada dan tidak berkembang di masyarakat perlu dihidupkan kembali, karena di wilayah kepulauan Karimunjawa terdiri dari beberapa suku (Jawa, Madura, Buton, Bugis, Mandar, Menado, dan lainnya). Beberapa rumah adat perlu dibantu untuk direhabilitasi/renovasi dijadikan sebagai contoh untuk terus dipelihara, juga seni budaya seperti perhelatan perkawinan, sedekah bumi, pendirian rumah baru atau seni tari perlu dipelihara/dihidupkan kembali. (g) Penyuluhan kepada masyarakat tentang arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. (h) Penyuluhan tentang pentingnya pengembangan potensi wisata yang terdapat di daerah setempat, dan pentingnya menyambut peluang bisnis dalam menghadapi berkembangnya kegiatan pariwisata.

244 223 (i) Pembentukan sentra-sentra industri kerajinan/ukiran dan pusat penjualan souvenir yang memadai dan dipusatkan pada satu tempat, dekat dengan obyek-obyek wisata yang potensial dikunjungi. (j) Pembentukan dan pembinaan kelompok-kelompok pemandu wisata, homestay, paguyuban jasa antar perahu, paguyuban seni dan budaya, dan lainnya. Sedangkan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dan penentuan zonasi serta penilaian kondisi sumberdaya, ada beberapa rancangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa yang dapat direkomendasikan sebagai arahan bagi penentu kebijakan terutama berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya dan pengaturan pemanfaatan ruang, yaitu meliputi: (1) arahan kesesuaian dalam pemanfaatan lahan, (2) perlindungan sumberdaya hayati laut, dan (3) rehabilitasi vegetasi hutan mangrove dan lamun. (1) Arahan Kesesuaian Pemanfataan Lahan Pemanfaatan lahan di dalam kawasan perlindungan seperti Taman Nasional perlu menjadi perhatian serius agar tidak terjadi tumpang tindih penggunaan untuk berbagai penggunaan. Mengingat kawasan Taman Nasional merupakan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap degradasi lingkungan, maka pemanfaatan lahan harus diperhatikan sehingga tidak melebihi daya dukung lingkungan. Pemanfaatan lahan yang dilakukan atas dasar analisis kesesuaian lahan, ditujukan agar pemanfaatan lahan tidak melebihi daya dukung lingkungan dan agar dalam pengaturan penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya. Hal ini merupakan prasyarat bagi pengolaan lahan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Sebagai panduan dalam pengaturan pemanfaatan lahan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa, diperlukan satu peta arahan pemanfaatan sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya sebagaimana secara ilustratif disajikan pada Gambar 40. Gambar 40 memperlihatkan bahwa wilayah Kepulauan Karimunjawa terutama kawasan Taman Nasional ternyata sesuai untuk berbagai penggunaan, yaitu budidaya kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, wisata laut kategori selam, wisata laut kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, dan konservasi hutan mangrove. Pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut merupakan tipe penggunaan yang paling luas dan sesuai hampir di semua pulau, demikian pula dengan penggunaan untuk wisata pantai kategori rekreasi baik di wilayah perairannya maupun di daratannya. Penggunaan lahan perairan untuk kegiatan budidaya teripang ternyata juga cocok dan sesuai dilakukan di sebagian besar pulau-pulau yang ada, kecuali di P. Burung, P. Geleang, P.

245 224 Menyawakan, P. Krakal Besar dan Krakal Kecil. Sedangkan penggunaan lahan untuk kegiatan wisata selam dan snorkling hanya sesuai di beberapa lokasi seperti di sebagian P. Kemujan, P. Karimunjawa, P. Menjangan Besar dan Kecil, P. Bengkoang, P. Kembar, dan P. Geleang. Penggunaan lahan untuk kepentingan konservasi hutan mangrove hanya sesuai dilakukan di pulau-pulau besar yang berpenghuni, yaitu P. Kemujan, P. Karimunjawa, P. Parang dan P. Nyamuk. Dari ke empat pulau ini, P. Kemujan merupakan habitat hutan mangrove yang memiliki kesesuaian yang paling luas untuk dilakukan perlindungan, karena kondisinya yang masih baik. (2) Arahan Perlindungan Sumberdaya Hayati Laut Arahan perlindungan sumberdaya hayati laut difokuskan pada sumberdaya hayati yang telah mengalami degradasi habitat seperti terumbu karang. Sedangkan tempat-tempat yang menjadi spawning ground ikan-ikan pelagis (tongkol) juga dijadikan arahan untuk menjadi zona perlindungan. Lokasi terumbu karang yang ditentukan untuk dilakukan rehabilitasi berada di P. Menjangan Besar dan P. Menjangan Kecil (sebelah selatan), Taka Menyawakan, Gosong Tengah, P. Kecil, P. Katang, P. Krakal Besar, Karang Kapal, Karang Besi, Karang Katang, P. Krakal Kecil. Lokasi spawning ground bagi ikan pelagis tongkol mengacu dari data sebaran kandungan klorofil a yaitu berada di sekitar Karang Katang, sebelah timur Karang Besi, sebelah barat daya dan timur dari P. Nyamuk, sekitar Karang Kapal, dan sebelah timur P Bengkoang. Secara ilustratif, lokasi-lokasi yang ditentukan sebagai daerah perlindungan sumberdaya di atas disajikan pada Gambar 41. (3) Arahan Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Padang Lamun Arahan rehabilitasi untuk sumberdaya hutan mangrove dan vegetasi lamun difokuskan pada tempat-tempat dimana ke dua sumberdaya tersebut saat ini telah mengalami degradasi habitat, ditandai oleh dengan rendahnya kelimpahan jenis, dan berkurangnya luasan mangrove karena konversi ke lahan pertambakan beberapa tahun lalu, yang hingga kini menjadi lahan puso/terlantar. Lokasi untuk rehabilitasi berada di P. Karimunjawa (Legon Boyo), P. Parang, dan P. Nyamuk. Sedangkan rehabilitasi untuk vegetasi Lamun berada di P. Cemara Kecil, P. Geleang, P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, P. Katang dan P. Nyamuk. Secara ilustratif arahan rehabilitasi sumberdaya hutan mangrove dan vegetasi lamun disajikan pada Gambar 42.

246 Gambar 40 Peta arahan pemanfaatan lahan / perairan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 225

247 Gambar 41 Peta arahan perlindungan sumberdaya hayati laut di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 226

248 Gambar 42 Peta arahan rehabilitasi hutan mangrove dan lamun di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 227

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO, DISTRIK PADAIDO, KABUPATEN BIAK NUMFOR, PAPUA ALEXANDER SOSELISA

KAJIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO, DISTRIK PADAIDO, KABUPATEN BIAK NUMFOR, PAPUA ALEXANDER SOSELISA KAJIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO, DISTRIK PADAIDO, KABUPATEN BIAK NUMFOR, PAPUA ALEXANDER SOSELISA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 1 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Tim Peneliti KATA PENGANTAR

Tim Peneliti KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akhir ini merupakan rentetan pekerjaan yang harus diselesaikan sehubungan dengan adanya kerjasama Pusat Penelitian Oceanografi (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN PENATAAN FUNGSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA JOSHIAN NICOLAS WILLIAM SCHADUW SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4 II. ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TAHUN 2005... 6 A Zona Inti... 7 B Zona Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR 17 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR NIRMALASARI IDHA WIJAYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 26 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Nilai Ekonomi Taman Nasional Alam seisinya memiliki nilai ekonomi yang dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi ini dapat diperoleh jika alam dilestarikan

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 53 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dengan mengambil lokasi di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa, yang terdiri pulau. Kawasan Taman Nasional ini

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci