DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT. iv vi viii ix xvii xviii xix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Manfaat penelitian Keterbaruan Penelitian Batasan Masalah 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tatanan Tektonik dan Geologi Jawa Tengah dan 14 Yogyakarta 2.2 Struktur Kerak Jawa Tengah Beberapa Penelitian Menggunakan Analisis Gelombang Permukaan Untuk Pemodelan Struktur Kecepatan Gelombang S BAB III LANDASAN TEORI Struktur Lapisan Bumi Gelombang Permukaan Gelombang terpandu sepanjang bidang batas Gelombang Rayleigh Gelombang Love Dispersi Gelombang Permukaan Sinyal dispersif Analisis Waktu-Frekuensi Filter Filter multipel Koreksi instrumen Inversi Kuadrat Terkecil Terlinearisasi.. 68 vi

2 BAB IV METODE PENELITIAN Daerah Penelitian Data Penelitian Langkah Penelitian Pemrosesan Data Analisis Data Pemilihan Kurva Dispersi Inversi. 81 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gelombang Permukaan pada Seismogram Pengujian Validitas Perangkat Lunak Seismogram sintetis gelombang permukaan Perbandingan struktur V s dengan model struktur lapisan kerak bumi acuan dan sintetis Struktur V s pada lapisan Kerak Bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta Struktur V s berdasarkan inversi kecepatan grup Struktur V s berdasarkan inversi kecepatan fase Ketebalan Kerak Bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta Struktur rapat massa lapisan Kerak Bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta Implikasi Hasil Penelitian terhadap Tatanan Tektonik Jawa Tengah dan Yogyakarta 139 BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan Saran 145 DAFTAR PUSTAKA 146 LAMPIRAN vii

3 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Event gempa awal yang digunakan dalam penelitian.. 76 Tabel 4.2 Rekomendasi parameter filter terhadap jarak (Levshin dkk., 1992) Tabel 5.1 Distribusi teramatinya gelombang Rayleigh dan Love pada stasiun-stasiun MERAMEX... Tabel 5.2 Parameter-parameter dalam pembuatan seismogram sintetis 93 untuk stasiun AK5. Tabel 5.3 Hasil uji t kurva-kurva dispersi stasiun AFB 99 Tabel 5.4 Hasil uji t kurva-kurva dispersi stasiun NJ7 100 Tabel 5.5 Kecepatan Vs rendah pada closure kontur dari Gambar 5.13 hingga Gambar 5.15 Tabel 5.6 Kedalaman cekungan kontur V s 3,2 km/s, 3,3 km/s, dan 3,4 km/s... Tabel 5.7 Kecepatan gelombang S pada lapisan kerak bumi dan mantel atas (de Souza dkk., 2016) Tabel 5.8 Rapat massa rata-rata pada closure kontur rapat massa rendah viii

4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Tatanan tektonik Jawa Tengah yang dikontrol oleh penunjaman Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa 15 Gambar 2.2 Zona Fisiografi Jawa Tengah, modifikasi dari Van Bemmelen (1949) 18 Gambar 2.3 Gambar 2.3 Peta anomali Bouguer-residual Jawa Tengah bagian selatan-timur (Syafri dkk., 2013). Gambar kotak garis putus-putus merah menunjukkan daerah Pegunungan Kulonprogo 21 Gambar 2.4 Lintasan pengukuran magnetotelluric yang memotong Jawa Tengah dengan arah sekitar N30 o E, (b) Bagian real dari panah induksi dalam konvensi Wiese pada perioda 50 detik dan 2000 detik. Mata anak panah berongga menunjukkan bagian imajiner dan mata anak panah takberongga menunjukkan bagian real, (c) Interpretasi awal satu dimensi yang menunjukkan suatu zona konduktivitas tinggi di Jawa Tengah dengan resistivitas minimum di bawah 1 m. Perbesaran horisontal terhadap vertikal 3:1 (Ritter dkk., 1998). 23 Gambar 2.5 Kompilasi hasil kajian magnetolelluric dengan data-data geologi dan geofisika Jawa Tengah. Keterangan: (1) Kedalaman zona Benioff (Hamilton, 1979), (2) Central Java Fault (Chotin dkk, 1984a,b), (3) Sesar Barbaris(Baribis)-Kendeng (Simanjuntak dan Barber, 1996), (4) Sesar-sesar (Chotin, 1984a,b; Genevraye dan Samuel, 1973), (5) daerah dengan anomali Bouguer negatif (Hasegawa dan Hasegawa, 1978), (6) Zona konduktivitas tinggi (Rothe, 2001), (7) Ofiolit melange (Chotin dkk., 1980), (8) Gunungapi 27 Gambar 2.6 Anomali kecepatan gelombang S yang diperoleh berdasarkan inversi tomografi. Nampak adanya anomali kecepatan rendah di antara Merapi-Lawu hingga kedalaman 15 km (Koulakov, 2007). 30 Gambar 2.7 Hasil dari inversi gabungan untuk model kecepatan gelombang P. Penampang profil berdasarkan gambar atas. Gambar profil pada bagian kiri menunjukkan perturbasi kecepatan gelombang P (%) sedangkan gambar pada profil bagian kanan menunjukkan kecepatan gelombang P absolut (km/s) (Wagner, 2007).. 31 ix

5 Halaman Gambar 2.8 (a) Interpretasi anomali isotropis dan anisotropis pada kerak pada kedalaman 5 km. (b) Daerah berwarna merah tua merupakan anomali MLA. Daerah berwarna kuning menunjukkan kemungkinan daerah feeding gunungapi di Jawa Tengah.Lingkaran biru menunjukkan anomali lokal kecepatan tinggi, yang kemungkinan merefleksikan posisi pembekuan intrusi magmatik dalam kanal gunungapi dan reservoirnya. Abu-abu merupakan daerah anomali dengan kecepatan tinggi dalam depan busur dan kemungkinan berupa blok-blok kerak yang dikelilingi sabuk lipatan ( folded belt). (c ) Pembesaran gambar untuk area di bawah Gunung Merapi. Gambar-gambar elips menunjukkan distribusi skematis dari kanal-kanal, tanggul, dan lensa-lensa yang terisi dengan material magma. Garis hijau mengindikasikan lapisan-lapisan sedimen (Koulakov, 2009). 33 Gambar 2.9 Gambar 2.9 Anomali kecepatan gelombang S untuk kedalaman 5 km dan 45 km. Warna mengindikasikan perturbasi kecepatan isotropik relatif terhadap model kecepatan AK135. Merapi Lawu Anomali (MLA) tampak pada kedalaman 5 km (Luehr dkk., 2013).. 34 Gambar 2.10 Penampang lintang dari Gambar 2.9 (Luehr dkk., 2013) 35 Gambar 2.11 Gambar 2.11 Hasil dari inversi tomografi atenuasi seismik di bawah Jawa tengah pada kedalaman 0 km, 15 km, 45 km, dan 60 km. Garis putus-putus putih menunjukkan kontur anomali Bouguer 0 mgal (Bohm dkk., 2013) Gambar 2.12 Gambar 2.12 Hasil inversi dengan metode tomografi seismic ambient noise transdimensional untuk kecepatan grup gelombang Rayleigh perioda 2 hingga 12 detik (Zulfakriza dkk., 2014) 37 Gambar 2.13 Gambar 2.13 Penampang lintang hasil tomografi waktu penjalaran di sekitar bujur 110,5 o BT. Batas utara dan selatannya adalah 6,1 o S dan 9,8 o S. (a) Profil kecepatan gelombang P lintasan BB dengan arah lintasan diberikan pada gambar (b), (c) Struktur kerak dari batas aktif benua. Struktur busur depan lautan dari Kopp (2011), daerah dengan warna putih mengindikasikan mantel, daerah dengan warna putih berlubang mengindikasikan kemungkinan dari mantel serpentin (Habberland dkk., 2014). 39 x

6 Halaman Gambar 3.1 Gambar 3.1 Variasi kecepatan gelombang P dan gelombang S terhadap kedalaman dan korelasinya terhadap komposisi perlapisan dan reologi (Kearey dan Vine, 1996)dan F Gambar 3.2 Dua media homogen elastis yang dipisahkan oleh bidang batas horisontal (Bullen dan Bolt, 1985). 46 Gambar 3.3 Perpindahan horisontal (U) dan perpindahan vertikal (W) gelombang Rayleigh dalam setengah ruang takberhingga. Gerakan partikel retrograde di atas h dan prograde di bawah h (Lay dan Wallace, 1995) 52 Gambar 3.4 Lapisan di atas setengah ruang tak-berhingga (Bullen dan Bolt, 1985) 52 Gambar 3.5 Kurva-kurva dispersi kecepatan grup sebagai fungsi perioda untuk gelombang Love dan gelombang Rayleigh untuk mode dasar dan mode-mode lebih tinggi (Oliver (1962) dalam Bullen dan Bolt (1985)) 58 Gambar 3.6 Seismogram terfilter diperoleh dengan menjumlahkan sinyal-sinyal kuasimonokromatis (Kolinsky, 2004) 63 Gambar 4.1 Posisi stasiun Meramex. Koordinat geografis dan nama stasiun ini diberikan dalam Lampiran A. 75 Gambar 4.2 Episenter gempa yang dipakai dalam penelitian ini dengan nomor pada episenter menunjukkan DOY ( day of year) dari event sesuai dengan Tabel 4.1 di atas. 77 Gambar 4.3 Langkah penelitian. Bagian yang diarsir merupakan langkah multiple filtering atau pemfilteran berulang untuk memperoleh kurva dispersi 78 Gambar 4.4 Diagram alir multiple filtering untuk memperoleh kurva dispersi. 79 Gambar 4.5 Menu utama dalam SURF96 82 Gambar 4.6 Kurva relasi Nafe-Drake mengkorelasikan V p dengan rapat massa. (Lillie dan Corey, 1998).. 85 Gambar 5.1 Penggunaan analisis frekuensi-waktu (FTAN) dan pemfilteran sesuai rentang frekuensi hasil dari FTAN tersebut pada data rekaman stasiun AFB komponen Z event 161 sebagai contoh data rekaman seismogram broadband, (a) raw signal, (b) hasil pemrosesan FTAN, (c) sinyal seismogram terfilter dengan menggunakan butterworth bandpass 0,02-0,06 Hz. 87 xi

7 Halaman Gambar 5.2 Penggunaan analisis frekuensi-waktu (FTAN) dan pemfilteran sesuai rentang frekuensi hasil dari FTAN tersebut pada data rekaman stasiun AJ1 (3076) komponen Z event 161 sebagai contoh data rekaman seismogram perioda pendek, (a) raw signal, (b) hasil pemrosesan FTAN, (c) sinyal seismogram terfilter dengan menggunakan butterworth band pass 0,02-0,07 Hz. 88 Gambar 5.3 Contoh seismogram yang tidak digunakan lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu seismogram komponen transversal event 180 stasiun-stasiun broadband. Envelope dispersi tidak begitu tampak pada seismogram 89 Gambar 5.4 Sebaran stasiun-stasiun Meramex yang dapat teramati adanya dispersi gelombang permukaan; event gempabumi 249b paling banyak, terekam di hampir seluruh stasiun Meramex.. 90 Gambar 5.5 Gelombang Rayleigh muncul pada ketiga komponen seismogram stasiun AF2 untuk event Gambar 5.6 Seismogram sintetis yang dibuat dengan menggunakan program Computer Program Seismology versi 3.30 untuk stasiun AK5 untuk event 161 (a) dan 249b (c), sedangkan overlay seismogram sintetis terhadap mode dasar dari gelombang permukaan dari event-event tersebut diberikan pada (b) dan (d). Waveform berwarna merah merupakan seismogram sintetis, biru hasil perekaman 93 Gambar 5.7 Seismogram sintetis yang dibuat dengan menggunakan program Computer Program Seismology versi 3.30 untuk stasiun AFB untuk event 161 (a) dan 249b (c), sedangkan overlay seismogram sintetis terhadap mode dasar dari gelombang permukaan dari event-event tersebut diberikan pada (b) dan (d). Waveform berwarna merah merupakan seismogram sintetis, biru hasil perekaman 94 Gambar 5.8 Perbandingan profil struktur V s di bawah stasiun AK5. Warna merah merupakan model struktur bumi AK135-f, warna hijau IASP91, biru model struktur bumi PREM, kuning profil V s AK5, dan hitam profil V s model sintetis AK xii

8 Halaman Gambar 5.9 Perbandingan profil struktur V s di bawah stasiun AFB. Warna merah merupakan model struktur bumi AK135- f, warna hijau IASP91, biru model struktur bumi PREM, kuning profil V s AFB, dan hitam profil V s model sintetis AFB. 96 Gambar 5.10 (a) seismogram setelah dilakukan filter multipel sehingga diperoleh dispersi gelombang permukaan untuk komponen vertikal, dan (b) seismogram sesudah diisolasi mode dasarnya. 98 Gambar 5.11 Kurva-kurva dispersi kecepatan grup gelombang 99 Rayleigh untuk event-event yang terekam pada stasiun AFB dan kurva dispersi reratanya. Gambar 5.12 Kurva-kurva dispersi kecepatan grup gelombang Rayleigh untuk event-event yang terekam pada stasiun NJ Gambar 5.13 Deviasi standar kurva-kurva dispersi terhadap kurva dispersi rerata stasiun AFB berdasarkan Gambar Gambar 5.14 Model awal, model akhir, dan pengepasan terhadap kurva dispersi sebagai hasil inversi dengan mengunakan routine program SURF96 untuk data dispersi kecepatan grup dari event 249b untuk stasiun AJ Gambar 5.15 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 0 km Gambar 5.16 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 2 km Gambar 5.17 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 4 km Gambar 5.18 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 6 km Gambar 5.19 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 8 km Gambar 5.20 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 10 km Gambar 5.21 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 12 km Gambar 5.22 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 14 km Gambar 5.23 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 16 km Gambar 5.24 Profil V s kerak bumi Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk kedalaman 18 km xiii

9 Halaman Gambar 5.25 Tumpang susun pada kontur topografi: Kontur V s pada kedalaman 0 km (kiri), dan Kontur anomali gravity Bouguer (Untung dan Sato, 1978) (kanan). 115 Gambar 5.26 Lintasan-lintasan yang dibuat penampang lintang pada kontur V s (sebelah kiri) dan kontur topografi yang bersesuaian. Kontur V s merupakan kontur V s pada permukaan. 116 Gambar 5.27 Tampang lintang kontur V s lintasan lintang 7 o S (atas) dan 7,25 o S bawah). Pada lintasan lintang 7,25 o S ini zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s membentuk sebauh cekungan yang terletak di Zona Kendeng dengan kedalaman mencapai 11 km 116 Gambar 5.28 Tampang lintang kontur V s lintasan lintang 7,5 o S (atas), 7,75 o S (tengah), dan 8 o S (bawah). Kontur V s 3,2 km/s dan 3,4 km/s membentuk cekungan-cekungan pada lintasan lintang 7,5 o dan 7,75 o S. Pada lintasan lintang 7,5 o S zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 9,6 km dan V s 3,4 km/s terletak di Zona Kendeng dengan kedalaman mencapai 13 km. Pada lintasan lintang 7,75 o S, zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 7,2 km dan V s 3,4 km/s terletak di MLA dengan kedalaman mencapai 11,8 km Gambar 5.29 Tampang lintang kontur V s lintasan bujur 110 o E (atas), 110,25 o E (tengah), dan 110,5 o E (bawah). Pada lintasan bujur 110,5 o, zona anomali kecepatan rendah membentuk sebuah cekungan dengan V s 3,2 km/s terletak hingga kedalaman 9,3 km. 118 Gambar 5.30 Tampang lintang kontur V s lintasan bujur 110,75 o E (atas), 111 o E (tengah), dan 111,2 o E (bawah). Pada lintasan bujur 110,75 o E, cekungan zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 10,8 km. Pada lintasan bujur 111 o E, cekungan zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 7,2 km, V s 3,3 km/s terletak di kedalaman 9,3 km, dan V s 3,4 km/s terletak pada kedalaman yang mencapai 11,5 km. Pada lintasan bujur 111,2 o E, cekungan-cekungan zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 6,5 km, V s 3,3 km/s terletak di kedalaman 8,6 km, dan V s 3,4 km/s terletak pada kedalaman yang 119 xiv

10 mencapai 10,8 km.. Halaman Gambar 5.31 Tampang lintang kontur V s dengan lintasan melalui daerah segaris dengan Muria Progo Lineament (MPL). Pada lintasan ini V s 3,2 km/s membentuk sebuah cekungan hingga kedalaman 6,3 km di bawah Gunung Merbabu dan cekungan dengan kedalaman hingga 3,9 km yang berjarak 5 km di timur lautnya Gambar 5.32 Tampang lintang kontur V s dengan lintasan melalui daerah Zona Kendeng. Pada lintasan ini, zona cekungan anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s terletak di kedalaman 10,8 km, kontur anomali V s 3,3 km/s terletak pada kedalaman hingga 12,1 km Gambar 5.33 Tampang lintang kontur V s dengan lintasan lainmelalui daerah Zona Kendeng. Pada lintasan ini, zona anomali kecepatan rendah dengan V s 3,2 km/s yang membentuk sebuah basin terletak di kedalaman hingga 10,9 km dan V s 3,4 km/s terletak pada kedalaman yang mencapai 13,3 km Gambar 5.34 Kontur kedalaman untuk V s 3,2 km/s di Zona Kendeng 124 Gambar 5.35 Kontur permukaan 3D untuk V s 3,2 km/s di Zona Kendeng. 125 Gambar 5.36 Kurva dispersi hasil pengolahan menggunakan POM96 event 249 untuk lintasan antara stasiun CK3 dan NL1 (a) komponen vertikal, (b) komponen radial Gambar 5.37 Hasil inversi dengan mengunakan routine program SURF96 untuk data dispersi kecepatan fase lintasan CK3-NL1: (a) proses iterasi, (b) model awal, model akhir, dan pengepasan terhadap kurva dispersi. 127 Gambar 5.38 Lintasan antar 2 stasiun yang dapat diperoleh model struktur berdasarkan inversi dispersi kecepatan fase. Warna lintasan menunjukkan azimut balik dari event yang digunakan: hitam untuk event 249, merah untuk event 161, dan kuning untuk event Gambar 5.39 Beberapa lintasan antar dua stasiun dengan profil diberikan pada Gambar 27, Gambar 28, & Gambar Gambar 5.40 Profil V s terhadap kedalaman untuk lintasan AH3-NJ1, AG4-BH3, BH3-DH3, dan DH3-NJ Gambar 5.41 Profil V s terhadap kedalaman untuk lintasan AH5-NJ8, DJ2-AH1, BI4-NJ5, dan DJ1-NJ3 131 Gambar 5.42 Profil V s terhadap kedalaman untuk lintasan CJ1-AH4, CJ3-NK5, CJ3-BJ2, dan CJ3-AI Gambar 5.43 Profil V s terhadap kedalaman untuk lintasan AI3-DJ3-133 xv

11 DK3, AJ1-NK5, CK4-NK1.. Halaman Gambar 5.44 Ketebalan kerak bumi antara CJ3 dan AI3 sekitar 22 km. Diskontinuitas Mohorovicic terletak antara kerak bawah dan mantel atas yang ditandai dengan adanya kenaikan V s drastis dari 3,75 km/s menjadi 4,50 km/s 135 Gambar 5.45 Profil rapat massa kerak bumi Jawa Tengah untuk kedalaman 0 km, 2 km, 4 km, dan 6 km 137 Gambar 5.46 Profil rapat massa kerak bumi Jawa Tengah untuk kedalaman 8 km, 10 km, 12 km, dan 14 km 138 Gambar 5.47 Profil rapat massa kerak bumi Jawa Tengah untuk kedalaman 16 km dan 18 km. 139 Gambar 5.48 Perbandingan profil V s pada bujur 111 o E, anomali kecepatan rendah dari Luehr dkk. (2013) (tengah) dan profil V s dari penelitian ini (bawah) xvi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A Kode dan Posisi stasiun MERAMEX 156 Lampiran B Hasil Pemrosesan Sinyal Awal hingga Inversi 161 Lampiran C Kurva Dispersi dan Hasil Uji t Lampiran D Kontur kecepatan gelombang S kedalaman km, km, dan 75 km Lampiran E Listing program:. 206 xvii

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Struktur kerak bumi merupakan subjek mendasar dan penting dalam seismologi karena sering digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian geologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... iii KATA PENGANTAR.... iv ABSTRAK.... v ABSTRACT.... vi DAFTAR ISI.... vii DAFTAR GAMBAR.... ix DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v INTISARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1 PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1 1 PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh Pendahuluan Aktifitas tektonik di Provinsi Aceh dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Kondisi tektonik Indonesia dengan panah menunjukan arah pergerakan lempeng (Sumber:

Gambar 1.1 Kondisi tektonik Indonesia dengan panah menunjukan arah pergerakan lempeng (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena non linear merupakan suatu fenomena umum yang terjadi di alam. Sebagai contoh fenomena non linear yang sering dijumpai di alam adalah turbulensi, gelombang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA Oleh Artadi Pria Sakti*, Robby Wallansha*, Ariska

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya berjumlah sekitar satu juta jiwa. Tercatat dua buah sungai yang mempunyai aliran panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi mempunyai beberapa lapisan pada bagian bawahnya, masing masing lapisan memiliki perbedaan densitas antara lapisan yang satu dengan yang lainnya, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI... xv ABSTRACT...

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI

PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho 1, Sri Widiyantoro 2, dan Gunawan Ibrahim 2 1 Program Magister

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Pendahuluan Berdasarkan pada peta geohidrologi diketahui siklus air pada daerah penelitian berada pada discharge area ditunjukkan oleh warna kuning pada peta,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

M MODEL KECEPATAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE TOMOGRAFI DATA MICROEARTHQUAKE DI LAPANGAN PANAS BUMI ALPHA

M MODEL KECEPATAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE TOMOGRAFI DATA MICROEARTHQUAKE DI LAPANGAN PANAS BUMI ALPHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi panas bumi telah lama menjadi sumber kekuatan di daerah vulkanik aktif yang berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi. Indonesia merupakan negara dengan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi 20 BAB III TEORI DASAR 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi dengan menggunakan gelombang seismik yang dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Peta Tektonik Indonesia (Hamilton, 1997)... 4

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Peta Tektonik Indonesia (Hamilton, 1997)... 4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Peta Tektonik Indonesia (Hamilton, 1997).... 4 Gambar 2. Peta geologi dan titik pengukuran MASW (S. Kuesumadinatan dkk., 1997).... 9 Gambar 3. Gambaran umum survei metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur IV.1 Seismisitas Gunung Guntur Seismisitas atau kegempaan Gunung Guntur diamati secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Guntur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi viii xi xiii

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi,

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi, 1 III. TEORI DASAR A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Gempa bumi umumnya menggambarkan proses dinamis yang melibatkan akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Analisa Sudut Penunjaman Lempeng Tektonik Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. I.2. Latar Belakang Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR.... ABSTRAK.... ABSTRACT.... DAFTAR ISI.... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL.... i ii iii v vi vii x xiv BAB I PENDAHULUAN....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki tatanan geologi yang cukup komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar I.1). Indonesia dibatasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG Rasmid 1, Muhamad Imam Ramdhan 2 1 Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA 2 Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung, INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tatanan tektonik terletak pada zona pertemuan lempeng lempeng tektonik. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tatanan tektonik terletak pada zona pertemuan lempeng lempeng tektonik. Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Analisis Sudut Penunjaman Lempeng Tektonik Berdasarkan Data Gempa di Pulau Seram dan Pulau Buru. I.2. Latar Belakang Fenomena gempabumi merupakan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi

III. TEORI DASAR. Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi III. TEORI DASAR 3.1. Gelombang Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi disebabkan adanya deformasi struktur di bawah bumi akibat adanya tekanan ataupun tarikan karena

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2

RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2 RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2 1 Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh 2 Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Pendahuluan

Lebih terperinci

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR Aswin 1*), Gunawan Ibrahim 1, Mahmud Yusuf 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i PERNYATAAN... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1. 1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari, Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari dan Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011))

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011)) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan tatanan tektoniknya, wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan antara tiga lempeng benua dan samudra yang sangat aktif bergerak satu terhadap

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan data sebagai input untuk dianalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh penulis adalah data sekunder

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua 38 BAB III METODE PENELITIAN Tahapan pengolahan data gempa mikro dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat tiga alur pengolahan data. Alur

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Hindia Australia dan berada pada pertemuan 2 jalur

Lebih terperinci

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI 59 TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI NOPER TULAK 09/293146/PPA/03150 PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH KOMPTENSI APLIKASI METODE GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU UNTUK PEMANTAUAN INTRUSI AIR LAUT DI KAWASAN SEMARANG UTARA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH KOMPTENSI APLIKASI METODE GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU UNTUK PEMANTAUAN INTRUSI AIR LAUT DI KAWASAN SEMARANG UTARA LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH KOMPTENSI APLIKASI METODE GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU UNTUK PEMANTAUAN INTRUSI AIR LAUT DI KAWASAN SEMARANG UTARA tahun ketiga dari rencana tiga tahun Ketua/ Anggota Tim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks, hal ini karena wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling bertumbukan,

Lebih terperinci

GEOFISIKA GEOFISIKA

GEOFISIKA GEOFISIKA Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS Bayu Baskara ABSTRAK Bali merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena berada di wilayah pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar Dalam suatu kegiatan eksplorasi minyak bumi perangkap merupakan suatu hal yang sangat penting. Perangkap berfungsi untuk menjebak minyak bumi

Lebih terperinci

Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur

Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur VI.1 Hasil Studi Tomografi di Daerah Tektonik dan Vulkanik Beberapa keberhasilan studi tomografi baik di daerah tektonik maupun daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Supriyanto Rohadi, Bambang Sunardi, Rasmid Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik

Lebih terperinci

1. Deskripsi Riset I

1. Deskripsi Riset I 1. Deskripsi Riset I (Karakterisasi struktur kerak di bawah zona transisi busur Sunda-Banda menggunakan metoda inversi gabungan gelombang permukaan dan gelombang bodi dari data rekaman gempa dan bising

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Aalisis Dekomposisi Spektral Interpretasi untuk hasil penelitian ini berdasar pada visualisasi dari data set yang telah diproses. Kombinasi antara dekomposisi spektral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA A ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI DELISERDANG SUMATRA UTARA Oleh Fajar Budi Utomo*, Trisnawati*, Nur Hidayati Oktavia*, Ariska Rudyanto*,

Lebih terperinci

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017 KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI 2016 15 DESEMBER 2017 Oleh ZULHAM. S, S.Tr 1, RILZA NUR AKBAR, ST 1, LORI AGUNG SATRIA, A.Md 1

Lebih terperinci

xiv BAB I : Hasil tes pit yang menunjukkan karakterisik litologi sub-permukaan dan stratigrafik sub-permukaan di daerah pegunungan Yucca

xiv BAB I : Hasil tes pit yang menunjukkan karakterisik litologi sub-permukaan dan stratigrafik sub-permukaan di daerah pegunungan Yucca xiv BAB I Gambar 1.1 Gambar 1.2 : Hasil tes pit yang menunjukkan karakterisik litologi sub-permukaan dan stratigrafik sub-permukaan di daerah pegunungan Yucca : Potongan melintang (cross-section) formasi

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rekayasa gempa berhubungan dengan pengaruh gempa bumi terhadap manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruhnya. Gempa bumi merupakan

Lebih terperinci