2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR"

Transkripsi

1 BAB TEORI DASAR.1 TEORI GELOMBANG LINEAR Dalam suatu analisis perencanaan bangunan atau struktur yang berhubungan dengan laut, maka Teori Gelombang Linear merupakan asumsi atau penyederhanaan atas analisis yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari gelombang laut terhadap bangunan atau struktur tersebut. Untuk studi kasus yang dibahas dalam Tugas Akhir ini, yaitu kasus Pipeline Freespan, maka Teori Gelombang Linear diperlukan untuk analisis gaya gaya yang terjadi kepada pipa akibat gelombang laut. Seluruh penurunan teori yang berkaitan dengan gelombang laut dikutip dari referensi Water Wave Mechanic, Dean&Dalrymple, HUKUM KEKEKALAN MASSA Dalam penurunan teori gelombang linear, dengan memperhatikan bahwa gelombang bergerak pada media air, maka penurunan persamaan yang mengatur Teori Gelombang Linear tersebut diturunkan dari Hukum Kekekalan Massa. Hukum Kekekalan Massa menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan begitu saja, tetapi dapat diubah atau ditransformasi. Untuk penerapannya dalam fluida, persamaan dari Hukum Kekekalan Massa ini dinyatakan sebagai berikut: Laju perubahan massa (terhadap waktu) = Laju aliran massa masuk laju aliran massa keluar. Sebagai ilustrasi, maka dapat ditinjau dari sketsa dibawah ini yang menunjukkan konsep matematisnya, untuk aliran massa yang masuk dan keluar dalam arah X ditunjukkan oleh gambar.1. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -1

2 Gambar.1 Ruang tinjau kubus dalam fluida. Pada setiap sisi kubus yang tegak lurus terhadap Δx, Δy, Δz pada kubus fluida, maka jumlah rata rata massa fluida yang masuk harus sama dengan jumlah rata rata massa fluida yang keluar dari kubus. Dilihat dari ruang tinjau kubus dalam fluida bergerak, maka besarnya fluks aliran massa yang masuk kedalam sistem kubus pada sisi tegak lurus Δx (arah X) adalah: Δx Δx ρ x -, yz,. u x-, yz, Δ y Δ z.... (.1) Atau fluks aliran massa yang masuk (arah X) ke dalam sistem kubus tersebut diekspresikan ke dalam deret Taylor sebagai berikut: ( ρu) Δx ρ( x, yzuxyz, ). (,, ) Δy. Δz x... (.) Maka, fluks aliran massa yang keluar dari sisi kubus tegak lurus Δx (arah X) Dan besarnya fluks aliran massa yang keluar dari kubus adalah: Δx Δx ρ x +, yz,. u x+, yz, ΔyΔz... (.3) Atau diekspresikan ke dalam deret Taylor sebagai berikut: ( ρu) Δx ρ( x, yzuxyz, ). (,, ) Δy. Δz x... (.4) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -

3 Dengan meninjau besarnya fluks aliran massa yang masuk dan fluks aliran massa yang keluar dalam arah X, maka selisih massa yang masuk dan keluar adalah sebesar : ( ρu). Δx. Δy. Δz x... (.5) Sama halnya untuk fluks aliran massa dalam arah Y maupun Z, sehingga selisih fluks aliran massa yang masuk dan keluar untuk arah Y adalah: ( ρv). Δx. Δy. Δz y... (.6) dan selisih fluks aliran massa untuk arah Z adalah: ( ρw). Δ x. Δ y. Δ z z...(.7) Maka, besarnya fluks aliran massa total netto dalam ruang tinjau kubus dalam fluida adalah sebagai berikut: ( ρu) ( ρv) ( ρw) Δx. Δy. Δ z+ ο( Δx) x y z... (.8) Notasi 4 ο( Δ x) menunjukkan bahwa deret mengandung derajat atau pangkat tinggi. Sehingga laju perubahan massa di ruang kubus selama selang waktu Δt sebagai berikut: ρ ( t+δt) ( t) Δx. Δy. Δ z = ( Δx. Δy. Δz) t... (.9) [ ρ ρ ] Dimana ρ ( t+δt) adalah massa di ruang kubus pada waktu ( t+ Δt) dan,... ρ() t adalah massa di ruang kubus pada waktu () t Dengan menggunakan Hukum Kekekalan Massa, dimana fluks aliran massa netto = laju perubahan massa dalam ruang kubus, didapat persamaan: ( ρu) ( ρv) ( ρw) ρ + + Δx. Δy. Δ z = ( Δx. Δy. Δz) x y z t...(.10) Jika disederhanakan menjadi: ρ ( ρu) ( ρv) ( ρw) = 0 t x y z... (.11) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -3

4 Dan jika diuraikan untuk setiap suku, maka persamaan menjadi: ρ u v w + ρ u ρ + v ρ + w ρ = 0 t x y z x y z...(.1) Atau yang lebih dikenal sebagai persamaan konservasi massa sebagai berikut: 1 ρ u v w u ρ v ρ w ρ 0 ρ t x y z = x y z...(.13) Dengan membagi seluruh ruas persamaan dengan ρ lalu menyederhanakan seluruh ruas turunan ρ terhadap t menjadi D ρ, dan kecepatan aliran adalah: Dt x u = untuk kecepatan aliran arah sumbu X t y z v = untuk kecepatan aliran arah sumbu Y, dan w = untuk kecepatan aliran arah t t sumbu Z, maka persamaan Kontinuitas didapatkan dengan mensubstitusikan kecepatan aliran untuk tiap sumbu tersebut ke persamaan Maka persamaan Kontinuitas adalah: 1 Dρ u v w = 0 ρ Dt x y z... (.14) Untuk fluida incompressible, dimana massa jenis fluida tidak berubah terhadap waktu, maka Dρ =0, sehingga persamaan Kontinuitas menjadi sebagai berikut: Dt u v w + + = 0 x y z... (.15) Untuk penurunan Teori Gelombang Linear, dimana sifat utama fluida media perambatan gelombang adalah fluida irrorational, maka diperkenalkan variabel φ atau potensial kecepatan, dan. U = 0. U adalah vektor kecepatan aliran fluida, dimana U( x, y, zt, ) = ui. + vj. + wk. dan U =. φ, maka.. φ = 0atau φ = 0... (.16) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -4

5 Maka, persamaan diatas diuraikan menjadi + + φ = 0 x y z...(.17) Atau persamaan dapat dituliskan dalam bentuk lain sebagai berikut: φ φ φ x y z + + = 0... (.18) Dan, persamaan diatas selanjutnya dikenal sebagai Persamaan Laplace..1. PARAMETER GELOMBANG Gelombang merupakan suatu hasil dari diberinya suatu gaya dengan besar dan waktu tertentu kepada suatu media. Untuk bahasan kali ini, media perambatan gelombang adalah fluida air. Tiupan angin pada durasi dan kecepatan tertentu membangkitkan sebagian besar gelombang di permukaan lautan. Ketika gelombang terbentuk, gaya gravitasi dan tegangan permukaan akan bereaksi untuk menimbulkan rambatan gelombang. Penjelasan eksak untuk mendeskripsikan gelombang yang beramplitudo kecil di perairan dalam adalah bahwa gelombang diasumsikan berbentuk sinusoidal. Pemilihan bentuk gelombang ini dikarenakan telah diketahuinya perambatan gelombang pada seutas tali yang digetarkan berbentuk sinusoidal dengan puncak dan lembah gelombang. Untuk gelombang laut, terdapat beberapa parameter penting untuk mendeskripsikannya, yaitu: Panjang gelombang, L. Adalah jarak horizontal antara dua puncak gelombang atau dua lembah gelombang yang saling berurutan. Tinggi gelombang, H. Adalah jarak vertikal dari puncak gelombang ke lembah gelombang. Perioda gelombang, T. Adalah selang waktu yang ditempuh untuk menempuh satu panjang gelombang, dari puncak ke puncak atau lembah ke lembah yang berurutan. Kedalaman perairan, h. Adalah kedalaman perairan dimana gelombang tersebut dirambatkan. Amplitudo gelombang, A. adalah simpangan terbesar dari titik simpul gelombang ke puncak atau lembah gelombang. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -5

6 Parameter parameter lainnya, seperti potensial kecepatan, kecepatan rambat gelombang, kecepatan partikel air, dan lainnya, akan dijelaskan berikutnya. Gambar. dibawah ini akan menunjukkan sketsa profil gelombang. Arah rambat gelombang Gambar. Sketsa profil gelombang air. Untuk menurunkan persamaan persamaan Teori Gelombang Linear, dibutuhkan persamaan pengatur yang bersifat umum. Persamaan pengatur dalam hal ini adalah persamaan Laplace yang telah diturunkan dalam subbab.1.1. Sedangkan untuk mendapatkan persamaan persamaan solusi yang bersifat khusus, maka diperlukan syarat syarat batas..1.3 SYARAT BATAS Solusi tepat dari persamaan pengatur tentang Teori Gelombang Linear ini sulit ditentukan karena syarat batas permukaan memiliki suku suku tak linear, dimana terdapat perkalian antar variabel, dan nilai z = η( x, t) tidak diketahui. Oleh karena itu, maka dilakukan pelinearan agar tidak terdapat perkalian antar variabel tersebut. Pelinearan yang dilakukan mengambil asumsi bahwa tinggi gelombang H jauh lebih kecil dari panjang gelombang L dan kedalaman perairan h. Dasar asumsi inilah, yaitu H<<L,h yang menjadikan teori gelombang ini disebut Teori Gelombang Linear. Dengan asumsi ini maka nilai suku suku non linear dapat diabaikan dan syarat batas juga dapat diterapkan di z=0. a) Syarat batas pertama adalah syarat batas kinematis (Kinematic Free Surface Boundary Condition) yaitu: PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -6

7 φ η φ =. η pada z = η( x, t) z t x x... (.19) Maka, dengan pelinearan didapat: φ η = z t pada z = 0... (.0) b) Syarat batas yang kedua adalah syarat batas dinamis (Dynamic Free Surface Boundary Condition) yaitu: φ 1 φ φ gη = C() t t x z Maka, dengan pelinearan didapat: pada z = η( x, t)... (.1) φ + gη = C() t z pada z = 0... (.) c) Syarat batas ketiga adalah syarat batas dasar perairan (Bottom Boundary Condition), ditentukan pada z= h. Syarat batas diambil dengan asumsi tidak ada kecepatan aliran atau partikel yang masuk kedalam dasar perairan dikarenakan dasar perairan yang impermeable. h u. + w = 0 x atau w h u = x... (.3) h Suku pada persamaan menunjukkan bahwa arah kecepatan partikel merupakan x fungsi dari jarak horizontal atau dengan kata lain tangensial terhadap dasar perairan. Untuk dasar perairan yang datar maka: φ w = = 0 z pada z = h,... (.4) Maka kecepatan partikel tegak lurus dasar perairan adalah nol. d) Syarat batas terakhir adalah syarat batas periodik. Syarat batas ini menunjukkan bahwa gelombang bergerak terhadap ruang dan waktu. φ( x, t) = φ( x+ L, t) φ( x, t) = φ( x, t + T)... (.5) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -7

8 .1.4 PERSAMAAN SOLUSI TEORI GELOMBANG LINEAR Dari persamaan laplace dan syarat batas yang diterapkan padanya, maka persamaan Laplace tersebut dapat diselesaikan dengan metoda pemisahan variabel, sehingga untuk gelombang berjalan didapatkan Persamaan potensial kecepatan φ sebagai berikut. gh cosh k( h + z) φ =..sin( kx ωt) ω coshkh... (.6) Dari syarat batas dinamis, dimana pada z=0 terdapat η = 0 dan C(t)=0, maka η = 1 g φ t pada z = 0, sehingga, H η = cos( kx ωt)... (.7) Dengan menurunkan η terhadap t, dan Φ terhadap z dan mensubtitusikannya ke syarat batas kinematis, diturunkan suatu persamaan baru yang disebut dengan Persamaan Dispersi sebagai berikut. ω = gk tanh kh,... (.8) dimana ω = π T, dan besaran bilangan gelombang k, dimana k π =. L Maka, persamaan yang menunjukkan bahwa gelombang berjalan atau merambat pada semua tipikal perairan diberikan oleh Persamaan cepat rambat gelombang berikut ini. π h g. π.tanh π =, disederhanakan menjadi T L L C = L g.tanhkh T = k atau g C = tanh kh k... (.9) Dan Persamaan panjang gelombang; L = gt.tanhkh π... (.30) Dengan memperhatikan perilaku gelombang yang berbeda untuk tiap tipikal perairan, maka untuk laut dalam dimana h>> sehingga kh menjadi besar maka tanh kh 1 atau kh=1. Maka panjang gelombang dan cepat rambat gelombang di laut dalam adalah: PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -8

9 L o gt = dan C π o = L T o... (.31) Sedangkan untuk laut dangkal, dimana h<< sehingga kh menjadi kecil (diabaikan), maka tanh kh kh. Maka panjang gelombang dan cepat rambat gelombang di laut dangkal adalah: gt π h L =. dan C = gh π L... (.3) Maka dari itu, dalam Teori Gelombang Linear ini persamaan gelombangnya diklasifikasikan menjadi tiga jenis perairan dengan syarat batas tertentu yang ditunjukkan oleh gambar.3. Gambar.3 Klasifikasi gelombang sesuai tipe perairan dan sketsa trayektori partikel air. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -9

10 .1.5 KECEPATAN DAN PERCEPATAN PARTIKEL AIR Dengan telah diketahuinya persamaan potensial kecepatan, maka kecepatan dan percepatan partikel air dapat diturunkan. Kedua persamaan ini diturunkan dari persamaan potensial kecepatan. Kecepatan partikel air merupakan turunan (differensial) potensial kecepatan terhadap arah gerak partikel. Percepatan partikel merupakan turunan (differensial) kecepatan partikel air terhadap waktu. Kecepatan partikel air pada arah horizontal u: φ ghk cosh k( h + z) u = =..cos( kx ωt) x ω cosh kh... (.33) Kecepatan partikel air arah vertikal w: φ ghk sinh k( h + z) w= =..sin( kx ωt) z ω cosh kh... (.34) Dan, untuk percepatan partikel air arah horizontal u: u ghk cosh k( h+ z) au = =..sin( kx ωt) t coshkh... (.35) Percepatan partikel air arah vertikal w: w ghk sinh k( h+ z) aw = =..cos( kx ωt) t cosh kh... (.36) Menurut Teori Gelombang Linear, gelombang yang merambat dalam media air hanya dirambatkan saja, akan tetapi massa airnya tidak berpindah melainkan hanya berputar putar saja dalam trayektori tertentu yang berbentuk elips atau lingkaran. Kecepatan partikel air yang dibahas ini adalah kecepatan partikel air tersebut berputar atau bergerak dalam trayektori tersebut. Untuk perairan dangkal, trayektori partikel air cenderung elipsoidal, dan untuk periaran dalam memiliki trayektori partikel air yang cenderung bulat. Gambar.4 akan menunjukkan perpindahan atau pergerakan partikel air untuk periaran dangkal dan dalam. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -10

11 Gambar.4 Ilustrasi pergerakan partikel air untuk perairan dangkal dan dalam (CEM, 001). Oleh karena itu, kecepatan dan percepatan partikel air untuk tiap arah merupakan fungsi dari posisi, dan memiliki beda fasa sebesar Ilustrasi perbedaan fasanya ditunjukkan oleh gambar.5. Kecepatan partikel air untuk arah horizontal bernilai maksimum pada fasa ( kx ωt) = 0, π, π,..., dan kecepatan partikel air untuk arah vertikal bernilai maksimum pada fasa π 3π ( kx ωt) =,,... Gambar.5 Ilustrasi perbedaan fasa antara kecepatan dan percepatan partikel air (CEM, 001). PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -11

12 . TEORI GAYA GELOMBANG Perhitungan gaya gaya hidrodinamika yang bekerja pada suatu struktur lepas pantai ataupun pipa bawah laut belum dapat dihitung secara eksak, baik dengan penurunan secara percobaan maupun teoritis. Oleh karena itu, digunakan metoda penyederhanaan untuk mendekati perhitungan gaya hidrodinamik pada struktur laut tersebut. Salah satu metoda pendekatan perhitungan gaya hidrodinamika adalah dengan metoda Morrison. Metoda ini menghitung gaya hidrodinamika yang terjadi pada suatu struktur akibat gelombang laut di permukaan. Metoda ini cocok untuk diterapkan pada struktur lepas pantai maupun pipa bawah laut, dikarenakan perbandingan antara dimensi struktur terhadap panjang gelombang relatif kecil. Kriteria batas dapat digunakannya metoda Morrison adalah D/L 0., dimana D adalah diameter struktur dan L adalah panjang gelombang. Pada kasus suatu gaya hidrodinamika mengenai suatu struktur pipa bawah laut, maka diasumsikan diameter terluar dari pipa tersebut masih jauh lebih kecil dari panjang gelombang laut, sehingga gelombang tersebut melewati struktur tanpa gangguan yang berarti. Gelombang yang bergerak melewati struktur tersebut tidak terganggu, akan tetapi pengaruh terhadap struktur terjadi akibat adanya vortex (wake formation) yang terbentuk di belakang struktur dan flow separation. Gaya hidrodinamika yang terjadi pada struktur adalah gaya inersia dan gaya seret. Pada teori gaya gelombang Morrison ini, gaya hidrodinamika yang terjadi diturunkan dari fluktuasi gelombang laut pada lokasi tersebut. Adanya gelombang laut yang merambat di permukaan menyebabkan arus pada perairan tersebut. Arus yang terjadi akibat gelombang ini disebut dengan wave induced current. Arus ini terjadi akibat pergerakan partikel air di bawah gelombang pada trayektori elips atau lingkaran (lihat gambar.3,.4 dan.5). Oleh karena itu, arus akibat gelombang ini hanya bersifat lokal dan memiliki fasa tertentu dimana besarnya dapat bernilai maksimum atau minimum. Gaya gelombang Morrison yang terjadi pada suatu struktur adalah penjumlahan dari gaya inersia dan gaya seret. Gaya seret (drag force) terjadi akibat gaya gesekan yang terjadi antara fluida dan dinding pipa (skin friction), dan vortex yang terjadi di belakang struktur (gambar.6). Gaya inersia terjadi pada struktur akibat gaya oleh perubahan perpindahan massa air yang disebabkan oleh keberadaan pipa. Perubahan perpindahan massa diakibatkan oleh adanya fluktuasi percepatan arus (gambar.7). Pada intinya, faktor yang mempengaruhi gaya seret adalah kecepatan partikel air. Sedangkan faktor yang mempengaruhi gaya inersia adalah percepatan partikel air. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -1

13 ..1 GAYA SERET (DRAG FORCE) Nilai gaya seret (drag force) yang terjadi pada suatu struktur silinder dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini. 1 fd =. ρ. CD. AP. U. U atau Dimana: 1 fd =. ρ. CD. DU.. U... (.37) f d = gaya seret per satuan panjang ρ = massa jenis air A P = luas proyeksi pipa per satuan panjang D = diameter pipa/silinder U = kecepatan arus total C D = koefisien drag Adanya tanda absolut menyatakan bahwa arah gaya harus dan pasti searah dengan arah arusnya. Kecepatan arus total adalah jumlah atau superposisi dari kecepatan arus akibat gelombang (wave induced current) dan kecepatan arus pasut (tidal current). Luas proyeksi pipa merupakan proyeksi pipa dari tampak depan tegak lurus arah arus. Besar kecepatan dan percepatan partikel air ini didapat dari penurunan teori gelombang linear, teori Stokes orde 5, teori gelombang Solitary, teori gelombang Cnoidal, steram function dan sebagainya. Pemilihan teori gelombang yang akan digunakan bergantung pada karakteristik kondisi laut yang dimodelkan atau dilakukan analisis. Untuk penyederhanaan dalam tugas akhir ini, digunakan teori gelombang linear untuk memperoleh besar kecepatan dan percepatan partikel air dari penurunan terhadap potensial kecepatan. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -13

14 .. GAYA INERSIA (INERSIA FORCE) Gaya inersia terjadi pada struktur akibat gaya oleh perubahan perpindahan massa air yang disebabkan oleh keberadaan pipa. Faktor yang mempengaruhi gaya inersia adalah percepatan partikel air. Perubahan perpindahan massa diakibatkan oleh adanya fluktuasi percepatan arus. Nilai gaya inersia yang terjadi pada suatu struktur silinder dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini. f I = ρ. CVU I.. atau fi = ρ. CI. AU.... (.38) Dimana; f I = gaya inersia per satuan panjang V = volume pipa per satuan panjang A = luas penampang pipa C I = koefisien inersia = C M + 1 U = percepatan arus C M = koefisien added mass..3 GAYA MORRISON TOTAL Maka, gaya morrison total per satuan panjang yang terjadi pada pipa adalah jumlah dari gaya seret dan gaya inersia, dan dituliskan oleh persamaan berikut ini. 1 ft =. ρ. CD. DU.. U + ρ. CI. AU.... (.39) Pada suatu kasus dimana diameter struktur cukup besar dibanding panjang gelombang, mencapai D/L > 0., maka pengaruh gaya seret akibat gelombang akan menjadi tidak signifikan akibat vortex yang tidak sempat terbentuk. Dalam kasus ini gaya inersia akan lebih dominan akibat besar volume atau massa air yang terpindahkan akibat adanya struktur tersebut...4 GAYA ANGKAT (LIFT FORCE) Gaya hidrodinamika lainnya adalah gaya angkat (lift force). Gaya ini bekerja dalam arah tegak lurus arah rambatan gelombang/arus. Gaya angkat ini terjadi akibat adanya konsentrasi streamline pada bagian atas pipa. Pada gambar.6, terlihat bahwa terdapat konsentrasi streamline di atas pipa. Konsentrasi streamline membuat kecepatan arus pada atas pipa tersebut menjadi besar, sehingga tekanan hidrodinamik mengecil, dan pipa menjadi terangkat. Jika terdapat celah PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -14

15 antara pipa dan seabed, maka konsentrasi streamline akan terjadi, sehingga dengan proses yang sama pipa akan jatuh kembali, atau dengan kata lain gaya angkat yang terjadi bernilai negatif. Maka, persamaan gaya angkat (lift force) yang terjadi adalah sebagai berikut. f L 1 =. ρ. CL. DU.. U... (.40) Dimana: C L = koefisien gaya angkat (lift force coefficient) Gambar.6 Ilustrasi konsentrasi streamline yang melewati pipa. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -15

16 ..5 KOEFISIEN GAYA HIDRODINAMIKA Penentuan koefisien koefisien C D, C I, C M, dan C L mengacu pada kode DNV 1981 Submarine Pipeline Systems. Besarnya koefisien koefisien ini bergantung kepada parameter karakteristik kondisi aliran dan pipa. Parameter parameter yang mempengaruhi antara lain: Bilangan Reynold; UD. Re = (non dimensional) ν dimana ν = viskositas kinematik = x 10 5 ft /s pada air 60 0 F. Bilangan Keulegan Carpenter; K C U. w T =, T = perioda gelombang (s) D Kekasaran pipa, dengan parameter k/d, dimana k adalah tinggi kekasaran. Jarak antara pipa dengan batas tetap, dengan parameter H/D, dimana H adalah jarak. Dari parameter parameter diatas, maka besar koefisien koefisien dapat ditentukan dari grafik grafik pada gambar.7. Selain itu, menurut referensi Offshore Pipelines, Guo, 005, besar koefisien C D dan C L untuk pipa yang tergeletak di seabed dapat ditentukan dari grafik pada gambar.8. Selain itu, besar koefisien C D, C I, dan C L untuk kasus dimana tidal current dan wave induced current bekerja bersamaan menimbulkan gaya, ditunjukkan oleh gambar.9. Untuk keperluan praktis, dapat diambil besar koefisien tersebut dari kode API RP A untuk pendesainan struktur lepas pantai sebagai berikut. Permukaan smooth C D = 0.65, C M = 1.6 Permukaan rough C D = 1.05, C M = 1. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -16

17 Gambar.7 Grafik penentuan koefisien hidrodinamika (DNV 1981 Submarine Pipeline Systems). PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -17

18 Gambar.8 Grafik penentuan C D dan C L untuk pipa tergeletak pada seabed (Offshore Pipelines, Guo, 005). Gambar.9 Grafik koefisien hidrodinamika untuk arus dan gelombang yang bekerja bersamaan pada on-bottom pipe (Offshore Pipelines, Guo, 005). PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -18

19 Dari grafik grafik diatas maka besar koefisien hidrodinamika dapat ditentukan. Akan tetapi berlaku beberapa syarat dan penyederhanaan mengacu pada DNV 1981 sebagai berikut: Besar koefisien hidrodinamik yang diambil sebaiknya dari hasil percobaan model fisik. Untuk pipa yang tidak dipengaruhi oleh batas tetap seperti seabed, contohnya pada free span, maka koefisien added mass C M =1. Koefisien drag C D adalah fungsi dari bilangan Keulegan carpenter K C untuk pipa smooth yang tertutupi oleh marine growth hanya untuk kondisi aliran superkritis (Fig. A.8) berdasarkan bilangan Reynolds, dan hanya valid untuk aliran yang bebas dari batas tetap (seabed). Besar Koefisien drag C D pada arus steady untuk nilai K C tak hingga adalah asimtot dari kurva pada grafik. Untuk pipa yang dekat dengan batas bebas (seabed), maka besar koefisien drag C D harus dikalikan dengan faktor koreksi pada Fig. A.9. Besar koefisien gaya angkat C L untuk aliran steady = 1. Untuk pipa yang dekat dengan batas bebas (seabed), maka besar koefisien gaya angkat C L harus dikalikan dengan faktor koreksi pada Fig. A.11. Untuk keperluan praktis, berdasarkan bilangan Reynolds untuk pipa terekspos pada aliran steady, maka koefisien hidrodinamika dapat diambil dari tabel.1 berikut ini. Re C D C L C M Re < 5.0 x x 10 4 < Re < 1.0 x x 10 5 < Re <.5 x (Re / 3.0 x 10 5 ) 1. (Re / 5.0 x 10 5 ).5 x 10 5 < Re < 5.0 x (Re / 5.0 x 10 5 ) Re > 5.0 x Tabel.1 Rekomendasi Koefisien Hidrodinamika untuk Aliran Steady (A.H Mouselli, 1981) Teori gaya Morrison ini hanya dapat diaplikasikan pada struktur yang diasumsikan rigid. Bila struktur memiliki respon dinamik, dengan memiliki kecepatan dan percepatan respon, maka partikel fluida bergerak dengan kecepatan relatif terhadap struktur tersebut. Pada kasus ini, digunakan kecepatan dan percepatan relatif partikel fluida terhadap struktur, atau wave slamming, dengan persamaan Morrison yang juga mengacu pada DNV PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -19

20 .3 TEORI MEKANIKA TEKNIK Dalam Tugas Akhir ini, analisis free span pipa bawah laut dilakukan mengacu pada kode DNV RP F 105. Kode ini mensyaratkan desain free span pipa terhadap kondisi Ultimate Limit State (ULS) dan kondisi Fatigue Limit State (FLS). ULS merupakan syarat kekuatan pipa menahan gaya gaya yang bekerja terhadap buckling, atau analisis mekanika teknik secara statis. FLS merupakan syarat kekuatan pipa terhadap Vortex Induced Vibration yang dapat menyebabkan kegagalan pada pipa. Untuk kasus free span, terdapat gaya gaya yang bekerja pada pipa, yaitu gaya internal dan gaya lingkungan dari luar. Gaya gaya internal contohnya adalah tekanan internal, tegangan longitudinal. Gaya internal ini pada umumnya disebabkan oleh kondisi instalasi dan operasi pipa. Besarnya gaya atau tegangan dan dampak yang terjadi pada pipa bergantung pada tipe material pipa yang digunakan..3.1 HOOP STRESS Hoop stress atau tegangan tangensial ini merupakan tegangan yang terjadi akibat tekanan yang diberikan pada suatu silinder dan bekerja pada dinding silinder tersebut. Untuk pipa bawah laut, maka tekanan tersebut diberikan dari dalam pipa dan dari luar pipa. Penurunan persamaan hoop stress menggunakan asumsi silinder berdinding tipis, dimana D (diameter luar) / t (ketebalan dinding) lebih besar dari 0 (D/t > 0). Tekanan dari dalam pipa disebabkan oleh tekanan muatan pipa. Tekanan dari luar pipa disebabkan oleh tekanan hidrostatik akibat pipa berada pada kedalaman tertentu di bawah laut. Resultan antara tekanan internal dan eksternal disebut sebagai P = Po Pi Gambar.10 Ilustrasi tekanan internal dan tekanan eksternal pada pipa bawah laut. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -0

21 Maka resultan keseimbangan gaya vertikal yang terjadi adalah: π 0 Prd.. θ.sinθ. F = 0 θ π Pr. sin θ. dθ =. F 0 θ. Pr. =. F θ atau F = θ Pr.... (.40) Maka tekanan atau tegangan tangensial yang terjadi adalah gaya tangensial F θ dibagi ketebalan dinding. Fθ Pr. σ h = = atau σ h = t t Dimana: D = diameter pipa =.r PD.. t... (.41) P = P P =resultan tekanan yang mengelilingi pipa o I Sedangkan, untuk silinder berdinding tebal, maka besar hoop stress diturunkan dari tegangan radial. Tegangan radial diberikan oleh persamaan berikut ini; σ = r Fθ t... (.4) Dimana r adalah selisih antara diameter terluar dan ketebalan dinding, tidak seperti pada gambar.10. Untuk silinder berdinding tebal, tegangan radial yang bekerja pada potongan melintang pipa didefinisikan sebagai hoop stress. Maka, persamaan hoop stress adalah; σ H Pr. = = t P P ( OD WT) O I. t... (.43) Maka, tegangan end cap effect adalah tegangan yang disebabkan oleh tegangan fluida dalam pipa pada ujung pipa yang tertutup. Adanya tegangan ini berpengaruh terhadap bending yang terjadi pada pipa. Persamaan end cap effect diberikan oleh; σ H σ ep =... (.44) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -1

22 .3. BENDING STRESS Tegangan tekuk (bending stress) terjadi akibat adanya momen tekuk pada pipa, sehingga perlu diketahui beban total penghasil gaya tekuk pada pipa. Beban ini merupakan kombinasi dari berat pipa dalam air dan gaya hidrodinamik horizontal dengan persamaan berikut; ( ) q = W + F + F sub D I max... (.45) Maka, tegangan tekuk maksimum yang terjadi adalah; M. y M. D σ B = = I. I B B tcc... (.46) Persamaan momen tekuk statik maksimum (M B ) diberikan oleh DNV 1981 sebagai berikut; M B ql = C. eff... (.47) Panjang efektif (L eff ) akan dijelaskan pada Bab 3, subbab Sedangkan C adalah konstanta kondisi batas perletakan, diberikan pada tabel THERMAL STRESS Thermal stress adalah tegangan yang terjadi akibat adanya ekspansi (pemuaian) yang terjadi pada pipa. Persamaan tegangan pemuaian adalah sebagai berikut; σ T = E. αt. Δ T... (.48) Dimana; E α T ΔT = modulus elastisitas baja = perbedaan temperatur antara kondisi instalasi dan operasional = koefisien ekspansi thermal PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -

23 .3.4 POISSON STRESS Poisson stress merupakan tegangan yang terjadi akibat adanya tegangan residual pada saat fabrikasi pipa, sehingga pipa harus kembali ke keadaan semula. Maka, kembalinya pipa ke keadaan semula menyebabkan terjadinya gaya aksial, sehingga menyebabkan kontraksi pada dinding pipa. σ p = ν. σ H... (.49).3.5 LONGITUDINAL STRESS Longitudinal stress merupakan kombinasi dari bending stress, thermal stress, end cap effect,dan poisson effect. Longitudinal stress ini merupakan tegangan aksial yang bekerja pada penampang pipa. Persamaan longitudinal stress adalah sebagai berikut; σ L = σb + σep + σt + σ p... (.50) Gambar.11 Ilustrasi tegangan longitudinal pada pipa..3.6 EQUIVALENT STRESS Equivalent stress merupakan resultan seluruh komponen tegangan yang terjadi pada pipa. Persamaan tegangan ekuivalen dirumuskan sebagai tegangan von mises berikut ini; σ = σ + σ σ. σ + 3. τ E H L H L x... (.51) Besaran tegangan geser tangensial τ x diabaikan dalam perhitungan tegangan ekuivalen ini karena besarnya tidak dominan dibanding komponen tegangan lainnya. Untuk perhitungan konservatif maka perkalian antar tegangan tangensial dan longitudinal diabaikan. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -3

24 .4 VORTEX INDUCED VIBRATION (VIV) Fenomena Vortex Induced Vibration (VIV) adalah fenomena terjadinya vibrasi atau getaran yang terjadi akibat resonansi yang disebabkan oleh terbentuknya wake atau vortex di belakang struktur membelakangi arah aliran. Ketika aliran fluida mengalir melewati pipa, maka akan terbentuk vortex di belakang pipa. Vortex ini disebabkan adanya turbulensi dan ketidak stabilan aliran di belakang pipa. Pembentukan vortex (vortex sheeding) ini menyebabkan perubahan tekanan hidrodinamika secara periodik pada pipa, sehingga mengakibatkan bentang pipa (pipe span) bervibrasi. Frekuensi vortex shedding yang terjadi tergantung pada diameter pipa dan kecepatan aliran. Mengacu pada DNV 1981, frekuensi vortex ini disebut juga frekuensi Strouhal. Jika frekuensi Strouhal ini memiliki besar yang mendekati atau bahkan menyamai frekuensi natural pipe span, maka akan terjadi resonansi pada pipe span tersebut. Resonansi yang terjadi dapat mengakibatkan kegagalan/collapse pada pipe span, dengan pola keruntuhan kelelehan (yielding) dan tentunya keruntuhan kelelahan (fatigue). Osilasi akibat resonansi yang terjadi pada pipa terjadi dalam dua arah, yaitu dalam cross flow dan in line. Osilasi yang lebih harus diperhatikan adalah dalam arah cross flow, akan dijelaskan lebih detil pada bab 3. Gambar.1 menunjukkan ilustrasi vortex yang terjadi pada area pipe downstream, dan arah osilasi. Gambar.1 Ilustrasi vortex shedding dan arah osilasi yang terjadi pada pipa. Keruntuhan struktur pipa akibat terjadinya resonansi/osilasi dapat dicegah bila frekuensi vortex memiliki nilai dengan interval yang jauh berbeda dari frekuensi natural pipe span. Pencegahan atau tindakan mitigasi pipe span ini dilakukan setelah pipa digelar dan dilakukan survey akhir. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahap span correction. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -4

25 Besar frekuensi vortex shedding atau frekuensi Strouhal adalah: f V ( + U ) S U = D. C W tcc... (.5) Dimana: f V = frekuensi vortex shedding Uc+Uw = kecepatan aliran total S D tcc = bilangan Strouhal = diameter pipa Bilangan Strouhal merupakan bilangan frekuensi non dimensional dari vortex shedding dan fungsi dari bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds sendiri merupakan rasio dari gaya inersia dan gaya viscous, telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. DNV 1981 menganjurkan nilai bilangan Strouhal diambil dari grafik pada gambar.13 di bawah ini. Gambar.13 Grafik hubungan bilangan Reynolds dan bilangan Strouhal (DNV 1981 Submarine Pipeline Systems). Sedangkan, besar frekuensi natural bentang bebas pipa bergantung pada kekakuan pipa, panjang bentang, kondisi ujung ujung bentang, dan massa efektif dari pipa. Frekuensi natural pipa diberikan oleh A.H Mouselli dengan persamaan berikut ini. f n Ce EI =.... (.53) π. L M s e PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -5

26 Dimana: f n = frekuensi natural pipa M e =massa efektif pipa C e = konstanta perletakan ujung bentang EI = kekakuan pipa Untuk konstanta perletakan ujung bentang C e, besarnya berbeda untuk tiap tipe perletakan. Tabel. berikut ini menunjukkan besar C e untuk tiap tipe perletakan. Tabel. Konstanta Perletakan Ujung Bentang Pipe Span Tipe Perletakan Pipe Span C e Pinned to pinned 1.0 π = 9.87 Fixed to pinned 1.5 π = 15.5 Fixed to fixed 1.50 π =. Sedangkan, massa efektif adalah penjumlahan total dari unit mass pipa dan coating layer, unit mass content yang diangkut, dan unit mass dari air yang dipindahkan (added mass). M e = M p + Mc + Ma... (.54) Dimana: M e = massa efektif M p = unit mass pipa dan coating M c = unit mass content pipa M a = unit mass buoyancy (added mass) Maka, dari parameter parameter yang telah disebutkan diatas, maka besar frekuensi Strouhal dan frekuensi natural pipe span dapat dihitung. Faktor ini menjadi acuan desain keamanan pipa terhadap fenomena VIV. Desain pipa yang aman terhadap VIV adalah desain yang memiliki nilai frekuensi natural pada allowable pipe span yang jauh dari nilai frekuensi Strouhal atau vortex shedding. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -6

27 Selain itu, terdapat parameter lain yang menentukan tipe osilasi pipe span, yaitu: Reduced velocity V R, parameter untuk penentuan range kecepatan aliran yang dapat menyebabkan vortex shedding. V R [ U + U ] V c w = =,... (.55) f. D f. D n n dimana; V = kecepatan aliran total f n = frekuensi natural pipe span D = diameter pipa total terluar Koefisien stabilitas K s, parameter stabilitas yang mengontrol jenis gerakan osilasi. K S. M e. δ =,... (.56 ρ. D dimana; M e = massa efektif pipa ρ = massa jenis air laut δ = pengurangan redaman struktur secara logaritmik. Dari parameter penentu tipe osilasi diatas, maka tabel.3 menjelaskan kriteria osilasinya. Tabel.3 Kriteria Tipe Osilasi VIV Parameter Tipe shedding Tipe osilasi 1.0 < V r < 3.5 K s < 1.8 V r >. Simetris Asimetris In line In line K s < 16 Asimetris Cross flow PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -7

28 .5 PROPERTI PIPA BAWAH LAUT Pada umumnya, material utama pipa bawah laut adalah pipa yang terbuat dari carbon steel, atau logam lainnya. Dalam lingkungan laut yang tidak bersahabat, dimana terdapat arus, gelombang dan sifat kimia air laut yang korosif, maka perlu diberikan perlindungan terhadap pipa tersebut. Perlindungan anti korosi antara lain dengan lapisan High Density Polyethylene (HDPE) dan lapisan beton. Lapisan beton ini juga berfungsi sebagai pemberat untuk menjaga stabilitas pipa di bawah laut. Potongan melintang sebuah pipa bawah laut ditunjukkan gambar.14 di bawah ini. Gambar.14 Ilustrasi penampang pipa bawah laut. Gambar.15 Ilustrasi pipa bawah laut dengan HDPE coating dan concrete coating. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -8

29 Dan penamaan properti pipa sebagai berikut: ID : Diameter dalam pipa baja OD (D s ) : Diameter luar pipa baja = ID +.t s t s t corr t cc W st W corr W cc W cont W buoy W sub ρ s ρ corr ρ cc ρ sw ρ cont : Ketebalan dinding pipa baja : Ketebalan lapisan anti korosi (corrosion coating) : Ketebalan lapisan beton (concrete coating) : Berat pipa baja di udara : Berat lapisan anti korosi di udara : Berat lapisan beton di udara : Berat content (isi pipa) di udara : Berat/gaya apung (buoyancy) : Berat pipa di dalam air (terendam) : Massa jenis baja : Massa jenis lapisan anti korosi : Massa jenis lapisan beton : Massa jenis air laut : Massa jenis content (isi pipa) Dalam perhitungan beban yang akan diterima pipa, berat dari pipa itu sendiri juga diperhitungkan sebagai berat pipa terdistribusi merata per satuan panjang. Dalam analisis free span ini, perhitungan berat sendiri pipa dilakukan untuk dua fase, yaitu fase instalasi (pipa kosong) dan fase operasi (pipa dengan gas content). Berikut ini adalah formula perhitungan berat untuk tiap properti pipa. Berat baja di udara (W s ) π Ws = ρ s OD ID 4... (.57) Berat lapisan anti korosi di udara (W corr ) π Wcorr = ρ corr ( Ds +. tcorr ) Ds 4... (.58) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -9

30 Berat lapisan beton di udara (W cc ) π Wcc = ρ cc ( Ds +. tcorr +. tcc) ( Ds +. tcorr ) 4...(.59) Berat content pipa di udara (W cont ) W cont π ρ = cont. ID 4... (.60) Berat/gaya apung pipa (W buoy ) π W.[.. ] buoy = ρ sw Ds + tcorr + tcc 4... (.61) Berat pipa di dalam air (W sub ) Wsub = Ws + Wcorr + Wcc + Wcont Wbuoy... (.6) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa lapisan beton berguna untuk menjaga stabilitas pipa di dasar laut. Selain itu, juga berguna sebagai pelindung pipa dari benturan, maupun aktivitas manusia lainnya yang bersifat merusak. Terdapat regulasi pemerintah yang mengatur keselamatan operasi pipa bawah laut. Berdasarkan SKEP Mentamben no. 300 K/38/M.PE/1997, pipa yang berada pada area shore approach, dengan kedalaman perairan kurang dari 14 m LAT harus dikubur pada trench dengan kedalaman minimum m dari TOP (top of pipe) ke permukaan seabed. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan pipa akibat banyaknya aktivitas maritim yang dilakukan manusia pada perairan dangkal tersebut. Sebagai pemberat, ketebalan lapisan beton juga harus diperhitungan secara detail dengan melihat kondisi seabed dan gaya lingkungannya dan juga kondisi instalasi. Lapisan beton yang terlalu tebal dapat menyebabkan pekerjaan instalasi menjadi terlalu berat, dan rawan terhadap buckling. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -30

31 .6 FENOMENA FATIGUE Fatigue adalah fenomena kelelahan struktur akibat adanya pembebanan berulang (cyclic loading) yang diterima oleh struktur tersebut. Fenomena ini merupakan hazard bagi suatu struktur lepas pantai maupun pipa bawah laut, karena dapat menyebabkan umur operasi struktur tersebut menurun drastis. Batas dari fatigue didefinisikan sebagai tegangan (stress) dimana material atau titik joint/sambungan dapat menahan beban yang berulang dalam jumlah siklus tertentu. Nilai dari fatigue limit ini didapat dari kurva S N, yang berisi range tegangan dan jumlah siklus pembebanan yang diizinkan. Kekuatan fatigue (fatigue strength) dari suatu struktur merupakan tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh struktur tanpa mengalami keruntuhan pada frekuensi pembebanan tertentu. Mengacu pada kode DNV RP F105, maka kriteria fatigue yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem pipa bawah laut pada zona free span adalah sebagai berikut; η. T life T exposure... (.63) Dimana; η = rasio kerusakan fatigue yang diizinkan T life = kapasitas umur desain fatigue T exposure = masa kerja beban yang bekerja terhadap pipa Untuk kondisi tegangan tertentu yang fluktuatif dengan amplitudo tegangan yang bervariasi dalam order acak, besar fatigue damage dapat dihitung dari metoda Palmgreen Miner sebagai berikut: D fat s i = i= 1 n N i α fat... (.64) Dimana; D fat = fatigue damage terakumulasi n i N Σ = total jumlah siklus tegangan dalam range tegangan S i = jumlah total siklus untuk kegagalan pipa dalam range tegangan S i (kurva S N) = penjumlahan fluktuasi tegangan yang terjadi selama usia desain (design life) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -31

32 α fat = rasio kerusakan fatigue yang diizinkan (DNV OS F101) α fat 1/3 = 1/5 1/10 safety factor "low" safety factor "medium" safety factor "high" Dan, jumlah siklus yang menyebabkan keruntuhan fatigue pada range tegangan S i didefinisikan oleh kurva S N oleh persamaan; log N = log a m.log S i i... (.65) Dimana; N i = jumlah siklus yang menyebabkan keruntuhan fatigue pada range tegangan S i S i = nilai range tegangan ke I, didapat dari perhitungan response model a = konstanta kekuatan karakteristik fatigue, merupakan perpotongan kurva S N dengan sumbu N i m = slope negatif inverse kurva S N Kurva S N dibuat berdasarkan pengetesan pada suatu spesimen yang dilakukan oleh DNV. Karakteristik fatigue strength yang ditunjukkan pada kurva S N (gambar.15) adalah range tegangan (stress range) versus jumlah siklus hingga kegagalan pipa (number of cycles to failure), diambil berdasarkan 95% dari reliability limit dari yield strength. Untuk perhitungan sisa umur operasi struktur akibat fatigue damage dihitung dengan persamaan: Umur sisa Fatigue = 1 D fat... (.66) PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -3

33 Gambar.16 Kurva S-N untuk struktur di laut dengan perlindungan katodik (DNV RP C03). Kurva yang digunakan untuk analisis fatigue pipa bawah laut adalah kurva C1. Kurva C1 ini berlaku untuk pipa bawah laut dengan tipe pengelasan hanya dari satu sisi saja dan tingkat kualitas pengawasan yang cukup, serta dilakukannya pembersihan untuk menghilangkan overfill pada pengelasan dengan pigging. Parameter kurva C1 adalah: m1 = 3.0 dan a1 = untuk N < 10 7 cycles. m = 5.0 dan a = untuk N > 10 7 cycles. Beberapa pengujian pada data data keruntuhan akibat fatigue mengindikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan struktur dalam menahan fatigue (fatigue strength). Faktorfaktor tersebut antara lain : a) Faktor material : Jenis material dan finishing permukaan Tegangan sisa (residual stress) b) Faktor desain : Sifat bahan, yang dinyatakan dalam D/L PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -33

34 Rate pembebanan Tegangan maksimum SCF (perbandingan tegangan ekstrim dan tegangan nominal) c) Faktor fabrikasi : Teknik fabrikasi (semakin modern dan bagus kualitas pengelasan dan pelapisan (coating), maka semakin sedikit diskontinuitas bahan) Pengerjaan di shop (ada atau tidaknya treatment khusus yang bisa mempengaruhi sifat bahan) Perhitungan kerusakan fatigue dengan standar DNV RP F105 merupakan perhitungan fatigue akibat fenomena VIV akibat arus dan gelombang. Perhitungan fatigue damage dilakukan akibat pengaruh gelombang yang mempengaruhi aliran yang melewati dan bekerja pada struktur pipa. Penentuan fatigue damage akibat gelombang memiliki tahapan seperti dijelaskan gambar.16 berikut ini. Gambar.17 Flowchart tahapan analisis fatigue damage. PIPA TRANSMISI SSWJ-II PT PGN,Tbk -34

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM 2.1. UMUM Pada bab ini akan dijelaskan dasar teori perhitungan yang digunakan dalam keseluruhan tahap pendesainan, seperti

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN 2 DASAR TEORI DESAIN 2.1 Umum Dalam mengerjakan desain suatu jalur pipa bawah laut, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan rute yang akan dilalui oleh jalur pipa (routing). Ada berbagai

Lebih terperinci

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2.

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2. ANALISIS FATIGUE PADA PIPA BAWAH LAUT PGN SSWJ Adietra Rizky Ramadhan1 dan Muslim Muin, Ph.D.2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN

4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN BAB 4 STUDI KASUS 4.1 DESKRIPSI PERMASALAHAN Inti permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah free span pada pipa bawah laut dan free span remeditation. Studi kasus diambil dari proyek instalasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE DARI PLATFORM EZA MENUJU PLATFORM URA SEPANJANG 7.706 KM DI LAUT JAWA Rahmat Riski (1), Murdjito (2),

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-11 1 ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED Oktavianus Kriswidanto, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Imam Rochani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate

Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate IV. Pendahuluan Eksploitasi minyak di lepas pantai telah berlangsung sekitar setengah abad. Platform baja pertama dibangun di teluk Meksiko pada tahun 97. Hanya dalam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Nurman Firdaus, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

6 Analisis Fatigue BAB Parameter Analisis Fatigue Kurva S-N

6 Analisis Fatigue BAB Parameter Analisis Fatigue Kurva S-N BAB 6 6 Analisis Fatigue 6.1 Parameter Analisis Fatigue Analisis fatigue dilakukan untuk mengecek kekuatan struktur terhadap pembebanan siklik dari gelombang. Dengan melakukan analisis fatigue, kita dapat

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER (Studi Kasus Crossing Pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT.Perusahaan Gas Negara (Persero)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane. Bab 4 Analisa Beban Pada Dermaga BAB 4 ANALISA BEBAN PADA DERMAGA 4.1. Dasar Teori Pembebanan Dermaga yang telah direncanakan bentuk dan jenisnya, harus ditentukan disain detailnya yang direncanakan dapat

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DAN SOLUSI KONSTRUKSI BALIHO DI BANJARMASIN

PERMASALAHAN DAN SOLUSI KONSTRUKSI BALIHO DI BANJARMASIN Permasalahan dan Solusi Konstruksi Baliho di Banjarmasin (Joni Irawan) PERMASALAHAN DAN SOLUSI KONSTRUKSI BALIHO DI BANJARMASIN Joni Irawan (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANALISIS FREE SPAN UNTUK PIPELINE DI BAWAH LAUT STUDI KASUS: PIPELINE DI AREA HANG TUAH TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Ahmad Arif 13104042 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS FREE SPAN

BAB 3 ANALISIS FREE SPAN BAB 3 ANALISIS FREE SPAN 3.1 UMUM Menurut definisinya, free span adalah bentang bebas. Pada pipa bawah laut/subsea pipeline yang tergeletak pada seabed, free span terjadi akibat ketidak rataan (uneven)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

ANALISA FATIGUE AKIBAT TEKANAN INTERNAL SIKLIS PADA DENTED PIPE

ANALISA FATIGUE AKIBAT TEKANAN INTERNAL SIKLIS PADA DENTED PIPE TUGAS AKHIR MO 091336 ANALISA FATIGUE AKIBAT TEKANAN INTERNAL SIKLIS PADA DENTED PIPE DISUSUN OLEH : NUGRAHA PRAYOGA (4305.100.050) DOSEN PEMBIMBING Ir. JUSUF SUTOMO, M.Sc Dr. Ir. WISNU WARDHANA, SE, M.Sc

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD BAB 5 ANALISIS 5.1 ANALISIS LINIER Penurunan yang terjadi pada dasar laut menyebabkan peningkatan beban lingkungan,, terutama beban gelombang yang dibebankan pada struktur anjungan lepas pantai. Hal ini

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono Presentasi Tugas Akhir Analisis Fatigue pada Konfigurasi Pipa Penyalur dengan Berbagai Variasi Sudut Kemiringan Akibat Pengaruh Vortex Induced Vibration Moh.Hafid 4305100080 Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING Jessica Rikanti Tawekal 1 dan Krisnaldi Idris Program StudiTeknikKelautan FakultasTeknikSipildanLingkungan, InstitutTeknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Vertical Subsea Gas Pipeline Akibat Pengaruh Arus dan Gelombang Laut dengan Metode Elemen Hingga

Analisa Tegangan pada Vertical Subsea Gas Pipeline Akibat Pengaruh Arus dan Gelombang Laut dengan Metode Elemen Hingga JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-15 Analisa Tegangan pada Vertical Subsea Gas Pipeline Akibat Pengaruh Arus dan Gelombang Laut dengan Metode Elemen Hingga Rafli

Lebih terperinci

RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU

RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU Hans Darwin Yasin NRP : 0021031 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami

BAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Rambatan Tsunami Gelombang tsunami terbentuk akibat adanya pergesaran vertikal massa air. Pergeseran ini bisa terjadi oleh gempa, letusan gunung berapi, runtuhan gunung es, dan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK VOLUME 6 NO., OKTOBER 010 ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK Oscar Fithrah Nur 1, Abdul Hakam ABSTRAK Penggunaan simulasi numerik dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI

BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI BAB IV ANALISA FREKUENSI HASIL PROGRAM AKUISISI IV.1 UMUM Tujuan utama dari pengujian laboratorium ini adalah untuk mendapatkan data percepatan dari struktur balok sederhana yang dijadikan benda uji. Data-data

Lebih terperinci

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta Perbedaannya pada spesimen diletakan. Pada uji impak yang diukur adalah energi impak dan disebut juga ketangguhan takik ( notch toughness ). Bahan yang diuji diberi takik, kemudian dipukul sampai patah

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut ABSTRAK Pipa bawah laut merupakan sarana penting dalam mengalirkan minyak bumi atau gas dari anjungan lepas pantai menuju daratan. Dalam perencanaan jaringan pipa bawah laut terdapat analisis dasar yang

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES Selvina NRP: 1221009 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Aktivitas bangunan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data mentah berupa temperatur kerja fluida pada saat pengujian, perbedaan head tekanan, dan waktu

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN

PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN Medianto NRP : 0321050 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-247 Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi) Muhammad

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. Teori Gelombang II.. Karateristik Gelombang Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman air dimana gelombang tersebut

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA 1. Soal Olimpiade Sains bidang studi Fisika terdiri dari dua (2) bagian yaitu : soal isian singkat (24 soal) dan soal pilihan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Angin Angin adalah gerakan udara yang terjadi di atas permukaan bumi. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara, ketinggian dan temperatur. Semakin besar

Lebih terperinci

H 2 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY. Riki Satrio Nugroho (1), Yeyes Mulyadi (2), Murdjito (3)

H 2 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY. Riki Satrio Nugroho (1), Yeyes Mulyadi (2), Murdjito (3) ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki Satrio Nugroho (), Yeyes Mulyadi (), Murdjito () Mahasiswa Teknik Kelautan,, Staf Pengajar Teknik Kelautan Abstrak Karakteristik

Lebih terperinci

INTERFERENSI GELOMBANG

INTERFERENSI GELOMBANG INERFERENSI GELOMBANG Gelombang merupakan perambatan dari getaran. Perambatan gelombang tidak disertai dengan perpindahan materi-materi medium perantaranya. Gelombang dalam perambatannya memindahkan energi.

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum BAB TEORI DASAR.1 Umum Prinsip utama dalam proses mendesain pipa bawah laut adalah mengusahakan agar sistem pipa yang akan dibangun dapat kuat dan stabil baik pada saat proses instalasi, hydrotest dan

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR Gerakan dari struktur terapung akan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, dimana terdapat gaya gaya luar yang bekerja pada struktur dan akan menimbulkan gerakan pada struktur. Untuk

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci