BAB 3 ANALISIS FREE SPAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS FREE SPAN"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS FREE SPAN 3.1 UMUM Menurut definisinya, free span adalah bentang bebas. Pada pipa bawah laut/subsea pipeline yang tergeletak pada seabed, free span terjadi akibat ketidak rataan (uneven) permukaan dasar laut dengan kurvatur yang tidak memenuhi kurvatur natural dari pipa tersebut, sehingga bentang pipa akan menggantung. Selain itu, free span juga dapat terjadi jika pada rute pipa tersebut memiliki persimpangan (crossing) dengan pipa atau kabel lain di bawah laut. Pada tahap engineering & technical design, pipa tidak disiapkan khusus dengan perlindungan terhadap free span dikarenakan biaya kapital yang menjadi lebih besar. Gambar 3.1 Tipe umum free span pipa bawah laut. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-1

2 Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa free span pipa pada dasar laut memiliki tipikal seperti itu. Bila terjadi suatu free span pada suatu rute pipa, maka perlu dicek ulang kekuatan dan keandalan kerja pipa tersebut. Perhitungan dan persiapan antisipasi ini perlu dilakukan mengingat keadaan pipa yang sudah tidak tergeletak merata pada seabed. Besar defleksi, dampak gaya hidrodinamika, vibrasi dan tegangan maksimum yang dapat terjadi harus dihitung untuk pengecekan kemungkinan keruntuhan pipa dengan pola statik (Ultimate Limit Strength) atau kelelahan/fatigue (Fatigue Limit Strength). Analisis terhadap free span ini dilakukan untuk tiap fase, yaitu: Fase instalasi (pipa kosong), gaya lingkungan 1 tahunan. Fase hydrotest (pipa berisi air, tekanan tertentu), gaya lingkungan 1 tahunan. Fase operasi (pipa berisi content fluid), gaya lingkungan 1 tahunan. Bahasan analisis free span yang dikerjakan dalam Tugas Akhir ini mencakup: Analisis pipa tergeletak di atas seabed, menghitung gaya gaya arus dan gelombang secara statik, dan interaksi terhadap tanah seabed. Analisis VIV yang menyebabkan osilasi pada pipa yang memicu keruntuhan pipa secara fatigue. Analisis tegangan yang terjadi pipa, dibatasi pada perhitungan hoop stress, bending stress, longitudinal stress dan von Mises stress. Analisis fatigue, menentukan jumlah kerusakan akibat fatigue, dan sisa umur layan pipa akibat fatigue. Semua analisis free span yang dilakukan mengacu pada kode standar DNV RP F105 Free Spanning Pipelines. Seperti telah dijelaskan diatas, maka kriteria ULS dan FLS merupakan parameter pengecekan yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini. Gambar 3. akan menjelaskan flow chart analisis free span yang dilakukan. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-

3 Gambar 3. Flow chart analisis free span (DNV RP F105). 3. ANALISIS DATA LINGKUNGAN Tahapan pertama dari analisis free span adalah akuisisi dan pengecekan data lingkungan laut pada lokasi tinjauan. Parameter parameter lingkungan yang mempengaruhi seperti parameter tanah, metocean data, akan mempengaruhi karakteristik perilaku pipa di dasar laut. Adanya interaksi antara pipa dan tanah seabed akan menentukan kekuatan friksi pipa dan faktor damping yang berpengaruh terhadap VIV. Sedangkan pengaruh kecepatan dan percepatan arus dan gelombang akan menentukan gaya gaya hidrodinamik yang bekerja pada pipa dan mempengaruhi stabilitas pipa di dasar laut DATA GEOTEKNIK Dalam perencanaan desain pipa bawah laut, khususnya dalam analisis detail free span, jenis tanah di klasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu tanah kohesif (clay/silt) dan tanah nonkohesif (sand). Data geoteknik ini pada umumnya diperoleh dari survey in situ yang dilakukan pada lokasi tinjauan dan test laboratorium. Untuk test laboratorium, hasil diambil dari undisturbed soil samples, agar membuktikan keadaan lokasi tinjauan yang sebenarnya. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-3

4 Data data yang dibutuhkan antara lain: Data umum tanah yang mencakup jenis tanah, void ratio, submerged unit weight, index plastisitas. Kondisi tegangan dan regangan in situ; tegangan geser (shear strength), untuk kondisi drained maupun undrained, dan siklus regangan geser. Parameter settlement tanah. Dalam suatu proyek pembangunan jaringan pipa, data data ini diperoleh secara mendetail dengan survey yang dilakukan pada lokasi tinjauan. Untuk penyederhanaan atau aproksimasi data yang kurang lengkap, maka DNV RP F105 menyarankan nilai nilai parameter tanah seperti dijelaskan oleh tabel 3.1 dan tabel 3. di bawah ini. Sand (kohesif) Clay/silt (nonkohesif) Tipe Tanah Keterangan: ϕ s = sudut geser dalam e s = void ratio Tabel 3.1 Tipikal Parameter Umum Geoteknik (DNV RP F105) s u = undrained shear strength (kn/m ) soil = submerged unit weight (kn/m 3 ) ν = Poisson ratio ϕ s su ν es soil Loose Medium Dense Very Soft < Soft Firm Stiff Very Stiff Hard > PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-4

5 Tabel 3. Nilai Rasio Damping Tanah ξ (dalam %) Arah Horizontal (in line) Vertikal (cross flow) L/D Sand Clay Loose Medium Dense Very soft soft Firm stiff Very Stiff hard < > < > Keterangan : L/D adalah rasio dari panjang free span (L) dan diameter terluar pipa (D). Nilai nilai parameter dari tabel tabel diatas berguna untuk perhitungan soil stiffness, khususnya untuk pembebanan tanah secara vertikal akibat pipa. Terdapat dua jenis perhitungan kekakuan tanah, yaitu kekakuan statik, yang diatur oleh reaksi maksimum dan kekakuan dinamik, dengan karakter situasi loading unloading. Besar redaman tanah (soil damping) bergantung kepada beban dinamik yang bekerja pada tanah, dan terdapat dua jenis redaman; Material damping, yang berhubungan dengan jeda (lag) kontak langsung beban dengan tanah, pada zona lelehnya. Radiation damping, yang berhubungan dengan propagasi gelombang elastic pada zona leleh. Berikut ini dijelaskan langkah langkah perhitungan kekakuan tanah (soil stiffness). 1. Maka, langkah pertama perhitungan kekakuan tanah (soil stiffness) adalah penghitungan gaya reaksi tanah statik vertikal per satuan panjang. R =..( b N. V N.) b untuk jenis tanah sand/pasir...(3.1) V soil q R = b.(. N. V + N. s ) untuk jenis tanah clay/ lempung...(3.) V soil q c u V = kedalaman penetrasi pipa ( D V) V V 0.5D b = lebar distribusi beban untukv D > 0.5 D...(3.3) D = diameter terluar pipa N c, N q, N = bearing capacity factor PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-5

6 Bearing capacity factor N c, N q. dan N merupakan fungsi dari sudut geser dalam, dapat dihitung dari gambar 3.3 atau dengan persamaan berikut ini; ϕs = +... (3.4) N q exp( π tan ϕ s ).tan 45 Nc = ( Nq 1).cotϕ s... (3.5) N = 1.5.( N q 1).tanϕ s... (3.6) Untuk jenis tanah clay (kohesif) diambil asumsi nilai sudut geser dalam = 0 0 Gambar 3.3 Grafik hubungan bearing capacity factor N c, N q. dan N dan sudut geser dalam φ s (DNV RP F105). Persamaan gaya reaksi tanah statik vertikal tersebut diturunkan dari persamaan bearing capacity untuk fondasi dangkal tipe strip. Persamaan ini hanya valid untuk perhitungan reaksi vertikal saja. Untuk perhitungan penetrasi dengan suatu nilai tekanan kontak R v, terjadi ketidak validan dikarenakan penetrasi yang terjadi pasti lebih besar akibat kegiatan pipelaying dan erosi/scouring, terutama pada pundak free span. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-6

7 . Untuk gaya reaksi tanah aksial maksimum per satuan panjang dihitung dengan persamaan berikut ini; R a v s = R μ untuk jenis tanah sand (non kohesif)...(3.7) R min [ R. μ, b. τ ] = untuk jenis tanah clay (kohesif)... (3.8) a v a μ s = koefisien gesek aksial max τ max = soil shear strength = 0.5.(1 kc). Rv su b...(3.9) k c OCR ip 1.3ip =.1 + ; i p = index plastisitas, dalam %...(3.10) OCR = over consolidated ratio 3. Lalu setelah itu dapat dihitung kekakuan vertikal statik per satuan panjang, dengan persamaan sebagai berikut; K vs, = R V v... (3.11) Jika data geoteknik spesifik yang dibutuhkan untuk perhitungan kekakuan vertikal statik tidak tersedia, maka DNV RP F105 memberikan nilai patokan, dalam tabel 3.3. Tabel 3.3 Nilai Kekakuan Vertikal Statik Sand (kohesif) Clay/silt (nonkohesif) Tipe Tanah K V,S (kn/m/m) Loose 50 Medium 530 Dense 1350 Very Soft Soft Firm Stiff Very Stiff Hard PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-7

8 4. Perhitungan kekakuan vertikal dinamik per satuan panjang, dituliskan dengan persamaan; K V ΔF = V Δ δv... (3.1) Δ F V Δ δ V = kenaikan bertahap gaya vertikal antara pipa dan tanah per satuan panjang. = kenaikan bertahap vertical diplacement akibat pipa. Atau, dengan asumsi untuk fondasi berbentuk kotak (rectangular), bahwa panjang pipa sama dengan 10 kali lebar kontak antara pipa dan tanah, maka kekakuan vertikal dinamik dapat dituliskan dengan persamaan; K V 0.88G = ; ν =poisson ratio... (3.13) 1 ν G = modulus geser tanah (kn/m ) 5. Perhitungan kekakuan lateral (horizontal) dinamik per satuan panjang, dituliskan dengan persamaan; K L ΔF = L Δ δ L... (3.14) Δ F L = kenaikan bertahap gaya horizontal antara pipa dan tanah per satuan panjang. Δ δ L = kenaikan bertahap horizontal diplacement akibat pipa. Dengan asumsi yang sama dengan perhitungan kekakuan vertikal dinamik, maka kekakuan lateral dinamik dapat dituliskan dengan persamaan; KL = 0.76 G(1 + ν )... (3.15) Untuk kondisi deformasi dengan amplitudo kecil, maka modulus geser tanah didapat dari persamaan berikut; PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-8

9 000.(3 es ) σ s 1+ es G = 1300.(3 es ) σ s ( OCR) 1+ es ks σ s = tegangan efektif rata rata (kpa) e s = void ratio k s = koefisien, dari gambar 3.4 untuk tanah sand (kn/m )...(3.16) untuk tanah clay Gambar 3.4 Grafik hubungan k s dan index plastisitas i p (DNV RP F105). 6. Persamaan tegangan efektif rata rata dihitung pada span support, dihitung dengan persamaan berikut ini; 1 q L σs = (1 + Ko ). b. soil b L K o = koefisien tekanan tanah 0.5 SH untuk jenis tanah sand... (3.17) q = submerged pipe weight per unit length (kn/m) L SH = panjang span yang dibebankan pada satu bahu/sisi span. L = panjang span PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-9

10 1 σ s = (1 + Ko ). b. soil untuk jenis tanah clay....(3.18) Rasio antara L SH dan panjang span L bergantung pada jenis tanah pada lokasi span, dan nilai yang diberikan oleh DNV dijelaskan pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Rasio Panjang Span Tersupport dan Panjang Span (DNV RP F105) Sand (kohesif) Clay/silt (nonkohesif) Tipe Tanah L SH / L Loose 0.3 Medium 0. Dense 0.1 Very Soft 0.5 Soft 0.4 Firm 0.3 Stiff 0. Very Stiff 0.1 Hard Pada keadaan normal, dan analisis detail seperti yang telah dijelaskan di atas tidak tersedia, maka besar kekakuan vertikal dinamik K v dan kekakuan lateral dinamik K L dituliskan dengan persamaan berikut ini; ρs 1 KV = CV + D 3 ρ 3... (3.19) : L ρs 1 K = CL + D 3 ρ 3... (3.0) C V dan C L didapat dari tabel 3.5 ρ s / ρ = rasio total massa pipa (tidak termasuk added mass) dengan displaced water. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-10

11 Tabel 3.5 Koefisien Kekakuan Dinamik Vertikal C V dan Lateral C L Tipe Tanah C V (kn/m 5/ ) C L (kn/m 5/ ) Loose Medium Dense Very Soft Soft Firm Stiff Very Stiff Hard Sand (kohesif) Clay/silt (nonkohesif) 8. Gaya tahan tanah lateral maksimum per satuan panjang diberikan oleh persamaan berikut ini; V FL max = μl. FV + 5. soil. D. D 1.5 untuk tanah sand... (3.1) s u V FL max = μl. FV su. D. soil D untuk tanah clay... (3.) 3.. DATA ARUS Data arus yang terdiri dari data kecepatan dan arah arus didapat dari pengukuran di laut. Pengukuran pada suatu rute pipa bawah laut dibagi menjadi beberapa zona pengukuran. Dengan memperhitungkan efek boundary layer, maka alat pengukur (current meter probe) diletakkan pada suatu elevasi referensi. Data arus yang diperoleh bersifat diskrit, per detik, per menit atau per jam. Dari data diskrit ini lalu dilakukan analisis spektum kecepatan dan diambil rata ratanya. Asumsi yang digunakan adalah arus dianggap steady current, yang terdiri dari; Arus pasang surut. Wind induced current. Storm surge induced current, diabaikan dalam Tugas Akhir ini. Density driven current, diabaikan dalam Tugas Akhir ini. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-11

12 Untuk perairan dengan kedalaman lebih dari 100 m, arus memiliki dua karakteristik berbeda, sebagai dirving agent dan steering agent. Driving agent adalah arus pasang surut, dimana gradien tekanan disebabkan oleh elevasi permukaan atau perubahan tekanan, angin dan gaya storm surge. Steering agent adalah arus yang terjadi karena pengaruh topografi dan gaya rotasi bumi. Jenis aliran dibagi menjadi dua zona; Outer zone Merupakan zona aliran yang terjadi pada elevasi yang jauh dari dasar laut, dimana rata rata kecepatan arus dan turbulensi aliran sedikit bervariasi dalam arah horizontal. Outer zone ini terletak pada suatu bentuk seabed yang membentuk suatu puncak atau lebih tinggi dari lembah seabed. Pada suatu seabed yang rata/flat, outer zone diasumsikan terletak pada ketinggian 3600 z o dari seabed. Nilai z o dilihat pada tabel 3.6. Inner zone Merupakan zona aliran dimana rata rata kecepatan arus dan turbulensi aliran menunjukkan variasi secara signifikan dalam arah horizontal. Kecepatan dan arah arus adalah fungsi dari geometri lokal dasar laut. Pada inner zone, profil kecepatan arus dianggap logaritmik pada zona dimana tidak terjadi pemisahan aliran. Maka besar kecepatan pada elevasi pipa dituliskan oleh persamaan berikut; sinθo... (3.3) * ln( z ) ln( z ) * m ( ) = U( zr). * ln( zr ) ln( zm) U z Dan, parameter kekasaran makro z m dituliskan dengan persamaan; * * r ln( zm) = ln( zr ) 0. * zr ( zr zr) + [ ln( zr) ln( zo) ] z... (3.4) U(z * ) = kecepatan arus rata rata pada kedalaman z * (m/s) U(z r ) = kecepatan arus pada kedalaman referensi (m/s), lihat gambar 3.5 z r = kedalaman referensi (m) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-1

13 z * = kedalaman pada profil arus (m) z o = parameter kekasaran seabed, pada tabel 3.6 θ o = sudut antara arah aliran dengan bentang pipa (θ o =90; sin θ o =1). Tabel 3.6 Parameter Kekasaran Seabed z o (DNV RP F 105) Tipe Tanah Kekasaran z o (m) Silt Fine sand Medium sand Coarse sand Gravel Pebble.10 3 Cobble 1.10 Boulder 4.10 Gambar 3.5 Definisi satuan pada analisis data arus (DNV RP F105) DATA GELOMBANG Dalam suatu analisis atau perencanaan desain pipa bawah laut, data gelombang didapatkan dengan dua cara, yaitu dari data pengukuran langsung di laut dan data hasil hindcasting. Data gelombang terdiri dari data tinggi gelombang dan arah gelombang. Hasil pengolahan data pengukuran digunakan untuk kalibrasi atau validasi data gelombang hasil hindcasting. Data yang didapat berupa tinggi gelombang signifikan (H s ) dan perioda spektral puncak (T p ) dan tentunya arah gelombang dalam derajat. Lalu, data hasil hindcasting tersebut dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan gelombang ekstrim perioda ulang tertentu. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-13

14 Dalam Tugas Akhir ini, data gelombang yang dibutuhkan untuk analisis selanjutnya telah tersedia. Data tersebut didapat dari PT Perusahaan Gas Negara, Tbk, dengan metoda pengolahan yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk kecepatan dan percepatan arus partikel akibat gelombang (wave induced current), dihitung berdasarkan persamaan yang telah dijelaskan pada Bab KRITERIA ALIRAN Dengan telah diketahuinya besar kecepatan arus dan partikel gelombang, maka besar kecepatan arus total tersebut harus diklasifikasikan untuk pengambilan langkah analisis selanjutnya. Dasar dari pembagian kriteria ini adalah rasio antara kecepatan arus dan kecepatan partikel gelombang. ( ) α = U U + U C C W... (3.5) U c = kecepatan arus U W = kecepatan partikel gelombang Rasio dari kecepatan arus dan kecepatan partikel ini merupakan faktor yang menentukan dampak aliran arus terhadap pipa. Adanya aliran yang melewati pipa menyebabkan pipa memiliki respon, dalam arah in line (searah arus) dan arah cross flow (tegak lurus vertikal arah arus). Tabel 3.7 menjelaskan kriteria respon dan dampak terhadap pipa berdasarkan rasio kecepatan arus dan gelombang. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa pengaruh arus dan gelombang memberikan pengaruh respon yang berbeda terhadap pipa. Kecepatan arus merupakan tipe steady current, sedangkan kecepatan partikel gelombang merupakan oscillatory current, yang besarnya berkurang dengan bertambahnya kedalaman. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-14

15 α < < α < 0.8 α > 0.8 Tabel 3.7 Kriteria Respon Pipa Terhadap Rasio Aliran Arus (DNV RP F105) Gelombang dominan (Uw > Uc) Arah In line Pembebanan in line dihitung berdasarkan persamaan Morrison. In line VIV akibat vortex sheeding diabaikan. Arah Cross flow Beban cross flow dominan disebabkan oleh vortex shedding asimetris. Gelombang dominan (Uw < Uc) Arah In line Pembebanan in line dihitung berdasarkan persamaan Morrison. In line VIV akibat vortex shedding berkurang dengan keberadaan gelombang. Arah Cross flow Beban cross flow dominan disebabkan oleh vortex shedding asimetris dan menunjukkan situasi arus yang dominan. Arus dominan (Uc >> Uw) Arah In line Pembebanan in line berdasarkan steady drag component dan oscillatory component akibat vortex shedding. Pembebanan in line dihitung berdasarkan persamaan Morrison diabaikan. Arah Cross flow Pembebanan cross flow secara siklik akibat vortex shedding, dan menunjukkan situasi arus murni yang dominan. 3.3 ANALISIS FREE SPAN STATIK PIPA BAWAH LAUT Seperti telah dijelaskan sebelumnya, analisis terhadap free span pada pipa bawah laut dilakukan terhadap dua kriteria utama, yaitu Fatigue Limit Strength dan Ultimate Limit Strength. Analisis dikerjakan pada dua kondisi berbeda, yaitu kondisi statis dan dinamik. Free span merupakan bentang bebas. Pada suatu pipa bawah laut, di bentang bebas tersebut terjadi tegangan dengan besar tertentu akibat massa pipa yang tidak tertumpu oleh seabed. Bentang bebas yang terlalu panjang dapat menyebabkan tegangan berlebihan (excessive yielding) pada pipa. Dengan asumsi kedua ujung pipa pada bentang bebas bertumpu pada perletakan sederhana, maka panjang bentang free span statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut; L st =. CI.. σ e WD. t tot... (3.6) L st = panjang free span statik yang diijinkan (allowable static span length) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-15

16 C = konstanta ujung perletakan I = momen inersia penampang pipa σ e = tegangan ekuivalen (von mises stress) W t = berat pipa terdistribusi merata per satuan panjang D tot = diameter total terluar pipa Dan; W = W + ( F + F ) t sub D I... (3.7) W sub = berat pipa terendam dalam air per satuan panjang (submerged weight) Tegangan ekuivalen atau disebut juga tegangan von mises, merupakan resultan total tegangan yang terjadi pada pipa, akibat tegangan longitudinal, hoop stress, bending stress, end cap stress. Tegangan von mises dituliskan oleh persamaan berikut ini; σ = σ + σ σ σ + 3τ,... (3.8) e h L h L c dimana; σ h = hoop stress σ L = tegangan longitudinal τ c = tegangan geser tangensial, diabaikan dalam perhitungan di Tugas Akhir ini. Dalam perhitungan konservatif, maka perkalian antara hoop stress dan tegangan longitudinal diabaikan, sehingga persamaan tegangan ekuivalen atau tegangan von mises disederahakan menjadi: σ = σ + σ e h L... (3.9) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-16

17 3.4 ANALISIS FREE SPAN DINAMIK PIPA BAWAH LAUT Telah dijelaskan sebelumnya, respon pipa pada suatu sistem free span dinamik diklasifikasikan menjadi dua jenis; yaitu dalam arah in line (searah aliran) dan arah cross flow (tegak lurus aliran); lihat gambar 3.6. Respon dinamik yang terjadi pada suatu free span adalah osilasi dalam dua arah tersebut. Osilasi ini terjadi akibat adanya resonansi vortex shedding yang terbentuk di sekitar pipa. Vortex shedding ini menyebabkan perubahan tekanan secara periodik pada sekitar pipa, sehingga pipa berosilasi, dengan terangkat atau bergeser dan kembali ke posisi awalnya. Fenomena ini dinamakan Vortex Induced Vibration (VIV). Respon cross flow Respon in line flow ARAH ALIRAN Gambar 3.6 Sketsa kategori respon free span dinamik. Seluruh analisis free span dinamik dalam Tugas Akhir ini mengacu pada DNV RP F105 Free Spanning Pipelines, dengan perhitungan kekuatan pipa berdasarkan Fatigue Limit Strength (FLS) dan Ultimate Limit Strength (ULS). PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-17

18 3.4.1 KLASIFIKASI MORFOLOGI SEABED Objek dari morfologi seabed adalah untuk menentukan apakah free span terisolasi atau berinteraksi. Klasifikasi morfologi ini ditentukan berdasarkan tingkat kerumitan atau kompleksitas untuk analisis selanjutnya. Kriteria ini adalah; Dua atau lebih free span yang berurutan/berdampingan dianggap terisolasi (masingmasing) jika perilaku dan karatersitik statik dan dinamiknya tidak dipengaruhi oleh span disebelahnya. Rangkaian suatu free span dikatakan saling berinteraksi jika perilaku dan karakteristik statik dan dinamiknya terpengaruhi oleh keberadaan span di sebelahnya. Dalam hal ini maka lebih dari satu span yang harus dimodelkan dalam pemodelan perilaku& interaksi pipa seabed. Klasifikasi morfologi ini harus ditentukan secara umum berdasarkan analisis statik dan dinamik. Gambar 3.7 dibawah ini mengklasifikasikan span dari jenis tanah seabednya. Gambar 3.7 Klasifikasi morfologi interaksi free span (DNV RP F105). Untuk analisis yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini, digunakan asumsi bahwa hanya satu span tunggal yang akan dilakukan analisis. Interaksi antar span yang melewati gundukan (low deppression) dianggap tidak ada. Analisis hanya dilakukan pada satu span, secara statik dan dinamik. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-18

19 3.4. KLASIFIKASI RESPON PIPA PADA FREE SPAN Klasifikasi respon pipa pada suatu free span ditentukan berdasarkan rasio L (panjang span) dan D (diameter pipa). Kriteria L/D ini diberikan oleh DNV RP F105 dengan klasifikasi pada tabel 3.8. Tabel 3.8 Klasifikasi Respon Pipa Pada Free Span (DNV RP F105) L/D L/D < < L/D < < L/D < 00 L/D > 00 Jenis Respon Amplifikasi dinamik sangat kecil Secara umum, analisis fatigue tidak perlu dilakukan. Beban lingkungan dianggap tidak signifikan untuk menyebabkan respon dinamik pipa dan VIV tidak akan terjadi. Respon didominasi oleh perilaku balok (beam) Merupakan tipikal panjang span untuk kondisi operasi Frekuensi natural sensitif terhadap kondisi batas dan gaya aksial efektif. Respon didominasi oleh perilaku kombinasi balok dan kabel Keadaan yang relevan untuk free span pada uneven seabed untuk sementara. Frekuensi natural sensitif terhadap kondisi batas, gaya aksial efektif, termasuk defleksi awal dan kekakuan geometrik. Respon didominasi oleh perilaku kabel Keadaan relevan untuk pipa berdiameter kecil pada kondisi sementara. Frekuensi natural dipengaruhi oleh bentuk terdefleksi dan gaya aksial efektif. 3.5 KRITERIA SCREENING FATIGUE Screening fatigue yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini mengacu pada DNV RP F105. Kriteria screening adalah meninjau terjadinya fatigue akibat VIV yang disebabkan oleh beban gelombang secara langsung dan kombinasi beban arus & gelombang secara bersamaan. Kriteria fatigue ini telah dikalibrasikan dengan analisis fatigue lengkap untuk memastikan usia fatigue lebih dari 50 tahun. Jika suatu free span tidak memenuhi kriteria screening, maka harus dilakukan analisis fatigue berdasarkan Fatigue Limit Strength (FLS). Selain itu, kriteria ULS juga dicek dalam screening fatigue ini. Dalam tugas akhir ini, screening fatigue hanya merupakan langkah analisis yang harus dikerjakan, karena free span pipa pada studi kasus ini akan ditinjau umur dan kerusakan fatigue nya. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-19

20 Secara umum, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah free span dalam screening fatigue ini. Kriteria screening untuk respon dalam arah in line adalah; f OIL, f U L/ D IL > 1. V. D 50 α c,100 yr IL R, onset... (3.30) f OIL, = frekuensi natural free span untuk arah in line f = faktor keamanan (SF) untuk frekuensi natural; tabel 3.9 IL = faktor screening untuk arah in line; tabel 3.10 U c,100 yr α = rasio aliran arus = max ;0.6 Uw,1 yr+ Uc,100 yr...(3.31) D = diameter terluar pipa L = panjang free span U c,100 yr = kecepatan arus pada kedalaman pipa perioda ulang 100 tahun U w,1yr = kecepatan signifikan partikel gelombang pada kedalaman pipa perioda ulang 1 tahun akibat tinggi gelombang signifikan (Hs) tahunan. IL V Ronset, = reduced velocity untuk permulaan in line (in line onset) Sedangkan, kriteria screening untuk respon dalam arah cross flow adalah; f OCF, f U > + U c,100 yr w,1yr CF VR, onset. D. CF... (3.3) f OCF, = frekuensi natural free span untuk arah cross flow CF = faktor screening untuk arah cross flow; tabel 3.9 V CF Ronset, =reduced velocity untuk permulaan cross flow (cross flow onset) Jika kriteria screening untuk arah in line ini terlampaui, maka analisis fatigue akibat VIV harus dilakukan. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-0

21 dilakukan, jika; Kriteria tambahan lainnya, analisis fatigue akibat beban gelombang langsung tidak perlu U U c,100 yr + U w,1 yr c,100 yr > 3... (3.33) Kriteria diatas berlaku jika kriteria screening untuk in line VIV terpenuhi. Jika tidak, maka harus dilakukan analisis fatigue akibat in line VIV dan beban gelombang langsung. Tabel 3.9 Faktor Keamanan Kriteria Screening (DNV RP F105) IL CF Tabel 3.10 Faktor Keamanan Untuk Fatigue (DNV RP F105) Faktor Keamanan η s f k on Tingkat Keamanan Rendah Normal Tinggi * (1.0) 1.0* (1.15) Keterangan: tanda * merupakan besar faktor yang digunakan jika data detail panjang span, gap dan lainnya tak tersedia. Jika data detail tersedia, maka besar faktor yang dgunakan adalah yang didalam tanda kurung. s = faktor keamanan untuk range tegangan f = faktor keamanan untuk frekuensi natural k = faktor keamanan untuk parameter stabilitas on = faktor keamanan untuk permulaan VIV (VIV onset) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-1

22 3.6 FREKUENSI NATURAL PIPA Suatu free span memiliki frekuensi natural sebagai respon dinamiknya terhadap beban lingkungan dan operasi yang diterima. Besar frekuensi natural free span bergantung kepada jenis tanah, jenis perletakan ujung free span, beban yang diterima pipa, jenis material pipa dan gaya yang bekerja pada pipa. Frekuensi natural pipa dituliskan oleh persamaan berikut; EI Seff δ fo = C CSF C. + C3. meff. Leff PE D...(3.34) C1, C, C3 = koefisien kondisi batas; tabel 3.11 E = modulus Young baja D = diameter terluar pipa m eff = massa efektif pipa L eff = panjang span efektif I = momen inersia penampang S eff = gaya aksial efektif, tension bernilai positif = [massa total pipa + added mass (buoyancy) + massa content] x koef. Added mass C a = koefisien added mass = untuk e/d < e / D untuk e/d CSF = faktor penguat akibat kekakuan beton. δ = defleksi statik, diabaikan untuk arah in line. Tidak lebih dari 4D P E =beban Euler buckling = (1 + CSF).. L eff π EI... (3.35) Tabel 3.11 Koefisien Kondisi Batas Untuk Analisis Free Span (DNV RP F105) Koefisien Pinned pinned Fixed fixed Single span on seabed C C C3 C Shoulder: 14.1(L/L eff ) Midspan: C5 1/8 1/1 Shoulder: 18 ( L / L) 6 Midspan: 1/4 C6 5/384 1/384 1/384 eff PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-

23 3.6.1 GAYA AKSIAL EFEKTIF Pada dasarnya, ketika sebuah pipa bawah laut memiliki suatu penampang tertentu, memiliki nilai momen inersia dan kekakuan, maka pipa bawah laut dapat dikategorikan sebagai balok secara umum. Akan tetapi, pada suatu free span, pipa mengalami regangan yang disebabkan oleh pemuaian material akibat temperatur content, dan juga tekanan content tersebut. Oleh karena itu, pipa bawah laut memiliki karakteristik yang unik dalam analisis mekanika teknik, sehingga tidak dapat disebut balok. Sebuah free span akan mengalami regangan pada kedua ujungnya, sehingga disimpulkan ada gaya aksial yang bekerja padanya. Pada umumnya perpanjangan ini menjadi suatu lendutan vertikal. Gaya aksial efektif bukan merupakan gaya aksial yang bekerja pada dinding pipa. Untuk sebuah free span, maka gaya aksial efektif dapat dituliskan sebagai berikut; [( )..(1 υ) ] [..( ). α ] S = H Δp A A E ΔT eff eff i i s e... (3.36) H eff = tegangan tension dari pipelay barge pada fase instalasi (pipelaying) Δ p i =perbedaan tegangan internal relatif terhadap fase instalasi (Pi=0) A s = luas penampang melintang pipa baja A i = luas penampang bagian dalam pipa (internal cross section) Δ T = perbedaan temperatur relatif terhadap fase instalasi α s = koefisien ekspansi temperatur, diabaikan karena temperatur dianggap konstan 3.6. CONCRETE STIFFNESS ENHANCEMENT FACTOR (CSF) Pada pipa bawah laut, diberikan lapisan pelindung korosi (corrosion coating guard) yang terdiri dari High Density Polyethylene (HDPE). Adanya lapisan beton merupakan armor terluar yang berfungsi sebagai pemberat untuk menjaga stabilitas pipa. Perbedaan kekakuan antara beton, HDPE dan pipa baja dan kombinasi diantaranya, merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi natural dari suatu free span pipa. Dalam perhitungan sederhana, dilakukan analisis mekanika teknik untuk penampang komposit. Untuk Tugas Akhir ini, perhitungan kombinasi kekakuan antara pipa baja dengan lapisan beton dan HDPE mengacu pada DNV RP F105, disebut sebagai CSF pada persamaan berikut ini; PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-3

24 CSF ( EI ) ( EI ) 0.75 conc = κ c steel... (3.37) CSF = faktor rasio kekakuan beton dan kekakuan pipa baja (bare pipe) κ c = konstanta empirik, memperhitungkan deformasi atau slippage pada lapisan HDPE dan keretakan lapisan beton. Bernilai 0.33 untuk lapisan beton/aspal dan 0.5 untuk lapisan HDPE. 1+CSF = stress concentration factor akibat lapisan beton dan titik bending lokal I π = D D 64 conc tcc st =momen inersia lapisan beton I π st = Dst ID 64 = momen inersia pipa baja E conc = f (N/mm ) 0.3 conc f conc = kekuatan tekan material beton pelapis (N/mm ) DEFLEKSI STATIK Defleksi statik adalah lendutan yang terjadi pada suatu free span pipa akibat beban statik yang bekerja pada pipa, yaitu berat sendiri (self weight) dari pipa baja untuk arah cross flow (vertikal) dan gaya hidrodinamika horizontal total maksimum untuk arah in line (horizontal). Pada kasus dimana data defleksi free span tidak ada, maka dapat dihitung dengan persamaan berikut ini; 4 ql. eff 1 δ = C6.. EI(1 + CSF) Seff 1 + C P E... (3.38) C, C6 = koefisien kondisi batas; tabel 3.11 PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-4

25 3.6.4 STATIC BENDING MOMENT Momen lentur statik atau static bending moment adalah gaya dalam momen yang terjadi pada pipa akibat terjadinya free span atau bentangan bebas pada pipa bawah laut. Persamaan momen lentur statik dituliskan sebagai berikut; M statik ql. eff = C5 S 1+ C P eff E, dimana C, C5 adalah konstanta kondisi batas....(3.39) Besaran q merepresentasikan beban pipa, yaitu berat pipa dalam air (pipe submerged weight) untuk perhitungan arah cross flow. Sedangkan untuk arah in line yang diperhitungkan adalah gaya drag dan inersia secara horizontal PANJANG SPAN EFEKTIF Panjang span efektif merupakan panjang ideal span, yang mengasumsikan bahwa panjang free span tersebut pada kondisi fixed to fixed constraint. Pada panjang span efektif ini, dianggap memiliki frekuensi natural yang sama dengan free span yang sebenarnya (aktual) yang ditopang oleh seabed. Besar rasio antara panjang span efektif (L eff ) dan panjang span aktual (L) dituliskan sebagai L eff / L. Nilai rasio ini berkurang seiring bertambah besarnya rasio L/D st dan kekakuan tanah seabed. Besar L eff / L diberikan oleh persamaan; L eff L 4.73 untuk β β + 1.0β = 4.73 untuk β < β β (3.40) β KL. (1 + CSF) EI... (3.41) 4 = log10 K = kekakuan tanah seabed, secara vertikal atau horizontal, statik atau dinamik. Telah dijelaskan secara detail pada subbab 3..1 Data Geoteknik. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-5

26 3.7 RESPONSE MODEL Pemodelan respon amplitudo adalah model empirik yang berguna untuk mencari besar amplitude respon VIV steady state maximum sebagai fungsi dasar hidrodinamika dan parameter struktur. Pemodelan respon ini dilakukan untuk kondisi sebagai berikut: In line VIV untuk arus steady dan kondisi arus dominan Cross flow VIV yang disebabkan gerakan arah in line Cross flow VIV untuk arus steady dan kombinasi gelombang dan arus. Dalam response model ini, analisis in line dan cross flow VIV dilakukan terpisah. Kontribusi kerusakan yang dari first & second in line instability region dalam kondisi arus dominan dianalisis secara implisit dalam model in line. Respon amplitudo bergantung pada beberapa parameter hidrodinamika dan data lingkungan, yaitu; Reduced velocity, V R, subbab 3.7 Bilangan Keulegan Carpenter, KC U w KC = f. D, f w = frekuensi gelombang w Rasio kecepatan aliran arus, α Intensitas turbulensi, I c Sudut aliran relatif terhadap pipa, θ rel Parameter stabilitas, K s K s 4π meζ T = ; ζ T =total modal rasio damping; subbab ρ. D IN-LINE RESPONSE MODEL Respon arah in line dari suatu free span pipa pada kondisi arus dominan berkaitan dengan kondisi vortex shedding simetris. Amplitudo respon terutama bergantung pada reduced velocity V R, parameter stabilitas K s, intensitas turbulensi I c, dan sudut datang arah arus relatif terhadap pipa θ rel. Analisis in line VIV response model ini dilakukan untuk kedua zona instability, yaitu pada daerah 1 (1.0 < V R <.5) dan daerah (.5 < V R < 4.5). jika data data detail untuk perhitungan PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-6

27 amplitudo tegangan in line VIV tidak ada, maka diambil penyederhanaan perhitungan besar amplitudo in line VIV adalah 50% dari besar amplitudo cross flow VIV. Besar range tegangan dari in line VIV adalah sebagai berikut; SIL =. AIL( AY / D). ψ α, IL. s... (3.4) S IL = range tegangan in line VIV A IL = unit amplitudo tegangan, tegangan yang diakibatkan unit diameter dari mode bentuk defleksi in line ψ α,il = faktor koreksi untuk rasio kecepatan aliran arus s = faktor keamanan untuk range tegangan AY / D = amplitudo maksimum in line VIV Besaran AY / D merupakan fungsi dari V R dan K S, ditunjukkan Gambar 3.9 berikut ini; Gambar 3.8 Respon amplitudo in-line VIV vs V Rd dan K Sd (DNV RP F105). PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-7

28 Besar standar deviasi dari amplitudo vibrasi arah in line adalah ( AY / D )/. Dalam penentuan nilai AY / D, maka Besaran reduced velocity dan parameter stabilitas harus dimodifikasi sebagai berikut; V = V., perhitungan V R untuk in line VIV pada subbab Rd R f K Sd K S =, dimana k k dan f adalah faktor keamanan, lihat tabel Faktor reduksi R Iθ,I diasumsikan bernilai 1, dimana sudut datang arah arus dianggap tegak lurus bentang pipa. Penentuan koordinat grafik pada gambar 3.8 diatas dijelaskan pada subbab Besar ψ yang merupakan fungsi reduksi in line VIV akibat kondisi gelombang dominan; α,il ψ α, IL 0.0 untuk α<0.5 ( α 0.5) = untuk 0.5< α< untuk α > Maka, pada kasus dimana α < 0.5, maka in line VIV dapat diabaikan IN-LINE REDUCED VELOCITY Nilai in line onset reduced velocity adalah sebagai berikut; V IL R, onset 1 untuk Ksd < 0.4 on Ksd = untuk 0.4< Ksd < 1.6 on. untuk Ksd > 1.6 on... (3.43) V R IL onset K sd K s = ; k k = faktor keamanan parameter stabilitas; tabel 3.10 PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-8

29 K s 4πmeζ = ρ. D sw T... (3.44) ζ T adalah total rasio modal damping, yang terdiri dari: Redaman struktural ( ζ str ), merupakan damping/redaman yang terjadi akibat adanya gaya gesek internal dari material pipa. Besarnya bergantung pada level regangan dan defleksi yang terjadi. Untuk penyederhanaan diambil sebesar Jika terdapat lapisan beton, diambil nilai antara Redaman tanah seabed ( ζ soil ), merupakan damping/redaman yang terjadi akibat gaya gesek antara permukaan luar pipa dengan tanah seabed. Untuk screening fatigue, diambil sebesar Untuk analisis detail, besar redaman tanah seabed dapat dilihat pada tabel 3.. Redaman hidrodinamik ( ζ h ), merupakan damping/redaman yang terjadi akibat gaya hidrodinamik yang menimbulkan gaya gesek pada permukaan pipa. Untuk VIV yang terjadi pada region lock in, maka nilainya dianggap nol (0). Dan persamaan in line reduced velocity untuk region lainnya dalam grafik pada gambar 3.8 adalah sebagai berikut; A Y 1 /D V A = V D... (3.45) IL y,1 IL R,1 R, onset V A IL IL y, R, = VR, end. D... (3.46) V IL Rend, Ksd untuk Ksd < 1.0 = 3.7 untuk Ksd (3.47) Ay,1 Ksd Ay, = max RIθ,1; D 1. D... (3.48) Ay, Ksd = RIθ, D (3.49) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-9

30 Seluruh hasil perhitungan dari persamaan persamaan diatas akan membentuk grafik seperti gambar 3.8, dengan region masing masing ditunjukkan oleh gambar 3.11 berikut ini; Gambar 3.9 Ilustrasi pembentukan grafik response model in-line VIV (DNV RP F105). Besaran RI θ merupakan fungsi reduksi untuk memperhitungkan efek intensitas turbulensi yang terjadi, yang ditentukan berdasarkan arah datang aliran arus/gelombang menuju pipa (dalam radians). RI θ ditentukan untuk tiap daerah instability, sebagai berikut; R π π θ ( I )... (3.50) Iθ,1 = 1 rel. C 0.03 RI θ, IC 0.03 = (3.51) Besar RI θ,1 dan RI θ, berada diantara 0.0 dan 1.0 (0.0 < ( RI θ,1; I, penyederhanaan dalam Tugas Akhir ini, diambil nilai RI θ,1 dan RI θ, sebesar 1.0. R θ ) < 1.0). Untuk PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-30

31 3.7.3 CROSS FLOW RESPONSE MODEL Vibrasi free span pipa pada arah cross flow dipengaruhi oleh beberapa parameter yang juga turut mempengaruhi vibrasi arah in line. Parameter lainnya yang turut mempengaruhi adalah rasio gap seabed (e/d), bilangan Strouhal (S t ), dan tingkat kekasaran pipa (k/d). Pada situasi aliran dengan arus yang dominan, maka permulaan (onset) dari amplitudo signifikan cross flow VIV terjadi ketika besar V R bernilai 3.0 < V R < 5.0. Sedangkan nilai vibrasi maksimum (amplitudo) terjadi pada 5.0 < V R < 7.0. Untuk pipa dengan nilai specific mass (ρ s /ρ) yang kecil, dan situasi gelombang dominan atau skenarion free span dengan gap dengan seabed kecil, maka vibrasi cross flow mulai terjadi pada.0 < V R < 3.0. Besar range tegangan yang diakibatkan cross flow VIV akibat kombinasi arus dan gelombang dituliskan oleh persamaan berikut ini: SCF =. ACF.( Az / D). Rk. s... (3.5) A CF = unit amplitudo tegangan, tegangan yang diakibatkan unit diameter dari mode bentuk defleksi cross flow R k = faktor reduksi amplitudo akibat adanya damping/redaman s = faktor keamanan dari range tegangan Az / D = amplitudo vibrasi arah cross flow Besar amplitudo maksimum dari vibrasi arah cross flow yang didefinisikan sebagai Az / D untuk kondisi kombinasi arus dan gelombang diambil dari gambar 3.9. Besar standar deviasi dari amplitudo vibrasi arah cross flow adalah ( AZ / D )/. Penentuan koordinat grafik pada gambar 3.9 dibawah ini dijelaskan pada subbab PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-31

32 Gambar 3.10 Respon amplitudo cross flow VIV vs V Rd dan K Sd (DNV RP F105). Parameter R K merupakan faktor reduksi akibat adanya efek damping. Karakteristik vibrasi arah cross flow berkurang dengan adanya damping ini. R k K sd untuk Ksd 4 = K sd untuk Ksd > 4... (3.53) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-3

33 3.7.4 CROSS FLOW REDUCED VELOCITY Nilai cross flow onset reduced velocity bergantung pada kedekatan dengan seabed, geometri trench, rasio aliran arus, dan faktor massa spesifik pipa, dihitung dengan persamaan berikut;ψ proxi,onset V CF R, onset 3. ψ. ψ. ψ. ψ = proxi, onset mass, onset α, onset trench, onset on... (3.54) Dimana: a) ψ, proxi onset 1 e e untuk < 0.8 = 4 D D 1 lainnya...(3.55) merupakan faktor koreksi antara kedekatan jarak antara pipa dan seabed. b) ψ, proxi onset 1 1 ρs ρs + untuk < 1.5 = 3 ρ ρ 1 lainnya...(3.56) Merupakan faktor koreksi akibat perhitungan massa spesifik pipa (ρ s /ρ), dimana ρ s adalah massa pipa baja+coating (tanpa ditambah added mass), dan massa air yang dipindahkan (buoyancy). c) ψ, proxi onset α 1+ untuk α < 0.5 = lainnya... (3.57) Merupakan faktor koreksi akibat perhitungan rasio antara kecepatan arus dan kecepatan partikel gelombang. Δ d) ψ trench, onset = D... (3.58) Merupakan faktor koreksi akibat keberadaan pipa pada suatu parit/trench. Besaran D Δ merupakan kedalaman relatif trench, dengan persamaan; Δ 1.5d e Δ =, dimana; 0 1 D D D... (3.59) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-33

34 Kedalaman trench (d) diambil dari jarak sejauh 3 kali diameter terluar pipa, dihitung dari tengah penampang pipa. Nilai Δ/D diambil sebesar nol (0) jika pipa terletak pada seabed yang rata/flat, atau pada jarak D/4 diatas seabed. Gambar 3.11 menunjukkan sketsa faktor koreksi trench. e) on, merupakan faktor keamanan untuk awal VIV (VIV onset); tabel 3.10 Gambar 3.11 Definisi parameter untuk penentuan faktor koreksi trench (DNV RP F105). Dan persamaan cross flow reduced velocity untuk region lainnya dalam grafik pada gambar 3.9 adalah sebagai berikut; V CF R,1 = 5... (3.60) V 9 A 1.3 D... (3.61) CF CF Z,1 R, = VR, end CF V Rend, = (3.6) 1.30 α > 0.8 semua KC AZ,1 A Z, 0.7 α > 0.8 untuk KC<10 = = D D ( KC 10) α 0.8 untuk 10 KC α 0.8 untuk KC>30...(3.63) Seluruh hasil perhitungan dari persamaan persamaan diatas akan membentuk grafik seperti gambar 3.9, dengan region masing masing ditunjukkan oleh gambar 3.1 berikut ini; PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-34

35 Gambar 3.1 Ilustrasi pembentukan grafik response model cross flow VIV (DNV RP F105). 3.8 ANALISIS ULTIMATE LIMIT STRENGTH (ULS) Analisis untuk kriteria desain Ultimete Limit Strength (ULS) merupakan pengecekan kondisi batas (limit) kekuatan pipa terhadap gaya internal maupun gaya eksternal yang bekerja pada pipa. Analisis ULS sebagian besar dapat diklasifikasikan sebagai analisis free span sataik. Analisis yang dilakukan mengacu pada kriteria ULS yang ditetapkan pada kode standar DNV RP F105 Free Spanning Pipelines. Kriteria ULS tersebut dijelaskan pada DNV OS F101.Pengecekan ULS dilakukan terhadap kriteria kriteria sebagai berikut; Local buckling akibat kombinasi pembebanan. Propagation buckling dan pengecekan kebutuhan buckle arrestor. Secara umum, pengecekan diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, yaitu pengecekan terhadap ketebalan pipa (wall thickness), pengecekan tegangan yang terjadi pada pipa, dan pengecekan terhadap buckling. Untuk pengecekan terhadap tegangan, persamaan tegangantegangan yang terjadi pada pipa telah dibahas dalam Bab Dasar Teori, subbab.3. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-35

36 3.8.1 LOCAL PRESSURE Local buckling mendefinisikan tekanan internal pada suatu posisi spesifik pada pipa relatif terhadap suatu tekanan tetap pada sistem pipa. Akan tetapi, dalam Tugas Akhir ini, hanya akan dibahas parameter parameter local pressure saja untuk dijadikan input parameter perhitungan selanjutnya. Parameter local pressure terdiri dari; Tekanan lokal desain, P ld ( P = P + ρ. gh. )... (3.64) ld d cont Tekanan lokal insidental, P li ( P = P. + ρ. gh. )... (3.65) li d inc cont Tekanan lokal hydrotest, P lt ( P = 1.05 P. + ρ. gh. )... (3.66) lt d inc sw Parameter h merupakan jarak vertikal dari titik referensi ke permukaan laut, atau dengan kata lain merupakan kedalaman pipa pada perairan CONTAINTMENT PRESSURE (BURSTING) Merupakan perhitungan kekuatan pipa terhadap tekanan yang diberikan oleh content selama beroperasi, atau dengan kata lain merupakan tekanan internal. Pengecekan kekuatan pipa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; D t. αu Pd ( SMYS fy, temp)... (3.67) t 3... m SC inc... (3.68) Atau D t Pd η ( SMYS fy, temp)... (3.69) t D t η Pd ( SMTS fy, temp)... (3.70) t 1.15 PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-36

37 Pd = tekanan desain SMYS = Specified Minimum Yield Strength D = diameter pipa baja SMTS = Specified Minimum Tensile Strength t = ketebalan pipa baja f y.temp = derating value temperatur dari teg. leleh inc = SF tek. Insidental = 1.1 f u,temp = derating value temperatur dari teg. tensile m = faktor kekuatan material (untuk ULS = 1.15) SC = faktor safety class (diambil High Class =1.6) αu = faktor utilisasi, diambil EXTERNAL PRESSURE (COLLAPSE BUCKLING) Pengecekan kekuatan pipa harus dilakukan terhadap external pressure untuk perhitungan terhadap kemungkinan system collapse. Tekanan external pada setiap titik sepanjang pipeline harus memenuhi kriteria berikut; Pc Pe... (3.71) 1.1 m SC P e P c = tekanan eksternal = tekanan collapse karakteristik Tekanan collapse dapat diturunkan dari persamaan berikut; 1 PC = y b... (3.7) 3 b= P el el c = Pp + PpPel f d = P P p 1 1 = u b c 0 D ts 1 1 ν = b bc d 1 ν φ = cos 3 u φ 60π y = ucos Dengan: PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-37

38 P el ts E D = 1 ν 3 ; tekanan collapse elastis... (3.73) P f t = α ; tekanan collapse plastis, αfab = (3.74) D s p fy fab D D D max min 0 =, parameter ovalitas pipa, diasumsikan tidak ada (=0.0)...(3.75) LOCAL BUCKLING AKIBAT KOMBINASI BEBAN Local buckling merupakan fenomena keruntuhan struktur pipa akibat adanya kerusakan pada penampang pipa tersebut. Pipa bawah laut harus didesain untuk memiliki safety factor yang cukup terhadap kemungkinan terjadinya local buckling akibat kombinasi beban tekanan eksternal, gaya aksial, dan momen lentur/bending. Gambar 3.13 Ilustrasi local buckling pada penampang pipa bawah laut. Local buckling akibat kombinasi pembebanan momen lentur, gaya aksial efektif, dan tekanan eksternal berlebihan harus memenuhi kriteria pengecekan sebagai berikut; S d M d ΔP d ΔP d SC. m + SC. m (3.76) αcs p αc. M p αc. P b() t αc. P b() t M d S d ΔP d = momen lentur desain = gaya aksial efektif desain = perbedaan kelebihan tekanan desain PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-38

39 M p = tahanan momen plastis ( M = f ( D t ) t )... (3.77) p y s s S p = tahanan karakteristik gaya aksial ( S = f π ( D t ) t )... (3.78) p y s s P b(t) αc = tahanan tekanan bursting (pecah) = parameter tegangan aliran untuk perhitungan pengerasan regangan fu αc = ( 1 β) + β f y ( qh ) D 60 t β = ( 0.4 q + h ) 45 0 D untuk <15 t D untuk 15< <60 t D untuk > 60 t... (3.79) Dan, q h ( Pld Pe ) = Pbt () 3 0 untuk P >P untuk P ld ld e P e... (3.80) Tekanan bursting ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini; ( ) P = min P ; P... (3.81) bt () byt, () but, () P byt, ( ) P bu, ( t) = = t fy ; tekanan bursting untuk yielding limit states...(3.8) D t 3 t fu ; tekanan bursting untuk bursting limit states...(3.83) D t PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-39

40 3.8.5 PROPAGATION BUCKLING Fenomena propagation buckling merupakan buckling yang terjadi merambat pada suatu sistem pipa bawah laut. Penampang pipa berubah bentuk dan berpropagasi/merambat sepanjang pipa. Penyebab utama propagation buckling adalah tekanan external/hidrostatik yang berlebihan. Gambar 3.14 Ilustrasi tipe-tipe propagation buckling pipa bawah laut. Terjadinya propagation buckling pasti didahului oleh terjadinya local buckling. Adanya tekanan awal buckling yang lebih besar dari tekanan tahanan propagating buckle menyebabkan perambatan buckle, sehingga pipa akan collapse. Propagasi akan berhenti ketika tekanan eksternal mendekati atau sama dengan tekanan propagasi. Tekanan tahanan propagasi diberikan oleh persamaan; P t = 35 f α D pr y fab.5... (3.84) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-40

41 Dan syarat pengecekan terhadap propagasi sebagai berikut; Ppr Pe... (3.85) m SC Jika tekanan external lebih besar dari kriteria pengecekan diatas, maka harus diberikan buckle arrestor (penahan buckle) pada pipa PENGECEKAN LOCAL BUCKLING KONSEP ASD Pengecekan local buckling dalam subbab ini dilakukan terhadap kriteria pengecekan dengan konsep format ASD (Allowable Strees Design). Merupakan pengecekan sederhana terhadap tegangan tegangan pada pipa yang berlebihan. Beirikut ini kriteria kriteria yang harus dipenuhi; Hoop stress σ η. SMYS. κ... (3.86) H T Total Longitudinal stress σ η. SMYS... (3.87) L Equvalent stress (von mises stress) σ E η. SMYS... (3.88) Untuk perhitungan longitudinal stress, dimana terdiri dari komponen tegangan bending, maka untuk analisis free span terhadap VIV, maka diberikan persamaan perhitungan momen dan tegangan oleh DNV RP F105 sebagai berikut; M E σ.. dyn I = OD WT... (3.89) σ dyn = tegangan dinamik akibat VIV A IL In line : σ dyn = 0.5max SIL;0.5SCF... (3.90) ACF Cross flow : σ = 0.5S... (3.91) dyn CF PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-41

42 Selanjutnya, kriteria diatas, disebut sebagai ULS untuk kondisi dinamik. Untuk pengecekan ULS pada kondisi statik, maka diberikan persamaan momen lentur statik sebagai berikut, yang telah dijelaskan pada subbab M statik ql. eff = C5 S 1+ C P eff E, dimana C, C5 adalah konstanta kondisi batas....(3.9) Besaran q merepresentasikan beban pipa, yaitu berat pipa dalam air (pipe submerged weight) untuk perhitungan arah cross flow. Sedangkan untuk arah in line yang diperhitungkan adalah gaya drag dan inersia secara horizontal. Maka, untuk setiap persamaan momen lentur dinamik dan statik yang telah dijelaskan, dapat dihitung besar tegangan longitudinal dan ekuivalen dinamik dan statik untuk kemudian dicek terhadap kriteria ASD. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk 3-4

4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN

4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN BAB 4 STUDI KASUS 4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN Inti permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah free span pada pipa bawah laut dan free span remeditation. Studi kasus diambil dari proyek instalasi

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING Jessica Rikanti Tawekal 1 dan Krisnaldi Idris Program StudiTeknikKelautan FakultasTeknikSipildanLingkungan, InstitutTeknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM 2.1. UMUM Pada bab ini akan dijelaskan dasar teori perhitungan yang digunakan dalam keseluruhan tahap pendesainan, seperti

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER (Studi Kasus Crossing Pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT.Perusahaan Gas Negara (Persero)

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Nurman Firdaus, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) JURNAL SAINS AN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) Muhammad Catur

Lebih terperinci

2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR

2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR BAB TEORI DASAR.1 TEORI GELOMBANG LINEAR Dalam suatu analisis perencanaan bangunan atau struktur yang berhubungan dengan laut, maka Teori Gelombang Linear merupakan asumsi atau penyederhanaan atas analisis

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Pendahuluan Analisis pengaruh interaksi tanah-struktur terhadap faktor amplifikasi respons permukaan dilakukan dengan memperhitungkan parameter-parameter yang berkaitan

Lebih terperinci

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 4.2.4.4 Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 Tabel 4.17 Daya Dukung Ultimate, final set lokasi BH 21 Rult Blow Count Ton Blows / ft. 74 6.5 148 1.5 223 15.4 297 22.2 371 26.8 445 32.5 519 39.8

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. Sidang Tugas Akhir (P3) Surabaya, 7 Agustus 2014 PERANCANGAN RISER DAN EXPANSION SPOOL PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS KILO FIELD PT. PERTAMINA HULU ENERGI OFFSHORE NORTHWEST JAVA Oleh: Hidayat Wusta Lesmana

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut ABSTRAK Pipa bawah laut merupakan sarana penting dalam mengalirkan minyak bumi atau gas dari anjungan lepas pantai menuju daratan. Dalam perencanaan jaringan pipa bawah laut terdapat analisis dasar yang

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN 2 DASAR TEORI DESAIN 2.1 Umum Dalam mengerjakan desain suatu jalur pipa bawah laut, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan rute yang akan dilalui oleh jalur pipa (routing). Ada berbagai

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-247 Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) Muhammad

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANALISIS FREE SPAN UNTUK PIPELINE DI BAWAH LAUT STUDI KASUS: PIPELINE DI AREA HANG TUAH TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Ahmad Arif 13104042 PROGRAM

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000

Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000 Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000 Balok adalah salah satu elemen struktur bangunan yang berfungsi utama untuk menerima beban lentur dan geser, namun tidak untuk gaya aksial. Perlu

Lebih terperinci

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. 3108100065 LATAR BELAKANG Pembangunan Tower Apartemen membutuhkan lahan parkir,

Lebih terperinci

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES

Lebih terperinci

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan BAB III PEMODELAN JEMBATAN III.1 Pemodelan Jembatan Pemodelan jembatan Cawang-Priok ini menggunakan program SAP-2000 untuk mendapatkan gaya-gaya dalamnya, performance point untuk analisa push over, dan

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang. Pembagian klasifikasi pondasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan,

Lebih terperinci

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE Oleh: WIRA YUDHA NATA 4305 100 014 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum BAB TEORI DASAR.1 Umum Prinsip utama dalam proses mendesain pipa bawah laut adalah mengusahakan agar sistem pipa yang akan dibangun dapat kuat dan stabil baik pada saat proses instalasi, hydrotest dan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK VOLUME 6 NO., OKTOBER 010 ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK Oscar Fithrah Nur 1, Abdul Hakam ABSTRAK Penggunaan simulasi numerik dalam

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE DARI PLATFORM EZA MENUJU PLATFORM URA SEPANJANG 7.706 KM DI LAUT JAWA Rahmat Riski (1), Murdjito (2),

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii KATA PENGANTAR iv ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2.

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2. ANALISIS FATIGUE PADA PIPA BAWAH LAUT PGN SSWJ Adietra Rizky Ramadhan1 dan Muslim Muin, Ph.D.2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR NOTASI... xviii

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 9 KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK Oscar Fithrah Nur 1 ABSTRAK Keruntuhan yang terjadi pada balok tulangan tunggal dipengaruhi

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-11 1 ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED Oktavianus Kriswidanto, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Imam Rochani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI

BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI IV.1 UMUM Tujuan utama dari pengujian laboratorium ini adalah untuk mendapatkan data percepatan dari struktur balok sederhana yang dijadikan benda uji. Data-data

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Tahap Sarjana pada

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Abstrak

PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Abstrak PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Hendriawan Kurniadi, Tommy Ilyas Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univeritas Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI 4.1 ALTERNATIF PERKUATAN FONDASI CAISSON Dari hasil bab sebelumnya, didapatkan kondisi tiang-tiang sekunder dari secant pile yang membentuk fondasi

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG GROUP BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG 11. Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Perencanaan pondasi tiang pancang meliputi daya dukung tanah, daya dukung pondasi, penentuan jumlah tiang pondasi, pile

Lebih terperinci

BAB III MODELISASI STRUKTUR

BAB III MODELISASI STRUKTUR BAB III MODELISASI STRUKTUR III.1 Prosedur Analisis dan Perancangan Start Investigasi Material Selection Preliminary Structural System Height,Story,spam, Loading Soil cond Alternative Design Criteria Economic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis) Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BETON BERTULANG KOLOM PIPIH PADA GEDUNG BERTINGKAT

ANALISIS STRUKTUR BETON BERTULANG KOLOM PIPIH PADA GEDUNG BERTINGKAT ANALISIS STRUKTUR BETON BERTULANG KOLOM PIPIH PADA GEDUNG BERTINGKAT Steven Limbongan Servie O. Dapas, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: limbongansteven@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Lentur Balok Mac. Gregor (1997) mengatakan tegangan lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka pada

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang, pembagian klasifikasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan kekakuan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT A. DATA BOX CULVERT h1 ta c ts d H h2 h3 L DIMENSI BOX CULVERT 1. Lebar Box L = 5,00 M 2. Tinggi Box H = 3,00 M 3. Tebal Plat Lantai h1 = 0,40 M 4. Tebal Plat Dinding h2 = 0,35 M 5. Tebal Plat Pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton didefinisikan sebagai campuran antara sement portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA Helmi Kusuma NRP : 0321021 Pembimbing : Daud Rachmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur BAB I PENDAHUUAN 1.1. atar Belakang Masalah Dalam perencanaan struktur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur dibebani

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU TUGAS AKHIR DICKY ERISTA 06 0404 106 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci