BAB 4 PROSES DAN HASIL PENGEMBANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PROSES DAN HASIL PENGEMBANGAN"

Transkripsi

1 BAB 4 PROSES DAN HASIL PENGEMBANGAN 4.1. Profil Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga merupakan salah satu sekolah berstatus negeri, yang beralamat di jalan Setiaki. No 15, Desa Dukuh, kecamatan sidomukti, Salatiga-Jawa Tengah. Sekolah ini di dirikan pada tahun 1986, dan pada saat ini memiliki, 1 orang kepala sekolah, 38 Orang guru mata pelajaran, dan 17 pegawai sekolah. Saat ini SMP Negeri 7 Salatiga dipimpin oleh Bapak. Edi. Waspodo, S.Pd, dengan status akreditasi A Prosedur Model Pengembangan Pembelajaran Inklusif Slow Learner di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Model pengembangan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan model pengembangan Borg and Gall (1983). Kegiatan yang peneliti lakukan hanya terbatas pada tahap pengembangan saja. 66

2 Research & Information Collecting Planning Develop preliminary form of prduct Preliminary Field testing Operational Field testing Operational Product Revision Main field Testing Main Product Revision Final Product Revision Dissemination & Implementation Gambar Alur Pengembangan Borg and Gall (1983) Penjelasan alur pengembangan pembelajaran inklusif Slow learner di SMP Negeri 7 salatiga : 1. Research and information collecting : Tahap ini merupakan tahap studi pendahuluan. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada SMP Negeri 7 Salatiga, dengan teknik observasi dan menyebarkan alat ukur/ angket berdasarkan permendiknas no 70 tahun 2009, sebagai acuan dalam membangun model pendidikan inklusif yang telah diterapkan sekolah selama ini. Dalam tahap studi pendahuluan yang merupakan kegiatan research and information collecting memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (pengkajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Kajian pustaka yang dipakai dalam penelitian ini yaitu peneliti mengkaji latar belakang/sejarah pendidikan inklusi, serta melihat hasil-hasil penelitian terdahulu tentang pembelajaran inklusif, yang nantinya akan dipakai dalam tahap pengembangan model pembelajaran inklusif di Sekolah Menengah Pertama Neger 7 Salatiga. 67

3 Hasil dari kegiatan ini adalah peneliti menemukan profil implementasi pendidikan inklusif yang diterapkan oleh SMP Negeri 7 Salatiga dengan skor/prosentase 55% masih jauh dari standar yakni permendiknas No Planning. Pada tahap ini peneliti menyusun rencana serta strategi yang nantinya digunakan dalam penyelesaian permasalahan. Tahap ini peneliti merumuskan tujuan penelitian untuk mengembangkan model pembelajaran inklusif berdasarkan kebutuhan tahap pertama yaitu implementasi yang belum memenuhi standar. 3. Develop preliminary form of product. Pada tahap ini peneliti mengembangkan bentuk permulaan dari produk. Produk yang dikembangkan berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dihasilkan model awal pendidikan inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga. Hasil dari produk awal ini ditemukan implementasi pendidikan inklusif SMP Negeri 7 Salatiga belum sesuai dengan acuan Permendiknas 70 Tahun Preliminary Field testing. Pada tahap ini yang merupakan uji coba terbatas. Peneliti tidak melakukan uji coba dalam kelas, karena penelitian ini diarahkan untuk pengembangan model pembelajaran di satuan pendidikan (SMP Negeri 7 Salatiga). Model awal yang telah terbentuk divalidasi oleh validator (dosen pembimbing) dan direvisi. 68

4 5. Main product revision. Peneliti melakukan perbaikan model awal, bersama validator yakni dosen pembimbing, serta dalam FGD bersama pihak sekolah, dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil dari tahap ini yaitu diperolehnya product model pembelajaran inklusif. 6. Main Field Testing. Hasil dari tahap ini yaitu diperolehnya model pembelajaran kooperatif sebagai yang paling cocok digunakan dalam pembelajaran inklusif. 7. Opperational product revision. Pada tahap ini dilakukan revisi terhadap model pembelajaran. Hasil dari tahap ini diperoleh model pembelajaran kooperatif, tipe STAD, Jigsaw, Three Minute Review, Tipe Group Investigazion, Think Pair Share, sebagai model pembelajaran yang cocok digunakan dalam pembelajaran inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga. 8. Operational field testing. Pada tahap ini peneliti melakukan uji validasi bersama validator (dosen pembimbing). 9. Final product revision. Peneliti melakukan perbaikan akhir terhadap model pembelajaran yang telah dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final). 10. Dissemination and Implementation. Tahap ini dilakukan FGD lagi bersama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga pendidik/ kependidikan untuk memastikan keefektifan model yang telah terbentuk, apakah dapat 69

5 menjawab kebutuhan sekolah. Hasil dari tahap ini yaitu kesepakatan penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD, jigsaw, Think Pair Share, Group Investigazion, three minute review sebagai yang tepat digunakan dalam pembelajaran inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga Analisis Dalam bagian ini akan dilakukan analisis terhadap data dari hasil penelitian tentang pengembangan model pmbelajaran inklusif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Data hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dalam FGD (Focus Group Discussion) tentang proses pembelajaran inklusif yang diterapkan di sekolah Analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) SWOT adalah singkatan dari Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats. Menurut Rangkuti (2006) strenghts atau kekuatan adalah beberapa hal yang merupakan kelebihan dari sekolah yang bersangkutan, hal hal yang memiliki potensi yang positif jika dikembangkan dengan baik. Weaknesses atau kelemahan adalah komponen-komponen yang kurang menunjang keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang ingin dicapai sekolah. Kelemahan merupakan kondisi rill yang ada dan terjadi di sekolah. Opportunities atau peluang merupakan kemungkinankemungkinan yang dapat dicapai apabila potensi- 70

6 potensi yang ada di sekolah mampu dikembangkan secara optimal oleh sekolah. Threats atau ancaman, adalah kemungkin yang dapat terjadi atau berpengaruh terhadap kesinambungan dan keberlanjutan kegiatan penyelenggaraan sekolah. Secara sederhana dapat dikatakan analisis SWOT adalah pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sekolah serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. Komparasi dari hasil analisis lingkungan internal dengan eksternal (SWOT) ini akan menghasilkan alternatif-alternatif strategi yang sangat sesuai dengan posisi yang dimiliki oleh lembaga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagan dibawah ini : Berbagai Peluang 2. Mendukung Strategi Turn Around 1. Mendukung Strategi Agresif Kelemahan Internal Kekuatan Internal 3. Mendukung Strategi Defensif 4. Mendukung Strategi Diversifikasi Berbagai Ancaman Gambar 4.2. Bagan Analisis SWOT (Rangkuti, 2000) Analisis SWOT memberikan informasi kepada pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan dan tidakan. Analisis 71

7 SWOT dapat digunakan sebagai langkah awal untuk proses pembuatan keputusan dan perencanaan strategi. (Sagala, 2007). Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa analisis juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan strategi organisasi atau lembaga. Analisis SWOT berhubungan erat dengan lingkungan internal yang menghasilkan kekuatan yang harus di gunakan secara optimal dan kelemahan yang harus diminimalkan, sedangkan lingkungan eksternal menghasilkan sejumlah peluang yang harus dimanfaatkan dan ancaman yang harus dicegah atau dihindari. Selanjutnya analisis SWOT digunakan sebagai dasar untuk merumuskan atau dasar untuk menyusun strategi dengan menggunkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, mengatasi ancaman, dan mengurangi atau meminimalkan kelemahan internal. Dalam menganalisis proses pembelajaran inklusif slow learner di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) bersama kepala sekolah, wakil kurikulum, dan guru, guru Bimbingan Konseling (BK). Dalam FGD diperoleh kesepakatan tentang proses pembelajaran inklusif yang seharusnya dijalankan oleh sekolah. Beberapa pertanyaan yang melandasi kesepakatan tersebut, antara lain: a. Apakah sekolah membuat kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa inklusif slow learner? 72

8 b. Apakah sebelum menyusun kurikulum telah dilakukan analisis kekuatan dan kelemahan sekolah sehubungan dengan pembelajaran inklusif? c. Apakah dalam penyusunan kurikulum dibentuk tim penyusun kurikulum? d. Apakah dilakukan revisi terhadap kurikulum yang dibuat selama proses pembelajaran inklusif? e. Apakah sekolah melibatkan pihak luar (SLB) dalam proses pembelajaran? Setelah disusun panduan pertanyaan kemudian dilakukan Focus Group Discussion (FGD) tentang pengembangan model pembelajaran inklusif Slow Learner di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga, yang terdiri dari Kepala sekolah yang memahami pendidikan inklusif, Wakil bidang kurikulum, guru bimbingan konseling (BK). FGD dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan anacaman yang dimiliki Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga dalam mengembangkan model pembelajaran inklusif. Dalam penelitian ini, peneliti akan men- SWOTkan komponen-komponen yang mendukung dalam proses pembelajaran tersebut guna menemukan startegi-strategi yang cocok dalam proses pengembangan model pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Komponenkomponen tersebut antara lain: Kurikulum, Guru, Siswa, Fasilitas, dan biaya. Dari hasil kajian diskusi, wawancara, dan kajian lapangan diperoleh faktor kekuatan dan kelemahan 73

9 (IFAS), serta peluang dan ancaman (EFAS) sebagai berikut : A. Kurikulum No IFAS Kekuatan 1. Kurikulum disesuaikan dengan anak-anak ABK (Slow learner). 2. Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada KTSP. Kelemahan 1. Sekolah belum mengadakan reviuw dan revisi berkala terhadap kurikulum yang diterapkan, semenjak menjadi sekolah inklusif. 2. Dalam mengembangkan kurikulum sekolah belum memaksimalkan keterlibatan berbagai pihak terkait dalam membantu mengevaluasi serta mereviuw kurikulum yang dibuat. 3. Dalam penerapan kurikulum masih terdapat kelemahankelamahan sehingga sekolah mengambil langkah kelas tambahan khusus bagi siswa inklusif serta remedial. 4. Sekolah belum mempunyai tim khusus untuk pembuatan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa inklusif. EFAS Peluang 1. Uji coba sekolah inklusif yang berkelanjutan sehingga ada kesempatan bagi sekolah untuk merevisi kurikulum dan mengembangkan kurikulum pendidikan inklusif 2. Meningkatkan kendali mutu pelaksanaan kurikulum sebagai upaya menjamin agar kualitas lulusan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. 3. Sekolah bekerjasama dengan Sekolah Luar Biasa. Ancaman 1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 2. Sekolah inklusif jenjang menengah bukan hanya Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. B. Guru IFAS No Kekuatan 1. Kualitas layanan terhadap siswa yang optimal. 74

10 2. Penerimaan terhadap siswa berkebutuhan khusus di SMP Negeri 7 Salatiga (slow learner) 3. Tenaga pendidik yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan, sehingga dalam menjalankan tugas mempunyai rasa tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya. Kelemahan 1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 2. Tidak ada Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus 3. Tidak ada pembinaan bagi guru tentang pendidikan inklusif. Sehingga yang paling memahami pendidikan inklusif ini hanya sebatas kepala sekolah. EFAS Peluang 1. Kerjasama dengan orang tua dalam rangka pengembangan pendidikan. 2. Pertemuan Rutin dengan orang tua siswa Ancaman 1. Terbatasnya pemahaman tentang konsep pendidikan inklusif. 2. Tidak ada Guru Pendamping khusus. C. Siswa IFAS No Kekuatan 1. Penerimaan siswa non inklusif terhadap siswa inklusif. 2. Jumlah siswa inklusif yang relatif sedikit 3. Les tambahan bagi siswa inklusif (Juga remedial) Kelemahan 1. siswa tidak memahami konsep pendidikan inklusif. 2. Kelalaian siswa inklusif dalam mengikuti kelas tambahan EFAS Peluang 1. Sekolah mendukung penyelenggaraan proses belajar yang inklusif 2. Kesempatan bagi siswa slow untuk naik kelas (kenaikan kelas otomatis) Ancaman 75

11 1. Siswa belum memahami konsep pendidikan inklusif secara baik, sehingga seringkali merasa terganggu dengan cara pembelajarannya. 2. Kerjasama orang tua dan siswa yang kelihatannya kurang. D. Fasilitas No IFAS Kekuatan 1. Buku-buku penunjang yang cukup memadai bagi anak inklusif taraf slow learner 2. Ruang kelas yang nyaman bagi siswa inklusif maupun reguler Kelemahan 1. Sekolah belum mengetahui fasilitas apa saja yang dibutuhkan siswa taraf slow learner 2. Fasilitas terbatas bagi siswa slow learner. EFAS Peluang 1. Biaya dari Pemerintah Kota Salatiga untuk pendidikan inklusif 2. Tenaga kependidikan yang terampil menjaga fasilitas sekolah Ancaman 1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa berubah. 2. Biaya dari pemerintah E. Biaya IFAS No Kekuatan 1. Sekolah mendapat biaya dari pemerintah 2. Biaya khusus dari sekolah untuk pendidikan inklusi Kelemahan 1. Penggunaan biaya pendidikan inklusif yang sepertinya kurang menyentuh kebutuhan siswa ABK. 2. Biaya dari sekolah yang relatif kecil untuk pendidikan inklusif EFAS Peluang 1. Pelaksanaan pendidikan inklusif yang berkelanjutan. 2. Biaya pendidikan relatif murah di sekolah inklusif. 76

12 Ancaman 1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa berubah. 2. Biaya dari pemerintah 4.4. Hasil Analisis SWOT Terhadap Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif. A. Kurikulum IFAS No Elemen SWOT Total Bobot Kekuatan 1. Kurikulum disesuaikan dengan anak-anak ABK (Slow learner). 0,4 3 1,2 2. Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada KTSP 0,6 4 2,4 Total 1 3,6 Kelemahan 1. Sekolah belum mengadakan reviuw dan revisi berkala terhadap kurikulum yang 0,3 2 0,4 diterapkan, semenjak menjadi sekolah inklusif. 2. Dalam mengembangkan kurikulum sekolah belum memaksimalkan keterlibatan berbagai pihak terkait dalam 0,3 3 0,9 membantu mengevaluasi serta mereviuw kurikulum yang dibuat. 3. Dalam penerapan kurikulum masih terdapat kelemahankelamahan sehingga sekolah mengambil langkah kelas 0,2 2 0,2 tambahan khusus bagi siswa inklusif serta remedial. 4. Sekolah belum mempunyai tim khusus untuk pembuatan kurikulum yang sesuai dengan 0,2 2 0,4 kebutuhan siswa inklusif. Total 1 1,9 77

13 Total Akhir (Kekuatan-Kelemahan) 3,6 1,9 1,7 EFAS No Elemen SWOT Peluang Bobot Total 1. Uji coba sekolah inklusif yang berkelanjutan sehingga ada kesempatan 0,4 3 1,2 bagi sekolah untuk merevisi kurikulum. 2. Meningkatkan kendali mutu pelaksanaan kurikulum sebagai upaya menjamin agar kualitas lulusan sesuai 0,4 3 1,2 dengan kompetensi yang ditetapkan. 3. Sekolah bekerjasama dengan Sekolah Luar Biasa. 0,2 2 0,4 Total 1 2,8 Ancaman 1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 0,6 3 1,8 2. Sekolah inklusif jenjang menengah bukan hanya Sekolah Menengah Pertama 0,4 2 0,8 Negeri 7 Salatiga. Total 1 2,6 Total Akhir Peluang-Ancaman 2,8 2,6 0,2 IFAS EFAS KATEGORI SUB TOTAL KATEGORI SUB TOTAL Kekuatan (S) 3,6 Peluang (O) 2,8 Kelemahan (W) 1,9 Ancaman (T) 2,6 Total (S-W) 1,7 Total (O-T) 0,2 78

14 PELUANG Pembentukan tim khusus (Pendidikan Inklusif). Tim ini terdiri dari Kepala sekolah serta para guru yang telah mengikuti pelatihan pendidikan inklusif. 2. Menjalin kerjasama (Rutin/terjadwal) dengan Sekolah Luar Biasa, dan lembaga terkait. 3. Kehadiran GPK (Guru Pendamping Khusus). 4. Keterlibatan GPK dalam kurikulum. 1 (1,7,0,2) KELEMAHAN KEKUATAN ANCAMAN B. Guru IFAS Elemen SWOT No Kekuatan 1. Kualitas layanan terhadap siswa yang optimal. 2. Penerimaan guru terhadap siswa slow learner 3. Tenaga pendidik yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan, sehingga dalam menjalankan tugas mempunyai rasa tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya. Bobot Total 0,3 5 1,5 0,4 5 2,0 0,3 5 1,5 79

15 Total 1 4 Kelemahan. 1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 0,3 3 0,9 2. Tidak ada Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk mendampingi anak 0,5 4 2 berkebutuhan khusus 3. Tidak ada pembinaan bagi guru di sekolah tentang pendidikan inklusif. Sehingga yang paling memahami pendidikan inklusif 0,2 3 0,6 ini hanya sebatas kepala sekolah (Juga yang mengikuti kegiatan dari Dinas). Total 1 3,5 EFAS No Total Akhir (Kekuatan-Kelemahan) Elemen SWOT Peluang Bobot 4 3,5 0,5 Total 1. Kerjasama dengan orang tua dalam rangka 0,5 4 2 pengembangan pendidikan. 2. Pertemuan Rutin dengan orang tua murid 0,5 5 2,5 Total 1 4,5 Ancaman 1. Terbatasnya pemahaman tentang konsep pendidikan 0,4 3 1, 2 inklusif. 2. Tidak ada Guru Pendamping khusus. 0,6 2 1,2 Total 1 2,4 Total (Peluang-Ancaman) IFAS KATEGORI Kekuatan (S) 4,5 3 1,5 SUB TOTAL EFAS KATEGORI SUB TOTAL 4 Peluang (O) 4,5 80

16 Kelemahan (W) 3,5 Ancaman (T) 2,4 Total (S-W) 1,5 Total (O-T) 1,5 PELUANG Kehadiran serta keterlibatan Guru Pendamping Khusus bagi anak berkebutuhan khusus. 2. Meningkatkan pemahaman bagi guru mengenai konsep pendidikan inklusif. (1,3.1,5) 2 KELEMAHAN KEKUATAN C. Siswa IFAS ANCAMAN Elemen SWOT No Kekuatan 1. Penerimaan siswa non inklusif terhadap siswa inklusif 2. Jumlah siswa inklusif yang relatif sedikit Bobot Total 0,5 5 2,5 0,3 4 1,2 81

17 3. Les tambahan bagi siswa inklusif (Juga remedial) 0,2 3 0,6 Total 1 4,3 Kelemahan 1. siswa tidak memahami konsep pendidikan inklusif. 0,6 3 1,8 2. Kelalaian siswa inklusif dalam mengikuti kelas 0,4 3 1,2 tambahan Total 1 3 Total (Kekuatan-Kelemahan) 4,3 3 1,3 EFAS No Elemen SWOT Total Bobot Peluang 1. Sekolah mendukung penyelenggaraan proses 0,7 4 2,8 belajar yang inklusif. 2. Kesempatan bagi siswa slow untuk naik kelas (kenaikan 0,3 3 0,9 kelas otomatis) Total 1 3,7 Ancaman 1. Siswa belum memahami konsep pendidikan inklusif secara baik, sehingga seringkali merasa terganggu 0,5 3 1,5 dengan cara pembelajarannya. 2. Kerjasama orang tua dan siswa yang kelihatannya 0,5 3 1,5 kurang. Total 1 3 Total (Peluang-Ancaman) IFAS EFAS KATEGORI SUB TOTAL KATEGORI SUB Kekuatan (S) 4,3 Peluang (O) 3,7 Kelemahan (W) 3 Ancaman (T) 3 TOTAL (S-W) 1,3 TOTAL (O-T) 0,7 82

18 PELUANG Pemahaman konsep pendidikan inklusif bagi warga sekolah (siswa juga perlu dilibatkan). 2. Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan non inklusif. 1 (1,3.0.7) KELEMAHAN KEKUATAN ANCAMAN D. Sarana Prasarana IFAS No Elemen SWOT Total Bobot Kekuatan 1. Buku-buku penunjang yang cukup memadai bagi anak 0,5 4 2 inklusif taraf slow learner 2. Ruang kelas yang nyaman bagi siswa inklusif maupun 0,5 4 2 reguler Total 1 4 Kelemahan 1. Sekolah belum mengetahui 0,6 2 1,2 83

19 fasilitas apa saja yang dibutuhkan siswa taraf slow learner 2. Fasilitas terbatas bagi siswa slow learner. 0,4 2 0,8 Total 1 2 Total (Kekuatan-Kelemahan) EFAS Elemen SWOT No Peluang 1. Biaya dari Pemerintah Untuk pendidikan inklusif 2. Sarana dan prasarana yang lengkap Bobot Total 0,7 5 3,5 0,3 4 1,2 Total 1 4,7 Ancaman 1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa berubah. 2. Perawatan fasilitas sekolah 0, ,4 1 0,4 Total 1 2,4 Total (Peluang-Ancaman) 4,7 2,4 2,3 IFAS EFAS KATEGORI Kekuatan (S) Kelemahan (W) TOTAL (S-W) SUB TOTAL KATEGORI 4 Peluang (O) 2 Ancaman (T) 2 TOTAL (O-T) SUB TOTAL 4,7 2,4 2,3 84

20 PELUANG Membeli buku-buku pengetahuan tentang anak slow learner. 2. Membeli perlengkapan penunjang bagi anak slow learner. Misalnya: beberapa unit komputer. 2 (2;2,3) KELEMAHAN KEKUATAN ANCAMAN E. Biaya IFAS No Elemen SWOT Kekuatan Bobot Total 1. Sekolah mendapat biaya dari pemerintah 0, Biaya khusus dari sekolah untuk pendidikan inklusi 0,3 3 0,9 Total 1 5,9 Kelemahan 1. Penggunaan biaya pendidikan inklusif dari pemerintah yang sepertinya kurang menyentuh kebutuhan siswa ABK. 0,6 2 1,2 85

21 2. Biaya dari sekolah yang relatif kecil untuk pendidikan inklusif 0,4 2 0,8 Total 1 2 Total (Kekuatan-Kelemahan) EFAS No Elemen SWOT Peluang 1. Pelaksanaan pendidikan inklusif yang berkelanjutan 2. Biaya pendidikan relatif murah di sekolah inklusif 5,9 2 3,9 Bobot Total 0,6 4 2,4 0,4 3 1,2 Total 1 3,6 Ancaman 1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa 0,5 2 1 berubah 2. Biaya dari pemerintah 0,5 2 1 Total 1 2 Total (Peluang-Ancaman) IFAS EFAS KATEGORI Kekuatan (S) Kelemahan (W) TOTAL (S-W) SUB TOTAL KATEGORI 5,9 Peluang (O) 2 Ancaman (T) 3,9 TOTAL (O-T) SUB TOTAL

22 PELUANG Pelaksanaan Pendidikan inklusif yang berkelanjutan dipakai untuk Memanfaatkan biaya sesuai kebutuhan siswa inklusif. 2 (3,9;2) KELEMAHAN KEKUATAN ANCAMAN Strategi Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif A. Kurikulum Dari hasil analisis SWOT terhadap Kurikulum berada pada strategi pengembangan SO (1,7 ; 0,2). Strategi yang digunakan adalah Pembentukan tim khusus (Pendidikan Inklusif). Tim ini terdiri dari Kepala sekolah serta para guru yang telah mengikuti pelatihan pendidikan inklusif. Fungsi dari tim ini adalah mengontrol segala kegiatan sekolah termasuk proses pembelajaran (pembuatan kurikulum sampai 87

23 pembinaan siswa inklusif). Tim ini diharapkan mampu mengayomi para guru dalam memahami konsep pendidikan inklusif. Sehingga melalui tim ini sekolah dapat mencapai apa yang diharapkan dalam Permendiknas No 70 Tahun Strategi lainnya yaitu menjalin kerjasama yang rutin dengan Sekolah Luar Biasa. Hal ini perlu, karena sekolah ini merupakan sekolah dengan label inklusif. Selain itu, SLB maupun lembaga lainnya yang terkait juga dirasa mampu dalam membimbing anak dalam kategori berkebutuhan khusus. Guru Pendamping Khusus atau GPK, seharusnya dimiliki sekolah dan dilibatkan dalam proses pembuatan kurikulum. B. Guru Dari hasil analisis SWOT terhadap Guru berada pada strategi pengembangan SO (1,5;1,5). Strategi yang ditempuh dalam rangka pengembangan model pembelajaran yaitu Kehadiran serta keterlibatan GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak berkebutuhan khusus. Kehadiran GPK tidak dapat menyelesaikan permasalahan ABK, namun GPK dapat membantu ABK dalam proses pembelajarannya dikelas, dengan cara mendampingi ABK. Di samping itu, meningkatkan pemahaman bagi guru mengenai konsep pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang dipahami oleh guru masih kurang. Guru hanya memahami pendidikan inklusif sebagai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu peningkatan pemahaman tentang pendidikan inklusif dirasa perlu bagi guru. Sekolah dapat bekerjasama dengan GPK 88

24 (bila sudah ada), atau dengan SMPLB atau lembaga lainnya yang paham tentang pendidikan inklusif ini. C. Siswa Dari hasil analisis SWOT terhadap Siswa berada pada strategi pengembangan SO (1,3;0,7). Strategi yang digunakan yaitu pemahaman konsep pendidikan inklusif bagi seluruh warga sekolah termasuk siswa. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa siswa inklusif belajar bersama dengan siswa reguler lainnya. Sehingga pemahaman konsep inklusif perlu dijelaskan bagi seluruh siswa, agar siswa secara keseluruhan menerima, memahami, dan dalam proses pembelajaranpun berjalan dengan baik. Selain itu strategi lainnya yaitu, pembentukan kelompok belajar dalam kelas, hal ini dirasa perlu sehingga siswa dapat saling belajar. D. Fasilitas Dari hasil analisis SWOT terhadap fasilitas berada pada strategi pengembangan SO (2;2,3). Strategi yang digunakan yaitu Membeli buku-buku pengetahuan tentang anak slow learner, biaya yang digunakan dalam pembelian yaitu dengan memanfaatkan biaya dari pemerintah. Strategi berikutnya yaitu membeli perlengkapan penunjang bagi anak slow learner. Misalnya: sekolah dapat membeli beberapa unit komputer, yang dapat digunakan bukan saja untuk anak slow melainkan juga anak reguler. 89

25 E. Biaya Dari hasil analisis SWOT terhadap biaya berada pada strategi pengembangan S0 (3,9;2). Strategi yang digunakan yaitu pelaksanaan pendidikan inklusif yang berkelanjutan dipakai untuk memanfaatkan biaya sesuai kebutuhan siswa inklusif Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif Hasil analisis SWOT yang dilakukan bersama kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, Guru, Guru BK, yang merupakan orangorang yang memahami pendidikan inklusif, dalam Focus Group Discussion (FGD) dihasilkan kesepakatan sebagai berikut : HARAPAN Tersusunnya model pembelajaran inklusif yang mengacu pada Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Tabel. 4.1 Hasil FGD ( Focus Group Discussion) STRATEGI YANG ACUAN MODEL INDIKATOR DITEMPUH PENGEMBANGAN KEBERHASILAN 1. Keterlibatan Guru Pendamping Khusus dalam Proses Pembelajaran 2. Pemahaman Konsep Pendidikan Inklusif bagi warga Sekolah. 3. Pembentukan Tim Khusus Inklusif. 4. Kerjasama dengan Sekolah Luar biasa, maupun lembaga terkait. Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif maupun non inklusif. Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 1. Tersusunnya model pembelajaran inklusif yang mengacu pada Permend-iknas No 70 Tahun Terwujudnya proses pembelajaran yang inklusif. Sumber diolah dari hasil FGD (Agustus 2013) SOAL 1. Penyusunan model pengembangan pembelajaran inklusif sesuai Permendiknas No 70 Tahun

26 MODEL PEMBELAJARAN INKLUSIF SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 7 SALATIGA SMP Negeri 7 Salatiga Pendidikan Segregrasi- Sekolah Luar Biasa P R O S E S Dasar Pendidikan Inklusif: 1. Deklarasi HAM (PBB,1948). 2. Konvensi Hak Anak (PBB,1989) 3. Pendidikan Untuk Semua (UNESCO,1990) 4. Peraturan tentang Standar Kesamaan Kesempatan bagi penyandang Cacat (PBB,1993) 5. Penyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif (UNESCO,1994) Permendiknas No 70 Tahun 2009 S A S A R A A B K Kurikulum Pembentukan Tim Khusus Pembuat Kurikulum Kurikulum disesuaikan dengan ABK. Reviuw dan revisi kurikulum. Guru Kehadiran serta keterlibatan Guru Pendamping Khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Meningkatkan pemahaman bagi guru mengenai konsep pendidikan inklusif. Kerjasama guru dan GPK (Guru Pendamping Khusus). Model pembelajaran yang dipakai guru, harus bervariasi. Siswa Pemahaman konsep pendidikan inklusif bagi warga sekolah (siswa juga perlu dilibatkan). Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan non inklusif. MODEL PEMBELAJARAN Pembelajaran Kooperatif Sarpras Membeli buku-buku pengetahuan tentang anak slow learner. Membeli perlengkapan penunjang bagi anak slow learner. Misalnya : beberapa unit komputer. Individual Biaya Pelaksanaan Pendidikan inklusif yang berkelanjutan dipakai untuk Memanfaatkan biaya sesuai kebutuhan siswa inklusif. Pemerintah Kota Salatiga; Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Salatiga (LINGKUNGAN) N Model STAD Penerapan dan Pelaksanaannya RT TMR CIRC JIGSAW TPS GI Fase 1: Instruksi/PendidikanKeterampilan dijelaskan dan dimodelkan di dalam lingkungan Fase 2: Belajar dalam tim. Siswa bepindah dari pendidikan kelompok utuh dan bersiap untuk studi tim. Siswa dipandu LKS untuk menuntaskan materi. Fase 3: Kuis Tim-tim siswa berlatih melakukan ketrampilan akademik Fase 4: Penghargaan tim. Nilai perbaikan dan penghargaan bagi tim Mengembangkan pemahaman siswa tentang keahlian Memberi siswa latihan untuk menggunakan keterampilan Membuat transisi dari pendidikan kelompok utuh ke kerja kelompok. Memberi siswa pengalaman bekrja sama dengan teman kelompok dari kemampuan dan latar belakang berbeda. Dalam fase ini guru dapat membagi siswa reguler dan siswa inklusif dalam satu kelompok kerja. Memberikan latihan keterampilan akademis yang dikerjakan secara individu Mengakui prestasi Meningkatkan prestasi siswa untuk belajar Feed Back 91

27 Penjelasan Gambar: 1. Pendidikan Inklusif pada awalnya lahir dari ketidakpuasan terhadap pendidikan segregatif, yang menyebabkan anak-anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat normal. Alasan inilah yang memicu lahirnya pendidikan inklusif. 2. Tuntutan akan pendidikan inklusif ini mengacu pada instrumen internasional antara lain; Deklarasi HAM (PBB, 1948), Konvensi Hak Anak (PBB, 1989), Pendidikan Untuk Semua (UNESCO, 1990), Peraturan tentang Standar Kesamaan Kesempatan bagi penyandang Cacat (PBB, 1993), Penyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif (UNESCO, 1994). 3. Peraturan Menteri Pendidikan No 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, yang dibuat berdasarkan instrumen internasional, dan kemudian diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. 4. Salatiga sebagai salah satu Kota yang juga turut ambil bagian dalam penerapan pendidikan inklusif. Sasaran dalam pendidikan ini yakni siswa berkebutuhan khusus, di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga telah berlangsung, yakni periode tahun Proses: dalam proses pembelajaran, terdiri dari Kurikulum, Guru, Siswa, Fasilitas, dan biaya sebagai penunjang proses pembelajaran. 6. Dalam pengembangan model pembelajaran, bagian Kurikulum, sekolah perlu memperhatikan kebutuhankebutuhan apa saja yang nantinya mendukung dalam 92

28 proses pembuatan kurikulum serta sesuai dengan acuan pendidikan inklusif yakni Permendiknas No 70 Tahun Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain Pembentukan Tim Khusus Pembuat Kurikulum. Tim ini melibatkan kepala sekolah, kurikulum, dan beberapa guru yang dipandang sebagai sosok yang memahami pendidikan inklusif. Agar dalam pembuatan kurikulum dapat mengarah pada pendidikan serta pembelajaran yang inklusif. Kurikulum yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus, dengan memperhatikan model-model pembelajaran apa saja yang cocok untuk diterapkan baik bagi siswa reguler maupun siswa inklusif. Untuk SMP Negeri 7, ABK bertaraf slow learner karena itu, perlu memahami betul kebutuhan dari siswa slow learner. Sekolah perlu bekerja sama dengan Sekolah Luar Biasa, yang dianggap memahami kebutuhan ABK. Setelah pembuatan kurikulum, kurikulum perlu direviu serta direvisi, untuk mengetahui keefektifannya. Hal ini sangatlah penting untuk dilakukan, sebagai alat ukur sejauh mana sekolah telah melaksanakan pembelajaran yang inklusif. 7. Dalam pengembangan model pembelajaran, kehadiran serta keterlibatan Guru Pendamping Khusus merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan inklusif. GPK merupakan salah satu pembeda antara pendidikan reguler dan pendidikan inklusif. Oleh karena itu, dalam penerapan pendidikan inklusif, sekolah diharapkan memiliki GPK. GPK selain merupakan yang membedakan antara pendidikan inklusif dan pendidikan reguler, juga dapat membantu Guru dan sekolah dalam memahami kebutuhan ABK, serta dapat membantu guru memahami konsep pendidikan inklusif. Oleh karena itu, diharapkan 93

29 guru dapat menjalin kerjasama dengan GPK (Guru Pendamping Khusus). Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menghadapi siswa slow learner haruslah bervariasi, Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan (PAIKEM). Oleh karena itu, guru harus kerja ekstra untuk mempelajari model-model pembelajaran apa saja yang cocok dengan kebutuhan siswa. 8. Pembelajaran yang inklusif akan dapat terselenggara dengan baik, apabila warga sekolah memahami konsep pendidikan inklusif dengan baik. Bukan saja, Guru dan tenaga kependidikan, melainkan juga siswa sebagai bagian dari warga sekolah. Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan siswa reguler dianggap mampu menolong siswa inklusif. Walaupun dirancang secara berkelompok, namun tetap dikelola secara individual. 9. Sarana Prasarana. Sarpras dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting dan perlu mendapat perhatian. Sekolah perlu mengetahui kebutuhankebutuhan dari siswa slow learner, sehingga sarpras yang diberikan bagi siswa dalam taraf slow tepat sasaran. Dalam melakukan SWOT kelemahan sekolah adalah belum memahami kebutuhan siswa slow (fasilitas), oleh karena itu sekolah perlu memiliki buku-buku pengetahuan tentang ABK, terkhususnya untuk siswa slow learner. Sekolah juga dapat membeli perlengkapan penunjang bagi anak slow, misalnya beberapa unit komputer yang bukan saja dipakai siswa slow, tapi juga siswa reguler. 10. Model Pembelajaran. Model Pembelajaran yang dapat dipakai yaitu cooperative learning. Pembelajaran kooperatif 94

30 dianggap cocok bagi siswa slow learner. Karena pembelajaran kooperatif menekanan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Guru dapat menerapkan model pembelajaran ini di kelas, namun penilaian tetap bersifat individual. Jika pembelajaran kooperatif diterapkan dikelas inklusif, maka guru tidak lagi menghabiskan waktu untuk mengadakan kelas tambahan dan remedial bagi siswa inklusif. Model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan yaitu: Model STAD (Student team achievment division). Menurut Widyatini (2008) STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan dapat memberikan pemahaman materi yang sulit kepada siswa melalui lembar kerja yang telah dipersiapkan guru. Dalam penerapan model ini guru dapat mengikuti fase-fase yang ada sehingga pembelajaran model STAD dapat berjalan sesuai dengan fase yang ada. Pada fase 1: Instruksi/Pendidikan Keterampilan dijelaskan dan dimodelkan di dalam lingkungan kelompok utuh. Pada fase ini guru/pendidik dapat mengembangkan keahlian siswa atau pendidik tentang keahlian (pelajaran tertentu), serta memberi siswa latihan tentang keterampilannya. Selanjutnya, pada fase 2 95

31 Belajar dalam tim. Pada fase ini siswa dikelompokkan dan bersiap untuk studi tim atau bekerja dalam tim. Tim/kelompok yang terbentuk terdiri dari beberapa orang siswa reguler dan inklusif (Heterogen, bisa 4,5 orang siswa). Siswa dipandu LKS untuk menuntaskan materi pembelajaran. Pada fase ini siswa bekerja dalam kelompok/tim. Pada fase 3, kuis. Guru dapat memberikan latihan-latihan akademis yang dikerjakan siswa secara individu. Pada tahap ini siswa kembali mengerjakan materi yang telah dikerjakan dalam kelompok, dalam bentuk pekerjaan pribadi/individual. Selanjutnya pada fase 4 Penghargaan tim. Nilai perbaikan dan penghargaan bagi tim. Pada fase ini guru dapat mengakui prestasi siswa berdasarkan hasil atau skor nilai yang di dapat siswa, serta memberikan penghargaan bagi setiap siswa, baik berupa pujian ataupun lainnya, sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. Di samping itu, guru juga dapat menerapkan model pembelajaran lain misalnya : model Jigsaw, Three Minute Review (TMR), Group Investigazion (GI), Think Pair Share (TPS), CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition), dan Reciprocal Teaching (RT). Model pembelajaran dapat di sesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Disamping itu, sekolah juga dapat menerapkan Program pembelajaran individual yang juga dianggap juga cocok bagi anak-anak slow learner. PPI ini dapat dirancang secara berkelompok (dipadukan dengan pembelajaran kooperatif) namun tetap dikelola secara individual. 11. Feed back berimplikasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh SMP Negeri 7 Salatiga. 96

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga yaitu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Sesuai dengan tujuan penulisan dari penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Rujukan penelitian R&D Penelitian dan pengembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah desain penelitian pengembangan. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa penelitian pengembangan merupakan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan sebuah media interaktif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan sebuah media interaktif 116 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan sebuah media interaktif berbasis komputer yang nantinya digunakan pada pembelajaran PAI. Adapun pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 9 Salatiga yang berada di Jalan Pemuda 7-9 Salatiga. Penelitian berlangsung pada tanggal 18 Mei 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan terhadap kualitas perpustakaan SDN Turitempel merupakan penelitian deskriptif dengan meggunakan pendekatan kualitatif, yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa model

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa model 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang dapat membantu siswa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah atas

III. METODE PENELITIAN. peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah atas 29 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen penugasan yang berbasis peta pikiran mata pelajaran fisika kelas X pada salah satu sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Menurut Sugiyono, metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu merupakan jenis penelitian pengembangan (Research & Development). Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development. 77 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development. Pendekatan Research and Development yang merujuk pada teori Borg and Gall

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian A. Jenis Penelitian Bab III Metode Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian R&D. Menurut Sugiono (2010:297) Metode penelitian R&D digunakan apabila peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas, kreatif, terampil dan berkepribadian baik. oleh masyarakat yang ditujukan kepada lembaga pendidikan, baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. luas, kreatif, terampil dan berkepribadian baik. oleh masyarakat yang ditujukan kepada lembaga pendidikan, baik secara langsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah bidang yang sangat penting terutama di negara berkembang seperti Indonesia, sebab kemajuan dan masa depan bangsa terletak sepenuhnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi setiap anak. Pelayanan pendidikan yang layak adalah layanan pendidikan tanpa membedakan status sosial, tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek/ Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah UMKM Kipas Bambu yang terletak di Desa Jipangan Bangunjiwo Kasihan Bantul. Kemudian subjek dari penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu" (Piaget dalam

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Hasil Penelitian

Bab IV Analisis Hasil Penelitian Bab I Analisis Hasil Penelitian A. Profil Sekolah 1. Nama Sekolah : SD Negeri Candisari 2. Nomor Statistik Sekolah : 101030820016 3. Alamat Sekolah : Margoagung Desa : Candisari Kecamatan : Secang Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif karena menggambarkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di SMAK St. Petrus Comoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI MENGGUNAKAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW. Parjimin

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI MENGGUNAKAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW. Parjimin Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 2, April 2016 ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI MENGGUNAKAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW SD Negeri 01 Kebonsari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penilitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini meninjau pertimbangan dari kesesuaian tujuan penelitian adalah penelitian dan pengembangan atau Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan dapat menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah desain penelitian pengembangan. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa penelitian pengembangan merupakan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah model penelitian pengembangan (Research and Development), yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan proses untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan proses untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pendekatan proses untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP pada mata pelajaran bahasa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. Simpulan yang diambil berdasarkan paparan data dan pembahasan pada bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN. model pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN. model pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan 39 BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 3.1 Model Penelitian Pengembangan Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dan pengembangan, model yang akan dikembangkan dalam pengembangan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono (01: 407) penelitian dan pengembangan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih rendah dibandingkan dengan Negara Negara yang serumpun dengan Indonesia ataupun Negara lainnya. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, dan Pembatasan Masalah. Beberapa hal lain yang perlu juga dibahas

I. PENDAHULUAN. Masalah, dan Pembatasan Masalah. Beberapa hal lain yang perlu juga dibahas I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, dan Pembatasan Masalah. Beberapa hal lain yang perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak lahir manusia telah memulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGEMBANGAN

BAB III METODE PENGEMBANGAN BAB III METODE PENGEMBANGAN Pada bab III ini, peneliti akan menguraikan tentang model pengembangan, prosedur pengembangan dan uji coba produk. Dalam butir uji coba produk terdapat desain uji coba, jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN Ada beberapa hal yang dibahas dalam metode penelitian, diantaranya adalah () lokasi dan subyek penelitian, () metode penelitian, (3) instrumen penelitian, dan (4) teknik analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif merupakan salah satu perwujudan dari pendidikan berkualitas. Pendidikan inklusif merujuk pada sistem pendidikan atau lembaga pendidikan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari

Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari BSNP, dalam menyusun tesis. Data selanjutnya digunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII A POKOK BAHASAN EKOSISTEM SMP MUHAMMADIYAH 7

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah guru dan siswa di tiga SMA Negeri dan tiga SMA Swasta di Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari studi perbandingan manajemen kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai peneliti adalah penelitian dan pengembangan atau Educational Research and Development ( R & D ). Penelitian dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persaingan pun semakin ketat. Sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Wisata Ekologis (KWE) Puspa Jagad yang berada di Desa Semen, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode. penelitian dan pengembangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode. penelitian dan pengembangan. 84 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode penelitian dan pengembangan. Dalam aplikasinya melakukan penyesuaian dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dan didahului oleh sebuah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dan didahului oleh sebuah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dan didahului oleh sebuah penelitian sebelumnya yang membahas tentang model pembelajaran piano bagi siswa tunanetra.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah-langkah Penelitian Langkah penelitian yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, dan keahlian kepada individu. Hal tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009: ).

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009: ). BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dalam Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Kecerdasan Jamak ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D)

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN SISTEM PENCERNAAN MAKANAN KELAS XI IPA MAN SUKOHARJO SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang II. KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan bisnis di Indonesia semakin lama semakin pesat. Secara otomatis, tingkat persaingan dalam berbisnis akan semakin tajam pula. Adanya persaingan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian ini di Bandar Lampung. Subjek pada tahap studi lapangan adalah guru dan siswa di tiga SMA Negeri dan tiga SMA Swasta di Bandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan dalam segala aspek, baik dalam hal Proses Belajar Mengajar, kualitas dan kuantitas tenaga pendidik serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Program Pengabdian Masyarakat di SD Gadingan Kulonprogo) Oleh: Rafika Rahmawati, M.Pd (rafika@uny.ac.id) Pendidikan inklusi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka peneltian ini menggunakan pendekatan metode penelitian dan pengembangan (Research and Develompment), yaitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini terdiri dari subjek penelitian studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek uji coba lapangan awal. Subjek penelitian studi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari subjek studi lapangan, subjek penelitian, dan subjek uji coba lapangan awal. Subjek studi lapangan adalah 6 guru kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang Metode Penelitian, Prosedur Penelitian, Subjek dan Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data, A. Metode Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Penelitian ini berlokasi pada obyek wisata alam Pantai Siung yang ada di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Ada beberapa hal yang dibahas dalam metode penelitian, diantaranya adalah (1) lokasi dan subyek penelitian, (2) metode penelitian, (3) sumber data, (4) diagram alir penelitan,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. satu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji

BAB III METODE PENELITIAN. satu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Pengembangan Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu

Lebih terperinci

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA PENGEMBANGAN BUKU AJAR ALJABAR LINEAR UNTUK MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA BERBASIS MODEL DISCOVERY-INQUIRY Swasti Maharani 1), Tri Andari 2) 1,2 FKIP, Universitas PGRI Madiun email: swastimh@gmail.com;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan setiap negara. Melalui pendidikan, generasi muda penerus bangsa terus mampu mengembangkan diri sesuai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan, langkah-langkah penelitian yang dilakukan, sumber data, instrumen penelitian dan pengolahan data. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tentunya menuntut adanya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian terhadap permasalahan di SMK Muhammadiyah 1 Samarinda penulis melakukan Analisa Internal dan Analisa Eksternal sebagai pengumpulan datanya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Rencana Strategis

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Rencana Strategis BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Rencana Strategis Proses rencana strategis merupakan langkah awal untuk menentukan peluang diterapkannya strategi yang akan direncanakan. Dessler, 2008 mendefenisikan rencana strategis

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

... Homogenitas Data Posttes... Uji Normalitas Data Awal... Homogenitas Data Awal... Data Posttes Kemampuan Menulis Teks Hasil Observasi...

... Homogenitas Data Posttes... Uji Normalitas Data Awal... Homogenitas Data Awal... Data Posttes Kemampuan Menulis Teks Hasil Observasi... 14 15 16 17 18 19 20 21 22... Homogenitas Data Posttes... Uji Normalitas Data Awal... Homogenitas Data Awal... Data Posttes Kemampuan Menulis Teks Hasil Observasi... RPP (STAD)... RPP ( GI)... RPP ( CIRC)...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dalam belajar adalah peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, baik dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, baik dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu problem tersendiri dalam suatu Negara yang menuntut kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, baik dalam ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara berkesinambungan dan sampai saat ini terus dilaksanakan. Berbagai upaya telah ditempuh oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah menengah atas adalah mata pelajaran Matematika. Mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. sekolah menengah atas adalah mata pelajaran Matematika. Mata pelajaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia sangat membutuhkan pendidikan dalam kehidupan. Pendidikan ini diberikan agar manusia dapat mengembangkan potensi peserta didik melalui proses

Lebih terperinci

III.METODE PENGEMBANGAN. A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan. Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian

III.METODE PENGEMBANGAN. A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan. Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian 50 III.METODE PENGEMBANGAN A. Metode Pengembangan dan Subjek Pengembangan Metode pengembangan yang digunakan pada pengembangan ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN A. Penelitian dan Pengembangan 1. Model Penelitian dan pengembangan Menurut Sugiyono dalam bukunya, metode penelitian dan pengembangan (dalam bahasa Inggris Research

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk mengembangkan produk yang akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diangkat yaitu bagaimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diangkat yaitu bagaimana BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diangkat yaitu bagaimana upaya untuk mengembangkan program pembelajaran berbasis otak (PBO) atau brain based

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu-individu guna menggali

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Menurut Borg dan Gall (1983:772), Educational

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Sebagaimana dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Sebagaimana dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan suatu negara. Pendidikan merupakan suatu usaha dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum I. PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benyamin (dalam Haris, 2006: 18) menyatakan bahwa IPA atau sains adalah sebuah pertanyaan mengenai pengetahuan tentang alam melalui suatu metode seperti metode observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang. dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang. dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Lebih terperinci

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE TYPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) DALAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH ETIKA KOMUNIKASI Oleh : Komaruddin Ks Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon ABSTRAK Pengertian pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X MAN MALANG II BATU Dwi Pudi Lestari 1

Lebih terperinci