BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Farmasi merupakan salah satu fasilitas yang paling banyak digunakan di Rumah Sakit dan merupakan daerah dimana sejumlah besar uang digunakan untuk pembelian barang secara berulang (Devnani et al.,2010). Farmasi Rumah Sakit harus memberikan pelayanan farmasi secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dengan kualitas tertinggi (Asultan et al., 2012). Sekitar sepertiga pengeluaran Rumah Sakit digunakan untuk membeli bahan dan perlengkapan, termasuk obat-obatan (Devnani et al., 2010). Menurut WHO tahun 2006, pengeluaran untuk farmasi di negara industri maju sebesar 10-20% dan di negara berkembang sebesar 20-40% dari total pengeluaran untuk kesehatan (MSH, 2012). Menurut Depkes 2008, di banyak negara berkembang belanja obat di Rumah Sakit dapat menyerap sekitar 40-50% biaya keseluruhan Rumah Sakit. Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini diperlukan mengingat dana kebutuhan obat di Rumah Sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2008). Salah satu strategi kesehatan adalah kebijakan obat nasional, yang tegas berkomitmen untuk menggunakan daftar obat esensial. (Laing et al., 2003). Penggunaan obat esensial, pedoman klinis dan kebijakan obat nasional sangat berguna bagi negara dengan tingkat penghasilan menengah dan negara industri (Hogerzeil, 2004). Data dari survei harga obat di 36 negara berpenghasilan rendah dan menengah di sektor swasta menunjukkan bahwa harga obat generik lebih murah 2,6 kali dibanding obat originator (Kaplan et al., 2012). 1

2 2 Pedersen mengemukakan survey yang dilakukan oleh ASHP pada tahun 2007 dan 2010 bahwa hanya 30% dari Rumah sakit di Amerika Serikat yang menggunakan kebijakan obat non formularium dan terdapat 80% Rumah Sakit yang menggunakan kebijakan dan prosedur untuk meminimalkan duplikasi produk dari berbagai macam sumber. Penerapan metode tersebut dapat memberikan penghematan biaya yang sangat besar untuk Rumah Sakit dan meningkatkan kualitas pelayanan medis. Tahun pertama pengadaan obat dibawah strategi nasional farmasi Rumah Sakit di New Zealand menghasilkan penghematan moderat. Dari seluruh 29 Rumah Sakit, menghemat sekitar NZ$ 5,2 juta atau sebesar 3,7% yang diproyeksikan untuk tahun Strategi nasional ini melakukan pendekatan dari dua sisi, yaitu sisi manajemen persediaan berfokus pada negosiasi dengan vendor, termasuk kontrol harga, keuntungan, potongan harga, harga referensi maupun batas pengeluaran maksimum. Dari sisi manajemen permintaan berfokus pada pengelolaan pemanfaatan obat-obatan oleh penggunanya dan pasien, mencangkup didalamnya pedoman peresepan, penggantian peresepan obat-obatan, penggunaan obat generik dan peraturan untuk promosi (Tordoff et al., 2005). Standarisasi kelompok obat dan implementasi analisis ABC-VEN pada proses perencanaan obat di Ghana memberikan penghematan dalam anggaran Rumah Sakit sebesar 37% (Verhage et al., 2002). Penggunaan analisis ABC-VEN pada penelitian di Rumah Sakit Universitas Pemerintahan Nagpur di India tahun 2004, didapatkan biaya pengeluaran obat sebesar 11,59% dari total pengeluaran Rumah Sakit (Thawani et al., 2004). Biaya persentase masing-masing obat membantu dalam menentukan Economic Order Quantity (EOQ) dan jadwal pemesanan obat dari nilai ekonomi yang tinggi tetapi tingkat kekritisan yang rendah (Thawani et al.,2004). Pada tahun pada Rumah Sakit di India Tengah, dengan menggunakan analisis ABC-VED dan EOQ didapatkan total pengeluaran obat sebesar 7,68% dari pengeluaran Rumah Sakit. 2

3 3 Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya (Mahatme et al, 2012). Penggunaan Reorder Point dan Order Up to Level pada sistem pemesanan dapat mengurangi pengeluaran farmasi sebesar 70-80% di Amerika Serikat (Kelle et al, 2012). Di Indonesia, pada penelitian di RSU Haji Surabaya tahun 2012 didapatkan kejadian stockout persediaan obat sebesar 54% dan stagnant sebesar 39%. Faktor utama penyebab terjadinya stockout karena perencanaan pembelian tidak diperhitungkan secara akurat. Lemahnya perencanaan juga mengakibatkan stagnant, dimana pengadaan obat yang berlebihan tidak sesuai dengan kebutuhan yang diminta oleh user. Jenis obat stagnant yang paling banyak adalah kategori A dengan menggunakan metode ABC. Obat yang mengalami stagnant juga mengindikasikan adanya biaya pemesanan yang terbuang sia-sia. Kerugian total yang dialami akibat stockout dan stagnant obat sebesar Rp ,00. (Mellen dan Pudjirahardjo, 2013). Pada penelitian di RSU Kardinah Tegal, penerapan Economic Order Quantity (EOQ) disertai Reorder Point (ROP) terhadap obat kategori A dari metode ABC berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai persediaan dan peningkatan Inventory Turn Over Ratio (ITOR) (Nafilla, 2008). Hasil serupa juga didapat pada penelitian di RSUD Cibabat oleh Ruba ah tahun 2009 dan RS Panti Wilasa Dr.Cipto Semarang pada tahun 2011 oleh Dwiastuti. Hal ini menunjukkan pengelolaan obat yang lebih efisien dan pengawasan yang lebih intensif pada obat kategori A dapat meminimalkan biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan obat dan peghematan anggaran di Instalasi Farmasi (Ruba ah, 2009). RSIA Yayasan Pemeliharaan Kesehatan Mandiri (YPK) merupakan Rumah Sakit Ibu dan Anak, terletak di jalan Gereja Theresia Menteng dan memiliki 45 tempat tidur. RSIA YPK berawal dari pendirian klinik bersalin YPK pada tahun 1960 yang kemudian berubah menjadi RSB YPK pada Desember Pada tahun 2010 status Rumah Sakit berubah menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak. Diharapkan dengan adanya 3

4 4 perubahan status rumah sakit ini memberikan peluang yang lebih luas untuk mengembangkan dan menyediakan berbagai jenis pelayanan kesehatan bagi kaum perempuan dan anak. RSIA YPK memiliki sekitar 500 item obat yang terdapat pada formularium Rumah Sakit dan kurang lebih 800 item obat yang digunakan. Hampir sebagian besar obat yang digunakan merupakan obat dengan nama dagang. Perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK masih berdasarkan permintaan dari para dokter. Kebijakan dan prosedur untuk meminimalkan duplikasi obat sejenis tidak berjalan dengan baik karena pihak Rumah Sakit memenuhi seluruh permintaan pembelian obat dari dokter. Jenis obat yang paling banyak adalah vitamin untuk ibu hamil. Perbedaan kandungan dan komposisi tambahan pada satu macam vitamin untuk ibu hamil, berpengaruh untuk diadakannya pengadaan obat tersebut. Pengadaan obat di RSIA YPK dilakukan berdasarkan metode konsumsi, dengan stok pengaman sebesar 30%. Obat dipesan setiap seminggu sekali. Pihak Rumah Sakit belum menggunakan metode lain untuk menghitung pengadaan obat di RSIA YPK. Pada akhir tahun, stok obat di Rumah Sakit banyak mengalami kekosongan dikarenakan stok obat di pabrik dan distributor kosong, sehingga RSIA YPK harus membeli obat dari apotik dan Rumah Sakit lain. Harga yang diperoleh dari pembelian obat ini biasanya lebih tinggi dan mengakibatkan penambahan biaya belanja obat. Surat diskon dari pabrik farmasi terkadang belum diperbaharui, sehingga pihak Rumah Sakit tidak mendapatkan diskon obat untuk waktu tertentu yang berakibat pada penambahan biaya belanja obat. B. PERUMUSAN MASALAH Biaya untuk pengadaan obat di Rumah Sakit termasuk salah satu biaya terbesar di Rumah Sakit. Manajemen persediaan obat menekankan pada pengendalian biaya dan peningkatan efisiensi. Perencanaan obat bertujuan untuk menghindari pemborosan anggaran, menghindari biayabiaya tambahan dalam pengadaan dan penyimpanan obat, serta terjadinya 4

5 5 kekurangan maupun kelebihan stok obat. Metode ABC, Economic Order Quantity serta Reorder Point dapat membantu untuk menekan biaya pengeluaran obat dan membantu secara efektif mengontrol item obat yang memiliki biaya pembelian tinggi. Pada proses perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK masih terdapat biaya-biaya tambahan pengeluaran obat yang disebabkan kebijakan dan prosedur untuk meminimalkan duplikasi obat sejenis berjalan kurang baik. Biaya tambahan juga disebabkan adanya kekurangan stok obat di akhir tahun sehingga pihak Rumah Sakit harus membeli obat dari apotik maupun Rumah Sakit lain. Pemesanan obat yang dilakukan setiap minggu dapat meningkatkan biaya pemesanan obat. RSIA YPK juga belum menerapkan metode pengadaan obat lainnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perumusan masalah pada penilitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK selama ini dan untuk melakukan evaluasi perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK dengan menggunakan indikator pengelolaan obat, kesesuaian terhadap Formularium Nasional (FORNAS), metode ABC, perhitungan Economic Order Quantity dan Reorder Point. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum : Untuk mengevaluasi sistem perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK Tujuan khusus : a. Mengetahui gambaran perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK menurut pengelola b. Mengevaluasi perencanaan obat RSIA YPK dengan menggunakan indikator pengelolaan obat pada tahap perencanaan Mengevaluasi pengadaan obat di RSIA YPK dengan menggunakan indikator pengelolaan obat pada tahap pengadaan 5

6 6 c. Mengevaluasi pengadaan obat di RSIA YPK berdasarkan kesesuaian dengan Formularium Nasional d. Melakukan analisis ABC terhadap daftar obat yang digunakan di RSIA YPK e. Melakukan evaluasi dengan menghitung Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) terhadap daftar obat kategori A di RSIA YPK D. MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk keilmuan Untuk mengetahui apakah proses perencanaan dan pengadaan obat di Rumah Sakit sudah sesuai dengan teori yang didapatkan dari materi perkuliahan 2. Untuk Rumah Sakit a. Untuk mengevaluasi sistem perencanaan dan pengadaan obat di RSIA YPK b. Sebagai bahan masukan untuk RSIA YPK dalam menerapkan perencanaan dan pengadaan obat 3. Untuk peneliti Merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan Manajemen Rumah Sakit E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian ini belum pernah dilakukan di RSIA YPK. Penelitian yang mirip atau terkait: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Suciati dan Adisasmito ( 2006) dengan judul Analisis Perencanaan Obat berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Aspek yang diteliti: Pada penelitian ini dilakukan pengelompokan obat di instalasi Farmasi RS Karya Husada Cikampek berdasarkan metode ABC-Indeks kritis. 6

7 7 Perbedaan dengan yang hendak diteliti: Peneliti mengevaluasi sistem perencanaan dan pengadaan obat dengan menggunakan indikator pengelolaan obat, kesesuaian terhadap Formularium Nasional, metode ABC, dan penghitungan EOQ (Economic Order Quantity) serta ROP (Reorder Point) untuk obat kategori A. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Munim ( 2008) dengan judul Obat Antibiotik berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi dengan Analisi ABC dan Reorder Point (ROP) terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Ratio (TOR) di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal Aspek yang diteliti: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan mengelompokkan obat antibiotik di IFRS Darul Istiqomah Kendal Wungu berdasarkan metode ABC pada bulan April-Juni Kemudian peneliti menentukan ROP dan TOR dari antibiotik fast moving pada bulan April-Juni 2007 untuk kemudian diaplikasikan pada perencanaan antibiotika pada bulan April-Juni Setelah itu peneliti membandingkan nilai persediaan antara antibiotika fast moving pada bulan April-Juni 2007 dengan bulan April-Juni Perbedaan dengan yang hendak diteliti: Selain menghitung menggunakan metode ABC dan EOQ serta ROP pada daftar obat kategori A, peneliti juga mengevaluasi menggunakan indikator pengelolaan obat pada tahap perencanaan dan persediaan obat serta kesesuaian terhadap Formularium Nasional. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ikafitriani (2010) dengan judul Evaluasi perencanaan dan ketersediaan obat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun Aspek yang diteliti: Perencanaan dan ketersediaan obat sebelum dan sesudah perubahan sistem pengadaan obat. Penelitian ini menilai ketepatan perencanaan obat berdasarkan metode konsumsi, kesesuaian item persediaan dengan formularium, kesesuaian item dengan DOEN, 7

8 8 kesesuaian item obat dengan 10 besar penyakit psikiatri dan persentase obat rusak/kadaluarsa serta nilai obat rusak/kadaluarsa. Perbedaan dengan yang hendak diteliti: Penelitian dibatasi pada tahap perencanaan dan pengadaan obat dengan menggunakan indikator pengelolaan obat, metode ABC dan perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) serta Reorder Point (ROP) pada daftar obat kategori A. 8