SKRIPSI EFISIENSI PROSES PENGERINGAN TAPIOKA DI PT UMAS JAYA AGROTAMA TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH. Oleh : DENI PRASOJO F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI EFISIENSI PROSES PENGERINGAN TAPIOKA DI PT UMAS JAYA AGROTAMA TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH. Oleh : DENI PRASOJO F"

Transkripsi

1 SKRIPSI EFISIENSI PROSES PENGERINGAN TAPIOKA DI PT UMAS JAYA AGROTAMA TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH Oleh : DENI PRASOJO F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 EFISIENSI PROSES PENGERINGAN TAPIOKA DI PT UMAS JAYA AGROTAMA TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH Oleh DENI PRASOJO F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN EFISIENSI PROSES PENGERINGAN TAPIOKA DI PT UMAS JAYA AGROTAMA TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DENI PRASOJO F Dilahirkan pada 29 Juni 1987 Di Sriagung, Lampung Tengah Tanggal Lulus : Menyetujui, Bogor, Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS Dosen Pembimbing Pertama Tisa Virgiandriati, STP Dosen Pembimbing Kedua Menyetujui, Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP

4 Deni Prasojo. F Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Di bawah bimbingan Tien R. Muchtadi dan Tisa Virgiandriati. RINGKASAN PT. Umas Jaya Agrotama adalah perusahaan pengolahan tapioka yang terletak di Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Perusahaan ini satu grup dengan PT. Great Giant Pineapples, yaitu grup Gunung Sewu. Didalam pengolahan tapioka, PT. Umas Jaya Agrotama menggunakan sistem pengeringan Flash Drying, yaitu dengan menggunakan udara sebagai media pengeringan. Biaya pengeringan di PT. Umas Jaya Agrotama masih merupakan aspek biaya produksi yang tertinggi, kedua setelah biaya bahan baku. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia Pengeringan merupakan tahapan proses pengolahan tapioka yang cukup penting. Salah satu metode pengukuran efisiensi untuk pengeringan udara adalah dengan melihat keseimbangan panas udara, dengan memperlakukan unit pengering sebagai sistem adiabatik sehingga tidak ada pertukaran panas dengan lingkungan. Nilai efisiensi energi pengeringan dapat dihitung dengan rumus : ή = (T 1 -T 2 )/(T 1 -T a ) Kurva psikrometri merupakan alat yang cukup baik untuk menganalisis suatu proses pengeringan udara. Dengan kurva psikrometri dapat diketahui kemampuan menangkap air dari udara pengering. Dengan mengamati faktorfaktor yang berkaitan dengan pengeringan diharapkan dapat diketahui kondisi sebenarnya dari proses pengeringan yang telah berjalan. Dengan data yang diperoleh dapat diusahakan langkah-langkah perbaikan yang mungkin dapat dilakukan sehingga proses pengeringan menjadi lebih efisien. Kegiatan magang dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengamatan pendahuluan dan tahap optimasi proses. Pengamatan pendahuluan dilakukan enam kali pada enam shift produksi yang berbeda, yaitu dua kali pengamatan pada shift pagi ( WIB), dua kali pada shift sore ( WIB), dan dua kali pada shift malam ( WIB). Pada pengamatan pendahuluan aspek yang diamati aspek proses produksi, kualitas produk dan efisiensi energi pengeringan. Aspek produksi yang diamati meliputi sifat psikrometri udara pengering, kecepatan pemasukan udara, dan kecepatan pemasukan pati basah. Sifat psikrometri yang diamati adalah suhu input udara, RH input udara, volume spesifik input udara, suhu udara basah, suhu udara kering, dan kelembaban mutlak udara kering dan basah. Aspek kualitas yang diamati adalah kadar air pati basah, kadar air pati kering, derajat keputihan, persentase kerak, retained on 100 mesh, fase pengeringan pati basah.

5 Rata-rata suhu input udara adalah 32,7 o C untuk FD 1 dan 33,3 o C untuk FD 2. Rata-rata RH input udara adalah 64,6% untuk FD 1 dan 64,2% FD 2. Rata-rata suhu udara kering adalah 192 o C untuk FD 1 dan 200 o C untuk FD 2. Rata-rata suhu udara basah adalah 60 o C pada FD 1 dan 62 o C pada FD 2. Kapasitas penangkapan air udara pengering adalah 0,0553 kg air/kg u.k. untuk FD 1 dan 0,0580 kg air/kg u.k. untuk FD 2. Kecepatan pemasukan udara(debit udara) adalah ,04 m 3 u.k./jam untuk FD 1 dan ,00 m 3 u.k./jam untuk FD 2. Rata-rata kapasitas pengeringan adalah 1479 kg air/jam untuk FD 1 dan 1555 kg air/jam untuk FD 2. Rata-rata kecepatan pemasukan pati basah adalah 5371 kg/jam untuk FD 1 dan 6651 kg/jam untuk FD 2. Rata-rata kadar air pati basah adalah 34,35%. Rata-rata kadar air pati kering tapioka adalah 10,6% untuk FD 1 dan 11,0% pada FD 2. Perbedaan suhu udara pengering FD 1 dan FD 2 tidak berpengaruh secara nyata pada kualitas pati kering(derajat keputihan, persentase kerak, dan retained on 100 mesh). Proses pengeringan pati basah menjadi pati kering (tapioka) telah mencapai tahap falling rate. Efisiensi energi pengeringan adalah 0,83 (83%) untuk kedua FD. Perbedaan suhu udara pengering FD 1 dan FD 2 tidak berpengaruh terhadap profil gelatinisasi pati tapioka. Rancangan optimasi proses dibuat berdasarkan sifat psikrometri udara pengering dan kecepatan pemasukan pati basah. Optimasi proses pengeringan disarankan untuk dilakukan dengan melakukan running proses untuk mengetahui setting pemasukan pati basah yang memberikan hasil efisiensi proses paling tinggi dan tetap menghasilkan pati kering yang sesuai/masuk spesifikasi perusahaan. Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan, dapat diperkirakan kadar air pati kering yang diperoleh apabila kecepatan pemasukan diketahui dan suhu udara basah diketahui. Rancangan optimasi dibuat dengan menggunakan dua asumsi dasar, yaitu asumsi 1 : dengan menggunakan nilai rata-rata pengamatan pendahuluan; asumsi 2 : dengan memisahkan kondisi ekstrim siang (pukul WIB dan WIB)(asumsi 2.a) dan kondisi selain keduanya(asumsi 2.b). Dari hasil perhitungan berdasarkan kapasitas pengeringan dan kecepatan pemasukan pati basah, diperkirakan kondisi optimum pengeringan berada pada kecepatan pemasukan 750 dan 800 rpm pada FD 1 dengan asumsi 1, 2.a, dan 2.b; 700 rpm pada FD 2 dengan asumsi 1 dan 2.b dan 640 rpm dan 700 rpm pada asumsi 2.a.

6 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Desa Sriagung, Kecamatan Padangratu, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 29 Juni Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Suroso dan Ibu Sitimurtiah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 1 Sriagung pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Padangratu pada tahun , dan SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun Penulis lolos seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang ketika itu baru menerapkan sistem pendidikan Mayor-Minor, sehingga selama satu tahun penulis belum memiliki jurusan. Baru setelah satu tahun manjadi mahasiswa IPB, melalui seleksi internal IPB penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam Majelis Ta lim Al Furqon, suatu wadah kajian islam bagi mahasiswa untuk dapat mempelajari Islam lebih dalam. Penulis menyelesaikan tugas akhir pada tahun 2009 berupa praktek kerja magang di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Judul penelitian magang penulis adalah Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Tisa Virgiandriati, STP.

7 KATA PENGANTAR ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم Segala puji hanya milik Allah, kami memuji-nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-nya, dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesuatu yang penulis syukuri adalah adanya kemudahan yang Allah berikan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Penulis juga menyadari bahwa didalam penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan, dorongan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada : 1. Bapak, Ibu, Ita, Yoga, Yana, Mbah Talip, Mbah Putri dan keluarga besar atas segala kasih sayang, doa, dan nasehat, serta bantuan secara moril dan materil yang diberikan kepada penulis 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, perhatian, dan masukan serta kesabarannya membimbing penulis selama kuliah hingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini 3. Ibu Tisa Virgiandriati, STP. selaku pembimbing lapang yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat selama penulis melaksanakan magang di PT. Umas Jaya Agrotama 4. Bapak Dr. Ir. Nugraha Edi Suyatma, DEA dan Ibu Nur Wulandari, S.TP, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji, dan telah bersedia pula memeriksa hasil tulisan penulis. i

8 5. Bapak Ir. Hendro Purnomo selaku Manager administrasi di PT. UJA, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan magang di PT. Umas Jaya Agrotama 6. Bapak Jimmy Gunawan selaku Manager Factory, Bapak Sutiyono, Bapak Ir. Sustono, Bapak Sadono Sp., Bapak Edy Sp. Selaku Kabag di PT. UJA atas bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan magang di PT. UJA 7. Pak kirno, Pak Warikun, Pak Agustinus, dan Staf QC lainnya di PT. UJA 1 lainnya yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis 8. Pak Asmadi, Pak Surono, dan Mas Kimyarno yang telah memberikan bantuan dalam mendapatkan tempat kos kepada penulis 9. Erza, Shobur, Muji, Shobur, riza dan rekan-rekan ITP 42, 41, dan 43 atas dukungan dan bantuannya serta kebersamaan yang telah diberikan 10. Ikwan, Marina,dan Arya rekan satu bimbingan penulis atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan, serta kebersamaan selama menjadi bimbingan Ibu Tien 11. Mas Kemal, Mas Sugeng, Mas Anri, Goro, Rifki, Yanto, Angga, Frendy, dan ikhwan lainnya yang telah memberikan semangat, dukungan serta nasehat kepada penulis selama penulis kuliah di IPB 12. Dosen-dosen, Staf, dan Pegawai di departemen ITP atas bantuan dan bimbingan kepada penulis selama penulis kuliah di Departemen ITP, FATETA, IPB 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu, khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB Bogor, Agustus 2009 Penulis ii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. i DAFTAR ISI.... iii DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN ix DAFTAR ISTILAH. xi DAFTAR SINGKATAN. xii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang. 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat. 3 D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang. 3 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN. 4 A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 4 B. Lokasi Perusahaan... 4 C. Struktur Organisasi... 5 D. Ketenagakerjaan... 5 E. Produk 6 F. Pemasaran.. 7 G. Pengolahan Limbah 7 III. TINJAUAN PUSTAKA. 9 A. Singkong 9 B. Pati C. Tapioka. 14 D. Proses Pengeringan.. 19 iii

10 a. Teori Dasar. 20 b. Pengeringan Udara (Air Drying/Pneumatic Drying).. 22 c. Efisiensi Energi Pengeringan. 24 d. Psikrometri 25 IV. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran 27 B. Kegiatan Magang 28 C. Metode Analisis V. ASPEK PRODUKSI A. Bahan Baku Produksi a. Bahan Baku Utama b. Bahan Pembantu B. Proses Produksi a. Penerimaan Bahan Baku/Singkong(Receiving) 37 b. Pembersihan dan Pengupasan Kulit(Peeling) c. Pencucian(Washing). 39 d. Pemotongan dan Pencacahan(Chopping). 40 e. Pemarutan(Rasping). 40 f. Ekstraksi(Extraction) 41 g. Pemurnian Suspensi Pati(Separation).. 43 h. Penurunan Kadar Air 44 i. Pengeringan(Drying) 45 j. Pengayakan(Shieving).. 47 k. Pengemasan(Packing).. 47 l. Penggudangan.. 48 C. Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu Bahan Baku Pengawasan Mutu Incoming Material Pengawasan Proses(In Plant Quality Control) Pengawasan Mutu Produk Akhir. 49 iv

11 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 50 A. Kondisi Proses 50 a. Sifat Psikrometri Udara Pengering 50 b. Kecepatan Udara Pengering 56 c. Kapasitas Pengeringan. 56 d. Kecepatan Pemasukan Pati Basah 58 e. Sifat Dehidrasi Pati Basah B. Kualitas Produk.. 60 a. Kadar Air.. 60 b. Derajat Keputihan, Persen Kerak, Retained on 100 Mesh c. Sifat Gelatinisasi Pati. 63 C. Efisiensi Energi 65 D. Rancangan Optimasi Proses VII. KESIMPULAN DAN SARAN 72 A. Kesimpulan B. Saran. 73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 77 v

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hubungan Spesific Grafity dengan kadar pati singkong. 16 Tabel 2. Komponen yang diamati dari proses pengeringan.. 29 Tabel 3. Parameter mutu yang diamati dari sampel pati kering valve cyclone Tabel 4. Karakter varietas singkong yang diterima PT. UJA 1 36 Tabel 5. Hasil pengamatan kecepatan udara. 56 Tabel 6. Sifat Gelatinisasi Tapioka PT. UJA Tabel 7. Hasil pengamatan adanya peningkatan kadar air selama distribusi tapioka dari valve cyclone ke corong pengemasan 67 Tabel 8. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 1 dengan menggunakan asumsi Tabel 9. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 2 dengan menggunakan asumsi Tabel 10. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 1 dengan menggunakan asumsi 2.a.. 70 Tabel 11. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 2 dengan menggunakan asumsi 2.a.. 70 Tabel 12. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 1 dengan menggunakan asumsi 2.b.. 71 Tabel 13. Perkiraan kadar air pati kering valve cyclone Flash Dryer 2 dengan menggunakan asumsi 2.b.. 71 vi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Produk Tapioka PT. UJA : Kg, dan Kg Gambar 2. Singkong dan Taksonomi Singkong.. 9 Gambar 3. Hasil pengamatan viskositas dengan Brabender Amylograph Gambar 4. Timbangan kadar pati dengan metode Specific Grafity Methode 16 Gambar 5. Hubungan aktivitas air dengan kecepatan reaksi.. 21 Gambar 6. Pergerakan uap air selama pengeringan 21 Gambar 7. Kurva hubungan kadar air dengan kecepatan pengeringan.. 23 Gambar 8. Sistem Flash Drying sederhana Gambar 9. Kurva Psikrometri Gambar 10. Root Peeler Gambar 11. Washer.. 39 Gambar 12. Chopper 40 Gambar 13. Rasper.. 41 Gambar 14. Ekstraktor vertikal dan ekstraktor horizontal 42 Gambar 15. Continous centrifugal starch separator Gambar 16. Dewatering Centrifuge Unit 45 Gambar 17. Cyclone Gambar 18. Shifter.. 47 Gambar 19. Variasi suhu input udara.. 50 Gambar 20. Variasi RH input udara 51 vii

14 Gambar 21. Variasi volume spesifik input udara 52 Gambar 22. Variasi suhu udara kering 53 Gambar 23. Variasi suhu udara basah. 54 Gambar 24. Variasi kapasitas penangkapan air udara pengering Gambar 25. Kapasitas pengeringan udara.. 57 Gambar 26. Kecepatan pemasukan pati basah Gambar 27. Kurva hubungan kadar air pati basah(b.k.) dengan laju pengeringan pada suhu 120 o C Gambar 28. Hasil pengamatan kadar air 60 Gambar 29. Pengaruh perbedaan suhu proses pada kualitas produk derajat putih, persentase kerak, retained 100 mesh.. 62 Gambar 30. Variasi efisiensi energi pengeringan.. 66 viii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Perusahaan PT. Umas Jaya Agrotama Factory Lampiran 2. Bagan proses pengolahan limbah cair tapioka di PT. UJA Lampiran 3. Syarat mutu teknis tapioka menurut SNI Lampiran 4. Skema unit pemasukan pati basah (feeder oven) di PT. UJA Lampiran 5. Skema proses pengeringan di PT. UJA Lampiran 6. Spesifikasi produk tapioka PT. UJA Lampiran 7a. Hasil pengamatan sifat psikrometri udara pengeringan pada Flash Dryer Lampiran 7b. Hasil pengamatan sifat psikrometri udara pengeringan pada Flash Dryer Lampiran 8. Lampiran 9. Hasil uji beda suhu input udara Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Hasil uji beda RH input udara pada Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 85 Lampiran 10. Hasil uji beda volume spesifik udara pada Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Lampiran 11. Hasil pengamatan suhu setelah melewati Steam Heat Exchanger(Heater uap) dan Oil Heat Exchanger(Heater oli).. 86 Lampiran 12. Hasil uji beda suhu udara kering Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 87 Lampiran 13. Hasil uji beda suhu udara basah Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 87 Lampiran 14a Kapasitas penangkapan air udara pengering Flash Dryer Lampiran 14b. Kapasitas penangkapan air udara pengering Flash Dryer ix

16 Lampiran 15. Hasil uji beda kapasitas penangkapan air Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 89 Lampiran 16. Hasil Perhitungan Kapasitas pengeringan 90 Lampiran 17. Hasil uji beda kapasitas pengeringan pada Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Lampiran 18. Data pengamatan pemasukan pati basah Lampiran 19. Hasil uji beda kecepatan pemasukan pati basah Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 91 Lampiran 20. Hasil pengamatan sifat dehidrasi pati basah.. 92 Lampiran 21. Hasil pengamatan kadar air Lampiran 22. Hasil uji beda kadar air pati kering Flash Dryer 1 dan Flash Dryer 2 93 Lampiran 23. Hasil pengamatan Derajat Putih, Persentase Kerak, dan Retained on 100 mesh 94 Lampiran 24. Hasil uji beda derajat putih pati kering Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Lampiran 25. Hasil uji beda persentase kerak pati kering Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Lampiran 26. Hasil uji beda retained on 100 mesh pati kering Flash Dryer 1 dan Flash Dryer Lampiran 27. Hasil pengamatan efisiensi energi pengeringan 96 Lampiran 28. Hasil uji beda efisiensi energi pengeringan Flash Dryer 1 dan Flash Dryer x

17 DAFTAR ISTILAH Pati basah : pati tapioka setelah melewati tahap penurunan kadar air, dengan kadar air berkisar 34%. Pabrik tapioka sering menyebut pati basah dengan istilah sagu basah. Pati kering valve cyclone: tapioka setelah melewati tahap pengeringan pada flash dryer, tetapi masih mengalami pendinginan dengan uadara, dan belum siap untuk dikemas. Pati kering corong pengemasan : tapioka setelah melewati tahap pengeringan pada flash dryer, telah mengalami pendinginan dengan udara, dan telah siap untuk dikemas. Input udara : udara lingkungan yang masuk ke dalam cerobong flash dryer Udara kering : input udara setelah melewati tahap pemanasan pada heater Udara basah : udara kering yang telah kontak dengan bahan yang akan dikeringkan, dan telah dipisahkan dengan bahan pada cyclone Kapasitas penangkapan air udara pengering : ukuran kemampuan penangkapan air udara pengering, diketahui dengan menghitung selisih kandungan air udara basah(kelembaban mutlak udara basah) dengan kandungan air udara kering(kelembaban mutlak udara kering. Satuannya adalah Kg air/kg udara kering. Kapasitas pengeringan : kemampuan udara untuk menghilangkan air dari bahan per satuan waktu tertentu, biasanyua satu jam. Dihitung dengan mengkalikan kapasitas penangkapan air udara dengan kecepatan udara. Satuannya adalah Kg air/jam feeder oven : unit pemasukan pati basah berupa ulir yang berfungsi mengalirkan pati basah menuju flash dryer variable speed : unit pengkontrol kecepatan putar feeder oven xi

18 kerak : pati kering tidak lolos saringan 80 mesh Retained on 100 mesh : pati kering tidak lolos saringan 100 mesh Pulp : singkong setelah melewati tahap pemarutan(rasping) Milk : suspensi pati singkong setelah melewati tahap ekstraksi tahap I Light phase : air buangan separator yang memiliki berat jenis paling kecil, terdiri dari air, asam-asam terlarut, serta sedikit protein dan mineral Middle phase : air buangan separator yang memilki berat jenis lebih tinggi dari light phase, mengandung lemak, protein, mineral dan sedikit air Valve cyclone : katup yang terdapat pada flash dryer, tempat memeriksa kekeringan tapioka. Terletak di bawah cyclone xii

19 DAFTAR SINGKATAN T db RH u.k. b.k. b.b. SHE : suhu termometer kering (dry bulb temperature) : Kelembaban relatif udara (relative humidity) : udara kering : basis kering : basis basah : Steam Heat Exchanger OHE : Oil Heat Exchanger Ta : suhu Input udara T 1 T 2 : suhu udara kering : suhu udara basah xiii

20 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong adalah tumbuhan semak keluarga Euphorbiaceae, ditanam terutama untuk memperoleh umbinya yang mengandung pati. Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang paling penting di daerah tropis, yang mana singkong ini merupakan urutan keempat sumber energi yang paling penting. Sedangkan di dunia, singkong menempati urutan ke enam sumber kalori paling penting di dalam diet manusia (Alves, 2002). Singkong (Manihot esculenta) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Didalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), tepung singkong dan tapioka (Anonim, 2008a). Tahun 2008 produksi singkong Indonesia melebihi 21 juta ton ( ton), dengan produksi tertinggi di propinsi Lampung ( ton) diikuti Jawa Timur ( ton) dan Jawa Tengah ( ton). Tahun 2009 produksi singkong Nusantara diperkirakan mendekati angka 22 juta ton. Produktivitas singkong nusantara pada tahun 2008 adalah 18 ton/ha, dengan produktivitas tertinggi juga ada di propinsi Lampung yaitu 24,2 ton/ha diikuti Sumatera Barat dan Sumatera Utara yaitu sebesar 19,4 ton/ha (Deptan, 2009). Tapioka adalah pati yang diekstrak dari umbi singkong (Manihot esculenta). Tapioka dikonsumsi sebagai makanan pokok di beberapa daerah, dan digunakan secara luas sebagai bahan pengental, terutama pada makanan. Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). 1

21 Permintaan tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya. Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga. Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di Asia dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor. Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Teknologi yang digunakan pada industri tapioka dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang proses pengeringannya masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (flash dryer) dalam melakukan proses pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena dalam proses produksinya hanya memerlukan tenaga 2

22 kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Efisiensi energi selama pengeringan jelas sangat penting, dimana konsumsi energi merupakan komponen biaya pengeringan yang utama (Earle, 1983). Pada PT. Umas Jaya Agrotama biaya energi merupakan komponen biaya energi terbesar kedua setelah bahan baku. Peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi tapioka secara keseluruhan. Oleh karena itu, dengan dilakukannya peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka, diharapkan efisiensi produksi secara total dapat ditingkatkan. B. Tujuan Tujuan kegiatan praktek kerja magang ini adalah mengkaji sifat psikrometri udara pengering dan efisiensi energi proses pengeringan tapioka di PT Umas Jaya Agrotama. Selanjutnya dapat dirancang usaha optimasi proses pengeringan tapioka berdasarkan hasil kajian yang telah diperoleh. C. Manfaat Menghasilkan data yang dapat digunakan perusahaan sebagai dasar untuk meningkatkan efisiensi pengeringan tapioka di PT Umas Jaya Agrotama. D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan mulai tanggal 1 April 2009 hingga 1 Agustus Tempat pelaksanaan magang adalah di PT Umas Jaya Agrotama, Jl. Lintas Timur Km 77 Terbanggi Besar, Lampung Tengah. 3

23 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Pabrik tapioka PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) Terbanggi Besar merupakan perusahaan swasta nasional (PMDN) yang bergerak di bidang industri tapioka. Pada awal berdiri bernama PT. Umas Jaya Farm. Perijinan perusahaan ditandatangani melalui surat akta pendirian No. 29 tanggal 5 Maret Pembukaaan lahan (land clearing) pertama kali dilaksanakan pada tahun 1975, dilanjutkan pananaman singkong pada tahun Tahun 1979 dibangun pabrik tapioka skala kecil, baru pada tahun 1982 dibangun pabrik tapioka skala besar dengan kapasitas produksi terpasang 200 ton/hari. Umas Jaya Agrotama pada awal berdirinya merupakan perkebunan singkong dengan nama Umas Jaya Farm. Baru pada tanggal 1 Januari 1996 Umas Jaya Agrotama bergabung dengan PT. Great Giant Pineapples (PT. GGP) dan menjadi salah satu divisinya. Sejak tanggal 1 Agustus 2004 PT. UJA menjadi perusahaan tersendiri, tidak lagi menjadi divisi dari PT. GGP. PT. UJA dan PT. GGP merupakan anak perusahaan grup Gunung Sewu. PT. Umas Jaya Agrotama memiliki tiga pabrik pengolahan tapioka. Pabrik UJA 1 yang terletak di daerah Terbanggi Besar, Lampung Tengah, UJA 2 yang terletak di daerah Gunung Batin, Lampung Tengah dan UJA 3 yang terletak di daerah Jabung, Lampung Timur. B. Lokasi Perusahaan Magang yang telah penulis laksanakan berlokasi di pabrik tapioka UJA 1 terletak di Jl. Lintas Timur Km 77 Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Perusahaan ini terletak kurang lebih 52 Km dari pelabuhan udara Branti, dan kurang lebih 92 Km dari pelabuhan laut Panjang. Pabrik UJA 1 ini memilki kapasitas produksi 1000 ton Singkong/hari atau setara dengan 200 ton tapioka/hari. 4

24 Luas areal bangunan pabrik tapioka UJA 1 kurang lebih 200 hektar termasuk tempat parkir, taman, gudang, dan kolam limbah. Secara geografis PT. Umas Jaya Agrotama Factory 1 berbatasan dengan : Batas bagian utara : desa transmigrasi angkatan darat (transad), yaitu desa Bandar Sakti, desa Bandar Agung, desa Tanjung Anom, dan perkebunan tebu milik PT. Gunung Madu plantation. Batas sebelah selatan : Sungai Way Pengubuan, Sungai Way Joroitong, dan CV Tunas Baru Lampung Batas sebelah timur : desa Bandar Rejo, desa Kijung, dan Sungai Way Pangubuan Batas sebelah barat : CV. Ratih Mustika Sari C. Struktur Organisasi Pabrik Tapioka UJA 1 dikepalai oleh seorang Manager Factory. Manager Factory membawahi empat kepala bagian, yaitu bagian Quality Control (QC), bagian Raw Material (RM), bagian proses dan bagian Maintenance and Utilities. Struktur organisasi dari pabrik tapioka UJA 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Bagian QC terutama bertanggung jawab dalam mengawasi kesesuaian produk dan proses dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bagian RM bertanggung jawab dalam penerimaan bahan baku singkong. Bagian proses bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses produksi. Sedangkan bagian Maintenance and Utilities bertanggung jawab atas kelangsungan mesin produksi. D. Ketenagakerjaan Jumlah tenaga kerja di PT Umas Jaya Agrotama saat ini mencapai 352 orang. Spesifikasi tenaga kerja di PT.UJA (UJA 1) adalah sebagai berikut : 121 karyawan, termasuk di dalamnya manager, kepala bagian, kepala seksi, dan beberapa pelaksana 88 tenaga kerja harian tetap 19 tenaga harian lepas 5

25 58 tenaga harian borongan 1 tenaga kerja kontrak 65 tenaga kerja pindahan dari UJA 2 Berdasarkan pembagian waktu kerja, tenaga kerja di PT. UJA dapat dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja non-shift dan tenaga kerja shift. Untuk tenaga kerja non-shift waktu kerja mulai pukul s.d WIB. Sedangkan untuk tenaga kerja shift waktu kerja tergantung giliran shiftnya. PT.UJA menerapkan 3 shift untuk produksinya,yaitu shift I (08.00 s.d WIB), shift II (16.00 s.d WIB), dan shift III (24.00 s.d WIB). Proses produksi di PT. UJA dilakukan terus-menerus selama 24 jam.proses dihentikan apabila stok singkong habis, terjadi kerusakan unit proses, atau apabila akan dilakukan pembersihan alat. Hari kerja di PT. UJA adalah dari senin hingga sabtu. Apabila suplai bahan baku masih mencukupi, sabtu dan minggu tetap dilakukan proses, dan pekerja terhitung lembur. Waktu istirahat untuk hari Senin hingga Kamis adalah pukul s.d WIB. Sedangkan untuk hari Jum at istirahat mulai pukul s.d WIB. Hari Sabtu waktu kerja hanya sampai pukul WIB. E. Produk Produk dari PT. UJA adalah tapioka dalam kemasan. Produk standar dari PT.UJA adalah tapioka 50 kg dengan merek dagang Cap Kodok. Untuk pemesan khusus, biasanya kemasan yang disediakan khusus pula, yaitu kg kg. 6

26 (a) Gambar 1. Produk Tapioka PT. UJA : (a) kg, (b) kg (b) F. Pemasaran Pemasaran PT. UJA dilaksanakan oleh Unit Pemasaran PT. Umas Jaya Agrotama yang berkedudukan di gedung Chase Plaza Lt. 5, jl. Jendaral Sudirman Kav. 21, Jakarta Pusat. Untuk penjualan tapioka, pihak marketing menerima Purchase Order (PO) atau surat kontrak sebagai bukti bahwa harga, jumlah order, dan spesifikasi telah disetujui. Pihak marketing kemudian mengeluarkan Delivery Order (DO) ke bagian produksi (Sie. Inventory) untuk mengirimkan tapioka ke pelanggan. G. Pengolahan Limbah Limbah dari pabrik tapioka UJA 1 dapat dikelompokkan menjadi limbah cair dan limbah padat. Limbah cair terdiri dari air untuk pengolahan, air dari bahan baku(singkong), komponen terlarut seperti pati, protein, dan lemak. Limbah cair di PT. UJA 1 dapat mencapai 3000 m 3 /hari. Limbah cair ini diolah pada bak-bak pengolahan limbah sebelum kemudian dialirkan ke sungai. Proses pengolahan limbah cair di PT. UJA 1 melewati tiga tahapan, yaitu tahap sedimentasi, tahap dekstruksi anaerobik, dan tahap dekstruksi aerobik. Proses pengolahan limbah cair ini dilakukan pada 15 kolam pengolahan limbah yang ada di PT. UJA 1. Bagan tahapan pengolahan limbah cair di PT. UJA 1 dapat dilihat pada Lampiran 2. 7

27 Limbah padat pada PT. UJA 1 terdiri dari tanah, kulit, dan serat (onggok). Tanah dan kulit dikumpulkan pada silo untuk kemudian dibawa ke areal perkebunan dan dibuang disana. Sedangkan onggok digunakan sebagai bahan pakan penggemukan sapi di PT. Great Giant Livestock (PT.GGL), yaitu perusahaan penggemukan sapi yang masih satu grup dengan PT. UJA dan PT GGP, atau dijual kepada masyarakat umum. 8

28 A. Singkong III. TINJAUAN PUSTAKA Singkong (Manihot utilisima Pohl = Manihot esculanta Crantz) adalah tanaman pangan pokok di banyak daerah di negara-negara tropis, dan dapat menghasilkan hasil yang tinggi walaupun pada kondisi tanah yang kurang subur dan curah hujan rendah. Umbi singkong, sebagaimana kebanyakan tanaman pangan yang berasal dari umbi, terdiri dari mayoritas pati murni, tetapi daun singkong memiliki protein berkisar 17% dan merupakan sumber protein yang baik di dalam diet harian (Macdonald dan Low, 1984). Singkong adalah tumbuhan semak keluarga Euphorbiaceae, ditanam terutama untuk memperoleh umbinya yang mengandung pati. Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang paling penting di daerah tropis, yang mana singkong ini merupakan urutan keempat sumber energi yang paling penting. Sedangkan di dunia, singkong menempati urutan ke enam sumber kalori paling penting di dalam diet manusia (Alves, 2002). (a) Klasifikasi Ilmiah Kerajaan Plantae Divisi Magnoliophyta Kelas Magnoliopsida Ordo Malpighiales Famili Euphorbiceae Bangsa Manihoteae Genus Manihot Spesies Manihot esculenta Nama binomial Manihot esculenta Crantz Gambar 2. (a) Singkong(Anonim, 2008a), (b) Taksonomi Singkong (Anonim, 2009a) Singkong tumbuh baik pada daerah hangat, dengan suhu harian berkisar o C, dan cocok untuk tumbuh pada daerah ketinggian meter dpl. Singkong tumbuh dengan baik ketika ada distribusi hujan yang baik sekitar mm per tahun. Singkong juga dapat tumbuh pada daerah yang sangat kering, walaupun hasilnya sangat rendah. Singkong membutuhkan tanah yang longgar dan berpasir, dan dapat tumbuh dengan (b) 9

29 baik pada tanah dengan kesuburan rendah. Tanah berat tidak cocok karena tidak memungkinkan umbi untuk membesar/mengembang (Macdonald dan Low, 1984). Singkong secara normal dapat dipanen setelah 9-18 bulan, tetapi dapat dibiarkan di tanah lebih lama lagi. Apabila terlalu lama dibiarkan (tidak dipanen), umbi singkong akan menjadi berserat dan menjadi seperti kayu. Singkong akan rusak secara cepat setelah panen dan tidak dapat disimpan lebih lama dari 2-3 hari. Hasil panen dapat mencapai ton/ha pada tanaman yang bebas penyakit (Macdonald dan Low, 1984) Umbi singkong memiliki masa simpan setelah panen yang paling singkat dibandingkan tanaman umbi utama yang lain. Umbi singkong sangat mudah rusak dan biasanya menjadi tidak layak makan setelah jam setelah panen akibat proses kerusakan fisiologis yang cepat, dimana terjadi sistesis komponen fenolik sederhana terjadi membentuk pigmen biru, coklat dan hitam. Diduga komponen polifenol pada umbi teroksidasi membentuk substansi kuinon yang membentuk kompleks dengan molekul kecil seperti asam amino untuk kemudian membentuk pigmen warna yang disimpan dalam jaringan vaskular. Polifenoloksidase (PPO) adalah enzim yang mengoksidasi fenol menjadi quinon. Beberapa proses yang dapat menghambat PPO seperti perlakuan panas, penyimpanan dingin, atmosfer anaerob, dan mencelupkan umbi pada larutan inhibitor (seperti asam askorbat, glutathione dan KCN). Kerusakan mikrobial dapat terjadi mengikuti kerusakan fisiologi atau kerusakan primer, yaitu 5-7 hari setelah panen. Hal ini dikarenakan infeksi microbial akibat terjadinya kerusakan mekanik pada jaringan. Kerusakan ini meyebabkan perubahan warna jaringan (Alves, 2002). Singkong merupakan tanaman dunia baru, hal ini dikarenakan singkong baru dikenal setelah ditemukannya benua amerika. Bukti arkeologi menunjukkan dua daerah asal (center of origin) singkong yaitu dari benua amerika, yaitu satu di meksiko dan amerika tengah, dan yang lainnya di timur laut Brasil (Grace, 1977). Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah 10

30 dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan (Anonim, 2008a). Negara-negara timur jauh tidak mengenal singkong sebagai tanaman pangan hingga tahun 1835 M. Sekitar tahun 1850 M singkong di bawa dari Brasil ke Jawa, Singapura, dan Malaysia. Ketika penanaman singkong yang lebih menguntungkan dimulai di Semenanjung Malaya, pertanian singkong mulai bergerak ke daerah lain di Indonesia. Sekitar tahun sekitar 98% dari total tepung singkong diproduksi di Jawa, tetapi selama perang dunia kedua, Brasil mengembangkan dan meningkatkan produksi singkongnya (Grace, 1977). Singkong dikenal juga dengan banyak nama : Ubi Ketela atau kaspe (Indonesia), manioc, rumu, atau yucca (Amerika latin), mandioca atau aipim (Brasil), manioc (Madagaskar dan Afrika), tapioka (India dan Malaysia), cassava, dan terkadang cassada (Afrika, Thailand, dan Sri Lanka) (Grace, 1977). B. Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1992). Pati pada jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Sifat birefringent adalah sifat granula pati yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat Kristal hitam-putih (Winarno, 1992). 11

31 Pati memiliki sifat menyerap air. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Proses gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan cara memanaskan suspensi pati (Winarno, 1992). Bila suspensi pati dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusensi larutan pati tersebut biasanya diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antarmolekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang yang menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak ini mendekati indeks refraksi air, dan hal inilah yang menyebabkan sifat translusen (Winarno, 1992). Proses pembengkakan granula pati ini diikuti dengan peningkatan viskositas pati. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam granula pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 1992). Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati mulai pecah (Winarno, 1992) atau suhu ketika viskositas mencapai maksimum (ISI, 1999). Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupaka suatu kisaran. Dengan menggunakan viskometer suhu gelainisasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung o C, beras o C, gandum 54,5-64 o C, kentang o C, dan tapioka o C. Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadangkadang turun (Winarno, 1992). 12

32 Pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi di dalam air. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pasta pati tersebut tetap dalam keadaan panas. Karena itu dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan untuk mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta tersebut kemudian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini disebut retrogradasi. Proses retrogradasi ini biasanya diikuti dengan peristiwa merembasnya air dari dalam gel pati yang disebut sineresis (syneresis) (Winarno, 1992). Brabender Amylograph adalah alat yang sangat umum digunakan untuk menganalisis sifat gelatinisasi pati. Menurut Zobel (1990), Amylograph digunakan secara luas didalam mengkarakterisasi pasta pati. Enam poin penting yang terdapat pada kurva viskositas amylograph umumnya dikenal sebagai : 1. Pasting Temperature menunjukkan awal pembentukan pasta; bervariasi berdasarkan jenis pati dan modifikasinya serta adanya aditif pada suspensinya (Slurry) 2. Peak Viscosity menunjukkan viskositas maksimum 3. Viskositas pada 95 o C menunjukkan tingkat kemudahan pemasakan pasta pati 4. Viskositas setelah holding pada 95 o C selama 1 jam (ISI : 20 menit) menunjukkan kestabilan pasta selama pemasakan pada pangadukan yang relatif pelan. 5. Viskositas pada 50 o C mengukur setback (peningkatan kembali viskositas) yang terjadi selama pendinginan pasta panas. 6. Viskositas setelah holding pada 50 o C selama 1 jam (ISI : 20 menit) menunjukkan stabilitas pasta di bawah kondisi penggunaan. 13

33 Contoh analisis sifat gelatinisasi pati menggunakan Brabender Amylograph dapat dilihat pada Gambar 3. B C E D A C. Tapioka Gambar 3. Hasil pengamatan viskositas dengan Brabender Amylograph (Moore et al, 1984) Keterangan pada kentang, A : Pasting temperature, B : Peak viscosity, C : Viskositas pada suhu 95 o C, D : Viskositas setelah holding pada suhu 95 o C, E : Viskositas pada 50 o C Tapioka atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari akar yang menggelembung (umbi) dari tanaman singkong. Terdapat dua jenis singkong yang umum dibudidayakan yaitu: varietas yang pahit, Jatropha manihot atau Maniot utilisima dan varietas yang manis, Jatropha dulcis atau Manihot palmata. Umbi singkong biasanya mengandung sedikit asam sianida (HCN) yang akan hilang selama proses ekstraksi pati. Varietas yang pahit biasanya menghasilkan pati yang lebih tinggi dan inilah yang umumnya ditanam untuk diambil patinya, hanya saja memiliki kandungan HCN yang lebih tinggi dari varietas manis (Jackson, 1976). Viscosities of unmodified starches Asam sianida yang ada pada singkong diproduksi akibat adanya aktifitas enzim terhadap glikosida, phaseolunatin. Jumlah HCN pada singkong terdapat pada kisaran yang lebar, yaitu % didalam umbi singkong pahit. Dan 14

34 pada bagian korteks varietas manis dengan persentase yang sama. Pada umbi hanya mengandung % HCN. Selama pengeringan di bawah sinar matahari kandungan HCN dapat turun mencapai % %. Didalam proses pembuatan tapioka asam sianida ini sedapat mungkin harus dikendalikan, karena ketika dibebaskan, HCN akan membentuk ferrosianida yang berwarna biru (Jackson, 1976). Secara umum, umbi singkong mengandung 60-75% air dan 20-30% pati, tetapi variasinya mulai dari yang terendah 12% hingga yang tertinggi 33%. Singkong pahit kemungkinan memiliki lebih banyak pati dari singkong manis. Secara komersial, perusahaan membeli singkong dari petani berdasarkan kandungan pati yang dapat ditentukan dengan metode Specific Gravity Methode. Metode ini telah digunakan di eropa sebagai dasar pembelian kentang selama lebih dari 100 tahun. Setelah specific gravity dari sampel sebanyak 3-4 kg diperoleh, dibandingkan dengan monogram yang menunjukkan persentase dari pati (Jackson, 1976). Spesific Gravity (SG) adalah unit dimensionless yang didefinisikan sebagai rasio dari densitas material terhadap densitas dari air pada suhu yang spesifik. Spesific Gravity dirumuskan sebagai : SG = ρ/ ρh 2 O dimana : SG = specific gravity, ρ = densitas fluida atau substansi (kg/m 3 ), ρh 2 O = densitas air (kg/m 3 ). Densitas air yang umumnya digunakan sebagai referensi adalah pada 4 o C (39 o F), pada titik ini densitas air berada pana nilai tertinggi (1000 kg/m 3 atau 62.4 lb/ft 3 ) (Anonim, 2009b) Sejumlah metode percobaan untuk menentukan spesific gravity dari padatan, larutan, dan gas telah dibuat. Padatan ditimbang terlebih dahulu di udara, kemudian ditimbang kembali dengan merendam padatan tersebut didalam air. Perbedaan bobot diantara penimbangan di udara dengan penimbangan di dalam air, berdasarkan prinsip archimedes, adalah bobot air yang digamtikan oleh volume padatan. Apabila padatan memiliki densitas lebih rendah dari air, beberapa metode harus ditambahkan untuk membuat singkong benar-benar terendam, seperti dengan menambahkan sistem kerekan (pulley) atau sinker yang diketahui massa dan volumenya. Spesific gravity dari 15

35 padatan adalah rasio dari bobot di udara dengan selisih antara bobot di udara dengan bobot di dalam air (Anonim, 2009c). Contoh alat dapat dilihat pada Gambar 4. Penampung air Skala timbangan Keranjang untuk menimbang singkong di dalam air Keranjang untuk menimbang singkong di udara Gambar 4. Timbangan kadar pati dengan metode Specific Grafity Methode (Sungzicaw, 2007) Spesific gravity metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar pati singkong dengan melihat hubungan spesific gravity dengan kadar pati. Hubungan spesific gravity pada singkong dengan kadar pati dapat dilihat pada Tabel 1 (Sungzikaw,2007). Tabel 1. Hubungan Spesific Grafity dengan kadar pati singkong (Sungzikaw, 2007) Wu (gram) Wa (gram) Wu-Wa (gram) Spesific Gravity Kadar Pati (%) Keterangan : Wu=bobot di udara, Wa=bobot di dalam air 16

36 Pabrik pengolahan tapioka biasanya berlokasi dekat dengan area penanaman singkong untuk meminimalkan biaya transportasi, dan yang lebih penting lagi, untuk memungkinkan pemprosesan singkong dengan waktu yang paling singkat (Corbishley dan Miller, 1984). Singkong dihantarkan ke pabrik dan disimpan di tempat penyimpanan (bunker) dari kayu atau beton. Proses bongkar-isi bunker harus selalu diawasi untuk memastikan singkong yang dipanen lebih awal diproses lebih awal. Singkong biasanya dipindahkan ke mesin pencuci dengan menggunakan konveyor. Setelah pencucian, kulit terluar dihilangkan. Bagian lebih dalam dari kupasan, atau korteks, tidak dibuang karena memiliki pati yang dapat di-recovery melalui proses yang modern. Mesin pencuci biasanya berupa mesin berbentuk-u dengan pedal yang menggerakkan singkong yang telah dicuci ke mesin pengupas. Mesin pengupas dapat terintegrasi pada mesin pencuci ataupun terpisah. Singkong dikupas dengan abrasi antar singkong atau antara singkong dengan dinding dan pedal dari mesin pencuci dan pengupas (Corbishley dan Miller, 1984). Proses selanjutnya adalah ekstraksi pati. Untuk mendapatkan pati, semua dinding sel singkong harus dihancurkan. Untuk memperoleh pati dengan kualitas yang tinggi, singkong yang telah dikupas di potong-potong (chopped) dulu menjadi berukuran mm dan di lanjutkan ke mesin pemarutan (rasping device). Variasi kecepatan konveyor digunakan untuk mengkontrol kecepatan pemasukan bahan. Penghancuran yang efisien dibutuhkan untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang tinggi. Fungsi ini dapat dilakukan dalam satu atau dua tahap, tergantung efisiensi dari mesin. Mesin pemarut adalah mesin penghancur dengan kecepatan perputaran yang tinggi. Setelah pemarutan, HCN di singkong akan bebas dan terlarut dalam air pencuci. Reaksi HCN dengan besi dapat menghasilkan ferrosianida yang berwarna kebiruan, oleh karena itu mesin pemarut dan mesin-mesin yang lain serta pipa yang berinteraksi dengan pati dibuat dari stainless steel atau bahan lain yang resisten (Corbishley dan Miller, 1984). 17

37 Setelah penghancuran, pulp dicuci dengan menggunakan saringan (screens) sehingga serat tertahan sedangkan bagian patinya lolos dari saringan. Saringan ini biasanya berbentuk kerucut berputar, menyudut, atau bak. Pada setiap kondisi, penyaringan counter current tetap dibutuhkan (Corbishley dan Miller, 1984). Larutan pati kasar (crude starch milk) yang telah melewati tahap pencucian dan penyaringan pada konsentrasi 3 0 Be (54 kg pati/m 3 ), dilewatkan pada degritting screen, dimana apabila ada benda asing yang kecil akan dihilangkan, setelah itu masuk ke continous centrifuges dimana pati akan dipisahkan dari serat yang masih ada dan bahan terlarut. Partikel pati kemudian disemprotkan melalui nozel-nozel didalam mangkuk bulat, sedangkan fraksi yang mengandung serat halus dan bahan terlarut dikeluarkan melalui conical disc dengan bantuan pompa sentrifugal. Air bersih dimasukkan melalui nozel dekat pati yang dikumpulkan. Air bersih inipun menggantikan air yang kotor yang dialirkan ke bagian pencuci serat dan pencuci singkong (Corbishley dan Miller, 1984). Pada setiap operasi sentrifugasi, pati dicuci dengan air yang mengandung sulfur dioksida (SO 2 ) 0.05% secara counter current. Penggunaan SO 2 penting untuk mengkontrol aktivitas mikroba pada proses pemisahan pati dengan air. Larutan yang mengandung pati akan keluar dari proses purifikasi berupa slurry dengan total solid 38-42%, sedangkan total solid larutan pati yang telah melewati penyaring vakum adalah 40-45% dan yang telah melewati basket centrifuge memiliki total solid 32-37%. Larutan pati yang telah dihilangkan sebagian airnya digerakkan ke pengering, baik itu tipe drum, belt, tunnel, atau flash. Jenis pengering yang paling umum adalah tipe pengering flash (pneumatic), yang udara panasnya dihasilkan dari heater (coil uap, gas, atau burner berbahan bakar minyak) dengan suhu mencapai C. Pati yang telah kering (k.a %) dipisahkan dari udara lembab didalam siklon-siklon, kemudian digiling dan disaring (Corbishley dan Miller, 1984). 18

38 Menurut DSN (1994), SNI menyatakan tapioka sebagai pati (amylum) yang diperoleh dari umbi ubi kayu segar (Manihot utilisima Pohl atau Manihot usculenta Crantz) setelah melalui proses pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Tapioka digolongkan menjadi tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Syarat mutu tapioka dapat dilihat dari dua sisi yaitu syarat mutu organoleptik (sehat, tidak berbau apek atau masam, murni, dan tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing) dan syarat teknis. Syarat teknis mutu tapioka ini dapat dilihat pada Lampiran 3. D. Proses Pengeringan Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan makanan yang paling tua. Masyarakat primitif melakukan pengeringan terhadap daging dan ikan dibawah sinar matahari jauh sebelum masehi. Sekarang ini pengeringan makanan tetap penting sebagai metode pengawetan. Pangan kering bisa disimpan dalam waktu lama tanpa terjadi kerusakan. Alasan utamanya adalah mikroorganisme yang menyebabkan keracunan dan kerusakan makanan tidak mampu tumbuh dan memperbanyak diri pada kondisi tidak adanya air bebas dan banyak enzim yang memacu perubahan komposisi kimia yang tidak diinginkan tidak dapat berfungsi tanpa adanya air (Earle, 1983). Selain itu penurunan berat dan kekembaan serta stabilitas penyimpanan dari produk yang dikeringkan akan mampu menurunkan biaya penyimpanan dan distribusi. Sebagaimana teknik pengeringan yang menghasilkan produk yang berkualitas baik dan sesuai telah dikembangkan, lebih banyak produk hasil pengeringan yang secara komersial yang mungkin akan dikembangkan (Toledo,1991). Pengawetan adalah alasan utama dilakukannya pengeringan, akan tetapi pengeringan dapat juga terjadi bersamaan dengan proses yang lain. Sebagai contoh pada pemanggangan roti, aplikasi panas menghasilkan gas, mengubah struktur dari protein dan pati, dan mengeringkan bongkah roti. Kehilangan air dapat juga terjadi tanpa diinginkan, sebagai contoh pada saat pemeraman keju dan pada penyimpanan segar atau penyimpanan beku daging (Earle, 1983). 19

39 a. Teori Dasar Secara teknik, pengeringan didefinisikan sebagai aplikasi panas pada kondisi yang terkontrol untuk menghilangkan mayoritas air yang secara normal terdapat didalam pangan melalui penguapan (atau pada kasus freeze drying melalui penyubliman). Definisi ini tidak termasuk operasi yang menghilangkan air dari bahan pangan yang menghilangkan air lebih sedikit dari pengeringan (seperti separasi dan pemekatan membran, evaporasi, dan pemanggangan) (Fellows, 2000). Pengeringan bahan pangan berarti penghilangan air dari pangan. Pada kebanyakan kasus, pengeringan dicapai dengan menguapkan air yang ada pada pangan, dan untuk melakukan ini panas laten penguapan harus disupply. Sehingga ada dua faktor pengkontrol proses yang penting yang masuk ke dalam unit operasi pengeringan, yaitu : (a). transfer panas untuk menyediakan panas laten yang cukup untuk penguapan (b) pergerakan air atau uap air melalui material pangan dan kemudian lepas dari pangan untuk mempengaruhi pemisahan air dari pangan (Fellows, 2000). Produk yang dikeringkan menjadi awet karena memiliki aktivitas air pada level dimana aktivitas mikrobial tidak dapat terjadi atau minimum. Aktivitas air (a w ) di ukur sebagai kelembaban udara kesetimbangan (equilibrium relative humiditi/erh), yaitu persen kelembaban udara pada atmosfir yang kontak dengan produk pada kadar air kesetimbangan. a w juga merupakan rasio dari tekanan parsial air pada permukaaan produk (P) dengan tekanan uap jenuh (P o ) pada suhu yang sama. a w = ERH = P/P o Hubungan antara a w dengan kecepatan kerusakan makanan ditunjukan oleh Gambar 5. Penurunan a w dibawah 0.7 dapat mencegah kerusakan mikrobial. Akan tetapi, walaupun kerusakan mikrobial tidak terjadi pada a w =0.7, pencegahan reaksi kerusakan lain dibutuhkan untuk mengawetkan makanan secara baik. Usaha yang dilakukan yaitu dengan menurunkan a w hingga 0.3 (Toledo,1991). 20

40 Relative reaction rate isoterm Lipid Oxidation Enzymes Maillard Bacteria Yeasts Molds Moisture Content Water Activity Gambar 5. Hubungan aktivitas air dengan kecepatan reaksi (FAO, 2002) Selama pengeringan, air yang diuapkan hanya dari permukaan. Transfer dari uap air dari permukaan yang lembab ke udara pengering analog dengan transfer panas, sehingga digunakan koefisien transfer massa. Flux uap air proporsional terhadap gaya dorong (driving force) yang dihasilkan akibat adanya perbedaan tekanan uap air pada permukaan produk dengan tekanan uap air pada udara disekitar produk. Pada waktu yang bersamaan dengan hilangnya air dari permukaan produk, air berdifusi dari bagian interior produk ke permukaan (Toledo,1991). Drying air Moisture Food cells Gambar 6. Pergerakan uap air selama pengeringan(fellows, 2000) 21

41 b. Pengeringan Udara (Air Drying/Pneumatic Drying) Pengeringan udara adalah proses pengeringan yang menggunakan udara sebagai medium pengeringan. Pada pengeringan udara kecepatan penghilangan air tergantung pada kondisi udara, sifat bahan pangan dan desain mesin pengering. Air dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan derajat keterikatan pada bahan pangan, akan tetapi utamanya dibagi menjadi dua kategori yaitu air bebas dan air terikat (Earle, 1983). Air tertahan pada bahan pangan akibat adanya gaya, yang intensitas gaya ikat ini bervariasi dari sangat lemah yang menahan air pada permukaan bahan pangan hingga sangat kuat yaitu berupa ikatan kimia. Didalam pengeringan, sangat jelas bahwa air terikat dengan lemah maka akan dapat dihilangkan dari bahan pangan dengan lebih mudah. Sehingga dapat diharap bahwa kecepatan pengeringan akan menurun apabila kadar air bahan pangan menurun, dengan air yang masih tersisa menjadi semakin terikat dengan lebih kuat seiring penurunan jumlahnya pada bahan pangan (Earle, 1983). Pada kebanyakan kasus, bagian substansial dari air tidak terikat. Air ini dapat dianggap sebagai air bebas pada permukaan bahan. Kondisi dimana pengeringan berjalan ketika air terdapat pada permukaan bahan (free surface) disebut sebagai constant rate drying. Kecepatan pengeringan yang tertinggi normalnya terjadi pada situasi constant rate, kemudian sebagaimana proses pengeringan, kadar air bahan turun dan pergerakan air dari interior bahan pangan ke permukaan mempengaruhi kecepatan pengeringan dan membuatnya turun (Earle, 1983). Ketika kadar air bahan pangan berada dibawah kadar air kritis, kecepatan pengeringan secara perlahan akan turun hingga mendekati nol pada kadar air kesetimbangan (dimana bahan pangan menjadi berkesimbangan dengan udara pengering). Keadaan ini dikenal sebagai falling rate periode (Fellows, 2000). 22

42 Drying air Gambar 7. Kurva hubungan kadar air dengan kecepatan pengeringan (Fellows, 2000), B-C : Constant rate periode; C-D : Falling rate periode. Flash dryer merupakan salah satu aplikasi dari pengeringan udara. Pada pengeringan jenis ini bubuk basah atau bahan pangan partikulat, biasanya kadar airnya dibawah 40% dan ukuran partikel berkisar µm, dialirkan kedalam cerobong metal dan dicampurkan dengan udara panas (Fellows, 2000). Moisture content Komponen utama dari Flash Drying System adalah cerobong vertikal atau flash tube dimana proses pengeringan terjadi. Sebuah kipas (fan) menarik gas pengering (biasanya udara, adakalanya gas inert seperti nitrogen) melalui pemanas (heater) dan naik melewati flash tube. Feed (bahan yang akan dikeringkan) masuk ke dalam aliran gas pengering, yang secara instan melingkupinya dan membawanya ke alat pengumpul yang biasanya berupa Cyclone atau bag collector (GEA, 2009a). Flash duct Cyclone collector Exhoust fan Feed Product Feeder Heater Supply fan Air Filter Gambar 8. Sistem Flash Drying sederhana (GEA, 2009a) 23

43 Flash dryer sederhana cocok digunakan untuk produk pada kisaran yang luas, mulai dari bahan kimia anorganik seperti natrium bikarbonat, gypsum and alumina hingga produk organik dari pati hingga material polimer (GEA, 2009b). Pengeringan pneumatik ini relatif memiliki biaya modal dan pemeliharaan yang rendah, kecepatan pengeringan yang tinggi, dan kemampuan mengkontrol kondisi pengeringan yang lebih mudah, yang membuatnya cocok untuk pengeringan bahan yang sensitif terhadap panas (Fellows, 2000). c. Efisiensi Energi Pengeringan Efisiensi energi selama pengeringan jelas sangat penting, dimana konsumsi energi merupakan komponen biaya pengeringan yang utama. Pada dasarnya efisiensi energi merupakan rasio dari energi minimum yang dibutuhkan untuk pengeringan dibandingkan dengan energi yang benar-benar digunakan. Akan tetapi karena hubungan yang sangat kompleks antara bahan pangan, air dan media pengering yang biasanya adalah udara, nilai efisiensi yang diukur dapat berbeda-beda, masing-masing tepat untuk keadaan yang sesuai. Oleh sebab itu dapat dipilih parameter pengukuran yang sesuai dengan proses tertentu. Perhitungan efisiensi sangat berguna ketika menaksir performance mesin pengering, melakukan pengembangan proses, dan dalam membuat perbandingan diantara beberapa kelas mesin pengering yang mungkin dapat menjadi alternatif untuk operasi pengeringan tertentu (Earle, 1983). Panas harus disupply untuk memisahkan air dari bahan pangan. Jumlah panas minimum untuk menghilangkan air diperlukan, yaitu untuk mensupply panas laten penguapan air, sehingga salah satu penggukuran efisiensi adalah rasio energi minimum dengan energi yang benar-benar disediakan untuk proses tersebut (Earle, 1983). Cara pengukuran efisiensi yang dapat digunakan untuk pengeringan udara adalah dengan melihat keseimbangan panas udara, dengan memperlakukan unit pengering sebagai sistem adiabatik sehingga tidak ada pertukaran panas dengan lingkungan. Pada kondisi ini, panas yang dipindahkan ke dalam bahan pangan untuk proses pengeringan bahan 24

44 pangan tersebut sebanding dengan penurunan suhu udara pengering, dan panas yang harus disuplai sebanding dengan peningkatan suhu dari udara lingkungan didalam pemanas udara (air heater). Sehingga efisiensi dari pengeringan udara-adiabatik ini dapat didefinisikan sebagai : ή = (T 1 -T 2 )/(T 1 -T a ) dimana T 1 =suhu udara masuk, T 2 = suhu udara keluar dari pengeringan, T a =suhu udara lingkungan. Dalam hal ini selisish antara T 1 dan T 2, adalah faktor utama didalam efisiensi (Earle, 1983). d. Psikrometri Kapasitas penghilangan air oleh udara tergantung pada kelembaban udara dan suhu udara. Studi mengenai hubungan antara udara dengan air yang terkandung didalamnya inilah yang disebut sebagai psikrometri (Earle, 1983). Grafik kelembaban sebagai fungsi dari suhu pada berbagai derajat kejenuhan merupakan inti dari kurva psikrometri. Proses yang terdiri dari penyerapan dan pelepasan air oleh udara pada suhu ruang, kurva psikrometri sangat berguna untuk menentukan perubahan didalam suhu dan kelembaban. Keistimewaan lain dari kurva psikrometri adalah suhu bola basah (wet bulb temperature). Ketika termometer dibungkus dengan kaos basah pada bagian ujungnya (bulb) dan ditempatkan pada aliran udara, penguapan air dari kaos akan mendinginkan bulb sehingga suhu bulb menjadi lebih rendah dari bulb kering. Perbedaan suhu ini dikenal sebagai wet bulb depression dan ini merupakan fungsi dari kelembaban relatif dari udara. Udara yang lebih lembab akan menyebabkan penguapan lebih rendah, ditunjukkan oleh wet bulb depression yang lebih rendah (Toledo,1991). 25

45 Absolute humidity, kg kg -1 Dry bulb temperature, o C Gambar 9. Kurva Psikrometri (Earle, 1983) Beberapa hal yang dapat ditentukan dengan menggunakan kurva psikrometri adalah sebagai berikut (Toledo,1991) : 1. Kelembaban (kelembaban mutlak, H), yaitu rasio massa dari air terhadap udara kering didalam campuran 2. Kelembaban relatif (% RH), yaitu rasio dari tekanan parsial dari air di udara dengan tekanan uap air jenuh, dinyatakan dalam persen 3. Suhu bola kering (Dry bulb temperature, T db ), yaitu suhu udara yang diukur dengan alat pengukur suhu yang kering 4. Suhu bola basah (Wet bulb temperature, T wb ), yaitu suhu udara diukur dengan alat pengukur suhu yang basah, yang memungkinkan terjadinya pendinginan dengan adanya penguapan. 5. Titik embun (Dew point), yaitu suhu ketika campuran udara-air mulai mengalami kondensasi. Pada titik embun, udara dalam keadaan jenuh dengan uap air. Titik embun juga merupakan suhu ketika tekanan uap air jenuh sebanding dengan tekanan parsial uap air di udara. 26

46 IV. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengeringan merupakan tahapan proses pengolahan tapioka yang cukup penting. Peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi tapioka secara keseluruhan. Salah satu metode pengukuran efisiensi energi untuk pengeringan udara adalah dengan melihat keseimbangan panas udara, dengan memperlakukan unit pengering sebagai sistem adiabatik sehingga tidak ada pertukaran panas dengan lingkungan sehingga panas yang dipindahkan ke dalam bahan pangan untuk proses pengeringan bahan pangan tersebut sebanding dengan penurunan suhu udara pengering, dan panas yang harus disuplai sebanding dengan peningkatan suhu dari udara lingkungan didalam pemanas udara (air heater). Sehingga efisiensi dari pengeringan udara-adiabatik ini dapat didefinisikan sebagai : ή = (T 1 -T 2 )/(T 1 -T a ) dimana T 1 =suhu udara masuk, T 2 = suhu udara keluar dari pengeringan, T a =suhu udara lingkungan. Dalam hal ini selisish antara T 1 dan T 2, adalah faktor utama didalam efisiensi (Earle, 1983). Terdapat tiga faktor saling terkait yang mengendalikan kapasitas udara untuk menghilangkan air dari bahan pangan yaitu : 1. jumlah uap air yang telah terkandung pada udara sejak awal 2. suhu udara 3. jumlah udara yang melewati (kontak) dengan bahan pangan Jumlah uap air di udara dapat ditunjukkan sebagai kelembaban mutlak maupun kelembaban relatif. Psikrometri adalah studi mengenai hubungan sifat yang saling terkait didalam sistem udara-uap air. Sifat-sifat ini ditampilkan didalam kurva psikrometri (Fellows, 2000). Kurva psikrometri merupakan alat yang cukup baik untuk menganalisis suatu proses pengeringan. Dengan kurva psikrometri dapat diketahui kemampuan menangkap air dari udara pengering. Dengan mengamati faktor-faktor yang berkaitan dengan pengeringan diharapkan dapat diketahui kondisi sebenarnya dari proses pengeringan yang telah berjalan. 27

47 Dengan data yang diperoleh dapat diusahakan langkah-langkah perbaikan yang mungkin dapat dilakukan sehingga proses pengeringan menjadi lebih efisien. B. Kegiatan Magang Tahapan kegiatan magang di PT. Umas Jaya Agrotama adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada pegawai di PT. Umas Jaya Agrotama. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi umum perusahaan, proses produksi, pengolahan limbah, dan pengawasan mutu. 2. Pengamatan Pendahuluan Pengamatan dilakukan pada kondisi proses, kualitas produk, dan efisiensi energi pengeringan. a. Kondisi proses Pengamatan dilakukan terhadap sifat psikrometri udara pengering, kecepatan udara pengering, kecepatan pemasukan pati basah, dan sifat dehidrasi pati basah. Pengamatan dilakukan sebanyak enam kali pada tiga shift produksi yang berbeda. Dua kali pengamatan dilakukan pada shift siang ( WIB), dua kali pada shift sore ( WIB), dan dua kali pada shift malam ( WIB). Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan sifat psikrometri udara pengering pada waktu pengamatan yang berbeda. Pada setiap shift produksi dilakukan tiga kali pengamatan, dengan selang waktu dua jam. Pengamatan hanya dilakukan tiga kali setiap shiftnya karena dua alasan, pertama karena banyaknya analisis yang harus dilakukan dalam selang waktu dua jam, kedua untuk menyesuaikan dengan waktu istirahat karyawan PT. UJA. 28

48 Tabel 2. Komponen yang diamati dari proses pengeringan Pengamatan Komponen yang diamati Suhu input udara (T a, 0 C) Titik sampling/ Titik pengamatan Cerobong pemasukan udara Sifat psikrometri udara pengering Kecepatan pemasukan udara (debit udara) Kecepatan pemasukan pati basah Sifat dehidrasi pati basah (Fase pengeringan) Relative Humidity (RH, %) Volume spesifik input udara (Vp, m 3 /kg u.k.) Suhu udara kering (T 1, 0 C) Suhu udara basah (T 2, 0 C) Kecepatan udara (m/s) Luas penampang cerobong pemasukan udara (m 2 ) Kecepatan pemasukan pati basah (rpm variable speed) Dimensi unit pemasukan pati basah Pati basah feeder oven Cerobong pemasukan udara Cerobong pemasukan udara Cerobong (setelah melewati oil heat exchanger) Cerobong (setelah melewati Cyclone) Cerobong pemasukan udara Cerobong pemasukan udara Feeder oven Unit Feeder oven Feeder oven Pengamatan sifat psikrometri dilakukan dengan menggunakan psikrometer, termocouple dan kurva psikrometri. Psikrometer digunakan untuk mengetahui suhu input udara dan RH input udara, termoucouple digunakan untuk mengetahui suhu udara basah dan suhu udara kering, sedangkan sifat psikrometri yang lain (volume spesifik, kelembaban mutlak udara basah dan kelembaban mutlak udara kering) diketahui melalui kurva psikrometri. Kecepatan pemasukan udara (m/s) diukur dengan menggunakan EXTECH Thermo-Anemometer. Debit pemasukan udara (m 3 /Jam) dihitung dengan melihat luas penampang cerobong pemasukan udara. Kecepatan pemasukan pati basah diketahui melalui panel 29

49 kontrol, yaitu dengan melihat kecepatan putar variable speed feeder (rpm). Kecepatan dalam rpm ini kemudian digunakan untuk mengetahui debit pemasukan pati basah (m 3 /Jam) dengan melihat dimensi unit feeder oven. Pengamatan sifat dehidrasi pati basah dilakukan dengan menggunakanan Kett FD-600. Prinsipnya ialah dengan mengamati penurunan kadar air pati basah setiap menit selama pengeringan. b. Kualitas produk Dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan terhadap kualitas produk. Pengamatan dilakukan terhadap kadar air pati basah, kadar air pati kering, derajat putih pati kering, persentase kerak, Retained on 100 mesh pati kering, dan, profil gelatinisasi pati. Tabel 3. Parameter mutu yang diamati dari sampel pati kering valve cyclone Pengamatan Metode/alat analisis Titik sampling Kadar air pati basah Kett F 1B Feeder oven Kadar air pati kering valve Cyclone Kett FD-600 Valve Cyclone Profil gelatinisasi pati Brabender Amilograph Valve Cyclone Derajat putih Whiteness meter Valve Cyclone Persentase kerak Shieve shaker Valve Cyclone Kehalusan (Retained on 100 mesh) c. Efisiensi energi Shieve shaker Valve Cyclone Dilakukan dengan mengamati suhu input udara (T a ), suhu udara kering (T 1 ), dan suhu udara basah (T 2 ). Efisiensi energi dihitung dengan rumus : ή = (T 1 -T 2 )/(T 1 -T a ). 3. Rancangan Optimasi Proses Pengeringan Optimasi dilakukan dengan melakukan running proses dengan berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan kapasitas pengeringan udara pengering (sifat psikrometri udara pengering) dan kecepatan pemasukan pati basah. Rancangan optimasi proses dibuat dengan cara 30

50 memperkirakan kadar air pati kering yang akan diperoleh apabila kondisi psikrometri udara dan kecepatan pemasukan pati basah diketahui. C. Metode Analisis 1. Pengamatan Dry Bulb Temperature dan RH input udara Alat : Psikrometer Prosedur kerja : a. menghidupkan alat b. menempatkan posisi sensor elektrik pada titik yang akan diukur Tdb dan RH nya c. menekan Hold d. membaca nilai Tdb dan RH pada alat 2. Pengamatan Suhu udara basah dan suhu udara kering - dengan melihat penunjuk suhu thermocouple pada panel flash dryer 3. Pengamatan Kecepatan udara Alat : EXTECH Thermo-Anemometer Prosedur kerja : a. menghidupkan alat b. menempatkan posisi sensor elektrik pada titik yang akan diukur kecepatan udaranya c. menekan Hold d. membaca nilai kecepatan udara pada alat (m/s) e. pengukuran dilakukan pada beberapa titik untuk memperoleh nilai rata-rata kecepatan udara f. untuk memperoleh debit udara, kecepatan udara (m/s) kalikan dengan luas penampang cerobong pemasukan udara (m 2 ) g. membagi debit pemasukan udara (m 3 /jam) dengan volume spesifik udara (m 3 /kg udara kering) untuk memperoleh kecepatan pemasukan udara dalam kg udara kering/jam 4. Kapasitas penangkapan air udara pengering a. mengamati kelembaban spesifik udara kering (H 1 ) dan kelembaban spesisik udara basah (H 2 ) dengan kurva psikrometri 31

51 b. menghitung kapasitas penangkapan air udara pengering dengan rumus: Kapasitas penangkapan air udara (kg air/kg u.k.) = H 2 -H 1 5. Kapasitas pengeringan kapasitas pengeringan dihitung dengan rumus : kapasitas pengeringan (kg air/jam) = kapasitas penangkapan air udara (kg air/kg u.k.) x kecepatan udara (kg u.k./jam) 6. Pengamatan Kadar air pati basah (PT. UJA 1) Alat : Moisture Meter KETT F1-B Bahan : Pati basah DC Prosedur kerja : a. memastikan alat bersih dan setimbang b. mengatur tinggi lampu sehingga suhu analisis C c. menimbang sampel sebanyak 5 gram d. menghidupkan lampu selama 20 menit e. mematikan lampu, geser posisi bandul % kadar air pada alat ukur 7. Pengamatan Kecepatan pemasukan pati basah Prosedur kerja : a. melihat penunjuk rpm variable speed control pada panel flash dryer b. mengalikan dengan faktor konversi untuk rpm ulir feeder oven, yaitu 0,0875 untuk flash dryer 1 dan 0,0694 untuk flash dryer 2 c. menghitung debit pemasukan dengan rumus : debit (m 3 /Jam) = rpm feeder oven (rotasi/menit) x volume 1 pitch ulir/volume yang dipindahkan dalam sekali putaran ulir (3, m 3 /rotasi) x 60 menit/jam d. menghitung kecepatan dalam kg/jam dengan mengalikan debit pemasukan (m 3 /jam) dengan densitas pati basah (rata-rata = 467,6 kg/m 3 ) *) skema unit feeder oven dapat dilihat pada Lampiran Pengamatan Kadar air Pati Kering valve cyclone (PT. UJA 1) Alat : Moisture Meter Kett FD

52 Bahan : Pati kering Valve Cyclone Prosedur kerja : a. memastikan alat bersih b. meletakkan pan kosong, tekan Tare sehingga berat terbaca 0,00 gram c. menimbang sampel pada pan sebanyak 5,00 gram d. menutup penutup lampu, tekan tombol START+STOP e. mengatur waktu pengeringan 20 menit f. membaca hasil analisa kadar air setelah pengeringan 20 menit 9. Pengamatan profil gelatinisasi pati (ISI-19-6e, 1999) Alat : Brabender Amilograph, gelas piala 500 ml, timbangan, pengaduk magnetik, air destilata Bahan : Pati kering Valve Cyclone Prosedur kerja : Tahap persiapan a. membuat 5% (w/v) suspensi contoh (ISI 19-6e) dalam 400 ml air. kemudian suspensi tersebut diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik sehingga suspensi pati homogen b. memasukkan suspensi pati ke dalam wadah mangkuk dan pengaduk berputar Tahap pengukuran a. memasang wadah mangkuk berisi contoh tersebut pada alat Brabender Amilograph b. sebelum alat dinyalakan, pastikan rekorder terpasang secara benar dengan pensil pencatat terletak pada garis dasar (0 BU) c. memberi tanda pada kertas pencatat (recorder) dengan spidol sebagai awal proses pemasakan. Sumbu x menyatakan waktu (menit) dan sumbu y menyatakan viskositas (Brabender Unit/BU) d. mengatur tombol pengontrol pada posisi heating. Set suhu awal adalah 45 0 C. mengatur alat pada posisi ON. 33

53 e. mengamati saat viskositas mulai terbaca (suhu awal gelatinisasi), yaitu saat alat pencatat mulai bergerak ke atas dari garis dasar. f. mengamati saat viskositas mulai menurun, yaitu saat kurva viskositas mulai menurun setelah mencapai titik puncaknya. g. melakukan pemanasan hingga suhu 93 0 C, setelah itu holding selama 20 menit dengan mengatur posisi pengatur suhu pada posisi holding h. setelah holding, alat diatur pada posisi cooling (pendinginan). Pendinginan dilakukan hingga suhu 50 0 C (standar ISI proses pendinginan hingga suhu 50 0 C tidak lebih dari 20 menit) i. setelah pendinginan berakhir, alat amilograph dimatikan dan wadah contoh dikeluarkan dari alat 10. Pengamatan derajat putih (Whiteness) (PT. UJA 1) Alat : Kett Digital Whitenessmeter Model C Bahan : Pati kering Valve Cyclone Prosedur kerja : a. memastikan alat dalam kondisi bersih b. menghubungkan unit ke power listrik c. memasang kristal kalibrator (BaSO 4 ), tekan tombol power tunggu selama 5 menit hingga pada layar display tampil nilai 86.5% d. jika angka yang tampil bukan 86.5%, tombol Sens ditekan e. mengisikan sampel tapioka pada wadah (cup) f. mengambil kalibrator dan ganti dengan sampel g. membaca nilai derajat putih sampel sampai 3 kali h. memunculkan nilai rata-rata dengan menekan tombol AV 11. Persentase kerak dan Kehalusan produk (PT. UJA 1) Alat : Shieve Shaker dengan saringan ukuran saringan (shifter) 80 mesh dan 100 mesh Bahan : Pati kering Valve Cyclone Prosedur kerja : a. menimbang sampel sebanyak 50 gram 34

54 b. meyusun saringan shifter (bagian atas 80 mesh dan bagian bawah 100 mesh) c. mengunci shieve shaker d. menghidupkan mesin, waktu shieving diatur selama 10 menit e. menimbang kerak (tidak lolos 80 mesh), pati kasar (tidak lolos 100 mesh) f. menghitung persentase kerak dan retained on 100 mesh - persentase kerak = kerak/sampel x100% - retained on 100 mesh = pati kasar/(sampel-kerak) x 100% 12. Rancangan Optimasi Proses Pengeringan (Perkiraan kadar air pati kering Valve Cyclone) Kadar air pati kering valve cyclone dapat diperkirakan berdasarkan informasi dari pengamatan pendahuluan dengan menggunakan rumus: Kadar air = Total air x 100% Total solid+total air = (v input pati basah x k.a. pati basah)-kapasitas pengeringan) x 100% (kadar solid x v input pati basah)+( (k.a. pati basah x v input pati)-kapasitas pengeringan)) 35

55 A. Bahan Baku Produksi a. Bahan Baku Utama V. ASPEK PRODUKSI Bahan baku utama produksi tapioka adalah umbi singkong (Manihot esculanta Crantz). Singkong yang banyak digunakan di PT. UJA 1 saat ini adalah dari varietas Katsetsar dan Thailand. Ciri-ciri varietas singkong yang digunakan di PT. UJA I dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakter varietas singkong yang diterima PT. UJA 1 Parameter Varietas Katsetsart Thailand Warna kulit luar Coklat muda Coklat muda Tekstur kulit luar Tipis dan mudah Tipis dan mudah terkelupas terkelupas Warna kulit dalam Coklat Coklat Warna daging Putih Putih kekuningan Kadar pati (%) (PT UJA 1, 2009) Singkong yang digunakan sebagai bahan baku di PT. UJA 1 diperoleh dari petani sekitar perusahaan, petani plasma, dan perkebunaan milik perusahaan sendiri. Petani plasma merupakan bagian dari sistem Pertanian Inti Rakyat (PIR), dengan perusahaan sebagai Inti dan masyarakat sebagai Plasma atau unit pendukung. Didalam sistem PIR, perusahaan menyediakan tanah, bibit, penyuluhan, dan pengawasan, sebaliknya petani plasma berkewajiban menjual hasil panennya ke perusahaan. b. Bahan Pembantu 1. Air Bersih Air yang digunakan dalam proses pembuatan tapioka diperoleh dari sumur bor. Sumur bor yang digunakan di PT. UJA I terdapat pada tiga lokasi di sekitar areal pabrik. Masing-masing sumur bor memiliki pompa dengan kapasitas 60, 69, dan 73 m 3 per jam. Air sumur kemudian diproses melalui serangkaian penyaringan pada rumah bak air. 36

56 2. Belerang Belerang merupakan bahan pembantu yang berfungsi membantu proses ekstraksi pati dari komponen-komponen lain seperti serat dan kotoran. Selain itu belerang juga dapat berfungsi sebagai anti mikroba dan juga anti pencoklatan (browning). Menurut Winarno (1984), sulfit digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pada ph di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan. Selain sebagai pengawet, sulfit juga dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Belerang yang digunakan di PT. UJA I adalah padatan belerang yang berbentuk mangkuk dengan berat rata-rata 700 gram. Kristal belerang tidak langsung digunakan dalam proses produksi, akan tetapi di bakar terlebih dahulu di tungku pembakaran. Gas SO 2 yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan air di menara air belerang. Gas SO 2 yang terlarut dalam air kemudian akan membentuk larutan asam sulfit (H 2 SO 3 ) melalui reaksi: SO 2 + H 2 O H 2 SO 3. Air yang telah mengandung asam sulfit ini kemudian dialirkan menuju proses yang ekstraksi pati dengan menggunakan sistem pipa. B. Proses Produksi a. Penerimaan Bahan Baku/Singkong (Receiving) Bahan baku dibawa ke perusahaan dengan menggunakan truk atau mobil. Sebelum singkong diturunkan, truk yang berisi bahan baku ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat kotor singkong dan juga 37

57 dilakukan sampling sebanyak lima kilogram singkong untuk dilakukan uji kadar pati. Setelah singkong diturunkan, truk kosong ditimbang kembali sehingga dapat diketahui berat bersih dari singkong yang diterima. Lantai penerimaan di PT. UJA 1 merupakan lahan terbuka dengan luas kurang lebih 900 m 2. Pengaturan bahan baku dilakukan dengan menggunakan kendaraan shovel. b. Pembersihan dan Pengupasan Kulit (Peeling) Singkong yang ada di lahan penerimaan kemudian dibawa ke hopper root peeler dengan menggunakan shovel. Shovel memiliki kapasitas angkut 1,25 ton sedangkan hopper root peeler sendiri memiliki kapasitas tampung 2 ton, sehingga untuk memenuhi target produksi 1000 ton singkong dalam satu jam dilakukan pengisian hopper root peeler sebanyak kali. PT. UJA 1 memiliki dua unit root peeler, dengan kapasitas masing-masing 20 ton per unit per jam. Root peeler merupakan alat yang berbentuk silinder horizontal terbuka dengan ulir dan celah-celah pada pinggirnya. Selama proses pengupasan dan pembersihan, root peeler berputar, sehingga terjadi gesekan antara dinding root peeler dengan singkong dan gesekan antar singkong itu sendiri. Adanya gesekan ini mengakibatkan terlepasnya tanah yang ada pada kulit singkong dan terkikisnya kulit singkong. Singkong yang telah terkupas kemudian dialirkan ke washer dengan menggunakan belt conveyor, sedangkan tanah dan kulit singkong dialirkan ke penampungan limbah padat dengan belt conveyor untuk limbah. Gambar root peeler dapat dilihat pada Gambar 10. Pengatur aliran singkong Dinding root peeler Roda penggerak silinder Motor penggerak Gambar 10. Root Peeler (Korat, 2009) 38

58 c. Pencucian (Washing) Pencucian dilakukan dengan menggunakan washer, yaitu berupa bak pencuci yang dilengkapi dengan susunan propeller. Terdapat dua jenis propeller yang terdapat pada washer, yaitu jenis wire untuk mengaduk singkong dan jenis plate untuk mengeluarkan singkong dari bak pencucian. Pada saat pencucian, propeller berputar sehingga terjadi gaya gesek/gaya aduk dan gaya dorong yang membuat singkong tercuci serta secara kontinyu digerakkan menuju screw pembawa singkong ke tahap berikutnya. PT. UJA 1 memiliki dua unit washer, dan masing-masing unit terbagi menjadi dua jalur bak pencucian. Bak pencucian pertama disebut bak pencucian basah karena pada bak ini singkong direndam dengan air pencuci. Tujuan dari pencucian basah adalah untuk mengoptimalkan penghilangan tanah dan kotoran dari singkong. Bak kedua disebut bak pencucian kering karena singkong tidak direndam, karena celah pembuangan air pada dasar bak lebih lebar dari bak pertama. Tujuan dari pencucian kering untuk melkukan pembilasan, menghilangkan sisa kotoran yang masih tertahan setelah pencucian kering. Air yang digunakan untuk pencucian berasal dari air bersih dan air buangan light phase separator I. Pipa air bersih terpasang sepanjang bak pencucian dan screw conveyor, sedangkan pipa air buangan separator hanya terpasang pada bak pencucian. Gambar washer dapat dilihat pada Gambar 11. Bak pencucian basah Bak pencucian kering Pipa air Propeler Gambar 11. Washer (Korat, 2009) 39

59 d. Pemotongan dan Pencacahan (Chopping) Tahap pemotongan dan pencacahan bertujuan untuk memperkecil ukuran umbi singkong sebelum dilakukan proses pemarutan. Alat yang digunakan adalah chopper, yaitu suatu alat yang terdiri dari susunan pisaupisau tumpul. Terdapat dua susunan pisau pada chopper, yaitu pisau dinamis yang berputar selama proses pemotongan, dan pisau statis yang diam selama proses pemotongan. Bahan yang masuk ke dalam chopper akan terpotong karena perputaran pisau dinamis dan tahanan dari pisau statis. Hasil proses pemotongan dan pencacahan adalah chip dengan dimensi sekitar 40 mm 3. Chip ini kemudian dibawa dengan menggunakan screw conveyor ke proses selanjutnya yaitu pemarutan. Pisau statis disusun secara horizontal dengan jumlah pisau 21 buah, sedangkan pisau dinamis memiliki jumlah pisau 22 buah. Tebal pisau adalah 15 mm, dan lebar celah antar pisau adalah 19 mm. kapasitas motor dari chopper yang ada di PT. UJA 1 adalah 400 rpm, dengan kapasitas produksi 40 ton per jam. Gambar chopper dapat dilihat pada Gambar 12. Puli pemutar pisau Pengunci Gambar 12. Chopper (Korat, 2009) e. Pemarutan (Rasping) Pemarutan dilakukan dengan menggunakan alat rasper, yaitu berupa silinder berputar dengan pisau-pisau gergaji berjumlah 84 per unit rasper. Setiap pisau memiliki dua sisi pisau dengan panjang pisau 50 cm dan jumlah mata pisau sebanyak 334 (17 mata pisau per inci). Motor rasper berputar dengan kecepatan 1545 rpm. Rasper yang ada di PT. UJA 1 memiliki kapasitas parut optimal 18 ton/jam. Selama proses pemarutan, pisau rasper akan mengalami penumpulan sehingga harus dilakukan penggantian pisau rasper setiap 8-10 jam. 40

60 Selama proses pemarutan, singkong mengalami proses gesekan dengan mata pisau rasper sehingga menjadi pulp. Pulp ini kemudian ditampung didalam bak penampungan pulp dengan kapasitas 10 m 3. Pada bagian bawah bak penampungan terdapat pompa yang akan mengalirkan pulp menuju tahap berikutnya yaitu ekstraksi. Untuk mudahkan pemompaan, pulp ini ditambah dengan air dari middle phase separator I, buangan separator II, dan cairan hasil penyaringan ekstraktor pulp III. Gambar rasper dapat dilihat pada Gambar 13. Motor penggerak Silinder rasper Pengapit pisau rasper Gambar 13. Rasper (Korat, 2009) f. Ekstraksi (Extraction) Ekstraksi adalah tahap pemisahan komponen pati dengan komponen non pati seperti serat. Prinsip kerja dari proses ekstraksi adalah memisahkan suspensi pati dengan ampas singkong dengan bantuan filter (saringan) dan gaya sentrifugal. Dengan adanya gaya sentrifugal, suspensi pati akan terdorong melewati filter, sedangkan ampas akan tertahan pada filter. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat ekstraktor. Alat ini dilengkapi dengan pipa input air bersih, pipa input air belerang, pipa input suspensi pati, hopper ampas dan tangki ekstaktor. Bagian dalam alat ini terdiri dari bagian kerucut yang dindingnya terbuat dari saringan dengan ukuran lubang lebih kecil dari ampas. Bagian kerucut ini akan berputar pada porosnya menghasilkan gaya sentrifugal yang akan mendorong suspensi melewati saringan sehingga suspensi pati lewat dan ampas tertahan dan terdorong ke atas menuju hopper ampas. Gambar ekstraktor dapat dilihat pada Gambar

61 Ekstraksi terbagi menjadi dua bagian, yaitu ekstraksi pulp dan ekstraksi milk. Ekstraksi pulp dilakukan dengan menggunakan ekstraktor vertikal dengan putaran 1100 rpm dan menggunakan saringan stainless steel ukuran 60 mesh. Ekstraksi pulp terbagi menjadi tiga tahap dengan ukuran saringan yang sama. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi. Jumlah unit ekstraktor vertikal yang digunakan adalah lima unit untuk setiap tahapnya. Ekstraksi milk terbagi menjadi dua tahap dangan ukuran saringan adalah 160 mesh untuk tahap I dan 305 mesh untuk tahap II. Saringan yang digunakan pada ekstraksi milk adalah berbahan nilon (poliester) dan perputarannya adalah 700 rpm. Suspensi pati hasil ekstraksi kemudian ditampung dalam tangki untuk kemudian dialirkan menuju separator untuk proses pemurnian pati. (a) (b) Wash water Feed To foregoing stage Gambar 14. (a) ekstraktor vertikal, (b) ekstraktor horizontal (Kotat, 2009), (c) skema proses ektraksi (Corbishley dan Miller, 1984) (c) Washed goods 42

62 g. Pemurnian Suspensi Pati (Separation) Tahap separasi bertujuan memisahkan suspensi pati dengan kotoran yang masih mungkin terbawa setelah proses ekstraksi serta komponen non-pati seperti protein dan lemak. Alat yang digunakan adalah separator. Prinsip kerja alat ini adalah memisahkan suspensi pati dengan komponen non-pati berdasarkan berat jenisnya dengan bantuan gaya sentrifugal. Suspensi pati yang lebih berat akan terpisah karena lebih berat sehingga turun melewati nozzle, sedangkan komponen lain seperti protein dan lemak yang lebih ringan akan terbawa keatas dan keluar sebagai waste. Separator yang digunakan di PT. UJA 1 ada dua macam, yaitu SDA-130 dan DA-100. Perbedaanya terletak pada output yang dihasilkan. SDA-130 dapat memisahkan suspensi pati menjadi tiga fase, yaitu light phase, middle phase, dan suspensi pati murni, sedangkan DA-100 hanya mampu memisahkan menjadi suspensi pati dan non-pati. Light phase adalah buangan separator yang berat jenisnya paling kecil, terdiri dari air, asam-asam terlarut, serta sedikit protein dan mineral. Sedangkan middle phase adalah buangan separator yang lebih besar berat jenisnya dari light phase, mengandung lemak, protein, mineral dan sedikit air. Proses separasi terbagi menjadi tiga tahap. Tahap I menggunakan jenis separator SDA-130 dengan kecepatan putaran antara rpm sesuai kebutuhan. Diameter nozzle yang digunakan adalah 2,1 mm dengan jumlah nozzle 18. Kekentalan yang dihasilkan berkisar 14 o Be. Tahap II menggunakan separator DA-100 dengan kecepatan putar 3800 rpm dan jumlah nozzle 12 buah. Diameter nozzle yang digunakan adalah 2,5 mm dan kekentalan yang dihasilkan berkisar 17 o Be. Tahap III juga menggunakan separator DA-100 dan kecepatan 3800 rpm, hanya saja diameter nozzle yang digunakan adalah 2,3 mm. kekentalan yang dihasilkan berkisar o Be. Tingkat kemurnian pati yang dihasilkan tahap ini berkisar 70%-80%. Suspensi pati murni kemudian ditampung dalam tangki sebelum dialirkan ke Dewatering Centrifuge (DC) untuk proses penurunan kadar air. Gambar separator dapat dilihat pada Gambar

63 Feed of starch Outlet for effluent Nozzle Separator bowl Hollow spindle Outlet for concentrated starch milk h. Penurunan Kadar Air Gambar 15. Continous centrifugal starch separator (Corbishley dan Miller, 1984) Proses penurunan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Dewatering Centrifuge (DC). Prinsip kerjanya adalah memisahkan air bebas pada bahan berdasarkan ukuran partikel dengan bantuan gaya centrifugal dan kain saring (filter) sehingga menghasilkan pati basah (pati basah). Kadar air pati basah yang dihasilkan biasanya berkisar 34-36%. Inlet for washwater Pump for washwater Alat DC yang digunakan di PT. UJA 1 ada dua jenis, yang dibedakan berdasarkan sistem otomatisasinya. Alat DC manual menggunakan alat pengeruk yang dioperasikan secara manual. Kecepatan putaran DC 750 rpm dan daya tampung bekisar 325 kg. Sedangkan DC semi otomatis memiliki pompa hidrolik otomatis, sehingga ketika pengerukan ingin dilakukan, operator tinggal memencet tombol untuk mengeruk. Kecepatan putar DC semi-otomatis adalah 1100 rpm dengan daya tampung sebesar 225 kg. masing-masing jenis DC yang ada adalah empat unit, hanya saja yang beroperasi hanya tiga unit untuk masing-masing jenis DC. Bagian dalam alat ini terdiri dari anyaman kawat berukuran 4-6 mesh yang dilapisi dengan kain poliester yang memungkinkan hanya komponen pati yang tertahan. Air dari suspensi pati akan terdorong melewati kain poliester akibat adanya gaya sentrifugal. Endapan pati basah yang 44

64 tertinggal pada kain poliester kemudian dikeruk dengan pisau secara periodik. Hasil pengerukan DC kemudian ditampung dalam screw feeder menuju hopper yang dilengkapi propeller sebelum ditarik masuk ke dalam proses pengeringan melalui feeder oven. Gambar Dewatering Centrifuge dapat dilihat pada Gambar 16. Pengeruk hidrolik Pemasukan suspensi Gambar 16. Dewatering Centrifuge Unit (Korat, 2009) i. Pengeringan (Drying) Proses pengeringan yang dilakukan di PT. UJA 1 dilakukan dengan menggunakan flash dryer. Flash dryer sendiri merupakan cerobong yang dilengkapi blower pada salah satu ujungnya sebagai penyedot udara, heat exchanger (steam maupun oli) untuk pemanas udara, input pemasukan pati basah, dan cyclone untuk memisahkan udara dengan tapioka. Media pengering yang digunakan pengeringan flash adalah udara yang dipanaskan. Suhu pengeringan berkisar 190 o C-210 o C. Pemasukan pati basah dilakukan pada feeder oven. Sebelum masuk ke dalam flash dryer, pati basah dilewatkan terlebih dahulu pada slinger, yaitu berupa pisau berputar yang fungsinya memecah gumpalan pati basah menjadi lebih kecil. Pengecilan ukuran gumpalan pati basah ini bertujuan mampercepat proses pengeringan dan menghindari pembentukan kerak yang terlalu banyak. Proses pada flash dryer dimulai dengan masuknya udara ke dalam cerobong. Udara kemudian melewati steam tube heat exchanger. Suhu udara yang awalnya berkisar 33 o C akan menjadi o C. udara ini kemudian dipanaskan lagi pada oil tube heat exchanger hingga suhu mencapai o C. Udara yang telah panas ini kemudian akan bertemu 45

65 dengan pati basah yang dimasukkan ke dalam flash dryer melalui feeder oven hingga proses pengeringan terjadi. Pada saat pengeringan, panas sensibel dari udara pengering akan ditangkap oleh air pada bahan pangan dan digunakan sebagai panas laten penguapan. Skema pengeringan pada flash dryer di PT. UJA 1 dapat dilihat pada Lampiran 5. Proses pengeringan akan menurunkan kadar air tapioka dari sekitar dari 34% menjadi kurang dari 12,5% (standar UJA). Tapioka yang telah kering kemudian dipisahkan dari udara pengering dengan adanya cyclone. Udara yang berat jenisnya kecil akan diteruskan menuju blower, sedangkan tapioka yang berat jenisnya lebih rendah akan terperangkap pada cyclone dan akan turun dan terpisah dari udara. Suhu udara basah setelah terpisah dari tapioka bervariasi tergantung setting kecepatan pemasukan pati basah, tetapi nilainya berkisar 60 o C. sedangkan suhu tapioka kering juga bervariasi tetapi nilainya berkisar 45 o C. Tapioka yang terkumpul pada dasar cyclone kemudian dibawa dengan screw conveyor menuju rotary valve untuk kemudian dialirkan menuju ayakan dengan bantuan blower yang berbeda dengan blower flash dryer. Gambar cyclone dapat dilihat pada Gambar 17. Ke blower exhoust Cyclone Udara pendingin Screw conveyor Ke packing Gambar 17. (a) Cyclone, (b) skema cyclone (PT. UJA 1) Pemanasan udara yang dilakukan pada flash dryer ada dua tahap, yaitu pemanasan udara dengan steam dan pemanasan udara dengan oli panas. Pemanasan udara dilakukan dengan dua tahap karena panas yang dihasilkan dari pemanas steam ( o C) belum mencapai suhu proses yang diinginkan yaitu 200 o C-210 o C. Jenis penukar panas yang digunakan adalah penukar panas jenis tabung (tube heat exchanger). Perbedaannya 46

66 hanya pada sumber panasnya. Pada pemanas steam, panas diperoleh dari steam yang diperoleh dari pembangkit listrik Cogen Plant Departement PT. GGP yang letaknya bersebelahan dengan PT. UJA 1. Sedangkan sumber panas pemanas oli adalah oli yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar residu, yaitu fraksi minyak bumi yang lebih rendah dari minyak tanah. j. Pengayakan (Shieving) Tapioka yang telah kering kemudian diayak pada mesin pengayak (shieveter) dengan ukuran ayakan 80 mesh. Mesin pengayak sendiri merupakan alat yang menggunakan sistem vibrasi dan gerakan vertikal untuk memisahkan tapioka halus dengan kerak. Kerak adalah pati kering yang tidak lolos ayakan 80 mesh. Kecepatan putar alat ini adalah 900 rpm. Tapioka kering yang telah diayak kemudian dialirkan menggunakan screw feeeder menuju penampungan untuk kemudian dikemas, sedangkan kerak dikumpulkan untuk kemudian dilakukan re-proses di bak emergency process.gambar shifter dapat dilihat pada Gambar 18 Input tapioka kering Output kerak output tapioka halus Gambar 18. Shifter (Korat, 2009) k. Pengemasan (Packing) Tapioka halus dikemas melalui corong pengemasan. Tapioka dikemas dengan kg, kg. Kemasan yang digunakan di PT. UJA mempunyai dua lapisan plastik yang berbeda. Lapisan dalam (inner plastic) terbuat dari polietilen sedangkan bagian luar terbuat dari polipropilen. 47

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A.

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Pabrik tapioka PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) Terbanggi Besar merupakan perusahaan swasta nasional (PMDN) yang bergerak di bidang industri

Lebih terperinci

Gambar 19. Variasi suhu input udara

Gambar 19. Variasi suhu input udara VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Proses Pengamatan proses dilakukan pada empat parameter proses, yaitu sifat psikrometri udara, kecepatan udara, kecepatan pemasukan pati basah, dan sifat dehidrasi pati

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Singkong(Anonim, 2008a), (b) Taksonomi Singkong (Anonim, 2009a)

Gambar 2. (a) Singkong(Anonim, 2008a), (b) Taksonomi Singkong (Anonim, 2009a) A. Singkong III. TINJAUAN PUSTAKA Singkong (Manihot utilisima Pohl = Manihot esculanta Crantz) adalah tanaman pangan pokok di banyak daerah di negara-negara tropis, dan dapat menghasilkan hasil yang tinggi

Lebih terperinci

Production. Factory I. Operator Proses. Operator Shovel. Truck Driver. Cleaner. Packer. Petugas Gudang

Production. Factory I. Operator Proses. Operator Shovel. Truck Driver. Cleaner. Packer. Petugas Gudang Lampiran 1. Struktur Perusahaan PT. Umas Jaya Agrotama Factory 1 Production QA & Mgt. Repr : For ISO 9001 Factory I QC Production QC In Plant QC Lab/Analist Kepala Raw Material Petugas Timbangan Raw Kepala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

V. ASPEK PRODUKSI. Warna kulit luar Coklat muda Coklat muda Tekstur kulit luar

V. ASPEK PRODUKSI. Warna kulit luar Coklat muda Coklat muda Tekstur kulit luar A. Bahan Baku Produksi a. Bahan Baku Utama V. ASPEK PRODUKSI Bahan baku utama produksi tapioka adalah umbi singkong (Manihot esculanta Crantz). Singkong yang banyak digunakan di PT. UJA 1 saat ini adalah

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA AGROINTEK Volume 9, No. 2 Agustus 2015 127 ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA ARNIDA MUSTAFA Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Korespondensi : Jl. Poros Makassar-Parepare

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Tani Jaya Sumatera merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ubi kayu untuk menghasilkan produk tepung tapioka yang

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

Pati ubi kayu (tapioka)

Pati ubi kayu (tapioka) Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autoklaf Autoklaf merupakan alat pemanas tertutup yang biasa digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap dengan temperatur 121 C sampai 134 C dan tekanan maksimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-26 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Florindo Makmur merupakan perusahaan manufaktur yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka.perusahaan ini berlokasi di Jl. Besar Desa

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU Oleh: ANGGRA WIDHI W NIM: 21030110151110 ARI EKO PRASETYO NIM: 21030110151116 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK TEPUNG GATOT KAPASITAS 10.000 TON/TAHUN O l e h : NURHUA KUMALA SARI YUSUF GUNAWAN L2C008141 L2C008155 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Kayu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada pra rancangan pabrik ini bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu (Manihot Esculenta Crant) termasuk dalam kelas Eupharbiaceace, dapat ditanam pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman umbi berupa perdu dengan nama lain singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika Selatan, tepatnya dari negara

Lebih terperinci

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis sejalan dengan perkembangan teknologi pengolahan, a.l.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012 BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman ubikayu tumbuh tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 32% dari total luas

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang asalnya bukan asli dari Indonesia tetapi menjadi sangat terkenal di Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-31 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT XYZ merupakan perusahaan yang menghasilkan produk tepung tapioka. Perusahaan ini berlokasi di salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus) Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan, PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan, diantaranya adalah jenis ketela pohon. Ketela pohon merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES (pra Rancangan Pabrik,kgrtas kgrajinan dari enceng gondok. BAB III PERANCANGAN PROSES Perancangan pabrik home industri ini menghasilkan produk kertas kerajinan yang siap dibuat untuk kerajinan yang unik.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hasil pembuatan pati dari beberapa tanaman menghasilkan massa (g) yaitu ubi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegunaan Produk Kuprisulfatpentahidrat Kegunaan kupri sulfat pentahidrat sangat bervariasi untuk industri. Adapun kegunaannya antara lain : - Sebagai bahan pembantu fungisida

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA Oleh RAMDHAN NURBIANTO F14103066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umbi porang merupakan bahan baku glukomanan yang saat ini banyak dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di kawasan hutan dan lereng

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan sumber bahan pemanis yang banyak digunakan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Gula

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT PERTEMUAN KE-7 Dr.Krishna Purnawan Candra Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Mulawarman 2013 PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT Pangan dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong atau ketela pohon Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. Penyebarannya hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia.. Singkong ditanam di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci