BAB III. (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu)"

Transkripsi

1 BAB III PELESTARIAN BUDAYA SABU DAN PERUBAHAN AKULTURASI (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu) Dalam bab ini, akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dimulai dengan pembahasan deskripsi umum daerah penelitian yakni Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu, perjumpaan orang Sabu dan budayanya dengan orang Sumba, serta proses akulturasi yang terjadi dalam penerimaan unsur-unsur budaya Sumba dalam budaya Sabu di kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu Kabupaten Sumba Timur. A. SELAYANG PANDANG KOMUNITAS ORANG SABU 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Timur Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu Gambar 1. Peta Pulau Sumba 56

2 Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu kabupaten dari keempat kabupaten di Pulau Sumba, propinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah kabupaten ini menempati bagian timur dari Pulau Sumba. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumba, sebelah timur dengan Laut Sabu, sebelah selatan dengan Samudra Hindia, dan sebelah barat dengan kabupaten Sumba Barat. Kondisi topografi Sumba Timur secara umum datar (di daerah pesisir), landai sampai bergelombang (wilayah dataran rendah <100 meter) dan berbukit (pegunungan). Daerah dengan ketinggian di atas 1000 m hanya sedikit di wilayah perbukitan dan gunung. Lahan pertanian terutama di dataran pantai utara, yang memiliki cukup air di permukaan maupun sungai-sungai besar. Setidaknya terdapat 88 Sungai dan mata air yang tidak kering di musim kemarau. Kabupaten ini beriklim tropis dengan musim hujan yang relatif pendek dan musim kemarau yang panjang (delapan bulan). Musim hujan biasanya terjadi di bulan Desember sampai Maret untuk daerah pesisir dan November sampai April di daerah pedalaman. Jumlah curah hujan dalam setahun milimeter, sehingga daerah ini termasuk daerah beriklim kering. Meskipun keadaan tanahnya kurang subur, lebih dari separuh penduduk kabupaten Sumba Timur ini adalah petani. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai peternak, pegawai, buruh, nelayan, wiraswasta dan lain-lain. a. Kelurahan Kambaniru 1 1) Luas dan Batas Wilayah Adapun Keluharan Kambaniru merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Kambera, yang terletak di Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah kelurahan Kambaniru adalah 16 Km 2 yang terdiri dari 8 RW dan 30 RT dengan batas wilayah sebagai berikut : 1 Renstra Kelurahan Kambaniru Tahun 2013, hal. 3 57

3 Sebelah Timur berbatasan dengan Muara sungai Kambaniru dan kelurahan Mauhau Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Prailiu Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumba Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Wangga. 2) Kondisi Demografi Kelurahan Kambaniru Jumlah penduduk kelurahan Kambaniru adalah sebanyak jiwa terdiri dari : Laki-laki Perempuan : jiwa : jiwa Jumlah Kepala Keluarga : KK Adapun data ini dapat berubah (tidak tetap), mengingat terjadinya pertambahan jumlah penduduk karena kelahiran atau pendatang baru dan menetap serta adanya pengurangan jumlah penduduk yang disebabkan oleh karena kematian dan penduduk yang keluar daerah dengan alasan lain seperti sekolah, kuliah, atau mencari pekerjaan di luar daerah Sumba. Kondisi wilayah Kelurahan Kambaniru terdiri dari sebagian hanya ditumbuhi oleh pohon kelapa dan lontar, sebagian wilayahnya terdapat hamparan persawahan irigasi yang setiap tahun menghijau. Kelurahan Kambaniru memiliki sungai dengan panjang ± 1500M. Wilayah kelurahan Kambaniru beriklim panas terutama pada bulan Agustus Oktober. Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Kambaniru dapat dikatakan cukup baik. Hal ini nampak dari data tingkat pendidikan yakni sekitar 5 % penduduk yang tidak pernah sekolah; 10 % penduduk tidak tamat SD; 18% 58

4 penduduk tamat SD; 20 % tamat SLTP; 33 % jumlah penduduk telah tamat SLTA; dan 14% penduduk yang telah tamat perguruan tinggi. Berdasarkan kondisi wilayah dan tingkat pendidikan tersebut, turut mempengaruhi mata pencaharian penduduk yang bervariasi. Sebagian penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, nelayan, buruh, tukang, montir dan penganguran tak kentara (kebanyakan pemuda). Sedangkan bagi mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi, memiliki pekerjaan yang bersifat organisasi seperti di bagian LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Pegawai Negeri Sipil (Guru, pegawai kantor, perawat, bidan), pegawai swasta, berdagang dan lain sebagainya. Dari segi kepercayaan dan keagamaan, secara keseluruhan penduduk Kambaniru menganut agama Kristen, yang terdiri dari Gereja Kristen Sumba (GKS), Gereja Kemah Injil, Bethel, Pentakosta, Kristen Katholik. Adapun dalam wilayah kelurahan Kambaniru terdapat beberapa suku yang mendiaminya yakni suku Sabu, Sumba, Rote, Jawa, Flores, Timor, dan lain-lain. Dan sebagian besar wilayah Kambaniru didiami oleh masyarakat suku Sabu. b. Kecamatan Umalulu 2 1) Letak Geografis Kecamatan Umalulu Kecamatan Umalulu terletak di Pulau Sumba bagian Barat Laut Kabupaten Sumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas kecamatan Umalulu 307, 9 Km² atau hektar dengan letak yang umumnya di sepanjang pantai utara berbukit dan curah hujan yang sangat rendah dan tidak merata tiap tahun, dimana musim penghujan relatif pendek bila dibanding 2 Umalulu dalam Angka 2013, hal

5 musim kemarau. Menurut PP No. 46 Tahun 1992 kecamatan Umalulu berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sawu Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Paberiwai dan Kahaungu Eti Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Rindi Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Pandawai 2) Kondisi Demografi Kecamatan Umalulu Kecamatan Umalulu mempunyai wilayah administrasi yang terdiri dari 9 Desa dan 1 Kelurahan, 26 Dusun, 53 rukun tetangga, 3449 rumah tangga. Berdasarkan data sensus Desember 2012, jumlah penduduk kecamatan Umalulu sebanyak jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak yang terdiri dari orang laki-laki dan perempuan berjumlah jiwa. Topografi wilayah kecamatan Umalulu sebagian besar merupakan daerah pantai dengan curah hujan yang rendah dan tidak merata tiap tahun. Ketinggian masing-masing desa/kelurahan dari permukaan laut berada di antara m. Adapun tingkat pendidikan penduduk di Umalulu yang belum bisa dikatakan baik. Hal ini dilihat dari data tingkat pendidikan yang menyatakan bahwa sekitar 30% dari jumlah penduduk yang tidak bersekolah atau tidak menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD); 20% penduduk menyelesaikan pendidikannya hingga ke tingkat SD; 15% untuk tingkat SLTP dan 25 % tingkat SLTA; 10% untuk tingkat perguruan tinggi, baik tingkat D3, S1,dan lain sebagainya. Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk yang rendah, membawa pengaruh terhadap mata pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani, dan lainnya menjadi peternak, 60

6 nelayan, pedagang, industri kerajinan, guru, perawat, pegawai negeri dan pegawai swasta. Dari segi kepercayaan dan keagamaan, sebagian besar dari penduduk Umalulu menganut agama Kristen Protestan, dan ada juga penduduk yang masih menganut kepercayaan Marapu, dan agama lain seperti agama Islam dan Hindu. 2. Sejarah Perjumpaan Komunitas Orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu 3 Orang Sabu adalah pendatang terbesar yang sifatnya imigrasi ke daerah Sumba. Kedatangan mereka di Sumba dilakukan secara bertahap sejak dahulu kala yakni pada masa para leluhur hingga proses migrasi pada saat ini. Kebanyakan mereka datang dan langsung menempati daerah-daerah pesisir laut dan di daerah khusus yang telah ditetapkan oleh pemerintah NTT dan kolonial Belanda seperti di kelurahan Kambaniru dan Umalulu. Demikianlah sejarah kedatangan orang Sabu pertama kali di Sumba, dimulai dari kisah legenda sejarah masyarakat Sumba dan Sabu, keterlibatan dengan pihak ketiga (yakni Belanda dan misi penyebaran agama Kristen) dan migrasi orang Sabu ke daerah Sumba hingga saat ini. a. Hubungan Emosional antara Suku Sumba dan Sabu Hubungan antara leluhur dari kedua Suku Bangsa (Sumba dan Sabu) Legenda menuturkan bahwa nenek moyang orang Sabu terdahulu berdiam di Tanjung Sasar pada sebuah kampung yang bernama Paraingu Hawu (negeri Sabu). Tuturan silsilah yang beredar di suku Sumba maupun di Sabu mengatakan bahwa para leluhurnya bersaudara kandung. Leluhur suku Sabu bernama Hawu Meha (Laki-laki) dan leluhur suku Sumba bernama Humba Meha (Perempuan). Humba Meha kawin dengan Umbu Harandipa Wolu Mandoku. 4 Meskipun 3 Hasil wawancara dengan Pdt. Pala Hambarandi, S. Si., Teol pada tanggal Sabtu, 12 Oktober Bnd. F. D. Wellem Injil dan Marapu, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004 ), h

7 Humba Meha menetap di Sumba, Hawu Meha tetap menjalin hubungan persaudaran dengan Humba Meha. Hawu Meha memberikan sebuah panggilan manis bagi saudaranya di Sumba dengan sebutan Do Wa (artinya orang yang tinggal di bagian barat bira wa : barat). Panggilan ini pun menjadi panggilan yang lazim digunakan kepada orang sabu yang berada di Sumba hingga pada masa kini. 5 Hubungan Marga (Kabihu atau Udu) Marga-marga (Kabihu) di Sumba dan marga-marga (udu-udu) di Sabu mempunyai hubungan persaudaraan karena berasal dari leluhur yang sama dan hanya istilah/nama saja yang berbeda, misalnya : Luku Walu (Sumba) = Do Na Luru (Sabu); Watupelitu (Sumba) = Do Na Taga (Sabu); Anamburung (Sumba) = Do Na Horo (Sabu); Mbaradita (Sumba) = Do Ke Koro (Sabu); Nipa (Sumba) = Do Na Hipa (Sabu); Matalui (Sumba) = Do Na Mata (Sabu), dan lain-lain sebagainya. Hubungan Kawin Mawin Kawin mawin telah terjadi di antara orang Sabu dan orang Sumba sejak zaman dahulu kala hingga saat ini, antara lain : 1) Umbu Jara Watu (bangsawan Sabu) kawin dengan Rambu Mai Nggadi (anak dari Umbu Tarubu Huru Nggaba / bangsawan Lukumara). 2) Umbu Kaho Manu dengan Rambu Bangu Kahi (putri bangsawan Ruku Maru). 3) Umbu Jami Riwu (bangsawan Sabu) kawin dengan Rambu Paji Jera maramba hawu (Putri bangsawan Mangili ) 5 Wawancara dengan Bpk. D. D. Hebi pada tanggal Selasa 15 Oktober

8 4) Umbu Ngg. Haumara (putra bangsawan Watupelit - Melolo) kawin dengan putri bangsawan sabu Melolo (Do Na Taga - saudari dari Ama Nai Jawa (Raja Sabu) dan Ama Dima Talo). 5) Umbu Njanja Taranau (bangsawan Mangili) kawin dengan Rambu Kado Buki (bangsawan Mesara - Sabu). 6) Perkawinan antara putra Sabu dengan putri Rende 7) Perkawinan antara anak Raja Mangili dan Melolo menikah dengan anak Raja Seba (Sawu) b. Transmigran dari Pulau Sabu (Rai Hawu) Perpindahan penduduk dari Pulau Sabu telah terjadi sejak zaman dulu hingga sekarang, baik secara mandiri maupun atas prakarsa pemerintah. 1. Transmigran Mandiri 6 Perpindahan secara madiri telah terjadi dari zaman dahulu yaitu dalam kelompok-kelompok misalnya marga Hawu Horikundu, Kanatang-Dukuwatu, Haloi-Anajawa, Kabundung Kanjonga Luku. Selain itu pada tahun 1848 terjadi juga perpindahan orang Sabu ke Sumba. Mereka itu berpindah dalam suatu kelompok yang besar degan membawa serta istri dan anak-anaknya. Mereka berdiam di Kadumbul, pantai utara, bagian timur Sumba. Mereka berpindah atas inisiatif sendiri untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Mereka itu hidup berintegrasi dengan masyarakat Sumba Transmigran oleh Pemerintah Hindia Belanda a) Atas usul Raja Seba Ama Nia Jawa 6 Wawancara dengan Bpk. Makana pada tanggal Senin 14 Oktober Bnd. F. D. Wellem, Injil dan Marapu, h

9 Raja Seba mengusulkan kepada Residen Izaac Esser pada tahun 1862 untuk memindahkan 400 orang Sabu ke Kadumbul dengan maksud untuk memberi kesempatan memperoleh lapangan kerja dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan juga untuk mengekang gerak-gerik orang Ende yang merugikan penduduk Sumba. 8 b) Atas inisiatif pemerintah Hindia Belanda Pemerintah Hindia Belanda mentransmigrasikan sejumlah orang Sabu ke Sumba pada akhir abad ke-19. Mereka itu ditempatkan di Melolo (wilayah Kerajaan Melolo) dan di Kambaniru (wilayah kerajaan Kambera). c) Atas Inisiatif Pemerintah NTT Pemerintah NTT memindahkan penduduk dari Sabu ke Sumba. Perpindahan ini terjadi pada masa bapak Gubernur El Tari. Mereka yang dipindahkan itu pada tahun 1977 ditempatkan di Petawang sebanyak 33 keluarga. Adapun perpindahan itu bermotif ekonomi demi memperoleh kehidupan yang lebih baik. Adapun latar belakang perpindahan orang Sabu ke sumba bervariasi. Perpindahan bermotif ekonomi (perdagangan), karena di Sumba terdapat banyak pohon lontar, bermotif politis yakni menyangkut keamanan dan untuk memadamkan peperangan yang terjadi dan untuk mencegah perdagangan budak yang dilakukan oleh orang-orang Ende. 9 Perpindahan orang Sabu juga bermotif agama yakni penyebaran agama Kristen. Demikianlah sejarah keberadaan orang Sabu di Sumba Timur yang secara langsung berjumpa dan berinteraksi dengan masyarakat Sumba hingga saat ini. 8 Bnd. Oe. H. Kapita, Sumba dalam Jangkauan Jaman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), h Kapita dalam bukunya Sumba dalam Jangkauan Jaman menuturkan bahwa perpindahan sejumlah besar orang Sabu ke Sumba juga terkait dengan persoalan perang Mbatakapidu (Juli-Agustus 1874) antara Ama Kuji Bire (Saudara ) dengan Umbu Ndai Litiata Tanahomba (Raja Mbatakapidu). 64

10 B. BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SABU Sebuah ungkapan populer dalam Bahasa Indonesia Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Artinya dimana kita berada dan menetap maka kebiasaan setempat harus kita ikuti atau perhatikan. Hal ini kelihatannya tidak berlaku secara penuh bagi komunitas orang Sabu yang bermigrasi dan berdomisili di Kambaniru dan Umalulu. Akan tetapi karena budaya itu bersifat dinamis maka ia mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan pengaruh perjumpaan dengan orang Sumba. Di sini akan diuraikan mengenai beberapa unsur budaya Sabu yang tetap dilaksanakan oleh orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu, sebagai berikut: 1) Sistem peralatan dan perlengkapan : a) Pakaian Adat Orang Sabu : Pakaian adat laki-laki sabu terdiri dari ikat kepala, kemeja berlengan panjang berwarna putih polos. Tubuh bagian bawah ditutupi oleh sarung tenun dan sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian bahu. 2. Pakaian adat perempuan sabu : biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya mengenakan kain tenun dua kali lilitan dan tanpa asesories. 3. Pakaian adat perkawinan sabu : Pakaian pengantin laki-laki terdiri dari selendang yang digunakan pada bahu pria, destar pengikat kepala sebagai lambang kebesaran/kehormatan, kalung mutisalak yaitu sebagai mas kawin dengan liontin gong, sepasang gelang emas, ikat pinggang/sabuk yang memiliki 2 kantong pengganti dompet/tas, Habas/perhiasan leher terbuat dari emas Pakaian pengantin perempuan terdiri dari sarung wanita yang diikat bersusun dua pada pinggul dan sedada, pending (ikat pinggang terbuat dari 10 Wawancara dengan Ibu M. V. Lobo pada Jumat, 11 Oktober

11 emas), gelang emas dan gading, muti salak/kalung dan liontin dari emas, mahkota kepala wanita dan tusuk konde berbentuk uang koin / uang emas pada zaman dahulu, anting/giwang emas, sanggul wanita berbentuk bulat diatas/puncak kepala wanita Gambar 2. Pakaian Adat Perkawinan Sabu b) Seni Bangunan (Rumah dan Kubur) 11 Rumah orang Sabu asli berbentuk panggung (kelaga), seperti perahu yang dibalik yakni mempunyai anjungan dan buritan. Adapun letak dan bentuk rumah sabu disesuaikan letak pulau Sabu yang ditandai selalu mengarah ke Utara ( Bodae) atau selatan ( Bollou). Orang Sabu mencari tempat yang tidak jauh dari sungai, pinggiran laut. Rumah dapat dibangun di atas kuburan, karena dalam kehidupan orang Sabu, kuburan selalu berada di bawah kolong rumah kelaga. Bahan bangunan rumah Sabu biasanya diambil dari pohon lontar dan kelapa. Akan tetapi pada masa sekarang ini, rumah asli sabu hanya tinggal beberapa buah saja, karena kebanyakan orang Sabu sudah membangun rumah yang terbuat dari semen dan seng. Sedangkan uburan terletak di depan atau samping rumah dan telah berbentuk rumah seperti kuburan orang Sumba. Berdasarkan aturan pemerintah, maka kuburan orang Sabu juga bertempat di tempat pekuburan umum yang telah disediakan di daerah Sumba. 11 Wawancara dengan Bpk W. Lobo pada tanggal Kamis 10 Oktober

12 Gambar 3. Rumah Asli Sabu di Kambaniru dan Umalulu 2) Sistem mata pencaharian 12 Masyarakat Sabu dikenal sebagai masyarakat agraris dan nelayan. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, orang Sabu tidak hanya memiliki satu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi orang Sabu terkenal memiliki karakter sebagai orng yang rajin dan tekun dalam bekerja sehingga orang Sabu selalu merangkap beberapa pekerjaan harian diantaranya mengerjakan sawah tadah hujan, berkebun (sayur, bawang, pepaya, ubi, kacang tanah, kacang hijau, jagung dan lainlain), memelihara lontar dan kelapa, memelihara ternak (sapi, babi, kuda, kambing, ayam), nelayan, membuat garam, menenun, berdagang (hasil tenun, tuak/due/nira, gula sabu dan gula lempeng, hasil kebun), dan juga bekerja sebagai pegawai swasta, pegawai negeri, pendeta, guru injil, tentara, polisi dan lain sebagainya. Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah, karena orang Sabu membagi waktu dan juga dalam kehidupan mereka terdapat pembagian tugas. Dalam melakukan pekerjaan, orang Sabu juga bekerja sama dengan orang Sumba dan suku lainnya. Kesemua hal yang dikerjakan orang Sabu tidak hanya untuk 12 Wawancara dengan Bpk Y.H.R pada tanggal Kamis 09 Oktober

13 memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab untuk memelihara kehidupan sosial dan keagamaan. Gambar 4. Beberapa mata Pencaharian Orang Sabu (Non-Pegawai) 3) Sistem kemasyarakatan Dalam kehidupan sosial orang Sabu, dimulai dari keluarga batih terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga batih kemudian membentuk keluarga besar (huwue kaba gatti) dan menempati sebuah rumah adat (Amu Kepue) yang dihuni oleh seluruh anggota keluarga dari garis keturunan nenek (Heidau Appu). a. Sistem Kekerabataan 13 Dalam masyarakat Sabu terpelihara hubungan kekeluargaan yang sangat kuat, yang mana dibangun atas dasar kombinasi antara garis keturunan ayah (patrilineal) yaitu udu dan garis ibu (matrilineal) yaitu hubi. Adapun garis Udu ini terikat pada satu wilayah (rai) sebaliknya garis hubi berlaku lintas wilayah. Udu menunjukkan kepada rumpun keluarga (marga) dan hubi menunjukkan derajat/status/ kedudukan 13 Wawancara dengan Bpk. S.L. pada tanggal Jumat 11 Oktober 2013; bnd Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, h

14 sosial seseorang. Dalam sebuah udu terdapat berbagai hubi. Udu adalah persekutuan orang-orang yang seketurunan karena berasal dari leluhur/nenek moyang yang satu. Masing-masing udu secara turun temurun tinggal menetap dalam suatu wilayah atau tanah yang disebut rai udu. Selanjutnya, udu itu akan berkembang banyak dan dapat terbagi lagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil yakni kerogo. Tetapi ada juga udu yang tidak terbagi dalam kerogo. Contohnya dalam udu do nataga terdiri dari kerogo Najingi, Naliru, Napuluji, Napuliru, Najohina. Sedangkan garis ibu atau hubi berperan dalam urusan siklus hidup seseorang, pernikahan dan kematian. Dengan adanya hubi, maka orang-orang yang sebelumnya terpisah disebabkan mereka menjadi anggota dari udu tertentu yang berbeda, dapat kembali berkumpul menjadi satu kelompok yang lebih besar yaitu hubi. Berdasarkan hubi, kaum perempuan Sabu terbagi atas dua kelompok yakni tergolong Hubi Ae dan hubi Iki. Hubi juga berkaitan erat dengan pemakaian sarung bagi kaum perempuan Sabu. Setiap perempuan Sabu harus memakai sarung yang sesuai dengan jenis/motif yang berlaku bagi hubinya pada waktu acara pernikahan atau kematian. Demikianlah orang sabu memiliki kewargaan rangkap yaitu sebagai warga/udu/kerogo dan sekaligus sebagai warga hubi/wini. Contohnya dalam satu udu Do Nalodo, terdiri dari beberapa orang dengan hubi yang berbeda-beda seperti Hubi Iki atau Hubi Ae. b. Persatuan adat menurut tempat Setiap udu hidup berdampingan dengan udu-udu lainnya dalam Rai (kampung). Dalam setiap rai terdapat beberapa udu dan setiap udu terdiri dari beberapa kerogo. Contoh dalam satu Rai terdapat berbagai marga atau udu dan 69

15 kerogo seperti Udu Do Nataga, Udu Do Nahoro (kerogo Nakahu, Napuhaga, Napawa), Udu Namata (kerogo Napupenu, Nagalode dan lain-lain). 14 c. Sistem Pemerintahan 15 Sistem pemerintahan asli dalam masyarakat Sabu adalah sistem pemerintahan yang bercorak religius. Dalam sistem pemerintahan ini tidak ada pemisahan antara urusan agama dengan urusan bukan agama, antara urusan kerohanian dengan urusan kejasmanian, atau urusan sakral dengan urusan keduniawian. Pucuk pimpinannya adalah Mone Ama (imam). Tugas Mone Ama ialah menyangkut urusan keagamaan dan pemerintahan, serta menjaga kesejahteraan hidup masyarakat, kerukunan, bertugas menegakkan adat-istiadat dalam masyarakat. d. Adat Istiadat 1) Adat perkawinan 16 Tahapan dalam proses menuju perkawinan adat Sabu sebagai berikut : Tahap pertama terdiri dari musyawarah keluarga untuk memutuskan waktu perkenalan dan peminangan (Oro Li), siapa juru bicaranya atau Mone Li 17 dan persiapan pelaksanaan kenoto hingga Hegutu Ka do. Tahap kedua : Oro Li (perkenalan). Tahap ini bertujuan untuk menyampaikan isi hati dari sang pria terhadap gadis sabu dan keluarganya. Bingkisan yang dibawa keluarga lelaki berisi sirih-pinang (muda dan kering), tembakau dan kapur sirih yang dibungkus dengan selimut Sabu. Jika dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan telah melakukan pelanggaran adat seperti hamil sebelum menikah, maka akan dibahas juga mengenai upacara pembersihan 14 Wawancara dengan Bpk. Mapana, pada Selasa, 08 Oktober Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, (Yogyakarta : Jogja Global Media, 2005), h Wawancara dengan Bpk Mahari pada tanggal Sabtu, 12 Oktober Mone Li atau juga disebut Mone pedai li atau mone uba (si pembicara) adalah seorang yang sudah berumah tangga, memahami adat perkawinan Sabu, pandai menutur silsilah, menguasai tata krama, mahir berbicara bahasa Sabu yang halus, dan mengenal keluarga perempuan. 70

16 yang disebut dengan lonye kelaga 18 (pembersihan rumah), yang dilaksanakan sebelum proses masuk minta. Masuk minta dan lamaran (ma ami). Biasanya tahap ini dilakukan bersamaan dengan proses lonye kelaga. Pada tahap ini, keluarga menyatakan permintaan secara langsung kepada pihak perempuan untuk dapat memberikan anak perempuan menjadi isteri dari anak laki-laki mereka. Keluarga laki-laki akan membawa siri pinang, sarung sabu, kebaya dan cincin. 19 Pada tahap ini, kedua belah pihak akan kembali membicarakan mengenai persiapan pelaksanaan kenoto (pemaho kenoto) yakni waktu pelaksanaan kenoto dan juga mengenai ihi kenoto dan bada welli yakni pembawaan pihak laki-laki dalam pelaksanaan upacara adat Kenoto serta pelaksanaan hegutu kado (membawa perempuan keluar dari rumah dan memberikan ucapan terima kasih kepada ibu dari anak perempuan). Gambar 5. Masuk Minta 18 Biasanya, pihak laki-laki diharuskan membawa seekor babi dan sekarung beras sebagai lambang permintaan maaf pada pihak keluarga dan untuk membersihkan rumah atau nama baik keluarga perempuan yang telah menangung aib dari penyimpangan yang telah dilakukan. 19 Kalau pihak laki-laki berasal dari suku Sumba, biasanya mereka juga akan membawa seekor kuda dan sebuah mamuli mas sebagai lambang identitas diri. Hal ini telah diberitahukan terlebih dahulu pada tahap oro lii. 71

17 Kenoto. Dalam bahasa sabu, istilah upacara perkawinan adat ini disebut dengan istilah Kenoto. Sebelum pelaksanaan adat kenoto, dalam keluarga laki-laki akan mengadakan pertemuan keluarga untuk mempersiapkan bahan atau isi dari kenoto. Pertemuan ini disebut dengan istilah ihi kenoto (Sambung Tangan). Keluarga lelaki akan mengundang dan keluarga besar (udu dan hubi) dan para kerabat untuk memberi informasi bahwa anak laki-laki dari keluarga akan meminang perempuan dan mengharapkan agar para undangan (baik yang merupakan keluarga maupun kenalan) dapat mengambil bagian dalam pelakasanaan adat kenoto yakni memberi bantuan (berupa tenaga dan materi/uang) dalam melengkapi isi dari kenoto yang akan dibawa kepada keluarga perempuan. Adapun benda atau barang bawaan yang dijadikan sebagai ihi kenoto sesuai ketentuan pada waktu oro li ialah : (a) sirih pinang dilengkapi kapur, dan tembakau seadanya. Sirih pinang itu bersyarat: (1) Sirih yang masih bertangkai secukupnya, (2) Pinang muda dengan tangkainya secukupnya, (3) Pinang kering; (4) Sarung dan Selimut Sabu; 20 (5) Bada Welli. 21 Dalam upacara adat kenoto ini, ada beberapa orang yang memiliki peranan penting seperti Pili dida/unu Deo (sesuai artinya orang pertama dan utama yang mengambil atau mengangkat isi bungkusan/kenoto). Biasanya pili dida itu adalah saudara laki-laki ibu si gadis atau yang paling berhak atas diri 20 Syarat ini tidak berlaku umum, dan hanya dikenakan kepada pasangan yang terlanjur melakukan hal yang tidak dibolehkan, yakni bahwa mereka sudah hidup berdampingan sebagai layaknya suami istri sebelum menikah sah. Karena kesalahan itulah maka sebagi sanksi, pihak pria dikenakan syarat membawa sarung dan selimut sabu sebagai penutup malu pihak wanita. Sarung atau selimut juga diberikan kepada saudara kandung laki-laki atau perempuan (kakak) dari mempelai perempuan yang telah didahului dalam urusan pernikahan, sebagai lambang permintaan ijin untuk menikah lebih dahulu dari saudaranya. 21 Bada Weli adalah sejumlah binatang yang diserahkan sebagai ungkapan perasaan dan ikatan bathin dari pihak lelaki. Besar atau jumlahnya sesuai belis kenoto yang berlaku pada waktu ibu atau neneknya dahulu. Belis itu sudah termasuk dengan satu ekor untuk pili dida (saudara laki-laki ibu si gadis). Jumlah itu pantang dilebihkan atau dikurangi dari belis ibu atau neneknya, karena sesuai kepercayaan orang sabu perempuan yang meminta belis melebihi ibu atau neneknya akan ditimpa musibah atau malapetaka berupa penyakit yang dahsyat yaitu badanya akan luka-luka sampai seluruh tubuhnnya hancur berantakkan (ta habba ta wugu ) 72

18 ibu si gadis; Benni Ha u Kenoto (yang memangku kenoto), biasanya yang dipilih adalah do ana ina yang artinya seorang ibu yang masih bertalian erat hubungan darah/keluarga dengan ibu si gadis. Do ana ina mengandung arti kalau ibu si gadis telah meninggal dunia, maka ibu itulah salah satunya yang berhak memandikan mayat ibu si gadis. Selain itu, peran gereja dan pemerintah juga sangat penting. Dari pihak gereja, akan memimpin pada awal dan mengakhiri pelaksanaan adat kenoto dengan doa bersama-sama. Sedangkan pihak pemerintahan akan turut mengambil peran dalam pencatatan nikah adat yang telah berlangsung atas kedua mempelai. Surat nikah adat akan dibacakan dan ditandatangani didepan umum oleh kedua mempelai, kedua juru bicara dan pihak pemerintah yang hadir (lurah atau camat). Gambar 6. Kenoto Memboyong Isteri ke Rumah Suami (Aggo-lere-kelao-Ana Mobenni). Setelah dinyatakan sah, maka tiba saatnya mempelai perempuan akan dibawa ke rumah laki-laki. Orang tua perempuan akan menabur kacang hijau kepada pasangan suami isteri dan bersama-sama mengantar ke rumah suami (lere 73

19 kelao). Ketika rombongan yang membawa perempuan telah sampai di depan rumah, keluarga laki-laki akan melakukan penyambutan dengan melempar kacang tanah dan orang tua laki-laki akan menyambut dan memangku kedua mempelai sambil dilaksanakan upacara pe jore donahu nga ke bui atau acara salngg menyuapkan makanan berupa gula sabu bercampur kacang hijau. Setelah itu, barulah kedua mempelai dipersilahkan untuk memasuki rumah dan diadakan makan bersama bagi semua yang hadir mengikuti acara tersebut. Hengutu Kado. Acara ini dilakukan 3 hari setelah perkawinan. Pada siang hari suami isteri yang baru akan mengunjungi rumah orang tua sang isteri. Tujuannya adalah (1). Untuk mengucap terima kasih kepada orang tua karena urusan perkawinannya sudah selesai dengan baik, (2). Untuk permohonan pamit dari sang isteri kepada orang tua dan kerabatnya. Isteri akan membawa sirih pinang dan amplop (berisi uang untuk ibunya) yang dimasukkan ke dalam sarungnya, sedangkan suaminya akan mengendong seekor ayam jantan merah. Isteri akan menuangkan isi dalam sarungnya ke pangkuan ibunya dan suaminya akan menyerahkan bawaannya kepada ayah mertuanya. 2) Adat kematian 22 Orang Sabu memahami meninggal (made) sebagai peristiwa kembali kepada Deo Ama untuk hidup bersama dengan para leluhur di alam gaib (Juli Haha). Kematian dalam pandangan orang Sabu di bedakan menjadi dua berdasarkan penyebab terjadinya : (a) Made Netta (mati manis) yaitu meninggal secara wajar seperti menderita penyakit dan (b) Made harro (mati asin) yaitu meninggal secara tiba-tiba dan mendadak. Kematian ini terdiri dari made rekka (bunuh diri) dan made rekka karena kecelakaan, disambar petir, tenggelam, dan 22 Wawancara dengan Bpk W.Lobo pada hari Jumat 11 Oktober

20 lain-lain. Adapun upacara kematian dan pemakaman itu dilaksanakan sesuai dengan kepercayaan dari almarhum dan keluarga. Bagi orang Sabu yang menganut kepercayaan Jingitiu, kedua jenis kematian ini menyebabkan adanya perbedaan upacara pelaksanaannya, dan penetapan upacara tergantung kepada hasil musyawarah keluarga dan juga perekenomian keluarga yang bersangkutan. Akan tetapi karena orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu telah menganut agama Kristen, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam upacara kematian dan penguburan bagi kedua jenis kematian tersebut. Adapun upacara kematian dilaksanakan sesuai dengan iman Kristen dan tata ibadah gereja yang melayani berupa ibadah penghiburan selama 3 hari yang diadakan pada malam hari dan ibadah pemakaman pada waktu siang menjelang sore hari. 23 Ketika orang Sabu meningal, keluarga besar akan berkumpul di amu kepue. Jenasah dimandikan dengan cara dilap dengan air oleh anggota keluarga dan marga. Jika laki-laki dimandikan oleh saudara kandung laki-laki atau oleh warga lelaki dalam dara amu-nya yang se-hubi dengan dia; jika perempuan oleh saudara kandung perempuan atau anak perempuannya atau warga perempuan dalam rumahnya yang se-hubi dengannya. Pakaian yang digunakan oleh si mati, jika yang meninggal adalah seorang laki-laki, akan memakai selimut dan kemeja putih, digunakan dengan ikat pinggang dan destar pengikat kepala dan tanpa hiasan. Jika perempuan, maka akan dipakaikan sarung yang dililit pada pinggang bersama kebaya. Tentunya jenis kain selimut dan sarung tersebut disesuaikan dengan marga atau hubi dari si mati. Kemudian jenasah akan dibaringkan di atas sebuah tempat tidur beralaskan sebuah tikar, dengan kepala diarahkan ke utara (arah laut). Kemudian pada bagian atas tubuh jenasah diselimuti dengan kain 23 Wawancara dengan Bpk. Pdt. Y. Djara pada hari Rabu, 16 Oktober

21 (laki-laki) atau sarung (perempuan), disesuaikan dengan hubi dari si mati. Pada bagian atas (atap) tempat pembaringan jenasah akan diikat kain (selimut Sabu atau kain panjang) sebagai tenda yang melambangkan layar perahu bagi si mati yang akan berlayar ke Juli - Haha. Setiap orang yang meninggal tidak langsung dikebumikan, tetapi akan disemayamkan (lingo) selama 2-3 hari di ammu kepue. Kecuali bagi anak bayi yang baru lahir, maka ia akan segera dikuburkan pada pagi harinya. Selama jenasah disemanyamkan, kaum keluarga dan anggota marga (udu/hubi) serta kerabat, akan datang melayat dan berkumpul di rumah duka. Mereka akan membawakan selimut (laki-laki) atau sarung (perempuan) atau hewan dan beras (babi atau kambing) bagi si mati. Adapun yang membawa hewan dan berasal adalah anggota keluarga terdekat seperti saudara laki-laki, paman, atau suami dari saudara perempuan dari yang meninggal. Pada masa kini, orang yang berasal dari suku lain pun akan datang melayat, biasanya mereka membawa uang atau bahan makanan sebagai sumbangan bagi keluarga duka. Sepanjang siang dan malam akan terdengar ratapan duka (Huhu Kebie) berisi nyanyian dalam bahasa Sabu yang menuturkan silsilah keluarga dari si mati. Orang yang melakukan Huhu Kebie adalah seorang ibu yang tubuhnya akan dibungkus atau ditutupi dengan kain atau selimut dari bagian kepalanya. Pada saat peristiwa kematian ini, keluarga harus mempersiapkan dan menyediakan sirih pinang (Kenana kela awo dan tembakau) dan dibagikan kepada setiap orang yang datang melayat. Bagi orang Sabu yang telah beragama Kristen akan dilaksanakan ibadah penghiburan pada malam hari selama 3 malam berturut-turut sebelum pelaksanaan upacara penguburan. Pada malam lingo kedua, keluarga besar akan mengadakan pertemuan musyawarah keluarga 76

22 (p owu), yakni untuk membahas dan menentukan waktu dan acara penguburan, persiapan kebutuhan terkait dengan peti jenasah dan letak dan bentuk kuburan (ta go rai dare), serta pelaksanaan acara puru ked di. Pada malam lingo terakhir sebelum jenasah dikuburkan, biasanya tepat jam 12 malam, keluarga besar akan memasukkan jenasah dalam peti yang telah disiapkan. Dalam peti tersebut telah berisi selimut atau sarung, sirih pinang, tembakau dan pakaian dari si mati. Upacara pemakaman orang Sabu dilakukan pada siang menjelang sore hari (jam 3 petang). Letak kubur orang Sabu yang masih menganut kepercayaan Jingitiu biasanya berada di bawah balai-balai rumah, berbentuk bulat telur dan jenasah ditaruh dalam posisi duduk bagi. Sedangkan bagi yang telah beragama Kristen, letak kubur berada di depan atau samping rumah, atau pada masa kini berdasarkan aturan pemerintah, maka orang Sabu dikuburkan di tempat pemakaman umum. Bentuk lubang kubur yang dibuat ialah segi panjang dan ukurannya disesuaikan dengan ukuran peti jenasah. Upacara pemakaman dilaksanakan sesuai dengan tata cara ibadah pemakaman Gereja dari si mati. Setelah pelaksanaan pemakaman, pada malam harinya akan diadakan acara Keleku (ucapan syukur) dimana keluarga bersama kerabat akan kembali berkumpul di rumah duka, untuk bersama-sama mensyukuri peristiwa kematian dan upacara penguburan yang telah selesai dilaksanakan serta mendoakan keluarga yang berduka untuk dapat menjalani kehidupan dengan baik. Baik peristiwa made netta maupun made harro, bila yang meninggal adalah sang suami, maka diadakan upacara puru atau ke ddi bagi isteri yang ditinggal mati. Upacara ini dimaksudkan ialah membawa pulang kembali isteri dari si mati ke pangkuan keluarga / marganya. Acara ke ddi biasanya dilakukan pada malam hari setelah jenasah suaminya dikuburkan. Tetapi pada masa sekarang ini, acara 77

23 ini dilakukan sebelum jenasah dikuburkan, di depan rumah dan dilihat oleh semua orang yang mengikuti acara penguburan jenasah. Ritual lainnya terkait dengan upacara kematian adat Sabu yang biasa dilakukan di Sumba ialah Ru Ketu. Hal ini dilakukan bagi setiap orang Sabu yang meninggal di luar pulau sabu, maka rambut dan pakaian serta foto dari orang yang telah meninggal akan dibawa ke Sabu. Tujuannya ialah untuk memberitahu keluarga yang di Sabu mengenai peristiwa kematian dan simbol kembalinya si mati ke Sabu. e. He ngedo 24 Gambar 7. Kematian Cium hidung (disebut cium idung atau hengedo) merupakan budaya orang Sabu yang biasanya diberikan kepada orang-orang istimewa. Cium hidung ini dilakukan sebagai salah satu bentuk salam perkenalan, persahabatan, maupun sebagai salah satu bentuk ungkapan kasih, penerimaan dan penghormatan dalam sebuah ikatan kekeluargaan dan kekerabatan di dalam kehidupan sosial dan budaya kemasyarakatan. Ciuman ini dilakukan dengan tidak mengenal umur, gender, profesi bahkan status sosial. Dalam keseharian masyarakat NTT, cium hidung menjadi tanda 24 Wawancara dengan Bpk. D. D. Hebi pada Selasa, 15 Oktober

24 perdamaian. Konflik yang sehebat apa pun akan berakhir dengan sendirinya setelah berciuman hidung. Gambar 8. Cium Sabu saat Kenoto f. Budaya Lontar 25 Dalam kehidupan orang Sabu, pohon lontar dipahami sebagai pohon kehidupan. Keyakinan ini disebabakan karena pada saat musim kemarau yang waktunya sangat panjang, nira dari lontar mengandung banyak vitamin menjadi minuman yang memberikan banyak manfaat bagi orang Sabu. Adapun makanan pokok orang sabu bukanlah jagung atau beras tetapi nira (lontar) dan Gula Sabu (air nira yang dimasak menjadi gula berbentuk cair), dan juga merupakan makanan dari ternak piaraan orang Sabu. Tidak ada satupun dari bagian-bagian pohon lontar yang tidak bermanfaat bagi oarang masyarakat Sabu, mulai dari akar (Amo), batang (La), pelepah (Appa), daun (Rau), mayang (Hubi), buah (Wue). Mayang Lontar yang menghasilkan air nira adalah bagian terpenting dalam mencukupi kebutuhan pangan orang Sabu. Air nira yang pertama dikumpulkan, akan menjadi makanan pokok bagi keluarga, baik diminum secara langsung atau bisa 25 Pohon Siwalan (Lontar) merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai cm dan diameter batang sekitar 60 cm. Daunnya besarbesar mengumpul dibagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai panjang 100 cm. Buah Lontar (Siwalan) bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan. Setiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan tertutupi tempurung yang tebal dan keras. 79

25 dimasak menjadi gula sehingga bisa bertahan dalam tempo waktu yang lama. Gula sabu merupakan salah menjadi kebutuhan pokok bagi orang Sabu, karena bisa menjadi pengganti nasi. Dengan mengkonsumsi gula sabu dan air, seseorang dapat bertahan, tidak mengkonsumsi nasi selama sehari. Selain itu, juga dipercaya bahwa dapat mengurangi penyakit maag. Sehingga sangat dianjurkan bagi penderita maag untuk mengkonsumsi gula sabu terlebih dahulu sebelum sarapan pagi hari. Selain nira, daun lontar pun sangat berguna dalam kehidupan orang Sabu. Daun lontar yang berbentuk kipas besar dan utuh dipakai untuk berbagai keperluan yakni menjadi anyaman untuk menampung air, nira (haik), makan ternak, dipakai untuk membuat alat musik tradisional dan keranjang anyaman penyimpanan makanan seperti tempat makan (Pai), tempat menaruh pakaian atau sirih pinang (Beka), sebagai bakul (Hope), tempat menyimpan benih dan persediaan makanan dalam jumlah lebih dari seratus kilo disebut (Hoka). Selain itu, daun lontar juga bisa digunakan untuk penutup atas rumah seperti seng. Batang lontar (La) adalah bahan pokok kebutuhan papan bagi orang sabu. Batang lontar bisa dimanfaatkan untuk bahan utama pembangunan sebuah rumah mulai dari tiang, lantai maupun kap rumah, sementara dinding rumah dapat juga menggunakan daun lontar yang telah dirangkai dan diikat secara rapi (Ru hibi hiu). Tangkai pohon lontar yang kokoh dapat digunakan untuk pagar tanaman dan tongkat. Sementara batangnya dapat dipakai sebagai tiang penyangga dan balokan rumah. Buah lontar dapat dimakan isinya yang masih muda, sedangkan buah lontar yang telah tua dijadikan makanan hewan piaraan orang Sabu. Demikianlah pohon lontar menjadi begitu penting dan bermanfaatnya bagi kehidupan orang Sabu sehingga telah masuk menjadi budaya mereka. 80

26 Gambar 9. Hasil Lontar g. Sirih Pinang (Kenana Kela) Sirih pinang merupakan makanan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan orang Sabu. Sirih pinang ini dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari dan juga disertai kebiasaan menghisap tembakau (bukan dibakar seperti rokok). Tidak hanya sebatas persoalan konsumsi sehari-hari, tetapi sirih pinang merupakan salah satu unsur dari barang bawaan pada saat prosesi upacara perkawinan adat. Dalam upacara kematian, sirih pinang diwajibkan harus ada baik untuk disuguhkan kepada pelayat ataupun kepada si mati. Gambar 10. Sirih Pinang 81

27 4) Bahasa Orang Sabu biasanya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asli Sabu yang memiliki beberapa dialek, antara lain dialek Raijua, Mesara, Timu, dan Seba. Selain itu orang Sabu juga menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan suku lain seperti orang Sumba dan lain-lain. Akan tetapi untuk masa sekarang ini, kebanyakan orang Sabu di perantauan tidak lagi menggunakan bahasa Sabu di rumah dan dalam pergaulan sehari-hari. Orang Sabu di Sumba pun telah mahir dalam menggunakan bahasa Sumba dalam pergaulan sehari-hari. 26 5) Kesenian Kesenian yang paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. a. Tenun Ikat 27 Tenun ikat mereka yang terkenal adalah Hii Hawu (sarung sabu) dan Higi Huri (selimut). Tenun Sabu yang terkenal adalah motif flora dan fauna serta motif geometris. Motif tenunannya adalah pohon kelapa, kelopak bunga dan lain sebagainya. Warna yang dipakai adalah coklat kemerahan atau biru. Gambar 11. Kain Tenun Sabu 26 Wawancara dengan Bpk. M.L.D pada tanggal Kamis 17 Oktober Wawancara dengan Ibu Nape (salah seorang penenun kain Sabu) pada tanggal Jumat 11 Oktober

28 b. Seni tari 28 Tarian Sabu yang terkenal antara lain pe doa dan ledo hau. 1) Tarian Pe doa Tarian Pe doa dilakukan oleh pria dan wanita sambil bergandengan tangan di atas bahu, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan sesuai irama tertentu menurut nyanyian mone pe jo, diiringi oleh suara hentakan kaki yang yang telah diikat dengan pedue pada pergelangan kaki para penari. Tarian ini melambangkan kebersamaan, persekutuan dan kegotong royongan. Tarian ini biasanya dilakukan pada malam hari, pada bulan-bulan tertentu yakni bulan da ba, bangaliwu dan a a (Mei, Juni dan Juli). 2) Tarian Ledo Hawu Tarian Ledo Hau adalah tarian yang dilakukan berpasangan pria dan wanita diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria. Gambar 12. Tarian Sabu 6) Sistem religi dan kehidupan kerohanian Wawancara Bpk Mapana pada tanggal Rabu 09 Oktober Wawancara dengan Bpk Pdt. Y. Djara pada hari Rabu, 16 Oktober 2013; bnd. Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, h

29 Sebelum menganut agama Kristen, orang Sabu menganut kepercayaan tradisional yang disebut Jingitiu. Kini masyarakat Sabu di Sumba telah menganut agama Kristen Protestan. Meskipun demikian, dalam kehidupan sehari-hari dan adat istiadat, masih dipengaruhi oleh norma dan nilai kepercayaan asli tersebut, seperti berikut ini: a) Kepercayaan pada satu zat Ilahi yang disapa dengan Deo Ama, suatu oknum Ilahi yang Maha Tinggi. Deo Ama juga disapa dengan sebutan Deo Woro Deo Pennji (Tuhan pencipta semesta) atau Deo Mone Ae (Tuhan Maha Kuasa/ Maha Agung). b) Segala ciptaan terdiri dari dua unsur esensial yang berpasang-pasangan. Orang Sabu membedakan antara dua unsur esensial itu atas jenis kelamin laki-laki dan perempuan, berbeda tetapi setara dan saling melengkapi. c) Sebagai ciptaan Deo Ama, manusia merupakan bagian dari alam raya, harus selalu menjaga hubungan atau relasi yang baik dengan penciptanya, disebut dengan Meringgi atau dingin yang mendatangkan damai sentosa, mengerru (hijau/ kesuburan) dan merede (kelimpahan). d) Untuk menjaga relasi yang harmonis antara manusia, alam dan Tuhan maka dalam tatanan kehidupan diatur juga tentang ritual-ritual keagamaan, hubungan kekerabatan dan hukum adat (uku rai). e) Kepercayaan terhadap arwah leluhur. Orang sabu percaya bahwa kematian sebagai kesempatan dimana seseorang bertemu dengan leluhurnya yang sudah mendahuluinya di dunia gaib yaitu di Juli Haba. Setelah dikuburkan, arwah orang mati dipercayai akan berlayar dengan perahu yang dinakhodai oleh Ama Piga Laga menuju ke Juli Haba, dipercayai berada di Tanjung Sasar di pantai utara pulau Sumba. Orang Sabu juga mempercayai bahwa antara keluarga yang sudah meninggal dengan yang masih hidup tetap memiliki hubungan yang terjalin erat. 84

30 Karena itu, orang Sabu akan menggunakan nama para orang tua/leluhur yang sudah meninggal pada anak atau cucunya yang baru lahir sebagai bentuk penghormatan. f) Tentang Wango atau iblis. Orang Sabu mempercayai wango adalah roh jahat yang senantiasa ber-gentayangan serta melayang-melayang di udara yang sewaktu-waktu menggoda manusia berbuat jahat dan kotor. g) Jimat berbentuk benda-benda dan juga berupa kata-kata (Lii Pana) baik untuk menyembuhkan dan menjaga diri serta membahayakan orang lain. Berdasarkan pemaparan unsur-unsur budaya Sabu di Kambaniru dan Umalulu, dapat dikatakan bahwa meskipun orang Sabu tidak berada di pulau Sabu, tetapi warisan budaya leluhur tetap dipertahankan dan dilaksanakan di Sumba. Nampak juga bahwa dalam pelaksanaan adat istiadat budaya Sabu terdapat pengaruh agama Kristen tetapi nilai dan norma dari kepercayaan asli tetap mempengaruhi kehidupan orang Sabu di Kambaniru dan umalulu. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan lokasi tempat tinggal dan perjumpaan dengan budaya asing (budaya Sumba) tidak serta merta dapat mengubah budaya orang Sabu. Identitas budaya Sabu dipertahankan sebagai sebuah jati diri untuk membedakan komunitas mereka dengan masyarakat Sumba dan budayanya. C. PROSES AKULTURASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kehidupan komunitas orang Sabu di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu, ditemukan bahwa perjumpaan dan interaksi sosial telah terjadi antara orang Sabu dengan masyarakat Sumba sejak zaman dahulu kala hingga saat ini. Sebagaimana yang telah dipaparkan terlebih dahulu mengenai perjumpaan dan kontak orang Sabu dengan orang Sumba terjadi melalui berbagai hal seperti melalui hubungan nenek moyang, pengaruh penjajah, hubungan kekerabatan dan kawin mawin para raja dan keturunannya hingga pada masa 85

31 kini terjadi melalui hubungan pergaulan sehari-hari, dalam persekutuan di gereja, hubungan perkawinan campuran, hubungan kerja sama dalam mata pencaharian, bahasa, dalam ranah pendidikan dan lain sebagainya. 30 Melalui perjumpaan dan interaksi yang terjadi secara langsung dan terus menerus sejak zaman dahulu hingga saat ini, tanpa disadari membawa pengaruh terhadap budaya Sabu yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam budaya Sabu dengan Sumba. Hal ini sepadan dengan apa yang dinyatakan oleh Spradley bahwa perubahan sosial budaya yang dialami oleh setiap kelompok masyarakat terjadi akibat adanya reaksi setiap orang dalam merespons berbagai interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Setiap respon yang diberikan akan melahirkan konsekuensi dalam kehidupan selanjutnya, baik positif maupun negatif. 31 Adapun perubahan yang terjadi dalam komunitas orang Sabu dan budayanya di Kambaniru dan Umalulu disebabkan oleh komunikasi dan interaksi yang terjadi selama perjumpaan orang Sabu dengan orang Sumba berlangsung. Perubahan yang terjadi tidak hanya menyangkut perubahan lingkungan fisik seperti mengenai tempat pemukiman komunitas orang Sabu yang tidak lagi hanya terdapat pada daerah pesisir pantai dan berbentuk kampung (rai udu) tetapi pada sekarang karena fakor pekerjaan dan perkawinan, beberapa orang Sabu telah keluar dari kampung (rai udu) dan menetap di daerah kota dan pegunungan serta hidup berdampingan dengan orang Sumba. Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam komunitas orang Sabu juga menyangkut perubahan dalam pelaksanaan adat istiadat budaya Sabu. 32 Adapun fenomena perubahan dalam unsur budaya Sabu yang disebabkan karena perjumpaan dan interaksi antara orang Sabub dengan orang Sumba dan budayanya inilah yang disebut dengan istilah Akulturasi. 30 Wawancara dengan Bpk. Makana pada tanggal Senin 14 Oktober James P. Spradley, Metode Etnografi (penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), h Wawancara dengan Bpk. Mapana, pada Selasa 8 Oktober

32 Sebagaimana yang dipaparkan oleh Harsono mengenai defenisi akulturasi oleh Gilin dan Gilin, sebagai proses di mana masyarakat masyarakat yang berbeda beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang lama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada percampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu. Selanjutnya, Koentjaraningrat menyatakan bahwa proses akulturasi itu timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu tentu dihadapkan dengan unsur unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. 33 Maka dapat dipahami bahwa akulturasi budaya Sabu dapat terjadi ketika adanya kontak antar budaya Sabu dengan budaya Sumba secara intensif dalam waktu yang lama, dimana melalui interaksi tersebut menimbulkan adanya perubahan dalam budaya Sabu atau budaya Sumba. Adapun kontak dan interaksi antara orang Sabu dengan orang Sumba digambarkan dalam penjelasan oleh bpk Makana : 34 Pada awalnya orang Sabu berlum dapat dan mengerti mengenai bahasa Sumba. Sehingga mengalami kesulitan dalam interaksi. Untuk dapat berinteraksi, maka mereka menggunakan isyarat dan simbol berupa barang atau gambar dalam menjelaskan maksud dan tujuan pembicaraan. Karena orang Sabu adalah pendatang, maka harus berupaya untuk mempelajari bahasa Sumba sedikit demi sedikit dalam setiap perjumpaan yang terjadi baik di laut, ladang dan pasar (barter hasil ladang dan laut). Hal ini berlaku juga bagi para raja, mereka saling mempelajari bahasa untuk menolong dalam menjalani hubungan. Lama kelamaan dari proses belajar bahasa, akhirnya orang Sabu pun dapat memahami dan melakukan interaksi yang baik dengan orang Sumba. Demikian juga dengan orang Sumba, karena desakan kebutuhan ekonomi (seperti barter jagung dengan ikan) maka mempelajari bahasa Sabu. Tidak hanya itu, orang Sabu dan orang Sumba pada masa kini telah menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah proses interaksi di antara kami, baik dalam hubungan sosial, pekerjaan dan pelayanan di gereja. 33 Harsono, op. cit., h Wawancara dengan Bpk. M.L.D 87

33 Adapun kontak antar budaya Sabu dengan budaya Sumba ini berlangsung baik antar individu dari masing-masing budaya maupun dalam lingkup antar kelompok budaya Sabu dengan budaya Sumba. Hal ini sepadan dengan yang dijelaskan oleh Harsono mengenai bentuk-bentuk kontak kebudayaan yang menimbulkan proses akulturasi. 35 Bentuk-bentuk kontak tersebut dapat terjadi antara setiap anggota dari dua kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat di Sumba, baik dalam hubungan persahabatan dan kekerabatan yang terlalin antara para raja Sabu dengan raja Sumba, atau pengabar Injil (orang Sabu) dengan masyarakat Sumba, yang mana dapat diklasifikasikan dalam hubungan persahabatan ataupun dalam persoalan perang yang terjadi antara orang Sabu dengan orang Sumba. Selain dalam bidang pemerintah, sosial dan keagamaan, kontak antara orang Sabu dengan orang Sumba pun terjadi dalam bidang pekerjaan dan bidang ekonomi. Dalam kontak yang terjalin antara orang Sabu dengan orang Sumba, tanpa disadari terjadinya proses adaptasi yang mana lambat laun menimbulkan adanya penerimaan dan pengadopsian unsur-unsur budaya Sumba menjadi bagian dalam budaya Sabu seperti dalam penggunaan bahasa. Dengan penerimaan unsur-unsur budaya Sumba dalam komunitas orang Sabu itulah menyebabkan terjadinya perubahan dalam budaya Sabu di Kambaniru dan Umalalu. Adapun unsur-unsur budaya Sumba yang masuk dalam budaya Sabu, tentunya membawa perubahaan dalam budaya Sabu itu sendiri. Perubahan inilah yang disebut dengan perubahan akulturatif. Perubahan akulturatif yang dimaksud ialah perubahan yang terjadi dalam budaya Sabu karena pengaruh unsur budaya Sumba yang diadopsi menjadi bagian dalam budaya Sabu, namun hal itu tidak menyebabkan hilangnya unsur budaya Sabu asli. Contohnya dalam penggunaan bahasa Sumba oleh 35 Harsono, op. cit., h

BAB I PENDAHULUAN. Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah

BAB I PENDAHULUAN. Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sabu adalah nama suku dengan beberapa sebutan berbeda, antara lain Savu, Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG Kegiatan menenun merupakan warisan ketrampilan turun temurun serta garis penghubung antar generasi yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan dan tersebar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan proses akulturasi budaya Sabu di Sumba yang telah dilakukan sebelumnya, maka melalui penelitian ini

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru dan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan Sosial sering menjadi tema utama dalam proses penelitian ilmiah. Proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pun dapat dilihat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.I Identifikasi Wilayah 2.1.1 Lokasi Desa Sukanalu Desa Sukanalu termasuk dalam wilayah kecamatan Barus Jahe, kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Sukanalu adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR (DI DESA WARUJAYENG KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK)

BAB III PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR (DI DESA WARUJAYENG KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK) 40 BAB III PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR (DI DESA WARUJAYENG KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK) A. Deskripsi Umum Desa Warujayeng Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja 13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah dari Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yaitu:

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah dari Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yaitu: BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kasikan Desa Kasikan berada di Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yang mempunyai luas 22.700 ha yang terdiri dari 4 dusun dan 11 RW dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah

BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian 4.1.1 Sejarah Desa Bale Desa Bale terletak diwilayah timur Indonesia tepatnya di wilayah Maluku Utara. Pada tahun 1800an kesultanan ternate berkunjung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah NENEK GAYUNG Nenek Gayung adalah sebuah urban legend yang berasal dari Indonesia tentang penampakan nenek misterius yang tiba-tiba muncul di tepi jalan. Menurut legendanya, Nenek Gayung merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI A. Kondisi Geografis dan Demografis 1. Keadaan Geografis Desa Muara Jalai merupakan salah satu dari Desa yang berada di Kecamatan Kampar utara Kabupaten Kampar sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1. Deskripsi Kabupaten Bima IV.1.1. Letak Dan Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bima terletak di Pulau Sumbawa bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Koto Tuo Barat adalah Desa yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. RT dengan jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari kepala

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. RT dengan jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari kepala BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kasikan Desa Kasikan berada di Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yang mempunyai luas 22.700 ha yang terdiri dari 4 dusun dan 11 RW dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN , Kelurahan Pammase terdiri dari 3 (tiga) lingkungan:

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN , Kelurahan Pammase terdiri dari 3 (tiga) lingkungan: BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kelurahan Pammase Kelurahan Pammase terbentuk 18 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 15-3-1997, Kelurahan Pammase terdiri dari 3 (tiga) lingkungan: 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB II SOSIAL DEMOGRAFIS TINJAUAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Ukui yang ibukotanya pangkalan Kerinci

BAB II SOSIAL DEMOGRAFIS TINJAUAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Ukui yang ibukotanya pangkalan Kerinci 15 BAB II SOSIAL DEMOGRAFIS TINJAUAN LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Ukui 1. Geografis Kecamatan Ukui Kecamatan Ukui yang ibukotanya pangkalan Kerinci merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN A. ALAT MUSIK A.1 SASANDU Sasandu adalah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik dari Rote ini berbentuk tabung panjang yang terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 62 BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 3.1.Letak Geografi 3.1.1. Luas Wilayah Kecamatan bungus teluk kabung merupakan salah satu kecamatan di kota padang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Teggara Timur ( ), membangun Keresidenan Timor di

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Teggara Timur ( ), membangun Keresidenan Timor di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Hindia Belanda pada saat menguasai sebagian wilayah Nusa Teggara Timur (1810-1916), membangun Keresidenan Timor di Kupang sebagai daerah penyangga. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah.

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat banyak sekali keragaman. Keragaman tersebut meliputi keragaman budaya, adat istiadat, bahasa, agama, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa Sugau Nama desa secara administrasi disebut desa Sugau, masyarakat sering menyebut desa ini dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK 12 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK A. Kondisi Geografis Desa Olak merupakan salah satu daerah integral yang terletak di Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DESA GUMINGSIR. Tulis yang sekarang menjadi Desa Surayudan Kabupaten Wonosobo.

BAB II PROFIL DESA GUMINGSIR. Tulis yang sekarang menjadi Desa Surayudan Kabupaten Wonosobo. 23 BAB II PROFIL DESA GUMINGSIR A. Sejarah Singkat Desa Gumingsir Berdasarkan catatan yang disusun oleh penilik kebudayaan kecamatan Pagentan kabupaten Banjarnegara (Karno, 1992:39) asal mula desa Gumingsir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotografi essai menceritakan sebuah kisah. Antara lain, menceritakan pentingnya pelestarian lingkungan dan topic lainnya. Gambar-gambar yang dipilih bias dibuat ditempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial.

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial. BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA A. Keadaan Geografi Wanayasa merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, terletak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING

TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING Oleh: Neni Puji Nur Rahmawati 1 Sebelum membahas tentang tari Giring-Giring, berikut deskrispsi dari tarian tersebut: Daerah asal : Dusun Paju Ampat, Kec. Dusun Timur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah 1. Geografis a. Letak Desa Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Memiliki luas 71,61 km 2 dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sisobambowo merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan. - sebelah Utara : Desa Iraono Geba

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sisobambowo merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan. - sebelah Utara : Desa Iraono Geba BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN II.1.Lokasi dan Letak Desa Kabupaten Nias adalah salah satu daerah kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Nias berada satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Tualang terdiri dari empat Kadus (Kepala Dusun), 8 RW, dan 79 RT,

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Tualang terdiri dari empat Kadus (Kepala Dusun), 8 RW, dan 79 RT, BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografi dan Demografi DesaTualang merupakan salah satu Desa dari sembilan Desa yang terdapat di KecamatanTualang Kabupaten Siak Sri Indrapura di Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Geografis Desa Lebung Gajah Desa Lebung Gajah adalah merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah hukum Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN SEDANAU KECAMATAN BUNGURAN BARAT KABUPATEN NATUNA

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN SEDANAU KECAMATAN BUNGURAN BARAT KABUPATEN NATUNA BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN SEDANAU KECAMATAN BUNGURAN BARAT KABUPATEN NATUNA A. Profil Sedanau 1. Sejarah Terbentuknya Kelurahan Sedanau Kelurahan Sedanau Kecamatan Bunguran Barat Kabupaten Natuna

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Sejarah Desa Perawang Barat adalah salah satu Desa hasil dari pemekaran dari Desa Induk yaitu Desa Tualang berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Sejarah Kecamatan Kuok Kuok adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sebelum dinamai Kecamatan Kuok, Kecamatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis Parit Hidayat memilikii kondisi geografis dengan tipologi daerah datar dan didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah 517.25 Km,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS 13 BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS A. Geografi Kelurahan Terkul adalah kelurahan yang terletak di samping kota Batupanjang kecamatan Rupat, dengan status adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 1. Sejarah Singkat Desa sikijang adalah sebuah desa yang terletak Di Kecamatan Logas Tanah Darat, kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kelurahan Parit Rantang Payakumbuh

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kelurahan Parit Rantang Payakumbuh 15 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kelurahan Parit Rantang Payakumbuh 1. Keadaan Geografis Jalur ke Ibu kota Kecamatan 4 km, Ke Ibu Kota Payakumbuh 5 km, dan Ke Ibu Kota Provinsi

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3 61. a. Topografi dan Jenis Tanah Topografi Desa Ngijo adalah berupa dataran tinggi dengan ketinggian 105 m dpal dengan curah hujan 10 mm/tahun. Jenis tanah di Desa Ngijo adalah jenis tanah Mediteran coklat.

Lebih terperinci

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO A. Keadaan Umum Desa Sukapura 1. Keadaan Geografis Desa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan 29 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Teluk Mesjid Desa Teluk Mesjid adalah suatu wilayah di kecamatan Sungai Apit kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci